laporan laparatomi 2013

26
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BEDAH UMUM VETERINER LAPARATOMI PADA KUCING Oleh: Kelompok VI Sore (14.00-16.30 WIB) Annisa Ratnasari B B04110002 Suci Siti S B04110012 Miftahul Ilmi B04110040 Noor Rohman Setiawan B04110044 Tiara Widiati B04110055 Indri Saptorini B04110080 Rio Topan B04110089 BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Upload: n-rohman-s-pambudi

Post on 28-Nov-2015

314 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Laparatomi Medianus Central pada Kucing

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN LAPARATOMI 2013

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH UMUM VETERINER

LAPARATOMI PADA KUCING

Oleh:

Kelompok VI Sore (14.00-16.30 WIB)

Annisa Ratnasari B B04110002

Suci Siti S B04110012

Miftahul Ilmi B04110040

Noor Rohman Setiawan B04110044

Tiara Widiati B04110055

Indri Saptorini B04110080

Rio Topan B04110089

BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: LAPORAN LAPARATOMI 2013

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.

Menurut Jong dan Sjamsuhidayat (2004) bedah laparatomi merupakan teknik sayatan

yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedag digestif dan

kandungan. Laparatomi terdiri atas laparatomi flank, laparatomi medianus dan

laparatomi paramedianus. Laparatomi flank terbagi menjadi flank kanan dan flank

kiri. Laparatomi flank kiri untuk melihat organ abomasum, rumen, dan uterus.

Sedangkan laparatomi flank kanan untuk melihat organ abomasum, omentum,

intestine, caecum, kolon, dan uterus kanan. Laparatomi flank umum dilakukan pada

hewan besar. Daerah orientasinya pada legok lapar/fossa paralumbal. Lapisan yang

disayat mulai dari kulit, musculus obliquus abdominis internus, musculus abdominis

transversus, dan yang terakhir peritoneum. Saat operasi keputusan untuk melakukan

laparatomi diambil adalah bila ada kecurigaan penyakit dalam rongga abdominal.

Laparatomi medianus umumnya dilakukan pada hewan kecil. Daerah

orientasinyaabdominal bagian ventral (linea alba). Lapisan disayat meliputi kulit,

aponeurose musculus obliquus abdominis externus, musculus obliquus abdominis

internus, dan peritoneum. Target organ berdasarkan bayangan rongga abdomen yaitu

daerah epigastrium, mesogastrium, dan hipogastrium. Laparatomi paramedianus

dilakukan dengan menyayat abdomen ventral sejajar dengan linea alba. Dari ketiga

jenis laparatomi tadi, masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Pada

bedah laparatomi medianus, keuntungannya adalah kita mudah menemukan daerah

yang akan disayat dengan melihat linea alba dan umbilicalis. Selain itu daerah

tersebut jarang terjadi pendarahan. Tetapi dengan melakukanlaparatomi medianus ini,

kemungkinan akan terjadinya hernia cukup tinggi karena pada daerah yang dioperasi

merupakan titik dimana tegangannya paling besar ditambah dengan posisi berdiri

hewan yang dorsoventral semakin menambahbeban dan kemungkinan untuk

terjadinya hernia. Persembuhan lukanya juga relatif lebih lama, karena daerah

penjahitan sedikit mengandung/dilewati darah, sehingga kadar Hb sedikit sehingga

Page 3: LAPORAN LAPARATOMI 2013

suplai oksigen yang diterima juga sedikit. Hal ini menyebabkan metabolisme yang

terjadi juga rendah sehingga persembuhan luka menjadi lama.

Tujuan

Praktikum bertujuan agar mahasiswa mengetahui teknik laparatomi medianus

pada kucing dan mampu mengaplikasikannya serta bertujuan untuk menemukan

organ-organ yang ada didalam rongga abdomen secara langsung dan dapat digunakan

untuk peneguhan diagnosa.

Alat dan Bahan

Alat yang dilaukan untuk praktikum antara lain 1 set peralatan bedah minor, 2

set perlengkapan bedah untuk operator dan asisten, spoid, tali, stetoskop,

thermometer, duk, kassa, jarum, dan alat pencukur rambut.

Page 4: LAPORAN LAPARATOMI 2013

METODE

Pre Operatif

Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah

yang steril, persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau

instrument telah disterilisasi. Peralatan yang akan digunakan saat operasi disusun

diatas meja instrument yang telah dialasi linen steril. Peralatan lain tergantung dari

jenis operasi yang akan dilakukan. Sterilisasi peralatan operasi, baju operasi, masker,

penutup kepala, sarung tangan, sikat, dan handuk yang telah dicuci bersih serta

dikeringkan dibungkus dengan kain muslin atau non woven setelah terlebih dahulu

dilipat dan ditata sesuai dengan urutannya masing-masing. Peralatan yang telah

dibungkus dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60 oC selama

15-30 menit. Perlengkapan yang telah disterilisasi digunakan pada saat operasi oleh

operator dan asisten satu (asisten operator). Alat-alat bedah yang akan digunakan

dikumpulkan dalam suatu wadah dan direndam dengan larutan sabun hingga seluruh

bagiannya terendam. Setelah direndam, instrumen bedah pun dicuci bersih dengan

menggunakan sikat hingga sisa kotoran menghilang dan peralatan menjadi bersih.

Instrumen dicuci mulai dari bagian yang bersentuhan dengan tubuh pasien yaitu

bagian ujung hingga bagian yang paling jauh dan jarang bersentuhan dengan tubuh

pasien yaitu bagian pangkal. Instrumen-instrumen tersebut kemudian dibilas dengan

air bersih mulai dari bagian ujung hingga pangkal sebanyak 10-15 kali. Peralatan

operasi minor yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan terlebih dahulu baru

setelah itu ditata rapi di dalam kotak peralatan sesuai dengan urutan penggunaannya.

Kotak peralatan tersebut kemudian dibungkus dengan muslin atau non woven dan

disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121 °C selama 60 menit. Peralatan yang

telah disterilisasi digunakan pada saat operasi.

Pemeriksaan fisik berupa signalement dan keadaan umum hewan. Parameter

signalement yang dicatat adalah nama kucing, jenis dan ras, jenis kelamin, usia,

warna rambut dan kulit, serta bobot badan. Keadaan umum kucing yang dicatat yaitu,

habitus, gizi, sikap berdiri, cara berjalan, adptasi lingkungan, turgor kulit, kelenjar

Page 5: LAPORAN LAPARATOMI 2013

pertahanan, refleks pupil, refleks palpebrae, frekuensi dan ritme napas, temperatur,

CRT, warna mukosa, dan diameter pupil.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, kucing diinjeksikan dengan premedikasi

atropin. Dosis sulfa atropin yang digunakan adalah 0,025 mg/kg BB. Setelah 15

menit, kucing diinjeksikan dengan ketamin–xylazine. Dosis ketamin-xylazine yang

digunakan adalah 10mg/kg BB dan 2 mg/kg BB. Daerah abdomen hewan kemudian

dicukur dan dioleskan iodine tincture setelah hewan terbius. Kucing diletakkan di

meja operasi yang telah dialasi handuk. Ketika berada di atas meja operasi, posisi

hewan disesuaikan dengan keadaan. Keempat kaki diikat keujung-ujung meja

menggunakan sumbu kompor dengan simpul Tomfool.Kemudian hewan ditutup

dengan duk, disesuaikan, dan difiksir dengan towelclamp. Setelah itu, operasi siap

dilakukan.

Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai dari kondisi

umum preoperative, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit ringan, atau ada

kelainan bawaan. Keadaan umum seperti demam dan kondisi sistemik lainnya akan

berpengaruh terhadap keberhasilan operasi. Hewan harus dalam keadaan stabil

sebelum operasi. Pemeriksaan kondisi fisik mutlak harus dilakukan jika terjadi

kelainan pada cairan, asam-basa, elektrolit, dan kelainan kardiovaskular harus

diperbaiki sebelum menginduksi anastesi. Transfusi darah harus diberikan jika PC

kurang dari 20 karena hewan mengalami hipoksia atau anemia (Theresa 2007).

Operatif

Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi

medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm

anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang

dilakukann tepat dibagian tengah mempunyai maksud mempermudah eksplorasi

organ-organ yang berada baik disebelah anterior maupun posterior dari tempat

penyayatan (Katzug 2001).

Page 6: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Pasien dibaringkan dengan posisi terlentang ke atas, kemudian dibuat sayatan

kulit pada garis ventral. Sayatan dapat dilakukan dari dekat processus ziphoidea

sampai dengan daerah pubis. Setelah kulit terbuka, sayat jaringan subkutan sampai

fascia eksternal dari muskulus rektus abdominis terlihat. Ikat atau cauterisasi

pembuluh darah kecil yang menyebabkan pendarahan pada subkutan sehingga linea

alba dapat terlihat jelas. Linea alba disayat tepat diatasnya. Ketika omentum telah

menyembul, linea alba dijepit bagian kiri dan kanan, gunakan gunting untuk

memperpanjang sayatan ke kranial atau kaudal (Theresa 2007). Omentum dan

peritoneum akan terlihat dibawah linea alba. Organ-organ yang terdapat di rongga

abdomen dicari berdasarkan pembagian daerah, yaitu epigastrium, mesogastrium, dan

hipogastrium (Katzug 2001).

Sebelum penutupan dilakukan teteskan antibiotik pada ruang abdomen untuk

meminimalisir infeksi pasca operasi. Penjahitan pertama dilakuakn pada lapisan

peritoneum dan linea alba. Linea alba dapat ditutup dengan jahitan simple interrupted

suture atau simple continuous suture. Pastikan saat penjahitan pada linea alba tidak

ada jaringan lain yang ikut terjahit karena bisa menghambat penutupan luka. Jahitan

kedua tutup jaringan subkutan dengan jahitan simple continuous suture dengan yang

absorbable. Lalu teteskan lagi antibiotik pada subkutan sebelum dilakukan penutupan

kulit. Penjahitan kulit dilakakukan menggunakan benang nonabsorbable dengan

jahitan simple interrupted suture untuk meminimalisir terjadinya hernia atau dapat

pula digunakan stainless steel staples. Jarak tepi jahitan fascia adalah 4 sampai 10

mm. Jahitan simple interrupted suture biberi jaraj 5 mm-10 mm dari jahitan satu

dengan jahitan lainnya, tergantung pada ukuran hewan. Jahitan pada kulit dilakukan

dengan sedikit tegangan untuk meminimalisir bekas jahitan (Theresa 2007).

Setelah penjahitan selesai diberikan iodine tingturdi bekas sayatan yang telah

dijahit. Setelah itu sayatan ditutup dengan tampon segi empat dan plester. Sebelum

dipakaikan gurita, hewan di suntik oxytetracycline 0.175 ml secara intramuscular,

setelah itu hewan baru dipakaikan gurita (Katzug 2001).

Page 7: LAPORAN LAPARATOMI 2013

A. pada kucing dan anjing betina. B. pada anjing jantan. (Theresa, 2007)

Post Operatif

Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif.

Pengecekan tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan

luka berjalan dengan baik (Hedlund 2002). Komplikasi sering kali menyertai operasi

seperti reaksi alergi jahitan, seroma, hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan

pasien. Terapi cairan harus dilanjutkan pada kebanyakan hewan pasca operasi

abdomen. Elektrolit, asam-basa, dan protein serum harus diperhatikan dan dikoreksi

pasca operasi untuk memastikan bahwa pasien dengan memiliki asupan kalori yang

memadai pasca operasi (Theresa 2007). Perawatan seperti pemberian antibiotik,

terapi cairan, perawatan balutan, anti inflamasi akan membantu persembuhan luka

setelah operasi. Penanganan post operatif sangat penting karena dapat mempengaruhi

persembuhan hewan (pasien). Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien

bedah post operatif untuk perawatan pasien bedah, dianataranya hewan dibawa ke

ruang pemulihan yang tenang, hewan tetap dimonitor dengan diukur suhu, frekuensi

nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil. Diperhatikan membran mukosa,

limphonodus, dan selaput lendir, serta pasien diberikan obat untuk mengatasi rasa

nyeri selama 1 sampai 3 hari setelah operasi (Hedlund 2002). Diberikan infus bila

terjadi muntah dan diare hebat, disfungsi ginjal dan penyakit hati dengan

memperhatikan laju infus dan jenis infus yang diberikan. Apabila pasien

Page 8: LAPORAN LAPARATOMI 2013

hypothermia, diberi penghangat menggunakan air hangat, diberikan suplemen

oksigen, kateter apabila diperlukan (Mc Curnin 2002). Hal lain yang perlu dilakukan

post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian perlengkapan, pembersihan ruang

operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci alat setelah digunakan

dengan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci, disikat, dimulai dari ujung

yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudia dibilas dengan air

yang mengalir sebanyak 10-15 kali (dimulai dari ujung yang pertama disikat),

dikeringkan dengan ditata di rak. Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi

lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi masker, tutup kepala,

handuk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dilaundri/dicuci dengan sabun,

dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi

sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari

kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan

menggunakan desinfektan berupa alkohol 70% (Harari 2004).

Page 9: LAPORAN LAPARATOMI 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PEMERIKSAAN

A. Pemeriksaan Fisik

1. Signalemen Hewan

Nama : Nelson

Jenis : Kucing

Ras/Bangsa : Domestik

Jenis kelamin : Jantan

Berat badan : 4 Kg

Tanda khusus : -

2. Status Present

2.1. Keadaan Umum

Perawatan : Baik

Gizi : Baik; gemuk

Habitus : Tegap, tulang punggung lurus

Sikap Berdiri : Menumpu dengan keempat kaki

Suhu tubuh : 38 °C

Frek. Nadi : 112 kali/menit

Frek. Napas : 12 kali/menit

2.2. Regio Kepala dan Leher

Ekspresi wajah : Galak

Pertulangan kepala : Kompak, tegas, dan keras

Posisi tegak telinga : Tegak ke atas

Posisi kepala : Lebih tinggi dari tulang punggung

Refleks panggilan : Baik; ada refleks

Krepitasi telinga : Tidak ada krepitasi

Bau Telinga : Bau khas cerumen

Page 10: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Mata dan Orbita Kanan-Kiri

Sklera : Putih

Cornea : Tembus terang

Iris : Tidak ada perlekatan

Limbus : Melingkar rata; tidak ada perlekatan

Refleks pupil : Baik; ada refleks

Vasa injection : Tidak ada vasa injection

Hidung, Mulut, dan Sinus-sinus

Mukosa Mulut : Pink rose, licin, dan basah.

Lidah : Pink

Gigi : Ada gigi patah, tidak ada karang gigi.

Foetor ex ore : Tidak ada

2.3. Regio Thoraks

Bentuk rongga : Simetris

Tipe pernapasan : Costal

Ritme : Teratur

Intensitas : Dalam

2.4. Alat Gerak

Spasmus otot : Tidak ada spasmus otot

Tremor otot : Tidak ada tremor otot

Sudut persendian : Tidak ada kelaianan

Cara berjalan : Melangkah biasa, koordinatif, dan tidak ada

kelainan

Cara berdiri : Menumpu dengan keempat kakinya

Page 11: LAPORAN LAPARATOMI 2013

B. Perhitungan Dosis Obat-obatan

a. Atropin

=

=

= 0.4 ml

b. Oxytetraxyclin

=

=

= 1.12 ml

c. Xylazine

=

=

= 0.4 ml

d. Amoxycilin

=

=

= 3.2 ml

e. Ketamine

=

=

= 0.4 ml

Page 12: LAPORAN LAPARATOMI 2013

C. Monitoring Pasien

Tabel 1. Pemantauan Tanda Vital Pasien

Parameter

/Waktu

Pre

Op Operasi

Post

Op

0’ 15’ 30’ 45’ 60’ 75’ 90’ 105’ 120’ 5’

Suhu Tubuh (°C) 38 37.8 37.6 37.1 36.9 36.7 36.7 36.2 36.2 36.1

Frek. Jantung

(kali/menit) 112 98 98 98 95 94 108 110 108 108

Frek. Napas 12 8 8 8 4 4 4 4 4 4

CRT 3 4 4 4 5 5 5 4 4 4

Mukosa Pink Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat

Refleks Pupil Ada - - - - - - - - Ada

Refleks digit Ada - - - - - - - - Ada

Grafik 1. Suhu Tubuh, Frek. Jantung, dan Frek. Napas

Page 13: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Tabel 2. Pemantauan Status Kesehatan Pasien Post Operatif

Parameter

/Waktu

H+1 H+2 H+3

Pa Si So Pa Si So Pa Si So

Suhu Tubuh (°C)

Frek. Jantung

(kali/menit)

Frek. Napas

CRT

Mukosa Pink Pink Pink Pink Pink Pink Pink Pink Pink

Makan Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya

Minum Cekok Cekok Cekok Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri

Defekasi - - - Ada Ada Ada Ada;

lunak

Ada;

lunak

Ada;

lunak

Urinasi - - - Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Keterangan : Pa : Pagi, Si : Siang, So : Sore

Grafik 2. Frekuensi Pernafasan dari H+1 sd H+3

Page 14: LAPORAN LAPARATOMI 2013

100

105

110

115

120

125

130

135

140

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3

pagi

siang

sore

Grafik 3. Frekuensi Jantung dari H+1 sd H+3

Grafik 4. Suhu badan dari H+1 sd H+3

36

36.5

37

37.5

38

38.5

39

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3

pagi

siang

sore

Page 15: LAPORAN LAPARATOMI 2013

PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, kucing diperiksa secara umum untuk mengetahui

suhu, frekuensi jantung dan frekuensi nafasnya. Kemudian kucing diberi premedikasi

dengan atropin sulfas untuk mencegah muntah saat operasi, karena atropin

menyebabkan blokade reversibel kerja kolinomimetik mempengaruhi motilitas usus,

bronkodilatator, dan mencegah terjadinya hipersalivasi (Katzung 2001).

Obat yang digunakan terdiri dari obat premedikasi, obat bius, sedative, dan antibiotik.

Premedikasi yang diberikan berupa sulfas atropine dengan dosis 0.4 ml, rute

pemberian SC (subcutan). Penyuntikan pertama diberikan sulfas atropine. Setelah 10

menit kucing yang akan dibedah disuntikkan dengan kombinasi obat ketamine dan

xylazine. Obat bius yang diberikan adalah ketamine HCl 10% dengan dosis 0.4 ml,

rute pemberian intra muscular (IM). Sedative yang diberikan adalah xylazine HCl 2%

dengan dosis 0.4 ml, rute pemberian IM. Pemberian obat bius dicampur dengan

sedative. Pengambilan xylazine terlebih dahulu disusul dengan ketamine. Hal ini

dilakukan untuk mencegah efek negatif pada kucing ataupun hewan yang akan

disuntikkan dengan kombinasi obat tersebut. Setelah operasi dilakukan, diberikan

antibiotik dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri selama operasi.

Antibiotik yang digunakan ada tiga yaitu Penicillin, Oxytetraxyclin, dan Amoxycilin.

Penicillin diberikan setiap sebelum operator menjahit. Rute pemberian secara topical

(diteteskan), diberikan secukupnya. Oxytetraxyclin diberikan setelah operasi melalui

IM dengan dosis 1.12 ml. Sedangkan Amoxycilin diberikan selama perawatan post

operasi dengan dosis 3.2 ml. Rute pemberiannya per oral selama 5 hari perawatan 2

kali sehari, pada pagi dan malam hari (Katzug 2001).

Pasien yang sudah teranasthesi diletakkan di atas meja bedah yang telah

dialasi koran lalu dilakukan physical restraint. Pertama dilakukan pemasangan duk

diatas tubuh pasien dengan menggunakan towel clamp. Penyayatan abdomen

dilakukan pada 1 cm anterior umbilical sampai 1 cm posterior umbilical dengan cara

menarik kulit dengan dua jari dan dilakukan penyayatan menggunakan scalpel.

Lokasi penyayatan ini dimaksudkan agar mudah mengeksplorasi organ yang terdapat

di bagian abdomen. Penyayatan kulit pertama sepanjang 2 cm dilakukan

Page 16: LAPORAN LAPARATOMI 2013

menggunakan scalpel dengan terlebih dahulu merenggangkan kulit abdomen

menggunakan tangan operator. Setelah kulit tersayat dilakukan penguakan subcutan

menggunakan gunting sampai linea alba terlihat jelas. Pembukaan linea alba

dilakukan dengan hati-hati, aponeurose dari muskulus obliquus dijepit tepat dikedua

sisi linea alba lalu ditarik, dilakukan penusukan ditengah linea alba dengan scalpel

untuk menbuat sedikit lubang. Setelah lubang terbentuk sayatan diperlebar dengan

menggunakan gunting tumpul-runcing dengan bagian yang tumpul yang menyentuh

jaringan agar tidak melukai jaringan dan untuk meminimalisir kemungkinan trauma

pada organ di dalam peritoneum. Jika terjadi kesalahan penyayatan linea alba maka

sayatan diulangi dengan sayatan tepat pada linea alba. Terjadi kesalahan pada proses

penyayatan linea alba, bagian yang tersayat adalah pinggir linea alba sehingga setelah

penyayatan dilakukan masih ditemui otot di bawahnya. Kesalahan terjadi karena

ditemukan banyak lapisan lemak pada abdomen kucing sehingga penguakkan untuk

mencari linea alba agak sulit, hal ini dikarenakan kucing yang dioperasi tergolong

gemuk. Kemudian dilakukan penyayatan sekitar 1.5 cm lagi ke arah caudal agar linea

alba lebih mudah terlihat. Setelah dilakukan penyayatan linea alba, dilakukan

eksplorasi organ pada bagian abdomen.

Eksplorasi organ dilakukan setelah ruang abdomen terbuka. Ekplorasi

dilakukan dengan cara palpasi karena terdapat banyak lemak di ruang abdomen,

organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat operasi antara lain

adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria dan lambung.

Usus merupakan organ yang paling mudah ditemukan karena posisi penyayatan yang

dilakukan tepat di ventromedial abdomen. Usus memiliki konsistensi yang lunak,

licin, dan lumennya kosong ketika dipalpasi. Vesika urinaria dapat diketahui dengan

palpasi bagian hipogastricum. Vesika urinaria berisi urin memiliki konsistensi lunak

dan padat. Ginjal kanan dan kiri dapat teraba ketika dilakukan palpasi. Bentuk dari

kedua ginjal bulat seperti kacang dengan konsistensi yang lunak dan padat. Organ

lainnya tidak terpalpasi pada saat eksplorasi abdomen. Letak dari organ-organ di

dalam rongga abdomen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Page 17: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Sumber: http://www.exploringnature.org/graphics/animal_anatomy/cat_organs_color_72.jpg

Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh

omentum. Untuk mempermudah mengenali organ dalam rongga abdomen, maka

rongga abdomen dibagi menjadi tiga wilayah yaitu epigastrium, mesogastrium dan

hipogastrium. Di wilayah epigastrium dapat ditemukan lambung, limpa, hati, ginjal

kanan dan kiri. Ginjal kanan terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena

pada bagian kiri rongga abdomen terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri

dari posisi yang seharusnya (Aspinall, O’Reilly 2004). Usus dan ovarium ditemukan

di mesogastrium, sedangkan di hipogastrium berada vesica urinaria dan uterus.

Setelah dilakukan eksplorasi abdomen, penutupan ruang abdomen dimulai

dengan penjahitan linea alba dan omentum menggunakan benang chromic catgut 3/0

agar mudah diserap oleh tubuh dan jarum berpenampang segitiga untuk jaringan yang

Page 18: LAPORAN LAPARATOMI 2013

lunak. Digunakan jahitan simple interrupted sebanyak delapan jahitan. Subcutan

dijahit sebanyak tiga jahitan menggunakan jahitan simple interrupted. Benang catgut

dapat diabsorpsi oleh tubuh sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan benang

kembali post operasi. Sedangkan untuk penjahitan kulit digunakan jahitan simple

interrupted dengan benang silk sebanyak sebelas jahitan. Benang ini digunakan

karena untuk penjahitan superficial dibutuhkan benang yang kuat dan tidak

diabsorpsi oleh tubuh sehingga jahitan tidak mudah terlepas. Tujuan penggunaan

jahitan simple interrupted adalah agar jahitan lebih kuat menahan tekanan organ

dalam rongga abdomen sehingga tidak terjadi hernia.

Sumber : (Theresa, 2007)

Pada setiap lapisan sebelum dilakukan penjahitan diberikan antibiotik

penisilin dengan cara diteteskan pada setiap jaringan sebelum dijahit. Pemberian

penisilin bertujuan untuk menghindari infeksi pasca operasi. Pemberian penisilin

antara lain pada ruang abdomen, lapis antara linea alba dan subcutan, serta pada

lapisan antara subcutan dan kulit.

Terakhir didaerah bekas jahitan diberi betadine. Pemberian antiseptik ini bertujuan

untuk mencegah infeksi dan mempercepat pengeringan luka. Bekas jahitan dibalut

dengan menggunakan tampon segi empat yang telah diberi betadine untuk kemudian

ditempel dengan menggunakan perekat hypafix. Hal ini bertujuan untuk menghindari

Page 19: LAPORAN LAPARATOMI 2013

bekas jahitan terbuka akibat dari gigitan atau gerakan kucing maka dilakukan

pemasangan kain gurita.

Anestesi dilakukan secara perinjeksi akan mendepres fungsi fisiologis tubuh

sehingga terjadi penurunan fungsi fisiologis (Hall 2001). Salah satu perubahan

fisiologis yang dapat teramati adalah suhu tubuh, pada awal sebelum pemberian obat

bius adalah 38 °C, namun lima menit kemudian terjadi penurunan suhu tubuh

menjadi 37.8 °C. Seiring dengan berjalannya waktu, suhu tubuh kucing semakin

menurun, dan yang terendah mencapai 36.1 °C yaitu pada menit ke 125 setelah dua

kali diberikan maintenance. Setelah itu, pada monintoring selanjutnya adalah

perubahan frekuensi jantung menunjukkan pengaruh kerja jantung dalam memompa

darah. Pada tabel 1, terlihat frekuensi jantung semakin meningkat. Peningkatan

frekuensi ini disebkan karena adanya luka sayatan. Pada saat pre operasi frekuensi

jantung adalah 112 kali, namun setelah diberikan anestesi frekuensi rata-ratanya

adalah 103 kali/menit tiap 15 menit. Pada pengamatan frekuensi nafas terjadi

penurunan frekuensi nafas karena sifat anestesi yang diberikan dapat mendepres pusat

respirasi di medulla oblongata. Sebelum pemberian anestesi frekuensi pernafasan

kucing sebanyak 12 kali, namun setelah beberapa menit pasca pemberian frekuensi

pernafasan rata-ratanya adalah 6 kali/menit tiap 15 menit. Mukosa kucing terlihat

perbedaan yang sangat nyata pada saat pre dan post anestesi. Pada saat pre anestesia

mukosanya berwarna pink rose, namun setelah anestesi selama operasi berlangsung

warna mukosa berubah menjadi pucat, hal tersebut dikarenakan tidak lancarnya aliran

darah pada daerah perifer. Secara umum anestesi juga akan menghilangkan refleks

pasien, dalam hal ini yang diamati adalah refleks pupil dan refleks digit yang

menghilang selama anestesi berlangsung (Hall 2001).

Setelah operasi, kucing di injeksi dengan oxtetracyclin melalui intramuscular

otot celana. Oxytetracyclin merupakan antibiotic berspektrum luas yang berfungsi

mencegah infeksi sekunder pasca operasi. Kemudian tunggu pasien hingga tersadar.

Pasien mulai sadar pukul 18.28 WIB, dengan tanda-tanda mulai adanya refleks

berkedip, menjilat, batuk dan tersedak. Pada pukul 18.55 WIB, kaki depan dang

belakang mulai bisa bergerak. Pukul 19.40, pasien mulai bisa muntah dan urinasi.

Page 20: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Pukul 21.46 WIB, pasien sudah bisa bangun dan mengangkat kepala. Pukul 22.10,

pasien bisa berdiri, mencakar dan menggigit. Sekitar pukul 23.00 WIB pasien

diberikan antibiotik (amoxcylin cair) 3.2 ml secara peroral. Tujuan pemberian

antibiotic ini untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka.

Pada masa persembuhan atau post operasi, kucing menunjukkan grafik pernapasan

yang cukup baik. Kucing nomal memiliki frekuensi napas 25-30 kali per menit

(Eldredge 2008). Untuk frekuensi napas di hari 1 cenderung tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan yaitu pada kisaran 24-32 kali/menit. Hal ini dapat

mengindikasikan bahwa kucing tersebut tidak mengalami gangguan pernapasan pasca

operasi.

Untuk frekuensi jantung hewan menunjukkan frekuensi yang stabil pada setiap

harinya yaitu rata-rata sekitar 123 kali/menit dari frekuensi pulsus normal kucing

antara 110–130 kali/menit.

Begitu halnya dengan temperatur tubuh hewan. Temperatur tubuh hewan pasca

operasi cenderung menunjukkan gambaran yang sangat baik dan merata hingga hari

ke-3. Hanya pada waktu 3-4 jam pasca operasi, pengamat mencatat suhu hewan yang

turun hingga mencapai 36o C. Keadaan hipothermia seperti ini diduga akibat efek

samping dari obat bius yang masih terasa. Namun, keadaan itu segera membaik di

hari ke-1 yang ditunjukkan dengan meningkatnya suhu tubuh hewan menjadi 37-38o

C. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal karena suhu normal

tubuh kucing adalah 100 - 102.5°F (37.7 - 39.1°C).

Page 21: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Selama masa penyembuhan, hewan menunjukkan nafsu makan yang baik kecuali

pada hari ke-2 siang kucing tidak mau makan sama sekali. Hal seperti ini sangat

mendukung dalam proses penyembuhan luka pasca operasi. Sedangkan untuk proses

defekasi, hewan tidak memiliki keteraturan dalam defekasi. Pada hari ke-1 kucing

belum defekasi dan urinasi, pada hari ke-2 kucing defekasi dan urinasi.

Konsisternsinya lunak dan berbentuk. Pada hari ke-3 kucing defekasi dengan

konsistensi feses sangat lunak tetapi tidak diare. Untuk minum dan urinasi, pada hari

ke-1 kucing perlu pencekokan air agar minum. Dan pada hari berikutnya selalu

minum sendiri setiap hari mulai pagi hingga malam teratur. Jumlah urin yang

dikeluarkan pada hari ke-1 cenderung banyak sekali, hal ini mungkin terjadi karena

ketika operasi, vesica urinaria penuh tetapi urin tidak bisa dikeluarkan. Tetapi pada

hari berikutnya cenderung normal. Volume urin kucing normal berkisar 18-25 ml/kg

BB per-24 jam (Widodo et al. 2011). Dari jumlah normal urin tersebut dapat

diketahui bahwa hewan melakukan urinasi dengan baik dan tidak ada gangguan

ataupun kelainan.

Page 22: LAPORAN LAPARATOMI 2013

KESIMPULAN

Laparatomi medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang

dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Obat yang

digunakan untuk laparatomi terdiri dari obat premedikasi, obat bius, sedative, dan

antibiotik. Premedikasi yang diberikan berupa sulfas atropine dengan dosis 0.4 ml,

rute pemberian SC (subcutan). Eksplorasi organ dilakukan setelah ruang abdomen

terbuka. Ekplorasi dilakukan dengan cara palpasi karena terdapat banyak lemak di

ruang abdomen, organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat

operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika

urinaria dan lambung.

Page 23: LAPORAN LAPARATOMI 2013

LAMPIRAN I

(DOKUMENTASI)

Page 24: LAPORAN LAPARATOMI 2013

Persiapan Operator dan Asisten operator

Pasca Pencukuran Rambut Kucing dan Physical Restrain

Penyayatan Abdomen

Penjahitan dan Pembalutan

Page 25: LAPORAN LAPARATOMI 2013

LAMPIRAN II

(LAPORAN PROTOKOL BEDAH)

Page 26: LAPORAN LAPARATOMI 2013

DAFTAR PUSTAKA

Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology.

Philadelphia: Butterworth-Heinemann.

Eldredge D. M, Carlson D. G, Carlson L. D & Giffin J. M. 2008. Cat Owner’s Home

Veterinary Handbook. 3th Ed. Wiley Publishing, INC. Hoboken, New Jersey.

Hall, L.W., K.W Clarke, CM Trim. 2001. Veterinary Anaesthesia 10th Edition. W.B.

Saunder. London

Harari, Joseph. 2004. Small Animal Surgery Secret 2nd Edition. Hanley & Belfus

INC. Philadelpia, USA.

Hedlund CS, Donald AH, Ann LJ, Howard BS, Michael DW, Gwendolyn LC.

2002. Small Animal Surgery 2nd Edition. Mosby of Elsevier. USA.

http://www.exploringnature.org/graphics/animal_anatomy/cat_organs_color_72.jpg

Katzug, BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta.

Mc Curnin DM, Joanna MB. 2002. Clinical Textbook For Veterinary Technicians

6rd Edition. Elsevier Sabre Faundation. USA.

Theresa, Welch., Fossum, et all. 2007. Small Animal Surgery 3rd Edition. Mosby

Elsevier. Missouri.

Widodo Setyo, Sajuthi Dondin, Choliq Chusnul, Wijaya Agus, Wulansari Retno,

Lelana Agus. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. IPB Press:Bogor