laporan analisis impor produk minuman...

74
LAPORAN ANALISIS IMPOR PRODUK MINUMAN BERALKOHOL MELALUI PELABUHAN TERTENTU PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016

Upload: dinhtram

Post on 09-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN

ANALISIS IMPOR PRODUK MINUMAN BERALKOHOL MELALUI PELABUHAN TERTENTU

PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2016

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, laporan akhir Analisis Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Permasalahan pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol telah lama menjadi masalah yang sensitif di Indonesia. Hal ini karena produk Minuman beralkohol selain bertentangan dengan norma agama dan jiwa bangsa Indonesia yang religius, juga telah terbukti menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak sedikit. Produk Minuman Beralkohol berdampak negatif dan berbahaya terhadap masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol guna melaksanakan Ketentuan Pasal 9 Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol melalui pintu masuk tertentu, yakni pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau bandar udara internasional. Oleh karena itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri melakukan analisis untuk mengetahui dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia serta industri pariwisata dan produsen sejenis.

Dengan selesainya laporan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sampai dengan terwujudnya laporan. Ucapan terimakasih secara khusus kami sampaikan kepada Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri yang telah senantiasa memberikan bimbingan baik substansi maupun motivasi,.

Harapan kami, laporan analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perumusan kebijakan.

Jakarta, Maret 2016

Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN iii

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia serta dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu telah menggeser struktur impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dalam hal penggunaan moda transportasi dan pelabuhan bongkar serta menimbulkan ketidakselarasan di antara jumlah alokasi impor dengan realisasi impor. Selain itu, penetapan pelabuhan tertentu sebagai Pelabuhan Tertentu memiliki pengaruh terhadap penurunan pemasokan dan meningkatkan biaya atas pembelian produk Minuman Beralkohol bagi industri pariwisata, menurunkan penjualan dan meningkatkan persaingan usaha bagi produsen sejenis, dan meningkatkan harga di tingkat konsumen. Kata kunci: impor, produk Minuman Beralkohol, pelabuhan

ABSTRACT

This study aims to analyze the impact of alcoholic beverages import policy through certain ports on the Indonesia’s alcoholic beverages import structure and performance, Indonesia’s tourism industry, consumers and producers using a qualitative descriptive method. Based on the analysis, the import policy of alcoholic beverages products through certain ports have shifted the structure of imports in terms of the use of modes of transportation and the port. It also caused disharmony between imports allocation and its realization. In addition, the determination of certain ports decreased alcoholic beverages supply for tourism industry in Indonesia and increased additional fee for purchasing of acoholic beverages, lower sales and increased competition for producers, and increased price at the consumer level.

Keywords: import, alcoholic beverages, port

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

ABSTRAK .................................................................................................. iii

ABSTRACT ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii

BAB I .......................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3

1.3 Tujuan ................................................................................................ 3

1.4 Output ................................................................................................ 3

1.5 Dampak/Manfaat................................................................................ 4

1.6 Ruang Lingkup ................................................................................... 4

1.7 Sistematika Laporan .......................................................................... 4

BAB II ......................................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6

2.1 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional .................................... 6

2.2 Definisi Impor ................................................................................... 12

2.3 Hambatan Perdagangan Internasional ............................................ 14

2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif ............................................... 15

2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif ........................................ 18

2.4 Pengkajian Sebelumnya .................................................................. 20

2.4.1 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) .............................................................................................. 20

2.4.2 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) .............................................................................................. 22

2.4.3 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2014) .............................................................................................. 23

BAB III ..................................................................................................... 25

METODE PENGKAJIAN ……………………………………………………..24

3.1 Metode Analisis................................................................................ 25

3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 25

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN v

3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 25

BAB IV ..................................................................................................... 26

GAMBARAN UMUM TINGKAT PRODUKSI, KONSUMSI DAN PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA ….26

4.1 Kinerja Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia ................ 26

4.2 Kinerja Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Indonesia ............... 30

4.3 Kinerja Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia ......... 37

BAB V ...................................................................................................... 49

HASIL ANALISIS ………………………………………………………………49

5.1 Dampak Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu Terhadap Struktur dan Kinerja Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia ………………………………………..49

5.2 Dampak Penetapan Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap Industri Pariwisata, Konsumen dan Produsen Sejenis …………………………………………………. 60

BAB VI …………………………………………………………………………. 64

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………………………... 64

6.1 Kesimpulan ……………………………………..................................... 64

6.2 Rekomendasi …………………………………………………………….. 65

DAFTAR PUSTAKA

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN vi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Output Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

29

Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

30

Tabel 4.3 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita 33

Tabel 4.4 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita 34

Tabel 4.5 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia

35

Tabel 4.6 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia, Hanya Peminum, Tahun 2010

35

Tabel 4.7 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

41

Tabel 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

42

Tabel 4.9 Kinerja Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan

43

Tabel 4.10 Kinerja Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan

44

Tabel 4.11 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

46

Tabel 4.12 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

47

Tabel 4.13 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal

48

Tabel 4.14 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal

48

Tabel 5.1 Jumlah Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) Berdasarkan Provinsi Tahun 2010-2015

54

Tabel 5.2 Kinerja Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar

56

Tabel 5.3 Kinerja Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar

57

Tabel 5.4 Perkembangan Alokasi dan Realisasi Impor Produk Minuman Beralkohol

58

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional 6

Gambar 2.2 Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil

16

Gambar 2.3 Dampak Kebijakan Pembatasan Impor terhadap Kesejahteraan

19

Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Perusahaan dalam Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

27

Gambar 4.2 Perkembangan Utilisasi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

28

Gambar 4.3 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun

31

Gambar 4.4 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun, 2010 (dalam Liter)

32

Gambar 4.5 Konsumsi Minuman Beralkohol Per Kapita (Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun) Tahun 1961-2010

32

Gambar 4.6 Rerata dan Proporsi Konsumsi Minuman Beralkohol Indonesia, 2014

36

Gambar 4.7 Perkembangan Nilai Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Juta US$)

38

Gambar 4.8 Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Ribu Ton)

39

Gambar 5.1 Pangsa Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar Tahun 2006 dan 2009

50

Gambar 5.2 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2010 dan 2013

51

Gambar 5.3 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2014 dan 2015

53

Gambar 5.3 Perkembangan Volume, Alokasi dan Realisasi Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2015

59

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan,

peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol telah lama menjadi masalah

yang sensitif di Indonesia. Hal ini karena produk Minuman beralkohol selain

bertentangan dengan norma agama dan jiwa bangsa Indonesia yang

religius, juga telah terbukti menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak

sedikit. Produk Minuman Beralkohol berdampak negatif dan berbahaya

terhadap masyarakat. Produk Minuman Beralkohol secara klinis

mengganggu kesehatan sebab menimbulkan gangguan mental organik,

merusak syaraf dan daya ingat, odema otak, sirosis hati, gangguan jantung,

gastrinitis, paranoid, dan dalam jangka panjang akan memicu penyakit

kronis. Secara psikologis, produk Minuman Beralkohol dapat merusak

secara permanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya

ingat, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa

tertentu. Selain dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan dan

psikologis, Minuman Beralkohol dianggap menjadi faktor pemicu tingginya

kriminalitas di beberapa daerah di Indonesia.

Dampak negatif yang diakibatkan produk Minuman Beralkohol begitu

kompleks, namun faktanya Minuman Beralkohol masih banyak diproduksi,

diimpor, dan diperjualbelikan secara bebas sementara penegakan hukum

terhadap masalah yang diakibatkan Minuman Beralkohol masih lemah. Hal

ini menyebabkan sebagian besar masyarakat mendorong pemerintah untuk

mengatur produksi, pendistribusian, dan penjualan produk Minuman

Beralkohol.

Oleh karena itu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 74 Tahun 2013

tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol memandang

perlu untuk mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan,

peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, termasuk di dalamnya

pengadaan Minuman yang berasal dari impor sehingga dapat memberikan

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2

perlindungan serta menjaga kesehatan, ketertiban dan ketentraman

masyarakat dari dampak buruk penyalahgunaan minuman beralkohol.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dalam Perpres No. 74 Tahun 2013, produk

Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor oleh

pelaku usaha yang telah memiliki perizinan impor dari menteri yang

menyelenggarakan pemerintahan di bidang perdagangan. Di samping itu,

produk Minuman Beralkohol yang berasal dari impor harus memenuhi

standar mutu produksi serta standar keamanan dan mutu pangan dan wajib

mencantumkan label.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/M-

DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap

Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol guna

melaksanakan Ketentuan Pasal 9 Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang

Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Dengan adanya

Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, pemerintah menetapkan

pengadaan Minuman Beralkohol asal impor hanya dapat dilakukan oleh

perusahaan yang telah memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar

Minuman Beralkohol (IT-MB) dan melalui pintu masuk tertentu, yakni

pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas

di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado, dan Soekarno

Hatta di Makassar; atau bandar udara internasional. Impor Minuman

Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas

hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan

perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Selain itu, kebijakan impor

produk Minuman Beralkohol ini mengatur mengenai alokasi jenis dan

jumlah Minuman Beralkohol yang dapat diimpor untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi ditetapkan berdasarkan pola pembagian pemenuhan

kebutuhan konsumsi Minuman Beralkohol yang penjualannya dikenai pajak

(duty paid) dan tidak dikenai pajak (duty not paid).

Untuk mengetahui gambaran sampai sejauhmana efektivitas

pengimplementasian kebijakan impor produk Minuman Beralkohol

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 3

Indonesia yang ada, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

menyelenggarakan kegiatan Analisis Kebijakan Impor Produk Minuman

Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, berikut ini adalah rumusan

masalah yang akan dibahas dalam analisis:

1. Bagaimana dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol

melalui pelabuhan tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk

Minuman Beralkohol Indonesia?

2. Bagaimana dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman

Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata dan

produsen sejenis?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol

melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk

Minuman Beralkohol Indonesia

2. Menganalisis dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman

Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata,

konsumen dan produsen sejenis

1.4 Output

Analisis ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa output, yakni

tersusunnya gambaran dampak kebijakan impor produk Minuman

Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap strukur dan kinerja impor

produk Minuman Beralkohol Indonesia dan dampak penetapan kebijakan

impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap

industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 4

1.5 Dampak/Manfaat

Analisis ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

pengevaluasian dan penyusunan kebijakan impor produk Minuman

Beralkohol di Indonesia dan sebagai bahan referensi bagi para pemangku

kepentingan terkait.

1.6 Ruang Lingkup

Analisis ini hanya membahas pengimplementasian kebijakan impor

produk Minuman Beralkohol Indonesia melalui Permendag No. 43/M-

DAG/PER/9/2009 dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Sementara

itu kegiatan kunjungan lapangan atau survei dengan metode wawancara

dilaksanakan di Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Kepulauan Riau,

Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Adapun

kegiatan diskusi terbatas dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta.

1.7 Sistematika Laporan

Laporan analisis ini terbagi menjadi enam bab dengan isi masing-

masing Bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan masalah umum yang berkaitan dengan dampak

produk Minuman Beralkohol dan kebijakan impor produk Minuman

Beralkohol. Dalam pendahuluan juga diuraikan rumusan masalah, tujuan,

output, dampak/manfaat, ruang lingkup dan sistematika laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan studi literatur yang berkaitan dengan studi ini. Pada

bagian pertama dari tinjauan pustaka dibahas yang terkait dengan definisi

impor dan kebijakan kuota impor. Terakhir, pembahasan sub bab

selanjutnya dijelaskan mengenai hasil studi empiris sebelumnya.

BAB III METODE PENGKAJIAN

Bab ini diawali dengan metode analisis, kemudian dilanjutkan dengan

penguraian metode pengumpulan data dan jenis data serta sumber data

yang digunakan dalam analisis ini.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 5

BAB IV GAMBARAN UMUM KINERJA INDUSTRI, KONSUMSI, DAN

PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA

Sub bab awal dari bab ini akan dibahas mengenai kinerja industri minuman

beralkohol yang ada di Indonesia selama ini. Selanjutnya, kinerja konsumsi

produk Minuman Beralkohol Indonesia akan dipaparkan secara singkat.

Terakhir, kinerja perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia akan

diulas secara komprehensif dalam bab ini.

BAB V HASIL ANALISIS

Bagian pertama dalam bab ini akan membahas mengenai dampak

kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu

terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia.

Bagian kedua mengulas mengenai dampak penetapan kebijakan impor

produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap industri

pariwisata, konsumen dan produsen sejenis

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kesimpulan dalam Bab ini merupakan sintesa dari bab-bab sebelumnya

terutama mengenai hasil analisis dampak kebijakan impor produk Minuman

Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor

produk Minuman Beralkohol Indonesia serta dampak penetapan kebijakan

impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap

industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis. Pada sub bab

berikutnya dibahas dengan rekomendasi kebijakan dan implikasi kebijakan

impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional

Salvatore (1997) berpendapat bahwa terdapat beberapa hal yang

mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya dikarenakan

perbedaan permintaan dan penawaran antar negara (Gambar 2.1).

Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan mampu

menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam

negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis dan kandungan

buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam

menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Hal yang sama

dikemukakan juga oleh Krugman dan Obstfeld (2003) mengenai dua alasan

utama setiap negara melakukan perdagangan internasional. Dalam dunia

nyata, adanya interaksi yang terus-menerus dari kedua motif dasar di atas

tercermin dalam pola-pola perdagangan internasional.

Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Sumber : Salvatore (1997)

Menurut Krugman dan Obstfeld (2003), perdagangan internasional

dapat meningkatkan output dunia karena memungkinkan setiap negara

memproduksi sesuatu yang mereka kuasai keunggulan komparatifnya.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 7

Sementara, Sadono Sukirno berpendapat bahwa manfaat-manfaat

perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di

setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kondisi

geografi, iklim, tingkat penguasaan teknologi dan lain-lain. Dengan

adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi

kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan

perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang

diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat

memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang

diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara

tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para

pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya)

dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan

produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan

adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan

mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk

tersebut keluar negeri.

4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan

suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan

cara-cara manajemen yang lebih modern

Secara historis, teori-teori berkenaan dengan konsep-konsep

perdagangan internasional atau aktivitas ekspor dan impor antar

wilayah/negara dimulai dari teori keunggulan absolut dan keunggulan

komparatif. Teori keunggulan absolut yang diperkenalkan oleh Adam Smith

dinyatakan bahwa perdagangan didasarkan kepada keunggulan absolut

(absolute advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien daripada

negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien

dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 8

negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-

masing melakukan spesialisasi dan memproduksi komoditi yang memiliki

keunggulan absolut dan menukarkan dengan komoditi lain yang memiliki

kerugian absolut (Salvatore, 1997). Menurut Adam Smith suatu negara

akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa

menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari

pada negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi

barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith

merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang

dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit

dibanding kemampuan negara-negara lain. Melalui proses ini, sumber daya

di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output

yang diproduksi pun akan meningkat.

Menurut teori keunggulan komparatif yang diperkenalkan David

Ricardo tahun 1817 (Salvatore, 1997), nilai penukaran suatu barang

didasarkan pada biaya komparatif dan nilai kegunaan/manfaat. Dengan

teori keunggulan komparatif, masing-masing negara akan mengambil

sesuatu yang relatif efisien. Perdagangan antarnegara akan terjadi jika

masing-masing negara memperoleh manfaat dengan spesialisasi yang

lebih efisien. Dengan adanya spesialisasi, maka akan terjadilah pembagian

kerja internasional yang makin efisien, realokasi faktor-faktor produksi, dan

mobilitas faktor-faktor produksi di dalam negeri yang pada akhirnya

mendorong terjadinya persaingan di pasar faktor produksi. Walaupun suatu

negara memiliki keunggulan absolut, perdagangan akan tetap

menguntungkan bagi kedua negara.

John Stuart Mill berusaha menyempurnakan teori keunggulan

komparatif dengan menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan

dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki keunggulan

komparatif terbesar dan mengimpor barang yang memiliki ketidakunggulan

komparatif (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan

mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan biaya yang lebih

besar). Dengan kata lain, dasar tukar perdagangan internasional yang

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 9

sebenarnya ditentukan oleh permintaan timbal balik. Hal ini akan stabil

bilamana nilai ekspor suatu negara cukup untuk membayar nilai impornya.

Berdasarkan teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga

kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut sedangkan

dasar nilai pertukaran ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-

masing barang di dalam negeri (Masngudi, 2006).

Teori perdagangan lainnya adalah konsep proporsi faktor produksi

atau dikenalkan dengan Teori Heckscher-Ohlin. Intisari Teorema Hecksher-

Ohlin (H-O) adalah: Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang

produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah

dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor

komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka

dan mahal di negara itu. Intisari dari teori Hecksher-Ohlin adalah mengupas

dan memprediksikan pola perdagangan, dan teori penyamaan harga faktor

(factor-price equalization theorem) yang mengupas dampak-dampak yang

ditimbulkan oleh perdagangan internasional (ekspor-impor) terhadap harga

faktor produksi di negara yang terlibat.

Teorema penyamaan harga faktor (teorema Heckscher-Ohlin-

Samuelson) sebagai berikut: Perdagangan internasional akan mendorong

terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun

secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Perdagangan internasional dapat berfungsi sebagai pengganti atau

substitusi bagi mobilitas faktor internasional. Ada tiga asumsi penting

dalam memprediksi penyamaan harga-harga faktor yang sama sekali tidak

sesuai dengan fakta yang ada. Ketiga asumsi itu adalah :

1. Kedua negara memproduksi selalu kedua jenis barang sekaligus.

2. Adanya kesamaan dalam teknologi.

3. Hubungan perdagangan benar-benar menyamakan harga-harga barang

di kedua negara.

Perdagangan antar negara cenderung meningkatkan harga faktor

produksi yang relatif melimpah dan murah di suatu negara dan dalam waktu

yang bersamaan akan menurunkan harga faktor produksi yang relatif

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 10

langka dan mahal. Seluruh faktor produksi tenaga kerja dan modal

diasumsikan telah terdayaguna secara penuh (full employment) sebelum

maupun sesudah perdagangan,maka pendapatan rill tenaga kerja dan suku

bunga rill bagi para pemilik modal akan bergerak ke arah yang dituju oleh

pergerakan harga-harga faktor produksi itu sendiri. Teori Hecksher-Ohlin

memberikan konklusi bahwa perdagangan cenderung memperbesar tingkat

pendapatan atau tingkat upah para pekerja dan menurunkan suku bunga

rill modal di negara yang kaya tenaga kerja dan yang mengalami

kelangkaan modal. Perdagangan (ekspor dan impor) akan memberikan

keuntungan bagi negara-negara yang melakukannya.

Namun demikian, dalam perkembangannya teori Heckscher-Ohlin

(Teori H-O) mengalami pertentangan. Alasan utamanya adalah adanya

ketidaksesuaian antara teori Heckscher-Ohlin-Samuelson dengan kondisi

nyata, yaitu: asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori tersebut terlampau

restriktif dan cenderung menyederhanakan kenyataan-kenyataan yang

ada. Sebagai contoh, tingkat teknologi setiap negara tidak sama,

sedangkan biaya-biaya dan hambatan perdagangan diabaikan yang dalam

prakteknya merupakan ganjalan utama bagi berlangsungnya perdagangan

internasional sehingga proses penyamaan harga-harga relatif komoditi

tidak pernah berjalan sempurna.

Keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain

ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang

dimilikinya juga karena adanya produksi atau bantuan fasilitas dari

pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.

Keunggulan ini sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan,

misalnya teknologi dan SDM yang sangat cepat. Hal ini mendorong suatu

konsep baru mengenai perdagangan internasional, yaitu teori keunggulan

kompetitif.

Menurut Porter (1990), keunggulan persaingan suatu negara tidak

berkorelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang

tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 11

untuk dimanfaatkan menjadi daya saing dalam perdagangan. Banyak

negara di dunia ini yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar secara

proporsional dengan luar negeri tetapi terbelakang dalam daya saing

internasional. Begitu juga tingkat upah yang relatif murah daripada negara

lainnya, begitu pula berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja

keras dan berprestasi. Porter menyebutkan bahwa peranan pemerintah

sangat mendukung selain faktor produksi. Porter mengungkapkan ada

empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam

suatu negara dapat mencapai sukses internasional, keempat atribut itu

adalah kondisi faktor produksi, kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam

negeri, eksistensi industri pendukung, dan kondisi persaingan strategi dan

struktur perusahaan dalam negeri.

Negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya

didukung oleh kondisi faktor yang baik, permintaan dan tuntutan mutu

dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan

domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh 1/2

atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut

saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses. Di samping keempat

atribut di atas, peran pemerintah juga merupakan variabel yang cukup

signifikan.

Dari teori-teori perdagangan tersebut, dapat diambil kesimpulan

bahwa perdagangan internasional menawarkan suatu keuntungan bagi

negara-negara yang terlibat. Keuntungan-keuntungan dari perdagangan

internasional adalah: tercipta persaingan di pasar internasional yang

mendorong efisiensi dunia, spesialisasi dalam menghasilkan barang dan

jasa secara murah, baik dari segi bahan maupun cara berproduksi,

kenaikan pendapatan, cadangan devisa, transfer modal, dan bertambahnya

kesempatan kerja.

Komposisi, arah dan bentuk perdagangan internasional atau

kegiatan perdagangan internasional suatu negara tidak terlepas dari segala

tindakan pemerintahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kebijakan perdagangan internasional memiliki implikasi yang sangat luas,

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 12

tidak hanya dalam volume dan komposisi impor dan ekspor, tetapi juga pola

investasi dan arah pengembangan, tetapi juga kondisi persaingan, kondisi

biaya, sikap pebisnis dan wirausahawan, pola konsumsi, dsb. Oleh karena

itu, kebijakan perdagangan internasional sangat penting dalam keputusan

kebijakan ekonomi suatu negara dan kebijakan ini hanya salah satu bagian

kebijakan makroekonomi yang harus dikombinasikan dan bersifat

mendorong pembangunan perekonomian suatu negara.

Kebijakan perdagangan internasional juga dapat ditujukan untuk

melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry) dan

persaingan-persaingan barang-barang impor. Adapun tujuan kebijakan

perdagangan internasional yang bersifat proteksi adalah memaksimalkan

produksi dalam negeri, memperluas lapangan kerja, memelihara tradisi

nasional, menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya

menggantungkan diri pada satu komoditi dikhawatirkan akan terganggu jika

bergantung pada negara lain. Proteksi dapat dilakukan dengan penerapan

berbagai instrumen kebijakan perdagangan internasional berupa hambatan

perdagangan tarif maupun non tarif. Kebijakan perdagangan internasional

tidak hanya bersifat untuk melindungi, tetapi juga mendukung kebijakan

perdagangan bebas.

Di sisi lain, perdagangan internasional juga dapat menimbulkan

tantangan dan kendala yang banyak dihadapi oleh negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Tantangan dan kendala tersebut antara lain

eksploitasi terhadap negara-negara berkembang, ambruknya industri lokal,

keamanan barang menjadi rendah, ancaman ketahanan pangan, dan

keamanan konsumen dan sebagainya. Untuk mengamankan kepentingan

nasionalnya, negara-negara di dunia berupaya untuk menciptakan

hambatan perdagangan terutama hambatan untuk impor.

2.2 Definisi Impor

Impor merupakan kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari

luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara. Pada dasarnya, impor

suatu produk terjadi karena tiga alasan. Pertama, produksi dalam negeri

terbatas sedangkan permintaan domestik tinggi. Impor hanya sebagai

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 13

pelengkap. Keterbatasan produksi dalam negeri tersebut dikarenakan dua

hal, yakni (a) kapasitas produksi terbatas (titik optimum dalam skala

ekonomi telah tercapai) atau (b) pemakaian kapasitas terpasang masih di

bawah kapasitas maksimal. Kedua, impor lebih murah dibandingkan

dengan harga dari produk sendiri yang dikarenakan ekonomi biaya tinggi

atau tingkat efisiensi yang rendah. Ketiga, impor lebih menguntungkan

karena produksi dalam negeri ditujukan untuk ekspor dan harga ekspornya

lebih tinggi sehingga dapat mengkompensasi biaya yang dikeluarkan untuk

impor.

Selain itu, impor yang akan dilakukan oleh suatu negara bergantung

pada banyak faktor. Permintaan impor sangat ditentukan faktor-faktor harga

atau keseimbangan harga baik yang terdapat di dalam negeri maupun

keseimbangan harga internasional. Selain itu, suatu negara dapat

melakukan impor atau pembelian dari negara lain apabila barang-barang

yang diperlukan di dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh pemilik faktor-

faktor produksi di dalam negeri. Kesanggupan atau kemampuan dalam

menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri

adalah faktor lainnya yang memengaruhi impor yang berarti nilai impor

tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Makin

tinggi pendapatan nasional, semakin rendah menghasilkan barang-barang

tersebut, maka impor pun semakin tinggi sehingga pada akhirnya

pendapatan nasional menjadi terkikis. Perubahan nilai impor di Indonesia

sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial politik, pertahanan dan

keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta tingkat pendapatan dalam negeri

yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu memberikan pemasukan

selain perdagangan internasional. Besarnya nilai impor Indonesia antara

lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengolah dan

memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor

dalam negeri.

Kebijakan impor merupakan salah satu instrumen strategis untuk

menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan

kebijakan impor digunakan sebagai instrumen menertibkan arus barang

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 14

masuk dan melindungi kepentingan nasional dari pengaruh masuknya

barang-barang negara lain dengan tujuan untuk menjaga dan

mengamankan aspek K3LM (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan

Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan

pendapatan petani, mendorong penggunaan barang dalam negeri, dan

meningkatkan ekspor nonmigas (Widayanto, 2011).

Pada umumnya, kebijakan impor dapat dikelompokkan menjadi dua,

yakni kebijakan tarif dan kebijakan hambatan non-tarif. Tarif merupakan

pengenaan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang

melewati batas suatu negara. Kebijakan hambatan non-tarif adalah

kebijakan perdagangan selain kebijakan tarif yang dapat menimbulkan

distorsi sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.

Kebijakan hambatan non-tarif juga dapat didefinisikan sebagai langkah-

langkah kebijakan yang memiliki efek membatasi perdagangan tanpa

melanggar hukum perdagangan internasional. Penggunaan kebijakan

hambatan non-tarif bertujuan untuk mencapai efektivitas, konsistensi,

kepastian, dan perlindungan perdagangan. Selain itu, kebijakan hambatan

non-tarif tersebut ditujukan untuk melindungi kesehatan, keamanan,

keselamatan, sanitasi, nutrisi, keagamaan, atau untuk melindungi sumber

daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan tidak menciptakan hambatan

perdagangan yang tidak berguna. Kebijakan hambatan non-tarif (non tariff

measures, NTMs) mencakup berbagai jenis, yakni kuota impor, subsidi

pemerintah, SPS, hambatan teknis, larangan, dan lain-lain.

2.3 Hambatan Perdagangan Internasional

Perbedaan komparatif dan kompetitif antar negara dan pengamanan

kepentingan nasional mendasari penerapan kebijakan perdagangan

internasional. Hampir seluruh negara di dunia memiliki hambatan

perdagangan untuk mengendalikan impor. Hambatan perdagangan

tersebut merupakan intervensi pemerintah dalam mengurangi kebebasan

perdagangan internasional. Pada umumnya hambatan perdagangan

internasional dibedakan menjadi 2 (dua), yakni:

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 15

2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif

Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap

barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek

asal komoditi, tarif terbagi menjadi dua macam (Salvatore,1997) :

1. Tarif impor, adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi

yang diimpor dari negara lain.

2. Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.

Sementara bila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, tarif

terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan

angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.

2. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang

diimpor.

3. Tarif campuran adalah gabungan antara tarif ad valorem dengan

tarif spesifik.

Dampak-dampak pemberlakuan tarif terhadap tingkat

produksi, konsumsi, perdagangan, dan kesejahteraan di sebuah

negara kecil yang hubungan dagang atau kekuatan ekonominya

terbatas sehingga tidak mampu memengaruhi harga yang berlaku di

pasaran internasional dapat dijelaskan melalui analisis

keseimbangan umum. Ketika sebuah negara kecil memberlakukan

tarif terhadap barang-barang impornya, yang berubah hanya harga

barang tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang

harus menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah

konsumen dan produsen di negara kecil yang bersangkutan.

Walaupun setiap produsen dan konsumen menghadapi

kenaikan harga komoditi impor meningkat sebesar tarif yang

dikenakan, namun harganya bagi perekonomian negara kecil secara

keseluruhan tetap konstan, karena kenaikan harga akibat tarif itu

diimbangi oleh terciptanya pemasukan pajak bagi pemerintah.

Gambar 2.2 menggambarkan bagaimana dampak-dampak

keseimbangan umum yang dihasilkan dari pemberlakuan tarif di

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 16

sebuah negara kecil seperti Indonesia. Negara kecil dimaksudkan

sebagai negara yang tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhi

harga di pasar dunia.

Gambar 2.2 Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil Sumber: Nicholson (1994)

Pada Px/Py = 1 di pasar dunia, negara 2 akan berproduksi di

titik B dan berkonsumsi di titik E. Namun ketika pemerintah negara 2

mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus

dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100

persen terhadap komoditi X, harga komoditi tersebut bagi para

konsumen dan produsen domestik langsung melonjak menjadi Px/Py

= 2, sehingga para produsen domestik di negara 2 akan terdorong

untuk berproduksi di titik F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor

30Y, dan mengimpor 30X; separuh diantaranya, yakni GH atau 15X,

akan langsung terarah ke konsumen domestik, sedangkan

selebihnya, yakni HH’ yang juga bernilai 15X, akan menjelma

sebagai pendapatan pajak bagi pemerintah yang bersumber dari

pengenaan tarif ad valorem 100 persen terhadap komoditi X yang

diimpor. Karena kita berasumsi bahwa pemerintah negara 2

140 -

120 -

85 -

60 - 55 -

40 -

I

40

I

80

I

65

I

100

I

95

X

Y

0

A

F

B

H’

E

II

III

PF = 2 PW = 1

G H

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 17

menggunakan kebijakan tarif tersebut dalam rangka

meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi warganya

(agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat

konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indiferen

II’, tepatnya di titik H’ (titik berpotongan antara dua garis putus-

putus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam

perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat konsumsi dan

kesejahteraan (titik H’) yang ada setelah tarif tersebut diberlakukan.

Kesimpulan pokok dari penjelasan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang

bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan

kondisinya di masa perdagangan bebas. Hal ini dibuktikan

dengan bergesernya konsumsi dari titik E ke titik H’ yang terletak

pada kurva indiferen yang lebih rendah daripada sebelumnya.

2. Penurunan kesejahteraan bersumber dari dua sebab: (a)

Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang

memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia. (b)

Konsumen tidak dapat lagi berkonsumsi pada kurva indiferen

tertinggi yang memaksimumkan kesejahteraan. Baik (a) maupun

(b) diakibatkan oleh kenyataan bahwa konsumen dan produsen

domestik menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia.

Penurunan kesejahteraan (the loss in welfare) terjadi karena

kegiatan produksi yang tidak efisien. Hal ini merupakan kondisi

(a) padanan keseimbangan umum dari kerugian akibat produksi

(production distortion loss) yang telah dijelaskan dalam

pendekatan keseimbangan parsial. Penurunan kesejahteraan

sebagai akibat dari konsumsi yang tidak efisien juga merupakan

(b) padanan dari kerugian akibat konsumsi (consumption

distortion loss).

3. Volume perdagangan mengalami kemerosotan dengan adanya

tarif. Volume serta nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 18

segera setelah dilaksanakannya pengenaan tarif itu

dibandingkan dengan sebelumnya ketika perdagangan masih

berlangsung secara bebas.

Semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian

yang timbul. Pengenaan tarif yang terlalu besar akan mendorong

perekonomian yang bersangkutan menuju kondisi autarki (semua

komoditi dibuat sendiri, dan perdagangan internasional lenyap). Tarif

impor yang mematikan perdagangan internasional ini biasa disebut

dengan tarif prohibitif (prohibitive tariff). Tarif yang terlalu tinggi

akan memaksa suatu perekonomian terus-menerus berproduksi dan

berkonsumsi di titik A, dan jelas merugikan negara itu sendiri.

2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif

Salah satu bentuk hambatan perdagangan internasional non-

tarif adalah kuota impor. Kuota adalah pembatasan secara langsung

jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar

(kuota ekspor). Pemberlakuan kuota impor memberikan dampak-

dampak terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan

oleh penerapan tarif impor yang setara. Penyesuaian terhadap

setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran

sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada harga-

harga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tarif

impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas

impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada

tarif impor yang setara. Kuota impor biasanya dikenakan terhadap

bahan mentah sebagai barang perdagangan penting serta di bawah

suatu pengawasan badan internasional.

Hambatan kuota sering dimanfaatkan untuk memperbaiki

neraca pembayaran pembayaran yang defisit. Pemberlakuan

hambatan non-tarif akan meningkatkan harga produk sehingga pada

dasarnya proteksi terhadap perdagangan tersebut akan

menguntungkan bagi produsen namun merugikan bagi konsumen

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 19

dan pada akhirnya akan merugikan perekonomian secara

keseluruhan (Salvatore 1997).

Pembatasan impor dengan menerapkan kebijakan-kebijakan

perdagangan akan memengaruhi kesejahteraan (welfare). Wall

(1999) mendeskripsikan dampak pembatasan impor dalam analisis

keseimbangan parsial dengan mengilustrasikan supply dan demand

suatu negara seperti terlihat dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Terhadap Kesejahteraan Sumber: Wall (1999)

Jika terjadi perdagangan bebas, barang yang diimpor akan

berada pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan mengkonsumsi

sebesar QD0 dan produksi sebesar QS0. Jumlah yang akan diimpor

dari negara lain sebesar QD0-QS0. Ketika ada proteksi impor maka

harga akan meningkat menjadi PM?. Sehingga negara tersebut akan

produksi sebesar QS1 dan jumlah impor akan berkurang menjadi QD1-

QS1. Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang

lebih mahal dan produsen diuntungkan dengan peningkatan

produksi dengan harga tinggi. Surplus kondumen akan berkurang

sebesar area A+B+C+D. Area A merupakan surplus konsumen yang

ditransfer ke produsen. Area B dan D adalah Dead Weight Loss

(DWL) yang merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak

merepresentasikan penerimaan pemerintah dari tarif karena

Pp

pp

Kuantitas

s

PW

QS0

A B C D

S

D

QS1 QD1 QD0

Harga

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 20

pembatasan impor bukan berasal dari kebijakan tarif melainkan

kebijakan non tarif. Area ini diukur sebagai quota rent. Jika tidak ada

peningkatan pemerintah yang berasal dari quota rent ini maka quota

rent akan didapat oleh produsen negara lain. Sehingga C

direpresentasikan sebagai net welfare loss to economy. Penerimaan

dapat meningkat melalui penjualan lisensi kuota sehingga dengan

menggunakan θ yang mencerminkan share dari quota rent maka

total net welfare loss dari pembatasan impor sebesar B+D+(1- θ)C.

Berbagai macam restriksi atau hambatan non-tarif itu telah

menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya, ini merupakan

ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan

internasional yang bebas. Penggunaan hambatan perdagangan ini

pada intinya bertentangan dengan semangat pasar bebas

(liberalisasi) yang diusung WTO. Indonesia sebagai salah satu

anggota WTO harus bisa melakukan pengelolaan hambatan impor

agar dapat menjaga kepentingan nasionalnya, terutama yang terkait

dengan kesehatan, keamanan, keselamatan lingkungan dan moral

bangsa.

2.4 Pengkajian Sebelumnya

2.4.1 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) telah

mengadakan Pengkajian untuk mengidentifikasi kriteria ideal

penetapan pelabuhan yang ditetapkan sebagai pintu masuk impor

produk hasil industri dan pertanian/hortikultura, menganalisis

kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan

sentra produksi dan sentra industri dan potensi dampak ekonomi dari

kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu

masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura. Hasil

Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)

menyimpulkan bahwa beberapa kriteria utama yang dapat dijadikan

rujukan sebagai pintu masuk impor produk industri/ hortikultura

adalah (1) Kriteria keamanan, Ketahanan, dan Pelayanan

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 21

Pelabuhan, (2) kriteria Ketersediaan Sumberdaya Manusia, (3)

kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut, (4) kriteria Proteksi terhadap

Produk Lokal , dan (5) kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan

Laut. Kemudian, Pengkajian tersebut menyimpulkan bahwa secara

umum pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk pintu masuk impor

produk industri dan pertanian/ hortikultura (seperti pelabuhan

Batam, Belawan, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, dan Bitung) telah

memenuhi standar pada kriteria prioritas pertama (Keamanan,

Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan) dan kriteria prioritas kedua

(Ketersediaan Sumberdaya Manusia), akan tetapi pelabuhan-

pelabuhan tersebut belum mampu memenuhi standar kriteria

Fasilitas Pelabuhan Laut dan kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal

dan kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut.

Berdasarkan analisis kesesuaian Penentuan Pelabuhan yang

akan Ditetapkan dengan Sentra Produksi dan Sentra Industri, maka

wilayah yang sangat sensitif dijadikan pintu masuk impor buah-

buahan dan sayuran segar berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian (Permentan) No. 89 Tahun 2011 adalah Tanjung Perak

(Jawa Timur) dan Belawan (Sumatera Utara) karena kedua wilayah

tersebut merupakan produsen utama yang menempati wilayah

produsen terbesar kedua dan ketiga dari produksi buah-buahan dan

sayuran segar di Indonesia. Apabila dilihat dari data nilai sensitivitas

terhadap daya saing produk lokal, maka pelabuhan dengan nilai

sensitivitas tinggi adalah Batam (Riau), Belawan (Sumut) dan

Tanjung Perak (Surabaya). Dua pelabuhan lainnya yaitu Bitung

(Manado) dan Sukarno Hatta (Makasar), nilai sensitivitasnya

medium sehingga diperkirakan tidak memberikan dampak negatif

yang besar terhadap daya saing produk lokal.

Penetapan pelabuhan-pelabuhan sampel (Batam, Belawan

Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan

Bitung Manado) sebagai pintu masuk produk-produk hortikultura dan

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 22

industri perlu adanya perbaikan di seluruh willayah pelabuhan

tersebut adalah peningkatan daya saing produk lokal.

Kebijakan penetapan pelabuhan-pelabuhan tertentu sebagai

pintu masuk impor Hortikultura dan produk industri ini diperkirakan

tetap dapat memberikan dampak positif secara nasional. Oleh

karena itu, pengimplementasian secara efektif, pengevaluasian

secara periodik, penyempurnaan dan memperkuat dengan

peraturan-peraturan lainnya dalam rangka meningkatkan efektifitas

dan meningkatkan daya saing produk-produk hortikultura dan

industri lokal. Di samping itu, peraturan perdagangan yang lain

dalam bentuk non-tariff barriers, antara lain persyaratan sertifikat

halal dan keamanan pangan untuk produk-produk makanan dan

minuman, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, dan

pemberian ijin impor yang lebih selektif.

2.4.2 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013)

Terkait dengan surat Gubenur Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD) No. 513/3299 yang memohon agar Pelabuhan

Krueng Geukueh di Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala Langsa dapat

dijadikan sebagai pelabuhan impor produk tertentu dengan harapan

dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian, menekan tingkat

pengangguran, kemiskinan, dan inflasi di NAD. Untuk menganalisis

kesesuaian Pelabuhan Krueng Geukueh dan Pelabuhan Langsa

sebagai pelabuhan impor produk tertentu dan menganalisis dampak

ekonomi dan dampak hukum dari penetapan Pelabuhan Krueng

Geukueh dan Pelabuhan Langsa sebagai pelabuhan impor produk

tertentu, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

melakukan Analisis Usulan Impor Produk Tertentu Melalui

Pelabuhan Krueng Geukueh Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala

Langsa.

Berdasarkan analisis baik dari kriteria penentuan kelayakan

pelabuhan sebagai pelabuhan ekspor impor dan aspek ekonomi

dapat disimpulkan bahwa secara umum pelabuhan Krueng Geukueh

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 23

telah memenuhi seluruh aspek yang dipersyaratkan dalam

penyelenggaraan Pelabuhan laut dibandingkan pelabuhan Kuala

Langsa. Meskipun ekspor Indonesia yang melewati pelabuhan

Krueng Geukueh mengalami penurunan rata-rata sebesar 20,6% per

tahun, ekspor Indonesia melalui Pelabuhan Krueng Geukueh pada

periode Januari-Februari 2013 sebesar USD 2,2 juta jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai ekspor melalui pelabuhan Kuala Langsa

sebesar USD 14,4 ribu pada periode yang sama. Sementara itu, nilai

Impor Indonesia melalui pelabuhan Krueng Geukueh selama tahun

2012 mencapai USD 25,2 juta sedangkan pelabuhan Kuala Langsa

selama tahun 2012 mencapai USD 3,1 juta. Hasil Pengkajian Pusat

Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) mengusulkan produk

impor yang dapat masuk melalui pelabuhan Krueng Geukeh adalah

produk Makanan Minuman dan Pakaian Jadi.

2.4.3 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2014)

Analisis Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

Kementerian Perdagangan (2014) menyimpulkan bahwa pelabuhan

Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan sebagai

pelabuhan impor Produk tertentu karena pelabuhan Bitung telah

memenuhi 5 (lima) aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi

perdagangan ekspor-impor sebagaimana kriteria aspek persyaratan

penyelenggaraan Pelabuhan Laut sebagai pelabuhan Ekspor-Impor

dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 54 Tahun 2002

tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut dan merekomendasikan

agar pelabuhan Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan

sebagai pelabuhan impor Produk tertentu dengan dasar

pertimbangan bahwa pelabuhan Bitung telah memenuhi 5 (lima)

aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi perdagangan ekspor-

impor. Produk Tertentu yang diusulkan untuk dapat diizinkan masuk

melalui pelabuhan Bitung adalah produk Makanan dan Minuman,

Pakaian Jadi, dan Elektronika yang diharapkan tidak hanya dapat

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 24

memenuhi kepentingan masyarakat Sulawesi Utara tetapi juga

Kawasan Indonesia Timur (seperti Papua Barat dan Maluku).

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 25

BAB III

METODE PENGKAJIAN

3.1 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam Pengkajian ini adalah

pendekatan deskriptif kualitatif untuk digunakan untuk menganalisis

dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol Melalui

pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman

Beralkohol Indonesia, dampak penetapan alokasi impor produk Minuman

Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap kinerja impor produk

Minuman Beralkohol Indonesia, dan potensi dampak penetapan pelabuhan

lainnya sebagai pelabuhan tertentu.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Pengkajian

ini adalah penggunaan kuesioner, wawancara, dan survei lapangan, dan

diskusi terbatas guna mengetahui dan menganalisis lebih mendalam,

termasuk penilaian terhadap dampak dan manfaat kebijakan impor produk

Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam Pengkajian ini terbagi menjadi dua jenis,

yaitu data primer dan sekunder. Adapun data primer dikumpulkan melalui

diskusi terbatas dan survei lapangan, wawancara serta hasil penyebaran

kuesioner kepada responden yang merupakan pemangku kepentingan

terkait di Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi

Kepulauan Riau dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Survei dan diskusi

terbatas memiliki tujuan untuk mendapatkan konfirmasi atas desk research.

Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi yang

diterbitkan oleh berbagai instansi (Badan Pusat Statistik Indonesia,

Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan lainnya

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 26

BAB IV

GAMBARAN UMUM TINGKAT PRODUKSI, KONSUMSI DAN

PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA

4.1 Kinerja Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia

Industri minuman beralkohol adalah salah satu bidang usaha yang

tertutup mutlak untuk penanaman modal di Indonesia sebagaimana

tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014

tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang mulai

berlaku sejak tanggal diundangkan pada tanggal 24 April 2014. Dalam

Perpres No. 39 Tahun 2014 tersebut industri minuman mengandung alkohol

yang menjadi bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal dan

tertutup bagi penanaman modal asing secara langsung, meliputi industri

minuman keras (KBLI 11010), industri anggur dan sejenisnya (KBLI 11020),

dan industri minuman mengandung malt (KBLI 11030). Kebijakan

mengenai penanaman modal tersebut tidak jauh berbeda dengan Perpres

No. 36 Tahun 2010.

Dengan kebijakan ketertutupan penanaman modal tersebut, jumlah

perusahaan dalam industri minuman beralkohol di Indonesia adalah tetap

selama tahun 2010-2013. Perubahan yang terjadi pada industri minuman

alkohol di Indonesia tersebut hanya bersifat perubahan dalam komposisi

jumlah unit usaha. Pada tahun 2013 jumlah unit usaha yang terdapat di

dalam industri Minuman Beralkohol Indonesia sebanyak 19 unit usaha yang

terdiri dari 14 unit usaha industri minuman keras dan 5 unit usaha industri

anggur dan sejenisnya. Pada tahun sebelumnya industri minuman keras

memiliki 15 unit usaha sedangkan industri anggur dan sejenisnya memiliki

4 unit usaha (Gambar 4.1).

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 27

Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Perusahaan dalam Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu

Dari segi utilisasi produksi, utilisasi industri minuman keras dan

industri minuman anggur dan sejenisnya masih berada di bawah kapasitas

industri. Utilisasi produksi industri minuman anggur dan sejenisnya

Indonesia selama tahun 2010-2013 berkisar di antara 70,5 persen sampai

dengan 84,5 persen sedangkan utilisasi produksi industri minuman keras

berada di antara 62,4 persen sampai dengan 65,6 persen (Gambar 4.2).

Tingginya utilisasi produksi pada industri minuman anggur dan sejenisnya

lebih dipicu oleh meningkatnya produktivitas pada industri tersebut

sedangkan peningkatan utilisasi produksi pada industri minuman keras

didorong oleh naiknya jumlah unit usaha dalam industri tersebut.

1312

1514

5

7

45

1819 19 19

2010 2011 2012 2013

Industri Minuman Keras Anggur dan sejenisnya

Industri Minuman Keras dari Malt dan Malt Total

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 28

Gambar 4.2 Perkembangan Utilisasi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu

Sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dan utilisasi produksi

pada industri minuman beralkohol Indonesia, nilai output industri minuman

beralkohol juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 65,2 persen seperti

yang tercantum dalam Tabel 4.1. Nilai output industri minuman beralkohol

Indonesia pada tahun 2010 mencapai Rp 1,4 triliun dimana industri

minuman keras menghasilkan output senilai Rp 1,3 triliun dan industri

minuman anggur dan sejenisnya menghasilkan output senilai Rp 0,1 triliun.

Pada tahun 2013 nilai output industri minuman beralkohol Indonesia

mengalami lonjakan yang signifikan dari semula sebesar Rp 2,0 triliun

menjadi Rp 5,8 triliun. Kenaikan yang signifikan pada nilai output di industri

minuman keras serta industri minuman anggur dan sejenisnya menjadi

penyebab utama kenaikan nilai output industri minuman beralkohol di

Indonesia. Nilai output industri minuman keras pada tahun 2012 yang

berkisar Rp 1,9 triliun, naik sekitar 177 persen hingga menjadi Rp 5,4 triliun

pada tahun 2013. Sementara itu, nilai output pada industri minuman anggur

dan sejenisnya pada tahun 2013 naik menjadi 4,4 kali lipat dari tahun 2012

hingga menjadi Rp 0,4 triliun.

62.8% 62.8% 65.6% 62.4%

70.5%

76.5%

60.5%

84.5%

0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

2010 2011 2012 2013

Minuman keras Minuman Anggur dan sejenisnya Minuman Keras dari Malt dan Malt

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 29

Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Output Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu

Tidak jauh berbeda dengan perkembangan nilai output, nilai

produksi industri minuman beralkohol di Indonesia juga cenderung

meningkat sebesar 31,8 persen per tahunnya (Tabel 4.2). Pertumbuhan

nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia dipicu oleh tingginya

pertumbuhan nilai produksi pada industri minuman anggur dan sejenisnya

sebesar 42,3 persen dan industri minuman keras sebesar 30,8 persen. Nilai

produksi industri minuman beralkohol Indonesia pada tahun 2010 mencapai

Rp 1,4 triliun, naik menjadi Rp 2,9 triliun pada tahun 2013.

Ditinjau dari kontribusinya, industri minuman keras adalah

penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai produksi industri minuman

beralkohol di Indonesia. Nilai produksi industri minuman keras Indonesia

pada tahun 2013 mencapai Rp 2,5 triliun atau sekitar 84,8 persen dari nilai

produksi industri minuman beralkohol pada tahun tersebut. Sekitar 15,2

persen dari nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia pada

tahun yang sama adalah nilai produksi dari industri minuman anggur dan

sejenisnya.

Nilai Output (Milyar Rp) 2010 2011 2012 2013 Trend (%)

'2010-2013

Minuman keras 1,281.7 784.5 1,945.2 5,387.5 68.5

Minuman Anggur dan sejenisnya 111.6 219.3 104.2 462.2 42.2

Minuman Keras dari Malt dan Malt 0.0 0.0 0.0 0.0

Total Industri Minuman Beralkohol 1,393.3 1,003.9 2,049.3 5,849.7 65.2

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 30

Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013

Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu

Seiring dengan peningkatan permintaan dan banyaknya produsen

minuman beralkohol yang telah mencapai kapasitas produksi maksimum,

perusahaan industri minuman beralkohol yang telah ada di Indonesia

diizinkan untuk meningkatkan kapasitas produksinya sebagaimana

Peraturan Menteri Perindustrian No. 63/M-IND/PER/7/2014. Pada akhir

tahun 2014 perusahaan industri minuman beralkohol terdepan, Multi

Bintang, telah menyelesaikan pembangunan pabrik ketiga di Jawa Timur

dan dengan adanya pabrik baru tersebut menambah kapasitas produksi

sekitar 500 ribu hektoliter.

4.2 Kinerja Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Indonesia

WHO (2014) mencatat konsumsi produk minuman beralkohol per

kapita oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas di dunia cenderung

meningkat selama tahun 2006-2010. Peningkatan tren konsumsi minuman

beralkohol selama 5 tahun tersebut terjadi di kawasan Asia Tenggara dan

Pasifik Barat, sementara tingkat konsumsi minuman beralkohol yang stabil

terjadi di kawasan Afrika dan Amerika (Gambar 4.3).

Nilai Produksi (Milyar Rp) 2010 2011 2012 2013 Trend (%)

'2010-2013

Minuman keras 1,279.0 778.7 1,617.2 2,454.8 30.8

Minuman Anggur dan sejenisnya 107.6 211.9 106.3 439.0 42.3

Minuman Keras dari Malt dan Malt 0.0 0.0 0.0 0.0

Total Industri Minuman Beralkohol 1,386.6 990.6 1,723.5 2,893.8 31.8

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 31

Gambar 4.3 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun

Sumber: WHO (2014)

Pada tahun 2010 setiap orang di dunia ini yang memiliki umur 15

tahun ke atas mengkonsumsi rata-rata sekitar 6,2 liter produk minuman

alkohol murni per tahunnya. Kurang dari setengah populasi dunia (38,3

persen) benar-benar meminum alkohol, hal ini berarti bahwa mereka

mengkonsumsi produk minuman beralkohol murni rata-rata 17 liter per

tahunnya. Secara global, kawasan Eropa adalah wilayah dengan konsumsi

tertinggi produk minuman beralkohol per kapita di dunia, dengan beberapa

negara seperti Belarus, Republik Moldova, Federasi Rusia memiliki tingkat

konsumsi minuman alkohol yang sangat tinggi.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 32

Gambar 4.4 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun, 2010

(Dalam Liter) Sumber: WHO (2014)

Tingkat konsumsi produk Minuman Beralkohol di Indonesia selama

tahun 2006-2010 berdasarkan data WHO (2014) menunjukkan tidak

adanya perubahan yang signifikan sebagaimana yang terlihat dalam

Gambar 4.3 dan Gambar 4.5. Tingkat konsumsi produk minuman

beralkohol oleh penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sendiri

pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,6 liter alkohol murni per kapita per

tahun. WHO (2014) memprediksi konsumsi total produk Minuman

Beralkohol Indonesia pada tahun 2015, 2020, dan 2025 tidak jauh berbeda

dengan kondisi pada tahun 2010, yakni tingkat konsumsi diprediksikan

tetap berkisar 0,6 liter per kapita per tahun.

Gambar 4.5 Konsumsi Minuman Beralkohol Indonesia Per Kapita (Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun) Tahun 1961-2010

Sumber: WHO (2014)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 33

Tingkat konsumsi produk minuman beralkohol oleh penduduk

Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sendiri pada tahun 2008-2010

tercatat sebesar 0,6 liter alkohol murni per kapita per tahun. Jika

dibandingkan dengan tingkat konsumsi minuman beralkohol di negara

ASEAN lainnya, tingkat konsumsi minuman beralkohol Indonesia termasuk

relatif lebih rendah karena tingkat konsumsi minuman produk Minuman

Beralkohol di kawasan Asia Tenggara rata-rata sebesar 3,5 liter alkohol

murni per kapita per tahunnya (Tabel 4.3). Brunei Darussalam dan Malaysia

yang juga mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki angka tingkat

konsumsi produk minuman beralkohol yang lebih tinggi daripada Indonesia

(Tabel 4.4).

Tabel 4.3 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita

Sumber: WHO (2014)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 34

Tabel 4.4 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita

Sumber: WHO (2014)

Dari catatan WHO (2014), tingkat konsumsi produk minuman

beralkohol di Indonesia lebih didominasi oleh pria dibandingkan

perempuan, dengan rata-rata konsumsi minumanerberalkohol sebesar 1,1

liter per kapita per tahunnya pada tahun 2010. Produk minuman beralkohol

yang dikonsumsi oleh penduduk perempuan Indonesia yang berumur 15

tahun ke atas berkisar 0,1 liter per kapita per tahun.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 35

Tabel 4.5 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia

Sumber: WHO (2014)

Berdasarkan data WHO (2014) yang hanya menghitung konsumsi

per kapita produk minuman beralkohol oleh peminum alkohol saja, bukan

peminum dikecualikan. Konsumsi per kapita penduduk Indonesia yang

berusia 15 tahun ke atas dan merupakan peminum pada tahun 2010

tercatat sebesar 7,1 liter per tahun. Bila dilihat menurut gender, konsumsi

alkohol peminum pria sebesar 9,4 liter per kapita per tahun sedangkan

perempuan 1,7 liter per kapita per tahun. Bila dilihat dari jenis minuman

beralkohol yang dikonsumsi, sekitar 84,5 persen dari peminum alkohol

Indonesia yang tercatat pada tahun 2010 memilih produk bir (beer), 15,3

persen memilih alkohol (spirits), dan 0,1 persen memilih produk minuman

anggur (wine) (WHO, 2014).

Tabel 4.6 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia, Hanya Peminum Tahun 2010

Sumber: WHO (2014)

Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu: Studi Diet Total 2014 yang

dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (2014) menyimpulkan bahwa

proporsi konsumsi minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia pada

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 36

tahun 2014 sebesar 0,2 persen, Proporsi konsumsi tersebut adalah yang

terendah dibandingkan proporsi konsumsi produk minuman lainnya. Sekitar

31,2 persen penduduk Indonesia lebih memilih untuk meminum teh

instan/daun kering sedangkan 25,1 persen memilih untuk meminum Kopi

Bubuk. Rerata konsumsi minuman beralkohol penduduk Indonesia per

orang per harinya pada tahun 2014 berkisar 1 gram. Penduduk dengan

kelompok usia produktif (19-55 tahun) memiliki rerata konsumsi minuman

beralkohol per kapita per hari tertinggi (1,3 gram) dibandingkan kelompok

umur lainnya. Kelompok penduduk berusia 55 tahun ke atas yang memiliki

rerata konsumsi minuman alkohol sebesar 0,9 gram/kapita/hari adalah

kelompok kedua tertinggi yang konsumsi minuman beralkohol tertinggi di

Indonesia. Sementara itu, hasil survei lembaga riset pasar Nielsen pada

tahun 2014 menemukan bahwa sekitar 2,2 persen orang Indonesia yang

berusia lebih dari 20 tahun yang mengkonsumsi alkohol dalam setahun

terakhir (Reuters, 2015).

Gambar 4.6 Rerata dan Proporsi Konsumsi Minuman Penduduk Indonesia, 2014

Sumber: Kementerian Kesehatan (2014)

Meskipun tingkat konsumsi minuman beralkohol di Indonesia

tergolong rendah, tetapi memiliki potensi peningkatan penggunaan

minuman alkohol yang cukup besar di kemudian hari. Pergeseran gaya

1.6

6

19.8

1.2

1.9

2.4

1

Teh instan/ daun kering

Kopi bubuk

Minuman kemasan cairan

Minuman serbuk

Minuman lainnya

Minuman berkarbonasi

Minuman beralkohol

Rerata Konsumsi Minuman Penduduk Indonesia Per Kapita Per Hari, 2014

(Gram)

31.2

25.1

8.7

5.9

1.8

1.1

0.2

Teh instan/ daun kering

Kopi bubuk

Minuman kemasan cairan

Minuman serbuk

Minuman lainnya

Minuman berkarbonasi

Minuman beralkohol

Proporsi Penduduk yang Mengonsumsi Minuman, Indonesia, 2014 (%)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 37

hidup telah mendorong lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi

produk minuman beralkohol. Pertumbuhan konsumen dasar peminum lokal

terus melebihi dari wisatawan atau ekspatriat asing. Budaya Barat memiliki

pengaruh yang kuat pada masyarakat Indonesia, terutama pada orang-

orang muda, meminum alkohol dalam perayaan telah menjadi semakin

umum dan semakin identik dengan gaya bersosialisasi, terutama pada

keluarga kelas menengah atas. Selain itu, kini konsumsi perempuan

minuman beralkohol tidak lagi dianggap langka. Selain itu, kecenderungan

peningkatan konsumsi minuman beralkohol juga dapat dilihat dari

banyaknya penduduk yang meninggal akibat menenggak minuman keras

oplosan.

4.3 Kinerja Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia

Selama satu dasawara terakhir (2006-2015) kinerja perdagangan

produk Minuman Beralkohol Indonesia memperlihatkan surplus

perdagangan, kecuali pada tahun 2010 dan 2014 yang mengalami defisit

perdagangan. Badan Pusat Statistik Indonesia (2016) mencatat setidaknya

surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia mengalami

peningkatan yang semula hanya sebesar US$ 3,35 juta pada tahun 2006

naik menjadi US$ 18,31 juta pada tahun 2012. Sementara itu, defisit

perdagangan terbesar terjadi pada tahun 2014 sebesar US$ 2,78 juta

(Gambar 4.6).

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 38

Gambar 4.7 Perkembangan Nilai Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Juta US$)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.

Dari sisi volume, neraca perdagangan produk Minuman Beralkohol

di Indonesia sepanjang tahun 2006-2015 menunjukkan surplus

perdagangan. Volume surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol

Indonesia pada tahun 2006-2010 cenderung menurun sementara volume

surplus perdagangan pada lima tahun terakhir (2011-2015) cenderung

meningkat. Surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia

pada tahun 2015 mencapai 11,51 ribu ton, naik dari tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 9,10 ribu ton. Volume surplus perdagangan pada tahun

2015 tersebut adalah terbesar kedua setelah surplus perdagangan pada

tahun 2008 yang mencapai 16,81 ribu ton (Gambar 4.7).

4.3 4.0

12.0

7.7 6.9

14.9

31.9

22.4

11.3

22.4

0.93 0.01

3.050.50

7.67

10.63

13.6011.46

14.13

9.71

3.35 4.04

9.007.25

-0.80

4.30

18.31

10.99

-2.78

12.65

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Ekspor (Juta USD) Impor (Juta USD) Neraca (Juta USD)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 39

Gambar 4.8 Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Ribu Ton)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

Ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia sepanjang tahun

2006-2015 cenderung meningkat setiap tahunnya baik dari sisi nilai

maupun volume. Jika dilihat dari perkembangan nilainya, ekspor produk

Minuman Beralkohol Indonesia selama periode 2006-2010 berada di

kisaran US$ 4,05 juta sampai dengan US$ 12,05 juta dengan nilai ekspor

rata-rata sebesar US$ 7,00 juta per tahunnya. Sementara itu, nilai ekspor

produk Minuman Beralkohol Indonesia pada periode 2011-2015 berkisar di

antara US$ 14,93 juta sampai dengan US$ 31,91 juta dengan rata-rata nilai

ekspor sebesar US$ 20,60 juta per tahunnya. Meskipun nilai ekspor produk

Minuman Beralkohol pada lima tahun terakhir tersebut jauh melampaui

periode 2006-2010, pertumbuhan ekspor produk Minuman Beralkohol

justru cenderung turun 2,24 persen tiap tahunnya (Gambar 4.6 dan Tabel

4.7).

Adapun rerata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman

Beralkohol Indonesia sebesar 3,60 persen per tahunnya selama tahun

2006-2015. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman

Beralkohol Indonesia periode 2006-2010 turun sebesar 11,85 persen per

tahun sedangkan rerata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman

Beralkohol periode 2011-2015 sebesar 21,49 persen per tahun. Volume

7.88

5.44

17.27

11.18

4.00

6.22

9.15 9.13

10.82

12.79

0.29 0.01 0.46 0.111.19 1.17 1.52 1.50 1.72 1.28

7.58

5.42

16.81

11.07

2.81

5.05

7.63 7.639.10

11.51

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Ekspor (Ribu Ton) Impor (Ribu Ton) Neraca (Ribu Ton)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 40

ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia pernah mencapai angka

tertinggi sebesar 17,27 ribu ton pada tahun 2008 sedangkan volume ekspor

produk minuman berlakohol terendah mencapai 4,00 ribu ton pada tahun

2010. Pada tahun 2015 volume ekspor produk minuman alkohol Indonesia

sebesar 12,79 ribu ton, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar

10,82 ribu ton (Gambar 4.7 dan Tabel 4.8).

Rata-rata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman Beralkohol

Indonesia sepanjang tahun 2006-2015 sebesar 3,60 persen per tahun

ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan

nilai ekspornya (20,12 persen). Hal ini mengindikasikan ekspor produk

Minuman Beralkohol Indonesia bukan dipicu oleh jumlah melainkan

didorong oleh harga ekspor produk Minuman Beralkohol.

Ditinjau dari jenisnya, sekitar 50 persen produk Minuman Beralkohol

yang diekspor oleh Indonesia pada tahun 2015 berupa produk Lain-lain dari

bir terbuat dari malt, termasuk ale (Other beer made from malt, including ale

(HS 2203.00.90.00)) dengan nilai ekspor sebesar US$ 11,48 juta. Dua

produk Minuman Beralkohol lainnya yang banyak diekspor oleh Indonesia

adalah produk Minuman Fermentasi Pancar (Sparkling Wine HS

2204.10.00.00) dengan nilai ekspor US$ 7,72 juta (pangsa ekspor 34,52

persen) dan produk Bir Hitam atau Porter (Stout and Porter HS

2203.00.10.00) dengan nilai ekspor US$ 1,30 juta (5,80 persen). Jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produk Sparkling Wine

mengalami kenaikan nilai ekspor yang sangat tajam pada tahun 2015

sebesar 442,24 persen (Tabel 4.7).

Produk Lain-lain dari bir terbuat dari malt, termasuk ale (Other beer

made from malt, including ale (HS 2203.00.90.00)) menempati peringkat

pertama dalam komposisi volume ekspor produk Minuman Beralkohol

Indonesia pada tahun 2015, diikuti oleh produk Bir Hitam atau Porter (Stout

and Porter (HS 2203.00.10.00) dan produk Minuman Fermentasi Lainnya,

yang mengandung madu (Other fermented beverages, including mead (HS

2206.00.90.00) dan Sparkling Wine (HS 2204.10.00.00)) (Tabel 4.8)).

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 41

Tabel 4.7 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.

No HS 2007 Deskripsi Barang Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2015 2015/2014 2015

TOTAL PRODUK MINUMAN BERALKOHOL 4.27 4.05 12.05 7.75 6.87 14.93 31.91 22.45 11.35 22.36 20.12 97.10 100.00

1 2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.48 1.01 1.27 0.71 1.23 3.16 10.53 4.67 6.37 11.48 41.22 80.15 51.35

2 2204100000 Sparkling wine 0.04 0.06 0.10 0.08 3.61 9.49 19.04 14.12 1.42 7.72 97.00 442.24 34.52

3 2203001000 Stout and porter 2.03 1.57 9.19 6.03 1.55 1.41 1.21 1.56 1.96 1.30 -9.37 -33.83 5.80

4 2206009000 Other fermented beverages,including mead 0.43 0.58 0.51 0.29 0.16 0.34 0.58 0.62 0.52 1.01 6.73 94.10 4.51

5 2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.32 0.54 0.44 0.50 13.90 2.24

6 2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.74 0.36 0.17 -53.16 0.75

7 2206001000 Cider and perry 0.52 0.15 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 0.05 0.04 -8.07 0.20

8 2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.05 0.04 -33.27 0.16

9 2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.09 0.17 0.02 0.04 0.03 -4.30 0.16

10 2204291200 Wine, in containers > 2 l, alcoholic strength by volume > 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.03 -32.93 0.13

11 2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.02 0.07

12 2205101000 Vermouth & oth wine,in container <=2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.02 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 -20.44 0.04

13 2208909000 Other spirituous beverages 0.00 0.32 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03

14 2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.08 0.00 0.00 0.02

15 2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 -89.38 0.01

LAINNYA 0.63 0.27 0.97 0.63 0.30 0.43 0.01 0.01 0.04 0.00 -43.53 -92.99 0.01

Nilai Ekspor (Juta USD)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 42

Tabel 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

Ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia di tahun 2015 paling

banyak ditujukan ke pasar Timor Timur dengan nilai ekspor US$ 6,75 juta

yang mengalami kenaikan 112,11 persen dari tahun sebelumnya. Selama

dua tahun terakhir (2014-2015),Timor-Timur menempati peringkat pertama

sebagai negara tujuan utama ekspor produk Minuman Beralkohol

Indonesia. Pasar Thailand dan Singapura menempati peringkat ke-2 dan

ke-3 dengan pangsa ekspor sebesar 18,90 persen dan 13,48 persen.

Negara tujuan utama lainnya yang memiliki pangsa yang besar dan

mengalami peningkatan signifikan pada ekspor produk Minuman

Beralkohol di tahun 2015 adalah Singapura dengan pangsa sebesar 13,48

persen dan pertumbuhan 177,05 persen (y-o-y), Malaysia (8,14 persen)

dengan lonjakan 119,89 persen (y-o-y) (Tabel 4.9).

Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 06-10 15/14 2015

TOTAL PRODUK MINUMAN BERALKOHOL 7.88 5.44 17.27 11.18 4.00 6.22 9.15 9.13 10.82 12.79 3.60 18.20 100.00

2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.90 1.89 1.92 1.06 1.74 4.12 6.89 6.15 8.19 10.62 31.19 29.76 83.05

2203001000 Stout and porter 3.78 2.75 14.52 9.64 1.96 1.21 0.99 1.36 1.57 1.00 -19.12 -36.02 7.84

2206009000 Other fermented beverages,including mead 0.18 0.12 0.33 0.14 0.06 0.18 0.33 0.69 0.58 0.54 18.48 -7.41 4.20

2204100000 Sparkling wine 0.04 0.06 0.08 0.08 0.12 0.52 0.68 0.58 0.15 0.38 31.51 151.15 3.00

2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not

exceeding 46% vol

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.20 0.16 0.16 0.18 1.27

2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not

exceeding 46% vol

0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.07 0.03 -60.76 0.21

2206001000 Cider and perry 0.25 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.07 0.02 0.02 -1.65 0.16

2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by

volume <= 15%

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.11 0.01 0.02 0.02 1.41 0.16

2204291200 Wine, in containers > 2 l, alcoholic strength by volume > 15%0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 -48.94 0.04

2205101000 Vermouth & oth wine,in container <=2 l, alcoholic strength by volume <= 15%0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 65.50 0.03

2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol0.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 -88.39 0.02

2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by

volume <= 15%

0.00 0.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 -83.39 0.01

2208909000 Other spirituous beverages 0.00 0.04 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01

2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not

exceeding 46% vol

0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03 0.00 0.00 0.00

2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by

volume not exceed.57% vol

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

XXX LAINNYA 2.56 0.30 0.42 0.26 0.09 0.16 0.01 0.01 0.02 0.00 -54.12 -97.72 0.01

Volume Ekspor (Ribu Ton)HS 2007 Deskripsi Barang

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 43

Tabel 4.9 Kinerja Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%)

2006-2015

Perub. (%)

2015/14

Pangsa (%)

2015

Total Ekspor Produk

Minuman Beralkohol

4.27 4.05 12.05 7.75 6.87 14.93 31.91 22.45 11.35 22.36 20.12 97.10 100.00

1 TIMOR TIMUR 0.00 0.00 0.04 0.11 0.28 0.66 1.01 1.41 3.18 6.75 - 112.11 30.18

2 THAILAND 0.30 0.32 0.95 0.46 0.30 2.02 6.52 3.42 2.31 4.23 38.70 82.80 18.90

3 SINGAPURA 0.56 0.57 0.31 0.20 1.82 2.62 4.65 4.51 1.09 3.02 29.76 177.05 13.48

4 MALAYSIA 1.21 1.45 2.24 1.30 2.23 1.75 4.96 1.89 0.83 1.82 1.63 119.89 8.14

5 AUSTRALIA 0.12 0.20 0.14 0.10 0.65 1.50 2.58 2.19 1.19 1.25 42.66 5.28 5.60

6 JEPANG 0.27 0.22 0.25 0.25 0.48 1.34 2.33 2.01 0.62 1.11 26.09 77.77 4.96

7 BELANDA 0.20 0.22 1.02 0.66 0.32 1.25 1.36 1.17 0.72 1.08 18.12 51.08 4.84

8 REP.RAKYAT CINA 0.00 0.02 0.21 0.00 0.25 0.94 2.49 1.85 0.13 0.90 90.06 566.11 4.02

9 HONGKONG 0.65 0.53 0.05 0.00 0.13 1.31 2.97 1.77 0.09 0.81 21.50 754.96 3.63

10 PAKISTAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.22 0.75 - 244.41 3.35

11 KOREA SELATAN 0.02 0.02 0.05 0.05 0.13 0.69 1.53 1.13 0.10 0.31 48.39 227.97 1.41

12 TAIWAN 0.14 0.05 0.04 0.05 0.05 0.05 0.06 0.33 0.13 0.10 8.88 -21.85 0.44

13 PILIPINA 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.06 0.05 - -23.30 0.20

14 VIETNAM 0.00 0.01 0.14 0.11 0.04 0.12 0.31 0.01 0.00 0.05 - - 0.20

15 BURMA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 - - 0.18

SUBTOTAL 15 NEGARA 3.46 3.61 5.45 3.29 6.73 14.24 30.77 21.73 10.67 22.26 26.44 108.61 99.53

LAINNYA 0.81 0.44 6.60 4.46 0.14 0.70 1.14 0.71 0.68 0.11 -16.08 -84.45 0.47

NEGARA TUJUAN

NO NILAI EKSPOR (JUTA USD)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 44

Tabel 4.10 Kinerja Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

Di sisi impor, nilai dan volume produk Minuman Beralkohol yang

dipasok dari luar negeri mengalami pergerakan positif dalam kurun waktu

satu dekade terakhir (2006-2015) sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar

4.6 dan 4.7. Pada lima tahun pertama (2006-2010) permintaan impor

produk Minuman Beralkohol Indonesia meningkat secara tajam dengan

rata-rata pertumbuhan nilai dan volume impor per tahunnya masing-masing

sebesar 122,84 persen dan 57,92 persen. Nilai impor produk minuman

beralkohol yang semula hanya sebesar US$ 0,93 juta pada tahun 2006,

naik menjadi US$ 8,15 juta pada tahun 2010. Adapun volume impor produk

Minuman Beralkohol pada tahun 2006 sebesar 0,29 ribu ton, naik menjadi

1,31 ribu ton pada tahun 2010.

Dalam paruh waktu lima tahun terakhir, nilai dan volume impor

produk Minuman Beralkohol Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%)

2006-

2015

Perub. (%)

2015/14

Pangsa (%)

2015

Total Ekspor Produk Minuman

Beralkohol Indonesia

7.88 5.44 17.27 11.18 4.00 6.22 9.15 9.13 10.82 12.79 3.60 18.20 100.00

TIMOR TIMUR 0.00 0.00 0.05 0.10 0.28 0.50 0.76 1.66 3.48 6.36 - 82.87 49.72

THAILAND 2.68 0.76 1.66 0.82 0.43 1.66 2.99 2.92 2.95 3.01 11.90 2.23 23.54

MALAYSIA 2.07 1.84 3.20 1.87 2.29 1.55 2.70 1.57 1.04 0.97 -7.96 -6.50 7.58

AUSTRALIA 0.10 0.29 0.15 0.15 0.24 0.67 0.62 0.70 0.96 0.55 24.53 -42.33 4.32

SINGAPURA 1.17 1.25 0.38 0.21 0.15 0.41 0.15 0.74 0.79 0.39 -5.77 -51.23 3.02

BELANDA 0.16 0.14 0.48 0.31 0.14 0.25 0.25 0.31 0.32 0.36 6.60 13.96 2.84

TAIWAN 0.32 0.18 0.03 0.04 0.04 0.04 0.21 0.17 0.31 0.31 11.60 0.21 2.42

PAKISTAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.09 0.28 - 220.65 2.17

JEPANG 0.28 0.25 0.25 0.26 0.18 0.21 0.25 0.26 0.21 0.24 -1.32 13.86 1.88

HONGKONG 0.18 0.07 0.02 0.00 0.00 0.05 0.07 0.08 0.01 0.07 1.26 458.65 0.57

PILIPINA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.10 0.07 - -31.95 0.55

REP.RAKYAT CINA 0.00 0.03 0.25 0.00 0.02 0.04 0.08 0.07 0.01 0.05 26.37 650.89 0.39

REPUBLIK MALADEWA 0.20 0.29 0.26 0.14 0.05 0.10 0.08 0.08 0.18 0.04 -13.23 -75.44 0.35

SELANDIA BARU 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.00 0.03 - 529.59 0.22

VIETNAM 0.00 0.04 0.25 0.20 0.07 0.28 0.26 0.02 0.00 0.02 - - 0.17

SUBTOTAL 15 NEGARA 7.15 5.15 6.97 4.10 3.90 5.75 8.47 8.63 10.44 12.76 8.72 22.14 99.73

LAINNYA 0.73 0.29 10.30 7.07 0.09 0.47 0.68 0.49 0.38 0.03 -50.38 -1,747.27 0.27

VOLUME EKSPOR (RIBU TON)

NEGARA TUJUAN

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 45

dengan periode sebelumnya. Nilai impor produk Minuman Beralkohol

Indonesia berada pada kisaran US$ 9,76 juta – US$ 14,48 juta sedangkan

volume impor produk Minuman Beralkohol berada di antara 1,2 ribu ton –

1,57 ribu ton. Nilai dan volume impor produk Minuman beralkohol Indonesia

tertinggi selama periode tersebut terjadi pada tahun 2014 dengan nilai

impor sebesar US$ 14,48 juta dan volume sebesar 1,28 ribu ton (Gambar

4.6 dan 4.7).

Berkebalikan dengan periode lima tahun sebelumnya, impor produk

Minuman Beralkohol Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan negatif

dimana rata-rata pertumbuhan tahunan dari nilai impor produk Minuman

Beralkohol selama lima tahun terakhir sebesar -1,62 persen dan rata-rata

pertumbuhan volume impornya sebesar 2,83 persen. Hal ini

mengindikasikan adanya penurunan dalam permintaan impor produk

Minuman Beralkohol.

Mayoritas produk Minuman Beralkohol yang diimpor oleh Indonesia

pada tahun 2015 berupa produk Wiski dengan kadar alkohol tidak melebihi

46 persen menurut volumenya (Whiskies of an alcoholic strength by volume

not exceeding 46 persen vol – HS 2208.30.10.00) dengan nilai impor

sebesar US$ 4,49 juta dan volume impor sebesar 0,43 ribu ton. Produk

Minuman Beralkohol lainnya yang banyak dipasok dari luar negeri pada

tahun 2015 adalah Grapemust lainnya dengan kadar alkohol tidak melebihi

15 persen menurut volumenya (HS 2204.30.10.00) dengan nilai impor dan

pangsa impor masing-masing sebesar US$ 1,29 juta (13,26 persen) dan

(Tabel 4.11 dan 4.12).

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 46

Tabel 4.11 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia 0.93 0.02 4.69 0.65 8.15 10.88 13.71 11.80 14.48 9.76 122.84 -1.62 -32.59 100.00

2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.35 0.13 3.02 4.52 5.56 6.20 6.72 4.49 1.80 -33.16 46.06

2204301000 Other grape must, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.03 0.97 1.26 1.29 3.00 13.26

2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.01 0.02 0.49 0.72 0.92 0.82 0.90 0.77 1.17 -13.73 7.93

2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.13 0.70 1.23 0.66 -45.95 6.80

2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.54 0.75 0.45 0.58 0.47 -5.29 -19.25 4.81

2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.20 0.00 1.54 1.69 0.63 0.42 0.75 0.41 254.46 -23.28 -45.24 4.22

2208501000 Gin&geneva of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.11 0.01 0.17 0.26 0.38 0.34 0.48 0.39 10.77 -20.45 3.95

2203009000 Other beer made from malt,including ale 0.00 0.00 0.25 0.07 0.33 0.23 0.24 0.33 0.67 0.31 17.33 -54.06 3.15

2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.91 0.00 0.12 0.00 0.96 1.94 0.08 0.01 0.06 0.20 -38.57 223.23 2.03

2208401000 Rum&tafia of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.22 0.19 0.20 0.23 0.19 -0.71 -13.44 2.00

2208909000 Other spirituous beverages 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.03 0.21 0.26 0.25 0.15 42.67 -40.34 1.50

2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.35 0.13 0.09 0.04 0.11 0.18 0.32 0.13 43.98 -58.32 1.38

2206002000 Sake (rice wine) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.07 0.06 0.03 0.09 0.10 10.85 6.88 0.98

2204100000 Sparkling wine 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.12 0.19 0.21 0.24 0.05 -14.17 -79.21 0.51

2204302000 Other grape must, alcoholic strength by volume > 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.42

Lainnya 0.00 0.01 1.64 0.15 0.48 0.25 0.11 0.34 0.35 0.05 493.90 -19.08 -85.99 0.50

Trend (%)

2011-2015Deskripsi BarangHS 2007Nilai Impor (Juta USD) Trend (%)

2006-2010

Perub.(%)

15/14

Pangsa (%)

2015

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 47

Tabel 4.12 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

Sebagian besar produk Minuman Beralkohol Indonesia yang asal

impor pada tahun 2015 diimpor dari Inggris dengan nilai impor sebesar US$

2,8 juta (28,84 persen). Impor dari Inggris tersebut turun sebesar 18,47

persen dari tahun sebelumnya. Singapura dan Perancis berada di peringkat

kedua dan ketiga sebagai pemasok utama produk Minuman Beralkohol

Indonesia pada tahun yang sama dengan nilai impor sebesar US$ 2,01 juta

(20,75 persen) dan US$ 1,73 juta (17,83 persen).

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia 0.29 0.03 0.60 0.13 1.31 1.20 1.56 1.57 1.81 1.28 57.92 2.83 -29.25 13.09

2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.04 0.01 0.32 0.38 0.45 0.65 0.52 0.43 3.73 -18.75 4.362204301000 Other grape must, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.40 0.22 0.21 0.24 16.40 2.512208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.09 0.07 0.09 0.10 0.11 0.11 10.59 3.13 1.122208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.06 0.10 0.06 -39.05 0.632208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.04 0.06 0.05 0.06 0.06 7.98 -0.46 0.632204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.13 0.00 0.43 0.30 0.12 0.04 0.10 0.08 273.22 -25.30 -21.31 0.792208501000 Gin&geneva of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.02 0.00 0.02 0.03 0.04 0.04 0.06 0.05 19.32 -12.71 0.542203009000 Other beer made from malt,including ale 0.02 0.00 0.05 0.03 0.05 0.13 0.14 0.16 0.31 0.12 7.65 -61.72 1.232208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.21 0.00 0.02 0.00 0.07 0.13 0.01 0.00 0.01 0.01 -37.78 4.78 0.112208401000 Rum&tafia of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 11.91 -15.88 0.292208909000 Other spirituous beverages 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.03 0.03 0.02 54.94 -38.12 0.182204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15% 0.00 0.00 0.06 0.03 0.01 0.01 0.01 0.02 0.03 0.02 52.18 -27.55 0.262206002000 Sake (rice wine) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 0.01 0.03 0.03 1.85 5.03 0.292204100000 Sparkling wine 0.05 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.00 -11.56 -75.39 0.052204302000 Other grape must, alcoholic strength by volume > 15% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.06

Lainnya 0.00 0.01 0.14 0.02 0.12 0.02 0.04 0.08 0.09 0.00 484.10 -100.00 0.06

Perub.(%)

15/14

Pangsa (%)

2015

Volume Impor (Ribu Ton) Trend (%)

2006-2010

Trend (%)

2011-2015Deskripsi BarangHS 2007

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 48

Tabel 4.13 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

Tabel 4.14 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia 0.93 0.01 3.05 0.50 7.67 10.63 13.60 11.46 14.13 9.71 129.42 -1.42 -31.27 100.00

INGGRIS 0.00 0.00 0.00 0.01 1.70 2.62 2.88 4.38 3.43 2.80 3.10 -18.47 28.84

SINGAPURA 0.00 0.00 2.23 0.26 1.22 1.98 2.42 1.85 3.64 2.01 660.81 4.52 -44.72 20.75

PERANCIS 0.00 0.00 0.00 0.04 1.55 2.99 3.41 1.55 2.57 1.73 -12.82 -32.74 17.83

AMERIKA SERIKAT 0.00 0.00 0.00 0.01 0.34 0.44 0.85 0.38 0.61 0.67 5.04 9.07 6.89

AUSTRALIA 0.00 0.00 0.12 0.03 1.00 0.55 1.04 0.95 1.22 0.63 4.67 -48.05 6.53

ITALIA 0.00 0.00 0.01 0.00 0.25 0.36 0.38 0.11 0.23 0.28 -9.22 19.31 2.89

IRLANDIA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 0.22 0.30 0.27 0.34 0.25 3.49 -26.74 2.57

SWEDIA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.24 0.35 0.28 0.27 0.24 0.20 -11.88 -14.63 2.09

MEKSIKO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.11 0.15 0.22 0.20 0.19 0.17 1.72 -12.09 1.74

REP.RAKYAT CINA 0.00 0.00 0.12 0.00 0.00 0.09 0.26 0.14 0.23 0.11 1.78 -54.06 1.11

JERMAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.03 0.02 0.09 74.11 325.03 0.88

KANADA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.08 0.05 0.05 0.05 0.07 -2.94 43.12 0.74

CHILI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.10 0.04 0.06 0.10 0.07 0.06 9.93 -18.65 0.62

JAMAICA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.02 0.05 0.06 85.42 22.41 0.62

HONGKONG 0.00 0.00 0.02 0.06 0.15 0.18 0.27 0.25 0.10 0.06 -28.16 -45.41 0.59

LAINNYA 0.92 0.01 0.55 0.09 0.88 0.56 1.10 0.91 1.10 0.52 25.39 -1.61 -53.20 5.31

Pangsa (%)

2015Negara AsalNilai Impor (Juta USD) Trend (%)

2006-2010

Trend (%)

2011-2015

Perub.(%)

15/14

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia 0.29 0.01 0.46 0.11 1.19 1.17 1.52 1.50 1.72 1.28 62.81 2.97 -25.54 100.00

INGGRIS 0.00 0.00 0.00 0.00 0.16 0.21 0.24 0.51 0.31 0.30 10.41 -4.71 23.44

SINGAPURA 0.02 0.00 0.30 0.05 0.25 0.39 0.36 0.33 0.52 0.30 279.79 -1.59 -42.17 23.35

PERANCIS 0.00 0.00 0.00 0.01 0.15 0.21 0.25 0.14 0.24 0.19 -2.07 -22.59 14.64

AMERIKA SERIKAT 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.04 0.10 0.06 0.07 0.08 10.68 17.35 6.18

AUSTRALIA 0.00 0.00 0.08 0.01 0.32 0.09 0.18 0.15 0.21 0.13 10.49 -36.71 10.36

ITALIA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.04 0.05 0.01 0.03 0.05 -0.80 54.33 3.64

IRLANDIA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.04 0.03 15.29 -18.74 2.60

SWEDIA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 -9.71 -42.01 1.36

MEKSIKO 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.01 0.02 0.03 0.03 0.02 12.04 -15.42 1.76

REP.RAKYAT CINA 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.03 0.03 0.02 0.03 0.03 3.46 -14.83 2.26

JERMAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 59.49 414.66 0.65

KANADA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 4.58 127.25 0.62

CHILI 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02 8.00 27.30 1.68

JAMAICA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 103.59 24.20 0.66

HONGKONG 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 -7.69 -28.11 0.75

LAINNYA 0.27 0.01 0.06 0.03 0.13 0.08 0.19 0.12 0.16 0.08 -7.16 -3.15 -52.93 0.80

Volume Impor (Ribu Ton) Trend (%)

2006-2010

Trend (%)

2011-2015

Perub.(%)

15/14

Pangsa (%)

2015Negara Asal

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 49

BAB V

HASIL ANALISIS

5.1 Dampak Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui

Pelabuhan Tertentu Terhadap Struktur dan Kinerja Impor Produk

Minuman Beralkohol Indonesia

Sebelum adanya kebijakan penetapan pelabuhan tertentu yang

mengatur importasi produk Minuman Beralkohol di Indonesia, impor produk

Minuman Beralkohol pada tahun 2006 mencapai US$ 0,93 juta dengan

volume impor sebesar 0,29 ribu ton (Badan Pusat Statistik Indonesia,

2016). Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun

tersebut masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok (98,47 persen)

sedangkan sisanya masuk melalui bandara udara internasional Soekarno

Hatta (0,61 persen), pelabuhan Pekanbaru (0,45 persen), pelabuhan

Sungai Guntung (0,27 persen), pelabuhan Merak (0,17 persen) dan

bandara udara internasional Ngurah Rai (0,03 persen). Akan tetapi, pada

tahun 2009 terdapat pergeseran pintu masuk untuk impor produk Minuman

Beralkohol di Indonesia dimana bandara udara internasional Ngurah Rai

menjadi pintu masuk utama bagi impor produk Minuman Beralkohol

Indonesia dengan pangsa impor sekitar 77,60 persen. Impor produk

Minuman Beralkohol lainnya pada tahun yang sama masuk melalui

Pelabuhan Batu Ampar (19,04 persen), bandara udara internasional

Surabaya (2,42 persen), bandara udara internasional Soekarno-Hatta (0,93

persen).

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 50

Gambar 5.1 Pangsa Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar Tahun 2006 dan 2009

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu.

Dengan adanya Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 yang

mengatur importasi Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu

(pelabuhan Laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung

Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno Hatta di

Makassar; atau Bandar udara internasional serta kawasan perdagangan

bebas dan pelabuhan bebas), sebagian besar impor produk Minuman

Beralkohol pada tahun 2010 masuk melalui pelabuhan tertentu, pelabuhan

Tanjung Perak (47,90 persen), pelabuhan Tanjung Priok (41,63 persen),

bandara udara internasional Ngurah Rai (7,11 persen), pelabuhan Tanjung

Emas (0,09 persen). Sisanya sebesar 3,28 persen diimpor melalui

pelabuhan Tanjung Uban yang berada di Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)

Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, maka terlihat adanya

pergeseran pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol yang semula

sebagian besar diimpor melalui moda transportasi udara (bandara udara

internasional) kini diimpor melalui jalur laut atau pelabuhan. Selain itu,

TANJUNG PRIOK

98.47%

SOEKARNO-HATTA (U)

0.61%

PEKAN BARU0.45%

SUNGAI GUNTUNG

0.27%

MERAK0.17%

NGURAH RAI (U)

0.03%

AMAMAPARE0.00%

2006

TANJUNG PRIOK SOEKARNO-HATTA (U)

PEKAN BARU SUNGAI GUNTUNG

MERAK NGURAH RAI (U)

AMAMAPARE

NGURAH RAI (U)

77.60%

BATU AMPAR19.04%

JUANDA (U)-SURABAYA

2.42%

SOEKARNO-HATTA (U)

0.93%

HALIM PERDANA

KUSUMA (U)0.00%

2009

NGURAH RAI (U) BATU AMPAR

JUANDA (U)-SURABAYA SOEKARNO-HATTA (U)

HALIM PERDANA KUSUMA (U)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 51

Gambar 5.2 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2010 dan 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.

Struktur impor produk Minuman Beralkohol Indonesia berdasarkan

pintu masuk tertentu pada tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan kondisi di

tahun 2010. Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada

tahun 2013 masuk melalui pelabuhan Tanjung Perak (47,86 persen),

pelabuhan Tanjung Priok (41,56 persen), pelabuhan Tanjung Uban (5,94

persen), bandara udara internasional Ngurah Rai (3,30 persen), bandara

udara internasional Soekarno-Hatta (1,20 persen), dan pelabuhan Tanjung

Pinang (0,13 persen). Dengan masuknya impor produk Minuman

Beralkohol Indonesia melalui pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan dan

kawasan perdagangan bebas serta pelabuhan bebas selama periode 2010-

2013 dapat dianggap bahwa pengimplementasian kebijakan impor produk

Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu sebagaimana yang

tercantum dalam Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 telah efektif

dalam mengendalikan impor produk Minuman Beralkohol.

Sejalan dengan perkembangan kondisi yang ada, Permendag No.

43/M-DAG/PER/9/2009 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Permendag No. 54/M-DAG/PER/8/2012 dicabut dan dinyatakan

tidak berlaku sejak diundangkannya Permendag No. 20/M-

TANJUNG PERAK47.90%TANJUNG PRIOK

41.63%

NGURAH RAI (U)7.11%

TANJUNG UBAN3.28% TANJUNG EMAS

0.09%

2010

TANJUNG PERAK TANJUNG PRIOK NGURAH RAI (U) TANJUNG UBAN TANJUNG EMAS

TANJUNG PERAK47.86%TANJUNG PRIOK

41.56%

TANJUNG UBAN5.94%

NGURAH RAI (U)3.30%

SOEKARNO-HATTA (U)1.20%

TANJUNG PINANG0.13%

2013

TANJUNG PERAK TANJUNG PRIOK TANJUNG UBAN

NGURAH RAI (U) SOEKARNO-HATTA (U) TANJUNG PINANG

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 52

DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap

Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol pada tanggal

11 April 2014. Dengan adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014,

importasi Minuman Beralkohol oleh perusahaan yang menjadi Importir

Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) hanya dapat melakukan impor

Minuman Beralkohol melalui pelabuhan Laut Belawan di Medan, Tanjung

Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya,

Bitung di Manado, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau Bandar udara

internasional (Pasal 11 ayat (1)). Perubahan mendasar dari Permendag No.

20/M-DAG/PER/4/2014 adalah penambahan pelabuhan Bitung di Manado

sebagai pintu masuk produk Minuman Beralkohol dari luar negeri. Adapun

kebijakan pengaturan impor Minuman Beralkohol ke dalam kawasan

perdagangan bebas dan pelabuhan bebas masih tetap sama bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan

pelabuhan bebas. Akan tetapi, dalam kebijakan terbaru pada Pasal 11 ayat

(3) mengatur bahwa Minuman Beralkohol asal impor untuk kebutuhan

konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak

dapat diperdagangkan ke luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan

bebas.

Penambahan pelabuhan Bitung sebagai pintu masuk impor produk

Minuman Beralkohol di Indonesia pada tahun 2014 ternyata tidak

menyebabkan perubahan yang berarti dalam struktur impor produk

Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu. Pelabuhan Tanjung Perak

masih menduduki peringkat pertama sebagai pintu masuk impor produk

Minuman Beralkohol dengan pangsa impor sebesar 47,27 persen. Pada

peringkat kedua dan peringkat ketiga terdapat pelabuhan Tanjung Priok

(41,29 persen) dan pelabuhan Tanjung Uban (7,25%). Sisanya masuk

melalui bandara udara internasional Ngurah Rai, pelabuhan Sekupang,

bandara udara internasional Soekarno-Hatta, dan bandara udara

internasional Juanda.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 53

Gambar 5.3 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2014 dan 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.

Setelah satu tahun penerapan Permendag No. 20/M-

DAG/PER/4/2014, pasokan impor produk Minuman Beralkohol Indonesia

masih berasal dari pelabuhan Tanjung Perak (48,29 persen), pelabuhan

Tanjung Priok (42,37 persen), pelabuhan Tanjung Uban (6,41 persen),

bandara udara internasional Soekarno-Hatta (1,37 persen), bandara udara

internasional Ngurah Rai (1,19 persen), dan bandara udara internasional

Juanda (0,22 persen). Akan tetapi, data Badan Pusat Statistik (BPS)

Indonesia (2016) menunjukkan bahwa pada tahun 2015 adanya impor

produk Minuman Beralkohol yang masuk melalui pelabuhan tertentu selain

yang telah ditetapkan melalui Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014,

yakni melalui pelabuhan Jakarta/ Pasar Ikan senilai US$ 14,28 ribu (4,2

ton). Hal ini menunjukkan kurangnya pengawasan di lapangan dalam

penerapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol karena masih

adanya pasokan impor produk Minuman Beralkohol yang masuk di luar

pelabuhan yang telah ditetapkan.

Di sisi lain, penetapan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan

Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan

TANJUNG PERAK47.27%

TANJUNG PRIOK41.29%

TANJUNG UBAN7.25%

NGURAH RAI (U)2.75%

SEKUPANG0.70%

SOEKARNO-HATTA (U)0.56%

JUANDA (U)-SURABAYA

0.19%

2014

TANJUNG PERAK TANJUNG PRIOK TANJUNG UBAN

NGURAH RAI (U) SEKUPANG SOEKARNO-HATTA (U)

JUANDA (U)-SURABAYA

TANJUNG PERAK48.29%

TANJUNG PRIOK42.37%

TANJUNG UBAN6.41%

SOEKARNO-HATTA (U)1.37%

NGURAH RAI (U)1.19%

JUANDA (U)-SURABAYA

0.22%

JAKARTA / PASAR IKAN0.15%

2015

TANJUNG PERAK TANJUNG PRIOK TANJUNG UBAN SOEKARNO-HATTA (U)

NGURAH RAI (U) JUANDA (U)-SURABAYA JAKARTA / PASAR IKAN

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 54

Soekarno Hatta di Makassar sebagai pintu masuk impor produk Minuman

Beralkohol di Indonesia dalam Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 dan

Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 dinilai tidak efektif mengingat tidak

adanya importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan-

pelabuhan tersebut sejak tahun 2010 sebagaimana data yang diterbitkan

oleh Badan Pusat Statistik (2016). Hal ini diperkuat juga oleh hasil

kunjungan lapangan dan wawancara dengan perwakilan dari Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara dan Kantor

Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe A3 Bitung yang

mengkonfirmasi ketiadaan importasi produk Minuman Beralkohol melalui

pelabuhan Bitung di Manado. KPPBC Tipe A3 Bitung tidak pernah

melakukan custom clearance atau kewajiban perpajakan produk Minuman

Beralkohol di pelabuhan Bitung. Produk Minuman Beralkohol yang beredar

di Provinsi Sulawesi Utara diduga dikirimkan dari pelabuhan Tanjung Priok

dan pelabuhan Tanjung Perak. Selain itu, data Direktorat Impor, Direktorat

Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016)

yang menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan importir minuman

beralkohol di Indonesia yang ditetapkan sebagai Importir Terdaftar

Minuman Beralkohol (IT-MB) pada periode 2010-2015 berdomisili di

provinsi DKI Jakarta sedangkan satu perusahaan berada di provinsi Bali.

Tabel 5.1 Jumlah Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB)

Berdasarkan Provinsi Tahun 2010-2015

Sumber: Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016), diolah Puska Daglu.

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Perusahaan/ Importir IT-MB 8 16 14 14 14 16

Provinsi DKI Jakarta 7 14 11 11 11 11

Provinsi Bali 1 2 1 1 1 1

Tidak ada keterangan alamat 0 2 2 2 4

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 55

Meskipun mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia

masuk melalui pelabuhan tertentu pasca ditetapkannya Permendag No.

43/M-DAG/PER/9/2009, ironisnya impor produk Minuman Beralkohol

Indonesia justru mengalami kenaikan signifikan, baik dari segi nilai maupun

volume. Rata-rata pertumbuhan nilai impor produk Minuman Berakohol

Indonesia periode 2010-2013 berkisar 15,59 persen per tahunnya

sedangkan rerata pertumbuhan volume impor produk Minuman Beralkohol

pada periode yang sama sebesar 9,97 persen per tahunnya. Kenaikan

impor ini dipicu oleh tingginya pertumbuhan impor di pelabuhan Tanjung

Uban sebesar 37,62 persen/tahun , pelabuhan Tanjung Priok sebesar 20,02

persen/tahun dan pelabuhan Tanjung Perak sebesar 12,96 persen/tahun.

Nilai impor produk Minuman Beralkohol Indonesia melonjak 1.435,77

persen pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya, dari US$ 0,5 juta

menjadi US$ 7,67 juta. Pada tahun yang sama volume impor produk

Minuman Beralkohol juga naik dari 108,65 ton menjadi 1,18 ribu ton.

Berbeda dengan pengimplementasian kebijakan impor produk

Minuman Beralkohol sebelumnya, impor produk Minuman Beralkohol

Indonesia justru mengalami penurunan pasca pengimplementasian

kebijakan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Impor produk Minuman

Beralkohol yang melalui beberapa pelabuhan laut dan bandara udara

internasional menunjukkan penurunan, hanya impor produk Minuman

Beralkohol yang melalui pelabuhan Tanjung Uban yang justru mengalami

kenaikan.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 56

Tabel 5.2 Kinerja Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia

Berdasarkan Pelabuhan Bongkar

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%)

2006-2009

Trend (%)

2010-2013

Perub.(%)

2015/2014

Pangsa (%)

2010

Pangsa (%)

2014

Pangsa (%)

2015

Total Impor Produk Minuman

Beralkohol

296,314 477,928 926,346 8,484 3,045,811 499,554 7,671,999 10,632,562 13,596,655 11,457,034 14,127,469 9,709,806 49.64 15.59 -31.27 100.00 100.00 100.00

1 TANJUNG PERAK 0 0 0 0 7,473 0 3,674,615 7,262,395 7,390,145 5,483,532 6,677,611 4,688,926 12.96 -29.78 47.90 47.27 48.29

2 TANJUNG PRIOK 258,967 372,087 912,170 33 503,793 0 3,193,502 2,586,542 4,841,156 4,760,971 5,833,660 4,114,189 20.02 -29.47 41.63 41.29 42.37

3 TANJUNG UBAN 0 0 0 0 0 0 251,487 533,210 654,858 680,795 1,023,568 622,467 37.62 -39.19 3.28 7.25 6.41

4 SOEKARNO-HATTA (U) 23,021 22,299 5,667 330 2,268 4,650 0 67,236 405,223 137,979 78,907 132,810 14.27 68.31 0.00 0.56 1.37

5 NGURAH RAI (U) 10,530 0 253 0 764,176 387,666 545,714 183,179 215,347 378,398 388,215 115,609 -8.94 -70.22 7.11 2.75 1.19

6 JUANDA (U)-SURABAYA 0 0 0 0 0 12,101 0 0 0 0 26,439 21,525 -18.59 0.00 0.19 0.22

7 JAKARTA / PASAR IKAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14,280 0.00 0.00 0.15

8 SEKUPANG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 99,069 0 -100.00 0.00 0.70 0.00

9 TANJUNG EMAS 0 0 0 0 116,945 0 6,681 0 24,447 0 0 0 0.09 0.00 0.00

10 BATU AMPAR 0 80,124 0 0 1,651,156 95,133 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

11 HALIM PERDANA KUSUMA (U) 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

12 SUNGAI GUNTUNG 0 0 2,501 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

13 PEKAN BARU 0 0 4,193 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

14 MERAK 0 0 1,536 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

15 AMAMAPARE 0 0 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

16 LOBAM 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

17 BALIKPAPAN 409 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

18 BELAKANG PADANG 0 0 0 0 0 0 0 0 65,479 0 0 0 0.00 0.00 0.00

19 BIMA 0 0 0 92 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

20 BULELENG 0 3,137 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

21 ENTIKONG 0 0 0 7,728 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

22 SELAT PANJANG 0 0 0 105 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

23 TANJUNG BALAI KARIMUN 0 281 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

24 TANJUNG PINANG 3,387 0 0 0 0 0 0 0 0 15,359 0 0 0.00 0.00 0.00

25 UJUNGPANDANG 0 0 0 196 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00Keterangan:

Pelabuhan tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk Minuman Beralkohol

XXX Pelabuhan pada kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas

No PELABUHAN Nilai Impor (USD)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 57

Tabel 5.3 Kinerja Volume Impor Produk Minuman Beralkohol

Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu.

Sejalan dengan pengimplementasian Permendag No. 43/M-

DAG/PER/9/2009, pemerintah menetapkan alokasi impor produk Minuman

Beralkohol. Alokasi impor produk Minuman Beralkohol selama periode

2010-2013 cenderung naik sebesar 10,78 persen sedangkan rata-rata

pertumbuhan realisasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia per

tahunnya sekitar 12,38 persen. Dari catatan Direktorat Impor, Direktorat

Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2016)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%)

2006-2009

Trend (%)

2010-2013

Perub.(%)

2015/2014

Pangsa (%)

2010

Pangsa (%)

2014

Pangsa (%)

2015

Total Impor Produk Minuman

Beralkohol

292,535 13,699 461,886 108,647 1,188,378 1,173,449 1,519,441 1,496,832 1,716,281 1,277,862 5.62 9.97 -25.54 100.00 100.00 100.00

1 TANJUNG PERAK 0 0 1,425 0 312,521 551,126 528,679 614,720 627,157 505,687 21.99 -19.37 26.30 36.54 39.57

2 TANJUNG PRIOK 212,000 16 174,761 0 770,202 426,937 686,002 640,655 650,959 549,786 -0.78 -15.54 64.81 37.93 43.02

3 TANJUNG UBAN 0 0 0 0 58,352 165,995 219,718 190,796 372,141 185,567 46.73 -50.14 4.91 21.68 14.52

4 SOEKARNO-HATTA (U) 786 24 1,360 1,177 0 7,416 23,808 5,851 4,529 9,492 69.02 109.58 0.00 0.26 0.74

5 NGURAH RAI (U) 17 0 129,315 99,037 46,893 21,975 21,409 36,269 42,271 22,518 -7.66 -46.73 3.95 2.46 1.76

6 JUANDA (U)-SURABAYA 0 0 0 1,063 0 0 0 0 1,804 612 -66.08 0.00 0.11 0.05

7 JAKARTA / PASAR IKAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,200 0.00 0.00 0.33

8 SEKUPANG 0 0 0 0 0 0 0 0 17,420 0 -100.00 0.00 1.01 0.00

9 TANJUNG EMAS 0 0 19,949 0 410 0 9,087 0 0 0 0.03 0.00 0.00

10 BATU AMPAR 0 0 135,076 7,364 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

11 HALIM PERDANA KUSUMA (U) 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

12 SUNGAI GUNTUNG 52,100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

13 PEKAN BARU 17,120 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

14 MERAK 10,506 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

15 AMAMAPARE 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

16 LOBAM 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

17 BALIKPAPAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

18 BELAKANG PADANG 0 0 0 0 0 0 30,738 0 0 0 0.00 0.00 0.00

19 BIMA 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

20 BULELENG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

21 ENTIKONG 0 13,388 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

22 SELAT PANJANG 0 210 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

23 TANJUNG BALAI KARIMUN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

24 TANJUNG PINANG 0 0 0 0 0 0 0 8,541 0 0 0.00 0.00 0.00

25 UJUNGPANDANG 0 53 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 0.00

No PELABUHAN Volume Impor (Kg)

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 58

jumlah alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia yang

ditetapkan untuk tahun 2013 sebanyak 539,5 ribu karton atau setara

dengan 4,85 juta liter produk Minuman Beralkohol, turun 14,36 persen dari

tahun sebelumnya (630 ribu karton atau 5,67 juta liter) atau 1,37 kali lipat

dibandingkan dengan alokasi pada tahun 2010 (393 ribu karton atau 3,54

juta liter). Pada tahun 2013 realisasi impor produk Minuman Beralkohol

Indonesia mencapai 81,56 persen dari alokasi impor yang telah ditetapkan

atau sekitar 440 ribu karton (3,96 juta liter), lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata realisasi impor produk Minuman Beralkohol selama tahun

2010-2013 sebesar 76,77 persen.

Tabel 5.4 Perkembangan Alokasi dan Realisasi Impor Produk

Minuman Beralkohol Indonesia

Keterangan: 1 karton = 9 liter Sumber: Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016), diolah Puska Daglu.

Sementara itu, pasca diterapkannya Permendag No. 20/M-

DAG/PER/4/2014 alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia

pada tahun 2015 naik 7,79 persen dari sebesar 409,01 ribu karton (3,68

juta liter) menjadi 440,86 ribu karton (3,97 juta liter). Realisasi impor produk

Minuman Beralkohol pada tahun yang sama mencapai 376,23 ribu karton

(3,38 juta liter) atau 85,34 persen dari alokasi yang telah ditetapkan.

Dengan mengkomparasikan data alokasi impor (duty paid) dengan

volume impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dapat dilihat adanya

hubungan positif di antaranya keduanya. Hal ini mengindikasikan semakin

tinggi alokasi impor yang ditetapkan oleh pemerintah maka semakin naik

pula volume impor produk Minuman Beralkohol. Akan tetapi, pernyataan

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%)

2010-2013

Perub. (%)

2015/2014

Alokasi Impor (Karton) 393,000 585,540 630,000 539,500 409,012 440,860 10.78 7.79

Realisasi Impor (Karton) 296,600 458,907 451,594 440,010 304,690 376,225 12.38 23.48

% Realisasi Impor 75.47 78.37 71.68 81.56 74.49 85.34 1.45 14.56

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 59

tersebut tidak dapat mengeneralisasikan kondisi yang ada mengingat data

volume impor produk Minuman Beralkohol yang dipublikasikan Badan

Pusat Statistik Indonesia (2016) memuat data impor di kawasan

perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sedangkan data alokasi impor

(duty paid) yang dicatat oleh Direktorat Impor, Direktorat Jenderal

Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2016) tidak

mencakup alokasi impor di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan

bebas. Penetapan alokasi impor di kawasan perdagangan bebas dan

pelabuhan bebas, seperti di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan

bebas bintan, ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Bintan (BP Bintan).

Gambar 5.4 Perkembangan Volume, Alokasi dan Realisasi Impor Produk Minuman Alkohol Indonesia Tahun 2010-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.

393,000

585,540

630,000

539,500

409,012

440,860

296,600 458,907 451,594 440,010 304,690 376,225

1.19 1.17

1.52 1.50

1.72

1.28

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Alokasi Impor (Karton) - RHS Realisasi Impor (Karton) - RHS Volume impor (ribu ton) - LHS

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 60

5.2 Dampak Penetapan Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol

Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap Industri Pariwisata,

Konsumen dan Produsen Sejenis

Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan

tertentu yang ada saat ini memiliki implikasi terhadap industri pariwisata,

konsumen, dan produsen sejenis.

1. Industri Pariwisata

Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu

berdampak signifikan terhadap industri pariwisata di Provinsi Bali. Dari

catatan Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri,

Kementerian Perdagangan (2016), saat ini hanya terdapat satu importir

produk Minuman Beralkohol yang memiliki IT-MB di Provinsi Bali.

Pemasok produk Minuman Beralkohol asal impor untuk kebutuhan

industri pariwisata lainnya berada di Jakarta. Selama ini produk

Minuman Beralkohol asal impor yang masuk ke Provinsi Bali diturunkan

di pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan bandara udara

internasional Ngurah Rai. Kondisi ini membuat produk Minuman

Beralkohol asal impor yang dijual di Bali semakin mahal, sedangkan di

sisi lain Provinsi Bali hanya mengandalkan industri pariwisata. Oleh

karena itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali

mengusulkan agar pelabuhan Benoa dibuka menjadi pelabuhan ekspor-

impor dan menjadi pintu masuk produk Minuman Beralkohol agar harga

barang impor menjadi lebih murah dan produk ekspor asal Provinsi Bali

menjadi semakin kompetitif.

Adapun yang menjadi keluhan dari industri pariwisata di Provinsi Bali

adalah Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 yang melarang penjualan

minuman beralkohol berkadar di bawah 5 persen (golongan A) di

minimarket dan pengecer sangat mempengaruhi industri pariwisata

karena para turis asing selalu mencari minuman beralkohol (Nasrum,

2015). Data Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) mencatat

konsumsi alkohol terbanyak ada di Bali sebesar 50 persen, sedangkan

konsumsi terbesar kedua ada di Jakarta sebanyak 40 persen. Sepuluh

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 61

persen konsumsi lainnya tersebar di daerah wisata Indonesia bagian

Timur, seperti di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia

(PHRI) Bintan mengeluhkan keresahan dan ketidakadilan dari adanya

kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan

tertentu, khususnya untuk Pulau Bintan. Secara administrasi, pulau

Bintan memiliki tiga pemerintahan, yakni pemerintah Kota Tanjung

Pinang, pemerintah Kabupaten Bintan, dan pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau. Di dalam Pulau Bintan sendiri terdapat Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan yang

meliputi a) sebagian dari wilayah Kabupaten Bintan serta seluruh

Kawasan Industri Galang Batang, Kawasan Industri Maritim dan Pulau

Lobam dan b) sebagian dari wilayah Kota Tanjung Pinang yang meliputi

Kawasan Industri Senggarang dan Kawasan Industri Dompak Barat.

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) dalam

Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, impor Minuman Beralkohol ke

dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas hanya

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan

perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Kemudian, impor Minuman

Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan

bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan

bebas (Pasal 11 ayat (4) dalam Permendag No. 20/M-

DAG/PER/4/2014). Berkaitan dengan hal tersebut, penerbitan izin

penunjukan sebagai Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) di

KPBPB Bintan berada bawah kewenangan Badan Pengusahaan

Kawasan Bintan Wilayah Kabupaten Bintan (BP Bintan) Kepulauan

Riau. Sebagai konsekuensi dari Permendag No. 20/M-

DAG/PER/4/2014 tersebut, wilayah lainnya yang berada di Pulau Bintan

yang bukan termasuk KPBPB Bintan harus melakukan impor dari

pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan dan bandara udara

internasional. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan di dalam pelaksanaan

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 62

dan pengawasan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol di Pulau

Bintan.

Pada tahun 2015 BP Bintan hanya memberikan izin impor produk

Minuman Beralkohol (IT-MB) ke satu perusahaan importir di KPBPB

Bintan dengan alokasi impor produk Minuman Beralkohol golongan A

sebanyak 15.600 karton dan 1.550 barel, golongan B sebesar 4.280

karton, dan golongan C sebanyak 1.495 karton. Dengan importir tunggal

produk Minuman Beralkohol yang memegang IT-MB, industri pariwisata

di KPBPB Bintan mengeluhkan tingginya harga pembelian produk

Minuman Beralkohol dibandingkan dengan harga produk Minuman

Beralkohol di luar KPBPB Bintan dan Singapura. Dari sisi pasokan,

industri pariwisata di KPBPB Bintan tidak mengalami kendala pasca

adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Pada awal tahun 2016

BP Bintan telah menerbitkan izin IT-MB bagi satu perusahaan importir

produk Minuman Beralkohol lainnya sehingga jumlah perusahaan yang

memiliki IT-MB di KPBPB Bintan menjadi dua perusahaan.

Ketua PHRI Bintan dan perwakilan industri pariwisata yang berlokasi di

luar KPBPB Bintan mengeluhkan adanya perbedaan kebijakan impor

Minuman Beralkohol yang diterapkan di Pulau Bintan. Hal ini

menimbulkan kebingungan bagi industri pariwisata di luar KPBPB

Bintan untuk menentukan dan mendapatkan pemasok produk Minuman

Beralkohol asal impor (baik subdistributor, distributor, maupun importir).

Selama ini pasokan produk Minuman Beralkohol di luar KPBPB Bintan

dipasok dari pemasok yang sama dengan pemasok industri pariwisata

KPBPB Bintan dan pasokan dari Jakarta.

Sama halnya dengan keluhan industri pariwisata di Bali, pihak industri

pariwisata di Bintan mengeluhkan larangan penjualan produk Minuman

Beralkohol di minimarket dan pengecer. Selain itu, kalangan industri

pariwisata di Bintan mengeluhkan adanya Peraturan Daerah (Perda)

No. 6 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman

Beralkohol.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 63

2. Produsen Sejenis

Salah satu produsen sejenis yang berada di Provinsi Banten merasakan

adanya penurunan penjualan dan ketatnya persaingan usaha sebagai

implikasi dari adanya kebijakan penetapan pelabuhan tertentu untuk

impor produk Minuman Beralkohol yang lokasinya berdekatan dengan

lokasi produsen sejenis. Oleh karena itu, penetapan pelabuhan tertentu

untuk impor produk Minuman Beralkohol dinilai perlu

mempertimbangkan lokasi produsen sejenis, kelengkapan infrastruktur,

dan instansi terkait serta waktu peralihan untuk penyesuaian kebijakan

baru dengan kondisi yang dihadapi.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 64

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu

berdampak pada pergeseran dalam struktur impor produk Minuman

Beralkohol Indonesia yang semula sebagian besar menggunakan moda

transportasi udara melalui bandara udara internasional beralih

menggunakan moda transportasi laut melalui pelabuhan laut. Mayoritas

impor produk Minuman Beralkohol Indonesia masuk melalui pelabuhan

tertentu yang telah ditetapkan. Namun demikian ditemukan bahwa tidak

adanya pemanfaatan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan

Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan

pelabuhan Soekarno Hatta di Makassar sebagai pelabuhan pintu masuk

impor produk Minuman Beralkohol.

2. Alokasi impor (duty paid) memiliki hubungan positif dengan volume

impor produk Minuman Beralkohol Indonesia. Alokasi impor produk

Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015 mencapai 440,86 ribu

karton, naik sebesar 7,79 persen dibanding tahun 2014. Adapun

realisasi impor produk Minuman Beralkohol sebesar 376,22 ribu ton atau

sekitar 85,34 persen dari alokasi yang telah ditetapkan. Namun

berdasarkan hasil perbandingan antara alokasi dan realisasi impor

produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu ditemukan

ketidakselarasan di antara realisasi impor produk Minuman Beralkohol

melalui pelabuhan tertentu dengan alokasi impor yang telah ditetapkan

pada tahun 2014. Nilai impor produk Minuman Beralkohol pada

pelabuhan tertentu justru mengalami peningkatan, padahal pemerintah

menurunkan alokasi impornya pada tahun tersebut.

3. Penetapan pelabuhan tertentu sebagai Pelabuhan Tertentu memiliki

pengaruh terhadap penurunan pemasokan dan meningkatkan biaya

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 65

atas pembelian produk Minuman Beralkohol bagi industri pariwisata,

menurunkan penjualan dan meningkatkan persaingan usaha bagi

produsen sejenis, dan meningkatkan harga di tingkat konsumen.

6.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis, maka kami merekomendasikan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Penetapan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan Tanjung

Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan

Soekarno Hatta di Makassar sebagai pintu masuk impor produk

Minuman Beralkohol di Indonesia dalam Permendag No. 20/M-

DAG/PER/4/2014 dapat ditinjau ulang karena tidak adanya

pemanfaatan keempat pelabuhan tersebut dalam importasi produk

Minuman Beralkohol.

2. Perlu evaluasi pengawasan implementasi kebijakan impor produk

Minuman Beralkohol yang masuk melalui pelabuhan tertentu yang telah

ditetapkan melalui Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, terkait

ditemukannya importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan

Jakarta/ Pasar Ikan.

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 66

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2016). Data Perdagangan Ekspor dan Impor Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (2014). Survei Konsumsi Makanan Individu: Studi Dier Total 2014. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan.

Kementerian Perindustrian. (2016). Perkembangan Nilai Output Industri Besar dan Sedang Indonesia. Jakarta: Kementerian Perindustrian.

Kementerian Perindustrian. (2016). Perkembangan Nilai Produksi Industri Besar dan Sedang Indonesia. Jakarta: Kementerian Perindustrian.

Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. (2003). International Economics: Theory and Policy. Pearson Education Internasional.

Masngudi. 2006. Diktat kuliah Ekonomi Internasional Lanjutan. Jakarta: Universitas Borobudur.

Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press.

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2012). Kajian Kebijakan Penentuan Pelabuhan Tertentu Sebagai Pintu Masuk Impor Produk Tertentu. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan.

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2013). Analisis Usulan Impor Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Krueng Geukeuh Aceh Utara dan Kuala Langsa. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan.

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2014). Analisis Usulan Impor Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Bitung. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan.

Salvatore D. (1997). Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

WHO. (2014). Global Status Report on Alcohol and Health 2014. Luxemburg: WHO.

Widayanto, S. (2011). Fasilitasi dan Aturan Perdagangan: Prosedur Notifikasi WTO Untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang Perdagangan: Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). Direktorat Kerjasama Multilateral, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta: Direktorat Kerjasama

PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 67

Multilateral, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan