laporan akhir kajian penyusunan …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/kajian...kajian ini...

172
LAPORAN AKHIR KAJIAN PENYUSUNAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR INDONESIA 2015-2019 PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014

Upload: vuongnguyet

Post on 14-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENYUSUNAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR INDONESIA 2015-2019

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2014

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan ii

KATA PENGANTAR

Peranan ekspor sebagai salah satu sumber utama penerimaan

devisa negara adalah sangat strategis dan penting dalam menunjang

kelangsungan pembangunan perekonomian nasional. Oleh sebab itu,

keberhasilan dalam membangun dan meningkatkan kinerja ekspor akan

sangat menentukan terhadap kelangsungan pembangunan perekonomian

nasional.

Pada tahun 2014 pemerintah mentargetkan ekspor tumbuh 5,5% -

6,5%. Untuk mencapai target tersebut, ketergantungan yang tinggi

terhadap negara dan produk ekspor tertentu harus diminimalisir demi

kestabilan kinerja ekspor Indonesia. Bila terjadi penurunan permintaan

dari suatu negara atau produk tertentu yang selama ini menjadi andalan

ekspor Indonesia, maka dikhawatirkan akan berpengaruh signifikan

terhadap kinerja ekspor nasional beberapa tahun mendatang.

Oleh sebab itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

menyusun kajian tentang Strategi Pengembangan Ekspor Indonesia 2015-

2019. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya

mempertahankan kesinambungan kinerja ekspor Indonesia dan masukan

untuk penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan 2015-

2019.

Akhirnya, kami menyadari bahwa laporan hasil kajian Penyusunan

Strategi Pengembangan Ekspor Indonesia 2015-2019 ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada semua

pihak atas segala masukan dan sarannya demi kesempurnaan laporan ini.

Jakarta, Oktober 2014

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iii

ABSTRAK

KAJIAN PENYUSUNAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR INDONESIA 2015-2019

Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi peluang, tantangan,

dan hambatan dalam memperluas pasar ekspor Indonesia ke negara

mitra dagang, (2) Mengidentifikasi peluang, tantangan, dan hambatan

dalam mengembangkan produk ekspor Indonesia ke pasar tradisional dan

prospektif, serta (3) Menyusun strategi pengembangan ekspor Indonesia

periode 2015-2019. Ruang lingkup negara tujuan ekspor penelitian ini

adalah Amerika Serikat, Belanda, China, Arab Saudi, Jepang, dan

Malaysia. Selain itu, produk yang menjadi cakupan dalam penelitian ini

adalah makanan olahan, produk kayu dan furniture, kulit dan produk kulit,

serta produk kerajinan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah

melalui survey dan FGD sserta dianalisis menggunakan metode Analytical

Network Process (ANP). Hasil kajian menunjukkan bahwa peningkatan

kualitas produk agar sesuai dengan standar negara tujuan ekspor

merupakan strategi yang paling penting untuk diwujudkan dalam rangka

pengembangan ekspor Indonesia. Strategi lainnya yang dapat

diaplikasikan oleh Kementerian Perdagangan adalah pendirian outlet

dengan konsep Jendela Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor dan

negara penghubung ekspor agar masyarakat internasional mudah dalam

mengakses info produk Indonesia.

Kata kunci: ekspor, pengembangan ekspor, produk ekspor, negara tujuan

ekspor, ANP

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iv

ABSTRACT

STUDY OF STRATEGY ARRANGEMENT FOR INDONESIAN EXPORT DEVELOPMENT 2015-2019

This study aims to (1) identify opportunities, challenges, and

obstacles in expanding market of Indonesian exports to trading partners,

(2) identify opportunities, challenges, and obstacles in developing of

Indonesian exports to traditional and prospective market, and (3) Develop

Indonesia's export development strategy for 2015-2019 period. The scope

of this study for export destinations are the United States, Netherlands,

China, Saudi Arabia, Japan, and Malaysia. In addition, the scope of the

products in this study were processed foods, wood products and furniture,

leather and leather products, and handicraft products. The data collection

method used is through surveys and Focus Group Discussions (FGD) then

analyze using Analytical Network Process (ANP). The results show that

increasing the quality of the product to conform to the standards of export

destinations is the most important strategy to be realized in the framework

of the development of Indonesia's exports. Another strategy that can be

applied by the Ministry of Trade is the establishment of outlets with

Indonesian Window concept in some destination countries and countries

of export to the international community liaison easy to access info of

Indonesia’s product.

Keywords: exports, export development, export products, export

destinations, ANP

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii ABSTRAK .................................................................................................. iii ABSTRACT ................................................................................................ iv DAFTAR ISI ............................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR GRAFIK ..................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 8 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8 1.4 Output dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8

1.4.1 Output Penelitian ....................................................................... 8 1.4.2 Manfaat Penelitian ..................................................................... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 9 1.6 Sistematika Laporan ................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 12 2.1 Strategi Pengembangan Ekspor ................................................. 12

2.1.1. Promosi Ekspor ................................................................... 12 2.1.2. Diversifikasi Ekspor.............................................................. 19 2.1.3 Diversifikasi versus Spesialisasi .......................................... 21

2.2. Penyusunan Strategi Pengembangan Ekspor: Analytic Network Process (ANP) ............................................................................ 22

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................................... 25 2.4. Kerangka Pemikiran ................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 31 3.1 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ 31 3.2 Teknik Analisis ............................................................................... 32

3.2.1 Prinsip Dasar ANP ................................................................... 32 3.2.2 Kriteria Model ANP Pengembangan Ekspor ........................... 36

BAB IV KEBIJAKAN DAN KINERJA EKSPOR INDONESIA.................... 41 4.1 Kebijakan Pengembangan Ekspor Indonesia ................................ 41 4.2 Kinerja Ekspor Indonesia Menurut Sektor ...................................... 46

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan vi

4.2.1 Kinerja Ekspor Sektor Migas .................................................... 46 4.2.2 Kinerja Ekspor Sektor Non Migas ............................................ 48

4.3 Kinerja Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan ................. 50 4.4 Kinerja Ekspor Indonesia Berdasarkan Produk Terpilih ............. 54

BAB V ANALISIS PELUANG, TANTANGAN DAN HAMBATAN PENGEMBANGAN EKSPOR INDONESIA .............................................. 60

5.1. Produk Makanan Olahan Indonesia .............................................. 61 5.1.1. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Tiongkok ............................................................... 66 5.1.2. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Jepang .................................................................. 67 5.1.3. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Amerika Serikat .................................................... 68 5.1.4. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Arab Saudi ............................................................ 68 5.1.5. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Belanda ................................................................ 69 5.1.6. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Malaysia ............................................................... 69

5.2 Kulit dan Produk Kulit ..................................................................... 72 5.2.1 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Tiongkok.................................................................... 74 5.2.2 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Jepang ...................................................................... 75 5.2.3 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Amerika Serikat ......................................................... 76 5.2.4 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Arab Saudi ................................................................ 77 5.2.5 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Belanda ..................................................................... 78 5.2.6 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Malaysia .................................................................... 79

5.3 Produk Kayu dan Furniture ............................................................ 82 5.3.1 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Tiongkok ............................................................ 85 5.3.2 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Jepang ............................................................... 86 5.3.3 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Amerika Serikat ................................................. 89

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan vii

5.3.4 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Arab Saudi ......................................................... 90 5.3.5 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Belanda .............................................................. 91 5.3.6 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Malaysia ............................................................. 92

5.4 Produk Kerajinan ........................................................................... 94 5.4.1 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Tiongkok ........................................................................... 96 5.4.2 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Jepang .............................................................................. 97 5.4.3 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Amerika Serikat ................................................................. 98 5.4.4 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Arab Saudi ........................................................................ 99 5.4.5 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Belanda ............................................................................. 99 5.4.6 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Malaysia .......................................................................... 100

5.5 Profil Importir Korea Selatan untuk Produk Makanan Minuman, Produk Kayu dan Furniture, serta Produk Kulit dari Indonesia . 103

5.6 Implikasi Hasil .............................................................................. 107 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR DI BEBERAPA NEGARA ................................................................................................ 110

6.1 Strategi Pengembangan Ekspor di Malaysia ............................ 112 6.2 Strategi Pengembangan Ekspor diThailand ............................. 115 6.3 Strategi Pengembangan Ekspor di Brazil ................................. 117 6.4 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Amerika Serikat ............. 120 6.5 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Newfondland dan Labrador

................................................................................................. 127 6.6 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Jamaika ......................... 130 6.7 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Dominika ........................ 131

BAB VII ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKSPOR INDONESIA ........................................................................................... 135

7.1 Strategi Pengembangan Ekspor ............................................... 135 7.2 Prioritas Negara Tujuan dan Alternatif Strategi Berdasarkan

Komoditi ................................................................................... 137 7.2.1. Kulit dan Produk Kulit......................................................... 137 7.2.2. Produk Kerajinan Tangan .................................................. 141

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan viii

7.2.3. Produk Makanan dan Minuman Olahan............................. 144 7.2.4. Produk Kayu dan Furniture ................................................ 148

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ................. 152 8.1 Kesimpulan ............................................................................... 152 8.2 Rekomendasi Kebijakan ........................................................... 154

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 155 LAMPIRAN............................................................................................. 158

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan ix

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Kinerja Perdagangan Indonesia (USD Miliar). 3

Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Indonesia Periode 2012 – 2013…….. 5

Tabel 1.3 Negara Tujuan Ekspor Kajian…………………………………… 9

Tabel 1.4 Komoditi Ekspor Kajian………………………………………….. 10

Tabel 2.1 Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik…………………... 24

Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Ekspor Migas Indonesia (USD Juta)….. 47

Tabel 4.2 Struktur Ekspor Migas Indonesia (Persen)……………………. 48

Tabel 4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia (USD Juta 49

Tabel 4.4 Struktur Ekspor Non Migas Indonesia (Persen)………………. 50

Tabel 4.5 Nilai Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan (USD

Juta)………………………………………………………………… 51

Tabel 4.6 Pangsa Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan

(Persen)……………………………………………………………. 52

Tabel 4.7 Nilai Ekspor Indonesia Ke Negara Tujuan Potensial (USD

Juta)………………………………………………………………… 53

Tabel 4.8 Kinerja Ekspor Produk Terpilih………………………………….. 55 Tabel 4.9 Kinerja Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ke

Beberapa Negara Mitra Utama (USD Juta)…………………….

56

Tabel 4.10 Kinerja Ekspor Kulit dan Produk Kulit Indonesia ke Beberapa

Negara Mitra (USD Juta)…………………………………………

57

Tabel 4.11 Kinerja Ekspor Produk Kayu dan Furniture Indonesia ke

Beberapa Negara Mitra (USD Juta)…………………………….

58

Tabel 4.12 Kinerja Ekspor Produk Kerajinan Indonesia ke Beberapa

Negara Mitra (USD Juta)…………………………………………

59

Tabel 5.1 Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Produk

Makanan Olahan Indonesia Ke Negara Tujuan………………

70

Tabel 5.2 Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Kulit dan Produk

Kulit Indonesia Ke Negara Tujuan………………………………

79

Tabel 5.3 Jenis-jenis Standar yang Berlaku di Jepang Untuk Berbagai

Produk Kayu……………………………………………………....

88

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan x

Tabel 5.4 Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Produk Kayu

dan Furniture Indonesia Ke Negara Tujuan……………………

93

Tabel 5.5 Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Produk

Kerajinan Indonesia Ke Negara Tujuan………………………...

101

Tabel 7.1 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi

Pengembangan Ekspor Kulit dan Produk Kulit……………......

140

Tabel 7.2 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi

Pengembangan Ekspor Produk Kerajinan Tangan……………

143

Tabel 7.3 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi

Pengembangan Ekspor Produk Makanan dan Minuman

Olahan………………………………………………………………

147

Tabel 7.4 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi

Pengembangan Ekspor Produk Kayu dan Furniture................

150

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan xi

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian…………………………. 29

Gambar 3.1 Perbandingan Hirarki Linier dan Jaringan Feedback…. 34

Gambar 3.2 Kerangka Kriteria Model ANP Untuk Pengembangan

Ekspor Berdasarkan Produk dan Negara Tujuan……...

40

Gambar 7.1 Prioritas Strategi Pengembangan Ekspor Indonesia…. 137

Gambar 7.2 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Kulit dan Produk Kulit. 138

Gambar 7.3 Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor

Kulit dan Produk Kulit…………………………………….

139

Gambar 7.4 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Produk Kerajinan

Tangan………………………………………………………

141

Gambar 7.5 Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor

Kulit dan Produk Kulit………………………………….....

142

Gambar 7.6 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Produk Makanan dan

Minuman Olahan…………………………………………..

145

Gambar 7.7 Prioritas Alternatif Strategi Ekspor Produk Makanan

dan Minuman Olahan…………………………………….

146

Gambar 7.8 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Produk Kayu dan

Furniture……………………………………………………

149

Gambar 7.9 Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor

Produk Kayu dan Furniture………………………………

150

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Perkembangan Ekspor Indonesia Periode 2006-2013… 4

Grafik 1.2 Struktur Ekspor Indonesia Menurut Primer dan

Manufaktur Periode Tahun 2004 - 2013…………………

6

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instrumen perdagangan internasional merupakan salah satu

komponen penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Sebagai negara berkembang, Indonesia juga memanfaatkan komponen

ini untuk mengejar pertumbuhan ekonominya. Hingga tahun 2011,

sebesar 11,3 persen sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

berasal dari hasil surplus neraca perdagangan (BPS, 2012). Namun,

tradisi surplus neraca perdagangan Indonesia mulai terganggu

dikarenakan faktor buruknya kinerja perdagangan pada tahun 2012 dan

2013.

Melemahnya kinerja perdagangan Indonesia disebabkan salah

satunya karena rendahnya daya saing dalam percaturan liberalisasi

perdagangan. Indonesia tidak cukup mempersiapkan diri dalam

menghadapi berbagai kesepakatan kerja sama ekonomi dan perdagangan

bebas dalam berbagai skema. Padahal kerja sama ekonomi yang meliputi

perjanjian perdagangan bebas telah menjadi agenda jangka panjang bagi

setiap negara di dunia.

Lebih lanjut, ASEAN Economic Community (AEC) yang akan

diimplementasikan pada tahun 2015 sebagai bentuk integrasi ekonomi

negara-negara anggota ASEAN, akan berdampak pada semakin

liberalnya arus perdagangan baik barang maupun jasa di antara negara-

negara anggota ASEAN. Sehingga, tidak dapat dihindari di masa yang

akan datang perdagangan luar negeri akan menjadi faktor yang semakin

krusial dalam perekonomian Indonesia.

Kecenderungan yang perlu dicermati setelah Indonesia banyak

melakukan kerjasama perdagangan bebas adalah tren pertumbuhan

ekspor tumbuh relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

pertumbuhan impor. Jika terjadi penurunan seperti pada tahun 2013,

maka ekspor akan turun lebih besar dibandingkan dengan impor. Jika hal

ini terus terjadi maka dikhawatirkan neraca perdagangan (nonmigas)

Indonesia akan mengalami defisit. Untuk menghidari kekhawatiran akan

semakin menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas, maka

Indonesia harus melakukan pengembangan ekspor, baik dari aspek

produk ataupun negara tujuan. Oleh sebab itu, kajian penyusunan strategi

pengembangan ekspor sangat perlu dilakukan sebagai bahan

rekomendasi untuk mencapai tujuan pengembangan ekspor.

Selain untuk menghindari defisit neraca perdagangan non migas,

ekspor juga merupakan salah satu instrumen yang memiliki pengaruh

yang cukup besar dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan

pemerataan ekonomi, serta memberikan kontribusi yang cukup berarti

dalam penciptaan lapangan usaha dan peningkatan lapangan kerja serta

peningkatan pendapatan. Lebih lanjut, ekspor merupakan sumber devisa

negara yang dapat digunakan untuk membiayai impor dan hutang negara.

Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya dalam rangka

menggenjot kinerja ekspor nasional. Upaya-upaya yang dilakukan antara

lain, pemerintah Indonesia melakukan berbagai pendekatan baik secara

diplomatis dan mengadopsi “outward-looking trade policies”.

Apabila dicermati lebih jauh, selama periode 2004-2008, kinerja

ekspor Indonesia cukup menggembirakan dengan pertumbuhan ekspor

rata-rata sebesar 17,18% per tahun, namun kemudian kinerja ekspor

Indonesia mengalami fluktuasi. Hal tersebut dikarenakan terjadi krisis

ekonomi global pada akhir tahun 2008 yang berdampak pada kinerja

ekspor Indonesia di tahun 2009 yang mengalami penurunan sebesar

14,97% (YoY). Seiring dengan kembali menguatnya perekonomian global,

kinerja ekspor Indonesia kembali mengalami peningkatan yang cukup

signifikan di tahun 2011 mencapai USD 203,5 miliar atau naik sebesar

28,98% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada tahun sebelumnya

yang hanya mencapai sebesar USD 157,8 miliar (Tabel 1.1).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

Tabel 1.1 Perkembangan Kinerja Perdagangan Indonesia (USD Miliar)

Sumber: BPS, 2014 (diolah Puska Daglu)

Namun demikian, menjelang tahun 2012, ekspor Indonesia kembali

dihadapkan pada situasi perekonomian global yang tidak menentu. Krisis

keuangan di negara-negara Eropa seperti Yunani, Italia, Hongaria,

termasuk Amerika Serikat menjadi penyebab krisis keuangan global masih

berlanjut. Krisis global ini selanjutnya berdampak juga pada menurunnya

permintaan disejumlah negara mitra dagang utama Indonesia di kawasan

Asia Timur seperti RRT, Korea Selatan dan Jepang.

Selama periode tahun 2011-2012, laju pertumbuhan ekspor

Indonesia mengalami perlambatan. Dibandingkan dengan keadaan tahun

2011, permintaan (demand) terhadap produk ekspor Indonesia tahun

2012 hanya mencapai USD 190,0 miliar atau menurun sebesar 6,62%.

Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan pasar luar negeri

dan masih rendahnya harga komoditas di pasar internasional akibat belum

pulihnya perekonomian dunia sebagai dampak krisis global. Sampai akhir

2013, kondisi perekonomian dunia masih dihadapkan pada risiko

memburuknya ekonomi global yang semakin meningkat. Amerika Serikat

masih belum mampu mendongkrak perekonomiannya walaupun berbagai

upaya kebijakan akomodatif fiskal maupun moneter telah dilakukan

pemerintah Amerika Serikat. Di kawasan Eropa, perkembangan terakhir

Trend (%) Trend (%)URAIAN 2004 2008 2004-08 2009 2010 2011 2012 2013 2009-13

Ekspor 71.6 137.0 17.18 116.5 157.8 203.5 190.0 182.6 11.45 Migas 15.6 29.1 14.81 19.0 28.0 41.5 37.0 32.6 14.53 Non Migas 55.9 107.9 17.82 97.5 129.7 162.0 153.0 149.9 10.80

Impor 46.5 129.2 25.83 96.8 135.7 177.4 191.7 186.6 18.03 Migas 11.7 30.6 23.89 19.0 27.4 40.7 42.6 45.3 24.34 Non Migas 34.8 98.6 26.50 77.8 108.3 136.7 149.1 141.4 16.34

Neraca Perdagangan 25.1 7.8 (17.96) 19.7 22.1 26.1 - 1.7 - 4.1 - Migas 3.9 - 1.4 - 0.0 0.6 0.8 - 5.6 - 12.6 - Non Migas 21.1 9.2 (11.69) 19.6 21.5 25.3 3.9 8.6 (28.57)

Nilai : USD Miliar Nilai : USD Miliar

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

menunjukkan belum adanya perkembangan yang cukup berarti, dimana

lembaga pemeringkat internasional Standard & Poors menurunkan

peringkat 9 negara di Eropa karena terlilit krisis utang yang cukup parah.

Keadaan perekonomian global yang masih belum menentu tersebut

hingga 2013 mengakibatkan nilai ekspor Indonesia selama tahun 2013

turun sebesar 3,9% dibandingkan ekspor tahun sebelumnya. Pelemahan

kinerja ekspor tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dialami

negara-negara lain seperti Jepang, Brazil, Malaysia dan Thailand. Namun

demikian apabila dilihat dari sisi volume, volume ekspor selama tahun

2013 meningkat sebesar 17,7% (YoY) (Grafik 1.1).

Grafik 1.1. Perkembangan Ekspor Indonesia Periode 2006-2013

Sumber: BPS, 2014 (diolah Puska Daglu)

Tekanan pada kinerja ekspor nasional tersebut akhirnya

berdampak terhadap defisit neraca perdagangan. Defisit neraca

perdagangan dipicu oleh surplus neraca non migas lebih rendah jika

dibandingkan defisit neraca migas. Pada tahun 2013, defisit neraca

perdagangan Indonesia mencapai USD 4,06 miliar. Selama kurun waktu

tersebut, defisit neraca migas mencapai USD 12,6 miliar, sementara

neraca non migas hanya mengalami surplus sebesar USD 8,5 miliar

(Kementerian Perdagangan, 2014).

100.8114.1

137.0116.5

157.8

203.7190.0

182.6

327.2 342.8 355.0 379.0

478.8

582.2 600.1

706.2

-

150.00

300.00

450.00

600.00

750.00

(30.0)

20.0

70.0

120.0

170.0

220.0

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Juta TonUS$ Miliar Nilai Volume

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

Selama tahun 2013, negara tujuan ekspor Indonesia didominasi

oleh 5 (lima) negara tujuan ekspor utama seperti Jepang, China,

Singapura, Amerika Serikat dan India. Bahkan, pangsa ekspor Indonesia

kelima negara utama tersebut mencapai 52,1% dari total ekspor Indonesia

pada tahun 2013. Tingginya pangsa ekspor kelima pasar tersebut

menunjukkan tingginya ketergantungan dan konsentrasi pasar untuk

ekspor komoditi Indonesia sehingga Indonesia akan sangat bergantung

pada kondisi makro di negara-negara tujuan yang pada akhirnya akan

mempengaruhi permintaan (demand) produk ekspor. Ketergantungan

akan pasar-pasar tersebut tentu dianggap cukup beresiko bagi

perekonomian Indonesia.

Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Indonesia Periode 2012 - 2013

Sumber: BPS, 2014 (diolah Puska Daglu) Ekspor Indonesia tahun 2013 ditopang oleh kinerja ekspor non

migas. Selama tahun 2013, ekspor Indonesia terdiri dari ekspor non migas

sebesar USD 149,9 miliar dan migas sebesar USD 32,6 miliar atau

memiliki pangsa masing-masing sebesar 82,1% dan 17,9% terhadap total

ekspor Indonesia. Struktur ekspor sekilas terlihat sudah ideal karena

didominasi oleh ekspor sektor industri dengan pangsa 61,92% kemudian

diikuit oleh sektor pertambangan (17,08%) dan sektor pertanian (3,13%)

(Tabel 1.2).

TOTAL EKSPOR 190,020.3 182,551.8 -3.93 100.00

Migas 36,977.3 32,633.0 -11.75 17.88 - Minyak Mentah 12,293.4 10,204.7 -16.99 5.59 - Hasil Minyak 4,163.4 4,299.1 3.26 2.36 - Gas 20,520.5 18,129.2 -11.65 9.93

Non Migas 153,043.0 149,918.8 -2.04 82.12 - Pertanian 5,569.2 5,713.0 2.58 3.13 - Industri 116,125.1 113,029.9 -2.67 61.92 - Pertambangan & Lainnya 31,348.7 31,175.9 -0.55 17.08

Uraian2012 2013

Growth 2013/2012

(%)

Peran thd Total

Ekspor 2013 (%)

Nilai FOB (Juta USD)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

Akan tetapi, berdasarkan klasifikasi komoditi yang dikeluarkan oleh

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dimana

komoditi dan produk dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat

teknologinya yaitu primer dan manufaktur. Primer adalah kelompok

komoditi primer dan produk industri pengolahan tahap pertama berbasis

sumber daya alam, sedangkan manufaktur adalah kelompok produk

industri perakitan atau pemasangan dengan menggunakan teknologi

lanjutan. Ekspor Indonesia pada tahun 2013 terdiri dari komoditi dan

produk primer sebesar 63% sementara produk manufaktur hanya sebesar

37% (Grafik 1.2).

Grafik 1.2. Struktur Ekspor Indonesia Menurut Primer dan Manufaktur Periode Tahun 2004- 2013

Sumber: BPS, 2014 (diolah Puska Daglu)

Peningkatan ekspor tertinggi terjadi tahun 2011 yang mencapai

USD 203,5 miliar adalah efek dari tingginya harga beberapa komoditas

dan produk primer dipasar internasional seperti batubara, CPO, karet,

mineral logam dan sebagainya. Hal ini merupakan titik balik karena tahun-

tahun selanjutnya ekspor mengalami penurunan seiring dengan masih

melemahnya perekonomian dibeberapa kawasan. Dari grafik tersebut

terlihat bahwa struktur ekspor Indonesia masih belum ideal karena sangat

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

MANUFAKTUR 36 40 44 48 53 47 58 68 68 68 PRIMER 36 46 56 66 84 70 99 135 122 115

50% 53% 56% 58% 62% 60% 63% 66% 64% 63%50%

47%44% 42%

38%40%

37%

34%36%

37%

-20 40 60 80

100 120 140 160 180 200 220

US

D m

ilia

r

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

ditentukan oleh komoditi dan produk primer yang masih sangat rentan

terhadap gejolak harga komoditas internasional yang beberapa tahun ini

cenderung menurun sebagai dampak dari kondisi perdagangan global

yang juga mengalami penurunan.

Ketidakpastian ekonomi dan gejolak eksternal di beberapa pasar

utama dunia juga memerlukan penyikapan yang taktis bagi Indonesia.

Lebih lanjut, untuk mengantisipasi defisit neraca perdagangan total yang

berkelanjutan serta perlambatan ekspor non migas maka perlu dirancang

strategi pengembangan ekspor dengan mempertimbangkan core

competitiveness produk-produk ekspor Indonesia. Hal tersebut penting

untuk dilakukan bagi Indonesia karena selain untuk pertumbuhan ekonomi

dan perluasan kesempatan kerja, Indonesia juga menghadapi tantangan

dalam pencapaian target-target pembangunan dalam arti yang lebih luas.

Oleh karena itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri merasa

perlu melakukan kajian strategi pengembangan ekspor untuk lima tahun

ke depan, periode 2015-2019. Pasar dan produk ekspor Indonesia yang

patut didorong dalam rangka pengembangan ekspor nasional yang

bernilai tambah akan dikaji lebih mendalam sehingga dapat

mengidentifikasi peluang, permasalahan dan kendala dalam peningkatan

daya saing produk ekspor Indonesia serta untuk merumuskan langkah

strategis kebijakan pengembangan ekspor tahunan menurut produk

selama 2015-2019.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan

sebelumnya, kajian ini akan berusaha menjawab beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peluang, tantangan dan hambatan dalam memperluas

pasar ekspor Indonesia ke negara mitra dagang (main market dan

prospective market)?

2. Bagaimana peluang, tantangan dan hambatan dalam

mengembangkan produk ekspor Indonesia (main product dan

prospective product) ke dunia?

3. Bagaimanakah strategi pengembangan ekspor Indonesia periode

2015-2019?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, maka

tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi peluang, tantangan dan hambatan dalam

memperluas pasar ekspor Indonesia ke negara mitra dagang (main

market dan prospective market);

2. Mengidentifikasi peluang, tantangan dan hambatan dalam

mengembangkan produk ekspor Indonesia (main product dan

prospective products) ke dunia;

3. Menyusun strategi pengembangan ekspor Indonesia periode 2015-

2019.

1.4 Output dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Output Penelitian

Adapun output dari kajian ini berupa laporan tentang bahan

rekomendasi dalam rangka merumuskan Kebijakan Strategi Pengembangan

Ekspor Indonesia 2015-2019.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

1.4.2 Manfaat Penelitian

Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan Kebijakan Strategi

Pengembangan Ekspor Indonesia 2015-2019.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Aspek Ekonomi

Dari aspek ekonomi akan dikaji strategi dalam upaya memanfaatkan

kekuatan dan peluang serta meminimalisis dampak ancaman dan

kelemahan guna menyusun strategi pengembangan ekspor yang

pada akhirnya akan meningkatkan surplus neraca perdagangan dan

berimplikasi pada peningkatan cadangan devisa negara.

2) Aspek Pasar

Pada aspek pasar ini akan dikaji strategi pengembangan ekspor ke

pasar yang telah menjadi negara tujuan utama (main countries)

ekspor Indonesia (memiliki trend positif sepanjang 2008-2012 serta

memiliki nilai ekspor lebih dari USD 1,6 miliar pada 2013). Selain itu

dari aspek pasar juga akan mengkaji strategi pengembangan ekspor

ke negara yang memiliki prospek (prospective countries) bagi produk

ekspor Indonesia (memiliki trend positif sepanjang 2008-2012 serta

memiliki nilai ekspor lebih dari USD 100 juta pada 2013). Negara-

negara yang akan dianalisis dalam kajian ini adalah:

Tabel 1.3 Negara Tujuan Ekspor Kajian

Ruang Lingkup Negara Tujuan

Amerika Serikat Belanda

China Saudi Arabia

Jepang Malaysia Sumber: BPS, 2014 (diolah Puska Daglu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

3) Aspek Produk

Dari aspek produk ini akan dikaji strategi pengembangan ekspor

sektor nonmigas yang memiliki trend positif selama 2008-2012 dan

memiliki nilai ekspor lebih dari USD 3 miliar pada 2013 (main

products) serta memiliki nilai ekspor lebih dari USD 300 juta

(prospective products). Namun, hanya 4 produk yang akan dianalisis

lebih lanjut dalam kajian ini. Adapun keempat produk terpilih tersebut

dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut:

Tabel 1.4 Komoditi Ekspor Kajian

Main Products Prospective Products Makanan olahan

Produk Kayu dan Furniture

Kulit dan Produk kulit

Produk Kerajinan

Sumber: BPS, 2014 (diolah Puska Daglu)

4) Aspek Hukum

Beberapa landasan peraturan yang akan menjadi lingkup kajian ini

antara lain:

a. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang

Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) Tahun

2010-2014.

b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012

tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.

c. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan Tahun

2010-2014 yang merupakan acuan utama untuk melaksanakan

program pembangunan di sektor perdagangan selama 2010-

2014. Salah satu misi utama dalam Renstra Kementerian

Perdagangan adalah meningkatkan kinerja ekspor non migas

secara berkualitas.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

1.6 Sistematika Laporan Sistematika pelaporan pada kajian penyusunan strategi

pengembangan ekspor antara lain adalah sebagai berikut:

Bab 1: Pendahuluan

Bab 2: Tinjauan Pustaka

Bab 3: Metodologi Pengkajian

Bab 4: Kebijakan dan Kinerja Ekspor Indonesia meliputi Total

Ekspor, Ekspor ke Negara Tujuan dan Ekspor Berdasarkan

Produk

Bab 5: Analisis Peluang, Tantangan Dan Hambatan

Pengembangan Ekspor Indonesia

Bab 6: Strategi Pengembangan Ekspor Di Beberapa Negara

Bab 7: Analisis Strategi Kebijakan Pengembangan Ekspor

Indonesia

Bab 8: Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi Pengembangan Ekspor

Banyak negara di dunia menjadikan ekspor sebagai instrumen

untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, negara

seperti ini harus memiliki strategi untuk terus mengembangkan ekspor.

Strategi yang dilakukan oleh negara-negara yang mengandalkan ekspor

antara lain melakukan kegiatan promosi ekspor, diversifikasi ekspor baik

negara maupun produk serta spesialisasi.

2.1.1. Promosi Ekspor

Banyak negara berkembang menjadikan promosi dan

pengembangan ekspor sebagai bagian dari tujuan pembangunan

ekonomi. Melalui promosi dan pengembangan ekspor yang

berkesinambungan diharapkan dapat membantu penambahan devisa

yang diperlukan untuk membiayai impor, mengatasi permasalahan -

permasalahan neraca pembayaran, membantu mengurangi beban

tekanan utang luar negeri dan menciptakan lapangan kerja.

Pengembangan ekspor tidak saja diperlukan untuk hal-hal sebagaimana

yang disebut sebelumnya, tetapi juga diharapkan dapat memperluas basis

ekspor. Devisa yang diperoleh dari produk - produk ekspor yang terbatas

seringkali tidak cukup untuk memberikan tambahan devisa, khususnya

ketika terjadi penurunan harga terhadap beberapa komoditas ekspor di

negara-negara berkembang.

Secara umum dan khusus dalam proses globalisasi, antara ekspor

barang dan jasa dan pembangunan ekonomi menjadi semakin berkorelasi

secara positif dan interdependen. Ekspor mempengaruhi dan dipengaruhi

oleh pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui berbagai

saluran seperti keterkaitan antara produksi dan permintaan, efek

pembelajaran dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM),

adopsi teknologi yang lebih baik yang terkandung di dalam barang-barang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

yang diproduksi di luar negeri, dan memudahkan untuk mengatasi kendala

devisa (foreign exchange) yang berkaitan dengan ekspansi sektor ekspor

(Delano Villanueva, 1993) dan (Auboin, 2004). Oleh karena itu, kebijakan

promosi ekspor yang relevan perlu dikembangkan.

Strategi ekspor merupakan salah satu faktor yang berkontribusi

terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara dan ada korelasi yang kuat

antara strategi ekspor dan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Krueger,

1983). Di samping itu, cara sebuah negara menyusun strategi ekspornya

bergantung kepada aspek budaya, hukum, dan lingkungan politik serta

pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan (Seringhaus and

Rosson, 1990). Demikian juga harus diindikasikan beberapa nuansa

antara promosi ekspor tradisional (traditional export) dan produk-produk

ekspor baru (new export products). Ekspor tradisional hanya akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor (export growth), sementara

produk-produk ekspor baru yang salah satunya adalah diversifikasi ekspor

(baik diversifikasi geografis maupun diversifikasi produk) yang sangat

penting bagi pengembangan ekspor (export development).

Secara umum, promosi ekspor adalah bagian yang paling penting

dalam kebijakan perdagangan di banyak negara. Promosi ekspor memiliki

makna melakukan kebijakan perdagangan aktif. Dalam beberapa dekade

terakhir, strategi promosi ekspor dilakukan di negara-negara berkembang

dan di negara-negara yang mengalami masa transisi. Kebijakan promosi

ekspor dalam konteks sebagai sebuah rule, adalah suatu fase dari

kebijakan perdagangan dalam kondisi sosial, ekonomi, dan politik tertentu.

Dewasa ini program-program promosi ekspor menyediakan pelayanan

yang komprehensif dan canggih terhadap komunitas bisnis.

Isu mengenai peran dari program-program dalam strategi promosi

ekspor mendapat perhatian yang luar biasa dari dua perspektif yang

saling bertentangan dari dua cabang pemikiran ekonomi. Satu pihak

memandang bahwa program promosi ekspor sebagai subsidi akan

mendistorsi perdagangan bebas. Distorsi tersebut diasumsikan akan

mendorong misalokasi sumberdaya dan akan mengakibatkan turunnya

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

kesejahteraan global (Bhagwati 1990), (Ramaswami dan Srinivasan

1969).

Sementara itu, pandangan pemikiran ekonomi yang lainya melihat

bahwa partisipasi pemerintah sangat positif sebagai upaya untuk

memperbaiki informasi pasar. Terlepas dari cara pandang yang berbeda

dari dua cabang pemikiran ekonomi tersebut, tidak dapat disangkal bahwa

potensi ekonomi yang dapat diperoleh dari ekspor telah mendorong

pemerintah baik di negara maju maupun negara berkembang untuk

menginisiasi kebijakan-kebijakan perdagangan yang dirancang untuk

meningkatkan daya saing ekspor. Apakah secara formal diakui atau tidak,

pemerintah dan eksportir biasanya terlibat dalam suatu skema “public-

private partnership,” dimana sektor swasta menyediakan inisiatif dan

sektor publik menyediakan langkah-langkah dan dukungan yang

diperlukan.

Secara umum, daya saing lazimnya berkaitan dengan isu-isu

makroeknomi (seperti perubahan nilai tukar dan tingkat upah) atau isu-isu

makroekonomi (seperti minimnya kewirausahaan dan regulasi pemerintah

yang berlebihan terhadap dunia bisnis). Faktor lain termasuk kondisi awal,

sejarah, sumberdaya alam, ukuran negara, strategi geografis dan daya

saing berpengaruh terhadap daya saing bisnis di negara-negara

berkembang.

Kunci sukses promosi ekspor suatu bangsa dan berbagai progam

pembangunan adalah keputusan-keputusan dan kebijakan pemerintah

yang mempengaruhi perdagangan ekspor. Kebijakan pengembangan

ekspor suatu negara yang dibuat dengan dasar beberapa instrumen

ekonomi dan langkah-langkah promosi ekspor yang tepat sangat penting

bagi peningkatan kinerja perdagangan luar negeri suatu negara. Dua

perangkat kebijakan yang mempengaruhi pengelolaan perdagangan luar

negeri secara umum, dan promosi pengembangan ekspor secara khusus

adalah:

a. Kebijakan-kebijakan perdangan luar negeri dan kebijakan lain yang

mempengaruhi perdagangan luar negeri;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

b. Kebijakan-kebijakan yang mengatur aktivitas ekonomi yang lain

yang pada saat yang sama memiliki pengaruh terhadap kinerja

perdagangan luar negeri secara umum.

Kebijakan promosi perdagangan suatu negara terdiri dari program-

program dan langkah-langkah yang mempromosikan dan membangun

perdagangan dengan negara-negara lain, termasuk semua regulasi dan

praktik yang akan meningkatkan ekspor. Kebijakan promosi perdagangan

adalah bagian yang integral dari keseluruhan kebijakan perdagangan

suatu negara. Kebijakan perdagangan negara tersebut harus

memungkinkan untuk mencapai tujuan kebijakan promosi perdagangan.

Kebijakan lain akan memiliki pengaruh kepada kinerja perdagangan

luar negeri meskipun kebijakan tersebut tidak ditujukan secara langsung

untuk mengatur kebijakan perdagangan luar negeri suatu negara.

Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan bagian dari suatu kerangka kerja

(framework) dimana kebijakan perdagangan luar negeri harus dirancang

dan dilaksanakan. Kebijakan lain tersebut umumnya mencakup rencana

pembangunan nasional, kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan berbagai

praktiknya, kebijakan investasi, kontrol harga dan produksi:

a. Rencana pembangunan termasuk praktik perencanaan dan

cakupan intervensi negara, mekanisme untuk membuat

perencanaan tersebut kohesif, pengkoordinasian komponen

rencana, pemeringkatan prioritas perencanaan dan penetapan

keseluruhan alokasi sumberdaya.

b. Kebijakan monter mencakup kebijakan-kebijakan dan pengelolaan

kredit dan uang dan mengatasi isu-isu inflasi dan regulasi pinjaman

luar negeri yang berkaitan dengan pengelolaan dan kontrol

moneter.

c. Kebijakan fiskal mencakup semua aspek mengenai perpajakan dan

pengeluaran pemerintah, rezim fiskal, tax holiday dan pembebasan

pajak yang membantu tercapainya kebijakan lain.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

d. Kebijakan pengendalian produksi dan harga yang mencakup

kebijakan-kebijakan yang mengatur atau menggerakkan produksi

untuk penggunaan lokal dan ekspor serta berbagai kondisi untuk

melakukan produksi di semua sektor ekonomi.

e. Kebijakan rezim investasi swasta yang mencakup kebijakan terkait

dengan berbagai program dan regulasi pemerintah yang

mempengaruhi peluang dan keputusan investasi seperti skema

insentif, promosi dan dorongan terhadap sektor atau industri terpilih

dan praktik pinjaman bank pembangunan.

f. Kebijakan nilai tukar yang mencakup berbagai kebijakan dan

regulasi yang dirancang untuk mengelola nilai tukar yang sejalan

dengan kebijakan ekonomi nasional, contohnya dengan membuat

ekspor semakin kompetitif atau dengan melakukan pengendalian

inflasi.

Kebijakan perdagangan luar negeri yang dikombinasikan dengan

beberapa kebijakan tersebut di atas akan membentuk suatu strategi

ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Promosi perdagangan terdiri

dari berbagai program dan langkah untuk mempromosikan perdagangan

dengan negara lain. Fokusnya adalah isu-isu yang terkait dengan ekspor

dan impor. Pengembangan infrastruktur perdagangan memfokuskan

kepada pengembangan dan peningkatan kemampuan perdagangan suatu

negara untuk berdagang dengan negara lain. Area yang tercakup antara

lain fasilitasi perdagangan dan administrasi, dukugan finansial dan

pengembangan perusahaan perdagangan.

Hubungan perdagangan internasional memerlukan diplomasi

perdagangan yang kuat dengan negara-negara lain dalam rangka

mengawal kepentingan perdagangan suatu negara dan untuk memastikan

akses pasar ekspor. Diplomasi perdagangan juga memerlukan partisipasi-

partisipasi dalam berbagai forum perdagangan internasional dan regional

untuk mempromosikan dan memastikan lingkungan perdagangan

internasional yang lebih terbuka dan berkeadilan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

Cakupan dan intensitas aktivitas-aktivitas promosi ekspor suatu

negara bergantung kepada sejumlah faktor antara lain:

a. Sumberdaya manusia dan sumberdaya keuangan,

b. Sifat dari produk-produk yang dapat diekspor,

c. Karakteristik pasar luar negeri, dan

d. Pengalaman organisasi yang bertanggung jawab terhadap promosi

ekspor.

Sementara itu, peran pengembangan ekspor dan diversifikasi

dalam pertumbuhan negara-negara berkembang telah menerima banyak

perhatian dalam pembangunan literatur selama 50 tahun terakhir. Dalam

dekade 1950-an, 1960-an, dan 1970-an, dan sebagian besar dipengaruhi

oleh R. Presbish (1950) dan H.W. Singer (1950), strategi pembangunan

yang dianut di banyak negara berkembang dan khususnya di Amerika

Latin, Afrika dan Asia Selatan, yang melakukan strategi substitusi impor

dan penggunaan kebijakan perdagangan terbatas secara ekstensif untuk

diversifikasi ekonomi. Sebagai contoh keberhasilan China, India, dan

“Macan Asia”, pandangan mengenai diversifikasi ekonomi melalui

substitusi impor berkembang jauh menuju kepada strategi promosi ekspor

dan berorientasi ke luar (outward orientation) pada dekade 1980-an, 1990-

an, dan awal 2000-an.

Banyak negara-negara berkembang sangat bergantung pada

komoditas ekspor, membuat mereka sangat rentan terhadap guncangan

eksternal, tantangan utama yang dihadapi para pembuat kebijakan di

negara-negara tersebut adalah bagaimana upaya meningkatkan

pendapatan dari ekspor, menstabilkan pendapatan ekspor, dan

meningkatkan nilai tambah dalam perubahan struktur perdagangan antara

Utara-Selatan.

Meskipun pandangan yang berlaku sebelum Perang Dunia I adalah

pro perdagangan bebas yang didasarkan pada keunggulan komparatif,

spesialisasi, dan pembagian kerja internasional (international labor

division), yamg terinspirasi oleh teori perdagangan klasik yang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

dikembangkan sejak Adam Smith (1776) dan David E. Ricardo (1817),

pandangan ini telah ditantang setelah Perang Dunia II oleh R. Presbish

(1950) dan H.W. Singer (1950) yang berpendapat bahwa terlalu banyak

spesialisasi di negara berkembang yang menyiratkan pola perdagangan

yang ditandai dengan ketergantungan pada ekspor bahan baku dan

komoditas pertanian dan bertransaksi barang konsumsi dan barang

investasi yang dihasilkan oleh negara-negara maju. Berdasarkan pada

hipotesis Presbish-Singer, perdagangan bebas dan spesialisasi beserta

konsekuensinya membatasi negara-negara berkembang untuk

memproduksi barang-barang primer yang berdampak merugikan baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk negara-negara

berkembang. Oleh karena itu, dalam rangka untuk menstabilkan

pendapatan ekspor, mendorong pertumbuhan pendapatan, dan

peningkatan nilai tambah, negara-negara berkembang harus

meningkatkan variasi ekspor mereka tidak hanya dalam satu jenis produk

tertentu.

Dalam situasi ekonomi yang suram di banyak negara berkembang,

negara-negara yang menerapkan kebijakan proteksionis yang membatasi

perdagangan pada dekade 1960-an dan 1970-an, banyak pembuat

kebijakan sejak dekade 1980-an yang telah berusaha untuk memperluas

ekspor mereka dan merekomendasikan strategi pembangunan

berdasarkan orientasi ke luar termasuk pengurangan hambatan

perdagangan dan membuka perdagangan internasional untuk persaingan

global.

Respon penawaran ekspor teridentifikasi banyak yang mengikuti

generasi pertama reformasi kebijakan perdagangan yang berorientasi

keluar telah banyak tercampur, upaya untuk memperluas dan diversifikasi

ekspor tetap menjadi perhatian utama bagi kebijakan pembuat di banyak

negara.

Dalam banyak kasus, diversifikasi produk-produk ekspor dan

negara pasar dipandang sebagai alat untuk menjawab tantangan

persoalan pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang rendah di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

banyak negara berkembang. Kisah sukses negara-negara Asia berkinerja

ekonomi tinggi (high performing Asian economies) yang mengalami

peningkatan ekspor yang substansial terutama barang-barang

manufaktur. Tingkat pertumbuhan PDB mereka yang tinggi selama

bertahun-tahun membawa para analis pada suatu kesimpulan bahwa

pengembangan dan diversifikasi ekspor sebagai mesin pertumbuhan yang

baru.

Pada konteks keberhasilan negara-negara pengekspor, ada

sebuah konsensus dalam literatur ekonomi dimana kebijakan berorientasi

ke luar yang dikombinasikan berbagai intervensi selektif yang market-

friendly dapat membantu suatu negara untuk lebih tumbuh dan

memperoleh manfaat dari liberalisasi perdagangan. Ada juga konsensus

yang berkembang dimana pola-pola pembangunan ekonomi berhubungan

dengan perubahan struktural dalam ekspor dan peningkatan diversifikasi

ekspor. Di hampir semua wilayah di dunia, pola-pola perdagangan telah

berubah dari ekspor barang-barang primer kepada barang-barang

manufaktur yang dihasilkan dari industri yang bersifat padat modal.

2.1.2. Diversifikasi Ekspor

Diversifikasi ekspor didefinisikan beragam. Salah satunya adalah

ketika perubahan dalam bauran komposisi produk ekspor eksisting suatu

negara atau tujuan ekspor (Ali, Alwang dan Siegel, 1991), atau ketika

terjadi penyebaran produksi di banyak sektor (Berthelemy dan Chauvin,

2000). Bagi banyak negara berkembang, dan sebagai bagian dari

pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor, diversifikasi ekspor

dipandang sebagai kemajuan dari ekspor yang bersifat tradisional kepada

ekspor yang bersifat non-tradisional. Dengan membangun basis ekspor

yang lebih luas, diversifikasi ekspor dapat mengurangi instabilitas

penerimaan ekspor, meningkatkan penerimaan ekspor, meningkatkan nilai

tambah, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai

saluran. Semua hal tersebut termasuk meningkatnya kapabilitas teknologi

melalui pelatihan teknis dan ilmiah dan juga proses learning by doing,

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

fasilitasi keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward

linkages) di dalam output dari beberapa aktivitas yang kemudian menjadi

input dari aktivitas-aktivitas yang lain; peningkatan mutakhir pasar, skala-

skala ekonomi dan eksternalitas, dan substitusi komoditas dengan trend

harga positif untuk komoditas-komoditas yang mengalami trend

penurunan harga.

Di dalam literatur perdagangan, diversifikasi ekspor dapat memiliki

beberapa dimensi dan dapat dianalisis pada level yang berbeda. Ada dua

bentuk diversifikasi ekspor yang dikenal yakni diversifikasi ekspor

horizontal dan diversifikasi ekspor vertikal. Diverfisikasi horizontal terjadi di

dalam sektor yang sama (primer, sekunder atau tersier) dan melibatkan

penyesuaian di dalam bauran ekspor suatu negara dengan menambahkan

produk-produk baru pada keranjang ekspor yang ada di dalam sektor

yang sama, dengan harapan untuk mengurangi risiko ekonomi (untuk

mengatasi instabilitas atau penuruan harga internasional) dan risiko-risiko

politik.

Diversifikasi vertikal ke dalam pemrosesan barang-barang

manufaktur domestik memerlukan suatu pergeseran dari sektor primer ke

sektor sekunder atau sektor tersier. Diversifikasi vertikal ini berupaya

meningkatkan nilai guna produk-produk yang sudah ada dengan

melakukan aktivitas untuk meningkatkan nilai tambah seperti pemrosesan,

pemasaran atau jasa-jasa lainnya. Diversifikasi vertikal dapat memperluas

peluang-peluang pasar untuk membantu peningkatan pertumbuhan dan

stabilitas ekonomi karena barang-barang yang diolah memiliki harga yang

lebih bagus dibandingkan dengan bahan-bahan mentah.

Diversifikasi diagonal juga sering dirujuk dalam berbagai literatur.

Diversifikasi ini melibatkan pergeseran dari input-input yang diimpor ke

dalam sektor sekunder dan sektor tersier. Persyaratan-persyaratan untuk

keberhasilan diversifikasi horizontal, vertikal atau diagonal sangat

bervariasi dan bergantung kepada kemampuan (skills) dan investasi

modal, teknologi, dan kompetensi-kompetensi manajerial serta

kemampuan dalam hal pemasaran. Pertumbuhan ekspor dalam jangka

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

panjang yang berkelanjutan memerlukan baik diversifikasi horizontal

(misalnya dengan penambahan produk-produk baru dari produk-produk

yang sudah ada), dan diversifikasi vertikal (misalnya bergerak dari

komoditas berbasis bahan mentah kepada produk-produk manufaktur

yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi). Hal ini dapat dicapai baik

dengan penyesuaian pangsa-pangsa komoditas dalam bauran ekspor

yang sudah ada atau dengan penambahan produk-produk baru ke dalam

bauran ekspor.

Diversifikasi ekspor juga dapat dianalisis pada berbagai tingkatan

(pertanian, pabrik, wilayah, negara, atau pada tingkat regional). Pada

setiap tingkatan, fokus dapat diletakkan dalam berbagai bentuk

diversifikasi (horizontal, vertikal, atau diagonal).

2.1.3 Diversifikasi versus Spesialisasi

Meskipun sudah umum diketahui bahwa manfaat efisiensi dapat

diperoleh dari spesialisasi, demikian juga risiko spesialisasi telah lama

dibahas dalam berbagai literatur pembangunan. Konsep diversifikasi

ekspor ini terlihat kontradiktif dengan konsep keunggulan komparatif

(comparative advantage) yang menyatakan jika suatu negara menjadi

lebih terbuka dan terlibat dalam perdagangan internasional, maka makin

terspesialisasi negara tersebut. Ketika negara-negara yang memiliki

spesialisasi dalam komoditas-komoditas dimana mereka memiliki

keunggulan komparatif

Meskipun dengan spesialisasi akan mencapai efisiensi alokasi

sumber daya yang lebih baik, sebagian kalangan ekonom berargumentasi

bahwa daya saing internasional yang lebih baik memerlukan spesialisasi

lebih jauh dalam ekspor dibandingan dengan diversifikasi yang lebih baik.

Sejalan dengan hipotesis Presbisch-Singer yang menyatakan

bahwa spesialisasi dalam suatu kelompok produk ekspor akan

menyebabkan meningkatnya instabilitas dalam pendapatan ekspor yang

akan memperburuk keadaan ketika produk-produk tersebut mengalami

penurunan terms of trade dalam jangka waktu yang lama. Eksposur

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

volatilitas ini dapat dikurangi melalui diversifikasi dengan memperluas

produksi dan perdagangan berbagai komoditas dengan berbagai trend

harga yang berbeda, yang secara potensial dapat membantu untuk

mencapai stabilitas dalam kinerja perekonomian suatu negara.

Sementara itu, ketika spesialisasi berkaitan dengan keuntungan-

keuntungan potensial dalam hal efisiensi alokasi sumberdaya patut diakui,

biaya-biaya yang mungkin muncul dari semakin terspesialiasinya suatu

negara ke dalam produk-produk yang rentan dan dalam rentang yang

sempit, volatilitas dalam pendapatan ekspor harus diantisipasi. Harus

dipahami juga bahwa untuk suatu negara berhasil dalam spesialisasi

ekspor, maka negara tersebut harus menyesuaikan dan merestrukturisasi

ekonominya. Penyesuaian atau restrukturisasi dapat menimbulkan biaya-

biaya jangka pendek dalam bentuk biaya keuangan, personil dan biaya

sosial termasuk potensi kehilangan pendapatan pemerintah, penurunan

beberapa sektor industri yang tak mampu menghadapi semakin

meningkatnya kompetisi dari impor dan persaingan dari sektor industri

lainnya, eliminasi sektor-sektor tertentu dan hilangnya pertumbuhan di

wilayah-wilayah tertentu, relokasi tenaga kerja dan disrupsi serta

hilangnya kemampuan di sektor-sektor yang mengalami penurunan. Biaya

penyesuaian jangka pendek dapat dikurangi dengan sejumlah langkah

pendampingan, kompensasi dan kebijakan komplementer lainnya.

2.2. Penyusunan Strategi Pengembangan Ekspor: Analytic Network Process (ANP)

Analytic Network Process (ANP) merupakan teori yang mampu

menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk

menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk

penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas

masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang

menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan

model faktor-faktor dependence serta feedbacknya secara sistematik.

Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan

yang digunakan yaitu Benefit, Opportunities, Cost and Risk (BOCR)

membuat metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi,

mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi output

atau keputusan yang dihasilkan (Saaty, 2006).

Analytic Network Process atau ANP merupakan pendekatan baru

metode kualitatif. Diperkenalkan oleh Profesor Thomas Saaty pakar riset

dari Pittsburgh University, dengan maksud untuk memperbaharui metode

Analytic Hierarchy Process (AHP). Berbeda dengan AHP, ANP dapat

menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada

hierarki yang digunakan dalam AHP. Konsep utama dalam ANP adalah

influence, sementara konsep utama dalam AHP adalah preference. AHP

dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster dan elemen

merupakan kasus khusus dari ANP (Ascarya, 2005).

Kelebihan ANP dari metodologi yang lain adalah kemampuannya

melakukan pengukuran dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki

atau jaringan. Tidak ada metodologi lain yang mempunyai fasilitas sintesis

seperti metodologi ANP. Data untuk memenuhi metode ANP yang

digunakan dalam kajian ini, merupakan data primer yang didapat dari hasil

wawancara (in-depth interview) dengan pakar, praktisi, dan regulator,

yang memiliki pemahaman tentang permasalahan pengembangan ekspor.

Pemilihan responden pada penelitian ini dilakukan secara

purposive sample (sengaja) dengan mempertimbangkan pemahaman

responden tersebut terhadap permasalahan dalam pengembangan ekspor

Indonesia. Pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison

(pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui

mana di antara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan)

dan seberapa besar perbedaannya dilihat dari satu sisi.

ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara

lain (Saaty, 2006):

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

1. Resiprokal

Aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA, EB) adalah nilai

pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen

induknya C, yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A

memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ PC

(EA, EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B

besarnya 1/5 dari besar A.

2. Homogenitas

Menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam

struktur kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu

besar, yang dapat menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam

menentukan penilaian elemen pendukung yang mempengaruhi

keputusan

Tabel 2.1. Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik

Sumber: Saaty (2006)

3. Prioritas

Yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala

interval [0.1] dan sebagai ukuran dominasi relatif.

4. Dependence condition

Diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam

komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dan terdapat relevansi

dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian Jaharnsyah, Novianti, dan Ernaning (2013) dengan

judul: Rumusan Strategi Pengembangan Ekspor UKM Sepatu Di

Surabaya Dengan Menggunakan Pendekatan ANP.

Penelitian ini bertujuan agar UMKM dapat menjadi UMKM berbasis

ekspor. Penelitian ini menggunakan sebuah metode Delphi untuk

memilih kriteria yang berpengaruh terhadap pengembangan

ekspor UKM. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan aplikasi

penggunaan ANP. Pada tahap perancangan model ANP disusun

kriteria-kriteria yang dihasilkan untuk mengetahui pengaruh

terhadap tiap kriteria. Model network proses ini digambarkan

dengan menggunakan software super decision 1.6.0 dengan

tujuan atau goal yang dihubungkan dipengaruhi dari beberapa

variabel yang memiliki beberapa kriteria dan dilanjutkan dengan

sebuah rekomendasi dari kriteria tersebut. Dari kedua analisis

tersebut didapatkan hasil rumusan strategi pengembangan ekspor

UKM. Kriteria-kriteria yang mempengaruhi untuk perkembangan

ekspor UKM sepatu yaitu: (1) keterkaitan bahan baku, (2) Motivasi

kewirausahaan (3) Kualitas produk (4) inovasi produk (5) kapasitas

produk (6) persaingan usaha (7) nilai investasi (8) ketepatan

delivery order, dan kriteria selanjutnya juga mempengaruhi dalam

hal ini mendukung dari kriteria yang berada diatas. Masing-masing

kriteria tersebut memiliki beberapa strategi yang harus dilakukan

dalam pengembangan ekspor UKM sepatu yaitu (1) pemetaan

supplier yang dapat memberikan kredit bahan baku, (2)

memberikan fasilitas dan sarana peningkatan kualitas SDM serta

meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal oleh pemerintah dan

UKM (3) mengajukan sertifikasi kualitas produk sepatu pada

pemerintah, (4) mengikuti pameran-pameran sepatu bertaraf

internasional maupun nasional (5) menjamin kredit UKM sepatu di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

lembaga keuangan yang ada, (6) upaya dalam memfasilitasi

terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi,

sehat, dalam persaingan dan non diskriminatif bagi

keberlangsungan dan peningkatan UKM, (7) membuat sistem

penjadwalan produksi pada UKM sepatu.

2. Penelitian Endri (2009) dengan judul: Permasalahan

Pengembangan Sukuk Korporasi Di Indonesia Menggunakan

Metode Analytic Network Process (ANP).

Penelitian ini mencoba untuk menganalisis permasalahan

pengembangan sukuk di Indonesia menggunakan metodologi ANP

dengan merujuk pada beberapa studi literatur dan wawancana

mendalam (in-depth interview) bersama para akademisi, praktisi,

dan regulator pasar modal Islam agar dapat mengerti persoalan

yang ada serta merumuskan jaringan ANP yang sesuai. Penyebab

masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat aspek yaitu

1) Pelaku Pasar, 2) Karakteristik Produk, 3) Regulasi, dan 4)

Pemerintah. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa masalah

pengembangan sukuk korporasi di Indonesia disebabkan oleh dua

penyebab utama yaitu dari sisi pemain pasar dan aspek regulasi.

Kurangnya pemahaman para pemain pasar dan kualitas SDM

yang terlibat dalam pasar modal syariah serta ketidakpastian pajak

menjadi masalah utama yang ditemukan dalam penelitian ini.

Solusi yang diajukan dari hasil analisis menggunakan ANP adalah

meningkatkan pemahaman para pemain pasar modal syariah

dengan mempromosikan pasar modal syariah secara intensif dan

kemudian memberikan pelatihan dan pendidikan secara

komprehensif untuk peningkatan SDM. Solusi yang lain, dari aspek

pemerintah adalah memberikan dukungan melalui penerbitan

sukuk. Disamping itu, strategi kebijakan yang paling efektif untuk

mengatasi masalah pasar modal syariah, khususnya dalam

mengembangkan pasar sukuk korporasi adalah dengan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

mendorong strategi pasar di mana kebijakan yang dimaksudkan

untuk membuat mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik.

3. Penelitian Gorener (2012) dengan judul: Comparing AHP and ANP

an Application of Strategic Decisions Making in a Manufacturing

Company.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana

penggunaan metode AHP dan ANP untuk membuat prioritas pada

faktor SWOT dan membandingkan hasil dari kedua metode

tersebut untuk memilih Perusahaan Manufaktur. Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh karena keputusan strategis yang sukses

memberikan tindakan operasional yang sesuai untuk pasar di

waktu yang tepat (right markets at the correct time). Analisis

Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (SWOT)

merupakan alat yang umumnya digunakan untuk mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan dari organisasi atau industri bersamaan

dengan peluang dan acaman dari lingkukan pasar. Kerangka

SWOT ini berfungsi sebagai dasar untuk melakukan analisis terkait

keputusan yang akan diambil. Meski begitu, dalam analisis SWOT

sulit untuk menentukan peringkat atau prioritas yang mana yang

harus didahulukan dari faktor-faktor SWOT tersebut. Oleh karena

itu analisis SWOT akan dikombinasikan dengan metode

pengambilan keputusan multikriteria yang biasa dikenal dengan

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Network Process

(ANP). Pendekatan AHP akan menghasilkan perbandingan

diantara faktor-faktor atau kriteria untuk membuat prioritas dalam

masing-masing level hierarki. Di sisi lain, pendekatan ANP adalah

bentuk general yang memungkinkan adanya hubungan saling

ketergantungan di dalam faktor-faktor tersebut (interdependence),

ketergantungan diantara faktor dengan faktor lainnya

(outerdependence), dan masukan (feedbacks) antara elemen

keputusan hierarkis maupun non-hierarkis. Hasil penelitian ini

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

menunjukkan bahwa penggunaan kalkulasi prioritas dari faktor-

faktor SWOT dapat mengembangkan pendekatan manajemen

yang baik atau didukung dengan keputusan yang penting dalam

menentukan pasar bagi para pelaku usaha manufaktur. Penelitian

ke depan diharapkan dapat meningkatkan penggunaan kerangka

model dengan logika samar-samar (fuzzy) dengan metode AHP

atau ANP untuk menganalisis kasus-kasus yang memiliki

ketidakpastian dengan lebih efektif.

2.4. Kerangka Pemikiran

Setelah mengalami nilai ekspor tertinggi sepanjang sejarah pada

tahun 2011 dengan nilai ekspor mencapai USD 203,5 miliar (tumbuh 29,0

persen yoy), di tahun 2012 pertumbuhan ekspor Indonesia turun drastis

menjadi 6,6 persen. Kemudian pada tahun 2013 kinerja ekspor Indonesia

berangsur pulih dengan pertumbuhan minus 3,9 persen. Sejak tahun 2012

ekspor Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan, di sisi lain impor

terus mengalami peningkatan. Selain itu, ketergantungan terhadap lima

negara tujuan utama ekspor Indonesia dikhawatirkan akan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja ekspor nasional beberapa tahun mendatang.

Untuk mengantisipasi penurunan ekspor pada tahun-tahun

selanjutnya, maka dibutuhkan strategi pengembangan ekspor nasional

untuk lima tahun ke depan yang dapat menjawab permasalahan

mengenai peluang, tantangan, hambatan pengembangan ekspor

Indonesia baik dari aspek negara tujuan maupun produk ekspor. Sehingga

ruang lingkup kajian ini terdiri dari negara tujuan ekspor utama (main

market), negara tujuan ekspor potensial (prospective market), produk

ekspor utama (main product), dan produk ekspor potensial (prospective

product). Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini dan dapat dilihat

pada Gambar 2.1

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Strategi PengembanganEkspor Indonesia

Latar belakang:•Perlambatan ekspor dibandingkan impor•Ketergantungan akan 5 negara utama tujuan

ekspor•Kebutuhan strategi pengembangan ekspor 2015-

2019 sebagai bahan Renstra Kementerian Perdagangan 2015-2019

•Peluang, tantangan dan hambatanpengembangan ekspor Indonesia ke negaramitra dagang?

•Peluang, tantangan dan hambatanpengembangan ekspor produk Indonesia?

•Bagaimanakah strategi pengembangan ekspor Indonesia periode 2015-2019?

Negara Mitra Produk Ekspor

Main Markets Prospective markets

Main Products Prospective Products

Lata

r bel

akan

g &

Perm

asal

ahan

Ruan

gLin

gkup

Identifikasi peluang, tantangan dankendala dalam mengembangkan

ekspor IndonesiaSurvey dan FGD

Benchmark Negara lain

ANP

Rekomendasi Kebijakan

Alur

Pene

litia

n &

Met

ode A

nalis

is

Pasar• Faktor

Produksi• Proses

Ekspor• Kebijakan

Pemerintah• Produk

Negara lain

Produk• Kebijakan

Pemerintah• Kondisi

NegaraTujuan

• PasarPotensial

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

Melalui kegiatan survey dan Focus Group Discussion (FGD) akan

diperoleh identifikasi peluang, tantangan, hambatan pengembangan

ekspor Indonesia. Kemudian dengan menggunakan analisis benchmark

dan ANP diharapkan dapat disusun suatu Strategi Pengembangan Ekspor

Indonesia, sebagai rekomendasi kebijakan yang dapat dijadikan acuan

untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia lima tahun ke depan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

BAB III METODE PENELITIAN

Kajian Penyusunan Strategi Pengembangan Ekspor 2015 - 2019

mengutamakan penggunaan alat analisis kualitatif dengan mengeksplorasi

data dan informasi dari berbagai sumber. Analisis kualitatif digunakan

untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan identifikasi kekuatan dan

peluang, serta kelemahan dan ancaman dalam mengembangkan ekspor

Indonesia berdasarkan aspek produk dan pasar tujuan. Identifikasi

tersebut bertujuan untuk menyusun berbagai alternatif strategi guna

mengembangkan ekspor Indonesia. Dengan demikian, penyusunan

strategi pengembangan ekspor Indonesia dapat dirumuskan secara lebih

komprehensif.

3.1 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas:

1. Data primer yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan

bantuan instrumen kuesioner. Selain itu juga dilakukan Focus

Group Discussion (FGD) untuk menangkap keragaman respon dari

berbagai pemangku kepentingan. Hasil survey dan FGD akan

digunakan untuk menganalisis Strategi Pengembangan Ekspor

Indonesia dengan metode Analytic Network Process (ANP).

2. Data sekunder diperoleh dengan teknik studi kepustakaan dari

Badan Pusat Statistik, Kementerian Perindustrian, Kementerian

Perdagangan, Bank Indonesia, Asosiasi dan Surveyor Indonesia

serta data-data lainnya yang berasal dari beberapa penerbitan dan

studi-studi yang relevan dengan kajian ini.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

3.2 Teknik Analisis

Penelitian ini akan mengutamakan penggunaan pada teknis

analisis kualitatif. Teknik analisis yang akan digunakan adalah Analytic

Network Process (ANP). Dalam metode ANP, data yang digunakan

merupakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara (in-depth

interview) atau FGD dengan para pakar, praktisi, dan regulator, yang

memiliki pemahaman tentang permasalahan yang dibahas. Kemudian

dilanjutkan dengan pengisian kuesioner kepada responden. Data siap olah

dalam ANP adalah variabel-variabel penilaian responden terhadap

masalah yang menjadi objek penelitian dalam skala numerik. Pemilihan

responden pada penelitian ini dilakukan secara purposive sample

(sengaja) dengan mempertimbangkan pemahaman responden tersebut

terhadap peluang, tantangan serta permasalahan atau kendala dalam

pengembangan ekspor Indonesia baik dari aspek produk dan aspek

negara tujuan. Metode ANP pada kajian ini diharapkan dapat menjawab

seluruh tujuan penelitian ini.

3.2.1 Prinsip Dasar ANP

Metode ANP adalah salah satu metode yang mampu

merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan

mempertimbangkan saling keterkaitan antar kriteria dan sub kriteria yang

ada. Model ini merupakan pengembangan dari AHP sehingga lebih

memiliki kompleksitas dibanding metode AHP. Metode ANP merupakan

pengembangan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ANP

mampu memperbaiki kelemahan AHP berupa kemampuan

mengakomodasi keterkaitan antar criteria atau alternative. Keterkaitan

pada metode ANP ada 2 jenis yaitu keterkaitan dalam satu set elemen

(inner dependence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer

dependence). Adanya keterkaitan tersebut menyebabkan metode ANP

lebih kompleks dibanding metode AHP. Berbeda dengan AHP, ANP dapat

menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hirarki

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

yang digunakan dalam AHP. Konsep utama dalam ANP adalah pengaruh

(influence), sementara konsep utama dalam AHP adalah preferensi

(preference).

Prinsip-prinsip dasar ANP ada tiga, yaitu dekomposisi, penilaian

komparasi (comparative judgements), dan komposisi hirarki atau sintesis

dari prioritas. Prinsip dekomposisi diterapkan untuk menstrukturkan

masalah yang kompleks menjadi kerangka hirarki atau jaringan cluster,

sub cluster, sub-sub cluster, dan seterusnya. Dengan kata lain

dekomposisi adalah memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP.

Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun pembandingan

pasangan (pairwise comparison) dari semua kombinasi elemen-elemen

dalam cluster dilihat dari cluster induknya. Pembandingan pasangan ini

digunakan untuk mendapatkan prioritas lokal dari elemen-elemen dalam

suatu cluster dilihat dari cluster induknya. Prinsip komposisi hirarkis atau

sintesis diterapkan untuk mengalikan prioritas lokal dari elemen- elemen

dalam cluster dengan prioritas global dari elemen induk, yang akan

menghasilkan prioritas global seluruh hirarki dan menjumlahkannya untuk

menghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah (biasanya

merupakan alternatif).

Kelebihan ANP dibandingkan dengan metodologi AHP adalah:

a. Kekuatan (power) ANP terletak dalam penggunaan rasio skala

untuk menangkap semua jenis interaksi dan membuat prediksi

yang akurat, dan bahkan lebih, untuk membuat keputusan yang

lebih baik.

b. Kemampuannya untuk membantu kita dalam melakukan

pengukuran dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hirarki atau

jaringan.

c. Kesederhanaan metodologinya membuat ANP menjadi metodologi

yang lebih umum dan lebih mudah diaplikasikan untuk studi

kualitatif yang beragam, seperti pengambilan keputusan,

forecasting, evaluasi, mapping, strategizing, alokasi sumber daya,

dan lain sebagainya.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

d. Dibandingkan dengan metodologi AHP, ANP memiliki banyak

kelebihan, seperti komparasi yang lebih obyektif, prediksi yang

lebih akurat, dan hasil yang lebih stabil dan kuat. Perangkat lunak

ANP yang digunakan dalam kajian ini adalah Super Decisions.

e. ANP akan sangat membantu perusahaan dalam riset evaluasi dan

pengambilan keputusan, terkait pengembangan organisasi &

manajemen, produk, layanan dan marketing, karena akan lebih

akurat dan sangat efisien.

Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria, sub kriteria, dan

alternatif, dimana masing-masing level memiliki elemen. Sementara itu,

pada jaringan ANP, level dalam AHP disebut cluster yang dapat memiliki

kriteria dan alternatif di dalamnya, yang sekarang disebut simpul (Gambar

3.1).

Gambar 3.1. Perbandingan Hirarki Linier dan Jaringan Feedback

Dengan feedback, alternatif-alternatif dapat bergantung/terikat pada

kriteria seperti pada hirarki tetapi dapat juga bergantung/terikat pada

sesama alternatif. Lebih jauh lagi, kriteria-kriteria itu sendiri dapat

tergantung pada alternatif-alternatif dan pada sesama kriteria. Oleh karena

itu, hasil dari ANP diperkirakan akan lebih stabil. Dari jaringan feedback

pada gambar 3.1 dapat dilihat bahwa simpul atau elemen utama dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

simpul-simpul yang akan dibandingkan dapat berada pada cluster-cluster

yang berbeda. Sebagai contoh, ada hubungan langsung dari simpul utama

C4 ke cluster lain (C2 dan C3), yang merupakan outer dependence.

Sementara itu, ada simpul utama dan simpul-simpul yang akan

dibandingkan berada pada cluster yang sama, sehingga cluster ini

terhubung dengan dirinya sendiri dan membentuk hubungan loop, disebut

inner dependence.

Elemen dalam suatu komponen/cluster dapat mempengaruhi

elemen lain dalam komponen/cluster yang sama (inner dependence), dan

dapat pula mempengaruhi elemen pada cluster yang lain (outer

dependence) dengan memperhatikan setiap kriteria. Akhirnya, hasil dari

pengaruh ini dibobot dengan tingkat kepentingan dari kriteria, dan

ditambahkan untuk memperoleh pengaruh keseluruhan dari masing-

masing elemen.

Pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison

(pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui

mana di antara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan)

dan seberapa besar perbedaannya dilihat dari satu sisi. Skala numerik 1-9

yang digunakan merupakan terjemahan dari penilaian verbal. Pengisian

kuesioner oleh responden harus didampingi peneliti untuk menjaga

konsistensi dari jawaban yang diberikan. Pada umumnya, pertanyaan

pada kuesioner ANP sangat banyak jumlahnya. Sehingga faktor-faktor

non teknis dapat menyebabkan tingginya tingkat inkonsistensi.

Menurut Saaty dalam Ascarya (2006) ANP digunakan untuk

menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang

mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang

saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol. ANP merupakan

teori matematika yang memungkinkan seseorang untuk memperlakukan

dependence dan feedback secara sistematis yang dapat menangkap dan

mengombinasi faktor-faktor tangible dan intangible.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

Berkaitan dengan kajian ini, dalam melakukan pengembangan

dalam kinerja ekspor, diperlukan prioritas dalam menerapkan strategi

pengembangan. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan

menggunakan metode Metode ANP. Metode ANP digunakan untuk

mengetahui bobot dari masing-masing alternatif sehingga terpilih sebuah

prioritas strategi pengembangan ekspor yang terbaik dan paling

diprioritaskan. Sebelum dilakukan penentuan bobot kriteria, sub-kriteria,

dan alternatif, dilakukan terlebih dahulu identifikasi hubungan antar

kriteria, antar sub-kriteria, dan antara sub kriteria dan alternatif.

Metode ANP dilakukan dengan bantuan software Super Decision,

dimana pada prosesnya diawali dengan pembuatan model cluster yang

menunjukkan antara goal, kriteria, sub-kriteria, dan alternatif. Melalui

model ini pula akan terlihat hubungan antar kriteria, antar sub-kriteria,

serta antara sub-kriteria dengan alternatif strategi.

3.2.2 Kriteria Model ANP Pengembangan Ekspor

Kerangka kriteria model ANP untuk pengembangan ekspor

berdasarkan aspek produk dan negara ditampilkan pada Gambar 3.2 dan

3.3. Kriteria tersebut disusun berdasarkan teori ekonomi dan studi empirik

terkait dengan strategi pengembangan ekspor. Dari kriteria yang telah

disusun tersebut maka akan ditentukan berbagai sub kriteria ataupun sub-

sub kriteria (jika diperlukan) serta alternatif solusi sebagai bahan

pertimbangan untuk strategi pengembangan ekspor. Penentuan sub

kriteria dan pemilihan alternatif ditentukan melalui hasil FGD yang telah

diolah dengan bantuan software super decision.

Dalam kajian ini ada lima kriteria yang ditetapkan untuk perumusan

strategi pengembangan ekspor Indonesia. Berikut penjelasan mengenai

berbagai kriteria tersebut;

1. Ekspansi Perusahaan Dagang Oleh Swasta Mempercepat memasuki pasar internasional untuk mendorong

pertumbuhan dan pangsa ekspor di suatu negara tujuan salah satunya

dapat dilaukan dengan cara melakukan ekspansi. Ekspansi tersebut

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

dapat dilakukan oleh perusahaan dagang yang bertugas untuk

memasarkan produk ekspor.

Saat ini Indonesia memiliki BUMN yang berperan sebagai

perusahaan dagang yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia

(Persero) - PT PPI yang dikenal juga sebagai Indonesia Trading

Company (ITC). Perusahaan tersebut merupakan satu-satunya BUMN

yang merupakan trading company di Indonesia. PT PPI bergerak di

perdagangan umum meliputi ekspor, impor dan distribusi. Namun

keberadaan perusahaan dagang dirasa belum optimal.

Oleh sebab itu perlu adanya perusahaan dagang yang khusus

bertugas memasarkan produk ekspor Indonesia di kawasan-kawasan

atau negara-negara tujuan ekspor. Perusahaan dagang ini lebih baik

berasal dari pihak swasta dan bertujuan mencari keuntungan (profit

oriented) dari margin yang diperoleh karena usaha memasarkan

produk Indonesia di suatu kawasan/Negara. Strategi pendirian atau

ekspansi perusahaan dagang ini merupakan rekomendasi dari para

pemangku kepentingan yang terlibat dibidang ekspor produk

Indonesia.

2. Koordinasi KBRI dengan Kementerian Perdagangan Dalam Melakukan Intelijensi Pasar

Intelijensi pasar merupakan salah satu strategi untuk mencari

informasi di suatu pasar tujuan ekspor. Informasi yang diperlukan

adalah hal-hal yang terkait dengan peluang pasar, informasi kebutuhan

produk, selera konsumen serta hambatan perdagangan. Strategi

intelijensi pasar ini dipilih ke dalam kriteria penyusunan strategi

pengembangan ekspor Indonesia karena berdasarkan pengalaman

empiris di berbagai negara yang sukses mengalami pertumbuhan dan

peningkatan pangsa ekspor yang signifikan. Negara-negara seperti

China, India dan Malaysia telah menjalankan strategi ini jauh lebih

awal. Namun, semua negara yang melakukan ekspor pada umumnya

pernah melakukan intelijensi pasar (http://www.atpf.org/en).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

Dalam melakukan intelijensi pasar, dengan tujuan efisiensi dan

efektivitas, maka strategi ini dapat dilakukan oleh masing-masing biro

(unit) ekonomi dalam setiap KBRI di seluruh dunia. Hal ini mengingat

bahwa keberadaan Atase Perdagangan dan ITPC tidak selalu ada di

setiap negara.

3. Kreativitas Desain Produk Berdasarkan informasi dan masukan yang diperoleh dari

berbagai pelaku usaha seperti produsen dan eksporter, meningkatkan

kreativitas desain produk merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan selera konsumen di pasar tujuan. Setiap negara selalu

berlomba dalam meningkatkan kreativitas desain produk dan sudah

seharusnya Indonesia harus memperhatikan hal tersebut.

Produk-produk kerajinan dan sejenisnya memerlukan inovasi

dan kreativitas untuk mampu bersaing di dunia internasional. Melalui

inovasi, para produsen mampu menghasilkan suatu karya yang tidak

hanya memiliki keunikan warisan budaya Indonesia, namun juga

meningkatkan nilai tambah dan daya saing sekaligus menciptakan

lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya.

Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI)

turut memotivasi pengembangan kreativitas para produsen kerajinan

Indonesia dengan memberikan satu bentuk apresiasi kepada para

peserta pameran atas karya terbaik anak bangsa di bidang produk

kerajinan melalui INACRAFT Awards. Penghargaan tersebut diberikan

agar ke depannya dapat mendorong para perajin, khususnya peserta

INACRAFT untuk menghasilkan produk-produk yang lebih berkualitas

serta melakukan inovasi penciptaan desain produk yang lebih menarik

dan unik tanpa menanggalkan ciri khas budaya Indonesia (Bustami,

2014).

4. Meningkatkan Kualitas Produk Agar Sesuai dengan Standar Negara Tujuan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

Banyak negara tujuan ekspor Indonesia memberikan syarat

mutlak agar produk-produk yang di impor memenuhi persyaratan yang

ditetapkan oleh negara tersebut. Persyaratan yang ditentukan tersebut

diantaranya berkaitan dengan kualitas produk yang diimpor, selain

tentunya memenuhi standar kesehatan dan kemananan lingkungan.

Berdasarkan rekomendasi dari berbagai stakeholders, kualitas produk

ekspor Indonesia perlu ditingkatkan agar dapat memenuhi standar

yang ditentukan di negara tujuan. Hal ini juga lazim dilakukan oleh

banyak negara yang hendak meningkatkan pertumbuhan ekspornya.

5. Pendirian Gerai/Outlet di negara tujuan yang menjual produk Indonesia

Mendirikan outlet di negara tujuan ekspor yang memamerkan

dan menjual produk-produk suatu negara merupakan cara yang efektif

untuk meningkatkan ekspor. Hal ini dilakukan juga oleh banyak negara

seperti Malaysia, China, Korea Selatan dan India. Di Malaysia

misalnya, misi untuk mengembangkan dan mempromosikan ekspor

Malaysia ke dunia dan diwakili di seluruh dunia di 409 lokasi di kota-

kota komersial utama. Di Malaysia, melalui suatu badan negara yang

bernama Matrade memiliki lima cabang lokal di Penang, Terengganu,

Johor, Sabah, dan Sarawak (www.myceb.com).

Indonesia perlu meningkatkan kegiatan ini sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan ekspor. Kegiatan ini dilakukan dengan

membuka store (toko) di luar negeri, dimana isi produk di toko tersebut

seluruhnya buatan Indonesia. Hal ini bisa diadopsi dari sistem

waralaba minimarket yang sedang berkembang di Indonesia. Strategi

ini juga dapat digunakan untuk menyebarkan informasi mengenai

produk Indonesia serta menampilkan katalog produk dari perusahaan-

perusahaan Indonesia. Informasi tersebut berfungsi sebagai alternatif

dan cara hemat biaya bagi eksportir Indonesia untuk mempromosikan

produk mereka.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

Salah satu penerapan dari strategi ini, pengamat dan pelaku

ekspor makanan dan minuman di Indonesia memberikan saran agar

Indonesia juga aktif mendirikan Windows of Indonesia (WOI) di

beberapa negara yang dijadikan hub internasional. WOI yang

dimaksud adalah bukan hanya dalam bentuk toko, tapi juga segala hal

yang menyangkut Indonesia seperti pariwisata, travel, kebudayaan.

Dengan adanya WOI di negara hub tersebut akan memudahkan bagi

masyarakat internasional untuk mengenal Indonesia tanpa harus ke

Indonesia (Irwan, 2014).

Gambar 3.2 Kerangka Kriteria Model ANP Untuk Pengembangan Ekspor Berdasarkan Produk dan Negara Tujuan

1. Ekspansi perusahaan dagang yang dikelola swasta

2. Koordinasi KBRI dengan Kemendag dalam intelegensi pasar

3. Kreativitas Desain Produk4. Meningkatkan kualitas Produk

sesuai dengan standar negara tujuan5. Pendirian Gerai/Outletdi negara

tujuan yang menjual produk Indonesia

Produk Ekspor:•Kulit dan Produk

Kulit•Produk Makanan

dan minuman Olahan•Produk Kayu dan

Furniture•Produk Kerajinan

Negara Tujuan :•Amerika Serikat

•Jepang•Malaysia•Tiongkok•Arab Saudi•Belanda

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

BAB IV KEBIJAKAN DAN KINERJA EKSPOR INDONESIA

4.1 Kebijakan Pengembangan Ekspor Indonesia

Selama ini, struktur ekspor Indonesia masih didominasi oleh

komoditi primer, kondisi ini belum ideal karena masih sangat bergantung

pada ekspor komoditas yang rentan terhadap gejolak perubahan kondisi

perdagangan global sehingga berpengaruh terhadap harga di pasar

internasional. Hal ini terlihat salah satunya dari proporsi ekspor Indonesia

pada 2013 yang terdiri dari 60 persen komoditi primer dan sekitar 40

persen komoditi manufaktur.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu strategi kebijakan untuk

meningkatkan ekspor Indonesia khususnya untuk produk manufaktur.

Oleh karena itu perlu disusun suatu Rencana Strategis untuk mengetahui

peluang, tantangan dan hambatan dalam mengembangkan ekspor, baik

berdasarkan produk maupun negara tujuan ekspor. Rencana Strategis

Kementerian Perdagangan periode 2010-2014 difokuskan untuk mencapai

tiga misi utama, yaitu meningkatkan kinerja ekspor nonmigas secara

berkualitas, menguatkan pasar dalam negeri, dan menjaga ketersediaan

bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi nasional.

Setelah memperhatikan perkembangan kondisi saat ini dan kondisi

yang diharapkan, maka rencana strategis Kementerian Perdagangan

tersebut perlu ditinjau kembali. Kajian yang berjudul Penyusunan Strategi

Pengembangan Ekspor 2015-2019 ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

dasar revisi strategi pengembangan ekspor lima tahun ke depan. Strategi

tersebut diharapkan dapat efektif, tepat sasaran dan implementatif

sehingga peningkatan ekspor dapat tercapai optimal.

Kementerian Perdagangan memiliki suatu unit yang disebut

Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) yang

mempunyai tugas dan fungsi yang terkait dengan pengembangan ekspor

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

Indonesia. Berbagai kebijakan, aturan serta regulasi telah diupayakan

untuk memperluas dan memperdalam pasar ekspor Indonesia. Selain itu,

kebijakan pengembangan ekspor Indonesia khususnya yang terkait

dengan pengendalian defisit neraca perdagangan juga dikeluarkan oleh

Kementerian Keuangan seperti penyesuain tarif bea masuk dan bea

keluar.

Strategi kebijakan pengembangan ekspor Indonesia perlu

diupayakan terutama untuk memperluas pasar baru yang dinilai potensial.

Hal ini mengingat beberapa pasar tradisional ekspor Indonesia sedang

mengalami gelojak ekonomi (krisis) yang tentu berdampak pada ekspor

Indonesia. Dampak krisis global yang terjadi di negara maju seperti

Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa berimbas pada

melemahnya kinerja ekspor Indonesia.

Meskipun kondisi perekonomian di kawasan Uni Eropa stagnan dan

belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, pada tahun 2014 ekspor

Indonesia ditargetkan harus jauh lebih baik. Pemerintah mentargetkan

ekspor tahun 2014 meningkat sekitar 5 persen dibandingkan 2013 lalu.

Dilihat berdasarkan produk, pada 2014 ini ekspor Indonesia masih

mengandalkan 10 produk utama, yaitu CPO dan turunannya; Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT); Elektronik; Karet dan produk karet; Produk kayu,

pulp dan furniture; Produk kimia; Produk logam; Mesin-mesin; Makanan

olahan dan Otomotif. Sepuluh produk utama ini memberikan kontribusi

yang cukup besar dari nilai total ekspor nonmigas Indonesia, dimana pada

tahun 2013 berkontribusi lebih dari 60 persen. Pada masa yang akan

datang, perlu diupayakan agar produk utama ekspor Indonesia semakin

bernilai tambah tinggi dan termasuk golongan high tech sehingga dapat

mengakselerasi pertumbuhan ekspor Indonesia.

Selain itu, Pemerintah juga akan mendorong produk-produk yang

dianggap potensial yaitu Alas kaki, Perhiasan, Produk plastik, Udang, Ikan

dan produk ikan, Kopi, Kakao dan olahannya, Kerajinan, Rempah-rempah

serta Kulit dan produk kulit untuk dikembangkan ekspornya. Sepuluh

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

produk tersebut saat ini memiliki kontribusi ekspor sebesar 10,6 persen

dari total ekspor nonmigas Indonesia. Namun ke depan diharapkan untuk

ke sepuluh produk tersebut dapat memberikan konstribusi yang lebih

besar.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah

menyusun beberapa upaya untuk meningkatkan nilai ekspor produk

Indonesia di antaranya:

1. Pengembangan SDM ekspor melalui diklat dan pelatihan;

2. Pengembangan informasi ekspor melalui Customer Service

Center (CSC), dan display;

3. Pengembangan produk ekspor melalui rebranding, Designer

Dispatch Service (DDS) dan adaptasi produk;

4. Pengembangan pasar ekspor melalui analisis pengembangan

pasar tujuan ekspor dan penyediaan informasi tujuan ekspor;

5. Melakukan promosi ekspor baik berupa pameran dalam dan luar

negeri, misi dagang, misi pembelian, Trade Expo Indonesia (TEI)

2014, dan instore promotion;

6. Penguatan kelembagaan ekspor melalui kerjasama baik dalam

maupun luar negeri, pemberdayaan perwakilan

perdagangan Indonesia dan di luar negeri;

7. Memberikan penghargaan baik berupa eksportir award maupun

importir award;

8. Melakukan perumusan kebijakan pengembangan ekspor nasional

melalui forum diskusi, dan sebagainya.

Pada tahun 2014 direncanakan terdapat 119 angkatan dengan

peserta 3400 orang yang akan ikut pelatihan pengembangan sumber daya

manusia ekspor di Balai Besar Pendidikan Pelatihan Ekspor Indoneisa

(BBPPEI). BBPPEI merupakan salah satu unit di bawah Ditjen PEN yang

memiliki peranan penting dalam mendukung upaya peningkatan ekspor

non migas melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang

perdagangan internasional, khususnya ekspor. Sedangkan untuk promosi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

ekspor, ada sekitar 179 kegiatan promosi, dimana 56 persen akan

bergerak di negara non tradisional dan 44 persen di negara tradisional.

Kegiatan yang terbaru dari Kementerian Perdagangan berupa Misi

pembelian. Misi pembelian ini adalah the new strategic, dimana

Pemerintah akan meminta seluruh Trade Attache and Indonesia Trade

Promotion Center (ITPC) untuk membawa minimal 10 buyers yang

akan diajak ke beberapa daerah. Rencananya ada sekitar 10 misi

pembelian yang dilaksanakan pada 2014. Meskipun efektivitas dari

program ini belum dapat dipastikan, namun upaya ini perlu didukung untuk

memacu peningkatan ekspor Indonesia.

Sejalan dengan tujuan Pemerintah untuk meningkatkan ekspor

nonmigas Indonesia, 179 program kegiatan promosi yang bersinergi telah

ditetapkan dengan perwakilan Indonesia di luar negeri. Kegiatan tersebut

mengambil format partisipasi pada pameran internasional seperti

pelaksanaan misi dagang, dan in-store promotion. Selain itu kegiatan

Trade Expo Indonesia (TEI) yang mertujuan untuk memperkenalkan

produk-produk hasil karya anak bangsa kepada para buyer juga rutin

diadakan setiap tahunnya.

Kegiatan promosi di luar negeri oleh Kementerian Perdagangan

dilakukan berdasarkan informasi dan masukan mengenai pasar tujuan

ekspor yang diperoleh melalui perwakilan Kementerian Perdagangan di

luar negeri. Ada 19 perwakilan melalui Indonesian Trade Promotion

Center (ITPC), 24 Atase Perdagangan, Konsul Dagang di Hong Kong, dan

Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei.

Melalui perwakilan perdagangan Indonesia diharapkan dapat

membantu mempercepat pengembangan ekspor Indonesia dengan

memperkaya informasi mengenai pasar tujuan ekspor. Pemberian

informasi yang terbuka untuk eksportir tentang situasi pasar internasional

dan layanan kepada pembeli luar negeri yang berdasarkan permintaan

telah diupayakan oleh Pemerintah. Informasi tersebut dapat diperoleh

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

eksportir salah satunya dengan memanfaatkan fasilitas Customer Service

Center di Kementerian Perdagangan.

Kementerian Perdagangan sebelumnya juga telah melakukan

program-program antara lain Coaching Program yang telah dilaksanakan

sejak tahun 2010 bekerja sama dengan Trade Facilitation Office (TFO)

Kanada. Total UKM yang telah difasilitasi sampai dengan tahun 2013

adalah sebanyak 275 UKM. Sedangkan pada tahun 2014 target

pesertanya adalah sebanyak 120 UKM. Tujuan dari Coaching Program ini

adalah agar para UKM potensial mampu menjalankan bisnis ekspor

secara efektif dengan melakukan pembenahan dan penyempurnaan atas

produksi dan manajemen. Dalam program ini juga dilakukan

pendampingan saat berlangsungnya proses ekspor.

Kerja sama antara Kementerian Perdagangan dengan kantor

promosi dagang internasional, baik yang berasal dari kawasan Amerika

Utara, Afrika, Asia, Eropa, dan Timur Tengah telah terjalin dan mulai

direalisasikan guna meningkatkan ekspor non migas Indonesia. Selain itu,

Ditjen PEN juga bekerja sama dengan asosiasi dan organisasi

internasional lainnya guna meningkatkan kapasitas eksportir dan

meningkatkan promosi produk Indonesia.

Selain dari sisi peningkatan kapasitas SDM eksportir dan informasi

ekspor, Kementerian Perdagangan juga memfasilitasi eksportir dan UKM

dalam melakukan pengembangan dan adaptasi produk guna

meningkatkan kualitas dari produk ekspor utama dan produk potensial.

Hal ini dapat dicapai antara lain dengan adanya program Designer

Dispatch Service (DDS). DDS adalah program yang mempertemukan

desainer dengan produsen guna meningkatkan kualitas desain suatu

produk untuk menyesuaikan dengan selera pasar tujuan ekspor.

Dalam jangka panjang, upaya untuk meningkatkan ekspor

Indonesia tidak cukup hanya bergantung pada aspek promosi dan

pemasaran terhadap produk-produk yang ada, namun Indonesia harus

melakukan diversifikasi produk yang lebih bernilai tambah tinggi dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

diminati oleh pasar internasional. Program hilirisasi industri untuk

menciptakan produk yang bernilai tinggi selalu ditunggu guna

mengakselerasi kinerja ekspor Indonesia.

4.2 Kinerja Ekspor Indonesia Menurut Sektor

4.2.1 Kinerja Ekspor Sektor Migas

Ekspor sektor migas Indonesia selama 2007-2013 mengalami

pertumbuhan rata-rata sebesar 11,65 persen. Berdasarkan Tabel 4.1,

pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 47,43 persen

dengan nilai ekspor mencapai USD 28,04 miliar. Sementara penurunan

ekspor migas terbesar terjadi di 2009, dimana ekspor migas Indonesia

turun sebesar 34,70 persen (USD 19,02 miliar). Namun sayangnya,

kinerja ekspor migas Indonesia belum mampu menutup besarnya

pertumbuhan impor migas khususnya selama periode tahun 2007-2013.

Jika dilihat berdasarkan komoditas, maka gas memiliki peran yang

signifikan terhadap peningkatan ekspor migas. Tercatat bahwa selama

tujuh tahun terakhir (2007-2013) gas mencatat rata-rata pertumbuhan

ekspor sebesar 16,35 persen, dimana pertumbuhan terbesar terjadi pada

2011 yakni mencapai 67,32 persen. Nilai ekspor gas terbesar juga terjadi

pada 2011 yakni sebesar USD 22,87 miliar. Namun pada 2012 hingga

2013 ekspor gas terus mengalami penurunan yang semakin besar.

Di sisi lain pertumbuhan ekspor minyak mentah tergolong tidak

signifikan. Rata-rata selama 7 tahun terakhir hanya mencapai 5,91 persen.

Pertumbuhan terbesar terjadi pada 2010 yaitu mencapai 33,02 persen,

namun nilai ekspor terbesar terjadi pada 2011 yang mencapai USD 13,82

miliar. Pada 2012 dan 2013 nilai ekspor minyak mentah juga terus

mengalami penurunan yang semakin besar (Tabel 4.1).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47

Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Ekspor Migas Indonesia (USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Ekspor komoditas hasil minyak mengalami pertumbuhan yang

relatif lebih besar dari pada minyak mentah. Rata-rata pertumbuhan

ekspor hasil minyak selama 2007-2013 tercatat mencapai 12,20 persen,

dimana pertumbuhan terbesar terjadi pada 2010 yang mencapai 75,36

persen. Namun, jika ditinjau dari sisi nilai, ekspor hasil minyak masih jauh

lebih rendah dari nilai ekspor minyak mentah dan gas. Hal ini

menunjukkan bahwa proses hilirisasi komoditas minyak mentah belum

tercapai optimal, sehingga menyebabkan rendahnya nilai tambah pada

produk ini. Infrastruktur dan sarana pengolahan minyak mentah mutlak

diperlukan untuk menciptakan produk yang bernilai tambah tinggi.

Jika dilihat berdasarkan struktur ekspor pada sektor migas, terlihat

bahwa gas merupakan komoditas yang dijadikan andalan ekspor pada

sektor ini. Berdasarkan Tabel 4.2, selama 2007-2013 gas memberikan

sumbangan terhadap total ekspor migas dengan rata-rata sebesar 50,33

persen. Kontribusi yang besar tersebut terus mengalami trend yang

meningkat selama 2007-2013. Puncaknya pada tahun 2013, gas

memberikan sumbangan terhadap total ekspor migas sebesar 55,55

persen.

Lebih lanjut, komoditas minyak mentah memberikan kontribusi rata-

rata sebesar 37,21 persen terhadap total ekspor migas. Namun kontribusi

ekspor yang diberikan oleh komoditas minyak mentah tersebut terlihat

Komoditas 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013Minyak Mentah 9,226.0 12,418.7 7,820.3 10,402.9 13,828.7 12,293.4 10,204.7

Growth (%) 34.6 -37.0 33.0 32.9 -11.1 -17.0Hasil Minyak 2,878.8 3,547.0 2,262.3 3,967.3 4,776.9 4,163.4 4,299.1

Growth (%) 23.2 -36.2 75.4 20.4 -12.8 3.3Gas 9,983.8 13,160.5 8,935.7 13,669.5 22,871.5 20,520.5 18,129.2

Growth (%) 31.8 -32.1 53.0 67.3 -10.3 -11.7Total Migas 22,088.6 29,126.3 19,018.3 28,039.6 41,477.0 36,977.3 32,633.0

Growth (%) 31.9 -34.7 47.4 47.9 -10.9 -11.8

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48

mengalami kecenderungan yang menurun sepanjang 2007-2013 (Tabel

4.2). Jika pada 2007 minyak mentah memberikan kontribusi ekspor

sebesar 41,77 persen, maka pada 2013 komoditas ini hanya memberikan

sumbangan sebesar 31,27 persen terhadap total ekspor migas.

Di sisi lain, komoditas yang memiliki nilai tambah (hasil minyak)

hanya memberikan kontribusi yang relatif kecil dibandingkan dengan

komoditas migas lainnya. Rata-rata kontribusi yang diberikan oleh

komoditas hasil minyak selama 2007-2013 hanya sebesar 12,46 persen.

Kontribusi ekspor hasil minyak tersebut tidak menunjukkan dinamika

perkembangan yang signifikan dikarenakan kecenderungan yang konstan

selama tujuh tahun terakhir.

Tabel 4.2 Struktur Ekspor Migas Indonesia (Persen)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

4.2.2 Kinerja Ekspor Sektor Non Migas

Ekspor non migas Indonesia pada 2013 tercatat sebesar 149,92

miliar dollar, meningkat 62,9 persen dari tahun 2007 yang saat itu masih

sebesar USD 92,01 miliar (Tabel 4.3). Rata-rata perumbuhan ekspor non

migas selama 7 tahun terakhir (2007-2013) tercatat mencapai 9,67

persen. Diantara berbagai sub sektor pada non migas tersebut, ekspor

tambang mengalami pertumbuhan paling besar yaitu dengan rata-rata

selama 7 tahun terakhir sebesar 18,80 persen, kemudian diikuti oleh sub

sektor non migas lainnya sebesar 12,56 persen. Sementara rata-rata

pertumbuhan ekspor sub sector pertanian dan industri hanya mencapai

masing-masing sebesar 8,14 persen dan 8,20 persen.

Berdasarkan nilai ekspor, sub sektor industri merupakan

penyumbang terbesar ekspor non migas. Pada tahun 2013 ekspor industri

Komoditas 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rataMinyak Mentah 41.77 42.64 41.12 37.1 33.34 33.25 31.27 37.21Hasil Minyak 13.03 12.18 11.9 14.15 11.52 11.26 13.17 12.46Gas 45.2 45.18 46.98 48.75 55.14 55.49 55.55 50.33

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49

tercatat mencapai USD 113,03 miliar. Namun dalam dua tahun terakhir

(2012-2013), ekspor industri selalu mengalami penurunan. Demikian pula

halnya pada sub sektor tambang yang juga mengalami penurunan ekspor

selama dua tahun berturut-turut. Namun lain halnya dengan sub sektor

pertanian yang justru selalu mengalami peningkatan khususnya dalam

dua terakhir. Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan

komparatif berdasarkan sumberdaya alam. Namun hal ini sangat rentan

karena daya dukung sumberdaya alam akan sulit dipertahankan. Selain

itu, nilai tambah yang relatif rendah pada komoditas sumber daya alam

juga akan sulit diandalkan untuk menggenjot ekspor.

Melemahnya ekspor pada sub sektor industri, tambang dan non

migas lainnya turut menyebabkan semakin menipisnya surplus neraca

perdagangan non migas. Jika hal ini terjadi secara berkelanjutan, maka

akan dikhawatirkan neraca perdagangan non migas semakin menipis

bahkan mencapai defisit. Maka perlu disusun suatu target pertumbuhan

ekspor dan impor yang disertai upaya-upaya dalam hal strategi

mengembangkan ekspor dan upaya-upaya untuk mengendalikan impor.

Tabel 4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia

(USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Sub Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013Pertanian 3,657.8 4,584.6 4,352.8 5,001.9 5,165.8 5,569.2 5,713.0

Growth (%) 25.3 -5.1 14.9 3.3 7.8 2.6Industri 76,460.8 88,393.5 73,435.8 98,015.1 122,188.7 116,125.1 113,029.9

Growth (%) 15.6 -16.9 33.5 24.7 -5.0 -2.7Tambang 11,884.9 14,906.2 19,692.3 26,712.6 34,652.0 31,329.9 31,159.5

Growth (%) 25.4 32.1 35.7 29.7 -9.6 -0.5Non Migas Lainnya 8.8 9.9 10.8 10.0 13.0 18.7 16.3

Growth (%) 12.6 8.9 -7.9 31.1 43.5 -12.8Total Non Migas 92,012.3 107,894.2 97,491.7 129,739.5 162,019.6 153,043.0 149,918.8

Growth (%) 17.3 -9.6 33.1 24.9 -5.5 -2.0

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50

Berdasarkan struktur ekspor sektor non migas terlihat bahwa sub

sektor industri merupakan kontributor terbesar dalam total ekspor non

migas. Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa rata-rata kontribusi ekspor

yang diberikan oleh industri mencapai 77,51 persen. Namun jika dilihat

dinamika perkembangannya, sebenarnya telah terjadi penurunan

kontribusi yang berlangsung setidaknya selama tujuh tahun terakhir. Pada

2007 pangsa ekspor industri masih mencapai 83,10 persen, namun

menurun menjadi 75,39 persen pada 2013. Hal ini tentunya menimbulkan

kekhawatiran tersendiri karena menunjukkan pelemahan pada daya saing

sub sektor industri. Sedangkan kontribusi ekspor sektor pertambangan

terus mengalami peningkatan dari 12,92 persen di tahun 2007 naik

menjadi 20,78 persen pada tahun 2013 (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Struktur Ekspor Non Migas Indonesia (Persen)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

4.3 Kinerja Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Ekspor Indonesia ke negara tujuan memperlihatkan bahwa selama

2009-2013 tujuan ekspor Indonesia masih didonimasi ke negara-negara

tujuan utama (main market). Tren pertumbuhan ekspor ke negara-negara

tujuan utama tersebut mengalami peningkatan selama 2009-2013. Tren

peningkatan ekspor terbesar terjadi pada RRT yaitu sebesar 23,77

persen. Selain RRT, tren peningkatan yang besar juga terjadi pada

Thailand dan Arab Saudi.

Krisis ekonomi yang terjadi pada beberapa negara tujuan utama

ekspor Indonesia turut memberikan dampak terhadap kinerja ekspor

Indonesia. Pada tahun 2012, terlihat bahwa terjadi penurunan nilai ekspor

Sub Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rataPertanian 3.98 4.25 4.46 3.86 3.19 3.64 3.81 3.88Industri 83.1 81.93 75.33 75.55 75.42 75.88 75.39 77.51Tambang 12.92 13.82 20.2 20.59 21.39 20.47 20.78 18.59Non Migas 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51

ke semua negara tujuan utama ekspor Indonesia. Penurunan ekspor yang

terjadi cukup signifikan dan di sisi lain terjadi peningkatan impor migas.

Dampak dari kedua hal tersebut menyebabkan neraca perdagangan

Indonesia mengalami defisit terbesar sepanjang sejarah. Krisis ekonomi

yang terjadi pada beberapa negara tujuan ekspor utama menyebabkan

turunnya permintaan terhadap ekspor. Hal ini menyebabkan ekspor

nonmigas Indonesia pada 2013 kembali turun sebesar 3,9 persen.

Tabel 4.5. Nilai Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan (USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Dilihat berdasarkan pangsa ekspor ke berbagai negara tujuan

utama, menunjukkan bahwa sejak implementasi CAFTA, Tiongkok telah

menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia dengan panga pada

tahun 2013 sebesar 14,20 persen. Telah terjadi pergesaran pangsa

ekspor Indonesia dimana pangsa ke Jepang dan AS, kini telah bergeser

ke Tiongkok. Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa 10 negara tujuan ekspor

Indonesia memiliki peranan yang cukup besar terhadap kinerja ekspor

Indonesia. Hal ini terlihat dari besarnya pangsa ekspor ke 10 negara

tersebut yang mencapai 66,79 persen di tahun 2013.

No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Trend (%) 1 RRT 8,920.1 14,080.9 21,595.6 20,864.1 21,281.6 23.772 JEPANG 11,979.0 16,496.5 18,330.1 17,231.2 16,084.1 6.533 AMERIKA SERIKAT 10,470.1 13,326.5 15,684.2 14,590.9 15,081.9 8.554 INDIA 7,351.4 9,851.2 13,279.0 12,446.7 13,009.8 14.755 SINGAPURA 7,947.6 9,553.6 11,113.4 10,550.9 10,385.8 6.556 MALAYSIA 5,636.4 7,753.6 9,200.1 8,469.0 7,268.2 6.157 KORSEL 5,174.3 6,869.7 7,565.8 6,684.6 6,052.5 2.98 THAILAND 2,598.4 4,054.4 5,242.5 5,490.2 5,214.1 18.489 BELANDA 2,902.9 3,682.1 5,076.3 4,586.0 4,014.5 9.07

10 ARAB SAUDI 956.2 1,167.3 1,430.1 1,771.4 1,734.0 17.44

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52

Ketergantungan terhadap pasar tradisional ekspor Indonesia dapat

dilihat dari besarnya pangsa ekspor ke negara-negara tersebut. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila terjadi gejolak ekonomi pada beberapa

negara tujuan tersebut, maka akan memberikan dampak atau pengaruh

yang cukup besar bagi kinerja ekspor Indonesia. Beberapa tahun terakhir

ini percepatan perluasan pasar ekspor terutama ke berbagai negara non

tradisional menjadi hal yang sangat penting untuk mengurangi

ketergantungan dan mengurangi dampak resiko gejolak ekonomi global.

Indonesia memiliki peluang dan kesempatan mengekspor berbagai produk

ke banyak negara non tradisional di berbagai kawasan. Hal ini telah

terlihat dari tren pertumbuhan ekspor ke negara-negara tersebut yang

tumbuh sangat besar.

Tabel 4.6. Pangsa Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan

(Persen)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Lebih lanjut, Indonesia perlu mengindentifikasi negara tujuan

ekspor yang dinilai berpotensi dalam menyerap produk-produk dari

Indonesia. Hal ini dapat dilihat salah satunya dari tren pertumbuhan

ekspor ke negara-negara yang dinilai potensial pada periode 2009 – 2013

tersebut. Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa nilai ekspor Indonesia ke

No Uraian 2009 2010 2011 2012 20131 RRT 9.2 10.9 13.3 13.6 14.22 JEPANG 12.3 12.7 11.3 11.3 10.733 AMERIKA SERIKAT 10.7 10.3 9.7 9.5 10.064 INDIA 7.5 7.6 8.2 8.1 8.685 SINGAPURA 8.2 7.4 6.9 6.9 6.936 MALAYSIA 5.8 6.0 5.7 5.5 4.857 KORSEL 5.3 5.3 4.7 4.4 4.048 THAILAND 2.7 3.1 3.2 3.6 3.489 BELANDA 3.0 2.8 3.1 3.0 2.68

10 ARAB SAUDI 1.0 0.9 0.9 1.2 1.16Total 10 negara 65.58 66.93 66.98 67.1 66.79

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53

beberapa negara non tradisional mengalami peningkatan signifikan di

2011 dan 2012. Hal ini menyebabkan tren ekspor periode 2009 – 2013 ke

negara-negara tersebut tumbuh cukup besar yakni pada kisaran 20 hingga

60 persen. Gambaran ini mengindikasikan bahwa negara-negara tersebut

sangat prospektif untuk dijadikan pasar utama tujuan ekspor selain

negara-negara yang telah menjadi pasar tradisional.

Jika dilihat berdasarkan kawasan, dari 10 negara tujuan ekspor

yang memiliki tren terbesar, maka 4 negara diantaranya berada di benua

Afrika, sementara negara lainnya berada di kawasan yang berbeda-beda

Timur Tengah, Asia, Eropa Timur). Ekspor Indonesia selama periode

2009-2013 ke Djiboti, Kenya dan Afrika Selatan mengalami tren

pertumbuhan yang paling besar yakni masing-masing sebesar 61,56

persen, 37,53 persen dan 32,48 persen. Bahkan saat kinerja ekspor

Indonesia ke negara mitra dagang utama sedang mengalami penurunan,

pertumbuhan ekspor ke negara-negara potensial tersebut tetap

mengalami pertumbuhan yang relatif signifikan (Tabel 4.7).

Tabel 4.7. Nilai Ekspor Indonesia Ke Negara Tujuan Potensial (USD

Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

No Negara 2009 2010 2011 2012 2013 Trend (%)

1 DJIBOUTI 50.7 71.1 186.1 270.3 286.4 61.6 2 KENYA 65.9 138.0 252.7 266.9 233.2 37.5 3 AFSEL 484.5 680.7 1,413.9 1,650.3 1,270.1 32.5 4 MYANMAR 174.6 283.7 358.8 400.8 555.7 30.5 5 RUSIA 315.8 609.4 863.5 867.3 930.3 28.6 6 OMAN 92.9 115.7 186.5 237.8 209.4 26.5 7 FINLANDIA 61.0 122.3 219.0 197.8 149.1 25.5 8 NIGERIA 207.4 316.8 466.0 413.0 557.8 25.2 9 PAKISTAN 664.1 682.7 931.9 1,379.7 1,415.0 24.8

10 TURKI 678.4 1,073.7 1,433.4 1,363.4 1,536.2 20.6

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54

4.4 Kinerja Ekspor Indonesia Berdasarkan Produk Terpilih

Penyusunan strategi kebijakan pengembangan ekspor Indonesia

yang dirumuskan dalam kajian ini dibatasi dalam beberapa lingkup produk.

Strategi kebijakan pengembangan ekspor tersebut dilakukan terhadap

produk-produk makanan olahan, produk kayu dan furniture, kulit dan

produk kulit serta produk kerajinan. Pemilihan keempat produk tersebut

didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu, diantaranya:

1. Keempat produk tersebut merupakan produk yang memiliki

pertumbuhan output dan pertumbuhan ekspor yang relatif tinggi disaat

pertumbuhan ekspor produk-produk lain mengalami perlambatan.

2. Keempat produk tersebut memiliki tren ekspor yang relatif tinggi

selama 2004 hingga 2013.

3. Kualitas produk-produk tersebut sudah cukup dikenal di pasar

internasional dan merupakan salah satu ciri khas produk ekspor

Indonesia.

4. Keempat produk tersebut memberikan kontribusi lebih dari 10 persen

terhadap total ekspor Indonesia.

Jika dilihat berdasakan kinerja ekspor untuk keempat produk

tersebut, terlihat bahwa produk-produk tersebut memiliki tren ekspor yang

positif selama 2004 hingga 2013. Tren terbesar terjadi pada produk

makanan olahan yaitu sebesar 17,3 persen serta kulit dan produk kulit

sebesar 8,1 persen. Sementara untuk produk kerajinan serta produk kayu

dan furniture memiliki trend sebesar 5,1 persen dan 3,8 persen selama

2004 hingga 2013.

Pertumbuhan ekspor pada 2013 untuk keempat produk tersebut

mengalami peningkatan (kecuali produk kerajinan). Pertumbuhan ekspor

terbesar juga dialami oleh Kulit dan produk kulit yaitu sebesar 4,2 persen.

Sementara produk makanan olahan serta produk kayu dan furniture

masing-masing tumbuh sebesar 4,0 persen dan 3,6 persen. Total keempat

produk ini memberikan kontribusi sebesar 10,8 persen terhadap total

ekspor Indonesia pada 2013.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55

Tabel 4.8. Kinerja Ekspor Produk Terpilih

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Ekspor produk makanan olahan Indonesia memiliki kinerja yang

relatif baik terutama di pasar tujuan ekspor yang menjadi lingkup kajian ini.

Tabel 4.9 menunjukkan kinerja ekspor untuk produk makanan olahan ke

beberapa negara mitra yang menjadi lingkup pada kajian ini, yaitu Amerika

Serikat, Malaysia, Tiongkok, Jepang, Arab Saudi dan Belanda.

Pertimbangan kajian ini fokus kepada enam negara tersebut karena

keenam negara tersebut merupakan negara yang berpenduduk besar dan

banyak terdapat warga Indonesia yang menetap di sana. Atas alasan

tersebut, perkembangan ekspor keenam negara tersebut terutama pada 5

tahun terakir menunjukkan hasil yang impresif dan berpotensi untuk

optimalkan.

Secara umum, ekspor Indonesia ke dunia tumbuh secara positif

dengan trend pertumbuhan selama 2009-2013 sebesar 15,58 persen.

Pada semester I – 2014 pertumbuhan yang relatif tinggi tersebut dipicu

oleh tumbuhnya ekspor ke beberapa negara tujuan, diantaranya ke

Belanda (68,61%), RRT (53,28%), Amerika Serikat (29,46%), Malaysia

(9,31%) dan Arab Saudi (8,77%). Sedangkan ekspor produk makanan

olahan ke dunia pada periode yang sama tumbuh 14,09% (Tabel 4.9).

Dilihat berdasarkan pangsa tujuan ekspor produk makanan olahan

pada 2013, ekspor produk ini ke Amerika Serikat memberikan kontribusi

yang terbesar, yakni mencapai 13,56 persen dari total ekspor produk

makanan olahan. Kemudian diikuti oleh Malaysia yang mencapai 12,05

No ProdukNilai 2013 (USD Juta)

Pertumbuhan 2013 (%)

Trend 2004-2013 (%)

1 Produk Kayu dan Furniture 10.215 3.6 3.82 Makanan Olahan 4.834 4 17.33 Kulit dan Produk Kulit 480 4.2 8.14 Produk Kerajinan 682 -3.1 5.1

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56

persen. Selama tahun 2013, pangsa ekspor ke enam negara terpilih

tersebut mencapai 41,6 persen.

Tabel 4.9. Kinerja Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ke Beberapa Negara Mitra Utama (USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Pangsa ekspor produk makanan olahan ke enam negara terpilih

tersebut berpotensi terus meningkat apabila Indonesia menerapkan

strategi kebijakan pengembangan ekspor yang sesuai. Produk makanan

olahan Indonesia memiliki ciri khas dan cita rasa tersendiri yang

menjadikannya unggul secara komparatif. Selain itu, jumlah penduduk

yang besar dan banyaknya warga negara Indonesia yang tinggal di

negara tujuan tersebut dapat dijadikan sebagai peluang untuk

pengembangan ekspor produk makanan olahan.

Produk selanjutnya yang masuk dalam analisis kajian ini adalah

kulit dan produk kulit. Kinerja ekspor produk ini khususnya ke enam

negara tujuan menujukkan pertumbuhan yang impresif. Secara umum,

trend ekspor produk ini selama periode 2009 - 2013 mencapai 12,28

persen. Total kontribusi ekspor kulit dan produk kulit terhadap enam

negara tujuan ini mencapai 46,5 persen. Sebanyak 29,11 persen

merupakan ekspor ke Amerika Serikat, sementara pangsa ekspor ke

2013 2014

Dunia 2,380.5 2,856.3 3,547.4 3,841.0 4,234.1 2,056.1 2,345.8 15.58 100.00 14.09 Amerika Serikat 86.9 393.6 459.1 463.6 574.0 275.6 356.8 48.28 13.56 29.46 Malaysia 249.8 340.6 394.5 454.6 510.1 262.0 286.4 18.73 12.05 9.31 RRT 56.7 116.9 144.2 163.3 234.2 82.4 126.3 37.31 5.53 53.28 Jepang 137.5 154.5 205.4 215.2 192.7 96.4 96.4 10.59 4.55 - Arab Saudi 70.0 87.1 118.8 139.2 139.7 73.0 79.4 20.33 3.30 8.77 Belanda 75.5 85.8 98.8 83.1 111.8 46.2 77.9 7.82 2.64 68.61

Growth 2014 (%)

2013Trend 2009 -

2013 (%)Pangsa 2013

(%)Sem I Negara 2009 2010 2011 2012

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57

Tiongkok dan Jepang masing-masing sebesar 5,35 persen dan 5,04

persen (Tabel 4.10).

Hal ini menunjukkan bahwa ekspor produk ini sangat bergantung

terhadap Amerika Serikat. Diversifikasi pasar ekspor bagi produk kulit ini

sangat diperlukan untuk menghindari resiko dampak krisis ekonomi AS

terhadap Indonesia. Selain itu, diversifikasi pasar juga diperlukan untuk

mengakselerasi pertumbuhan ekspor produk-produk andalan Indonesia.

Ditinjau berdasarkan pertumbuhan ekspor kulit dan produk kulit ke

enam negara terpilih tersebut, terlihat bahwa selama tahun 2009 hingga

2013 terjadi fluktuasi pertumbuhan. Namun secara umum, trend

pertumbuhan selama periode 2009 - 2013 menunjukkan hasil yang positif.

Trend pertumbuhan terbesar terjadi pada ekspor ke Belanda yaitu sebesar

28,09 persen. Keragaman dan ciri khas produk kulit asal Indonesia

merupakan keunggulan komparatif bagi Indonesia dalam melakukan

penetrasi ke pasar tujuan ekspor.

Tabel 4.10. Kinerja Ekspor Kulit dan Produk Kulit Indonesia ke Beberapa Negara Mitra (USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Produk terpilih selanjutnya yang termasuk dalam analisis kajian ini

adalah produk kayu dan furniture. Negara tujuan utama ekspor produk ini

merupakan negara tradisional ekspor Indonesia yang meliputi RRT,

2013 2014

Dunia 300.0 371.0 430.4 460.9 480.3 245.5 229.0 12.28 100.00 (6.72) Amerika Serikat 91.2 121.6 136.0 138.3 139.8 71.8 60.0 10.33 29.11 (16.43) RRT 21.4 13.3 15.9 29.3 25.7 13.9 15.3 12.25 5.35 10.07 Jepang 18.7 23.8 19.2 23.4 24.2 12.7 11.7 5.11 5.04 (7.87) Belanda 5.9 9.8 13.7 11.0 19.2 9.8 9.7 28.09 4.00 (1.02) Malaysia 14.3 9.3 7.9 10.8 13.6 7.6 5.6 0.49 2.83 (26.32) Arab Saudi 0.5 0.6 0.5 0.6 0.7 0.2 0.7 6.96 0.15 250.00

Negara 2009 2010 2011 2012 2013Trend 2009 -

2013 (%)Pangsa 2013

(%)Growth

2014 (%)Sem I

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58

Jepang dan Amerika Serikat. Pada tahun 2013, pangsa ekspor ke tiga

negara tersebut masing-masing mencapai 18,38 persen, 16,16 persen

dan 10,33 persen. Sedangkan ekspor produk kayu dan furniture ke

Malaysia, Arab Saudi dan Belanda pangsanya mencapai 3,74 persen,

2,94 persen dan 1,33 persen (Tabel 4.11).

Perkembangan ekspor produk kayu dan furniture ke negara tujuan

utama tumbuh secara impresif. Hal ini ditunjukkan dari besarnya trend

pertumbuhan ekspor selama periode 2009 - 2013. Ekspor produk kayu

dan furniture ke RRT trend pertumbuhannya mencapai 23,72 persen,

sementara ke Jepang dan AS mencapai 10,63 persen dan 7,50 persen.

Sementara pada tahun 2010, ekspor produk ini ke Arab Saudi pernah

tumbuh mencapai 106,6 persen. Hal sebaliknya terjadi pada ekspor ke

Belanda, trend ekspor produk kayu dan furniture ke Belanda menunjukkan

penurunan. Hal ini terlihat dari trendnya selama periode 2009 - 2013 yang

turun rata-rata sebesar 10,14 persen per tahun. Hal ini dimungkinkan

karena sebagai dampak krisis ekonomi di Uni Eropa yang menyebabkan

permintaan terhadap produk furniture Indonesia menjadi berkurang.

Tabel 4.11 Kinerja Ekspor Produk Kayu dan Furniture Indonesia ke Beberapa Negara Mitra (USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

2013 2014

Dunia 7559.1 9783.6 9993.1 10095.3 10500.2 5180.2 5417.2 7.13 100.00 4.58 RRT 781.7 1129.6 1429.7 1557.0 1930.2 865.9 1031.4 23.72 18.38 19.11 Jepang 1162.2 1414.9 1811.0 1822.9 1697.1 860.8 863.1 10.63 16.16 0.27 Amerika Serikat 792.5 879.6 837.1 968.0 1084.4 547.0 589.3 7.50 10.33 7.73 Malaysia 304.3 388.0 406.2 420.0 393.1 200.7 190.4 6.09 3.74 (5.13) Arab Saudi 170.1 351.5 301.0 307.5 308.9 153.4 156.8 11.18 2.94 2.22 Belanda 207.7 213.0 184.7 162.3 139.4 75.6 80.5 (10.14) 1.33 6.48

2013Trend 2009 -

2013 (%)Pangsa 2013

(%)Growth

2014 (%)Sem I Negara 2009 2010 2011 2012

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59

Produk terakhir yang termasuk cakupan analisis kajian ini adalah

produk kerajinan. Produk kerajinan asal Indonesia terkenal memiliki ciri

khas dan keragaman yang menjadikannya unggul di pasar internasional.

Oleh sebab itu, ekspor produk kerajinan memiliki porsi terbesar ke

Amerika Serikat dan Jepang. Porsi ekspor ke AS pada tahun 2013

mencapai 44,37 persen dari total ekspor produk kerajinan, sementara ke

Jepang mencapai 11,25 persen. Sedangkan porsi ekspor kerajinan ke

Belanda, RRT, Malaysia dan Arab Saudi masing-masing mencapai 3,03

persen, 1,02 persen, 0,85 persen dan 0,58 persen (Tabel 4.12).

Jika dilihat dari pertumbuhannya, justru ekspor kerajinan Indonesia

tumbuh signifikan ke RRT dan Arab Saudi. Hal ini terlihat dari trend

pertumbuhannya selama periode 2009-2013 ke kedua negara tersebut

masing-masing mencapai 27,98% dan 24,38%. Melihat tingginya

pertumbuhan ke RRT dan Arab Saudi, maka kontribusi ekspor ke dua

negara ini berpotensi untuk ditingkatkan menjadi lebih besar. Faktor jarak

dan kondisi perekonomian kedua negara tersebut dapat menjadi nilai

tambah tersendiri bagi Indonesia untuk melakukan penetrasi ekspor ke

pasar tersebut.

Tabel 4.12 Kinerja Ekspor Produk Kerajinan Indonesia ke Beberapa Negara Mitra (USD Juta)

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

2013 2014

Dunia 577.6 621.9 666.8 708.1 686.2 349.2 355.2 4.86 100.00 1.72 Amerika Serikat 223.1 269.8 303.2 303.9 304.5 158.7 146.8 7.69 44.37 (7.50) Jepang 69.4 76.5 82.2 82.9 77.2 39.9 46.2 2.98 11.25 15.79 Belanda 15.7 19.2 16.3 21.9 20.8 10.5 12.5 7.19 3.03 19.05 RRT 2.3 5.5 3.6 7.0 7.0 2.9 3.9 27.98 1.02 34.48 Malaysia 5.8 4.9 5.0 5.1 5.8 2.6 2.3 0.40 0.85 (11.54) Arab Saudi 1.9 1.7 2.4 3.4 4.0 2.2 2.0 24.38 0.58 (9.09)

2013Trend 2009 -

2013 (%)Pangsa 2013

(%)Growth

2014 (%)Sem I Negara 2009 2010 2011 2012

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60

BAB V ANALISIS PELUANG, TANTANGAN DAN HAMBATAN

PENGEMBANGAN EKSPOR INDONESIA

Analisis peluang, tantangan serta hambatan Indonesia dalam

mengembangkan ekspor ke luar negeri pada kajian ini dilakukan dengan

pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis, maka

diperoleh hasil identifikasi peluang, tantangan dan hambatan dalam

mengembangkan ekspor. Seluruh hasil yang diperoleh untuk

mengidentifikasi peluang, tantangan dan hambatan tersebut (tujuan kajian

nomor 1 dan 2) adalah bersumber dari hasil Focus Group Discussion

(FGD), studi kepustakaan dan survey di lapangan.

FGD dilakukan dengan mengundang berbagai stakeholders yang

terkait dibidang yang sedang dikaji, antara lain dari pihak pelaku usaha,

instansi pemerintah terkait serta pengamat dan akademisi. Sementara itu,

kegiatan survey dilakukan dengan mengambil beberapa wilayah sampel

penelitian. Terdapat 3 (tiga) provinsi yang dijadikan wilayah sampel

peneltian yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Wilayah

tersebut diambil berdasarkan pertimbangan bahwa ketiga Propinsi

tersebut merupakan salah satu sentra produksi dari produk-produk yang

menjadi cakupan analisis. Survey dilakukan terhadap pelaku usaha yang

berproduksi atau yang melakukan kegiatan ekspor terhadap produk-

produk yang terpilih dalam kajian ini. Produk-produk tersebut antara lain:

produk makanan olahan, produk kayu dan furniture; kulit dan produk kulit

serta produk kerajinan. Berikut ini akan dipaparkan hasil identifikasi

peluang, tantangan dan hambatan Indonesia dalam mengembangkan

ekspor produk-produk tersebut.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61

5.1. Produk Makanan Olahan Indonesia

Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar produk

makanan olahan. Banyak terdapat daerah yang menjadi sentra-sentra

produksi makanan olahan untuk keperluan ekspor, diantaranya Sumatera

Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Populasi dan variasi dari jenis

makanan olahan di berbagai sentra produksi tersebut terbilang cukup

banyak. Dari hasil survei, kajian ini melakukan identifikasi terhadap

beberapa jenis produk makanan olahan seperti produk ikan olahan, mie

instan, biskuit dan kembang gula (permen), produk turunan tepung,

makanan tradisional dan produk makanan lainnya.

Untuk produk ikan olahan, bahan baku yang dibutuhkan

sepenuhnya berasal dari dalam negeri, seperti kepiting, ikan tuna, udang,

cumi, kerang yang pada umumnya diperoleh dari perairan daerah Aceh

dan Sumut. Produk yang dihasilkan adalah berupa Canned Seafood

Products dan Frozen Seafood Products. Hasil dari produk ini sudah cukup

dikenal di pasar internasional. Adapun negara tujuan ekspor dari produk

ini antara lain Amerika Serikat, Uni Eropa, Hongkong, Jepang, Malaysia

dan Singapura. Standar dan mutu yang dipersyaratkan oleh negara tujuan

ekspor selama ini dapat dipenuhi dengan baik oleh para pelaku usaha

ikan olahan tersebut.

Meskipun sudah cukup dikenal di pasar internasional, namun

terdapat pula tantangan bagi pengembangan ekspor industri ini. Produk

ikan olahan asal Sumatera Utara memiliki pesaing utama yaitu Malaysia

dan Thailand. Produk sejenis asal Malaysia memiliki daya saing yang

cukup tinggi. Hal ini terlihat dari baiknya kualitas dan dengan harga yang

lebih kompetitif. Beberapa industri ikan olahan di Sumatera utara selama

ini aktif mengikuti pameran di Amerika Serikat dan Jepang, keikutsertaan

dalam pameran tersebut mampu memperkenalkan produk dan

meningkatkan penjualannya. Pada masa yang akan datang, strategi yang

tepat untuk menghadapi persaingan tersebut antara lain dengan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62

menetapkan harga yang kompetitif dan dengan memperhatikan kualitas

produk serta memenuhi standar negara tujuan.

Terkait dengan kendala domestik, salah satu kendala yang

mungkin timbul pada industri ini adalah terkait dengan ketersediaan bahan

baku. Bahan baku (ikan segar) dapat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Oleh

sebab itu, industri ini arus mejaga stok (persediaan) bahan baku guna

mengantisipasi kemungkinan cuaca buruk. Sehingga proses produksi

dapat terus berjalan.

Lebih lanjut, survei pada kajian ini juga dilakukan terhadap industri

dan eksporter mie instan dan makanan ringan dalam kemasan. Bahan

baku untuk produk ini sebagian harus didatangkan dari import, seperti

tepung gandum. Impor bahan baku tersebut berasal diantaranya dari Turki

dan Sri Langka. Produk akhir dari industri ini kemudian diekspor antara

lain ke Malaysia, Papua Nugini, Afrika Selatan, Hongkong, wilayah

Palestina, wilayah Timur Tengah, Madagaskar, dan Singapura.

Langkah strategi untuk meningkatkan ekspor adalah brand produk

yang sudah cukup terkenal di pasar ekspor. Promosi yang dilakukan

melalui keikutsertaan dalam pameran dan melaui website dinilai efektif

untuk meningkatkan ekspor produk makanan olahan ini. Namun, terdapat

beberapa kendala yang menjadi hambatan industri ini dalam

mengembangkan ekspornya, salah satunya adalah dari faktor produksi.

Sering terjadinya listrik mengharuskan pabrik ini menggunakan genset,

sementara harga bahan bakar (solar) untuk industri cenderung selalu

meningkat mengikuti harga minyak dunia.

Selain produk ikan olahan, mie instan dan makanan ringan dalam

kemasan, survey di beberapa wilayah juga dilakukan terhadap industri

yang memproduksi dan memasarkan produk biskuit, wafer dan cokelat.

Hasil produksi dari perusahaan yang bergerak dalam industri ini mayoritas

ditujukan untuk memenuhi permintaan ekspor, dan sisanya dijual di dalam

negeri. Negara tujuan ekspor antara lain Arab Saudi, Tiongkok, Taiwan,

Samoa, Hongkong dan negara-negara ASEAN. Bahan baku hampir

semuanya berasal dari dalam negeri, impor bahan baku seringkali

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63

dilakukan bukan karena terbatasnya pasokan bahan baku di dalam negeri,

melainkan karena harga bahan baku domestik yang tidak stabil. Bahan

baku yang diimpor yaitu tepung dari Malaysia dan gula dari Tiongkok.

Selain itu, terdapat beberapa hambatan domestik yang cukup

menghambat kinerja produksi makanan olahan, diantaranya:

1. Pasokan gas masih terbatas dari PGN karena adanya penjatahan

untuk masing-masing perusahaan. Pada dasarnya industri lebih

memilih menggunakan gas karena harga gas yang lebih murah

dibanding bahan bakar (solar).

2. Seringnya terjadi pergantian tenaga kerja khususnya karyawan pabrik

yang tidak disiplin menyebabkan kapasitas mesin produksi tidak

berjalan optimal.

3. Dari segi proses ekspor, penutupan jalan menuju ke pelabuhan

Belawan akibat aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat.

4. Permasalahan minimnya minat di negara-negara non tradisional

disebabkan karena brand produk-produk ini belum dikenal di negara

lain.

Ke depan, langkah pemasaran yang dirasa akan lebih efektif untuk

meningkatkan ekspor antara lain 1) mengikuti pameran di berbagai negara

seperti Jerman dan Uni Eropa lainnya; 2) melakukan branding iklan di

Hongkong; 3) membuat produk baru dengan melakukan riset berbagai

produk yang sedang trend di pasaran. Sedangkan dari aspek produksi

strategi yang dapat dioptimalkan antara lain penambahan mesin produksi

yang dapat menicptakan produk baru yang sedang trend di pasaran dan

meningkatkan mutu serta kualitas produk.

Di lain hal, eksportir produk permen (candy) juga menjadi salah

satu sampel di wilayah ini. Perusahaan produk permen ini ternyata telah

berdiri sejak 1955 dan telah banyak mendistribusikan produknya ke

berbagai daerah dalam dan luar negeri. Menurut pelaku eksportir produk

ini, harga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap permintaan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64

ekspor. Hal ini mengingat banyaknya produk kompetitor dari negara-

negara pesaing yang menawarkan harga kompetitif.

Dalam hal pemasaran produk, selama ini ekspor ditujukan ke

Malaysia, Vietnam, Arab Saudi (Middle East), Korea Selatan, Dubai,

Jeddah, Yaman, Jepang, Belanda, Pacific Island dan Tiongkok. Porsi

untuk memenuhi kebutuhan ekspor cenderung lebih besar dibanding

untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Kendala yang menjadi hambatan utama dalam proses produksi

industri ini antara lain adalah harga yang kurang kompetitif. Relatif

mahalnya harga produk dikarenakan faktor biaya dan harga bahan baku

yang tinggi terutama gula. Selain itu bahan baku impor glukosa juga

menjadi salah satu kendala dalam proses produksi. Karena perusahaan

tidak boleh impor gula sendiri menyebabkan harga gula yang diterima

perusahaan menjadi lebih tinggi. Pelaku usaha ini mengharapkan agar

pemerintah dapat membuat kebijakan yang memberikan kesempatan

kepada perusahaan makanan olahan untuk dapat mengimpor gula sendiri.

Kendala lain terkait dengan pasokan kebutuhan energi seperti

tekanan gas melalui pipa bawah tanah yang masih tergolong rendah,

sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal pada proses

produksinya. Listrik juga masih sering padam. Perusahaan ini masih

kesulitan untuk menembus pangsa pasar produk permen di negara-

negara maju, seperti AS dan Uni Eropa, karena tuntutan kualitas yang

harus lebih baik.

Lebih lanjut, produk makanan tradisional yang termasuk dalam

cakupan survey adalah masakan rendang. Rendang adalah makanan

berbahan baku daging sapi yang diramu dengan bumbu dan rempah-

rempah alami. Rendang merupakan makanan khas Sumatera Barat yang

telah mendunia. Menurut pelaku usaha tersebut, untuk masuk ke pasar

global bukanlah sesuatu yang mudah. Hambatan non tarif, mulai dari

kualitas produk, kemasan, dan manajemen pemasaran harus disusun

dengan sebaik mungkin. Belum lagi masalah perijinan dari negara luar

yang akan menjadi sasaran market produk tersebut. Untuk mendukung

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65

proses pemasaran dan ekspor sangat dibutuhkan kemudahan perizinan

dan setifikasi produk.

Produk makanan tradisional ini sudah dinikmati oleh para

konsumen di beberapa negara seperti Jepang, Hongkong, Tiongkok,

Singapura, Belanda, Jerman, Amerika, Thailand dan Arab Saudi. Ada

beberapa agen yang membantu penjualan ke sana dengan cara hand

carry. Kedepannya, pelaku usaha berencana akan membuka keagenan di

beberapa negara. Tapi jauh dari itu semua, yang paling penting adalah

adanya semangat dan kesungguhan dari pengusaha untuk menembus

pasar internasional (go internasional). Sesuai dengan tagline Through The

World atau semangat ingin menjadi rendang nomor satu di dunia.

Disamping itu, hambatan dalam negeri antara lain harga bahan baku

daging sapi masih dirasa relatif tinggi. Negara yang menjadi pesaing

produk makanan olahan sejenis yaitu Malaysia dan Thailand. Hal ini

dikarenakan ke dua negara tersebut mempunyai kedekatan dengan

Indonesia dari sisi cita rasa kuliner. Beberapa hal yang menjadi

pertimbangan dalam menentukan ekspor jenis produk makanan olahan ini

adalah kualitas, standar keamanan kesehatan dan harga produk itu

sendiri.

Sebagai upaya memperluas pasar sekaligus mewujudkan

keinginannya untuk memperkenalkan rendang baik di Indonesia maupun

luar negeri. Pada tanggal 06-09 April 2011, Rendang Padang Restu

Mande bersama Disperindag Kota Bandung, mengikuti MIHASS (Malaysia

International Halal Showcase) ke-8 di Kuala Lumpur Convention Centre,

KLCC, Malaysia bersama lebih dari 40 negara lainnya memamerkan

produk-produk makanan halal sedunia. Dari pameran tersebut produk ini

mendapat tawaran dari pengusaha Malaysia untuk memasarkan

produknya ke negara-negara di Timur Tengah.

Pada acara Festival Kuliner Indonesia di Hotel Grand Westlin Berlin

2013 lalu, rendang diakui sebagai salah satu makanan terlezat di dunia

versi CNN Go. Tentu saja pengakuan ini menjadikan peluang bisnis

rendang semakin besar untuk dipasarkan ke kancah kuliner internasional.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66

Selain itu, untuk meningkatkan peluang penjualan ke mancanegara kotak

kemasan juga telah ditulis dalam tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia,

Inggris, dan Arab. Di samping mengikuti pameran kuliner, alternatif yang

dianggap paling murah biayanya adalah promosi dan menjual secara on

line via internet.

Sekilas mengenai profil kinerja beberapa produk makanan olahan

Indonesia tersebut, dilanjutkan dengan menganalisis hasil identifikasi

berupa peluang, hambatan dan tantangan ekspor makanan olahan

Indonesia ke beberapa negara tujuan. Hasil identifikasi tersebut secara

singkat dapat dilihat dalam Tabel 5.1. Berikut penjelasan mengenai

peluang, hambatan dan tantangan ekspor makanan olahan Indonesia ke

beberapa negara tujuan.

5.1.1. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Tiongkok

Analisis peluang ekspor produk makanan olahan Indonesia ke

berbagai negara tujuan yang tercakup dalam kajian ini merupakan analisis

kualitatif dengan menggunakan hasil studi kepustakaan, wawancara

mendalam dan hasil dari kegiatan FGD dengan para stakeholders.

Adapun peluang ekspor produk makanan olahan dilihat berdasarkan

negara tujuan antara Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Arab Saudi,

Belanda dan Malaysia.

Ekspor Produk makanan olahan ke Tiongkok memiliki peluang yang

sangat terbuka luas, hal ini mengingat Tiongkok merupakan negara

dengan jumlah penduduk terbanyak di Dunia. Banyaknya jumlah

penduduk tersebut merupakan pasar yang sangat potensial khususnya

bagi produk makanan olahan asal Indonesia. Lebih dari itu, taraf hidup

masayarakat Tiongkok mulai meningkat dan upah tenaga kerja juga

meningkat. Hal ini membuat penduduk Tiongkok memiliki berbagai banyak

pilihan untuk melakukan diversifikasi konsumsi produk pangan. Selain itu,

jumlah distributor Tiongkok yang relatif banyak membuat produsen dan

eksportir Indonesia lebih leluasa untuk memasarkan produknya di pasar

Tiongkok.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67

Namun, selain memiliki peluang ekspor, produk makanan olahan

Indonesia juga terbentur dengan berbagai hambatan masuk pasar

(Tiongkok). Hambatan tersebut antara lain: regulasi impor di Tiongkok

yang relatif menyulitkan khususnya terkait dengan produk makanan yang

masuk negaranya. Selain untuk menjaga kemananan lingkungan dan

kesehatan konsumen, regulasi dibuat juga untuk melindungi produsen dari

arus produk impor produk sejenis. Jadi dalam hal ini, Tiongkok terkesan

menerapkan non tariff barier. Selain terkait regulasi, keterbatasan

pengetahuan produsen dan eksportir terhadap kondisi pasar Tiongkok

juga menjadi hambatan; Selain itu, kesulitan berkomunikasi karena

perbedaan bahasa juga menjadi faktor menghambat.

Lebih lanjut, untuk mengoptimalkan peluang dan mengatasi

berbagai hambatan yang ada, maka terdapat tantangan yang harus

dihadapi diantaranjya: tuntutan untuk meningkatkan ragam dan variasi

produk makanan olahan; mewujudkan produk makanan yang murah

namun berkualitas dan memenuhi standar kesehatan dan keamanan

lingkungan; membuat branding untuk meningkatkan daya saing.

5.1.2. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Jepang

Peluang ekspor produk makanan olahan ke pasar Jepang cukup

terbuka luas. Salah satu pekuang bagi Indonesia adalah dengan mengikuti

Food Expo. Setiap tahunnya terdapat Food Expo (FOODEX) 2014 yang

merupakan pameran makanan dan minuman terbesar di Asia yang

dihadiri 2700 exhibitor (perusahaan) dari 82 negara.

Namun, meskipun telah terbuka peluang bagi Indonesia, terdapat

pula hal-hal yang menjadi penghambat, yaitu terkait dengan Standar

kesehatan yang tinggi bagi semua produk impor serta Standar keamanan

lingkungan yang tinggi bagi semua produk impor oleh Jepang. Oleh sebab

itu, tuntutan untuk memenuhi standar kesehatan dan keamanan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68

lingkungan produk ekspor menjadi tantangan tersendiri bagi para eksportir

makanan olahan asal Indonesia apabila ingin memasuki pasar Jepang.

5.1.3. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Amerika Serikat

Peluang ekspor makanan olahan Indonesia ke Amerika Serikat

memiliki peluang yang cukup terbuka luas karena banyaknya jumlah

penduduk AS. Hal ini merupakan potensi permintaan yang besar bagi

produk makanan asal Indonesia di AS. Selain itu, banyaknya diaspora

Indonesia yang menetap di AS juga menjadi keuntungan tersendiri.

Di samping memiliki peluang, ekspor makanan olahan ke AS

seringkali menemui hambatan, diantaranya adalah terkait dengan Standar

kesehatan dan keamanan lingkungan yang sangat tinggi. Selain itu, AS

juga telah menetapkan wajib HACCP atau Hazard Analysis and Critical

Control Points untuk setiap produk makanan olahan yang masuk ke

negaranya. Sementara biaya untuk memenuhi HACCP relatif mahal.

Oloeeh sebab itu, tantangan untuk memenuhi standar kesehatan dan

keamanan lingkungan produk ekspor makanan olahan menjadi sangat

penting untuk meningkatkan ekspor makanan olahan ke AS.

5.1.4. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Arab Saudi

Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia yang menetap di Arab Saudi

merupakan keuntungan tersendiri bagi Indonesia untuk dapat

meningkatkan dan memasarkan produk-produk ekspor Indonesia, tak

terkecuali produk makanan olahan. WNI yang menetap di Arab Saudi

tetap memiliki selera makanan khas Indonesia. Hal ini dapat membawa

pengaruh positif terhadap permintaan makanan khas Indonesia di Arab

Saudi. Seperti contohnya terjadi peningkatan ekspor sambel pecel di Arab

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69

Saudi. Selain itu, peluang pemasaran yang terbuka luas melalui distributor

cukup menjadikan peluang yang dapat menguntukan Indonesia.

Arab Saudi sangat meneliti mengenai isi kandungan makanan

olahan untuk mengetahui kehalalannya. Selain itu, kendala yang terkait

dengan kewajiban bahasa Arab pada kemasan produk juga terkadang

menyulitkan pelaku usaha Indonesia. Oleh sebab itu, produsen makanan

olahan Indonesia mendapatkan tantangan untuk dapat selalu

memproduksi dan mengekspor produk makanan halal (selain memenuhi

standar kesehatan dan keamanan lingkungan).

5.1.5. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Belanda Warga Negara Indonesia yang terbanyak bermukim di Uni Eropa

salah satunya adalah di Belanda. Banyaknya WNI yang bermukim di

Belanda dapat dijadikan peluang pasar ekspor produk makanan olahan

asal Indonesia. Selain itu, kondisi perekonomian yang kondusif juga

menunjukkan potensi permintaan atau daya beli masyarakat Belanda yang

relatif baik.

Regulasi terkait isu lingkungan, kesehatan dan keselamatan

konsumen cukup menyulitkan pelaku usaha Indonesia dalam menembus

dan memperluas pasar di Uni Eropa termasuk Belanda. Belanda

menginginkan setiap produk pangan yang masuk ke negaranya telah

melalui serangkaian uji coba di laboratorium negara asalnya. Oleh sebab

itu, penyediaan sarana yang terkait dengan penelitian (laboratorium test)

untuk meningkatkan standar produk yang akan diekspor ke UE termasuk

Belanda merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh

Indonesia.

5.1.6. Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Makanan Olahan Ke Pasar Malaysia

Ekspor produk makanan olahan Indonesia ke Malaysia memiliki

banyak peluang yang sangat terbuka luas. Selain karena memiliki budaya

dan selera yang hampi sama dengan Indonesia, jumlah WNI yang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70

menetap di Malaysia juga menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia

dalam memasarkan dan memperluas pengembangan ekspor Indonesia.

Tidak sedikit pula WNI di Malaysia yang menjual produk makanan yang

berbahan baku (bahan setengah jadi) Indonesia. Sehingga mereka

banyak mengimpor produk makanan setengah jadi dari Indonesia.

Terbukanya akses pasar karena telah terintegrasi dalam perdagangan

bebas ASEAN, terlebih akan ditetapkannya MEA, juga akan menjadi

keuntungan besar bagi Indonesia.

Hambatan ekspor makanan ke Malaysia lebih terkait dengan

regulasi mengenai produk halal yang seringkali menjadi polemik.

Produsen lokal (Malaysia) produk sejenis juga seringkali melakukan usaha

untuk menghambat masuknya produk makanan olahan dengan cara

mengintervensi regulasi di kepabeanan Malaysia.

Sementara itu, tantangan ekspor produk makanan ke Malaysia

lebih dikarenakan kompetisi yang semakin ketat dan terbuka antar negara

kompetitor seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia sendiri. Ke depan,

langkah untuk membuat branding, melakukan inovasi produk dengan

mengedepankan kehalalan menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku

usaha makanan olahan Indonesia untuk menghadapi persaingan dari

Thailand dan Vietnam.

Tabel 5.1 Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Ke Negara Tujuan

Negara Peluang Hambatan Tantangan

Tiongkok

- Potensi permintaan

pasar yang sangat luas

mengingat penduduk

Tiongkok mencapai 1,3

M jiwa.

- Taraf hidup

masayarakat Tiongkok

mulai meningkat dan

labor fee juga

meningkat

- Regulasi di Tiongkok

yang relatif

meyulitkan.

- keterbatasan

pengetahuan

pengusaha Indonesia

akan pasar Tiongkok,

- kesulitan

berkomunikasi karena

perbedaan bahasa,

- Tuntutan untuk

meningkatkan ragam

dan variasi produk

makanan olahan

- Mewujudkan produk

yang murah namun

berkualitas

- Membuat branding

untuk meningkatkan

daya saing

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71

Negara Peluang Hambatan Tantangan

- Jumlah distributor

Tiongkok yang banyak

dan lain sebagainya

Jepang

Setiap tahunnya

terdapat Food

Expo (FOODEX) 2014

yang merupakan

pameran makanan dan

minuman terbesar di

Asia yang dihadiri 2700

exhibitor (perusahaan)

dari 82 negara

- Standar kesehatan

yang tinggi bagi

semua produk impor

- Standar keamanan

lingkungan yang tinggi

bagi semua produk

impor

Tuntutan untuk

memenuhi standar

kesehatan dan

keamanan lingkungan

produk ekspor

Amerika Serikat

Potensi permintaan

pasar yang sangat

besar

- Standar kesehatan dan

keamanan lingkungan

yang sangat tinggi

- Menetapkan wajib

HACCP untuk setiap

produk makanan

olahan. Biaya untuk

HACCP hampir 400

juta dengan produk

ditahan di pelabuhan 4

bulan

Tuntutan untuk

memenuhi standar

kesehatan dan

keamanan lingkungan

produk ekspor

Arab Saudi

- Peluang pemasaran

yang sangat terbuka

luas.

- WNI yang menetap di

Arab Saudi dapat

melakukan

pemasaran/promosi

produk

- WNI yang menetap

membawa selera

makan mereka ke Arab

- Arab Saudi sangat

meneliti isi kandungan

makanan olahan untuk

mengetahui

kehalalannya

- Wajib kemasan

Bahasa Arab untuk

semua produk yang

masuk

- Tuntutan untuk

menciptakan produk

ekspor halal

- kemasan berbahasa

Arab

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72

Negara Peluang Hambatan Tantangan

Belanda

- Prospek ekonomi yang

baik

- Jumlah WNI yang

banyak di Belanda

Regulasi terkait isu

lingkungan, kesehatan

dan keselamatan

konsumen cukup

menyulitkan Indonesia

Menyediakan sarana

yang terkait dengan

penelitian (laboratorium

test) untuk

meningkatkan standar

produk yang akan

diekspor ke UE

Malaysia

- Terbukanya akses

pasar karena telah

terintegrasi dalam

perdagangan bebas

ASEAN, terlebih akan

ditetapkannya MEA

- Banyaknya WNI yang

menetap di Malaysia

- Regulasi terkait

produk halal yang

seringkali menjadi

polemik

- Hambatan dari

produsen lokal

Kompetisi antar produk

sejenis dan berciri khas

sama dari Thailand,

Vietnam dan Malaysia

sendiri

Sumber: Asosiasi Industri Terkait (2014)

5.2 Kulit dan Produk Kulit

Selain produk makanan olahan, produk lainnya yang menjadi

cakupan análisis adalah kulit dan produk kulit. Hasil dari berbagai análisis

terkait dengan peluang, hambatan dan tantangan pengembangan ekspor

kulit dan produk kulit dapat dilihat pada Tabel 5.2. Indonesia memiliki

keunggulan dalam memproduksi barang-barang dari kulit. Terdapat

beberapa sentra produksi barang kulit yang telah dikenal hingga

mancanegara. Namun demikian, persediaan (stock) bahan baku kulit

tersebut cukup terbatas di dalam negeri. Untuk mendapatkannya,

produsen seringkali mengimpor kulit asli dari luar negeri.

Produk kulit unggulan Indonesia terdiri dari beraneka macam

produk, diantaranya tas kulit, sepatu kulit, dompet kulit, serta berbagai

macam aksesoris pria dan wanita. Saat ini produk tas kulit untuk pria dan

wanita sudah banyak diekspor ke Eropa dan dalam satu tahun mencapai

60 kali pengiriman. Beberapa tantangan yang menjadi prioritas utama

sebagai pertimbangan dalam menentukan ekspor adalah dari sisi kualitas

(kulit & jahitan) dan model/desain yang sesuai dengan selera konsumen

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73

Eropa. Jarak tempuh yang relatif jauh, maka sampai saat ini ekspor

masih melalui negara ketiga sehingga menambah biaya

penjualan/pengiriman dan mempengaruhi harga jual menjadi lebih mahal.

Kemudian Negara yang menjadi pesaing untuk produk sejenis terutama

dari sisi harga yaitu Tiongkok dan Turki.

Di dalam negeri, pengembangan produk kulit memiliki hambatan

diantaranya terkait dengan akses bahan baku dan penolong serta system

transportasi dan distribusi. Kapasitas ekspor yang belum besar akan

terkena biaya pengiriman yang lebih mahal. Sangat diperlukan regulasi

untuk ketersediaan pasokan bahan baku kulit agar proses produksi

berkelanjutan.

Secara umum, pengembangan ekspor kulit dan produk kulit

ditempuh dengan beberapa strategi, antara lain mencari informasi

mengenai pasar tujuan dari beberapa website/situs internet komersial dan

informasi dari sesama relasi/rekan bisnis. Mengikuti pameran-pameran

dagang di dalam dan luar negeri yang diadakan oleh instansi/stakeholder

terkait seperti Dinas Perindag Provinsi Jawa Barat, Ditjen PEN

Kementerian Perdagangan, Perwakilan perdagangan di luar negeri (ITPC

dan Atdag) dan ASEPHI (Asosiasi Eksportir Produsen Handicraft

Indonesia). Sementara itu, untuk alternatif pengembangan ekspor ke mitra

dagangan utama Indonesia seperti USA, RRT, Jepang, Belanda, Arab

Saudi, Malaysia dan negara lainnya yang terpenting adalah

memperpendek mata rantai penjualan dengan cara misalnya langsung

membidik butik-butik dan toko-toko ritel di negara tujuan.

Di lain hal, membanjirnya barang-barang impor dari berbagai

negara terutama dari Tiongkok membuat para pengusaha di dalam negeri

khawatir produk mereka kalah bersaing dengan produk luar yang lebih

murah dengan kualitas yang hampir sama. Belum lagi jika rencana MEA

jadi terlaksana pada 2015, maka barang-barang dari negara-negara

ASEAN akan mengalir tanpa batas ke seluruh wilayah Indonesia dan

berpotensi menenggelamkan berbagai produk buatan lokal termasuk

karya-karya UKM.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74

Beberapa langkah untuk menghadapi derasnya aliran produk

impor, terutama dari Tiongkok yaitu memproduksi produk yang berbeda

dan belum bisa ditiru oleh Tiongkok. Kreativitas desain yang selalu baru

dan berubah-ubah merupakan kunci untuk memenangkan persaingan

dengan Tiongkok. Selain itu, keuntungan dalam usaha kecil adalah

produknya yang terbatas sehingga tidak banyak ditemukan kesamaannya

dengan produk perusahaan lain. Tingginya minat masyarakat domestik

dan luar negeri terhadap produk tas kerajinan ini juga terbilang tinggi.

Promosi yang aktif dilakukan yaitu pemasaran produk yang

dilakukannya melalui website TFO Canada, sebuah situs yang

didedikasikan khusus untuk mendorong pelaku usaha di negara-negara

berkembang yang sedang menjajaki pasar di negara-negara maju. Melalui

promosi lewat internet serta mengikuti berbagai pameran kerajinan di

berbagai kota, merek tas Elwox cepat menarik hati para penggemar tas

kerajinan. Dari hasil pada pameran Inacraft April lalu di Jakarta, peminat

tas kerajinan tersebut relatif tinggi dan membuat yakin bahwa produk-

produk UKM masih bisa bersaing dengan barang impor jika dikerjakan

dengan kreatif serta kualitas yang tinggi. Berbagai desain yang terus

diperbarui mampu bersaing dengan produk-produk impor yang membanjiri

pasar Indonesia.

Lebih lanjut, terkait dengan analisis peluang, hambatan dan

tantangan ekspor kulit dan produk kulit ke berbagai negara tujuan, maka

diperoleh hasil bahwa ekspor kulit dan produk kulit ke negara-negara

tersebut memiliki hambatan, tantangan namun tetap memiliki peluang.

Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.2.

5.2.1 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Tiongkok

Tiongkok merupakan Negara berpenduduk terbesar di Dunia. Hal

ini tentunya menjadi peluang bagi siapapun untuk memasarkan dan

menjual produknya di pasar Tiongkok. Terlebih lagi kondisi perekonomian

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75

Tiongkok yang relatif kondusif dan kesejahteraan masyarakatnya yang

semakin meningkat (ditunjukkan dengan labor fee yang meningkat).

Bagi Indonesia, hal ini tentunya menjadi peluang dalam

memasarkan produk ekspornya termasuk untuk produk kulit. Meskipun

Cina memiliki bahan baku kulit yang cukup melimpah, namun produk kulit

buatan mereka relatif minim desain jika dibandingkan dengan Indonesia.

Hal ini dapat merupakan peluang bagi Indonesia.

Di sisi lain terdapat masalah-masalah klasik yang menghambat

pengembangan ekspor produk kulit ke Tiongkok, seperti masalah

peraturan yang ketat sehingga menyulitkan, keterbatasan pengetahuan

pasar, keterbatasan kemampuan bahasa dan agen promosi yang masih

kurang. Di samping itu, masyarakat Tiongkok lebih suka dengan desain

produk yang selalu baru serta mengedepankan branding. Sehingga

tuntutan untuk meningkatkan ragam dan variasi produk serta

meningkatkan kreativitas produk agar selalu baru, mewujudkan produk

yang murah namun berkualitas, membuat branding menjadi tantangan

bagi Indonesia dalam mengembangkan ekspor produk kulit ke Tiongkok.

5.2.2 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Jepang

Ekspor kulit dan Produk Kulit Indonesia ke Jepang memiliki

beberapa peluang yang harus dimanfaatkan oleh pelaku usaha di

Indonesia. Pola dan perilaku masyarakat Jepang yang ingin mengikuti

trend atau mode fashion terhadap produk-produk aksesoris termasuk

produk kulit menjadi peluang untuk Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia

merupakan produsen produk kulit yang kaya akan desain produk.

Meskipun banyak peluang, ekspor produk ke Jepang juga

terkendala berbagai hambatan. Diantaranya terkait dengan peraturan

pemerintah Jepang yang cukup menyulitkan pengusaha Indonesia.

Peraturan yang diterapkan antara lain:

- The Consumer Product Safety Law yang mengatur prosedur untuk

mengimpor dan menjual barang konsumsi di Jepang.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76

- Quarantine Law yang mengatur sistem karantina barang impor.

- Law for Promotion of Sorted and Recycling Containers and Packaging

yang mengatur sistem kemasan daur ulang.

- Industrial Standardization Law yang mengatur sistem standar kualitas

produk industri Pola konsumen Jepang yang sangat teliti terhadap

detail produk.

Oleh sebab itu, tuntutan untuk menciptakan produk yang selalu

baru, memenuhi prosedur peraturan yang ditetapkan pemerintah Jepang,

meningkatkan promosi dengan menyebarkan katalago berbahasa Jepang

serta mengedepankan kualitas namun dengan harga yang bersaing

merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pengusaha/eksportir

Indonesia.

5.2.3 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Amerika Serikat

Ekspor kulit dan produk kulit ke pasar Amerika Serikat memiliki

banyak peluang. Diantaranya karena AS memiliki potensi permintaan

pasar yang besar. Selain itu, pola masyarakat AS yang mengedepankan

tren gaya hidup dan mode. serta potensi peningkatanan daya beli usai

krisis. Lebih dari itu, produk kulit Indonesia sudah cukup dikenal di AS,

maka lebih mudah untuk melakukan pemasaran produk dengan desain

baru.

Di samping memiliki peluang, ekspor Indonesia ke AS juga

terkendala dengan beberapa hambatan. Peraturan pemerintah AS yang

sangat ketat, terkait dengan keamanan lingkungan, serta semakin banyak

kompetitor yang mengekspor produk sejenis merupakan hambatan bagi

Indonesia. Selain itu, perilaku konsumen di AS suka bergonti-ganti model

dari produk kulit juga terkadang menyulitkan pelaku usaha Indonesia.

Oleh sebab itu, tuntutan untuk selalu menciptakan desain produk

yang selalu baru, meningkatkan promosi di seluruh Negara bagian di AS,

serta tuntutan untuk menciptakan produk dengan standar kualitas dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77

aman bagi lingkungan dan kesehatan di AS merupakan tantangan bagi

pelaku usaha Indonesia.

Dalam beberapa hal Indonesia tidak mendesain sendiri produk

kulitnya, pembelilah yang menyediakan desainnya. Produsen produk kulit

hanya menjadi tukang jahit atau istilah teknisnya original equipment

manufacturer (OEM). Namun, cara seperti ini dapat menghalangi produk

kulit Indonesia memasuki pasar yang lebih luas.

5.2.4 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Arab Saudi

Arab Saudi merupakan negara yang terbilang potensial bagi

pengembangan ekspor produk kulit. Hal ini terlihat dari trend ekspornya

selama 2010-2013 mencapai 12,3 persen (BPS, 2014). Peluang

pengembangan ekspor produk kulit tersebut dapat dilihat dari Kemampuan

daya beli masyarakat Arab Saudi yang relatif tinggi. Selain itu, banyak TKI

yang bisa membantu memasarkan produk kulit di Arab Saudi.

Terdapat beberapa hal yang menjadi kendala bagi produsen produk

kulit Indonesia, antara lain terkait Peraturan mengenai standar kualitas

produk yang cukup memberatkan bagi produsen. Kemudian Peraturan

mengenai produk yang halal dan aman bagi lingkungan, serta peraturan

mengenai kewajiban menjelaskan bahan baku atau isi kandungan dalam

bahasa Arab.

Tuntunan untuk menciptakan kreativitas desain produk baru

dengan memenuhi standar kualitas di Arab Saudi dan tuntutan untuk

menciptakan produk yang aman bagi lingkungan dan halal merupakan

tantangan yang harus dihadapi oleh pengusaha produk kulit Indonesia.

Selain itu, melakukan promosi yang efektif juga menjadi tantangan

tersendiri bagi pihak-pihak terkait demi meningkatkan ekspor produk kulit

ke Arab Saudi.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78

5.2.5 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Belanda Peluang ekspor kulit dan produk kulit ke Belanda cukup terbuka

luas. Data menunjukkan bahwa trend pertumbuhan ekspor selama 2010-

2013 mencapai 40,5 persen (BPS, 2014). Permintaan yang sedang

meningkat signifikan tersebut menunjukkan bahwa daya beli masyarakat

dan selera konsumen terhadap produk kulit asal Indonesia sangat besar.

Sama halnya seperti di AS, Pola masyarakat Belanda yang

mengedepankan tren gaya hidup dan mode. Mereka menyukai produk

dengan desain yang selalu baru dan sangat menghargai produk-produk

dengan desain unik dan orisinil.

Di lain hal, berbagai kendala yang menghambat Indonesia

seringkali terjadi. Seperti halnya di Negara maju lainnya, peraturan yang

menekankan pada standar kualitas produk juga diterapkan di Belanda.

Selain itu promosi terhadap produk-produk baru masih belum optimal.

Hambatan lainnya muncul apabila terdapat produk yang tidak didesain

sendiri. Buyer yang menyediakan desainnya, perusahaan menjadi tukang

jahit. Cara seperti ini menghalangi produsen Indonesia memasuki pasar

yang lebih luas. Dampak lainnya, produk kulit Indonesia mudah banting

harga, karena buyer yang menyediakan desain ini bisa menawarkan ke

banyak perusahaan (rendahnya posisi tawar).

Oleh sebab itu, tantangan yang dihadapi Indonesia antara lain

adalah tuntutan agar pengusaha Indonesia selalu meningkatkan

kreativitas desain produk dan selalu menciptakan model baru,

meningkatkan intensitas promosi dan pemasaran produk baru,

meningkatkan posisi tawar (bargaining position) pada buyer tetap. Untuk

meningkatkan posisi tawar kita terhadap buyer dapat dilakukan dengan

mengurangi ketergantungan kita terhadap satu buyer. Pengusaha dan

eksportir Indonesia harus pro aktif dalam mencari pembeli (buyer) baru

(memperluas pasar) atau dengan membuka outlet sendiri di Belanda

dengan menjual berbagai macam produk kulit model (desain) terbaru.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79

5.2.6 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Ke Pasar Malaysia Selera masyarakat/konsumen Indonesia dengan Malaysia memiliki

karakteristik yang hampr sama. Namun di Malaysia banyak terdapat etnis

berbeda yang menetap di sana. Ini merupakan salah satu peluang pasar

yang dapat dioptimalkan oleh pengusaha produk kulit Indonesia. Selain

itu, kedekatan dengan pasar, jarak yang dekat dan relatif mudahnya untuk

mencari distributor juga menjadi keuntungan sekaligus peluang bagi

Indonesia.

Hambatan yang seringkali menjadi kendala pengusaha produk kulit

asal Indonesia antara lain semakin banyaknya kompetitor yang

memproduksi produk sejenis. Maka tuntutan untuk semakin meningkatkan

daya saing dengan cara menciptakan produk yang selalu baru dengan

harga yang kompetitif menjadi tantangan bagi produsen Indonesia.

Tabel 5.2. Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Indonesia Ke Negara Tujuan

Negara Peluang Hambatan Tantangan

Tiongkok

- Taraf hidup

masayarakat Tiongkok

mulai meningkat dan

labor fee juga

meningkat

- Jumlah distributor

Tiongkok yang banyak

- Terdapat beberapa

produk kulit Indonesia

yang tidak dapat ditiru

Tiongkok

- Regulasi di Tiongkok

yang relatif

meyulitkan.

- keterbatasan

pengetahuan

pengusaha Indonesia

akan pasar Tiongkok,

- kesulitan

berkomunikasi karena

perbedaan bahasa,

dan lain sebagainya

- Tuntutan untuk

meningkatkan ragam

dan variasi produk

serta meningkatkan

kreativitas produk agar

selalu baru

- Mewujudkan produk

yang murah namun

berkualitas

- Membuat branding

untuk meningkatkan

daya saing

Jepang

- Perekonomian yang

kondusif dan daya beli

masyarakat yang

relatif kuat

- Peraturan pemerintah

Jepang yang

menyulitkan

pengusaha Indonesia

- Tantangan untuk

menciptakan produk

yang selalu baru

- Tantangan untuk

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80

Negara Peluang Hambatan Tantangan

- Minat masyarakat

Jepang yang

fashionable

(Consumer Product

Safety Law,

Quarantine Law, Law

for Promotion of

Sorted and Recycling

Containers and

Packaging, Industrial

Standardization Law)

- Pola konsumen

Jepang yang sangat

teliti terhadap detail

produk

memenuhi prosedur

peratruran yang

ditetapkan pemerintah

Jepang

- Meningkatkan promosi

dengan menyebarkan

katalago berbahasa

Jepang

- Sangat

mengedepankan

kualitas namun

dengan harga yang

bersaing

Amerika

Serikat

- Potensi permintaan

yang besar

- Pola masyarakat AS

yang mengedepankan

tren gaya hidup dan

mode

- Potensi

peningkatanan daya

beli usai krisis

- Produk kulit Indonesia

sudah cukup dikenal

di AS, maka lebih

mudah untuk

melakukan

pemasaran produk

dengan desain baru

- Peraturan pemerintah

AS yang sangat ketat,

terkait dengan

keamanan lingkungan

- Konsumen di AS suka

bergonti-ganti model

dari produk kulit

- Semakin banyak

kompetitor yang

mengekspor produk

sejenis

- Tantangan untuk

selalu menciptakan

desain produk yang

selalu baru

- Meningkatkan promosi

di seluruh Negara

bagian di AS

- Tantangan untuk

menciptakan produk

dengan standar

kualitas dan aman

bagi lingkungan dan

kesehatan di AS

Arab Saudi

- Kemampuan daya beli

masyarakat yang relatif

tinggi

- Banyak TKI yang bisa

membantu

memasarkan produk

kulit

- Peraturan mengenai

standar kualitas produk

- Peraturan mengenai

produk yang halal dan

aman bagi lingkungan

- Peraturan mengenai

kewajiban menjelaskan

bahan baku atau isi

- Tuntutan untuk selalu

menciptakan produk

yang kreatif dengan

memenuhi standar

kualitas

- Tuntutan untuk

menciptakan produk

yang aman bagi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81

Negara Peluang Hambatan Tantangan

kandungan dalam

bahasa Arab

lingkungan dan halal

- Promosi efektif

Belanda

- Sama halnya seperti

di AS, Pola

masyarakat Belanda

yang mengedepankan

tren gaya hidup dan

mode

- Sangat menghargai

produk-produk

dengan desain unik

dan orisinil

- Daya beli masyarakat

Belanda yang cukup

tinggi

- Pertumbuhan ekspor

yang sedang pesat

(permintaan sedang

meningkat signifikan)

- Peraturan atau

regulasi yang

menekankan pada

standar produk

- Minimnya promosi

produk-produk baru

- Terdapat produk yang

tidak didesain sendiri.

Buyer yang

menyediakan

desainnya,

perusahaan menjadi

tukang jahit. Cara ini

menghalangi produsen

Indonesia memasuki

pasar yang lebih luas.

Dampak lainnya,

produk kulit Indonesia

mudah banting harga,

karena buyer yang

menyediakan desain

bisa menawarkan ke

banyak perusahaan

(rendahnya posisi

tawar).

- Tantangan untuk

selalu meningkatkan

kreativitas desain

produk dan selalu

menciptakan model

baru

- Meningkatkan

intensitas promosi dan

pemasaran produk

baru

- Meningkatkan posisi

tawar (bargaining

position) pada buyer

tetap

Malaysia

- Peluang pasar yang terbuka luas karena banyaknya etnis yang menetap di Malaysia

- Kedekatan dengan pasar dan relatif mudahnya mendapatkan distributor

- Semakin banyaknya kompetitor yang memproduksi produk sejenis

- Meningkatkan daya saing dengan cara menciptakan produk yang selalu baru dengan harga yang kompetitif

Sumber: Asosiasi Industri Terkait (2014)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82

5.3 Produk Kayu dan Furniture

Produk lainnya yang menjadi cakupan analisis adalah produk kayu

dan furniture. Banyak terdapat sentra produksi dari produk kayu dan

furniture di Indonesia. Salah satunya adalah di Sumatera utara. Provinsi

ini cukup banyak memproduksi dan memasarkan produk kayu dan

furniture ke pasar internasional. Bahan baku yang diperoleh untuk

memproduksi produk kayu dan furniture mayoritas berasal dari lokal, salah

satunya didatangkan dari propinsi sekitar seperti Aceh. Bahan baku yang

digunakan berupa kayu tanaman seperti kayu karet, kayu jabon, kayu

moldi dan kayu kemiri.

Tujuan ekspor dari beberapa industri produk kayu antara lain

adalah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Malaysia. Sedangkan untuk

ekspor produk furniture ditujukan ke Amerika Serikat, Inggris, Perancis,

Belanda, Beligia, Spanyol dan Jepang. Pihak buyer seperti yang berasal

dari jepang menginginkan produk kayu dan furniture asal Indonesia

mendapat pengakuan standar dari negara setempat. Oleh sebab itu,

beberapa diantara eksportir dari Sumatera Utara telah memperoleh

sertifikat Japan Agricultural Service.

Saat ini muncul kepentingan internasional atas kerusakan hutan

dan berkurangnya tutupan hutan (forest cover) dengan meningkatkan

tekanan kepada pemerintah, sektor swasta dan institusi internasional

untuk merespon dampak dan interaksi antara perdagangan dan

lingkungan, dan lebih khusus lagi kaitannya dengan pengelolaan hutan

lestari. (FAO, 2005).

Peraturan perdagangan global untuk produk-produk hasil hutan

terus berkembang dan dipengaruhi oleh ukuran-ukuran perdagangan yang

bervariasi, diantaranya jenis produk, region, tarif impor, hambatan ekspor,

standar teknis produk, sanitasi, standar lingkungan dan sosial. Salah satu

diantaranya adalah sertifikasi dan pelabelan produk (FAO, 2005).

Setiap negara memiliki sistem standarisasi bagi produk-produk

kayu yang dihasilkannya dan persyaratan kualitas produk yang akan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83

diekspor ke negara lain. Selain itu produk yang akan digunakan di dalam

negeri atau diekspor harus juga memenuhi standar lingkungan

(environmentally friendly) sebagaimana diatur dalam peraturan

perundangan di bidang lingkungan.

Setelah 2010, pertumbuhan ekspor produk kayu dan furniture

Indonesia cenderung mengalami perlambatan yang disebabkan oleh

berbagai hambatan. Hal ini terkait dengan isu-isu bahwa hampir sebagian

besar produk kayu yang dihasilkan oleh industri perkayuan Indonesia

berasal dari kayu-kayu illegal sehingga pembeli (buyers) dari negara-

negara Uni Eropa terpaksa menolak impor produk-produk kayu tersebut

karena komitmen mereka yang tinggi terhadap kelestarian hutan dan

lingkungan. Memang saat ini ada regulasi lingkungan yang dikembangkan

oleh negaranegara Uni Eropa yang dikenal dengan sertifikasi hutan lestari

(sustainable forest certification) ditujukan untuk sumber daya hutan dan

ecolabel (ecolabelling) bagi produk-produk yang menggunakan sumber

bahan baku kayu dari hutan yang bersertifikasi. Kedua sistem sertifikasi ini

seringkali juga menjadi hambatan dalam mengekspor produk-produk kayu

Indonesia.

Penerapan kedua sistem sertifikasi ini seringkali dipandang oleh

negaranegara produsen kayu sebagai suatu hambatan non tarif dan suatu

gerakan politik dagang yang sengaja dirancang oleh negara-negara

konsumen sehingga tata niaga impor produk-produk kayu di pasar

internasional dianggap belum berkeadilan karena merugikan negara-

negara produsen.

Meskipun produk kayu dan furniture telah dikenal di pasar

internasional dan memiliki pelanggan tetap, namun bukan berarti pihak

produsen dan eksporter tidak memiliki kendala. Banyak kendala yang

seringkali harus dihadapi oleh mereka, diantaranya:

1. Dari sisi infrastruktur, jalur transportasi dari pabrik ke pelabuhan yang

kurang baik, karena jalan masih banyak yang rusak dan berlubang.

Selain itu, terdapat Peraturan Daerah (Perda) yang begitu banyak

tentang pemungutan retribusi, seperti retribusi genset, retribusi sumur

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84

bor, serta sertifikat AMDAL yang harus diperbaharui setiap enam bulan

sekali.

2. Pasokan bahan baku terkadang mengalami kesulitan dan semakin

mahalnya harga bahan penolong impor (karena rupiah terus

mengalami depresiasi).

3. Banyaknya oknum yang meminta pungutan liar (pungli) di sepanjang

perjalanan menuju pelabuhan.

4. Dari sisi Sumber Daya Manusia, tenaga kerja yang terserah masih sulit

untuk diberikan pelajaran dan edukasi untuk dapat berkreasi dan

melakukan inovasi-inovasi dalam bidang produksi produk-produk kayu

dan furniture. Sehingga hal ini seringkali menghambat produktivitas.

5. Dari sisi energi, jaringan listrik PLN yang sering padam, menyebabkan

perusahaan harus menggunakan genset sebagai substitusi listrik,

namun untuk menggunakan genset harus dengan bahan bakar industri

yang harganya relatif mahal. Perusahaan mengharapkan agar

pemerintah dapat memberikan subsidi untuk pembelian minyak

industri.

6. Harga bahan bakar industri yang merangkak naik mengikuti harga

internasional, membuat beban produksi menjadi semakin besar.

Terlebih karena perusahaan sudah terikat kontrak jangka panjang

dengan pihak buyer sehingga tidak dapat menaikkan harga jual produk

ekspornya.

7. Supply container yang sering hilang saat busy season walau

menggunakan jasa Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), regulasi

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), Laporan Surveyor (LS), dan

Bea Cukai yang masih dirasa lama dan berbelit-belit.

Produsen produk-produk kayu dan furniture di Sumatera Utara juga

memiliki berbagai tantangan, diantaranya harus dipaksa bersaing dengan

negara lain sebagai eksporter. Negara pesaing utama adalah Vietnam,

dimana Vietnam sudah melakukan kerjasama dengan perusahaan dari

Jepang yaitu Sumitomo. Selain itu Thailand, dimana Thailand memberikan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85

kemudahan bagi petani karetnya berupa pemberian pinjaman subsidi

dana. Selain Vietnam dan Thailand, Malaysia juga cukup diperhitungkan

sebagai pesaing, khususnya untuk produk furniture yang berbahan baku

asal Indonesia.

Ke depan, target ekspor bahan baku furniture masih berpeluang

mengalami peningkatan. Krisis yang terjadi di Vietnam dapat

dimanfaatkan oleh produsen-produsen asal Indonesia khususnya

Sumatera Utara. Menurut beberapa pelaku usaha produk kayu dan

furniture, ekspor produk tersebut dapat meningkat apabila efisiensi

produksi dapat ditingkatkan. Meningkatkan efisiensi produksi salah

satunya dapat dilakukan apabila dapat menghilangkan pungli, menjamin

pasokan listrik untuk industri dan perbaikan infrasstruktur transportasi

serta logistik.

Berdasarkan wawancara mendalam dan diskusi dalam forum-forum

FGD dengan berbagai pelaku usaha, instansi pemerintah dan pengamat,

maka diperoleh hasil identifikasi berupa peluang, tantangan dan hambatan

dalam mengembangkan ekspor produk kayu dan furniture. Hasil

selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 5.4.

5.3.1 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Tiongkok

Tiongkok merupakan salah satu pasar tujuan utama dari produk

kayu Indonesia. Trend pertumbuhan ekspor selama 2010-2013 tercatat

sebesar 26 persen dengan pangsa ekspor ke negara tersebut sebesar

18,4 persen pada 2013. Dengan latar belakang tersebut, tentunya lebih

mudah bagi Indonesia untuk meningkatkan promosi dan pemasaran

produk kayu ke Tiongkok. Selain karena potensi permintaan pasar yang

sangat luas mengingat penduduk Tiongkok mencapai 1,3 miliar jiwa,

kebutuhan Tiongkok terhadap produk-produk kayu utuh terus tumbuh

dengan cepat, karena negara ini sedang membutuhkan banyak produk

kayu setengah jadi untuk diolah kembali menjadi menjadi produk furniture.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86

Meskipun terdapat banyak peluang dalam mengembangakan

ekspor produk kayu ke Tiongkok, terdapat beberapa kendala yang

menghambat pengusaha dan eksporter Indonesia dalam memasuki pasar

Tiongkok. Diantaranya terkait dengan keterbatasan pengetahuan

pengusaha Indonesia terhadap pasar Tiongkok. Kesulitan komunikasi

karena perbedaan bahasa. Konsumen dan distributor di Tiongkok lebih

menyukai menggunakan bahasa mandarin daripada bahasa inggris.

Selain itu, konsumen Tiongkok sangat detail memperhatikan produk.

Produk yang dipesan harus 100% sama dengan apa yang diterima.

Hambatan lain, ketidakinginan mengimpor produk-produk yang bisa dibuat

sendiri.

Selama ini tantangan sejumlah eksporter dan produsen produk

kayu Indonesia dalam memasuki pasar Tiongkok antara lain terkait

dengan Tuntutan untuk meningkatkan ragam dan variasi produk kayu dan

furniture serta mencuptakan produk yang selalu baru, tantangan untuk

mewujudkan produk yang murah namun berkualitas, tantangan untuk

membuat branding untuk meningkatkan daya saing, mencari distributor

yang tepat meskipun di negara itu banyak terdapat distributor.

5.3.2 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Jepang

Jepang merupakan salah satu negara tujuan terbesar ekspor

produk kayu Indonesia. Pangsa ekspor produk kayu dan furniture

Indonesia tahun 2013 mencapai 16,2 persen. Indonesia juga merupakan

salah satu pemasok utama produk kayu dan furniture di Jepang. Dengan

situasi tersebut maka dapat menjadi peluang dan kesempatan Indonesia

untuk lebih mudah meningkatkan promosi ragam produk lainnya.

Keberagaman model dan variasi dari produk kayu dan furniture Indonesia

juga menjadi daya tarik tersendiri bagi Jepang.

Meskipun terdapat peluang, ada banyak kendala yang dihadapi

produsen dan eksporter produk kayu Indonesia dalam memasuki pasar

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87

Jepang. Kesulitan untuk memenuhi persyaratan Japan Agriculture

Standard (JAS) atas kayu dan produk kayu impor yang akan digunakan

untuk bahan bangunan di Jepang (menyangkut kualitas produk, mulai

bahan kimia yang terkandung, ukuran hingga pengeleman) seringkali

menjadi hambatan bagi Indonesia untuk melakukan ekspor. Selain itu,

kesulitan mendapatkan sertifikasi VPA juga menjadi kendala. Pasalnya,

pemerintah menandatangani perjanjian kerja sama sukarela (VPA -

Voluntary Partnership Agreement) dengan Uni Eropa, Amerika Serikat dan

Jepang tentang kebijakan sertifikasi untuk melindungi hutan dan

mencegah perdagangan kayu ilegal. Maka semua produsen harus

mengikuti aturan dari perjanjian tersebut. Selain hambatan terkait yang

terkait dengan peraturan, kendala lain muncul dari pola konsumen,

dimana konsumen Jepang sangat memperhatikan kualitas produk

termasuk hal-hal yang kecil, misalnya kualitas pengeleman seperti sisa-

sisa lem yang nampak. Selain itu, kegiatan promosi atau pameran untuk

menunjukkan bahwa produk kayu Indonesia telah sesuai dengan standar

negara mereka dirasa kurang.

Dengan berbagai hambatan yang menjadi kendala bagi produsen

Indonesia, maka tantangan yang harus dihadapi antara lain tuntutan untuk

menciptakan produk dengan kualitas baik dan harga yang kompetitif

dengan mengedepankan standar kualiatas yang sesuai dengan semua

peraturan di Jepang. Kemudian tantangan untuk memenuhi selera

konsumen Jepang yang sangat memperhatikan segi fashion dan selalu

mencari sesuatu yang baru. Selain itu, memperbanyak kegiatan promosi

atau pameran terlebih untuk memperlihatkan bahwa produk kayu

Indonesia telah sesuai dengan segala aturan mereka (dibuktikan dengan

sertifikat) merupakan tantangan besar bagi Indonesia. Serta yang perlu

menjadi perhatian khusus adalah terkait dengan tuntutan untuk mengirim

produk yang harus selalu tepat waktu. Karena Jepang sangat menjunjung

tinggi kedisiplinan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88

Tabel 5.3. Jenis-jenis Standar yang Berlaku di Jepang untuk Berbagai Produk Kayu

Sumber: Japanese Agricultural Standard, 2003

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 89

5.3.3 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Amerika Serikat

Kesejanteraan masyarakat AS yang kian membaik setelah krisis

ekonomi membuat negara ini kembali menjadi salah satu negara tujuan

ekspor tradisional yang prospektif. Salah satu produk unggulan ekspor ke

AS adalah produk kayu dan furniture. AS termasuk salah satu pasar

utama produk kayu dan furniture. Sebanyak 10,3 persen produk kayu dan

furniture Indonesia diekspor ke AS. Hal ini membuat Indonesia menjadi

lebih mudah untuk meningkatkan pemasaran atau promosi di negara

tersebut.

Namun di samping itu, beberapa kendala yang menghambat juga

dialami oleh produsen Indonesia. Peraturan impor yang sangat ketat

terkait dengan keamanan lingkungan merupakan hal yang menjadi

kendala, selain itu, terdapat produsen yang sulit mendapatkan sertifikasi

pasca penandatanganan perjanjian kerja sama sukarela (VPA - Voluntary

Partnership Agreement) kebijakan sertifikasi untuk melindungi hutan dan

mencegah perdagangan kayu il egal lebih dari itu, promosi ke pihak umum

selain buyer yang kurang digencarkan menyebabkan pihak produsen

Indonesia mudah banting harga, karena buyer yang menyediakan desain

ini bisa menawarkan ke banyak perusahaan (rendahnya posisi tawar).

Oleh sebab itu, ke depan banyak tantangan yang harus dihadapi

oleh produsen produk kayu Indonesia. Tuntutan untuk menciptakan

produk yang aman terhadap lingkungan, tuntutan agar segera

memperbaiki dan menerapkan kebijakan pengadaan atau pembelian yang

lebih bertanggung jawab, terutama produk yang berbahan baku kayu serta

meningkatkan promosi melalui pameran-pamaren terbuka merupakan

tantangan yang harus dihadapi oleh produsen produk kayu Indonesia

apabila ingin memperluas pasar ekspor di AS.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 90

5.3.4 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Arab Saudi

Arab Saudi merupakan pasar tujuan ekspor produk kayu dan

furniture yang mengalami trend pertumbuhan ekspor cukup signifikan.

Selama 2010-2013, trend pertumbuhan ekspor produk kayu ke Arab Saudi

mencapai 23,7 persen (BPS, 2014). Hal ini merupakan peluang sekaligus

modal awal untuk lebih mengembangkan ekspor produk kayu dan

turunannya ke Arab Saudi.

Arab Saudi memiliki industri pengolahan kayu menjadi produk

meubel atau furniture. Sementara bahan baku kayu di Arab Saudi relatif

sulit karena hutan-hutan di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya tidak

produktif, sehingga mereka membutuhkan impor berbagai macam produk

kayu hingga meubel dari Indonesia.

Kendala-kendala yang menjadi hambatan bagi produsen dan

eksporter Indonesia dalam mengekspor produk kayu dan furniture antara

lain terkait dengan sulitnya pengusaha produk kayu dan furniture

Indonesia untuk mendapatkan setifikasi hutan dan ekolabeling. Selain itu

juga kesulitan memenuhi persyaratan asal usul barang (rule of origin).

Terbatasnya informasi pasar, sehingga pengusaha kurang mengetahui

persyaratan-persyaratan masuk pasar secara detail dan rinci juga menjadi

kendala bagi Indonesia dalam mengembangkan ekspor produk kayu dan

furniture ke Arab Saudi.

Ke depan, tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesoa antara

lain tuntutan untuk memenuhi sertifikasi hutan dan ekolabeling, tantangan

untuk memenuhi persyaratan asal usul barang serta tuntutan untuk

menggali informasi pasar secara lebih dalam khususnya terkait dengan

standar-standar persyaratan masuk pasar untuk produk kayu dan

furniture.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 91

5.3.5 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Belanda

Prospek ekonomi Belanda yang baik dan daya beli masyarakat

Belanda yang cukup tinggi merupakan peluang bagi Indonesia untuk

dapat mengembangkan ekspor produk kayu dan furniture. Jumlah WNI

yang banyak di Belanda juga dapat memudahkan kegiatan promosi

produk-produk kayu dan furniture yang terbaru. Hal ini diyakini akan

berjalan efektif karena konsumen di Belanda sangat menghargai desain

dan ragam produk kayu dan furniture yang unik baru dan belum pernah

ada.

Sejak 2011 hingga 2013, ekspor produk kayu dan furniture

Indonesia ke Belanda mengalami sedikit penurunan. Hal ini diduga karena

disebabkan pemberlakukan pembatasan perdagangan produk kayu yang

dikaitkan dengan isu .lingkungan (illegal logging dan kerusakan hutan)

karena negara-negara Uni Eropa sangat berkepentingan dengan isu-isu

strategis internasional. Hingga saai ini, masih terdapat produsen produk

kayu Indonesia kesulitan atas persyaratan mutu produk menurut standar

KOMO. Selain itu persyaratan lingkungan (sertifikat hutan lestari dan

ekolabel, asal usul produk) juga masih memberatkan bagi pihak

Indonesia. ditambah lagi dengan persyaratan kesehatan dan keamanan

(bebas emisi fluorocarbon dan emisi formaldehyde). Di sisi lain, proses

pengurusan dan pemenuhan persyaratan tersebut seluruh biaya

dibebankan langsung kepada pengusaha yang pada akhirnya berdampak

kepada peningkatan biaya produksi. Di saat yang bersamaan jumlah

kompetitor di pasar Belanda dan Uni Eropa lainnya semakin banyak dan

gencar melakukan promosi produk-produk mereka yang relatif lebih

memenuhi standar-standar yang ditentukan oleh Belanda.

Oleh sebab itu, tantangan yang harus dihadapi Indonesia antara

lain harus memenuhi persyaratan mutu produk menurut standar KOMO

dan persyaratan lingkungan (sertifikat hutan lestari dan ekolabeling serta

asal usul produk). Selain itu harus dapat memenuhi standar persyaratan

kesehatan dan keamanan (Persyaratan kesehatan dan keamanan (bebas

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 92

emisi fluorocarbon dan emisi formaldehyde). Bagi pemerintah, tantangan

untuk membantu memfasilitasi atau membantu membiayai proses

pengurusan dan pemenuhan persyaratan tersebut. Lebih dari itu,

tantangan lain yaitu terkait untuk memenangi persaingan dengan

competitor yakni dengan cara membuat berbagai macam produk dengan

ragam dan model yang selalu baru, berkualitas, memenuhi berbagai

persyaratan dan harga terjangkau.

5.3.6 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Ke Pasar Malaysia

Peluang untuk mengembangkan ekspor produk kayu dan furniture

ke Malaysia cukup terbuka luas. Hal ini disebabkan karena jumlah dan

luas hutan kayu yang relatif terbatas dibanding Indonesia. selain itu,

industri furniture di Malaysia yang sedang berkembang, membutuhkan

produk kayu setengah jadi dari Indonesia.

Hambatan yang seringkali oleh Indonesia antara lain karena

terdapat pengusaha yang masih kesulitan memenuhi persyaratan

ekolabeling. Hal ini membuat produk kayu Indonesia acapkali mengalami

kesulitan untuk memasuki pasar Malaysia dan Negara-negara lainnya.

Lebih dari itu, Malaysia yang sudah lebih dulu melaksanakan training di

bidang industri perkayuan (terkait dengan: sawdoctoring, sawmill

maintenance, timber moulding, kiln drying technologi dan wood

preservation), membuat industri perkayuan di Malaysia lebih maju dan

menjadi kompetitor berat bagi Indonesia di pasar internasional

Oleh sebab itu, keharusan untuk memenuhi persyaratan

ekolabeling, meningkatkan sistem riset dan training di bidang perkayuan

serta meningkatkan standarisasi produk dan spesifikasinya merupakan

tantangan yang harus dihadapi Indonesia apabila ingin meningkatkan

ekspor produk kayu ke pasar Malaysia dan negara-negara lainnya.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 93

Tabel 5.4 Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Produk Kayu dan Furniture Indonesia Ke Negara Tujuan

Negara Peluang Hambatan Tantangan

Tiongkok

- Potensi permintaan

pasar yang sangat luas

mengingat penduduk

Tiongkok mencapai 1,3

M jiwa.

- Taraf hidup

masayarakat Tiongkok

mulai meningkat dan

labor fee juga

meningkat

- Jumlah distributor

Tiongkok yang banyak

- Regulasi di Tiongkok

yang relatif

meyulitkan.

- keterbatasan

pengetahuan

pengusaha Indonesia

akan pasar Tiongkok,

- kesulitan

berkomunikasi karena

perbedaan bahasa,

dan lain sebagainya

- Tuntutan untuk

meningkatkan ragam

daun variasi produk

Kayu

- Mewujudkan produk

yang murah namun

berkualitas

- Membuat branding

untuk meningkatkan

daya saing

Jepang

Selera Kinsumen

Jepang yang tinggi

terhadap produk kayu

atau furniture yang unik

dan model baru

- Standar kesehatan

yang tinggi bagi

semua produk impor

- Standar keamanan

lingkungan yang tinggi

bagi semua produk

impor

Tuntutan untuk

memenuhi standar

kesehatan dan

keamanan lingkungan

produk ekspor

Amerika

Serikat

Potensi permintaan

pasar yang sangat

besar

- Standar kesehatan dan

keamanan lingkungan

yang sangat tinggi

Tuntutan untuk

memenuhi standar

kesehatan dan

keamanan lingkungan

produk ekspor

Arab Saudi

- Peluang pemasaran

yang sangat terbuka

luas.

- WNI yang menetap di

Arab Saudi

(membentuk diaspora)

dapat melakukan

pemasaran produk

- Arab Saudi sangat

meneliti isi kandungan

produk, cara perolehan

bahan bakunya untuk

mengetahui

kehalalannya

- Tuntutan untuk

menciptakan produk

ekspor halal bagi

ligkungan

- kemasan berbahasa

Arab

Belanda

- Prospek ekonomi yang

baik

- Jumlah WNI yang

Regulasi terkait isu

lingkungan, kesehatan

dan keselamatan

Menyediakan sarana

yang terkait dengan

penelitian (laboratorium

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 94

banyak konsumen cukup

menyulitkan Indonesia

test) untuk

meningkatkan standar

produk yang akan

diekspor ke UE

Malaysia

- Terbukanya akses

pasar karena telah

terintegrasi dalam

perdagangan bebas

ASEAN, terlebih akan

ditetapkannya MEA

- Banyaknya jumlah WNI

yang menetap di

Malaysia

- Regulasi terkait

produk halal yang

seringkali menjadi

polemik

- Hambatan dari

produsen lokal

Kompetisi antar produk

sejenis dan berciri khas

sama dari Thailand,

Vietnam dan Malaysia

sendiri

Sumber: Asosiasi Industri Terkait (2014)

5.4 Produk Kerajinan Kegiatan kerajinan merupakan kegiatan kreatif yang

berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang di buat dan

dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai

dengan proses penyelesaian produknya. Proses kegiatan kerajinan antara

lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam

maupun buatan, kulit, rotan bambu, kayu, logam, (emas, perak, tembaga,

perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, marmer, tanah liat dan kapur.

Meskipun diproses dengan peralatan yang relatif sederhana, namun

produk kerajinan memiliki nilai artistik yang sangat tinggi hingga memiliki

daya jual yang cukup mahal.

Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah

yang relatif kecil (bukan produksi massal). Volume produksi yang dapat

dihasilkan oleh kelompok industri kerajinan ini, sangat bergantung pada

jumlah dan keahlian tenaga pengrajin yang tersedia, sehingga kelompok

industri ini dapat dikategorikan sebagai industri padat karya.

Saat ini, produk kerajinan merupakan produk bisnis yang

mempunyai prospek yang cukup menjanjikan, baik untuk pasar lokal

maupun untuk pasar ekspor. Prospek bisnis ini terutama pada keunikan

produknya yang dibuat secara manual atau alias buatan tangan, dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 95

bukan hasil pabrikasi. Selain itu, bahan baku yang digunakan juga cukup

tersedia, bahkan berlimpah. Sehingga tidak akan menghambat kapasitas

produksi yang akan dihasilkan.

Begitu juga dari sisi ketenagakerjaan, usaha atau industri kerajinan

tangan banyak menyerap tenaga kerja. Manfaat dari segi sosial ini cukup

penting karena dapat mendukung tumbuhnya sumber-sumber ekonomi

produktif bagi masyarakat. Tidak sedikit industri kerajinan tangan berskala

rumahan yang justru mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup

besar bagi para tetangga dan saudara dari pemilik usaha.

Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenal sebagai

produsen kerajinan tangan yang cukup besar di dunia. Beberapa negara

lain yang juga cukup tinggi produksi kerajinan tangannya adalah Tiongkok

dan India. Pasar dan buyer luar negeri kerap berburu di tiga negara itu

untuk mendapatkan berbagai produk kerajinan tangan. Apalagi produk

yang dihasilkan ketiga negara ini memiliki keunggulan masing-masing,

sehingga tetap memberikan peluang yang sama besarnya untuk

menjangkau pasar ekspor.

Selama ini, produk kerajinan dari Indonesia telah mendapatkan

tempat yang sangat positif di sejumlah negara sasaran ekspor, seperti

Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Tak sedikit pula produsen kerajinan

di tanah air yang telah membukukan penjualan dengan nilai yang cukup

besar dan berlangsung secara kontinyu.

Beberapa jenis produk kerajinan tangan dari Indonesia yang cukup

populer di pasar ekspor meliputi kerajinan yang berbahan dasar serat,

anyaman bambu, kayu, modifikasi batik, keramik, dan batuan alam.

Sedangkan bentuk produk yang banyak diminati pasar ekspor meliputi

berbagai jenis asesoris, cinderamata, maupun produk interior. Beberapa

diantaranya meliputi tas, sandal, taplak dan penghias meja, hiasan

dinding, dan berbagai produk lainnya.

Beberapa penjelasan tersebut merupakan indikasi bahwa produk

kerajian merupakan salah satu produk ekspor andalan Indonesia. Namun,

dalam melakukan ekspor, tentunya selain memiliki peluang, juga harus

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 96

berhadapan dengan berbagai kendala yang menghambat pengembangan

ekspor khususnya di beberapa negara tujuan. Berikut ini akan dibahas

lebih rinci hal-hal mengenai peluang produk kerajinan Indonesia dalam

memasuki pasar ekspor, kemudian dibahas pula hal-hal yang menjadi

hambatan dalam memasuki pasar dan tantangan bagi Indonesia untuk

dapat lebih mengembangkan ekspor produk kerajinan. Peluang, hambatan

dan tantangan ekspor produk kerajian ke beberapa pasar tujuan ekspor

selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 5.5.

5.4.1 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Tiongkok Tiongkok merupakan salah satu pasar tujuan utama ekspor produk-

produk kerajinan. Pertumbuhan ekspor ke Tiongkok sejak 2010-2013 rata-

rata mencapai 48,7 persen. Semakin tingginya ekspor produk ini ke

Tiongkok tentunya sangat terkait dengan banyaknya jumlah permintaan

dari konsumen Tiongkok. Potensi permintaan pasar dalam negeri ini

sangat luas, mengingat populasi penduduknya yang tinggi ditambah lagi

dengan taraf hidup masayarakat Tiongkok yang mulai meningkat ditandai

dengan labor fee yang meningkat. Semua hal tersebut merupakan modal

dasar sekaligus peluang Indonesia untuk dapat lebih meningkatkan ekspor

produk kerajinan ke pasar Tiongkok. Jumlah distributor Tiongkok yang

banyak juga bisa menjadi peluang bagi Inonesia. Selain itu selera

konsumen Tiongkok terhadap produk-produk handmade yang unik cukup

tinggi. Indonesia sangat berpotensi untuk memenuhi selera konsumen

Tiongkok tersebut.

Beberapa kendala yang menjadi hambatan dalam pengembangan

ekspor ke Tiongkok antara lain terkait dengn pendeknya siklus peredaran

barang yang disebabkan karena selera konsumen terhadap produk

kerajinan yang cepat berubah. keterbatasan pengetahuan pengusaha

Indonesia akan pasar Tiongkok, khususnya pengetahuan tentang

peraturan impor negara setempat, selera dan perilaku konsumen dan

distributor juga menjadi hambatan. Selain itu, masalah kesulitan

berkomunikasi karena perbedaan bahasa. Hambatan lain yaitu terkait

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 97

dengan Promosi yang kurang optimal karena kebanyakan produk ini

dihasilkan oleh UKM yang memiliki keterbatasan dalam kegiatan-kegiatan

promosi di pasar ekspor.

Maka dari itu, tantangan yang dihadapi oleh para produsen antara

lain pelaku usaha dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai

dengan selera konsumen yang dinamis. Selain itu tuntutan untuk

meningkatkan ragam dan variasi produk, mewujudkan produk yang murah

namun berkualitas serta membuat branding untuk meningkatkan daya

saing.

5.4.2 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Jepang Jepang merupakan salah satu negara tujuan utama dalam

mengekspor produk-produk kerajinan Indonesia. Pangsa ekspor produk

tersebut ke Jepang pada 2013 mencapai 11,3 persen (BPS, 2014).

Jepang memiliki potensi permintaan pasar yang sangat besar mengingat

relatif tingginya tingkat kesejahteraan di sana. Sehingga ketertarikan yang

besar terhadap produk-produk kerajinan buatan tangan sangat tinggi. Hal

ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor

produk kerajinan ke Jepang dengan berbagai macam variasi lainnya.

Meskipun demikian, terdapat kendala yang cukup menghambat

produsen kerajinan Indonesia dalam memasuki pasar Jepang. Salah

satunya adalah hambatan peraturan yang harus menerangkan asal

produk (Rules of origin). Kemudian sulitnya memperoleh branding bagi

produk kerajinan dan sulit membuat kemasan yang menarik yang seperti

diharapkan Jepang. Kendala-kendala tersebut muncul karena pada

umumnya produk kerajinan diproduksi oleh UKM yang memiliki

keterbatasan kemampuan untuk memenuhi segala ketentuan dari buyer.

Oleh sebab itu, tantangan yang harus dihadapi oleh produsen

kerajinan antara lain harus dapat memenuhi persyaratan dalam peraturan

impor di Jepang, membuat branding untuk meningkatkan daya saing serta

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 98

membuat kemasan yang menarik dan selalu berubah mengikuti

perkembangan. Dalam hal ini, pemerintah dapat memfasilitasinya.

5.4.3 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Amerika Serikat Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor produk

kerajinan. Pangsa ekspor produk kerajinan ke AS pada 2013 mencapai

44,4 persen (BPS, 2014). Potensi permintaan pasar yang sangat besar

menjadikan AS sebagai Negara tujuan utama ekspor produk tersebut.

Selera konsumen dan ketertarikan yang besar terhadap produk-produk

kerajinan buatan tangan merupakan peluang bagi Indonesia.

Selain memiliki beberapa peluang, ekspor produk kerajinan ke AS

juga terkendala berbagai hambatan. Peraturan yang terkait dengan isu

keamanan lingkungan, kesehatan dan keselamatan konsumen merupakan

kendala yang cukup menyulitkan Indonesia. Produsen kerajinan yang

berasal dari kalangan UKM kurang memiliki akses untuk memenuhi

persyarata-persyaratan tersebut. Selain itu, pola konsumen yang memiliki

selera cepat berubah justru menyulitkan produsen Indonesia. Kendala lain

muncul karena AS menginginkan produk kerajinan dari Indonesia telah

memiliki branding, sementara pengusaha produk kerajinan yang umumnya

UKM cukup kesulitan untuk memenuhi hal tersebut. Apabila segala

hambatan tersebut dapat diatasi, maka bukan tidak mungkin ekspor

produk kerajinan ke AS akan semakin meningkat.

Oleh sebab itu, tantangan yang harus dihadapi ke depan antara lain

terkait dengan tuntutan untuk dapat menerangkan asal produk (rule of

origin) yang dibuktikan dengan sertifikat; promosi dan pameran produk

untuk mengkampanyekan bahwa produk kerajinan asal Indonesia cukup

memiliki keamanan terhadap lingkungan dan sehat bagi konsumen;

tuntutan untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera

konsumen yang cepat berubah. Oleh sebab itu, hal-hal terkait informasi

pasar sangat diperlukan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 99

5.4.4 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Arab Saudi Arab Saudi merupakan negara tujuan ekspor yang potensial. Rata-

rata pertumbuhan ekspor produk kerajinan selama 2010-2013 mencapai

21,8 persen (BPS, 2014). Peluang pemasaran produk kerajinan di Negara

ini cukup terbuka luas. WNI yang menetap di Arab Saudi dapat

dimanfaatkan untuk membantu melakukan pemasaran produk. Hal ini

merupakan peluang dan keuntunngan bagi Indonesia.

Terdapat beberapa kendala yang cukup menghambat produk

kerajinan dalam memasuki pasar antara lain terkait dengan keharusan

menjelaskan isi kandungan bahan baku dan asal usul produk untuk

mengetahui kehalalannya. Serta kendala bahasa, produk yang masuk

harus ada keterangan dalam Bahasa Inggris dan Arab.

Oleh sebab itu, tuntutan untuk menciptakan produk yang sesuai

dengan keinginan Arab Saudi dan membuat keterangan mengenai segala

informasi produk yang dijelaskan dalam bahasa Arab dan Inggris

merupakan tantangan bagi produsen Indonesia. Apabila segala produsen

Indonesia dapat menjawab tantangan dan mengatasi segala hambatan,

maka bukan tidak mungkin ekspor produk kerajinan ke Arab Saudi

semakin meningkat.

5.4.5 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Belanda Belanda merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor produk

kerajinan Indonesia. Rata-rata pertumbuhan ekspor produk kerajinan

selama 2010-2013 mencapai 9,3 persen. Indonesia memiliki keuntungan

dalam memasarkan produk ini di Belanda. Diantaranya karena banyaknya

jumlah WNI yang bermukim di Belanda yang dapat mempermudah dalam

membantu memasarkan dan mengidentifikasi informasi pasar. Selain itu,

ketertarikan yang besar terhadap produk-produk kerajinan buatan tangan

merupakan peluang yang besar bagi Indonesia.

Namun terdapat kendala yang cukup menghambat Indonesia untuk

lebih mengembangkan ekspor produk kerajinan ke Belanda. Diantaranya

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 100

terkait dengan peraturan yang cukup memberatkan, khususnya terkait

dengan isu keamanan lingkungan, kesehatan dan keselamatan

konsumen. Kemudian kewajiban untuk menerangkan keterangan asal usul

produk. Selain itu, Belanda menginginkan produk dari Indonsia telah

memiliki branding, Sementara pengusaha produk kerajinan yang

umumnya UKM cukup kesulitan untuk memenuhinya. Semakin banyaknya

kompetitor yang mengekspor produk sejenis juga berpotensi menghambat

pengembangan ekspor produk kerajinan ke Belanda.

Oleh sebab itu, tantangan yang harus dihadapi ke depan antara lain

terkait dengan tuntutan untuk dapat memenuhi ketentuan dan peraturan

khususnya terkait dengan isu keamanan lingkungan dan kesehatan

konsumen. Kemudian, produsen/eksporter Indonesia harus dapat

menerangkan keterangan asal usul produk (dibuktikan dengan legalitas).

Membuat branding untuk meningkatkan daya saing serta tantangan untuk

mampu bersaing dengan kompetitor dengan cara meningkatkan variasi

ragam produk yang sesuai standar dan harga terjangkau.

5.4.6 Peluang, Tantangan dan Hambatan Ekspor Produk Kerajinan Ke Pasar Malaysia Pertumbuhan ekspor produk kerajinan Indonesia ke Malaysia

belum sebesar pertumbuhan ke negara-negara lainnya (AS, Jepang,

Tiongkok, Arab Saudi, Belanda). Namun peluang pasar cukup terbuka

luas. Terbukanya akses pasar karena telah terintegrasi dalam

perdagangan bebas ASEAN, terlebih akan ditetapkannya MEA merupakan

peluang bagi kedua Negara. Selain itu, banyaknya jumlah WNI yang

menetap di Malaysia juga dapat membantu dalam memasarkan produk.

Ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk dapat lebih meningkatkan

ekspor produk kerajinan ke Malaysia.

Hambatan dalam memasuki pasar Malaysia lebih dikarenakan

Semakin banyaknya kompetitor dari berbagai Negara tetangga (Thailand

dan Vietnam) yang memproduksi barang sejenis yang berkualitas dan

harga yang kompetitif. Oleh sebab itu, produsen Indonesia harus

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 101

menghadapi tantangan untuk berkompetisi dengan Thailand, Vietnam dan

Malaysia sendiri dalam merebut pasar produk-produk kerajinan.

Tabel 5.5. Peluang, Hambatan, dan Tantangan Ekspor Produk Kerajinan Indonesia Ke Negara Tujuan

Negara Peluang Hambatan Tantangan

Tiongkok

- Potensi permintaan

pasar yang sangat luas

- Taraf hidup

masyarakat k mulai

meningkat karena

upah meningkat

- Jumlah distributor

Tiongkok besar

- Selera konsumen

Tiongkok terhadap

produk-produk

handmade yang unik

- Peredaran suatu

produk di pasar

memiliki siklus yang

relatif pendek, karena

selera konsumen yang

cepat berubah.

- Keterbatasan

informasi akan pasar

Tiongkok

- Kesulitan

berkomunikasi karena

perbedaan bahasa

- Promosi yang kurang

optimal karena

kebanyakan produk ini

dihasilkan oleh UKM

yang memiliki

keterbatasan dalam

promosi di pasar

ekspor

- Pelaku usaha dituntut

untuk dapat

menghasilkan produk

yang sesuai dengan

selera konsumen yang

dinamis

- Tuntutan untuk

meningkatkan ragam

dan variasi produk

makanan olahan

- Mewujudkan produk

yang murah namun

berkualitas

- Membuat branding

untuk meningkatkan

daya saing

Jepang

- Kondisi ekonomi yang relatif kondusif

- Potensi permintaan pasar yang sangat besar

- Ketertarikan yang besar terhadap produk-produk kerajinan buatan tangan

- Hambatan peraturan yang harus menerangkan asal produk (rule of origin)

- Sulit memperoleh branding

- Sulit membuat kemasan yang menarik yang seperti diharapkan Jepang

- Harus dapat memenuhi persyaratan dalam peraturan impor di Jepang

- Membuat branding untuk meningkatkan daya saing

- Membuat kemasan yang menarik dan selalu berubah mengikuti perkembangan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 102

Amerika

Serikat

- Potensi permintaan

pasar yang sangat

besar

- Ketertarikan yang

besar terhadap

produk kerajinan

tangan

- Hambatan peraturan yang terkait dengan isu keamanan lingkungan, kesehatan dan keselamatan konsumen cukup menyulitkan Indonesia

- Pola konsumen yang memiliki selera cepat berubah justru menyulitkan produsen

- AS menginginkan produk dari Indonsia telah memiliki branding, sementara pengusaha produk kerajinan yang umumnya UKM cukup kesulitan

- Tuntutan untuk dapat menerangkan asal produk (rule of origin) yang dibuktikan dengan sertifikat

- Promosi dan pameran produk untuk mengkampanyekan bahwa produk kerajinan asal Indonesia cukup memiliki keamanan terhadap lingkungan dan sehat bagi konsumen

- Tuntutan untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen yang cepat berubah, oleh sebab itu, hal-hal terkait informasi pasar sangat diperlukan

- Membuat branding untuk meningkatkan daya saing

Arab Saudi

- Peluang pemasaran

terbuka luas.

- WNI yang menetap di

Arab Saudi (diaspora)

dapat melakukan

pemasaran produk

- Arab Saudi sangat meneliti isi kandungan bahan baku dan asal usul produk untuk mengetahui kehalalannya

- Kendala bahasa, produk yang masuk harus ada keterangan dalam bahasa Inggris dan Arab

- Tuntutan untuk menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan Arab Saudi

- Tantangan untuk membuat keterangan mengenai segala informasi produk yang dijelaskan dalam bahasa Arab dan Inggris

Belanda

- Jumlah WNI yang banyak dapat membantu dalam hal pemasaran dan informasi pasar

- Ketertarikan yang besar terhadap produk-produk kerajinan buatan tangan

- Peraturan yang cukup memberatkan, khususnya terkait dengan isu keamanan lingkungan, kesehatan dan keselamatan konsumen

- Menerangkan keterangan asal usul produk

- Belanda menginginkan produk dari Indonsia telah memiliki branding, sementara pengusaha

- Tantangan untuk dapat memenuhi ketentuan dan peraturan khususnya terkait dengan isu keamanan lingkungan dan kesehatan konsumen

- Harus dapat menerangkan keterangan asal usul produk (dibuktikan dengan legalitas)

- Membuat branding untuk meningkatkan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 103

produk kerajinan yang umumnya UKM cukup kesulitan

- Semakin banyaknya kompetitor yang mengekspor produk sejenis

daya saing - Tantangan untuk

mampu bersaing dengan kompetitor dengan cara meningkatkan variasi ragam produk yang sesuai standar dan harga terjangkau

Malaysia

- Terbukanya akses

pasar karena

terintegrasi dalam

perdagangan bebas

ASEAN yaitu AEC

- Banyaknya jumlah WNI

yang menetap di

Malaysia membantu

pemasaran produk.

- Hambatan dari produsen lokal yang terkadang mengintervensi regulasi impor

- Semakin banyaknya

kompetitor dari

negara tetangga

Kompetisi antar produk

sejenis dan berciri khas

sama dari Thailand,

Vietnam dan Malaysia

sendiri.

Sumber: Asosiasi Industri Terkait, 2014

5.5 Profil Importir Korea Selatan untuk Produk Makanan Minuman, Produk Kayu dan Furniture, serta Produk Kulit dari Indonesia

1) Yejoo Nara Co., Ltd

Yejoo Nara Co., Ltd merupakan perusahan dari Korea Selatan yang

mengimpor Minuman, Indomie, Santan, Buah Kaleng, Gula Merah,

Biskuit, Kacang, Bawang Goreng, Kerupuk, Lele Beku, Baso Ikan,

Belut Beku, Sambal, Kecap, Teh, Aneka Bumbu Instan. Nilai Impor dari

Indonesia USD 200.000 per bulan, total volume antara 10-15 kontainer

40 feet per bulan. impor langsung bermacam produk makanan yang

hampir 30% adalah produk Indonesia, sedangkan sebagian diimpor

dari negara Vietnam, Thailand, Pilipina dan lainnya.

Perusahaan ini menjual produk secara grosir kepada distributor

lokal/restoran/hypermart di Korea, selain menjual juga secara retail.

Baso ikan saat ini banyak digunakan sebagai bahan untuk masakan

China, demikian juga lele beku yang menjadi favorit bukan hanya bagi

orang Indonesia tapi juga dinikmati oleh masyarakat dari negara lain

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 104

seperti Thailand dan Vietnam. Sebelumnya Yeejo Nara mengimpor

Lele Beku dari Myanmar dengan harga yang lebih murah, namun

aromanya tidak bagus sehingga kurang laku di pasar Korea. Yejoo

Nara berusaha mencari alternatif lain, setelah lele beku Indonesia

mendapat respon yang sangat baik dari konsumen, sehingga terus

berlanjut impor dari Indonesia hingga sekarang. Produk makanan yang

diimpor dari indonesia didistribusikan ke Foreign Mart, Warung

Indonesia dan juga ke hypermart seperti Homeplus yang konsumennya

adalah masyarakat lokal Korea.

Selera orang Korea sudah berubah sehingga dapat menerima

berbagai rasa makanan asing termasuk dari Indonesia. Seperti bumbu

instan asli indonesia saat ini banyak digunakan di restoran maupun

hotel di Korea, begitu juga dengan saos seperti kecap manis dan

sambal instan yang sekarang juga disajikan di restoran dalam area

theme park seperti everland. Demikian juga dengan produk permen,

snack dan biskuit yang juga diminati dipasar domestik sehingga

semakin banyak permintaan pasokan makanan dari Indonesia yang

dapat ditemukan dengan mudah di bagian produk impor pada

supermarket besar yang banyak dikenal di Korea. Hambatan impor

yang dihadapi bahan dasar makanan yang kualitasnya tidak baik masih

sering ditemukan. Hal ini merupakan isu yang sangat penting

mengingat Korea Selatan adalah negara yang menetapkan standar

tinggi unutk impor produk makanan.

Sedangkan UKM di Indonesia kadang masih kurang

memperhatikan higienitas makanan, contohnya seperti penggunaan

bahan pewarna buatan, pengawet maupun penyedap rasa yang

dilarang oleh Korea Food and Drug Administration (KFDA). Harga

produk Indonesia yang selalu berubah, penyebabnya antara lain adalah

karena musibah alam seperti banjir, gunung meletus, musim kemarau

ataupun musim hujan berkepanjangan sehingga mengakibatkan langka

dan sulitnya pasokan bahan dasar pembuatan produk makanan.

Sedangkan hal lain yang memicu terjadinya kenaikan harga adalah

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 105

saat bulan puasa dan hari raya yang tidak dapat dihindari sehingga

mengakibatkan kebutuhan di tanah air pun meningkat.

Terdapat pelaku usaha/UKM yang konsisten memasok produk

dengan kualitas yang sama secara berkelanjutan. Pelaku usaha

Indonesia perlu memperhatikan standar penggunaan dan pengolahan

produk makanan yang akan diekspor ke Korea. Alangkah baiknya

apabila pembinaan UKM di Indonesia dapat lebih maksimal sehingga

semakain banyak pelaku usaha memahami standar ekspor produk

makanan yang telah ditentukan oleh pemerintah Korea Selatan. Begitu

juga dengan kualitas rasa yang telah disesuaikan dengan cita rasa

orang Korea sehingga produk makanan tersebut dapat semakin luas

memasuki pasar domestik Korea.

2) Chunil Foods Manufacturing Co., Ltd

Chunil Foods Manufacturing Co., Ltd mengimpor berbagai produk

makanan terutama seafood yaitu cumi, gurita dan udang. Chunil

adalah perusahaan pertama yang membangun sistem produksi massal

untuk makanan beku bekerja sama dengan Katokichi, produsen

makanan beku di Jepang. Sebelum perusahaan makanan beku di

Korea didirikan, Chunil lebih berkonsentrasi pada pasar luar negeri

seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Chunil menghasilkan pangsit beku, nasi goreng beku, produk

daging olahan, dan makanan laut diproses menggunakan teknologi

canggih dan fasilitas produksi otomatis terbaik dunia, memenuhi

misinya untuk mengejar kepuasan pelanggan dengan rasa dan kualitas

dan memberikan kontribusi untuk membudayakan konsumsi makanan

yang sehat, bergizi dan cepat saji. Tidak ada hambatan dalam

importasi. Permasalahan ada di produk yang diimpor cenderung

rendah kualitasnya dan tidak kontinyu ketersediaannya. Selama ini

impor sering kali melalui Vietnam dan tidak langsung dari Indonesia.

Seandainya langsung dari Indonesia akan lebih diminati karena

menghemat biaya.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 106

3) Nara Art

Produk yang diimpor oleh Nara Art dari Indonesia adalah produk

furniture dari kayu, handicraft dari kayu berupa patung-patung hewan,

topeng dari kayu dan sejenisnya serta lukisan. Memiliki 12 perusahaan

distributor untuk menjual produk yang diimpor, selain menjual juga

secara retail. 90% produk yang diimpor berasal dari Indonesia, hanya

sebagian kecil yang berasal dari negara lain khususnya dari China dan

India. Sebagian besar produk yang diimpor dari Indonesia adalah

berdasarkan pesanan dimana desain sudah ditentukan, pengusaha

Indonesia tinggal mengerjakan sesuai dengan yang diinginkan.

Terkadang juga menggunakan teknik dan cara pembuatan yang

ditentukan dengan tujuan agar kualitas produk yang dihasilkan dapat

terjamin. Perusahaan sudah mempunyai partner di Indonesia dimana

perusahaan tersebut dikelola oleh keluarga Mr. Kwon sendiri. Menurut

Mr. Kwon hanya dengan cara seperti inilah kualitas produk yang

dipesan dari Indonesia dapat sesuai dengan yang diinginkan.

Sebelumnya Mr. Kwon mempunyai pengalaman dengan mengimpor

langsung dari eksportir Indonesia yang baru dikenal, produk yang

dikirim berkualitas rendah, setelah barang sampai Korea banyak

produk rusak, sehingga tidak bisa dijual dan mendatangkan kerugian.

Selain dijual, perusahaan juga menjalin kerjasama dengan

beberapa stasiun televisi Korea Selatan seperti MBC, SBS dan KBS

untuk menyewakan produknya yang biasanya digunakan untuk

keperluan syuting drama maupun acara televisis lainnya. Nara Art

menemukan pelaku usaha UKM yang konsisten memasok produk

dengan kualitas yang sama yang berkelanjutan. Pelaku usaha

Indonesia perlu memeperhatikan dan memahami bahwa Korea Selatan

adalah negara dengan 4 (empat) musim, untuk itu agar produk yang

dijual ke Korea dapat menghadapi cuaca tersebut. Tidak jarang produk

yang diimpor dari Indonesia khususnya berbahan kayu setelah sampai

di Korea mengalami pecah, patah atau retak-retak, sehingga tidak

memungkinkan untuk dijual. Larangan untuk mengekspor kayu dari

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 107

pemerintah Indonesia, hal itu menimbulkan dampak yang berbeda, di

Korea permintaan rumah dari kayu cukup tinggi, namun Nara Art

kesulitan dalam melakukan impor rumah (gazebo) dari kayu ini. Impor

hanya boleh dilakukan bila sudah dalam bentuk rumah kayu yang

sudah jadi, tidak diperbolehkan dalam bentuk knock down, yang tentu

sulit dalam pengangkutannya.

4) In Africa Co

In Africa Co mengimpor berbagai kulit hewan dari Indonesia

sebagai bahan baku, diantaranya Kulit sapi, Kulit buaya dan Kulit ular

(python). In Africa Co Memiliki gerai untuk display produk kulit seperti

tas, jaket dan cover yang merupakan hasil desain sendiri dengan

mempertimbangkan selera konsumen di Korea Selatan. Saat ini

konsumen di Korea Selatan lebih banyak memilih produk kulit dengan

bahan baku dari kulit ular python karena dianggap lebih trendi dalam

mengikuti perkembangan fashion. Impor bahan baku kulit masih relatif

sedikit. Tidak ada hambatan dalam importasi, hanya saja seringkali

kebutuhan akan kulit tertentu yang berkualitas tidak dapat dipenuhi

dengan cepat.

5.6 Implikasi Hasil

Berdasarkan pembahasan mengenai peluang, hambatan dan

tantangan ekspor ke berbagai negara tujuan maka dapat diperoleh

beberapa hasil. Keempat produk yang menjadi cakupan analisis

merupakan produk andalan ekspor Indonesia. Prioritas pemasaran hasil

produksi dari keempat produk tersebut adalah untuk kepentingan tujuan

ekspor yang terkonsentrasi di beberapa negara tradisional seperti Uni

Eropa (termasuk Belanda), Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok.

Sementara Arab Saudi dan Malaysia masih merupakan negara yang

tergolong emerging market (potential market). Upaya-upaya

pengembangan ekspor ke negara-negara potensial yang cukup prospektif

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 108

masih terbilang minim. Demikian pula upaya-upaya untuk meningkatkan

ekspor di pasar tradisional.

Terkonsentrasinya pasar untuk tujuan ekspor tersebut, karena

sebagian besar perusahaaan hanya mendapat permintaan produk dari

buyer luar negeri, atau dapat dikatakan hanya sebagai manufacturer

(perakit) saja, sedangkan marketing dan manajemen pemasaran berada di

negara asal perusahaan tersebut yang selalu aktif melakukan komunikasi

para buyer di negara tujuan. Hal ini dapat menghalangi produsen

Indonesia untuk memasuki pasar yang lebih luas. Dampak lainnya,

produsen Indonesia mudah banting harga, karena buyer yang

menyediakan desain ini bisa menawarkan ke banyak perusahaan

(rendahnya posisi tawar).

Di sisi lain, ketika produsen Indonesia berusaha untuk memasuki

pasar yang lebih luas, berbagai kendala yang cukup menghambat datang

menghadang. Khususnya yang terkait dengan non tariff barriers. Banyak

peraturan yang dibuat oleh berbagai negara tujuan yang sangat

menyulitkan Indonesia. Utamanya terkait dengan standar produk yang

boleh masuk yaitu harus memenuhi segala macam ketentuan mulai dari

kualitas hingga standar keamanan lingkungan dan kesehatan konsumen.

Namun demikian, hal ini dapat diatasi apabila Indonesia lebih mampu

mempelajari hal-hal yang terkait dengan informasi pasar, melakukan

pendekatan atau lobbying dengan pihak importer dan instansi pemerintah

di negara tujuan. Selain itu dengan mempelajari tren dan selera

konsumen, sekaligus memenuhi persyaratan ekspor di negara tujuan

ekspor tersebut, Indonesia akan berhasil memperoleh peluang pasar yang

menjanjikan bagi peningkatan ekspor nasional.

Sementara itu, dilihat dari sisi bahan baku yang diperlukan dalam

proses produksi, sebaian besar berasal dari impor terkecuali untuk

perusahaan bergerak di bidang furniture umumnya bahan bakunya

berasal dari dalam negeri. Dalam meningkatkan ekspor, kualitas dan

standar produk merupakan faktor penting sebagai daya saing, namun

untuk menunjang hal tersebut diperlukan kerjasama yang baik dengan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 109

seluruh stakeholder (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam

menghadapi dan mencari solusi untuk menyelesaikan berbagai

kendala/lain yang dihadapi. Sementara itu, dari faktor produksi yang masih

dianggap bermasalah adalah ketersediaan sumber energi listrik yang

masih belum memadai karena masing seringnya terjadi pemadaman,

sehingga sebagian perusahaan masih menyediakan genset, padahal

harga bahan bakar minyak industri tergolong mahal dan tidak disubsidi

oleh pemerintah.

Kendala lain yang masih dianggap bermasalah yaitu belum adanya

kestabilan ekonomi makro dan mikro, birokrasi yang masih panjang dan

berbelit-belit, sosialisasi regulasi yang masih sangat minim, akses pasar

yang masih sulit, infrastruktur yang belum memadai, dan konvergensi

standar Indonesia dengan luar negeri yang belum sesuai. Untuk itu,

strategi yang tepat untuk menghadapi persaingan global dapat dilakukan

dengan cara menetapkan kualitas dan standar produk ekspor yang tinggi

sehingga memiliki daya saing yang kuat dan bernilai tambah yang

signifikan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 110

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR DI BEBERAPA

NEGARA

Kebijakan perdagangan internasional secara umum dibedakan

menjadi 2 (dua), yaitu kebijakan perdagangan di bidang ekspor dan

kebijakan perdagangan di bidang impor. Kebijakan di bidang ekspor

diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh

pemerintah yang akan mempengaruhi struktur, komposisi dan arah

transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa yang

bersumber dari sektor perdagangan luar negeri pada suatu negara. Pada

umumnya kebijakan ekspor dibedakan menjadi 2, yaitu kebijakan ekspor

di dalam negeri dan kebijakan ekspor di luar negeri.

Kebijakan ekspor di dalam negeri diantaranya adalah: (1) kebijakan

perpajakan dalam bentuk keringanan, pengembalian pajak atau

pengenaan pajak ekspor untuk barang-barang tertentu, misalnya pajak

ekspor atas CPO (crude palm oil); (2) fasilitas kredit perbankan untuk

mendorong peningkatan ekspor barang-barang tertentu; (3) pelaksanaan

tata laksana ekspor yang relatif mudah atau tidak berbelit-belit; (3)

pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor; (4)

pembentukan asosiasi ekspor; (5) pembentukan kelembagaan

seperti bounded warehause (Kawasan Berikat Nusantara), export

procesing zone, pelabuhan bebas dan lain-lain; dan (7)

larangan/pembatasan ekspor, misalnya larangan ekspor CPO oleh

pemerintah, karena CPO merupakan bahan mentah untuk industri minyak

goreng yang sangat dibutuhkan di dalam negeri.

Sedangkan kebijakan ekspor di luar negeri diantaranya adalah

berupa: (1) pembentukan International Trade Promotion Centre di

berbagai negara, seperti di Jepang, Eropa dan Amerika Serikat; (2)

pemanfaatan fasilitas GSP (General System of Preferency), yaitu fasilitas

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 111

keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara industri untuk

barang manufaktur yang berasal dari negara berkembang seperti

Indonesia; (3) menjadi anggota asosiasi produsen seperti ICO, ICCO,

APCC, ITTO, ANRPC dan lain-lain.

Pada dasarnya kebijakan di bidang ekspor bertujuan untuk

mengontrol arus ekspor, baik dalam bentuk mendorong atau menghambat

ekspor. Pada umumnya negara-negara melakukan kebijakan dibidang

ekspor adalah untuk mendorong peningkatan ekspor, karena dengan

makin besar ekspor akan berpengaruh terhadap pendapatan nasional.

Kebijakan yang mendorong ekspor akan meningkatkan pendapatan

nasional dan memperluas kesempatan kerja, peningkatan penerimaan

devisa dan pengembangan teknologi.

Dalam keseimbangan makro perekonomian terbuka, pendapatan

nasional dipengaruhi langsung oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi

pemerintah, investasi dan neraca perdagangan. Maka apabila terjadi

perubahan dalam arus perdagangan internasional (neraca perdagangan)

akan berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Jika ekspor meningkat

maka pendapatan nasional juga akan meningkat, karena itu kebijakan

yang bertujuan untuk mendorong ekspor adalah kegiatan yang sangat

memiliki urgensi yang tinggi terhadap pendapana nasional, karena secara

langsung berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Disamping itu

kenaikan ekspor akan berpengaruh positif terhadap penciptaan

kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mengurangi pengangguran.

Pada umumnya setiap negara melakukan kebijakan dibidang

ekspor adalah untuk mendorong peningkatan ekspor, karena dengan

semakin besar ekspor akan berpengaruh terhadap pendapatan nasional.

Kebijakan yang mendorong ekspor akan meningkatkan pendapatan

nasional dan memperluas kesempatan kerja, peningkatan penerimaan

devisa dan pengembangan teknologi. Kebijakan pengembangan ekspor

yang telah dilakukan oleh banyak negara salah satunya adalah kegiatan

promosi ekspor. Promosi ekspor dengan berbagai macam skenario dinilai

efektif untuk meningkatkan nilai ekspor suatu negara. Berikut akan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 112

dipaparkan beberapa strategi kebijakan yang dilakukan berbagai negara

dalam rangka meningkatkan ekspor.

6.1 Strategi Pengembangan Ekspor di Malaysia Malaysia merupakan negara berkembang yang telah masuk ke

dalam kategori upper middle income atau negara dengan berpendapatan

menengah ke atas. Unruk mencapai negara berstatus upper middle

income, banyak cara yang harus dilakukan oleh Malaysia, salah satunya

adalah dengan membangun industri manufaktur dan memasarkan

hasilnya ke pasar internasional.

Pemerintah Malaysia yakin bahwa sebagai negara yang sedang

berkembang, cara yang paling efektif untuk memperluas lapangan

pekerjaan, meningkatkan devisa negara dan memacu pertumbuhan

ekonomi yang tinggi adalah dengan menggenjot atau mendorong ekspor

produk-produk manufaktur. Oleh sebab itu Malaysia melakukan berbagai

strategi yang bertujuan untuk mendorong ekspor khususnya produk-

produk manufaktur. Strategi pengembangan ekspor yang selama ini

dilakukan oleh Malaysia salah satunya ada kegiatan promosi ekspor.

Promosi ekspor merupakan upaya sebuah negara dalam

memperkenalkan komoditas atau produk yang dihasilkan kepada calon

pembeli di luar negeri. Tujuan promosi ekspor antara lain untuk menarik

minat pembeli di luar negeri agar berminat membeli produk yang

diperkenalkan dengan pembayaran menggunakan valuta asing.

Promosi ekspor memegang peranan kunci dan strategis dalam

strategi pemasaran ekspor. Promosi menduduki posisi sebagai ujung

tombak dalam kegiatan pemasaran suatu produk. Tanpa promosi calon

pembeli tidak akan mengenal dengan baik produk yang kita hasilkan.

Tanpa mengenal produk kita, calon pembeli tidak akan berminat untuk

membelinya.

Pemerintah Malaysia memiliki institusi khusus yang memiliki tugas

serta fungsi untuk membuat program dan melakukan kegiatan yang terkait

dengan promosi ekspor. Institusi tersebut diberi nama Malaysia External

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 113

Trade Development Corporation (Matrade). Segala bentuk program yang

berkaitan dengan promosi ekspor dilakukan dan dikoordinasikan oleh

Matrade. Misi Matrade adalah untuk mengembangkan dan

mempromosikan ekspor Malaysia kepada dunia, sementara fungsi

Matrade antara lain:

1. Mempromosikan, membantu dan mengembangkan perdagangan luar

negeri Malaysia dengan penekanan khusus pada ekspor produk

manufaktur dan produk antara, serta melakukan seleksi impor yang

lebih ketat.

2. Merumuskan dan menerapkan strategi pemasaran ekspor nasional

3. Mempromosikan ekspor produk manufaktur dan produk antara di

seluruh Negara di dunia;

4. Melakukan intelijensi pasar dan riset pasar serta menciptakan sebuah

database yang komprehensif untuk informasi perdagangan;

5. Mengatur program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan eksporter Malaysia dalam melakukan pemasaran

internasional;

6. Meningkatkan dan melindungi kepentingan perdagangan internasional

Malaysia di luar negeri;

7. Mewakili Malaysia dalam forum internasional dalam hubungannya

dengan semua hal yang berkaitan dengan perdagangan;

8. Mengembangkan, mempromosikan, memfasilitasi dan membantu

dalam bidang layanan yang berhubungan dengan perdagangan.

Dengan adanya Matrade, kegiatan promosi ekspor yang diterapkan

menjadi lebih efektif dan efisien. Beberapa kegiatan promosi ekspor di

bawah koordinasi Matrade antara lain:

1. Pameran Dagang Internasional

Matrade mengatur dan mengorganisasikan keikutsertaan Malaysia di

dalam pameran perdagangan internasional di luar negari. Pameran

dagang merupakan satu titik permulaan yang baik bagi perusahaan

yang ingin mempromosikan produk mereka kepada calon pembeli di

luar negeri yang potensial. Matrade menyediakan bantuan dalam

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 114

pengadaan ruang atau gerai, publikasi sebelum acara dan mengatur

pertemuan dengan calon pembeli asing.

2. Misi Perdagangan dan Investasi

Matrade bersama dengan Kementerian Perdagangan Internasional

dan Industri (MITI) serta Lembaga Investasi dan Pembagunan

Malaysia (MIDA), menganjurkan beberapa misi perdagangan dan

investasi ke pasar non tradisional yang memiliki potensi. Misi

perdagangan ini dilakukan minimal sekali tahun. Dengan ikut sertanya

ke dalam misi perdagangan ini, perusahaan industri di Malaysia dapat

meningkatkan hubungan perdagangan dengan pegawai pemangku

kepentingan di bidang perdagangan internasional.

3. Misi Pemasaran Khusus

Matrade menyelenggarakan misi pemasaran khusus luar negeri untuk

mengeksplorasi dan mengidentifikasi peluang perdagangan bagi

produk dan layanan yang dipilih. Selain menghasilkan penjualan ke

berbagai negara yang potensial, misi ini juga mampu memberikan

kesempatan untuk membangun jaringan bisnis.

4. In Strore Promotion

Matrade bekerjasama dengan produsen dan eksportir atau pedagang

besar untuk menyelenggarakan “Made-in-Malaysia In-Store

Promotion-“ untuk memperkenalkan produk-produk Malaysia langsung

ke konsumen di luar negeri. Kegiatan ini dilakukan dengan membuka

outlet (toko) di luar negeri, dimana isi produk di toko tersebut

seluruhnya adalah buatan Malaysia.

5. Promotion Counter

Matrade mendirikan stand informasi di pameran dagang di luar negeri

untuk menyebarkan informasi mengenai produk Malaysia serta

menampilkan katalog produk dari perusahaan-perusahaan Malaysia.

Informasi tersebut berfungsi sebagai alternatif dan cara hemat biaya

bagi eksportir Malaysia untuk mempromosikan produk mereka.

6. Pusat Eksibisi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 115

Matrade menyediakan fasilitas bagi perusahaan industri Malaysia

untuk menampilkan produk dan layanan mereka di Pusat Pameran

Ekspor Malaysia (Malaysia Export Exhibition Centre/MEEC ) yang

terdapat di Kuala Lumpur. Sejauh ini, MEEC juga terdapat di Malaysia

Trade Centre (MTCs) yang terletak di Rotterdam dan Hong Kong.

Produk Malaysia yang diekspor ke seluruh dunia telah menerima

banyak penghargaan dari negara-negara pengimpor karena kualitas yang

baik dan harga yang kompetitif. Dari mulai produk elektronik sebagai

produk unggulan Malaysia hingga produk makanan olahan buatan

Malaysia. Terdapat lebih dari 200 negara di seluruh dunia yang telah

melakukan impor dari Malaysia.

6.2 Strategi Pengembangan Ekspor diThailand

Thailand memiliki karakteristik perekonomian yang hampir sama

dengan Malaysia. Negara ini juga mengandalkan ekspor sebagai salah

satu alat penopang pertumbuhan ekonominya. Bebagai strategi yang

diatur dalam regulasi negara tersebut diformulasikan untuk dapat

mengoptimalkan kinerja ekspor Thailand.

Thailand memiiki satu bagian khusus yang bertugas untuk

mempromosikan dan mengembangkan ekspor Negara nergara tersebut.

Departemen Promosi Perdagangan Internasional (Department of

International Trade Promotion/DITP) didirikan di bawah Kementerian

Perdagangan Kerajaan Thailand. DITP didirikan untuk membantu dalam

pengembangan daya saing produsen Thailand dan eksportir untuk

mengotimalkan potensi produk mereka.

Organisasi ini telah resmi berganti logo dan nama dari Departemen

Promosi Ekspor (DEP) menjadi Departemen Promosi Perdagangan

Internasional (DITP) pada tanggal 4 Januari 2012. Seiring dengan lebih

banyaknya tantangan dan kesempatan dalam ekonomi dunia baru, DITP

bertujuan untuk memberikan layanan cepat yang handal dan efisien.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 116

Pusat Perdagangan Luar Negeri (TTC), di bawah pengawasan

DITP tersebut, terletak di kota-kota besar di seluruh dunia. Lembaga ini

didirikan diberbagai untuk mendukung penerapan kebijakan

pengembangan ekspor. Fokus utama adalah memperkuat hubungan

perdagangan antara eksportir Thailand dan importir potensial. Selain itu,

lembaga ini juga menganalisis informasi yang relevan dan memberikan

laporan tentang tren dan perkembanagan pasar ekspor (intelegensi

pasar).

TTC bekerja sama dengan Kantor Urusan Komersial (OCA) di

berbagai kota di Dunia dalam mencari akses pasar yang lebih besar

sebagai cara untuk meningkatkan peluang bisnis dan perdagangan dalam

wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagai kantor perwakilan di

luar negeri untuk Kementerian Perdagangan di Thailand, OCA terutama

bertanggung jawab untuk merumuskan masalah perdagangan termasuk

kebijakan dan promosi baik di tingkat multilateral dan bilateral dengan

tujuan mengadopsi perdagangan antara berbagai kawasan dan Thailand.

Thailand memiliki empat TTC di Amerika Serikat, yaitu di Chicago,

Los Angeles, Miami, New York dan OCA di Washington DC. Selain di AS,

TTC juga terdapat di beberapa negara di Eropa (Austria, Jerman, Swiss,

Slovakia, Slovenia dan Liechtenstein).dan Asia. TTC tidak hanya menjalin

kerjasama yang terkait dengan pemasaran bagi produsen Thailand dan

eksportir, tetapi juga lebih dari siap untuk memberikan informasi, layanan

dan sertifikasi dokumen perdagangan yang diperlukan untuk membantu

produsen dan eksportir dalam mencapai tujuan bisnis.

Dalam hal perdagangan luar negeri, DITP memiliki visi untuk

menjadi salah satu organisasi promosi perdagangan terkemuka di Asia.

Untuk mencapai visi tersebut, maka upaya utama yang dilakukan antara

lain:

i. Memperluas pasar untuk produk dan jasa Thailand.

ii. Mendorong penciptaan nilai tambah dari produk dan jasa Thailand.

iii. Meningkatkan daya saing pengusaha Thailand.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 117

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, DITP melakukan

penyusunan strategi pengembangan ekspor yang diantaranya:

1. Mengembangkan dan mempromosikan produk ramah lingkungan

dan jasa serta penciptaan nilai dukungan produk dan jasa ekspor.

2. Mengembangkan saluran perdagangan baru serta membangun

jaringan dengan mitra dagang untuk operasi bisnis.

3. Meningkatkan daya saing pengusaha Thailand di arena

perdagangan internasional, terutama UKM dan OTOP.

4. Mempromosikan pengurangan biaya produksi serta membangun

dan memperluas jaringan logistik perdagangan.

5. Menjaga pangsa pasar di pasar yang ada dan meningkatkan di

pasar baru serta mendorong pemanfaatan manfaat dari FTA dan

AEC.

6. Mempublikasikan citra Thailand sebagai produsen produk

berkualitas tinggi.

7. Terus mengembangkan personil dan informasi perdagangan sistem

organisasi.

8. Mempromosikan dan meningkatkan daya saing pengusaha

Thailand di produk-produk yang memenuhi standar internasional

serta memperluas basis produksi di luar negeri manufaktur.

6.3 Strategi Pengembangan Ekspor di Brazil

Brazil telah menjadi pemain penting dalam percaturan perdagangan

internasional. Liberalisasi perdagangan luar negeri Brazil telah dimulai

pada tahun 1990an. Beberapa tahun kemudian kebijakan promosi ekspor

mulai digencarkan, Sumber daya alam Brazil yang melimpah dan

kapasitas industri yang kuat telah mendorong pertumbuhan ekspor Brazil.

Nilai ekspor Brasil mencapai USD 201.92 miliar pada tahun 2010,

naik dari USD 152.25 miliar pada tahun 2009. Ekspor yang terbesar

selama periode itu adalah berasal dari produk pertambangan dengan

pangsa ekspor sebesar 15,3% dari total nilai ekspor. Selain produk

pertambangan, produk minyak dan gas juga berperan besar (11,3%).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 118

Untuk produk industrinya, alat transportasi dan suku cadang memberikan

kontribusi yang besar (10,8 %). Sementara produk-produk pangan seperti

kedelai dan produk kedelai memberikan kontribusi yang juga relatif besar

yaitu sebesar 8,5 %, serta gula dan etanol sebesar 6,8%.

China adalah salah satu mitra dagang Brazil yang utama, dengan

arus perdagangan bilateral kedua negara itu sebesar USD 36.1 miliar

pada tahun 2010 (naik dari USD 35.9 miliar di tahun 2009). Sementara

nilai ekspor Brasil ke China sebesar USD 30.6 miliar di 2010. Peran China

terhadap ekspor Brazil tercatat sebesar 15,2% dari total ekspor. Amerika

Serikat adalah pasar ekspor terbesar kedua bagi Brazil. Ekspor ke AS

pada 2010 saja tercatat sebesar USD 19,4 miliar atau menyumbang

sekitar 9,6% dari total ekspor Brazil pada tahun 2010).

Dilihat berdasarkan kawasan, Asia merupakan pasar ekspor

terbesar bagi Brazil. Pangsa ekspor ke Asia mencapai 27,9% dari total

ekspor Brasil pada tahun 2010. Kemudian diikuti oleh Amerika Latin dan

kawasan Karibia, dengan pangsa masing-masing sebesar 23,8%

kemudian Uni Eropa sebesar 21,4%. Mitra Brazil di blok perdagangan

Mercosur menerima 11,2% dari ekspor. Pada semester pertama tahun

2011, nilai ekspor Brazil mencapai USD 118,3 miliar (dibandingkan

dengan USD 89,2 miliar pada periode tahun sebelumnya).

Peraturan Terkait Ekspor di Brazil Eksportir di Brazil harus terdaftar di Departemen Perdagangan Luar

Negeri di Kementerian Pembangunan, Industri dan Perdagangan Brazil.

Mereka juga harus mendapatkan izin ekspor melalui Siscomex, elektronik

sistem manajemen perdagangan. Banyak persyaratan yang memerlukan

persetujuan khusus diantaranya: transaksi ekspor yang melibatkan non-

konversi mata uang; transaksi ekspor tanpa cakupan mata uang; barang

tertentu dalam pasokan langka di pasar internal; barang yang

mengandung bahan radioaktif nuklir dan senjata dan amunisi, kayu

mentah dan hewan tertentu serta kulit. Untuk alasan lingkungan dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 119

ekologi, hewan liar hidup dan beberapa kerajinan yang terbuat dari produk

hewani tidak boleh diekspor.

The Foreign Trade Chamber (Camara de Comercio Exterior) dan

Kementerian Pembangunan, Industri dan Perdagangan Brazil (Ministério

do Desenvolvimento Comercio e Industria Exterior) menyetujui resolusi

tahun 2010 untuk memperpanjang langkah-langkah anti-dumping.

Asuransi Ekspor Brazil Semua kegiatan ekspor yang dibiayai oleh lembaga resmi wajib

memiliki asuransi ekspor. Premi asuransi ekspor tersebut berkisar

maksimal 5% dari biaya CIF, tergantung pada sifat dari barang, negara

tujuan dan faktor-faktor yang sama. Pada 1998, Bank Sentral Brazil

(Banco Central do Brasil) mengubah aturan untuk memungkinkan premi

dan pembayaran asuransi ekspor ke dalam mata uang dolar dan nilai

tukar asing lainya. Dengan perubahan ini, premi dan pembayaran

kompensasi dibayar berikut koreksi nilai tukar, hal ini memungkinkan

pembayaran yang lebih besar serta perlindungan bagi para eksportir.

Sebelumnya asuransi ekspor harus dikontrak di Reais tanpa klausul

moneter, tanpa koreksi.

Program Pembiayaan Ekspor Brazil Program Pembiayaan Ekspor (Programa de Financiamento às

Exportações - Proex) adalah program pembiayaan untuk kegiatan ekspor

yang diberikan oleh pemerintah Brasil dan dikelola oleh Bank Sentral.

Kegiatan ekspor barang dapat dibiayai dari program ini. Sekitar 85% dari

perusahaan yang menerima pembiayaan adalah usaha mikro, kecil atau

menengah. Pembiayaan ekspor bersubsidi Proex yang dilakukan melalui

suku bunga pemerataan. Bank Sentral membayar selisih antara tingkat

bunga yang berlaku di pasar internasional dan suku bunga Bank Sentral

Brazil. Proex juga menawarkan pembiayaan langsung melalui program

tertentu di Brazil. Periode minimum untuk pinjaman langsung adalah 60

hari dengan maksimal 85% dari hasil ekspor dapat dibiayai.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 120

6.4 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Amerika Serikat

Usai krisis ekonomi yang mencapai puncaknya pada 2009 di AS,

gejala penurunan kinerja perdagangan mulai terlihat. Hal ini tentunya tidak

hanya berdampak kepada AS saja namun juga seluruh negara di dunia,

hal ini melatarbelakangi dan meningkatkan sikap kecenderungan

beberapa negara untuk menerapkan kebijakan perdagangan yang lebih

proteksionis untuk melindungi pasar dalam negeri (inward looking policy).

Namun demikian, Presiden Obama, dalam pidatonya di State Union pada

27 Januari 2010, menyampaikan pandangannya untuk menetapkan tujuan

yang ambisius terkait kebijakan perdagangan yaitu pertumbuhan nilai

ekspor AS yang ditargetkan dapat meningkat sebesar 2 (dua) kali lipat

dalam jangka waktu lima tahun (2010-2015), sehingga dapat menciptakan

2 juta tenaga kerja baru bagi masyarakat AS (New York Times, 2010).

Kebijakan Presiden Obama tersebut tentunya mendapat tantangan

dan rintangan yang harus dihadapi antara lain perlunya kebijakan-

kebijakan yang riil dan terobosan-terobosan baru dalam sektor

perdagangan.

Kebijakan Ekspor Nasional AS (National Export Initiatives)

Langkah awal yang diambil pemerintahan Obama adalah dengan

disusunnya The President’s 2010 Trade Policy Agenda yang menggagas

terbentuknya Export Promotion Cabinet yang fokus dalam menyusun

rekomendasi kebijakan yang diperlukan untuk mencapai peningkatan nilai

ekspor hingga 2 kali lipat dari US$ 1.57 triliun tahun 2009 menjadi US$

3.14 triliun pada tahun 2015, dan tentunya diharapkan dapat membuka

lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat AS.

National Export Initiatives (NEI) yang disusun oleh Pemerintahan

Obama ini bertujuan untuk dapat menganalisa dan memberikan

rekomendasi serta bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 121

guna mencapai target ekspor yang ditentukan tersebut. Adapun fokus

utama dan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan oleh NEI meliputi:

1. Meningkatkan usaha advokasi dan promosi perdagangan sehingga

kegiatan promosi yang dilakukan melalui misi dagang dapat

didukung dengan baik.

2. Meningkatkan akses atas fasilitas pembiayaan ekspor (export

financing);

3. Menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan di negara mitra

dagang AS;

4. Menata dan menerapkan peraturan perdagangan sesuai perjanjian

dengan mitra dagang AS;

5. Menyusun kebijakan perdagangan global untuk dapat

mempromosikan pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan

seimbang.

Melalui langkah-langkah perbaikan yang dilakukan tersebut maka

disusunlah 8 (delapan) rekomendasi sebagai prioritas oleh NEI, yang

melalui rekomendasi tersebut melibatkan koordinasi antar

instansi/kementerian AS yang sifatnya lintas sektoral.

Rekomendasi yang disusun dengan beberapa rumusan

disampaikan melalui capaian jangka pendek dan jangka panjang, sebagai

berikut:

A. Peningkatan Ekspor oleh UKM

Rekomendasi Jangka Pendek:

Dalam rekomendasi peningkatan ekspor oleh kalangan Usaha Kecil

dan Menengah (UKM), diperlukan dukungan pemerintah dalam tahap (i)

identifikasi pelaku usaha UKM yang potensial dalam melakukan ekspor;

(ii) Melatih dan mempersiapkan pelaku usaha UKM yang telah

teridentifikasi; (iii) Menghubungkan pelaku usaha UKM dengan pelaku

usaha dinegara tujuan ekspor; dan (iv) Memberikan dukungan penuh

kepada pelaku usaha UKM setelah menemukan peluang ekspor tersebut.

Rekomendasi Jangka Panjang:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 122

Technology Upgrade, Memberikan update atas penggunaan

teknologi yang dapat meningkatkan kinerja atau kemampuan para pelaku

usaha UKM antara lain melalui pelaksanaan pelatihan, mengadakan forum

pertemuan antara pelaku usaha UKM, kesempatan dalam memperoleh

fasilitas pembiayaan ekspor, dan lain sebagainya.

B. Dukungan Ekspor dari Federal Rekomendasi Jangka Pendek

Melalui rekomendasi Federal Export Assitance dalam kurun waktu singkat

beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

a. Fokus pada diversifikasi pasar (New Market Exporter Initiative);

b. Menarik lebih banyak para pembeli asing ke pameran-pameran

dagang di AS dan membentuk kemitraan antara pembeli dengan

perusahaan-perusahaan AS;

c. Meningkatkan jumlah perusahaan AS yang menghadiri pameran

dagang di luar negeri;

d. Meningkatkan dukungan pemerintah AS terhadap ekspor yang

berorientasi pada efisiensi energi dan energi terbaharukan;

e. Memperluas kesempatan berbisnis bagi industri energi nuklir AS;

f. Meningkatkan kemampuan entitas bisnis minoritas di AS dalam

melakukan kegiatan ekspor;

g. Meningkatkan anggaran untuk infrastruktur promosi perdagangan.

Rekomendasi Jangka Panjang

a) Meningkatkan koordinasi dengan negara bagian dalam hal program

promosi ekspor;

b) Mengidentifikasi dan mendorong ekspor oleh perusahaan AS yang

menjual teknologi di sektor-sektor yang pertumbuhannya tinggi.

c) Meningkatkan dukungan bagi perusahaan-perusahaan AS yang

mengekspor ke Brasil, India, dan China;

d) Mengimplementasikan strategi promosi ekspor di negara-negara

yang telah ditentukan, pasar dimana perusahaan AS dapat

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 123

meningkatkan keuntungan dalam waktu lima hingga sepuluh tahun

ke depan.

C. Misi Dagang

Rekomendasi

a) Mengembangkan dan meningkatkan target misi dagang;

b) Meningkatkan jumlah misi dagang yang dilakukan oleh para pejabat

senior dari Export Promotion Cabinet dan TPCC agencies;

c) Menindaklanjuti hasil misi dagang dengan para perusahaan yang

ikut serta dalam misi dagang;

d) Meningkatkan jumlah misi dagang yang sempat tertunda;

e) Memperkuat infrastruktur promosi ekspor untuk mendukung misi

dagang;

f) Menghubungkan misi dagang AS dengan pameran-pameran

dagang.

D. Memberikan Dukungan Komersial (Commercial Advocacy) Rekomendasi Jangka Pendek

a. Meningkatkan koordinasi antar unit;

b. Secara cepat membawa commercial advocacy khusus ke dalam

perhatian Gedung Putih;

c. Meningkatkan kesadaran perusahaan AS akan manfaat commercial

advocacy;

d. Melakukan market intelligence untuk membuka peluang ekspor.

Rekomendasi Jangka Panjang

a) Mengkolaborasi para eksportir utama AS dengan efektif;

b) Mengembangkan tim-tim commercial advocacy yang fokus pada

sektor-sektor utama dan pasar internasional;

c) Mengkaji dampak dari pembiayaan perdagangan dan kredit ekspor

terhadapcommercial advocacy.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 124

E. Meningkatkan Kredit Ekspor Rekomendasi

a) Menyediakan kredit ekspor lebih banyak;

b) Memudahkan pinjaman bagi UKM;

c) Fokus pada aktivitas peminjaman dan pencapaian pasar

internasional yang menjadi prioritas;

d) Meningkatkan usaha untuk menciptakan industri-industri global

yang kompetitif;

e) Meningkatkan jumlah dan cakupan kemitraan publik dan swasta

(public-private partnerships);

f) Menyederhanakan dan mengkaji ulang aplikasi proses ekspor bagi

para eksportir AS, terutama UKM.

F. Menyeimbangkan Ekonomi Makro

Rekomendasi Jangka Pendek:

- Memperkuat perbaikan ekonomi global.

Rekomendasi Jangka Panjang:

- Menyeimbangkan permintaan global.

G. Mengurangi Hambatan Dagang

Rekomendasi 1: negosiasi untuk membuka akses pasar baru

a) Menyelesaikan perjanjian Putaran Doha WTO;

b) Menyelesaikan kesepakatan TPP;

c) Menyelesaikan berbagai permasalahan, termasuk mendapatkan

persetujuan Kongres terhadap implementasi perjanjian FTA dengan

Korea, Panama dan Kolombia yang sempat tertunda;

d) Menciptakan peluang pasar bagi barang dan jasa lingkungan;

e) Mengembangkan peluang bagi perusahaan AS untuk berkompetisi

di emerging markets.

Rekomendasi 2: memanfaatkan perjanjian perdagangan dan forum

kebijakan perdagangan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 125

a) Memperkuat komitmen kebijakan perdagangan dengan mitra

dagang;

b) Memaksimalkan hasil-hasil yang dicapai dalam KTT APEC 2011

dimana AS menjadi tuan rumahnya;

c) Memperdalam komitmen kerjasama dengan negara-

negara emerging markets utama, seperti China, India, Brasil;

d) Mengembangkan kebijakan perdagangan dengan negara-

negara emerging marketslainnya, seperti Kolombia, Indonesia,

Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki dan Viet Nam;

e) Memanfaatkan mekanisme kebijakan perdagangan bilateral untuk

memperluas peluang akses pasar;

f) Menangani hambatan-hambatan perdagangan non tarif terhadap

produk industri dan pertanian;

g) Meningkatkan usaha dalam menangani permasalahan UKM;

h) Mendorong peningkatan pembangunan kapasitas dalam bidang

perdagangan dengan negara-negara emerging markets.

Rekomendasi 3: mendorong pelaksanaan kebijakan yang baik

a) Memperkuat pelaksanaan dan pengawasan;

b) Melipatgandakan usaha dalam mengawasi pelaksanaan FTA

secara menyeluruh;

c) Memanfaatkan kebijakan perdagangan untuk melindungi dan

melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI);

d) Menangani permasalahan korupsi melalui perjanjian perdagangan

dan pembangunan kapasitas.

Rekomendasi 4: memperkuat sistem perdagangan multilateral

WTO tetap merupakan alas kerjasama multilateral bagi kebijakan

perdagangan AS.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 126

H. Promosi Ekspor Jasa

a) Memastikan tersedianya data dan pengukuran yang lebih baik bagi

perdagangan sektor jasa AS;

b) Fokus pada sektor dan pasar utama untuk koordinasi promosi

ekspor yang lebih baik untuk sektor jasa;

c) Mengurangi hambatan dagang terdadap ekspor jasa AS.

Implementasi Kebijakan Ekspor Nasional AS

Berdasarkan implementasi dari 8 (delapan) rekomendasi tersebut,

Pemerintah AS mengklaim telah meraih sejumlah hasil dalam peningkatan

perdagangan, khususnya ekspor. Adapun langkah-langkah yang telah

tercapai, antara lain:

1. Melakukan 20 misi dagang di 25 negara mitra dagang AS dengan

melibatkan kurang lebih 250 pengusaha. Melalui misi dagang tersebut

diproyeksikan pencapaian transaksi hingga US$ 2 miliar.

2. Memfasilitasi perusahaan AS dalam bersaing memperoleh kontrak

kerja di luar negeri yang diperkirakan mencapai nilai sebesar US$

11.8 miliar (ekspor) dan sedikitnya membuka 70.000 lapangan kerja

baru bagi masyarakat AS;

3. Mempertemukan produsen AS dengan kurang lebih 8.800 pembeli

dari luar negeri yang mengunjungi pameran dagang di AS;

4. Mengidentifikasi 2.000 eksportir potensial dalam registery kontrak

kerja di AS;

5. Berdasarkan data Exim Bank AS, telah terjadi peningkatan akses

terhadap fasilitas pembiayaan ekspor sebesar 20% dari US$18.3

miliar menjadi US$ 21.5 miliar dengan estimasi lapangan kerja baru

yang terbentuk hingga 30.000 tenaga kerja;

6. Berkurangnya hambatan perdagangan melalui pembukaan pasar

ekspor AS ke China untuk produk babi dan daging babi asal AS

dengan estimasi total ekspor sebesar US$ 250 miliar pertahunnya.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 127

Implikasi terhadap Indonesia

Bentuk kebijakan yang diambil oleh Pemerintah AS dalam hal ini

inisiatif mereka dalam meningkatkan ekspor nasional tentunya dapat

dijadikan contoh oleh Pemerintah Indonesia dalam menetapkan strategi

dan langkah-langkah yang diperlukan dalam meningkatkan kinerja ekspor

Indonesia.

Pandangan yang disampaikan oleh Muhammad Chatib Basri dalam

artikelnya di Kompas tanggal 16 Januari 2012 yang berjudul ”Jangan

Bergantung pada Keberuntungan” menurutnya merupakan hal yang

sangat penting bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor dan

melakukan diversifikasi pasar ekspor, mengingat pasar ekspor Indonesia

yang relatif terbatas. Hal ini tampak pada faktor pendorong ekspor

Indonesia dalam 18 tahun terakhir merupakan produk yang sama yang

dijual ke pasar yang sama. Beliau berpendapat salah satu faktor yang

menghambat kinerja ekspor adalah promosi dan pemasaran. Oleh karena

itu, diversifikasi ekspor perlu didukung dengan pemasaran dan promosi

yang kuat.

6.5 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Newfondland dan Labrador

Beberapa strategi dalam mendukung pengembangan ekspor di

Newfondland dan Labrador, adalah sebagai berikut:

1. Dukungan Memasuki Pasar

a. Informasi Pasar dan Market Intelejen

i. Seminar Market Opportunity

Mengadakan berbagai macam seminar dan presentasi pada

target pasar utama yang menarik bagi perusahaan eksportir

dengan bekerjasama dengan asosiasi-asosiasi dan departemen

yang terkait di dalam pemerintahan

ii. Market Tren/Intelijen

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 128

Menyediakan segala informasi dan kesempatan terkait pasar

domestik, nasional, dan internasional kepada para stakeholder

terkait (eksportir, asosiasi industri). Pada beberapa target pasar

potensial (komoditi unggulan di negara yang bersangkutan),

pemerintah akan memberikan informasi yang detail dan

bagaimana kesempatan untuk meningkatkan ekspor ke pasar

tersebut

iii. Exporting Information/Guides

Membentuk sebuah badan yang khusus menaungi segala

informasi dan menjadi pintu gerbang untuk menjalin kerjasama

dengan sektor swasta dalam membangun market opportunity

dan penetrasi ekspor ke pasar utama dan potensial.

b. Penyedia Sarana Konseling Pasar Ekspor

i. Pengembangan skill dan kemampuan

Memberikan pelatihan bagi para pengusaha dan eksportir,

terutama yang berbasis UMKM, untuk dapat memasarkan

produknya dan memberikan akses agar dapat menembus pasar

internasional

ii. Menilai Kesiapan Ekspor

Selain memberikan pelatihan kepada para pengusaha dan

eksportir, pemerintah juga perlu untuk menilai kesiapan

perusahaan atau pelaku UMKM tersebut apakah benar-benar

siap untuk masuk ke pasar internasional

c. Pameran atau Exhibitions untuk memperkenalkan produk dan

perusahaan-perusahaan lokal (UMKM)

d. Dukungan Keuangan kepada pelaku usaha/eksportir

i. Program Bantuan Perdagangan Internasional

Bantuan keuangan diberikan dalam bentuk hibah mencapai 50

persen bagi usaha yang dianggap layak untuk dipromosikan ke

pasar internasional dengan ketentuan yang diatur oleh

pemerintah terkait.

ii. Program Pengembangan Bisnis dan Pasar

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 129

Program ini dirancang untuk menghasilkan wirausaha-

wirausaha baru dan ekspansi bisnis UMKM dengan bantuan

keuangan. Hal ini ditujukan untuk pengembangan ide dan

inovasi-inovasi dalam bisnis serta mencari pasar baru bagi

produk/jasa yang dihasilkan.

iii. Program Jaringan Bisnis

Program ini ditujukan sebagai wadah bagi perusahaan-

perusahaan domestik profesional untuk bekerja sama dalam

meningkatkan potensi ekspor.

iv. Perjanjian Jaminan Pembiayaan bagi UKM

Program ini ditujukan bagi para UKM yang bergerak pada

industri yang menjadi prioritas (unggulan) untuk

mengembangkan pasar di luar pasar tradisional.

2. Promosi Produk (Komoditi) dan Jasa

a. Penghargaan Program Ekspor

Penghargaan ini telah berlangsung selama kurang lebih dua

dekade, dimana tujuan dari pemberian penghargaan ini adalah

untuk memacu para pelaku usaha/eksportir baik industri besar

maupun UKM untuk meningkatkan ekspor. Selain itu, penghargaan

ini juga menjadi ajang bagi para pemenangnya untuk dapat lebih

dikenal dalam pasar internasional

b. Material-material Promosi (Majalah, Katalog, Website)

Selain website yang terus di update dan menampilkan semua

informasi terkait industri potensial, pemerintah juga secara reguler

memperbaharui media cetak seperti majalah dan katalog yang

berisi daftar produk-produk unggulan dan perusahaan-perusahaan

lokal, lengkap dengan profil perusahaan.

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berdaya saing

Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat teredukasi mengenai

pentingnya ekspor dalam perekonomian, serta dukungan penuh

pemerintah dalam meningkatkan ekspor.

d. Promosi Nasional dan Internasional.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 130

6.6 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Jamaika

Beberapa strategi dalam mendukung pengembangan ekspor di

Jamaika adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia melalui pendekatan strategis

dan terpadu untuk alokasi pelatihan, pendidikan, tenaga kerja dan

sumber daya manusia. Seperti membuat kurikulum yang sesuai dengan

permintaan tenaga kerja di industri dan sektor unggulan yang berbasis

ekspor internasional, meningkatkan kemampuan dalam bidang IT, serta

menguasai bahasa asing

2. Pengembangan Inovasi dan Teknologi

Fokus pada peningkatan riset inovasi dan pengembangan teknologi

pada sektor ekspor. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan

mengembangkan skema publik privat partnership yang aktif dalam riset

dan pengembangan institusi berbasis inovasi.

3. Peningkatan Keamanan (Security)

Menciptakan kondisi nasional yang aman dalam fasilitas perdagangan

(contoh: memberantas pembajakan, fasilitas lisensi bagi para eksportir,

dan sebagainya).

4. Fasilitasi Perdagangan

Jaringan penyedia fasilitas perdagangan yang terintegrasi, mudah dan

terjangkau (Single Window). Mengurangi biaya dalam menjalankan

bisnis dengan meningkatkan efisiensi para pelaku usaha di sektor-

sektor terkait (sepert memberi pelatihan, seminar, dan penyediaan data

ekspor kepada para eksportir).

5. Merek Nasional (National Image and Branding)

Pengembangan strategi National Branding dengan melibatkan seluruh

stakeholder domestik.

6. Promosi Ekspor (Trade Promotion)

Memperluar penetrasi pasar pada pasar tradisional (pasar potensial

dan pasar baru merupakan target prioritas kedua). Salah satu hal yang

penting adalah menjaga hubungan dan kepercayaan antara partner di

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 131

pasar yang bersangkutan (terutama pasar tradisional) untuk semua

produk (komoditi). Selain itu juga, memberi kemudahan informasi

mengenai trade agreement yang berlaku di beberapa pasar negara

tujuan ekspor bagi para eksportir dengan tata cara yang mudah dan

tidak berbelit-belit.

7. Peningkatan Kualitas Packaging

Mengembangkan riset dan pelatihan packaging yang inovatif, kreatif,

dan sesuai dengan standar internasional. Konsultasi bersama industri

dan perusahaan packaging untuk me-review beberapa opsi seperti: (i)

mengurangi kerugian dengan revitalisasi dan peningkatan daya saing

kemasan manufaktur lokal atau (ii) menciptakan efisiensi dengan

membentuk kerja sama sinergi dengan negara lain dalam penyediaan

bahan kemasan untuk ekspor yang tidak tersedia di domestik (baik

kuantitas maupun kualitasnya).

8. Manajemen Kualitas

Meningkatkan kapasitas eksportir untuk menyediakan barang dan jasa

yang memenuhi kualitas standar internasional. Langkah ini diantaranya

dapat dicapai dengan mengedukasi para eksportir domestik untuk

mendapatkan sertifikasi ISO, serta penyediaan laboratorium khusus

pengecekan komoditas-komoditas ekspor. Mekanisme untuk melacak

persyaratan baru dengan melakukan komunikasi dengan para pelaku

ekspor dan memberikan dukungan untuk memenuhi persyaratan baru

(terutama melalui perdagangan dan penyedia layanan bisnis).

6.7 Kebijakan Pengembangan Ekspor di Dominika

Beberapa strategi dalam mendukung pengembangan ekspor

Dominika, diantaranya sebagai berikut:

1. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Meningkatkan investasi nasional dalam pengembangan sumber daya

manusia melalui pemberian beasiswa tahunan untuk mengembangkan

manajemen dan kompetensi lainnya dalam prioritas sektor ekspor,

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 132

investasi dalam fasilitas laboratorium di seluruh sistem sekolah untuk

mengembangkan budaya inovasi dan penelitian dan pengembangan

antara lulusan sekolah.

Agresifitas melatih SDM untuk pasar kerja dalam jangka pendek,

menengah dan jangka panjang dengan mendorong penyedia layanan

pendidikan swasta/lembaga untuk bermitra dengan Departemen

Pendidikan untuk memberikan pelatihan secara terus-menerus dalam

kompetensi kewirausahaan dan manajemen.

Mendorong dan mendukung pengembangan cluster bisnis dan

inkubator bisnis.

2. Lingkungan Bisnis yang Mendukung

Dalam hal infrastruktur, berikan prioritas tinggi untuk pengeluaran

pemeliharaan dan pengembangan jalan pada setiap pulau.

Meningkatkan tingkat komputerisasi dan desentralisasi fungsi

Registrasi/Administrasi Pemerintah.

Memperkuat layanan inkubator bisnis dan program dukungan

pengembangan klaster untuk memfasilitasi ekspor, terutama

pengusaha muda.

3. Akses dan Dukungan Pasar, serta Promosi Nasional

Mengembangkan jaringan hubungan antar eksportir Dominika dan

stakeholder sasaran sektor ekspor utama di pasar sasaran masing-

masing.

Melakukan program untuk memberikan target bisnis di sektor-sektor

prioritas dengan informasi praktis tentang bagaimana memposisikan diri

untuk menembus pasar sasaran dalam FTA yang diikuti oleh Dominica.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 133

Membangun kehadiran tingkat konsuler atau kedutaan di target pasar

dan melengkapi semua kedutaan dan konsulat dengan sumber daya

untuk menyediakan intelijen pasar untuk pengembangan ekspor.

Secara signifikan meningkatkan alokasi anggaran untuk promosi di

pasar oleh sektor publik dan swasta.

Penguatan mekanisme untuk mendorong jaringan dalam sektor ekspor

di Dominica untuk merencanakan promosi nasional.

Mengembangkan merek nasional untuk mempromosikan sektor ekspor

Dominica.

4. Pembiayaan Perdagangan

Pembentukan kredit dana jaminan bisnis/khusus di AID Bank dan

penguatan fungsi manajemen proyek bank dengan pelayanan satu

pintu.

Mendorong pengetahuan lebih baik tentang bisnis ekspor oleh lembaga

keuangan dengan tujuan meningkatkan keterampilan manajemen risiko

sektor yang mereka tekuni dan memungkinkan mereka untuk

memberikan paket tawaran sektor spesifik yang lebih baik.

Pelatihan pelaku bisnis dan perusahaan dalam manajemen bisnis dan

pemasaran kompetensi untuk menjamin kelangsungan bisnis dan

keuntungan yang adil atas investasi untuk semua pemangku

kepentingan (stakeholders)

5. Jaminan Mutu, Kemasan, dan Label

Mendidik dan mensosialisasikan kepada eksportir akan manfaat dari

standar kepatuhan dan manajemen mutu.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 134

Melakukan kampanye kesadaran akan ketentuan UU Produk Segar dan

memastikan bahwa semua produk segar yang diekspor dari Dominica

adalah dari industri pengepakan bersertifikat.

Pembentukan prasarana laboratorium dan pengujian nasional yang

tepat untuk mendukung dan meningkatkan daya saing global sektor

unggulan Dominica

Mengembangkan standar labelling nasional

Melakukan pelatihan untuk mendukung eksportir dalam memenuhi

standar pasar sasaran.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 135

BAB VII ANALISIS STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

EKSPOR INDONESIA

Analisis penyusunan strategi kebijakan untuk pengembangan

ekspor ekspor Indonesia dilakukan dengan metode Analytic Network

Process (ANP). Dalam metode ANP, data yang digunakan merupakan

data primer yang diperoleh dari hasil FGD dengan para pakar, praktisi,

pelaku usaha dan regulator yang memiliki pemahaman tentang strategi

pengembangan ekspor Indonesia. Model ANP adalah salah satu metode

yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak

dengan mempertimbangkan saling keterkaitan antar kriteria dan sub

kriteria yang ada. Berdasarkan kritera dan sub kriteria yang dibangun,

para peserta FGD akan memilih produk dan negara tujuan ekspor serta

alternatif strategi yang diurut berdasarkan prioritas.

Penentuan kriteria atau pilihan berbagai macam strategi yang

terdapat dalam model ANP merupakan hasil pilihan dari berbagai

pengamatan studi pustaka, studi komparasi dengan strategi ekspor di

negara lain, serta dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari

para pemangku kepentigan. Dari berbagai pilihan strategi tersebut,

kemudian ditentukan strategi yang mendapat prioritas utama dan paling

penting untuk dilakukan.

7.1 Strategi Pengembangan Ekspor Penyusunan strategi pengembangan ekspor Indonesia pada kajian

ini merupakan hasil dari berbagai analisis studi pustaka, studi komparasi

dengan negara lain dan analisis studi primer. Analisis studi pustaka dan

analisis berdasarkan studi literatur dan pendapat para pakar dalam forum

Focus Group Discussion (FGD). Proses tersebut kemudian dilanjutkan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 136

dengan menyusun pilihan-pilihan strategi dengan menggunakan model

Analytic Network Process (ANP). Setelah diperoleh data melalui pengisian

kuesioner oleh para responden pakar yang bergerak dalam bidang ekspor

dan kembali melakukan FGD, baru kemudian diolah untuk mendapatkan

hasil prioritas alternatif strategi dengan bantuan software Super Decision

2.0. Deskripsi hasil disajikan dengan skala ideal ANP 0-1, dimana 0

merupakan nilai terendah dan 1 merupakan nilai tertinggi.

Hasil estimasi model ANP strategi pengembangan ekspor

Indonesia selama lima tahun ke depan dan dilihat pada tataran makro

menunjukkan bahwa peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan

standar negara tujuan ekspor merupakan prioritas utama dalam strategi

pengembangan ekspor Indonesia. Peningkatan kualitas produk

merupakan pilihan yang paling penting untuk dilakukan terlebih dahulu.

Responden pakar menganggap kualitas produk harus disesuaikan dengan

standar masing-masing negara tujuan. Prioritas kedua adalah kreativitias

desain produk yang disesuaikan dengan selera pasar tujuan. Pendirian

gerai/outlet di negara tujuan menjadi prioritas ketiga strategi

pengembangan ekspor menurut para responden pakar. Pendirian gerai

atau outlet merupakan alternatif strategis bagi Kementerian Perdagangan.

Sedangkan intelijensi pasar yang dikoordinasikan oleh Kementerian

Perdagangan dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara

bersangkutan merupakan prioritas selanjutnya. Koordinasi Kemendag

(Atase Perdagangan) dan KBRI dalam melakukan intelijensi pasar sangat

perlu dilakukan mengingat posisi strategis KBRI dalam memberikan

informasi bagi pemerintah dan pelaku usaha yang ingin mengekspor

barang ke negara yang bersangkutan. Ekspansi perusahaan dagang

menjadi prioritas terakhir menurut para responden dalam

mengembangkan ekspor produk Indonesia. Hal tersebut dikarenakan

untuk membuat sebuah perusahaan dagang memerlukan dana yang tidak

sedikit. Hanya sebagian swasta dengan modal besar yang dapat

mengekspansi perusahannya, sedangkan mayoritas pelaku usaha kecil

dan menengah akan sulit untuk mewujudkan hal tersebut.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 137

Gambar 7.1 Prioritas Strategi Pengembangan Ekspor Indonesia

Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

7.2 Prioritas Negara Tujuan dan Alternatif Strategi Berdasarkan Komoditi

Hasil estimasi model ANP prioritas alternatif strategi seperti yang

telah dipaparkan pada bagian sebelumnya memberikan gambaran secara

umum strategi pengembangan ekspor tanpa melihat karakteristik komoditi

(produk) maupun negara tujuan ekspor. Agar mendapatkan gambaran

yang lebih komprehensif, maka perlu dilihat hasil ANP dari masing-masing

komoditi terhadap negara tujuan ekspor dan alternatif strategi yang

dianggap penting. Hal itu dikarenakan, karakteristik peluang dan

tantangan masing-masing produk untuk di ekspor ke negara tujuan

berbeda-beda sehingga diperlukan alternatif strategi yang dianggap dapat

menjawab peluang dan tantangan produk yang bersangkutan dalam

pengembangan ekspor.

7.2.1. Kulit dan Produk Kulit Pada komoditi kulit dan produk kulit, para responden menganggap

bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang paling berpeluang untuk

menjadi sasaran ekspor. Selanjutnya, Jepang dan Belanda dengan selisih

skor yang tidak terpaut jauh dipersepsikan sebagai negara yang potensial

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 138

untuk tujuan ekspor kulit dan produk kulit. Disamping itu, China yang

menjadi negara kompetitor Indonesia dalam ekspor kulit dan produk kulit

dipersepsikan hanya berada di urutan keempat. Hal itu mengingat daya

saing komoditi kulit China sangat sulit ditembus karena pengelolaan

industri kulit yang sudah terintegrasi. Meski begitu, untuk produk kulit

masih memiliki harapan karena perbedaan nilai seni Indonesai dan China

yang berbeda. Malaysia dan Arab Saudi adalah dua negara terakhir yang

dipersepsikan oleh para responden cocok untuk ekspansi ekspor kulit dan

produk kulit.

Gambar 7.2 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Kulit dan Produk Kulit Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

Di sisi lain, alternatif strategi tujuan yang dianggap paling tepat

sebagai pengembangan ekspor kulit dan produk kulit adalah peningkatan

kualitas produk sesuai negara tujuan. Hal itu jelas, mengingat kebijakan

tarif yang semakin menghilang dan digantikan oleh kebijakan non-tarrif

barrier masing-masing negara, contohnya alasan lingkungan. Oleh karena

itu, ekspor kulit dan produk kulit harus memenuhi standar negara tujuan

dan bahan baku yang digunakan tidak melanggar ketentuan, misalnya, isu

hewan yang dilindungi. Setelah kualitas yang sesuai standar dan

ketentuan yang ditetapkan oleh negara tujuan, kreativitas desain produk

yang bernilai seni tinggi dan inovatif menjadi sebuah keharusan agar

dapat menarik minat konsumen di negara tujuan.

0,19

1,00

0,55

0,58

0,25

0,42

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Arab Saudi

Amerika Serikat

Belanda

Jepang

Malaysia

China

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 139

Lebih dari itu, intelijensi pasar yang dikoordinasikan oleh

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri merupakan hal

yang tidak kalah penting. Intelijensi pasar merupakan strategi inti bagi

Kementerian Perdagangan untuk mengembangkan ekspor kulit dan

produk kulit karena negara kompetitor seperti China terus melakukan

eksodus ke negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Selanjutnya,

responden berpendapat bahwa selain adanya pameran perlu didirikan

gerai atau outlet produk hasil kulit di negara tujuan. Terakhir dimungkinkan

untuk ekspansi perusahaan dagang dengan insentif pemerintah kepada

swasta namun hal tersebut bukanlah pilihan yang menarik menurut para

responden.

Gambar 7.3 Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Kulit

dan Produk Kulit Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

Jika dilihat berdasarkan prioritas negara tujuan dan alternatif

strategi maka akan didapatka tiga negara tujuan dengan prioritas tertinggi

beserta tiga alternatif strategi yang dianggap cocok untuk diterapkan pada

komoditi kulit dan produk kulit. Dalam kaitannya untuk menghasilkan

alternatif strategi yang efektif, negara tujuan dan alternatif strategi yang

tidak berada pada tiga prioritas tidak diikutsertakan dengan tanpa

mengurangi esensi pengembangan ekspor kulit dan produk kulit ke negara

tujuan ekspor tersebut. Secara ringkas hasil ANP untuk komoditi kulit dan

produk kulit terangkum dalam tabel 7.1 berikut:

0,28

0,44

0,71

1,00

0,42

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Ekspansi Perusahaan Dagang (Swasta)

Intelejensi Pasar yang Dikoordinasikan oleh Kemendag dan KBRI

Kreativitas Desain Produk

Kualitas Produk Sesuai Standar Negara Tujuan

Pendirian Gerai/Outlet di Negara Tujuan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 140

Tabel 7.1. Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Kulit dan Produk Kulit

Prioritas Negara Tujuan

Prioritas Strategi Jabaran Strategi

1. Amerika Serikat

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Produk harus sesuai dengan standar keamanan ketetapan pemerintah AS

• Kulit dan Produk kulit dengan segmen pasar high-end product

2. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk bernilai seni tinggi • Peningkatan SDM dan teknologi desain

kulit dan produk kulit

3. Intelijensi Pasar

• Optimalisasi peran atase perdagangan dan ITPC dalam intelijensi pasar terutama di Miami

• Hasil penelitian intelijensi pasar kulit dan produk kulit dipublikasikan ke pengusaha domestik melalui asosiasi

2. Jepang

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Produk harus disertai sertifikat penangkapan legal dan karantina

• Kualitas produk kulit harus lebih baik dibandingkan dengan negara pesaing seperti Kamboja, Vietnam, dan Myanmar karena tingkat teknologi Indonesia diatas kertas lebih baik

2. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk yang inovatif dan trendy sesuai trend mode di Jepang

• Ciri khas desain produk Indonesia seperti batik untuk dapat melawan penetrasi produk China

3. Intelijensi Pasar

• Pemanfaatan atase perdagangan di KBRI Tokyo serta ITPC Osaka dalam melihat peluang ekspor untuk pasar Jepang

• Pengusaha dengan dibantu pemerintah melalui KBRI dan ITPC menjalin kerjasama dengan asosiasi setempat

3. Belanda

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Standar produk harus sesuai dengan regulasi produk yang mengandung unsur hewan atau tanaman tertentu

2. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk yang terkesan mewah dan elegan

3. Intelijensi Pasar • Optimalisasi peran atase dan ITPC

serta kerjasama dengan diaspora dalam intelijensi pasar kulit dan produk kulit

Sumber: Olahan Hasil FGD dan ANP dengan berbagai sumber (2014)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 141

7.2.2. Produk Kerajinan Tangan Produk kerajinan tangan Indonesia merupakan salah satu komoditi

potensial yang perlu digenjot oleh para pelaku usaha dan pemerintah.

Basis industri kerajinan tangan mayoritas adalah industri kecil dan

menengah yang berdampak langsung pada kondisi riil masyarakat

(penyerapan tenaga kerja, mengurangi kemiskinan, serta tahan pada

gejolak ekonomi global). Jenis kerajinan tangan yang beraneka ragam

sesuai dengan tradisi masing-masing daerah membuat produk ini digemari

masyarakat internasional. Analisis ANP menunjukkan bahwa produk

kerajinan tangan memiliki potensi yang sangat tinggi untuk diekspor ke

Amerika Serikat. Selain itu, ekspor kerajinan tangan ke negara Jepang

dan Belanda juga dianggap sangat potensial. Selanjutnya, ekspor produk

kerajinan tangan ke China, Arab Saudi, dan Malaysia kurang mendapat

animo dari responden. China dan Malaysia misalnya selain menjadi

negara tujuan ekspor Indonesia, mereka juga merupakan kompetitor

dalam membuat kerajinan tangan.

Gambar 7.4 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Produk Kerajinan

Tangan Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

Di sisi lain, alternatif strategi tujuan yang dianggap paling tepat

sebagai pengembangan ekspor kerajinan tangan adalah kualitas produk

sesuai dengan negara tujuan serta kreativitas desain produk. Kombinasi

kedua strategi tersebut sangat memegang peranan penting dalam menarik

0,32

1,00

0,71

0,81

0,31

0,34

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Arab Saudi

Amerika Serikat

Belanda

Jepang

Malaysia

China

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 142

minat konsumen karena nilai jual produk kerajinan tangan ada pada

kualitas dan seni. Kualitas terkait daya tahan produk yang tidak mudah

rusak serta desain yang unik dan berciri khas budaya Indonesia. Selain

itu, pada beberapa negara maju seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan

Eropa, diperlukan adanya sertifikat keamanan dari produk kerajinan

tersebut. Namun sayang, mayoritas industri kerajinan tangan yang

berbasis industri kecil dan menengah (IKM) belum banyak yang

mendapatkan sosialisasi mengenai program sertifikasi internasional.

Lebih dari itu, responden menilai bahwa alternatif strategi

selanjutnya adalah pendirian gerai atau outlet di negara tujuan.

Mekanisme pendirian gerai atau outlet ini bisa berupa pembukaan

Windows of Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan

Atase Perdagangan atau ITPC (Kementerian Perdagangan) di negara-

negara tujuan seperti Amerika Serikat, Jepang dan Belanda. Selain itu,

pembukaan Windows of Indonesia ini tidak hanya harus di negara tujuan

ekspor, melainkan juga bisa dilakukan di negara-negara penghubung

(hub) seperti di Hongkong, Dubai, dan Singapura. Dengan begitu, produk

kerajinan tangan Indonesia akan mudah dikenal oleh para konsumen

internasional.

Gambar 7.5 Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Kulit

dan Produk Kulit Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

0,36

0,53

0,93

1,00

0,61

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Ekspansi Perusahaan Dagang (Swasta)

Intelejensi Pasar yang Dikoordinasikan oleh Kemendag dan KBRI

Kreativitas Desain Produk

Kualitas Produk Sesuai Standar Negara Tujuan

Pendirian Gerai/Outlet di Negara Tujuan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 143

Berdasarkan prioritas negara tujuan dan alternatif strategi di atas

maka akan didapatkan tiga negara tujuan dengan prioritas tertinggi

beserta tiga alternatif strategi yang dianggap cocok untuk diterapkan pada

komoditi kulit dan produk kulit. Dalam kaitannya untuk menghasilkan

alternatif strategi yang efektif, negara tujuan dan alternatif strategi yang

tidak berada pada tiga prioritas tidak diikutsertakan dengan tanpa

mengurangi esensi pengembangan ekspor produk kerajinan tangan ke

negara tujuan ekspor berikut strateginya. Secara ringkas model ANP

untuk komoditi kulit dan produk kulit terangkum dalam tabel 7.2 berikut:

Tabel 7.2 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Produk Kerajinan Tangan

Prioritas Negara Tujuan

Strategi Jabaran Strategi

1. Amerika Serikat

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Produk harus sesuai dengan standar keamanan ketetapan pemerintah AS

• Produk kerajinan tangan dengan kualitas premium dan tidak mudah rusak

2. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk dan bahan baku dengan ciri khas Indonesia

• Peningkatan kreativitas SDM para pengrajin dan inovasi para pelaku usaha UMKM

3. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian Windows of Indonesia (WOI) bekerja sama dengan KBRI di USA

• Secara spesifik lokasi Windows of Indonesia (WOI) berlokasi di kota Miami karena dapat menjadi penghubung (hub) dengan pasar Amerika Latin

2. Jepang

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Sertfikasi produk kerajinan tangan dari otoritas Jepang khususnya mengenai kebersihan dan keamanan produk

• Penggunaan teknologi yang lebih modern terutama untuk pelaku usaha IKM

2. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk yang inovatif dan trendy sesuai trend mode di Jepang

• Ciri khas desain produk Indonesia seperti batik yang sulit ditandingi oleh negara-negara lain.

3. Pendirian Gerai • Pendirian Windows of Indonesia di Tokyo

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 144

Sumber: Olahan Hasil FGD dan ANP dengan berbagai sumber (2014)

7.2.3. Produk Makanan dan Minuman Olahan Secara umum makanan dan minuman olahan merupakan produk

unggulan ekspor Indonesia yang berpotensi untuk terus dikembangkan.

Berbagai segmen dari industri kecil, menengah, hingga perusahaan besar

berpotensi untuk melakukan ekspor dan melakukan penetrasi ke negara-

negara tujuan tradisional maupun potensial. Hal itu tergambar pada hasil

ANP di mana skor untuk setiap negara yang relatif besar. Seperti pada

hasil ANP produk-produk ekspor sebelumnya, Amerika Serikat dan

Jepang merupakan dua negara yang dianggap para responden sangat

prospektif untuk pengembangan ekspor produk makanan dan minuman

olahan.

Hasil lainnya yang menarik adalah Arab Saudi dan Belanda

mendapat skor sama. Artinya para responden menganggap bahwa ekspor

produk makanan dan minuman ke kedua negara tersebut sama-sama

potensial. Kondisi tersebut dapat terjadi mengingat masyarakat Indonesia

banyak yang bertempat tinggal di Arab Saudi dan Belanda. China dan

atau Outlet bekerja sama dengan KBRI • Pendirian gerai khusus berbagai kerajinan

tangan dari budaya Indonesia bekerja sama dengan diaspora yang ada di Jepang.

3. Belanda

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Standar produk harus sesuai dengan regulasi produk yang masuk ke Eropa

• Penggunaan mesin dan teknologi yang modern agar produk tidak mudah rusak

2. Kreativitas Desain Produk

• Peningkatan keahlian dan kreativitas SDM pengrajin terkait selera produk kerajian tangan yang disukai masyarakat Eropa

3. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian WOI bekerja sama dengan KBRI, khususnya atase perdagangan di kota Den Hag

• Keberadaan WOI dapat menjadi magnet pasar Eropa yang tertarik dengan produk kerajinan tangan Indonesia tanpa harus ke Indonesia

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 145

Malaysia sendiri menempati prioritas terakhir. Meski begitu ekspor produk

makanan dan minuman olahan ke kedua negara tersebut tetap penting

mengingat daya beli masyarakat China yang semakin tumbuh serta

karakteristik selera masyarakat Malaysia yang tidak jauh berbeda dengan

Indonesia.

Gambar 7.6 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Produk Makanan dan

Minuman Olahan Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

Jika dilihat dari alternatif strategi, pemenuhan kualitas produk yang

sesuai dengan negara tujuan merupakan strategi yang paling utama

menurut para responden. Hal itu dikarenakan standar keamanan dan

kesehatan konsumen di negara-negara tujuan menjadi kebijakan non-tariff

barrier yang sangat ketat teurtama di negara-negara maju. Amerika

Serikat misalnya mewajibkan seluruh produk makanan olahan yang

masuk ke negara tersebut harus melewati mekanisme Hazard Analysis

and Critical Control Points (HACCP) yang bisa mencapai empat bulan di

pelabuhan.

Begitu juga dengan Jepang yang melakukan tes random (sampel)

produk yang masuk ke pelabuhan. Jika terdapat satu saja produk yang

tercemar maka tidak ada toleransi produk tersebut untuk masuk ke negara

tersebut. Kondisi itu tentu semakin memberatkan para pelaku usaha

karena biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikat standarisasi

tersebut tidak murah. Keterbatasan infrastruktur dan fasilitas laboratorium

0,67

1,00

0,67

0,85

0,39

0,58

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Arab Saudi

Amerika Serikat

Belanda

Jepang

Malaysia

China

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 146

khusus pemeriksaan bahan baku makanan yang berstandar internasional

menjadi salah satu penyebab biaya tinggi yang harus dikeluarkan pelaku

usaha mengingat fasilitas laboratorium tersebut lebih banyak tersedia di

negara-negara lain, contohnya Thailand.

Lebih lanjut pendirian gerai atau outlet merupakan strategi yang

dianggap tepat untuk produk makanan dan minuman olahan. Mekanisme

pendirian gerai atau outlet khusus produk ini dapat terbagi menjadi dua.

Pertama, pendirian Windows of Indonesia (WOI) di negara-negara

penghubung (hub) seperti di Dubai untuk pasar Asia Tengah, Hongkong

untuk pasar Asia Timur, Singapura untuk pasar Australia dan Asia,

Amerika Serikat khususnya di kota Miami untuk pasar Amerika Latin, serta

Belanda untuk pasar Eropa. Dengan adanya WOI diharapkan para calon

pembeli atau importir dapat lebih mengenal produk makanan dan

minuman olahan Indonesia yang begitu beraneka ragam.

Kedua, pendirian gerai atau outlet dengan memberi stimulus bagi

swalayan seperti Alfamart atau Indomart Dengan begitu, perusahaan

yang telah menjadi pemasok tetap ke swalayan tersebut akan

mendapatkan privilege untuk dijual di luar negeri atau negara tujuan. Lebih

dari itu dapat dilakukan pengoptimalan lahan yang ada di KBRI, untuk

didirikan toko produk Indonesia. Mekanismenya pemerintah memberikan

lahan dan fasilitas, sedangkan biaya operasional dan karyawan

dibebankan pada pengusaha yang akan menggunakan lahan tersebut.

Gambar 7.7 Prioritas Alternatif Strategi Ekspor Produk Makanan dan

Minuman Olahan Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

0,42

0,46

0,60

1,00

0,70

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Ekspansi Perusahaan Dagang (Swasta)

Intelejensi Pasar yang Dikoordinasikan …

Kreativitas Desain Produk

Kualitas Produk Sesuai Standar Negara …

Pendirian Gerai/Outlet di Negara Tujuan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 147

Berdasarkan hasil ANP terkait prioritas negara tujuan dan alternatif

strategi produk makanan dan minuman olahan di atas maka secara

ringkas dihasilkan tiga negara tujuan dengan prioritas tertinggi beserta tiga

alternatif strategi yang dianggap cocok untuk diterapkan. Secara ringkas

model ANP untuk produk makanan dan minuman olahan terangkum

dalam tabel 7.3 berikut:

Tabel 7.3 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Produk Makanan dan Minuman Olahan

Prioritas Negara Tujuan

Strategi Jabaran Strategi

1. Amerika Serikat

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Produk makanan dan minuman olahan harus melewati mekanisme Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP)

• Insentif pemerintah kepada pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi HACCP

• Pembangunan infrastruktur laboratorium modern khusus produk makanan dan minuman olahan sesuai standar Internasional

2. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian Windows of Indonesia (WOI) bekerja sama dengan KBRI di USA khususnya kota Miami

• Pendirian supermarket (retailer) seperti indomart atau alfamart yang sudah mempunyai pemasok khusus sehingga tidak terjadi konflik dengan distributor

3. Kreativitas Desain Produk

• Kreativitas desain kemasan yang menarik dan higienis untuk menarik minat konsumen

• Peningkatan SDM dan teknologi untuk produk-produk yyang dihasilkan IKM

2. Jepang

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Sertifikasi produk makanan dan minuman terkait keamanan konsumen

• Perlunya penjagaan kualitas produk pada saat proses produksi sampai distribusi

2. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian WOI di Tokyo bekerja sama dengan KBRI

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 148

• Pendirian gerai khusus berbagai kerajinan tangan dari budaya Indonesia bekerja sama dengan diaspora yang ada di Jepang.

3. Kreativitas Desain Produk

• Desain kemasan yang menarik, higienis dan keterangan kemasan dalam bahasa Jepang

3. Arab Saudi

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Standar produk harus sesuai dengan kriteria yang diterapkan pemerintah Arab Saudi

• Kandungan bahan baku yang halal dan tidak berpotensi menyebabkan penyakit

2. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian supermarket (retailer) seperti Indomart atau Alfamart yang sudah mempunyai pemasok khusus sehingga tidak terjadi konflik dengan distributor

3. Kreativitas Desain Produk

• Desain kemasan produk makanan dan minuman yang unik, dan keterangan kemasan dalam bahasa Arab Saudi

Sumber: Olahan Hasil FGD dan ANP dengan berbagai sumber (2014)

7.2.4. Produk Kayu dan Furniture Produk Kayu dan Furniture merupakan salah satu unggulan

komoditi ekspor potensial Indonesia untuk terus dikembangkan.

Berdasarkan data yang diberikan salah satu responden dalam FGD,

produk kayu dan furniture Indonesia menguasai hampir 70 persen pasar

produk kayu dan furniture dunia. Analisis ANP menunjukkan bahwa

produk kayu dan furniture memiliki potensi yang sangat tinggi untuk

diekspor ke Amerika Serikat. Selain itu, ekspor produk kayu dan furniture

ke negara Jepang dan Belanda juga dianggap sangat potensial. Di sisi

lain, responden juga menganggap bahwa China merupakan negara

potensial ekspor. Hal itu dikarenakan pemerintah China menerapkan

regulasi ketat terkait penebangan pohon (kayu). Dengan begitu,

permintaan produk kayu serta furniture ke negara tersebut dianggap

masih sangat tinggi.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 149

Gambar 7.8 Prioritas Negara Tujuan Ekspor Produk Kayu dan

Furniture Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

Lebih lanjut, alternatif strategi tujuan yang dianggap paling tepat

sebagai pengembangan ekspor produk kayu dan furniture adalah kualitas

produk sesuai dengan negara tujuan serta kreativitas desain produk.

Seperti halnya produk kerajinan tangan, kombinasi kedua strategi tersebut

sangat memegang peranan penting dalam menarik minat konsumen

karena nilai jual yang terletak pada kualitas dan seni. Kualitas terkait daya

tahan produk yang tidak mudah rusak serta desain yang unik dan berciri

khas budaya Indonesia. Selain itu, pada beberapa negara maju seperti di

Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa, diperlukan adanya sertifikat

keamanan dari produk kerajinan tersebut.

Responden menilai bahwa alternatif strategi selanjutnya adalah

pendirian gerai atau outlet di negara tujuan. Mekanisme pendirian gerai

atau outlet ini bisa berupa pembukaan Windows of Indonesia bekerja

sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Atase Perdagangan atau

ITPC dari Kementerian Perdagangan di negara-negara tujuan seperti

Amerika Serikat, Jepang dan Belanda. Selain itu, pembukaan Windows of

Indonesia ini tidak hanya harus di negara tujuan ekspor, melainkan juga

bisa dilakukan di negara-negara penghubung (hub) seperti di Hongkong,

0,37

1,00

0,69

0,95

0,30

0,46

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Arab Saudi

Amerika Serikat

Belanda

Jepang

Malaysia

China

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 150

Dubai, dan Singapura. Dengan begitu, potensi pengembangan ekspor

produk kayu dan furniture dapat lebih berkembang.

Gambar 7.9 Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Ekspor Produk Kayu dan Furniture

Sumber: Super Decision 2.0 (diolah)

Berdasarkan hasil ANP terkait prioritas negara tujuan dan alternatif

strategi maka akan didapatkan tiga negara tujuan dengan prioritas

tertinggi beserta tiga alternatif strategi yang dianggap cocok untuk

diterapkan pada produk kayu dan furniture. Dalam kaitannya untuk

menghasilkan alternatif strategi yang efektif, negara tujuan dan alternatif

strategi yang tidak berada pada tiga prioritas tidak diikutsertakan dengan

tanpa mengurangi esensi pengembangan ekspor produk kayu dan

furniture ke negara tujuan ekspor. Secara ringkas hasil ANP untuk produk

kayu dan furniture terangkum dalam tabel 7.4 berikut:

Tabel 7.4 Matriks Hasil ANP Negara Tujuan dan Alternatif Strategi

Pengembangan Ekspor Produk Kayu dan Furniture

Prioritas Negara Tujuan

Strategi Jabaran Strategi

1. Amerika Serikat

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Produk harus sesuai dengan standar keamanan ketetapan pemerintah Amerika Serikat

0,34

0,42

0,67

1,00

0,49

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Ekspansi Perusahaan Dagang (Swasta)

Intelejensi Pasar yang Dikoordinasikan oleh Kemendag dan KBRI

Kreativitas Desain Produk

Kualitas Produk Sesuai Standar Negara Tujuan

Pendirian Gerai/Outlet di Negara Tujuan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 151

• Produk kayu dan furniture perlu memperhatikan kualitas kayu yang akan di ekspor karena perbedaan iklim antara Indonesia dengan Amerika Serikat

2. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian Windows of Indonesia (WOI) bekerja sama dengan KBRI di USA khususnya kota Miami

3. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk dan bahan baku dengan ciri khas Indonesia

• Peningkatan kreativitas SDM para pengrajin dan inovasi para pelaku usaha UMKM yyang bergerak dalam usaha kayu dan furniture

2. Jepang

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Sertifikasi produk kayu dan funiture terutama asal bahan baku yang tidak melanggar undang-udang sumberdaya hutan dan lingkungan

• Penggunaan teknologi modern terutama dalam produksi furniture

2. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian WOI di Tokyo bekerja sama dengan KBRI

• Pendirian gerai khusus berbagai produk kayu dan furniture serta kerajinan tangan dari budaya Indonesia bekerja sama dengan diaspora yang ada di Jepang.

3. Kreativitas Desain Produk

• Desain furniture yang bernilai seni tinggi dan inovatif sesuai dengan karakteristik mode masyarakat Jepang

3. Belanda

1. Kualitas Produk Standar Negara Tujuan

• Standar produk harus sesuai dengan regulasi produk yang masuk ke Eropa terutama mengenai isu sumberdaya hutan dan lingkungan

• Penggunaan mesin dan teknologi yang modern agar kayu dan furniture tidak mudah retak atau rusak karena perbedaan iklim

2. Pendirian Gerai atau Outlet

• Pendirian WOI bekerja sama dengan KBRI, khususnya Atase Perdagangan di kota Den Haag

• Keberadaan WOI dapat menjadi magnet pasar Eropa yang tertarik dengan produk kayu dan furniture Indonesia

3. Kreativitas Desain Produk

• Desain produk kayu dan furniture yang berciri khas Indonesia, mewah dan elegan.

Sumber: Olahan Hasil FGD dan ANP dengan berbagai sumber (2014)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 152

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

perusahaan industri lebih tertarik dan lebih fokus untuk mengekspor hasil

produksinya ke negara-negara tujuan utama (pasar tradisional) dari pada

mencari pasar baru. Hal ini dikarenakan oleh 2 hal, pertama karena para

produsen sudah terikat kontrak oleh buyer dalam jangka waktu yang

panjang, kedua karena para produsen atau eksportir tidak ingin

mengambil resiko atas ketidakpastian terhadap kondisi perekonomian

global.

Pengembangan ekspor ke negara-negara non tradisional yang

potensial masih sangat minim. Disisi lain, produsen dan eksportir

dihadapkan pada permasalahan domestik dan hambatan (non tarif) di

negara tujuan ekspor. Permasalahan domestik yang dihadapi pelaku

usaha antara lain ketersediaan pasokan energi dan listrik yang masih

kurang, birokrasi yang masih panjang dan berbelit-belit, sosialisasi

regulasi yang masih sangat minim; akses pasar yang masih sulit,

infrastruktur yang belum memadai, dan konvergensi standar Indonesia

dengan luar negeri yang belum sesuai. Sementara itu, hambatan di

negara tujuan ekspor antara lain terkait dengan tuntutan standar

kesehatan dan keamanan lingkungan. Selain itu, faktor minimnya

informasi terhadap pasar juga menjadi kendala dalam mengembangkan

ekspor.

Berdasarkan hasil analisis ANP, dapat disimpulkan bahwa

peningkatan kualitas produk agar sesuai dengan standar negara tujuan

ekspor merupakan strategi yang paling penting untuk dilakukan dalam

rangka pengembangan ekspor Indonesia. Hal ini dikarenakan seluruh

pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan strategi kebijakan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 153

tersebut menjadikan instrumen ini (kualitas produk sesuai standar negara

tujuan) sebagai prioritas utama. Prioritas kedua adalah kreativitias desain

produk yang disesuaikan dengan selera pasar tujuan. Sementara itu,

pendirian gerai/outlet di negara tujuan menjadi prioritas ketiga dari strategi

pengembangan ekspor menurut para pemangku kepentingan yang

dijadikan responden. Pendirian gerai atau outlet merupakan alternatif

strategis bagi Kementerian Perdagangan.

Pendirian gerai/outlet ini dapat dikembangkan menjadi pembukaan

Windows of Indonesia (WOI) di setiap hub (penghubung) internasional.

Istilah WOI ini lebih ditekankan kepada pembukaan sebuah toko (store)

atau pameran. Selain berisi produk yang akan dijual, di store WOI juga

terdapat segala sesuatu tentang Indonesia seperti pariwisata, travel,

kebudayaan dan lain-lain. Dengan adanya WOI di negara hub tersebut

akan memudahkan bagi masyarakat Internasional untuk mengenal

Indonesia tanpa harus ke Indonesia. Pendirian WOI tersebut dapat

dijadikan langkah strategis bagi pemerintah khususnya Kementerian

Perdagangan dalam upaya mengembangkan ekspor Indonesia.

Lebih lanjut, market intelligence yang dikoordinasikan oleh

perwakilan Kementerian Perdagangan di negara bersangkutan merupakan

prioritas selanjutnya. Koordinasi antara Atase Perdagangan dan

Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dalam melakukan intelijensi

pasar sangat perlu dilakukan mengingat posisi strategis kedua perwakilan

dagang tersebut dalam memberikan informasi bagi pemerintah dan pelaku

usaha yang ingin mengekspor barang ke negara yang bersangkutan.

Ekspansi perusahaan dagang menjadi prioritas terakhir menurut para

responden dalam mengembangkan ekspor produk Indonesia. Hal tersebut

dikarenakan untuk membuat sebuah perusahaan dagang memerlukan

dana yang tidak sedikit. Hanya sebagian swasta dengan modal besar

yang dapat mengekspansi perusahannya, sedangakan mayoritas pelaku

usaha kecil dan menengah akan sulit untuk mewujudkan hal tersebut.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 154

8.2 Rekomendasi Kebijakan

Kebijakan yang dapat direkomendasikan terkait pengembangan

ekspor Indonesia secara ringkas adalah sebagai berikut:

1. Mengintensifkan program pelatihan untuk meningkatkan kualitas,

kreatifitas dan desain produk dalam rangka memenuhi standar

pasar internasional yang diselenggarakan Balai Besar Pendidikan

dan Pelatihan Ekspor Indonesia, Ditjen Pengembangan Ekspor

Nasional.

2. Mengoptimalkan keberadaan dan peranan Atase Perdagangan,

Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), dan Kantor Dagang

dan Ekonomi Indonesia (KDEI) untuk mempromosikan produk

ekspor Indonesia.

3. Kementerian Perdagangan segera menyiapkan anggaran dan

lokasi untuk pendirian Windows of Indonesia (WOI) sebagai ajang

promosi produk ekspor Indonesia.

4. Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan untuk

mendorong peningkatan ekspor produk bernilai tambah seperti

larangan ekspor bahan baku (raw materials) dan mengusulkan

rekomendasi kebijakan bea keluar.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 155

DAFTAR PUSTAKA Ali, Alwang and Siegel. 1991. Is Export Diversification The Best Way to

Achieve Export Growth and Stability? A look at three African

Countries. World Bank Working Papers No. 729.

Ascarya. 2006. Analytical Network Process (ANP): Pendekatan Baru

Dalam Penelitaian Kualitatif. Pusat Pendidikan dan Studi

Kebanksentralan Bank Indonesia. Bank Indonesia.

Auboin, Marc. 2004. The Trade, Debt and Finance Nexus: at the Cross-

roads of Micro- and Macroeconomics. Discussion Paper No 6, p.1-

32. World Trade Organization. Geneva. Switzerland.

Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistika No. 65/10/Th. XVI, 1

November 2012. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

__________________. 2014. Statistik Ekspor Impor Indonesia. Badan

Pusat Statistik. Jakarta.

Berthelemy, J.C., dan Chauvin, S. 2000. Structural Changes In Asia And

Growth Prospects After The Crisis. CEPII Working Papers No. 00-

09.

Bhagwati, Jagdish, V.K Ramaswami, dan T.N Srinivasan. 1969. Domestic

Distortions, Tariffs, and the Theory of Optimum Subsidy: Some

Further Results. Journal of Political Economy Vol 77, No. 6

(November-December), pages 1005-1010.

Endri. 2009. Permasalahan Pengembangan Sukuk Korporasi Di Indonesia

Menggunakan Metode Analyticsl Network Process (ANP). Jurnal

Keuangan dan Perbankan, Vol.13, No.3 September, hal.359-372.

Export Development Strategy Newfoundland and Labrador.(n.d). diakses

pada Februari 2014.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 156

http://www.ibrd.gov.nl.ca/publications/export_development_strategy

.pdf

FERN. 2003. Forest Certification and Eco-Iabelling and Its Impact on

Forests. Website:www.fern.org.

Gorener, Ali. 2012. Comparing AHP and ANP: An Application of Strategic

Decisions Making in a Manufacturing Company. International

Journal of Bussiness and Social Science, Vol.3, No.11: 194-268.

International Trade Center and Dexia. 2010). Domonica National Export

Strategy 2010 Towards 2014 and Beyond.

http://www.fao.org/fsnforum/sites/default/files/resources/NES%20D

ocument.pdf

Jaharnsyah, Muhammad; Novianti, Trisita; dan Ernaning W. 2013.

Rumusan Strategi Pengembangan Ekspor UKM Sepatu Di

Surabaya Dengan Menggunakan Pendekatan ANP. Jurnal Program

Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo

Madura: 1-9.

JAS. 2003. Japanese Agricultural Standard for Guled Laminated Lumber.

MAFF, Notification No. 234. February 27,2003.

JAS. 2003. Japanese Agricultural Standard for Laminated Veneer Lumber.

MAFF, Notification No. 236. February 27,2003.

JAS. 2003. Japanese Agricultural Standard for Plywood. MAFF,

Notification No. 233. February 27,2003.

JIS. 2003. Japanese Industrial Standard for Laminated Veneer Lumber.

JIS A 5908. March 20 , 2003.

Kementerian Perdagangan. 2013. Neraca Perdagangan Indonesia.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 157

Krueger, Anne O. 1983. Trade and Employment in Developing Countries.

University of Chicago Press. Chicago.

Malaysia Export Development Strategy. 2014. Malaysia External Trade

Development Coorporation. Diakses Mei 2014.

http://www.matrade.gov.my/en/about-matrade

Ministry of Industry Investment and Commerce, Jamaica Trade and Invest,

Jamaica Exporters Association. 2009. Export Strategy Jamaica.

http://www.jamaicatradeandinvest.org/nes/documents/NES_Review

_Final_Report.pdf

Obama Sets Ambitious Export Goal. Diakses pada Oktober 2014.

www.nytimes.com/2010/01/29/business/29trade.html?_r=0

Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006. Decision Making with the

Analitic Network Process. Economic, Political, Social and

Technological Applications with Benefits, Opportunities, Costs and

Risks.Springer. RWS Publication. Pittsburgh.

Seringhaus, F. H. Rolf, and Rosson, Philip J. 1990. Government export

promotion: A global perspective. Routledge (London and New

York).

Trade policy in Brazil. 2011. Trade policy in Brazil: Prepare for

OpportunityThe Economist Intelligence Unit Limited 2011.

Department of International Trade Promotion of Thailand. 2014. Strategy

and Plan to Promote International Trade. Diakses pada Juli 2014

http://ditp.go.th/main.php?filename=strategy___EN

Villanueva, Delano. 1993. Exports and Economic Development. IMF

Working Paper No. 93/41.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 158

LAMPIRAN

Kuesioner Kajian Penyusunan Strategi

Pengembangan Ekspor Indonesia 2015-2019

A. IDENTITAS PERUSAHAAN 1. Nama Responden :

.........................................................................................

2. Nama PT/CV :

.........................................................................................

3. Alamat Perusahaan :

.........................................................................................

4. Telepon / Email :

.........................................../.............................................

5. Tanggal survey : ………………………………… 2014

6. Produk Ekspor yang dihasilkan (lingkari salah satu)

i. Produk Makanan dan Minuman Olahan ii. Produk Kayu dan Furniture iii. Kulit dan Produk Kulit iv. Produk Kerajinan

Aspek Pemasaran

1. Faktor apakah yang dinilai paling berpengaruh terhadap permintaan

ekspor produk perusahaan Anda?

2. Langkah apa yang dilakukan untuk meningkatkan target ekspor

produk perusahaan Anda? (secara umum)

3. Sebutkan dan jelaskan langkah pemasaran apa saja yang telah

dilakukan oleh perusahaan/badan usaha Anda untuk meningkatkan

ekspor produk perusahaan Anda?

4. Sebutkan dan Jelaskan berbagai hambatan dan kendala dalam

memasarkan produk ekspor Indonesia ke negara tujuan?

5. Kebijakan apakah yang diperlukan oleh perusahaan Anda untuk

mendukung pemasaran produk Anda?

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 159

Aspek Faktor Produksi 6. Sebutkan dan jelaskan permasalahan dalam memperoleh bahan

baku/penolong untuk proses produksi industri perusahaan Anda!

7. Sebutkan dan jelaskan permasalahan yang terkait dengan sumber

daya manusia (tenaga kerja) dalam industri perusahaan Anda!

8. Sebutkan dan jelaskan permasalahan yang terkait dengan

penyediaan energi dalam mendukung produksi industri

perusahaan Anda!

9. Dari aspek faktor produksi, jelaskan peluang yang mungkin untuk

dioptimalkan dalam mengembangkan produk perusahaan Anda,

serta alternatif strategi apa yang dapat dilakukan untuk

mengoptimalkan peluang tersebut?

Aspek Proses Ekspor

10. Jelaskan permasalahan yang paling menghambat proses ekspor

produk perusahaan Anda Indonesia, terkait dalam hal:

- Transportasi dan Logistik

- Pungutan liar

- Jarak ke Buyer

- Aturan/regulasi

- Lain-lain

11. Dari aspek proses ekspor, jelaskan peluang yang mungkin untuk

dioptimalkan dalam mengkespor produk perusahaan Anda, serta

alternatif strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan

peluang tersebut?

Aspek Produk Negara Kompetitor 12. Sebutkan dan jelaskan permasalahan daya saing produk

perusahaan Anda Indonesia dibandingkan dengan produk negara

kompetitor! (seperti harga, dan kualitas)

13. Dari aspek daya saing, jelaskan peluang yang mungkin untuk

dioptimalkan dalam meningkatkan daya saing ekspor produk

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 160

perusahaan Anda, serta alternatif strategi apa yang dapat dilakukan

untuk mengoptimalkan peluang tersebut?

Aspek Negara Tujuan 14. Sebutkan Negara tujuan terbesar ekspor serta negara tujuan

potensial ekspor produk perusahaan Anda

15. Sebutkan Negara pesaing utama dan strategi untuk menghindari

ancaman dari negara pesaing tersebut

16. Jelaskan peluang dan tantangan, serta alternatif strategi apa yang

dapat dioptimalkan untuk pengembangan ekspor perusahaan Anda

ke beberapa negara berikut:

a. Amerika Serikat b. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) c. Jepang d. Belanda e. Arab Saudi f. Malaysia