laporan akhir analisis arah pengembangan pasar rakyat...

85
LAPORAN AKHIR ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015

Upload: nguyenliem

Post on 05-Mar-2019

256 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya,

laporan “ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT” dapat

diselesaikan. Analisis ini dilatar belakangi Pasar rakyat juga menjadi salah

satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf

Kalla selama periode 2014-2019, terkait dengan upaya pencapaian prinsip

“Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas)

disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi

terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target

besar tersebut membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif

terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi

hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di

Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin

penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok

ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar

rakyat lima tahun kedepan

Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan

Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Firman

Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Riffa Utama dan Nasrun

serta dibantu tenaga ahli

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan,

maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Dalam kesempatan ini tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai

pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata

semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemimpin dalam

merumuskan kebijakan di bidang perdagangan khususnya revitalisai

pasar rakyat di Indonesia.

Jakarta, April 2015

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

ii

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

ABSTRAK/ABSTRACT

salah satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko

Widodo dan Jusuf Kalla selama periode 2014-2019, terkait dengan upaya pencapaian prinsip “Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas) disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target besar tersebut membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan. Analisis ini bertujuan analisis arah pengembangan pasar rakyat serta memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut melalui telaah literatur, Hasil dari analisis menunjukkan bahwa Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik, nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di dalamnya, perlunya transformasi konsep dan identitas pasar rakyat, penataan sistem pengelolaan manajemen pasar dll Kata Kunci: pasar rakyat, revitalisasi pasar, Kementerian Perdagangan

one of the targets of Cabinet Working Joko Widodo and Jusuf Kalla during the period 2014-2019, in relation to achieving the principle of "self-reliance in Economics" in the target number of 15 (fifteen) stated that it would run the policy of renovation and revitalization of the market 5000 people older than 25 years. The big target requires a comprehensive understanding of the beginning of the relevant legal product market development of the people. In response, the information related to policy implementation in the revitalization of the Ministry of Commerce. Such information can be used as a basis and benchmarks in building renovation and revitalization program indicator public market five years. This analysis aims at the analysis of the direction of market development of the people and provide an overview of goals that must be done in stages revitalization of the local markets through literature review, results of the analysis indicate that a need for the transformation of the concept of public market in the eyes of the people who create the perception that people's market brand, the name "pasar rakyat" itself can be interpreted as a brand, which can represent all elements under its auspices, the need transformation of the concept and identity of pasar rakyat, the market system management etc. Key Word: public market, the revitalization of the market, the Ministry of Trade

iii

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

ABSTRAK/ABSTRACT ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan Analisis ........................................................................................ 3 1.3. Keluaran Analisis .................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penulisan ............................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1. Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Produk Hukum dari Tahun

ke Tahun ................................................................................................... 5 2.2. Fokus Pengembangan Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan

Terhadap UU. No. 7 Tahun 2014 ....................................................... 19 2.2.1. Pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat ............................ 19 2.2.2. Implementasi manajemen pengelolaan yang profesional .............. 25 2.2.3. Fasilitasi akses penyediaan barang ................................................... 30 2.2.4. Fasilitasi akses pembiayaan. .............................................................. 34 2.3. Studi Literatur Fenomena Pasar Rakyat (Pasar Tradisional) ........ 34

BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 41 3.1. Kerangka Berpikir ................................................................................. 41 3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 42 3.3. Metode Analisis ..................................................................................... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44 4.1. Transformasi Konsep dan Identitas Pasar Rakyat .......................... 44 4.2. Penataan Sistem Pengelolaan Manajemen Pasar .......................... 59 4.3. Mengembangkan sistem Koordinasi dengan Pusat Distribusi ....... 64 4.4. Mengembangkan Sistem Pengelolaan Fasilitas Pembiayaan ....... 66

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................. 70 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 70 5.2. Rekomendasi ......................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77

iv

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Review Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional (Pasar Rakyat) .. 17

Tabel 2.2. Kategorisasi Pasar Rakyat berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun

2013. ............................................................................................... 21

Tabel 2.3. Kategorisasi Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48

Tahun 2013. .................................................................................... 31

Tabel 4.1 Indikator (Persyaratan Umum) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI

8152:2015 ....................................................................................... 48

Tabel 4.2. Indikator (Persyaratan Teknis) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI

8152:2015 ....................................................................................... 50

Tabel 4.3 Indikator Persyaratan Pengelolaan Pasar Rakyat Berdasarkan SNI

8152:2015 ....................................................................................... 60

v

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1.Kerangka Berpikir Analisis ............................................................. 42

Gambar 4.1 Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis ...... 65

1

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pasar rakyat merupakan salah satu wujud aplikasi ekonomi

kerakyatan yang paling mendasar. Dimana transaksi ekonomi dilakukan

oleh rakyat kebanyakan secara swadaya dengan mengelola sumber daya

ekonomi yang tersedia, yang meliputi sektor pertanian, peternakan,

kerajinan, makanan, dan lain sebagainya. Keseluruh kegiatan ekonomi

tersebut berbasis masyarakat yang ditujukan untuk menghidupi dan

memenuhi kebutuhan hidup tanpa mengekploitasi sumber daya alam yang

ada.

Pasar tradisional merupakan basis ekonomi rakyat yang memiliki

potensi besar dan mampu menggerakkan roda perekonomian. Dalam

kondisi krisis pasar tradisional terbukti tetap bertahan dan mampu

melayani kebutuhan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas

baik kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas.

Pasar tradisional telah menyumbangkan lapangan kerja dan

memberikan kehidupan bagi banyak orang. Saat ini di wilayah Indonesia

terdapat 13.450 pasar tradisional yang tersebar di seluruh penjuru tanah

air, dari jumlah tersebut menampung sebanyak 12,6 juta pedagang belum

termasuk para pemasok barang serta pengelola pasar. Oleh karena itu,

keberadaan pasar tradisional yang kini semakin terhimpit dari pesatnya

pertumbuhan pasar modern menjadi penting untuk segera diselamatkan.

Salah satunya yakni melalui program revitalisasi/ pengembangan pasar

tradisional.

Dalam rangka penataan pasar tradisional secara umum,

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang tertuang

dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern. Di dalam peraturan ini disebutkan bahwa Pemerintah dan

Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama

2

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

sesuai dengan bidang tugas masing-masing melakukan penataan,

pembinaan dan pengawasan pasar tradisional. Secara mendasar,

peraturan ini menjadi pedoman awal bagi beragam program penataan dan

revitalisasi pasar tradisional di sejumlah kementerian dan lembaga non

kementerian.

Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan, penggunaan istilah “pasar tradisional” berubah

menjadi “pasar rakyat”. Dalam Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa:

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-

sendiri atau bersama-sama mengembangkan sarana perdagangan

berupa: (a). pasar rakyat; (b). pusat perbelanjaan; (c). toko swalayan; (d).

gudang; (e). perkulakan; (f). pasar lelang komoditas; (g). pasar berjangka

komoditi; atau (h). sarana perdagangan lainnya.

Pasar rakyat juga menjadi salah satu target Kabinet Kerja

Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama periode

2014-2019. Dalam Visi Misi dan Program Aksi Presiden Joko Widodo dan

Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait dengan upaya pencapaian prinsip

“Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas)

disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi

terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun.

Target besar tersebut tentu membutuhkan pemahaman awal yang

komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar

rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi

kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian

lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan

sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program

renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan dalam rangka

memaksimalkan potensi pasar rakyat sebagai roda perekonomian rakyat.

3

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

1.2. Tujuan Analisis

Fokus pembahasan pada analisia ini adalah

a. analisis arah pengembangan pasar rakyat. Dalam proses

pembahasan, terlebih dahulu dilakukan telaah pasar rakyat

berdasarkan produk hukum terkait dari tahun ke tahun. Analisis

terhadap produk hukum tersebut akan mengerucut/menyempit pada

fokus dan arah kebijakan pengembangan pasar rakyat dengan

masing-masing solusinya.

b. Selanjutnya dilakukan studi literatur terhadap fenomena pasar

tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam

rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas

pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus

ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi

sebagai penggerak ekonomi lokal.

1.3. Keluaran Analisis

Telaah pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang terkait dari

tahun ke tahun disertai dengan tambahan literatur pada akhirnya

diharapkan dapat memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang

harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat.Dengan demikian

maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada eksplorasi pada

masing-masing tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut, yang akan

dilakukan berdasarkan studi literatur dan teori yang sesuai. Sehingga

pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi konsep arah

pengembangan pasar rakyat selanjutnya.

1.4. Sistematika Penulisan

Bagian pertama: Pendahuluan. Sistematika isi analisis ini pertama-tama

adalah bagian pendahuluan, memuat latar belakang permasalahan,

cakupan masalah, metodologi dan sistematika penulisan.

4

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Bagian kedua: Tinjauan Pustaka. Pada bagian kedua dibahas mengenai

tinjauan pustaka yang diperoleh dari sumber data kementerian, jurnal,

buku, artikel berita, dan sumber lainnya yang membahas mengenai telaah

pasar rakyat berdasarkan tinjauan produk hukum yang menaunginya,

fokus arah pengembangan pasar rakyat berdasarkan peraturan terbaru,

dan studi literatur fenomena pasar rakyat di negara maju dan

berkembang.

Bagian ketiga: Pembahasan. bagian ketiga selanjutnya membahas

konsep arah pengembangan pasar rakyatberdasarkan temuan eksisting

simpulan definisi revitalisasi pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang

ditetapkan oleh pemerintah, serta fenomena tentang pasar tradisional

yang ada. Pada bagian ini juga menjelaskan implementasi program

pemasaran pasar rakyat yang sebaiknya dilakukan, dan normatif dari

penerapan konsep pengembangan pasar rakyat.

Bagian keempat: Kesimpulan dan rekomendasi. Dari pembahasan-

pembahasan tersebut, kemudian pada bagian selanjutnya dirumuskan

kesimpulan-kesimpulan pokok dan butir-butir rekomendasi terkait arah

pengembangan pasar rakyat.

5

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Produk Hukum dari Tahun

ke Tahun

Pasar adalah arena pertukaran potensial dalam bentuk fisik antara

penjual dan pembeli yang memungkinkan terlaksananya pertukaran

karena adanya minat dan citra yang baik serta daya beli yang memadai

(Assauri 1993 dalam Lupitosari 2011). Pasar merupakan area tempat jual

beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu (PerMenDag No.53

tahun 2008).

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun

2007, “Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah,Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan

Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama denganswasta dengan

tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh

pedagangkecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan

usaha skala kecil, modal kecil dandengan proses jual beli barang

dagangan melalui tawar menawar. Disempurnakan dalam penjelasan

Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, terminologi “pasar tradisional” beralih menjadi “pasar

rakyat”. Dalam perkembangannya terdapat beberapa peraturan

pemerintah yang khusus mengatur tentang pasar rakyat (pasar

tradisional) diantaranya:

a. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 tentang

Penataan dan Pembinaan Sarana Distribusi Bidang

Perdagangan, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Melalui peraturan Perpres No.112 Tahun 2007 definisi pasar

ditetapkan sebagai area tempat jual beli barang dengan jumlah

penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat

perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat

6

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

perdagangan maupun sebutan lainnya. Dalam mekanisme

penataannya, lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional)

mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan

rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk

peraturan zonasinya.

Dalam pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus memenuhi

beberapa kententuan sebagai berikut:

(1) Pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus

memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga

keberadaan sarana distribusi (pusat perbelanjaan, dan toko

modern, serta usaha kecil, termasuk koperasi) yang sudah ada

sebelumnya di wilayah yang bersangkutan

(2) Selain itu pasar rakyat (pasar tradisional) juga harus

menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir

1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100m2 (atau

sedikitnya 10%) dari luas lantai pasar rakyat. Penyediaan areal

parkir tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak

lain.

(3) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar rakyat yang bersih,

sehat, aman, tertib, dengan tersedianya ruang publik yang

nyaman.

Lebih lanjut pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan dapat

melaksanakan pembinaan dan pengawasan proses berjalannya

aktifitas pasar rakyat (pasar tradisional) secara teratur, baik

dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan

bidang tugas masing-masing.

Dalam proses pembinaan pasar rakyat (pasar tradisional)

pemerintah memberikan bimbingan dan pelatihan bagi pedagang

pasar, disamping memberikan prioritas bagi pedagang lama yang

aktif untuk menempati kios/los yang baru, sekiranya terjadi

7

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

renovasi/revitalisasi terhadap pasar rakyat (pasar tradisional)

tersebut.

b. Peraturan Menteri Perdagangan No.53/M-DAG/PER/12/2008

tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

PerMenDag No.53 tahun 2008 merupakan petunjuk pelaksanaan

hal yang telah disebutkan sebelumnya pada Perpres No.112 Tahun

2007 yang diantaranya mengatur tentang pendirian pasar

tradisional, izin usaha pengelolaan pasar tradisional (IUP2T), serta

mekanisme pembinaan dan pengawasan pasar rakyat (pasar

tradisional).

Sebagaimana disebutkan dalam Perpres No.112 Tahun 2007

bahwa lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional)

mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan

rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk

peraturan zonasinya, maka bagi kabupaten/kota yang belum

memiliki rencana dan rencana detail tata ruang wilayah tidak

diperbolehkan memberi izin lokasi untuk pembangunan pasar

rakyat (pasar tradisional).

Selanjutnya disebutkan bahwa pendirian pasar rakyat (pasar

tradisional) harus memperhitungan kondisi sosial ekonomi

masyarakat. PerMenDag No.53 tahun 2008 menyatakan bahwa

kondisi sosial ekonomi tersebut harus bisa dijelaskan melalui

analisis berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh

badan/lembaga independen yang berkompeten. Dimana analisa

kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut harus meliputi analisa

terhadap aspek-aspek sebagai berikut:

(1) Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan,

tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga, kepadatan

8

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

penduduk, dan pertumbuhan penduduk. Aspek ini dikaji salah

satunya diasumsikan untuk dapat meprediksi daya beli

masyarakat di suatu daerah, hal ini penting mengingat pasar

rakyat (pasar tradisional) yang didirikan disuatu wilayah

diharapkan dapat bertahan, tumbuh, bahkan berkembang

dimasa depan.

(2) Kemitraan dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal,

serta ketahanan dan pertumbuhan pasar rakyat (pasar

tradisional) sebagai sarana UMKM lokal. Pengkajian pada

aspek ini bertujuan untuk melihat potensi pasar sebagai

wahana pemberdayaan ekonomi lokal dimana proses

perputaran ekonomi yang terjadi di pasar tersebut adalah dari,

untuk dan oleh masyarakat di wilayah sekitar pasar itu sendiri.

(3) Ada/tidak-nya keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum

dalam menunjang pendirian pasar rakyat (pasar tradisional).

(4) Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara

hypermarket dengan pasar rakyat (pasar tradisional) yang telah

ada sebelumnya. Jika dalam suatu wilayah sudah terdapat

pasar modern maka penting untuk mempertimbangkan jarak

dalam upaya menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.

(5) Aksesibilitas wilayah, dukungan ketersediaan infrastruktur, dan

perkembangan pemukian baru. Lazimnya pasar rakyat (pasar

tradisional) harus dapat dijangkau dengan mudah oleh

masyarakat, oleh karena itu analisis terhadap kemudahan

akses dan ketersediaan infrastruktur sangat penting, sebelum

suatu wilayah ditetapkan sebagai lokasi tempat didirikannya

sebuah pasar rakyat (pasar tradisional).

Lebih lanjut PerMenDag No.53 tahun 2008 ini membahas lebih detil

terkait permohonan izin usaha pengelolaan pasar tradisional

(IUP2T), dimana analisis kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat

merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada jika suatu

9

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

wilayah bermaksud memohon izin mendirikan dan mengelola pasar

tradisional.

Menindaklanjuti perihal pembinaan dan pengawasan pasar rakyat

(pasar tradisional) yang sudah disebutkan sebelumnya pada

Perpres No.112 Tahun 2007, maka bab VIII pasal 18 pada

PerMenDag No.53 tahun 2008 menyebutkan bahwa Menteri

menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap

pengelolaan pasar tradisional berada dalam koordinasi Direktur

Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Pembinaan pasar rakyat

(pasar tradisional) yang dimaksud adalah penciptaan sistem

manajemen pengelolaan pasar, pelatihan terhadap sumber daya

manusia, konsultasi, fasilitasi kerjasama, serta pembangunan dan

perbaikan sarana maupun prasarana pasar. Sedangkan

pengawasan menitikberatkan pada mekanisme pengelolaan pasar

rakyat (pasar tradisional) tersebut.

Terkait hal ini, Gubernur dan/atau Bupati/Walikota dapat melakukan

koordinasi dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri

untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan dalam

pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) untuk kemudian

mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut.

c. Peraturan Menteri Perdagangan No.48/M-DAG/PER/8/2013

tentang Pedoman dan Pengelolaan Sarana Distribusi

Perdagangan

Sarana distribusi perdagangan yang dimaksud adalah pasar rakyat

(pasar tradisional), pusat distribusi, dan pergudangan. Dalam

kaitannya dengan fokus kajian yaitu pasar rakyat (pasar

tradisional), PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 ini mengatur

tentang pedoman pembangunan dan revitalisasi/renovasi pasar

rakyat (pasar tradisional).

10

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Dijelaskan dalam PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 bahwa

pembangunan pasar tradisional harus berada di lokasi yang

sebelumnya telah memiliki embrio pasar dengan

mempertimbangkan luas lahan, daya tampung, serta bentuk

bangunan dan sarana pendukung berdasarkan tipe dan jenis pasar

yang telah ditetapkan sebagai berikut:

(a) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe A

Pasar dengan kategori tipe A harus sedikitnya memiliki luas lahan

3.000m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar

berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus

terdapat 150 pedagang dan memiliki kelengkapan bangunan utama

yang terdiri atas: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co.

Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas

paling sedikit 50m2, toilet, tempat ibadah, pos ukur ulang, pos

kesehatan, pos keamanan, drainase (yang ditutup dengan grill),

tempat penampungan sampah, gudang penyimpanan stok barang,

area bongkar muat, tempat parkir, area penghijauan, hidran dan fire

extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik, instalasi

pengolahan air limbah (lpal), telekomunikasi, sistem informasi

harga dan stok, serta papan informasi harga harian.

Selain itu pasar harus memiliki akses yang dapat dijangkau oleh

transportasi umum. Pengelolaan pasar harus dikelola langsung

oleh manajemen pengelola pasar, dan operasional pasar harus

dilakukan setiap hari. Jika memungkinkan pasar memiliki CCTV

yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan.

(b) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe B

Pasar dengan kategori tipe B harus sedikitnya memiliki luas lahan

1.500m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar

berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus

11

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

terdapat 75 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada

pasar kategori tipe B tidak sebanyak pasar tipe A, sedikitnya pasar

harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co.

Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas

paling sedikit 40m2, toilet, tempat ibadah, pos kesehatan, pos

keamanan, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat

penampungan sampah, tempat parkir, area penghijauan, hidran

dan fire extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik,

telekomunikasi, sistem informasi harga dan stok, serta papan

informasi harga harian.

Sama halnya dengan pasar tipe A, pasar dengan kategori tipe B

juga harus memiliki akses yang dapat dijangkau oleh transportasi

umum dan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen

pengelola pasar. Operasional pasar tipe B tidak harus setiap hari,

namun minimal pasar beroperasi 3 hari dalam seminggu. Jika

memungkinkan pasar tipe B juga dilengkapi CCTV yang terhubung

secara online dengan Kementerian Perdagangan.

(c) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe C

Pasar dengan kategori tipe C harus sedikitnya memiliki luas lahan

1.000m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar

berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus

terdapat 30 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada

pasar kategori tipe C harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas

pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, pos kesehatan,

drainase (yang ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah

sementara, tempat parkir, area penghijauan, hidran, instalasi air

bersih dan jaringan listrik, dan telekomunikasi.

Pasar dengan kategori tipe C juga harus mudah diakses dan

didukung oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola

langsung oleh manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe

12

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

C tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 1 atau 2

hari dalam seminggu.

(d) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe D

Pasar dengan kategori tipe D harus sedikitnya memiliki luas lahan

500m2 yang memang diperuntukkan untuk lokasi pasar

berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus

terdapat 30 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada

pasar kategori tipe D harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas

pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, drainase (yang

ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah sementara,

area penghijauan, daninstalasi air bersih serta jaringan listrik. Pasar

dengan kategori tipe D juga harus mudah diakses dan didukung

oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh

manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe C tidak harus

setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 1 atau 2 hari dalam

seminggu.

Masih tentang klasifikasi pasar, literatur lain menyebutkan bahwa

selain dibagi berdasarkan luas, pasar rakyat juga dibagi

berdasarkan jumlah pedagang yang menempati kios, los, dan kaki

lima (lapak,oprokan), serta berdasarkan jumlah pemasukan

pendapatan asli daerah per tahun. Berdasarkan cakupan wilayah

pelayanan, Lupitosari (2011) membagi kelas pasar rakyat kedalam

4 (empat) kelas yaitu:

1) Pasar kelas I, yaitu pasar yang lengkap dan melayani

perdagangan tingkat regional (pusat regional).

2) Pasar kelas II, yaitu pasar yang melayani perdagangan

tingkat kota (pasar kota)

3) Pasar kelas III, yaitu pasar yang melayani perdagangan

tingkat wilayah bagian kota (pasar wilayah), dan

13

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

4) Pasar kelas IV, yaitu pasar yang melayani perdagangan

tingkat lingkungan (pasar lingkungan).

Mengacu pada pembagian wilayah pasar, maka diasumsikan pasar

rakyat (pasar tradisional) tipe A, B, C. Dan D adalah representasi

dari pasar kelas I, II, III, dan IV yang diklasifikasikan oleh Lupitosari

(2011).

d. Peraturan Menteri Perdagangan No.70/M-DAG/PER/12/2013

tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Bab V pada PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013 mengatur

tentang pengelolaan pasar tradisional yang dapat dilakukan oleh

Koperasi, Swasta, BUMN, dan BUMD. Pemerintah pusat dalam hal

ini adalah Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri

maupun secara bersama-sama melakukan pemberdayaan

terhadap pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) dalam rangka

meningkatkan daya saing.

Peningkatan daya saing yang dimaksud diantaranya adalah:

peremajaan atau revitalisasi bangunan pasar rakyat (pasar

tradisional), penerapan manajemen pengelolaan yang profesional,

penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga

yang bersaing; dan/atau, fasilitasi proses pembiayaan kepada para

pedagang pasar guna modal kerja dan kredit kepemilikan tempat

usaha.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan pasar rakyat (pasar

tradisional) secara profesional, PerMenDag No.70/M-

DAG/PER/12/2013 menjelaskan bahwa pengelolaan pasar harus

meliputi aspek:

(1) Menciptakan kestabilan harga, melalui pemantauan pasokan

barang yang tersedia di pasar secara teratur dan berinisiatif

14

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

menambahkan jumlah pasokan jika mulai terjadi sinyal-sinyal

kelangkaan terhadap barang tertentu.

(2) Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai

upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik

pedagang maupun konsumen pasar. Oleh karena itulah

mengapa pada pasar kategori tertentu perlu adanya fasilitas

pos ukur ulang, salah satu alasannya adalah untuk mencegah

terjadinya praktik-praktik kecurangan oknum yang tidak

bertanggung jawab.

(3) Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan

kepada para pedagang. Adapun kegiatan tersebut meliputi

diantaranya: pertama, peningkatan pelayanan kepada

konsumen baik mengenai kualitas barang, kebersihan, takaran,

kemasan, penyajian/penataan barang maupun dalam

pemanfaatan fasilitas pasar; kedua, peningkatan kompetensi

pedagang melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan;

ketiga, pembentukan paguyuban/kelompok pedagang dalam

rangka menjaring aspirasi para pedagang.

(4) Menyediakan ruang usaha bagi pedagang. Proses penyediaan

ruang usaha bagi setiap pedagang diatur berdasarkan

ketentuan sebagai berikut:

a. Penempatan pedagang dilakukan secara adil dan

transparan serta memberi peluang yang sama bagi para

pedagang.

b. Zonasi sesuai pengelompokkan barang dagangan

c. Penempatan pedagang diarahkan untuk memberikan skala

prioritas kepada para pedagang lama yang telah terdaftar

pada kantor pengelola pasar

d. Apabila terdapat kelebihan atau pengembangan tempat

usaha, skala prioritas diberikan kepada: 1) pedagang lama

yang tidak memiliki ijin resmi atau 2) pedagang yang

menyewa tempat usaha dari pedagang resmi

15

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

e. Pembagian wilayah tempat usaha ditujukan agar lokasi

usaha setiap pedagang memiliki kesempatan yang sama

untuk dikunjungin, dan

f. Pembinaan, pengelolaan, serta pengawasan pedagang

kaki lima (PKL).

e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, penggunaan istilah “pasar tradisional” berubah menjadi

“pasar rakyat”. Dalam Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa: Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau

bersama-sama mengembangkan sarana perdagangan berupa: (a). Pasar

rakyat; (b). Pusat perbelanjaan; (c). toko swalayan; (d). gudang; (e).

perkulakan; (f). pasar lelang komoditas; (g). pasar berjangka komoditi;

atau (h). sarana perdagangan lainnya.

Dalam penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Huruf a disebutkan bahwa: Yang

dimaksud dengan ‘Pasar Rakyat” adalah tempat usaha yang ditata,

dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta,

Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat

berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil

dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro,

kecil, dan menengah dengan proses jual beli Barang melalui tawar-

menawar.

Terkait arah kebijakan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pasar

rakyat, tercantum dalam pasal 13, Ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah

bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan pembangunan,

pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat dalam

rangka peningkatan daya saing. Selanjutnya didefinisikan pada Ayat (2)

tentang bentuk pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas

pengelolaan pasar rakyat yang meliputi: (a) pembangunan dan/atau

revitalisasi pasar rakyat, (b) implementasi manajemen pengelolaan yang

profesional, (c) fasilitasi akses penyediaan barang dengan mutu yang baik

16

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

dan harga yang bersaing, dan/atau (d) fasilitasi akses pembiayaan kepada

pedagang besar di pasar rakyat. Sedangkan pada Ayat (3) menyebutkan

bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pemberdayaan,

dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat diatur dengan atau

berdasarkan peraturan presiden.

17

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Tabel 2.1. Review Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional (Pasar Rakyat)

Undang-undang

UU. No. 7. Tentang Perdagangan

Pasar tradisional berubah menjadi pasar rakyat. Pasar rakyat adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah.

Arah kebijakan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat adalah: Melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat dalam rangka peningkatan daya saing yang meliputi:

a) pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat,

b) implementasi manajemen pengelolaan yang profesional,

c) fasilitasi akses penyediaan barang dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing, dan/atau

d) fasilitasi akses pembiayaan kepada pedagang besar di pasar rakyat.

Peraturan Presiden

PP. No. 12 tentang Penataan dan Pembinaan Sarana Distribusi Bidang Perdagangan, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Pasar adalah area tempat jual beli barang (co:pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya).

Syarat pendirian pasar:

(4) Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga

18

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

keberadaan sarana distribusi yang sudah ada sebelumnya

(5) Menyediakan areal parkir (6) Menyediakan fasilitas yang

menjamin pasar rakyat yang bersih, sehat, aman, tertib

Pembinaan dan pengawasan pasar dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah

Peraturan Menteri

Perdagangan

PerMenDag No.53 tentang pendirian pasar tradisional, izin usaha pengelolaah pasar tradisional (IUP2T), serta mekanisme pembinaan dan pengawasan pasar rakyat

PerMenDag No.53 mengatur tentang pasar tradisional sbb:

1) lokasi pendirian harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah

2) kondisi sosial ekonomi harus dapat dijelaskan dalam bentuk kajian akademis, sekaligus sebagai sarat penerbitan IUP2T

3) pembinaan dan pengawasan pasar rakyat berada dalam koordinasi Dirjen PDN Kementerian Perdagangan

PerMenDag No.48 tentang pedoman dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan

Mengatur tentang pedoman pembangunan dan revitalisasi/renovasi pasar rakyat (pasar tradisional) sbb:

1) pembangunan pasar harus berada dilokasi yang sebelumnya telah memiliki embrio pasar

2) tipe dan jenis pasar dibedakan kedalam tipe A dan tipe B

PerMenDag No.70 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern

Pengelola pasar tradisional harus dapat menciptakan daya saing melalui peremajaan/revitalisai pasar, penerapan manajemen pengelolaan, dan penyediaan barang dagangan dengan mutu baik dan harga bersaing

Pasar harus dapat menciptakan: kestabilan harga, kesesuaian standar berat dan ukuran, pembinaan, pendampingan dan pengawasan kepada para pedagang, dan menyediakan ruang usaha bagi pedagang.

2007 2008 2013 2014

19

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

2.2. Fokus Pengembangan Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan

Terhadap UU. No. 7 Tahun 2014

Berdasarkan telaah terhadap regulasi dan kebijakan terkait pasar

tradisional yang kini berubah menjadi pasar rakyat, maka fokus arah

pengembangan pasar rakyat yang akan dianalisis lebih lanjut dalam

analisis ini adalah pada hal-hal yang disimpulkan dalam Undang-undang

No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Dimana konsentrasi

pengembangan pasar rakyat berada ada pada 4 hal sebagai berikut:

2.2.1. Pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat

Menurut kamus besar bahasa indonesia (Moeliono, 2007;954),

revitalisasi adalah proses, cara, pembuatan menghidupkan kembali atau

menggiatkan kembali. Arti harfiah dari revitalisasi adalah menghidupkan

kembali, namun makna dari kata tersebut bukan sekedar mengadakan

atau mengaktifkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada, melainkan

menyempurnakan strukturnya, mekanisme kerjanya, dan menyesuaikan

dengan kondisi baru, semangatnya dan komitmennya.

Hal tersebut di atas selaras dengan Program Pengembangan

Pasar Rakyat Kementerian Perdagangan, yaitu Revitalisasi Pasar Rakyat.

Dimana, Revitalisasi Pasar Rakyat adalah program untuk mendukung

pengembangan pasar tradisional berdasarkan proposal yang diajukan

oleh Pemerintah Daerah. Fokus yang dilakukan pada Program Revitalisasi

Pasar adalah perbaikan fisik pasar dan pemberian diklat bagi pengelola

dan pedagang (Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan; Aspek Fisik Pasar,

Kementerian Perdagangan RI, 2011).

Pada periode 2011-2014, Kementerian Perdagangan bekerjasama

dengan Pemerintah Kabupaten/Kota telah melakukan

pembangunan/revitalisasi terhadap 2.471 Unit Pasar Rakyat melalui

mekanisme Dana Tugas Pembantuan dan Dana Alokasi Khusus.

Revitalisasi fisik dilakukan melalui pembangunan pasar baru maupun

renovasi. Revitalisasi manajemen dilakukan dengan melaksanakan

20

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

pelatihan manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan pengelola

pasar. Pasar Rakyat yang telah direvitalisasi diharapkan dapat dijadikan

"model" oleh Pemerintah Daerah dalam pembangunan dan

pengembangan Pasar Rakyat dimasa yang akan datang agar Pasar

Rakyat dapat tetap eksis dan mampu bersaing dengan perkembangan

toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan.

Alokasi anggaran dan jumlah Pasar Rakyat untuk program dan

kegiatan revitalisasi pasar selama periode 2011-2014 dengan

menggunakan Dana Tugas Pembantuan adalah sebesar Rp

2.246.089.118.000 untuk merevitalisasi 541 Pasar Rakyat di 334

Kabupaten/Kota. Selain melalui mekanisme Dana Tugas Pembantuan

dalam melakukan revitalisasi/pembangunan baru Pasar Rakyat,

pembangunan Pasar Rakyat dapat dilakukan pula melalui mekanisme

Dana Alokasi Khusus yang lebih diarahkan kepada pasar desa dan

kecamatan. Alokasi anggaran dan jumlah Pasar Rakyat untuk program

dan kegiatan revitalisasi pasar selama periode 2011-2014 dengan

menggunakan Dana Alokasi Khusus adalah sebesar Rp 1.451.572.610

untuk merevitalisasi 1.929 Pasar Rakyat di 1.104 Kabupaten/Kota.

Jika definisi pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat adalah

perbaikan fisik pasar, maka pemerintah sebenarnya sudah memberikan

definisi yang jelas terkait hal tersebut. Peraturan Menteri Perdagangan

No.48 tahun 2013, telah mensyaratkan beberapa ketentuan tentang

pendirian pasar rakyat yang diklasifikasikan dalam kategori pasar tipe A

dan tipe B, tipe C dan tipe D. Dimana dalam peraturan tersebut,

didefinisikan secara detil mengenai lokasi, kelengkapan yang harus

dimiliki oleh pasar, serta aturan aksesibilitas masyarakat yang harus

dipenuhi (lihat tabel 2).

21

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Tabel 2.2. Kategorisasi Pasar Rakyat berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013.

Kategori Pasar berdasarkan PerMenDag No.48 tahun 2013

Pasar Kategori Tipe A

a. luas lahan paling sedikit 3.000 m2; b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 150 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios,

selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang,

penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 50m2;

3) toilet/WC; 4) tempat ibadah; 5) pos ukur ulang (paling kecil ukuran 2m x 2m); 6) pos kesehatan; 7) pos keamanan; 8) drainase (ditutup dengan grill); 9) tempat penampungan sampah sementara; 10) gudang tempat penyimpanan stok barang; 11) area bongkar muat; 12) tempat parkir; 13) area penghijauan; 14) hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire

extinguisher); 15) instalasi air bersih dan jaringan listrik; 16) instalasi pengolahan air limbah (IPAL); 17) telekomunikasi; 18) sistem informasi harga dan stok; dan 19) papan pengumuman informasi harga harian

f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;

g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar;

22

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan setiap hari; dan

i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan.

Pasar Kategori Tipe B

a. luas lahan paling sedikit 1.500 m2; b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 75 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios,

selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang,

penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 40m2;

3) toilet/WC; 4) tempat ibadah; 5) pos kesehatan; 6) pos keamanan; 7) drainase (ditutup dengan grill); 8) tempat penampungan sampah sementara; 9) tempat parkir; 10) area penghijauan; 11) hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire

extinguisher); 12) instalasi air bersih dan jaringan listrik; 13) telekomunikasi; 14) sistem informasi harga dan stok; dan 15) papan pengumuman informasi harga harian

f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;

g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar;

h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan paling sedikit 3 hari dalam seminggu; danCCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan.

Pasar a. luas lahan paling sedikit 1.000 m2;

23

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Kategori Tipe C

b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios,

selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) toilet/WC; 3) tempat ibadah; 4) pos kesehatan; 5) drainase (ditutup dengan grill); 6) tempat penampungan sampah sementara; 7) tempat parkir; 8) area penghijauan; 9) hidran; 10) instalasi air bersih dan jaringan listrik; dan 11) telekomunikasi;

f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;

g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar;

h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 atau 2 hari dalam seminggu.

Pasar Kategori Tipe D

a. luas lahan paling sedikit 500 m2; b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los dan

sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) toilet/WC; 3) tempat ibadah; 4) drainase (ditutup dengan grill); 5) tempat penampungan sampah sementara; 6) area penghijauan; dan 7) instalasi air bersih dan jaringan listrik;

f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum;

g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh

24

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Manajemen pengelolaan pasar; h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 atau

2 hari dalam seminggu

Lebih lanjut analisis terdahulu yang pernah dilakukan oleh Puska Dagri,

BPPKP Kementerian perdagangan (2012) telah merekomendasikan

sejumlah hal terkait revitalisasi yang berkaitan dengan fisik pasar, yaitu:

a) Revitalisasi terhadap fisik bangunan bukan semata peremajaan

atau memperbanyak jumlah kios. Penting untuk memperhatikan

struktur pembangunan pasar berdasarkan potensi arah arus

pengunjung sehingga visibilitas dan aksesibilitas pasar baik.

b) Muka pasar harus dapat terlihat dari jalan utama, perlu adanya

papan identitas pasar yang terletak di muka pasar dengan ukuran

minimal 5 x 2 M. Jika pasar terletak di dalam komplek lingkungan,

perlu ada tanda identitas pasar di jalan utama yang menunjukkan

keberadaan pasar, bahkan jika dirasa perlu pemerintah wajib

membuka akses pasar ke jalan umum (membangun sarana jalan

atau menambah trayek angkutan umum menuju pasar).

c) Untuk memenuhi kecukupan sirkulasi udara, tinggi bangunan pasar

mulai dari lantai sampai atas minimal 6M. Sedangkan untuk

memenuhi kecukupan sirkulasi manusia di lorong pasar, maka

lebar jalur arus pengunjung di dalam pasar minimal 1M dengan

catatan tidak ada pedagang yang menempatkan barang

dagangannya di lorong tersebut.

d) Sebaiknya pasar memiliki fasilitas penunjang minimal yang

memadai seperti fasilitas MCK, fasilitas Ibadah, fasilitas parkir

(untuk pengunjung dan bongkar muat), fasilitas air bersih, listrik,

saluran pembuangan, dan tempat pembuangan sampah

sementara.

25

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Berdasarkan tinjauan regulasi dan kebijakan serta kajian yang

sudah pernah dilakukan sebelumnya terkait pasar tradisional, maka fokus

revitalisasi terhadap pasar rakyat adalah pada fisik bangunan dengan

memenuhi kelengkapannya sebagaimana yang telah diatur dan

ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan peruntukan wilayahnya.

Mengacu pada klasifikasi kelas pasar yang dibuat oleh Lupotosari (2011),

maka pasar dengan kategori tipe A yang dimaksud dalam PerMenDag

No.48 tahun 2013 dapat diklasifikasikan sebagai pasar kelas I yaitu pasar

rakyat yang berada pada tingkat regional. Sedangkan pasar kategori tipe

B adalah pasar kelas II yang melayani perdagangan tingkat kota, dan

pasar kategori tipe C adalah pasar kelas III untuk tingkat wilayah bagian

kota, dan terakhir pasar kategori tipe D adalah pasar kelas IV untuk

melayani perdagangan tingkat lingkungan.

2.2.2. Implementasi manajemen pengelolaan yang profesional

Implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional juga

telah diatur sebelumnya dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013,

dalam PerMenDag tersebut pengelolaan pasar yang baik harus dapat

menciptakan elemen-elemen sebagai berikut:

a. Menciptakan kestabilan harga.

Pasar dalam fungsinya menciptakan kestabilan harga

diterjemahkan melalui aktivitas pengelola pasar dalam memantau

pasokan barang yang tersedia di pasar secara teratur, serta

mengidentifikasi sinyal-sinyal kelangkaan terhadap barang tertentu.

Fungsi untuk menciptakan kestabilan harga sebetulnya sudah

disinggung dalam kelengkapan yang harus dimiliki pasar

khususnya untuk pasar kategori A dan B, yaitu dengan

menyediakan sistem informasi harga dan stok, serta papan

informasi harga harian.

26

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Jika sistem informasi tersebut dijalankan dengan baik oleh

pengelola pasar, maka fluktuasi harga dan barang yang beredar di

pasar rakyat bisa dimonitor dengan baik. Selain itu pengunjung

pasar juga bisa selalu mengetahui kisaran harga bahan pangan

yang berlaku sehingga pedagang tidak bisa menentukan harga

sesuai keinginannya. Sistem informasi tersebut juga bisa berlaku

untuk pedagang pasar. Berjalannya sistem informasi harga dan

stok dengan baik, membuat pedagang bisa melindungi dirinya dari

harga yang ditawarkan oleh pengumpul ataupun saluran distribusi

lain sebelum sampai ke tangannya.

b. Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya

menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik pedagang

maupun konsumen pasar.

Fungsi memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran juga bisa

dipantau langsung oleh pengelola pasar dengan kriteria selanjutnya

yang harus dilengkapi oleh pasar, yaitu pos ukur ulang. Dengan

adanya pos ukur ulang tersebut baik pedagang maupun

pengunjung pasar dapat terlindung.

Jika dijalankan dengan benar, maka pengelola pasar dapat

melakukan pemantauan terhadap alat ukur (timbangan) yang

digunakan oleh pedagang untuk menjual barang dagangan kepada

pengunjung di pasar, selain itu pengelola pasar juga dapat

membantu pedagang pasar untuk memantau pengukuran barang

yang datang dari pengumpul maupun saluran distribusi lainnya.

Berdasarkan PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013, hanya

pasar dengan kategori tipe A yang diwajibkan memiliki

ketersediaan pos ukur ulang, hal tersebut diasumsikan karena

pasar kategori tipe A adalah pasar rakyat kelas I yang melayani

perdagangan yang berada pada tingkat regional sehingga

merupakan muara dari berbagai pengumpul dan pedagang skala

27

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

menengah dan besar. Meskipun demikian bukan tidak mungkin pos

ukur ulang bisa diadakan juga di pasar kategori tipe B bahkan C

dan D, namun perlu disesuaikan peruntukan dan kebutuhannya.

c. Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan

kepada para pedagang.

Dalam perannya membina, mendampingi, dan mengawasi para

pedagang. Pengelola pasar diharapkan dapat memenuhi 3

ketentuan sebagai berikut:

1. Pedagang mampu memberikan pelayanan prima kepada

konsumen baik dari sisi kualitas barang, kebersihan, takaran,

kemasan, penyajian/penataan barang maupun dalam

pemanfaatan fasilitas pasar.

2. Untuk dapat memenuhi poin satu, maka pengelola pasar sebisa

mungkin memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan

cara-cara yang benar dalam memberikan pelayanan prima

tersebut.

3. Membentuk paguyuban/kelompok pedagang dalam rangka

menjaring aspirasi para pedagang. Meskipun banyak kesan

negatif terhadap paguyuban/asosiasi pedagang, jika pengelola

pasar mampu membina dan bekerja sama dengan baik,

asosiasi tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap

keberlangsungan pasar tradisional; misalnya memberi masukan

terhadap pembangunan, penataan, dan pengendalian pasar.

Termasuk didalamnya sharing dari pedagang kelas yang lebih

tinggi tentang tata cara meningkatkan status sosial kelas usaha

dagang.

Untuk mendukung peran pengelola pasar dalam melaksanakan

pembinaan, pendampingan, dan pengawasan kepada para

pedagang, Kementerian Perdagangan sudah memiliki program

28

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

pemberian pendidikan dan pelatihan kepada pengelola pasar dan

pedagang yang disertakan sekaligus pada program revitalisasi.

Meskipun pada praktiknya, hanya pasar yang proposal pengajuan

revitalisasinya disetujui yang berhak mendapatkan bantuan

program revitalisasi dan pendidikan serta pelatihan tersebut. Untuk

itu, maka terlebih dahulu pasar rakyat harus menunjukkan sistem

pengelolaan yang meskipun belum prima, namun sedikitnya cakap

sehingga dapat diteruskan untuk menjadi pasar percontohan.

d. Menyediakan ruang usaha bagi pedagang.

Peran pengelola pasar dalam menyediakan ruang usaha bagi

pedagang meliputi penempatan pedagang berdasarkan prioritas

sebagai berikut:

1) Jika suatu pasar mengalami pengembangan bangunan fisik

maka penempatan pedagang berdasarkan skala prioritas

adalah: pertama, mendahulukan pedagang lama yang telah

terdaftar pada kantor pengelola pasar, kedua pedagang lama

yang tidak memiliki ijin resmi (namun segera didata untuk

memiliki ijin resmi), ketiga pedagang yang selama ini menyewa

tempat usaha dari pedagang resmi untuk difasilitasi menyewa

langsung dari pengelola pasar, keempat sebisa mungkin

menyediakan lokasi untuk pedagang kaki lima (PKL) agar lebih

mudah bagi pengelola pasar dalam melakukan pembinaan,

pengelolaan, serta pengawasan.

2) Penempatan pedagang sebisa mungkin dilakukan secara adil

dan transparan serta memberikan peluang yang sama bagi

pedagang. Maksudnya adalah pembagian wilayah tempat

usaha ditujukan agar lokasi usaha setiap pedagang memiliki

kesempatan yang sama untuk dikunjungi oleh konsumen.

3) Dengan demikian perlu dibuatkan zonasi yang disesuaikan

berdasarkan pengelompokkan per kategorgi komoditas,

29

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

diantaranya: kategori basahan, keringan, sayur mayur,

makanan dan minuman, serta kue-kue kering, dan lainnya.

Untuk mendukung implementasi pengelolaan pasar tradisional yang

profesional sebagaimana diatur dalam PerMenDag No.70/M-

DAG/PER/12/2013, hasil kajian Puska Dagri, BPPKP Kementerian

perdagangan (2012) menyarankan sejumlah hal yang berkaitan dengan

pengelolaan pasar secara internal maupun eksternal yang meliputi

koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah terkait hal-hal sebagai

berikut:

a. Harus disiapkan peraturan dan petunjuk teknis tertulis dan

dipublikasikan mengenai pengelolaan pasar tradisional secara

khusus di daerah yang terpisah dari materi penataan pasar

modern, meliputi: kewenangan pemda; klasifikasi pasar; hak dan

kewajiban pedagang; tata cara penempatan pedagang,

pembiayaan; fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pasar (dalam

ukuran kuantitas dan kualitas minimal yang harus disediakan);

standar operasional prosedur pelayanan pasar (parkir, kebersihan,

keamanan, air bersih, sampah, penerangan, dan keterlibatan

masyarakat).

b. Daerah dengan jumlah pasar desa yang signifikan sebaiknya

menyiapkan peraturan perundangan tersendiri mengenai

pengelolaan pasar desa.

c. Daerah yang pasar tradisionalnya dikelola oleh BUMD/Dinas Pasar

sebaiknya memiliki MoU dan Perjanjian yang jelas antara Dinas

Perdagangan dan BUMD/Dinas Pasar perihal pengucuran dana

APBN, Pembangunan Pasar, dan serah terima pasar yang telah

direvitalisasi.

Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar

rakyat, dalam tujuan untuk menciptakan manajemen pengelolaan yang

profesional dapat dilakukan dengan memenuhi elemen fungsi pengelola

pasar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam PerMenDag

30

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

No.70/M-DAG/PER/12/2013, yaitu: (1) Menciptakan kestabilan harga, (2)

Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya

menjaga tertib ukur, (3) Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan

pengawasan kepada para pedagang, (4) Menyediakan ruang usaha bagi

pedagang.

2.2.3. Fasilitasi akses penyediaan barang

Implementasi pasar sebagai fasilitas akses penyediaan barang

dengan mutu yang baik, dan segar, serta harga yang bersaing seharusnya

dapat menjadi salah satu komponen yang menjadi daya saing tersendiri

bagi pasar rakyat. Namun sayangnya hal tersebut seringnya terkendala

urusan logistik sehingga pedagang kerap kesulitan untuk dapat

menyediakan barang dengan mutu yang baik jika tidak berdekatan

dengan sumber produksinya langsung.

Hal tersebut sebenarnya bisa diatasi jika pusat distribusi,

sebagaimana pernah disinggung dalam PerMenDag No.48 tahun 2013,

sudah bisa dijalankan dengan baik. Dalam PerMenDag No.48 tahun 2013

Pusat distribusi didefinisikan sebagai tempat yang berfungsi sebagai

penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang

baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar

dalam negeri dan/atau pasar luar negeri.

Pusat distribusi dibagi kedalam dua jenis yaitu; pusat distribusi

regional (PDR) yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di

beberapa provinsi yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah

konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk

dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Selanjutnya

adalah pusat distribusi provinsi (PDP), yaitu pusat distribusi yang

berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di beberapa

kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah

konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk

dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau.

31

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2015 –

2019 (p.26-27) telah disebutkan bahwa arah kebijakan pembangunan

dalam negeri adalah “penataan sistem distribusi nasional yang menjamin

kelancaran arus barang dan jasa, kepastian beursaha, dan peningkatan

daya saing produk domestik”. Hal tersebut akan ditempuh antara lain

dengan meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intra wilayah

dengan mengembangkan “distribution point” dalam memperlancar dan

memperkuat sistem logistik nasional – PDR/PDP dan pasar rakyat.

Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun

2015 – 2019 (p. 27), pengembangan “distribution point” tersebut telah

dilakukan sejak tahun 2013 melalui pematangan konsep pusat distribusi

regional, serta pengembangan dan pembangunan pusat distribusi

regional. Langkah tersebut dituangkan secara lebih detil dalam

PerMenDag No.48 tahun 2013 dengan memberikan definisi terperinci

mengenai pusat distribusi regional dan provinsi sebagai berikut:

Tabel 2.3. Kategorisasi Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013.

Kategori Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 tahun 2013

Pusat Distribusi Provinsi - PDP

a. luas lahan paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);

b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;

c. peruntukan laban sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;

d. tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten dan kota;

e. berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan;

f. dapat berfungsi sebagai daerah kolektor (pusat konsolidasi)

g. bangunan utama Pusat Distribusi Provinsi dan sarana pendukung, meliputi: 1. kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor

32

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

fasilitasi pembiayaan; 2. gudang tempat penyimpanan komoditi; 3. ruang/tempat untuk pelelangan komoditi; 4. etalase produk; 5. ruang sortir dan pengemasan produk; 6. toilet/WC; 7. tempat ibadah; 8. area bongkar muat; 9. tempat parkir; 10. pos kesehatan; 11. pos keamanan; 12. tempat penampungan sampah sementara; 13. drainase (di tutup dengan grill); 14. hidran; 15. instalasi air bersih dan instalasi listrik; 16. area penghijauan; 17. instalasi pengolahan air limbah; dan 18. telekomunikasi;

h. sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain);

i. dikelola secara langsung oleh suatu manajemen Pusat Distribusi;

j. CCTV yang terhubung secara onlinedengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan

k. peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.

Pusat Distribusi Regional - PDR

a. luas lahan paling sedikit 15.000 m2 (lima belas ribu meter persegi);

b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah;

c. peruntukan laban sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat;

d. tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota;

e. berada pada lokasi dekat pelabuhan danfatau terminal angkutan;

f. bangunan utama Pusat Distribusi Regional dan sarana pendukung, meliputi: 1. kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor

33

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

fasilitasi pembiayaan; 2. gudang tempat penyimpanan komoditi; 3. ruang/tempat untuk pelelangan komoditi; 4. etalase produk; 5. ruang sortir dan pengemasan produk; 6. toilet/WC; 7. tempat ibadah; 8. area bongkar muat; 9. area penimbunan peti kemas; 10. tempat parkir; 11. pos kesehatan; 12. pos keamanan; 13. tempat penampungan sampah sementara; 14. drainase ( di tutup dengan grili); 15. hidran; 16. instalasi air bersih dan instalasi listrik; 17. area penghijauan; 18. instalasi pengolahan air limbah; dan 19. telekomunikasi;

g. sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain);

h. dikelola secara langsung oleh suatu manaJemen Pusat Distribusi;

i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan

j. peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.

Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar rakyat,

dalam tujuan untuk memfasilitasi akses penyediaan barang tidak bisa

berdiri sendiri, melainkan harus didukung dengan adanya sistem

distribusi yang terintegrasi dengan masing-masing pasar rakyatyang

berlokasi di sekitarnya.

34

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

2.2.4. Fasilitasi akses pembiayaan.

Meskipun tidak secara detil dibahas dalam tataran regulasi dan

kebijakan tentang apa yang dimaksud dengan arah pengembangan pasar

rakyat dalam fungsinya memfasilitasi akses pembiayaan, namun disetiap

kategori pasar dan pusat distribusi wajib menyertakan kantor fasilitasi

pembiayaan.

Dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013 dinyatakan bahwa

fasilitasi akses pembiayaan bagi pedagang pasar dilakukan dalam upaya

peningkatan modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha.

Dengan demikian maka dapat diasumsikan bahwa fasilitasi akses

pembiayaan yang dimaksud dapat berupa koperasi ataupun fasilitas

keuangan lainnya. Terkait hal tersebut maka dalam bab X (sepuluh) UU

No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan, diterakan bahwa pemerintah

dan/atau pemerintah daerah menyatakan akan melakukan pemberdayaan

terhadap koperasi yang berupa pemberian fasilitas, insentif, bimbingan

teknis, akses, dan/atau permodalan, serta bantuan promosi dan

pemasaran. Dalam pelaksanaannya pemerintah dan/atau pemerintah

daerah dapat bekerjasama dengan pihak lain.

Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar

rakyat, dalam tujuan untuk memfasilitasi akses pembiayaan dapat

didukung dengan adanya sistem finansial/perbankan lainnya.

2.3. Studi Literatur Fenomena Pasar Rakyat (Pasar Tradisional)

Belajar dari karakteristik dan berbagai fenomena pasar tradisional

di banyak negara dapat memperkaya pemahaman mengenai esensi dari

identitas pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih

terus ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi

sebagai penggerak ekonomi lokal.

Beberapa penelitian sebelumnya mengklasifikasikan pasar rakyat

berdasarkan segmentasi status sosial ekonomi pengunjung/pembeli.

35

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Dimana masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah atas akan

cenderung meninggalkan pasar rakyat dan beralih berbelanja ke pasar

modern dan begitupun sebaliknya, masyarakat dengan status sosial

ekonomi menengah bawah akan cenderung berbelanja ke pasar rakyat

dibandingkan pasar modern (Appel, 1972; Findlay et al., 1990; Goldman,

1981; Kaynak and Cavusgil, 1982; Kumcu and Kumcu, 1987).

Namun penelitian Goldman dan Hino (2005), membuktikan

sebaliknya. Faktor etnis dan budaya turun temurun, serta faktor geografis

dapat memberi pengaruh yang bertolak belakang. Masyarakat dengan

status sosial ekonomi menengah atas dapat lebih memilih berbelanja di

pasar rakyat dibandingkan di pasar modern. Alasannya sederhana, jarak

membuat pasar rakyat lebih mudah untuk dijangkau dibandingkan pasar

modern yang cenderung berada di tengah kota. Dan produk yang

ditawarkan di pasar rakyat cenderung lebih bervariasi, segar dan lebih

memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Oleh karena itu, Gonzales & Waley (2013), membahas mengenai

modernisasi pasar rakyat di Inggris sebagai jawaban atas potensinya yang

masih cukup besar dalam memenuhi kebutuhan semua golongan

masyarakat. Gonzalez dan Waley (2012) mengangkat

konteksgentrification dalam upaya me-modern-kan, mengemas ulang, dan

me-rebranding (memberikan identitas baru) pasar rakyat (Kirkgate di

Leeds UK) agar lebih dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dalam

artikelnya juga disinggung kritik terhadap otoritas lokal yang kerap

menjadikan pasar rakyat sekedar “sapi perah” melalui pungutan retribusi

tanpa imbal balik investasi, sehingga penurunan fisik pasar adalah

fenomena umum yang sering sekali ditemui (House of Commons 2009

dalam Gonzales dan Waley, 2013.,p.5).

Gentrificationadalah peningkatan vitalitas suatu kawasan melalui

peningkatan kualitas lingkungan, sarana dan prasarana di dalam kawasan

tersebut dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi (Hendrakusumah,

2014). Dalam artikelnya Gonzalez dan Waley (2013) menerjemahkan

36

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

gentrifikasi sebagai upaya untuk merenovasi dan mengimprovisasi pasar

rakyat dengan mengutamakan 3 hal sebagai berikut: (1) renovasi pasar

dari sisi struktur pengelolaan, (2) pengelompokkan elemen masyarakat

yang terkait dengan aktivitas pasar rakyat, dan (3) upaya mempromosikan

pasar rakyat sebagai kegiatan berbelanja yang dapat memberikan

pengalaman tersendiri disertai dengan penyediaan lingkungan yang bersih

dan tertata rapi.

Menurut Gonzales dan Wasley (2013) pasar yang baik adalah

pasar yang dikelola oleh badan/lembaga tertentu baik pemerintah maupun

swasta, sehingga pengawasan pelaksanaan lebih terintegrasi. Selain itu

diharapkan renovasi struktur diikuti dengan renovasi infrastruktur yang

dapat memberikan ruang spesifik dimana pasar rakyat bisa

terimplementasi dengan baik. Pasar rakyat bukan sekedar pasar untuk

memenuhi kebutuhan berbelanja sehari-hari, namun dapat diekstensifikasi

sebagai wisata budaya (Cook, 2008) dan kekayaan lokal, bahkan jika

mungkin pusat wisata kuliner lokal (Heldke, 2007).

Beralih kepada fenomena pasar rakyat di negara berkembang.

Fokus utama pemberdayaan pasar rakyat di Thailand diantaranya adalah

menyeimbangkan posisi pasar rakyat dengan pasar modern, dimana

pertumbuhannya kian hari kian pesat dan semakin menggerus fungsi

pasar rakyat (Schipmann & Qaim, 2011). Hal serupa juga terjadi di

Indonesia, keberadaan pasar rakyat kini semakin terhimpit dengan

pesatnya pertumbuhan pasar modern. Survey AC Nielsen (dalam

Indroyono, 2013) menyatakan bahwa pangsa pasar rakyat (tradisional)

menurun dari 65% pada tahun 2000, menjadi hanya sebesar 47% pada

tahun 2008. Artinya, telah terjadi penurunan omzet pasar rakyat sebesar

18% selama 8 tahun , atau rata-rata penurunan sebesar 2,25% per tahun.

Meskipun demikian, tidak selamanya pergeseran pasar rakyat

dikarenakan pesatnya pertumbuhan pasar modern. Suryadarma, et al

(2007) menuliskan bahwa pasar rakyat di Indonesia memang mengalami

penurunan, akan tetapi penyebab penurunan minat pada pasar rakyat di

37

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Indonesia yang sering kali dikaitkan dengan banyaknya kompetisi dari

supermarket atau pasar modern tidak selamanya benar, karena

sesungguhnya permasalahan utama dari pasar rakyat di Indonesia

terletak pada permasalahan internal, dan permasalahan antar penjual di

lapangan.

Selain itu penyebab lainnya juga diungkapkan oleh Slater dan

Henley (1969) bahwa, konsep pasar rakyat yang selama ini ada

merupakan konsep multi-shop stopping, maksudnya adalah untuk dapat

memenuhi kebutuhannya, seorang konsumen harus mengunjungi

beberapa toko/tenant dalam satu lokasi pasar rakyat dan melakukan

proses jual beli dan tawar menawar secara berulang ulang. Untuk

masyarakat yang tidak menyukai kondisi yang demikian, hal tersebut

dianggap sebagai aktivitas yang membutuhkan opportunity cost serta

tenaga yang lebih besar dibandingkan jika mereka mendatangi pasar

modern dengan konsep one-stop shopping. Dimana mereka dapat

membeli semua barang yang dibutuhkan dalam satu lokasi, dan

membayar pada satu exit door saja.

Berdasar pada fenomena multi-shop stopping dan one-stop

shopping pasar rakyat vs pasar modern, Slater dan Henley (1969)

mengganggap pergeseran dari pasar rakyat menuju pasar modern cukup

wajar dan seringnya terjadi untuk masyarakat dengan status sosial

ekonomi menengah atas yang tidak ingin direpotkan untuk berpindah-

pindah kios dalam memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan pertumbuhan

ekonomi, perilaku ini kemudian diikuti juga oleh masyarakat dengan status

sosial ekonomi menengah bawah dengan motif “wisata” sebagai tujuan

lain dari berbelanja di pasar modern.

Sudut pandang lain mengenai pasar tradisional dari negara

berkembang lainnya datang dari Kenya. Lagerkvist, Okello & Kalanja

(2015) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa pasar rakyat kental

kaitannya dengan isu kesehatan. Jika pada literatur sebelumnya (di

negara maju) pasar rakyat justru dikaitkan dengan penghasil bahan

38

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

pangan segar, maka di Kenya, pasar rakyat identik memiliki perceived risk

yang lebih besar dari sisi kesehatan, karena “interaksi” langsung antara

bahan pangan pokok dengan lingkungan sekitar yang tidak tertata dengan

baik dari sisi kebersihan.

Dalam konteks pasar rakyat di Indonesia, Pusat Kebijakan

Perdagangan Dalam Negeri (BPPKP, Kementerian Perdagangan, 2012)

telah melakukan kajian terhadap kinerja pasar tradisional sebagai dampak

atas peran revitalisasi dengan tujuan untuk mengetahui signifikasi peran

revitalisasi dari sudut pandang pedagang, serta bagaimana komitmen

pemerintah daerah terhadap pengembangan pasar rakyat, dan

memperoleh gambaran pertumbuhan ekonomi skala lokal sebagai

dampak tidak langsung dari proses revitalisasi pasar tersebut.

Revitalisasi sendiri diukur berdasarkan revitalisasi fisik bangunan,

revitalisasi ekonomi (dalam perannya meningkatkan pertumbuhan

ekonomi lokal), revitalisasi sosial (menjadi wadah elemen masyarakat

untuk turut aktif berperan dalam prosesaktivitas pasar), dan revitalisasi

manajemen (praktek pengelolaan pasar yang didasarkan pada produk

hukum terkait).Hasil yang diperoleh bervariasi bergantung pada objek

penelitian yang dalam kajian tersbeut dibagi dalam dua bagian sebagai

komparasi dari “contoh baik” dan “contoh buruk” kinerja pasar pasca

revitalisasi.

Untuk pasar dengan kategori “contoh baik” maka revitalisasi

berperan cukup signfikan terhadap pengelola, pedagang pasar, dan

pengunjung. Bagi pengelola, fisik bangunan yang direvitalisasi membuat

bentuk bangunan menjadi semakin tertata rapih, bersih, dan nyaman.

Perluasan fisik juga berarti potensi penambahan pedagang baru dan/atau

penempatan pedagang lama yang dahulu belum tertata dengan baik. Bagi

pedagang dan pengunjung pasar, fisik bangunan yang sudah memenuhi

kelengkapan pasar sebagaimana diharuskan memudahkan proses

transaksi belanja sesuai dengan kebutuhannya. Dalam tahapan ini peran

pasar bukan sekedar pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari untuk

39

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

masyarakat lokal, melainkan dapat diekstensifikasi sebagai wisata budaya

dan kekayaan lokal sebagai nilai tambah dari pasar tersebut.

Revitalisasi fisik yang baik pada akhirnya akan berdampak pada

revitalisasi ekonomi, dimana pasar semakin menarik untuk dikunjungin.

Namun sayang, dampak positif tersebut belum didukung dengan

pertumbuhan omzet dan profit pedagang secara signifikan. Petumbuhan

omzet dan profit yang dirasakan pedagang tidak terlalu pesat, sebagian

besar diakibatkan bahwa dampak revitalisasi fisik juga berpotensi

mendatangkan pedagang baru sehingga menambah tingkat persaingan.

Sementara untuk disisi pengelola pasar omzet pendapatan pasar sudah

pasti akan meningkat seiring dengan perluasan pasar tersebut. Dengan

demikian revitalisasi perlu mempertimbangkan dampak pertumbuhan

ekonomi yang terjadi bukan hanya dari sisi pengelola pasar, melainkan

juga dari sudut pandang pedagang.

Revitalisasi sosial yang diangkat dalam kajian tersebut adalah

bagaimana pasar dapat menjadi wadah elemen masyarakat untuk turut

aktif dalam proses aktivitas pasar. Pasar rakyat yang berada di wilayah

tertentu akan lebih baik jika memberdayakan masyarakat yang juga

tinggal dan berdomisili di wilayah tersebut. Pasar yang baik secara

struktur sosial akan berdampak pada pertumbuhan sektor informal lainnya

dalam mendukung aktivitas perdagangan, seperti transportasi publik,

tempat kuliner, dan lainnya. Dengan demikian perlu dipertimbangkan

faktor-faktor sosial masyarakan dalam melakukan revitalisasi pasar rakyat

kedepannya.

Yang menjadi kendala dalam revitalisasi pada “contoh baik “

maupun “contoh buruk” adalah revitalisasi manajemen, dalam kaitannya

sebagai praktek pengelolaan pasar yang didasarkan pada produk hukum

terkait. Hanya sedikit pasar rakyat yang di bawah kendali Dinas khusus

pengelola pasar rakyat di tingkat kabupaten/kota. Hal tersebut

mengakibatkan revitalisasi dan pengelolaan pasar terkadang belum fokus.

Persoalan mendasar yang harus diperhatikan adalah bahwa upaya

40

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

revitalisasi merupakan langkah awal dari terciptanya manajemen

pengelolaan yang lebih baik, sehingga diperlukan karakteristik

kelembagaan pengendali dan pengelola yang lebih kuat.

Mengaitkan definisi revitalisasi berdasarkan regulasi dan kebijakan

yang ditetapkan oleh pemerintah, serta fenomena tentang pasar

tradisional yang ada, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan

dalam hal ini sebagai gambaran besar fokus dan tujuan dari revitalisasi

pasar tradisional itu sendiri, yaitu: Perlu adanya transformasi konsep

pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi

bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik

secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap secara

pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan

lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015),

serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.Dalam prosesnya

penting untuk tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial

dan memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan

pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari

pasar rakyat itu sendiri.

41

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

BAB III

METODOLOGI

3.1. Kerangka Berpikir

Fokus pembahasan pada studi ini adalah analisis arah

pengembangan pasar rakyat. Dalam proses pembahasan, terlebih dahulu

dilakukan telaah pasar rakyat berdasarkanproduk hukum terkait dari tahun

ke tahun. Kajian terhadap produk hukum tersebut akan

mengerucut/menyempit pada fokus dan arah kebijakan pengembangan

pasar rakyat dengan masing-masing solusinya.

Selanjutnya dilakukan studi literatur terhadap fenomena pasar

tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam rangka

memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas pasar rakyat

yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus ada dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi sebagai penggerak

ekonomi lokal.

Telaah pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang terkait dari

tahun ke tahun disertai dengan tambahan literatur pada akhirnya

diharapkan dapat memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang

harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat.Dengan demikian

maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada eksplorasi pada

masing-masing tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut, yang akan

dilakukan berdasarkan studi literatur dan teori yang sesuai. Sehingga

pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi konsep arah

pengembangan pasar rakyat selanjutnya.. Kerangka pemikiran dijelaskan

pada Gambar 3.1 berikut.

42

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Gambar 3.1.Kerangka Berpikir Analisis

3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Metodologi analisis ini seluruhnya dilakukan berdasarkan studi

literatur melalui telaah terhadap gambaran kebijakan pemerintah di tingkat

nasional, serta mengenai arah dan implementasi program pengembangan

pasar rakyat sebagai referensi. Studi literatur juga digunakan untuk

ARAH PENGEMBANGAN

PASAR RAKYAT

LITERATUR REVIEW

studi literatur terhadap fenomena pasar tradisional/pasar rakyat di negara maju dan

berkembang dalam rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas

pasar rakyat

REKOMENDASI KONSEP ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT SELANJUTNYA.

43

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

mengumpulkan berbagai literatur, konseptual dan hasil penelitian

sebelumnya yang terkait dengan tema analisis.

Dalam kerangka ini, literatur akan dikumpulkan melalui eksplorasi

data yang relevan dari buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet,

serta referensi lainnya yang signifikan dengan analisis ini. Review

kebijakan (policy review) akan dilakukan terhadap sejumlah produk hukum

dan kebijakan terkait dengan pengembangan pasar tradisional (pasar

rakyat).

3.3. Metode Analisis

Untuk memastikan validitas dari temuan literatur yang digunakan

pada analisis ini, dilakukan serangkaian teknik keabsahan data

diantaranya: triangulasi sumber data, yaitu dengan mengumpulkan data

sekunder dari berbagai sumber yang berbeda untuk meminimalisir bias

dan kecenderungan konteks pembahasan. Selanjutnya dilakukan

triangulasi investigator, dalam hal ini dipekerjakan lebih dari satu peneliti

untuk dapat menginterpretasi data sekunder yang ditemukan, juga untuk

meminimalisir bias pemahaman subjektif peneliti terhadap kontek literatur

yang diperoleh.

Untuk memenuhi kriteria reliability, maka dilakukan inter-rater

reliability, yaitu dengan meminta pendapat ahli (expert) untuk me-review

hasil analisis dalam upaya menyimpulkan temuan awal, memberikan

masukan dan evaluasi terhadap kecukupan temuan data, serta

memberikan masukan dalam upaya mempertajam hasil analisis.

44

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada akhir dari bab sebelumnya disimpulkan bahwa gambaran

besar fokus dan tujuan dari revitalisasi pasar tradisional adalah: Perlu

adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang

menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar

rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap

secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan

lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta

mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Fokus tersebut akan diulas satu

persatu dalam sub-bab berikut:

4.1. Transformasi Konsep dan Identitas Pasar Rakyat

Revitalisasi pasar rakyat merupakan upaya serius dari Kementerian

Perdagangan untuk mentransformasi citra pasar rakyat dari kesan yang

identik dengan kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi

pasar rakyat yang bersih, nyaman dan tepat ukur dalam upaya

meningkatkan daya saing pasar rakyat terhadap pasar modern.

Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah

pengembangan konsep identitas baru dari pasar rakyat yang dikemudian

hari dapat dikomunikasikan secara massal kepada masyarakat

Indonesia.Untuk mengembangkan identitas tersebut agar lebih terstruktur,

maka pembahasan kali ini akan meminjam konsep dan teori tentang

brand.

Brand adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau

kombinasi dari semua elemen tersebut yang dimaksudkan untuk dapat

mengidentifikasi sekaligus membedakan suatu produk dan/atau jasa

dengan pesaingnya (AMA dalam Keller, 2008). Mengapa sebuah brand

menjadi penting karena melaluinya seorang konsumen akan menilai suatu

produk/jasa yang ditawarkan.

45

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Konsep brand dapat dilekatkan hampir pada apa saja. Keller (2008)

menyebutkan bahwa brand dapat dilekatkan pada: physical goods,

service, retailers and distributors, online product and services, people and

oraganizations, sport, arts and entertainment, geographic locations, dan

terakhir ideas and causes. Pasar rakyat dalam hal ini masuk dalam

kategori retailers and distributor. Bagi para retailer dan distributor,

kehadiran brand berfungsi untuk menjadi sinyal atas apa yang mereka

tawarkan di tokonya.

Brand tidak selalu harus diterjemahkan secara simbolis dalam

bentuk logo ataupun trademark. Nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat

diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen

yang bernaung di dalamnya. Mulai dari ketersediaan fasilitas, sistem

pengelolaan pasar, kategori pedagang, komoditas yang diperjual belikan,

dan hal-hal terkait lainnya.

Dengan demikian maka brand “Pasar Rakyat” akan dengan

sendirinya menjadi rujukan bagi konsumen yang ingin berbelanja ke pasar

tradisional yang bersih, nyaman dan tepat ukur.Oleh karena itu harus

dikembangkan sebuah identitas standar dimana pasar rakyat merupakan

jaminan dari layanan pasar tradisional yang memiliki diferensiasi tersendiri

dibandingkan dengan pasar modern.

Diferensiasi sebuah produk/jasa dapat dilakukan berdasarkan fisik

dan non-fisik (Zeugner -Roth, et al., 2008). Dalam konteks pasar rakyat,

diferensiasi fisik akan dikembangkan dengan menetapkan standardisari

pembangunan fisik pasar rakyat dalam rangka mengubah citra dan

menegaskan identitas pasar rakyat. Sedangkan diferensiasi non-fisik

dapat dikembangkan dengan membangun brand equity dari konsep pasar

rakyat tersebut (Pappu, et. Al., 2005 dalam Moradi & Zarei, 2011; Bennett

& Rundle-Thiele, 2005), yang kedepannya dapat menjadi amunisi untuk

komunikasi publik tentang konsep pasar rakyat Indonesia.

Mengembangkan brand equity butuh waktu yang tidak sebentar karena

ekuitas hanya akan terbentuk jika suatu produk/jasa sudah berjalan dan

berinteraksi dengan konsumennya. Dengan demikian maka transformasi

46

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

konsep dan identitas pasar rakyat yang akan dibahas hanya akan fokus

pada diferensiasi fisik.

Dalam salah satu target kinerja yang tercantum pada Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2019,

disebutkan bahwa meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana distribusi

dan logistik nasional salah satunya dapat dicapai melalui pembangunan

terhadap sejumlah pasar rakyat. Momen tersebut dapat dijadikan awal

yang sangat baik untuk melakukan transformasi pada fisik pasar dalam

rangka memberikan identitas khusus yang menjadi diferensiasi pasar

rakyat dengan pasar modern.

Terdapat 3 kategori revitalisasi pasar menurut hasil FGD pada

pembahasan analisis arah pengembangan pasar rakyat, yaitu: revitalisasi

yang sifatnya memperbaiki fisik bangunan pasar yang cacat (umumnya

mencakup 30% dari vomule bangunan), revitalisasi yang sifatnya merubah

struktur dan layout (60% dari volume banguan), dan revitalisasi rehabilitasi

yang sifatnya merubah total struktur bangunan dan layout pasar (90% -

100% dari volume pasar).

Target sasaran pembangunan yang tercantum pada Renstra

Kemendag tahun 2015 – 2019 adalah pasar rakyat dengan kategori tipe A

dan tipe B (khususnya untuk pasar yang berusia di atas 25 tahun).

Pemilihan usia pasar di atas 25 tahun penting untuk dikedepankan,

mengingat pasar yang berusia di atas 25 tahun umumnya sudah

memenuhi syarat untuk direvitalisasi total secara fisik bangunan. Dengan

demikian maka revitalisasi pasar rakyat yang akan dibahas selanjutnya

fokus pada revitalisasi rehabilitasi, yang sifatnya merubah total struktur

bangunan dan layout pasar.

Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah menetapkan Standar

Nasional Indonesia (SNI) tentang pembangunan dan pengelolaan pasar

rakyat. SNI 8152:2015 menggabungkan sejumlah produk hukum antar

kementerian yang erat kaitannya dengan konteks pengembangan pasar

rakyat, diantaranya adalah:

47

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

a. Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2007 tentang

Penataan dan Pembinaan PasarTradisional, Pusat Perbelanjaan

dan Toko Modern;

b. Peraturan Menteri Perdagangan No. 48 Tahun 2013 tentang

Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana

DistribusiPerdagangan;

c. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 70 Tahun

2013tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan danToko Modern;

d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional;

e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013 tentangFasilitas

Khusus Menyusui dan Memerah ASI;

f. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 519 Tahun

2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat;

g. PeraturanMenteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29

Tahun 2006 tentang PedomanPersyaratan Teknis Bangunan

Gedung; serta

h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30Tahun 2006 tentang

Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan

Gedung

Berdasarkan koordinasi atas sejumlah produk hukum diatas, maka

arah pengembangan dan transformasi fisik pasar rakyat idealnya

memenuhi ketentuan sebagai berikut (Tabel 4 dan Tabel 5):

48

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Tabel 4.1 Indikator (Persyaratan Umum) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015

Variabel Indikator/Persyaratan

Lokasi Pasar a) Setiap lokasi pasar harus mempunyai bukti dokumen kepemilikan yang sah.

b) Lokasi pasar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah setempat.

c) Untuk pembangunan pasar di lokasi yang baru, terdapat persyaratan lokasi yang harus dipenuhi yaitu: 1) Jalan menuju pasar mudah diakses dan didukung

dengan transportasi umumsehingga menjamin kelancaran kegiatan bongkar muat dan distribusi.

2) Terletak di daerah yang aman dari banjir dan longsor.

3) Jauh dari fasilitas yang berpotensi membahayakan, seperti pabrik atau gudangbahan kimia berbahaya, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau tempatpembuangan sampah/limbah kimia dengan jarak minimal 10 m.

4) Tidak terletak pada bekas tempat pembuangan sampah atau bekas pabrik bahan kimia.

Kebersihan dan Kesehatan

a) Fasilitas pasar harus memenuhi ketentuan kebersihan yaitu bebas dari binatang penularpenyakit dan tempat perindukannya (tempat berkembang biak) seperti: lalat, kecoa,tikus, dan nyamuk.

b) Fasilitas dan peralatan ruang dagang harus memenuhi ketentuan kesehatan antara lain: 1) Tempat penjualan makanan siap saji harus

menyajikan makanan secara tertutup. 2) Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan

basah bersuhu rendah (4 – 10) C,khusus untuk ruang dagang bahan pangan basah.

3) Penyajian karkas daging harus digantung. 4) Penggunaan alas pemotong (talenan) yang, tidak

mengandung bahan beracun,kedap air dan mudah dibersihkan, dibedakan untuk bahan mentah dan matang

5) Pisau untuk memotong bahan mentah dan matang harus berbeda dan tidak berkarat.

49

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

6) Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan.

7) Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir,khususnya di tempat penjualan bahan pangan basah.

8) Tersedia ruang disinfektan.

Keamanan dan Kenyamanan

a) Penataan sirkulasi yang memudahkan pengunjung dapat bergerak dengan leluasa.

b) Bahan bangunan hendaknya berupa bahan yang memudahkan perawatan.

Membaca indikator di atas, terdapat catatan kritis terutama pada

implementasi indikator yang berkaitan dengan variabel kebersihan dan

kesehatan pasar. Dalam prakteknya akan sangat sulit bagi pasar rakyat

untuk mengaplikasikan indikator tersebut, terutama untuk pemenuhan

poin (a) dimana pasar rakyat idealnya bebas dari lalat, kecoa, tikus dan

nyamuk.

Hal tersebut sulit dicapai karena kondisi Indonesia yang merupakan

negara dengan iklim tropis dimana perkembangbiakan serangga (lalat,

nyamuk, dan lainnya) dapat dengan mudah terjadi. Selain itu hal tersebut

dalam prakteknya akan bertentangan dengan fakta bahwasanya produk

segar bebas formalin adalah produk yang umumnya mengundang

serangga untuk mendekat, terutama produk-produk segar dan basahan

seperti daging, ikan, bahkan sayur dan buah-buahan.

Dengan demikian, maka poin (a) pada variabel kebersihan dan

kesehatan pasar rakyat, hanya dapat terpenuhi jika dalam prakteknya

bentuk bangunan pasar rakyat diasumsikan sama dengan bentuk

bangunan pasar modern, yang tertutup dan dilengkapi dengan pendingin

udara, sehingga kontaminasi serangga dapat diminimalisir.

50

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Tabel 4.2. Indikator (Persyaratan Teknis) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015

Variabel Indikator/Persyaratan

Ruang Dagang Ruang dagang terdiri atas toko/kios, los dan jongko/konter/pelataran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Toko/kios dibuat tidak menutupi arah angin. b. Los harus dibuat modular. c. Jongko/konter/pelataran berada pada area yang

sudah ditentukan yang tidak mengganggu akses keluar masuk pasar dan tidak menutupi pandangan toko/kios atau los

Aksesibilitas dan Zonasi

Aksesibilitas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Seluruh fasilitas harus bisa diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang, termasuk penyandang cacat, dan lansia.

b. Akses kendaraan bongkar muat barang, harus berada di lokasi yang tidak menimbulkan kemacetan.

b. Pintu masuk dan sirkulasi harus disediakan untuk menjamin ketercapaian semua fasilitas di dalam pasar, baik ruang dagang maupun fasilitas umum, termasuk untuk menanggulangi bahaya kebakaran.

Penataan zonasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Dikelompokkan secara terpisah untuk bahan pangan basah, bahan pangan kering, siap saji, non pangan, dan tempat pemotongan unggas hidup.

b) Memiliki jalur yang mudah diakses untuk seluruh konsumen dan tidak menimbulkan penumpukan orang pada satu lokasi tertentu.

c) Tersedia papan nama yang menunjukkan keterangan lokasi zonasi.

Area parkir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Tersedia area parkir yang proporsional dengan

51

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

area pasar. b) Tersedia pemisah yang jelas antara area parkir

dengan wilayah ruang dagang. c) Memiliki tanda masuk dan keluar kendaraan yang

jelas dan dibedakan antara jalur masuk dan keluar. d) Area parkir dipisahkan berdasarkan jenis alat

angkut, seperti: mobil, motor, sepeda,andong/delman dan/atau becak.

e) Memiliki area yang rata, tidak menyebabkan genangan air dan mudah dibersihkan.

Area bongkar muat sebaiknya terpisah dari tempat parkir pengunjung. Khusus setelah digunakan untuk kegiatan bongkar muat hewan hidup, area yang digunakan harus dibersihkan dengan metode tertentu.

Koridor/gangway harus dapat memberikan kemudahan untuk sirkulasi pedagang dan pembeli, termasuk penyandang cacat, dalam melakukan kegiatan transaksi dan keluar masuk barang dari area bongkar muat ke toko/kios, los, maupun jongko/konter/pelataran.

Pos Ukur Ulang Pos ukur ulang dan sidang tera harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Tersedia alat ukur, takar, dan timbang yang sudah ditera/ tera ulang dan masih berlaku, serta ada penandaan untuk digunakan konsumen dan/atau pedagang secara mandiri guna memeriksa barang yang dibeli dan/atau diperdagangkan.

b) Tersedia ruangan permanen atau menggunakan fasilitas lainnya yang memiliki lantai datar dan terlindung dari hujan untuk menyelenggarakan kegiatan sidang tera/ tera ulang.

Fasilitas Umum Kantor pengelola pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Merupakan ruangan tetap yang dapat berada di area pasar atau di luar area pasar.

b) Lokasi kantor pengelola harus mudah dicapai oleh pengunjung maupung pedagang.

52

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

c) Tersedia Standard Operating Procedures (SOP) yang mendeskripsikan tugas, cara kerja dan alur kerja setiap jabatan. SOP terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses oleh pihak yang berwenang.

Toilet dan kamar mandi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi tanda atau simbol.

b) Toilet terjaga kebersihannya dan letaknya terpisah dari tempat penjualan.

c) Pada toilet tersedia jamban leher angsa dilengkapi dengan tempat penampungan air.

d) Tersedia ventilasi dan pencahayaan yang memadai.

e) Penampungan air yang disediakan harus bersih dan bebas jentik

f) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air mengalir.

g) Limbah toilet/kamar mandi dibuang ke septic tank atau lubang peresapan yang tidakmencemari air tanah.

h) Lantai dibuat tidak licin dan mudah dibersihkan. i) Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup

dan mudah diangkat.

Ruang menyusui harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Tersedia ruangan tersendiri yang nyaman dan tertutup.

b) Tersedia fasilitas untuk menyimpan ASI. c) Tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci

tangan dan mencuci peralatan. d) Lantai ruangan memiliki permukaan yang rata,

tidak licin, tidak mudah retak, mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan yang kedap air.

e) Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara. f) Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak

menyilaukan.

53

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

Pemasangan CCTV harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Ditempatkan di lokasi yang dapat memantau seluruh kegiatan pasar.

b) Pemantauan CCTV hanya dapat diakses oleh pengelola pasar.

c) Tidak ditempatkan pada wilayah yang bersifat pribadi misalnya toilet, kamar mandi, dan ruang menyusui.

Tersedia ruang untuk melakukan ibadah yang memadai pada area pasar; Tersedia ruang bersama yang digunakan untuk kegiatan komunitas pasar; Tersedia fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengguna pasar dalam menanggulangi keadaan darurat, minimal Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K); Tersedia pos keamanan yang memadai pada area pasar; Tersedia ruang untuk merokok yang memenuhi syarat kesehatan; Tersedia ruang disinfektan untuk membersihkan sarana pengangkutan dan peralatan yang digunakan untuk unggas; Area penghijauan yang memadai harus tersedia pada area pasar.

Elemen bangunan

Elemen bangunan pasar harus mengikuti persyaratan bangunan terkait yang sudahditetapkan, dengan memenuhi ketentuan khusus untuk pasar rakyat yaitu:

a) Pertemuan lantai dengan dinding, serta pertemuan dua dinding harus berbentuklengkung (conus).

b) Bilamana bangunan berlantai dua memiliki ketinggian anak tangga maksimal 18 cm.

c) Lantai yang selalu terkena air harus mempunyai kemiringan ke arah saluranpembuangan air sehingga tidak terjadi genangan

d) Meja tempat penjualan mempunyai permukaan yang rata, tepi meja berbentuk lengkung,mudah dibersihkan, dan dilengkapi dengan lubang pembuangan air sehingga tidakmenimbulkan genangan.

e) Meja tempat penjualan untuk zonasi pangan harus

54

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

memiliki tinggi minimal 60 cm darilantai serta terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu.

Keselamatan dalam bangunan

Keselamatan dalam bangunan pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Memiliki prosedur keselamatan pengguna bangunan dari kondisi darurat

b) Tersedia jalur-jalur evakuasi dan titik kumpul (assembly point) untuk kondisi daruratsesuai standar keselamatan pada bangunan.

c) Tersedia sistem pencegahan bahaya kebakaran. d) Untuk bangunan baru, perencanaan bangunan

harus mengakomodasi kemungkinanmelokalisasi bagian bangunan yang terbakar untuk melindungi bagian bangunanlainnya.

Pencahayaan Bangunan harus memiliki pencahayaan alami atau pencahayaan buatan, termasukpencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya dengan persyaratan tertentu untukpencahayaan umum, area sekitar tangga, serta area toilet dan kamar mandi.

Sirkulasi udara Sistem sirkulasi udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Bangunan harus mempunyai ventilasi alami atau buatan sesuai dengan fungsinya.

b) Bukaan saluran ventilasi harus dirancang untuk menghindari gangguan hewan.

c) Teknis sistem ventilasi harus terdiri dari bukaan permanen, seperti jendela, pintu atausarana lain yang dapat dibuka.

Drainase Drainase harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Ditutup dengan kisi sehingga saluran mudah dibersihkan.

b) Memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga mencegahgenangan air.

c) Tidak ada bangunan los/kios di atas saluran

55

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

drainase.

Ketersediaan air bersih

Penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Jaringan air bersih harus disediakan untuk melayani kebutuhan pengguna dankapasitasnya harus dihitung menurut jenis dan jumlah pengguna.

b) Tersedia air bersih secara berkesinambungan dan/atau tempat penampungan airdilengkapi dengan kran supaya air bisa mengalir.

c) Tersedia instalasi air bersih pada area bahan pangan basah.

d) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan melalui pengujian secara berkala.

Pengelolaan air limbah

Pengelolaan air limbah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Direncanakan dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya sertamemisahkan pembuangan air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahayadengan air limbah domestik.

b) Limbah cair harus diolah terlebih dahulu dengan persyaratan tertentu sebelum dibuangke saluran pembuangan umum.

c) Tersedia saluran pembuangan limbah tertutup yang tidak melewati area penjualan.

d) Pemeriksaan kondisi limbah cair dilakukan melalui pengujian secara berkala.

Pengelolaan sampah

Persyaratan pengelolaan sampah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Sistem pembuangan sampah direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkanfasilitas penampungan dan jenisnya.

b) Tersedia fasilitas pewadahan yang memadai, sehingga tidak mengganggu kesehatandan kenyamanan.

c) Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup

56

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

dan mudah diangkat serta dipisahkanantara jenis sampah organik dan non organik.

d) Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlahyang cukup.

e) Tempat sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat,tertutup, dan mudah dibersihkan.

f) Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah dipindahkan.

g) Tersedia Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara yang kedap air, kuat, mudahdibersihkan, serta mudah dijangkau petugas pengangkut sampah.

h) Lokasi TPS terpisah dari bangunan pasar dan memiliki akses tersendiri yang terpisahdari akses pengunjung dan area bongkar muat barang

i) Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam. j) Terdapat kegiatan pengelolaan sampah

berdasarkan prinsip 3R reduce, reuse, dan/ataurecycle (misalnya bank sampah, pembuatan kompos) yang mempunyai nilai ekonomi.

Sarana telekomunikasi

Sarana telekomunikasi yang berfungsi sebagai penunjang ketersediaan informasi harustersedia di kantor pengelola.

Catatan kritis yang perlu diperhatikan terkait dengan persyaratan teknis

dari bangunan pasar rakyat adalah sebagai berikut:

a) Pada indikator aksesibilitas yang menyatakan bahwa seluruh

fasilitas harus bisa diakses oleh penyandang cacat dan lansia,

maka idealnya pasar rakyat adalah bangunan satu lantai dengan

seluruh area lantai memiliki permukaan yang rata sehingga dapat

diakses oleh penyandang cacat dan lansia yang menggunakan

kursi roda. Jika pasar rakyat akan dibangun lebih dari satu lantai

maka untuk memenuhi indikator ini perlu dipertimbangkan adanya

57

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

lift atau akses kursi roda (yang aman) untuk mencapai lantai

tersebut.

b) Ketersediaan fasilitas umum seperti ruang menyusui dan pos

kesehatan dapat dipertimbangkan lebih lanjut dan disesuaikan

dengan kebutuhan. Idealnya mengunjungi pasar rakyat maksimal

hanya akan menghabiskan waktu 1-2 jam dan umumnya tidak

melibatkan balita. Kalaupun ruang menyusui ditetapkan harus ada,

maka pada prakteknya bisa dijadikan satu dengan pos kesehatan,

sehingga penggunaannya tidak disalahgunakan (untuk ruang

istirahat, tidur, dan lainnya)

c) Terjadi kontradiktif aturan yang cukup signifikan antara persyaratan

umum dan persyaratan teknis dalam pembangunan pasar,

khususnya yang meliputi indikator kebersihan dan kesehatan (pada

persyaratan umum) dan indikator pencahayaan dan sirkulasi udara

(pada persyaratan teknis).

Disebutkan pada catatan kritis sebelumnya, bahwa untuk

memenuhi indikator kebersihan sebagaimana yang dimaksud,

maka pasar rakyat idealnya adalah banguan tertutup yang

dilengkapi dengan pendingin udara. Namun berdasarkan

persyaratan teknis yang menyebutkan bahwa pasar rakyat harus

memiliki pencahayaan serta sirkulasi udara yang alami, maka

bangunan pasar segar idealnya adalah bangunan terbuka yang

dapat menampung cukup sinar matahari yang dapat mematikan

kuman, dan baik secara sirkulasi udara sehingga dapat

menghilangkan bau tidak sedap.

Sebagai jalan tengah dari kontradiksi kedua indikator ini, SNI pasar

rakyat meberikan solusi dengan membolehkan adanya

pencahayaan dan sirkulasi udara buatan, jika solusi tersebut

dipenuhi maka wujud dari pasar rakyat akan diterjemahkan sebagai

pasar rakyat tertutup, dengan disertaipendingin udara, dan

penerangan lampu sehingga kebutuhan kesehatan, pencahayaan

58

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

dan sirkulasi udara terpenuhi. Namun jika demikian, esensi pasar

rakyat dalam mempertahankan kearifan lokal akan hilang sama

sekali. Pasar rakyat bukan sekedar bertransformasi melainkan

diubah menjadi pasar modern yang tidak ramah lingkungan dan

hemat energi.

d) Dalam kaitannya dengan pengelolaan air limbah dan sampah,

Perlu adanya koordinasi dan pembinaan khusus pada saat awal

pembangunan pasar rakyat, sehingga aplikasi dari sistem

pengelolaan air limbah dan sampah tidak disalah artikan.

Sosialisasi kepada pengelola pasar (terutama petugas yang akan

bertanggung jawab secara langsung) dan para pedagang juga

penting terkait pemeliharaan dan pemakaian sistem tersebut.

Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh SNI

pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang sangat ideal untuk

mewujudkan pengembangan sebuah pasar rakyat. Terlepas dari

beberapa cacatan kritis yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya,

pasar rakyat yang baik idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana

ditetapkan dalam SNI pasar rakyat tersebut.Dengan memenuhi ketentuan

di atas, maka asumsinya transformasi konsep dan identitas pasar

rakyatadalah berubahnya citra dan kesan pasar yang identik dengan

kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi pasar yang

bersih, nyaman, dan tepat ukur.

Perlu ditekankan bahwa transformasi konsep pasar rakyat

seharusnya bukan mengubah konsep pasar rakyat menjadi pasar modern.

Pasar rakyat harus tetap memiliki fungsi dan perannya sebagai salah satu

warisan budaya dan menjunjung kearifan lokal dimana transaksi antara

pedagang dan pembeli bukan sebatas pertukaran barang atau transaksi

finansial layaknya yang terjadi di pasar modern, melainkan sebagai

perwujudan dari interaksi sosial masyarakat melalui transaksi jual beli dan

tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kondisi yang dibuat

lebih nyaman, bersih dan aman.Dengan demikian maka konsep

59

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

revitalisasi tetap menjaga konteks revitalisasi sosial dalam menciptakan

lingkungan yang menarik (interesting), dan berdampak positif serta dapat

meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/ warga (public

realms).

Identitas inilah yang nantinya akan disampaikan atas nama brand

“Pasar Rakyat”. Dengan demikian pasar yang memajang nama/brand

“Pasar Rakyat” pada papan informasinya, akan diasosiasikan oleh

masyarakat sebagai pasar yang ber-SNI namun masih memiliki konsep

layaknya pasar tradisional pada umumnya.

Untuk itu idealnya tidak semua pasar tradisional dialih bahasakan

menjadi pasar rakyat, karena seharusnya “Pasar Rakyat” adalah brand

yang diusung oleh Kementerian Perdagangan sebagai indikasi terhadap

pasar yang telah direvitalisasi secara fisik berdasarkan SNI pasar rakyat.

Dengan demikian maka label “Pasar Rakyat” dengan sendirinya akan

menjadi diferensiasi dengan pasar modern atau pasar tradisional lain yang

belum direvitalisasi oleh Kementerian Perdagangan.

4.2. Penataan Sistem Pengelolaan Manajemen Pasar

Implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional juga

telah diatur sebelumnya dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013,

dalam PerMenDag tersebut pengelolaan pasar yang baik harus dapat

menciptakan kestabilan harga, memastikan kesesuaian standar berat dan

ukuran sebagai upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan

baik pedagang maupun konsumen pasar, melaksanakan pembinaan,

pendampingan, dan pengawasan kepada para pedagang, serta

menyediakan ruang usaha bagi pedagang.

Selain menetapkan standar persyaratan umum dan persyaratan

teknis pengembangan pasar rakyat, Badan Standardisasi Nasional

Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang

persyaratan pengelolaan pasar rakyat yang diantaranya meliputi prinsip

pengelolaan pasar, tugas pokok dan fungsi pengelola pasar, prosedur

kerja pengelola pasar, strutur pengelola pasar, pemberdayaan pedagang,

60

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

dan pembangunan pasar. Adapun persyaratan pengelolaan pasar rakyat

idealnya memenuhi ketentuan sebagai berikut (Tabel 6):

Tabel 4.3 Indikator Persyaratan Pengelolaan Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015

Variabel Indikator/Persyaratan

Prinsip pengelolaan pasar

Prinsip pengelolaan suatu pasar rakyat adalah:

a) Efisien, dalam hal penggunaan sumber daya secara terukur, terkendali, rasional danwajar.

b) Efektif, dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional sesuai dengan tujuan pengelola.

c) Produktif, dalam hal meningkatkan pendapatan pedagang.

d) Akuntabel, dalam hal pengelolaan administrasi, teknis, maupun keuangan dengan hasilyang dapat dipertanggungjawabkan.

e) Kepentingan umum, dalam hal pelaksanaan kegiatan untuk ikut mendukungpeningkatan kesejahteraan masyarakat.

f) Berwawasan lingkungan, dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional agar selarasdengan pengelolaan lingkungan.

g) Tanggung jawab sosial, dalam hal alokasi dana untuk pemberdayaan komunitas pasar.

h) Gotong royong, dalam hal menjaga kebersihan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan pasar.

Tugas pokok dan fungsi pengelola pasar

Pengelola pasar mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam hal melaksanakan pelayanan umum di bidang pengelolaan area pasar, membina pedagang pasar, ikut membantu stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa di pasar. Fungsi pengelola pasar mencakup hal-hal sebagai berikut:

a) Perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan perawatan area pasar.

b) Penyediaan, pemeliharaan dan perawatan sarana kelengkapan area pasar.

c) Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan area pasar.

61

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

d) Pengelolaan dan pengembangan area pasar. e) Pembinaan pedagang dalam rangka pemanfaatan

area pasar. f) Bantuan terhadap stabilitas harga barang. g) Bantuan terhadap ketersediaan dan kelancaran

distribusi barang dan jasa. h) Pelaksanaan dan pengembangan kerjasama. i) Pengendalian keamanan dan ketertiban area

pasar.

Tugas pengelola pasar antara lain:

a) Melaksanakan tugas rutin, misalnya pendataan pedagang, pendaftaran wajib retribusi pasar, penagihan retribusi pasar, potensi pendapatan, pembukuan, pelaporan pendapatan pasar

b) Memberikan pelayanan informasi kepada konsumen, seperti nama pedagang, nomor dan letak los atau kios, jenis komoditi yang diperdagangkan di pasar,

c) Menyediakan informasi mengenai zonasi pasar yang dipampang secara jelas dan terbuka,

d) Menyediakan informasi kisaran harga komoditas tertentu yang dipampang secara jelas dan terbuka,

e) Menyelenggarakan program pengembangan dan aktivasi pasar melalui diversifikasi kegiatan pasar seperti penambahan jam buka dengan aktivitas baru, festival pasar, dan promosi.

f) Menyelenggarakan program pembinaan dan pemberdayaan pedagang serta komunitas pasar.

g) Melakukan pengawasan terhadap produk sesuai ketentuan, berkoordinasi dengan instansi terkait.

h) Menyelenggarakan sidang tera dan tera ulang minimal 1 kali dalam setahun, berkoordinasi dengan instansi terkait.

Prosedur kerja pengelola pasar

Tersedia prosedur kerja atau Standard Operating Procedures (SOP) yang mendeskripsikan tugas, cara kerja dan alur kerja setiap jabatan. SOP terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses meliputi:

a) Pengenaan retribusi dan pajak pasar,

62

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

b) Keamanan dan ketertiban, c) Kebersihan dan penanganan sampah, d) Pemeliharaan sarana pasar, e) Penataan pedagang pasar, f) Penanggulangan kebakaran, g) Penataan parkir di area pasar, h) Penataan reklame di area pasar, i) Mekanisme pengaduan dan penanganan

pengelolaan pasar, j) Pemakaian ruang dagang, k) Sanksi dan peringatan, l) Pengawasan untuk memastikan tersedianya

barang dagangan yang aman, sehat, dan bebas dari bahan berbahaya serta memenuhi ketentuan yang berlaku.

Struktur pengelola pasar

Struktur pengelola pasar adalah sebagai berikut:

a) Kepala Pasar, b) Bidang Administrasi dan Keuangan, c) Bidang Ketertiban dan Keamanan, d) Bidang Pemeliharaan dan Kebersihan, e) Bidang Pelayanan Pelanggan dan Pengembangan

Komunitas.

Pemberdayaan pedagang

Pemberdayaan pedagang dilakukan dengan cara:

a) Mengupayakan sumber alternatif permodalan pedagang pasar,

b) Mengupayakan sumber pasokan dan ketersediaan barang untuk menjaga stabilitas harga,

c) Peningkatan kompetensi, pengetahuan, dan kapasitas pelayanan pedagang pasar,

d) Memprioritaskan kesempatan memperoleh ruang dagang bagi pedagang pasar existing apabila dilakukan revitalisasi atau relokasi;

e) Memperkuat relasi sosial berdasarkan kepercayaan dan gotong royong.

Pembangunan pasar

Pembangunan pasar rakyat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Persyaratan pembangunan pasar berlaku untuk pembangunan pasar di lokasi existing maupun di

63

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Variabel Indikator/Persyaratan

lokasi yang baru, b) Proses pembangunan pasar meliputi proses studi

kelayakan (termasuk UKL, UPL, AMDAL), perencanaan teknis, konstruksi, dan pengoperasian pasar,

c) Proses perencanaan teknis harus bersifat partisipatif dengan melibatkan pemangku kepentingan,

d) Rencana untuk pembangunan pasar harus mendapatkan izin dari pihak-pihak yang berwenang.

Secara khusus tidak ada catatan kritis pada persyaratan

pengelolaan pasar yang ditetapkan dalam SNI pasar rakyat. Meskipun

demikian perlu adanya penekanan pada implementasi pengelolaan pasar,

khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan pedagang dan

pembangunan pasar.

Pengelola pasar dalam perannya melakukan pemberdayaan

pedagang harus memberikan output berupa revitalisasi secara ekonomi di

tingkat pedagang. Yaitu mengakomodasi kegiatan ekonomi dan

meningkatkan omzet pedagang. Pengelola pasar harus jeli dalam

melakukan prioritas penempatan ruang dagang untuk pedagang apabila

pasar mengalami revitalisasi atau relokasi. Pengajuan revitalisasi pasar

juga harus sudah mempertimbangkan aspek analisis bisnis, yang terkait

apakah pasar memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan

dan tidak malah mematikan pedagang karena over capacity pedagang

tidak disertasi dengan kepadatan pengunjung.

Sedangkan yang perlu ditekankan pada aspek pembangunan pasar

adalah telaah terhadap aspek hukum dan legalitas pasar tersebut. Sudah

benar bahwa salah satu indikator pada pembangunan pasar adalah harus

mendapatkan izin dari pihak berwenang, termasuk di dalamnya

melibatkan sejumlah pemangku kepentingan. Namun penting juga untuk

memperhatikan tindak lanjut dari proses pasca pengembangan pasar

tersebut. Bagaimana proses serah terima pasar, siapa yang bertanggung

64

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

jawab terhadap pengelolaannya, apakah ada dinas khusus pasar yang

bertanggung jawab atau ditempelkan pada dinas terkait lainnya.

Kewenangan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan

legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk

memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa” sehingga

dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat

kerjasama dengan lembaga keuangan dalam kaitannya mengupayakan

sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar. hal tersebut

dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara

pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin

melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios

pada pasar tersebut.

4.3. Mengembangkan sistem Koordinasi dengan Pusat Distribusi

Pusat distribusi pada dasarnya merupakan pengembangan sistem

logistik nasional dalam upaya meningkatkan daya saing produk nasional

baik di pasar domestik, regional maupun di pasar global. Pusat distribusi

berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang

kelancaran arus barang baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi

untuk tujuan pasar dalam negeri dan/atau pasar luar negeri.

Pusat distribusi berperan menjembatani antara kepentingan

petani/peternak/nelayan dan kepentingan pasar (konsumen rumah

tangga, konsumen non rumah tangga, industri pengolahan dan ekspor).

Pusat distribusi juga berperan sebagai penyeimbang dan penyangga dari

sistem rantai pasok komoditas di wilayah rural dan urban.

Mengembangkan sistem koordinasi dan kerjasama antara pasar rakyat

dengan pusat distribusi dapat mendukung fungsi pasar rakyat sebagai

akses penyediaan bahan pangan yang bermutu, segar, dan higienis,

sekaligus mendukung fungsi PDR dalam menjangkau konsumen akhir.

Sebagai amanat dalam sistem logistik nasional, maka pusat

distribusi ini akan ditempatkan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan

regional, dan akan berada di bawah koordinasi pemerintah daerah

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

setempat. Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat

kabupaten/kota (PDD), dan Pusat Distri

Pusat Distribusi Regional di tingkat Nasional (PDR).

regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.

Sampai dengan saat ini Indonesia memiliki

regional (PDR) yang tersebar

Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta,

Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung

dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan

Jayapura.

Gambar 4.1 Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan

Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP,

Kementerian Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka

pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan

wilayah cakupannya. Seperti misalnya pasar rakyat di

mengambil bahan pangan yang di

pangan tersebut tidak bisa dipenuhi di Bali).

Dengan demikian

untuk dapat menyertakan pengembangan

dengan PDR setempat

dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat

kabupaten/kota (PDD), dan Pusat Distribusi tingkat Provinsi (PDP), dan

Pusat Distribusi Regional di tingkat Nasional (PDR). Pusat distribusi

regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.

Sampai dengan saat ini Indonesia memiliki 5 lokasi Pusat distribusi

ang tersebar di lokasi-lokasi sebagai berikut: untuk

Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta,

Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung

dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan

Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis

Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP,

Kementerian Perdagangan, 2013). Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka

pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan

wilayah cakupannya. Seperti misalnya pasar rakyat di Bali idealnya akan

mengambil bahan pangan yang dipasok dari PDR di Surabaya (jika bahan

rsebut tidak bisa dipenuhi di Bali).

Dengan demikian dalam arah pengembangan pasar rakyat penting

menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi

dalam upaya memberikan alternatif yang dapat

dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang

65

Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat

busi tingkat Provinsi (PDP), dan

Pusat distribusi

regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan.

5 lokasi Pusat distribusi

lokasi sebagai berikut: untuk

Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta,

Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung

dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan

Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan

Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP,

Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka

pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan

Bali idealnya akan

PDR di Surabaya (jika bahan

dalam arah pengembangan pasar rakyat penting

sistem koordinasi dan integrasi

alternatif yang dapat

dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang

66

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

dagangannya (selain dari pemasok yang biasa). Dalam prakteknya

pengelola pasar dapat membuat sistem informasi ketersediaan komoditas

(per kategori), informasi distributor serta kisaran harga dari masing-

masing PDR yang masih beradadalam wilayah jangkauan pasar rakyat

tersebut. Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara

jelas dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala.

4.4. Mengembangkan Sistem Pengelolaan Fasilitas Pembiayaan

Materi pengaturan terkait pengelolaan fasilitas pembiayaan untuk

peningkatan produktifitas usaha para pedagang di pasar rakyat tercantum

dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 Pasal 18

ayat:

a. Pengelolaan Pasar Tradisional dapat dilakukan oleh Koperasi,

Swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD).

b. Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri maupun secara

bersama-sama melakukan pemberdayaan terhadap pengelolaan

Pasar Tradisional dalam rangka peningkatan daya saing.

c. Peningkatan daya saing sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dalam bentuk:

1) peremajaan atau revitalisasi bangunan Pasar Tradisional;

2) penerapan manajemen pengelolaan yang profesional;

3) penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga

yang bersaing; dan/ atau

4) fasilitasi proses pembiayaan kepada para pedagang pasar guna

modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha.

Merujuk pada ketentuan tersebut, kebijakan dukungan fasilitasi

pembiayaan bagi para pedagang pasar menjadi bagian tidak terpisahkan

dari upaya pengembangan dan peningkatan daya saing pasar rakyat.

Kajian BPPKP Kementerian Perdagangan (2012), menunjukan sejumlah

aspek menarik terkait perihal kemauan dan kemampuan pedagang pasar

untuk mengakses peminjaman dana dari sejumlah sumber pembiayaan:

67

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

a. Sumber atau lokasi peminjaman dana. Salah satu indikator apakah

usaha dagang mengalami pertumbuhan adalah penambahan modal

yang umumnya diiringi dengan peminjaman bantuan dana. Hasil

kajian menunjukan bahwa sebelum dilakukan revitalisasi, tidak sampai

50% pedagang di lokasi kajian yang pernah meminjam dana.

Sementara paska revitalisasi, semakin banyak pedagang yang berani

melakukan pinjaman ke bank, lembaga-lembaga keuangan lainnya

dan koperasi pasar. Meskipun demikian, presentase pedagang yang

melakukan pinjaman ke perseorangan (rentenir atau bank keliling) dan

kerabat cenderung menurun, tetapi angkanya cukup signifikan untuk

diperhatikan.

b. Alasan peminjaman dana. Alasan peminjaman pun beragam,

mayoritas pedagang melakukan pinjaman dana untuk menambah

modal dagang/usaha. Meskipun, ada sebagian kecil pedagang yang

meminjam dana untuk kebutuhan biaya pendidikan anak dan

penanggulangan kebutuhan darurat karena adanya musibah.

c. Jaminan peminjaman dana. Dalam rangka mendapatkan dana

pinjaman tersebut, mayoritas (sepertiga) pedagang mengagunkan

surat bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) yang dimiliki.

Selanjutnya materi lain yang biasanya dijadikan agunan peminjaman

adalah sertifikat kepemilikan tanah dan surat kepemilikan atau

penyewaan kios di pasar.

Berdasarkan temuan di atas, terdapat sejumlah aspek yang harus

diperhatikan dalam rangka mendorong pedagang pasar untuk

meningkatkan modal usahanya:

a. Kondisi positif menunjukan bahwa semakin banyak pedagang yang

melakukan peminjaman ke bank, koperasi pedagang pasar dan

lembaga-lembaga keuangan lainnya. Hal ini pertanda bahwa

kesadaran pedagang untuk mengakses pembiayaan dari perbankan

dan lembaga keuangan lainnya sudah semakin terlihat. Di sisi lain,

perbankan juga melihat bahwa secara aspek kelayakan bisnis dan

68

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

ekonomi, para pedagang di pasar rakyat sudah memiliki nilai

kelayakan yang cukup memenuhi syarat untuk diberikan bantun dana

permodalan.

b. Kondisi negatif yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa

masih ada sebagian pedagang yang masih tetap mengakses

peminjaman ke sumber pembiayaan perorangan, yang biasanya

disebut sebagai ‘rentenir’ atau ‘bank keliling’. Tidak dapat dipungkiri,

mengakses peminjaman dari sumber-sumber tidak resmi ini memiliki

resiko tinggi, terutama resiko gagal bayar karena besaran bunga

pengembalian yang jauh lebih tinggi dari nilai normal di perbankan.

Meskipun demikian, mekanisme peminjaman melalui praktek ‘rentenir’

ini memberikan kemudahan perihal prosedur pengajuan peminjaman

ketimbang prosedur peminjaman di perbankan. Hal ini yang mungkin

yang menjadi daya tarik bagi para pedagang untuk tetap meminjam di

‘rentenir’, terlebih bagi pedagang yang secara nilai kelayakan bisnis

usahanya tidak memenuhi syarat untuk meminjam dana di perbankan.

c. Fakta lain yang harus diperhatikan adalah perihal materi yang

diagunkan untuk kebutuhan pengajuan peminjaman. Kenyataan yang

menunjukan bahwa hanya sekitar seperempat pedagang yang

mengagunkan surat bukti kepemilikan atau perjanjian penyewaan

kios, secara tidak langsung memunculkan persoalan bahwa belum

semua kios yang dimiliki, atau terutama yang disewa oleh pedagang

bisa memenuhi kelayakan hukum dan bisnis untuk digunakan sebagai

agunan peminjaman.

Kondisi tersebut semakin menegaskan kebutuhan bahwa dalam

rangka meningkatkan produktifitas dan omset pedagang pasar rakyat,

maka sedari awal aspek kelayakan bisnis usaha mereka harus terpenuhi

sehingga bisa digunakan sebagai syarat dan jaminan peminjaman modal

usaha ke lembaga perbankan. Salah satu komponen utama dalam

kelayakan bisnis adalah kejelasan terkait bukti kepemilikan dan atau

penyewaan kios di setiap pasar. Karena itu, di awal pembangunan pasar

harus dipastikan tidak ada konflik hukum terkait kepemilikan pasar yang

69

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

berdampak terhadap ketidakjelasan kepemilikan dan atau penyewaan kios

kepada para pedagang.

Kejelasan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan

legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk

memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa” sehingga

dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat

kerjasama dengan lembaga keuangan dalam kaitannya mengupayakan

sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar. Hal tersebut

dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara

pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin

melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios

pada pasar tersebut.

70

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

a. Mengaitkan definisi revitalisasi berdasarkan regulasi dan kebijakan

yang ditetapkan oleh pemerintah, terdapat beberapa hal yang

dapat disimpulkan dalam hal ini sebagai gambaran besar fokus dan

tujuan dari revitalisasi pasar rakyat itu sendiri, yaitu: Perlu adanya

transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang

menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang

adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales

dan Waley, 2012), cakap secara pengelolaan, bermutu dan

higienis dalam penyajian bahan pangan lokal (Goldman dan

Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta mendukung

pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam prosesnya penting untuk

tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial dan

memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan

pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat

utama dari pasar rakyat itu sendiri.

b. Nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah

brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di

dalamnya. Mulai dari ketersediaan fasilitas, sistem pengelolaan

pasar, kategori pedagang, komoditas yang diperjual belikan, dan

hal-hal terkait lainnya. Dengan demikian maka brand “Pasar

Rakyat” akan dengan sendirinya menjadi rujukan bagi konsumen

yang ingin berbelanja ke pasar tradisional yang bersih, nyaman dan

tepat ukur. Oleh karena itu harus dikembangkan sebuah identitas

standar dimana pasar rakyat merupakan jaminan dari layanan

pasar tradisional yang memiliki diferensiasi tersendiri dibandingkan

dengan pasar modern.

c. Transformasi konsep dan identitas pasar rakyat. Idealnya arah

pengembangan dan transformasi fisik pasar rakyat dapat

71

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

memenuhi ketentuan SNI 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat.

Pemetaan awal menunjukan sejumlah catatan kritis terkait upaya

implementasi SNI tersebut:

1) Tantangan pada implementasi indikator yang berkaitan

dengan variabel kebersihan dan kesehatan pasar, terutama

untuk pemenuhan poin (a) dimana pasar rakyat idealnya

bebas dari lalat, kecoa, tikus dan nyamuk. Hal tersebut sulit

dicapai karena kondisi Indonesia yang merupakan negara

dengan iklim tropis dimana perkembangbiakan serangga

(lalat, nyamuk, dan lainnya) dapat dengan mudah terjadi.

Indikator tersebut idelanya dapat terpenuhi jika dalam

prakteknya bentuk bangunan pasar rakyat diasumsikan sama

dengan bentuk bangunan pasar modern, yang tertutup dan

dilengkapi dengan pendingin udara, sehingga kontaminasi

serangga dapat diminimalisir.

2) Pada indikator aksesibilitas yang menyatakan bahwa seluruh

fasilitas harus bisa diakses oleh penyandang cacat dan lansia

bisa terpenuhi jika bangunan pasar rakyat hanya satu lantai

dengan seluruh area lantai memiliki permukaan yang rata

sehingga dapat diakses oleh penyandang cacat dan lansia

yang menggunakan kursi roda, atau tersedia fasilitaslift atau

akses kursi roda (yang aman)jika bangunan lebih dari satu

lantai.

3) Terjadi kontradiktif aturan antara persyaratan umum dan

persyaratan teknis dalam pembangunan pasar, khususnya

yang meliputi indikator kebersihan dan kesehatan (pada

persyaratan umum) dan indikator pencahayaan dan sirkulasi

udara (pada persyaratan teknis). Sebagai jalan tengah dari

kontradiksi kedua indikator ini, SNI pasar rakyat memberikan

solusi dengan membolehkan adanya pencahayaan dan

sirkulasi udara buatan.Jika solusi tersebut dipenuhi maka

wujud dari pasar rakyat akan diterjemahkan sebagai pasar

72

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

rakyat tertutup, disertai dengan pendingin udara, dan

penerangan lampu sehingga kebutuhan kesehatan,

pencahayaan dan sirkulasi udara terpenuhi. Namun jika

demikian, esensi pasar rakyat dalam mempertahankan

kearifan lokal akan hilang sama sekali. Resikonya, pasar

rakyat bukan hanya sekedar bertransformasi melainkan

diubah menjadi pasar modern yang tidak ramah lingkungan

dan hemat energi.

4) Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh

SNI pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang

sangat ideal untuk mewujudkan pengembangan sebuah pasar

rakyat. Terlepas dari beberapa cacatan kritis yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaannya, pasar rakyat yang baik

idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan

dalam SNI pasar rakyat tersebut. Dengan memenuhi

ketentuan di atas, maka asumsinya transformasi konsep dan

identitas pasar rakyat adalah berubahnya citra dan kesan

pasar yang identik dengan kotor, becek, semrawut, bau,

gersang, dan kumuh menjadi pasar yang bersih, nyaman, dan

tepat ukur.

d. Penataan sistem pengelolaan manajemen pasar. SNI Pasar

Rakyat juga mengatur tentang persyaratan pengelolaan pasar

rakyat. Terkait dengan ketentuan tersebut, perlu adanya

penekanan pada implementasi pengelolaan pasar, khususnya yang

berkaitan dengan pemberdayaan pedagang dan pembangunan

pasar. Pengelola pasar harus memberikan output berupa

revitalisasi secara ekonomi di tingkat pedagang yang diarahkan

untuk meningkatkan omzet pedagang. Pengelola pasar harus jeli

dalam melakukan prioritas penempatan ruang dagang untuk

pedagang apabila pasar mengalami revitalisasi atau relokasi.

Pengajuan revitalisasi pasar juga harus sudah mempertimbangkan

aspek analisis bisnis, yang terkait apakah pasar memiliki potensi

73

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

yang cukup besar untuk dikembangkan dan tidak malah mematikan

pedagang karena over capacity pedagang tidak disertasi dengan

kepadatan pengunjung.

e. Mengembangkan sistem koordinasi dengan pusat distribusi.

Dalam arah pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat

menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi

dengan PDR setempat dalam upaya memberikan alternatif yang

dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan

kebutuhan barang dagangannya (selain dari pemasok yang biasa).

Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat sistem

informasi ketersediaan komoditas (per kategori), informasi

distributor serta kisaran harga dari masing-masing PDR yang masih

berada dalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut. Sistem

informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas dan

terbuka, dan diperbaharui secara berkala.

f. Mengembangkan sistem pengelolaan fasilitas pembiayaan.

kebutuhan bahwa dalam rangka meningkatkan produktifitas dan

omset pedagang pasar rakyat, maka sedari awal aspek kelayakan

bisnis usaha mereka harus terpenuhi sehingga bisa digunakan

sebagai syarat dan jaminan peminjaman modal usaha ke lembaga

perbankan. Salah satu komponen utama dalam kelayakan bisnis

adalah kejelasan terkait bukti kepemilikan dan atau penyewaan

kios di setiap pasar. Karena itu, di awal pembangunan pasar harus

dipastikan tidak ada konflik hukum terkait kepemilikan pasar yang

berdampak terhadap ketidakjelasan kepemilikan dan atau

penyewaan kios kepada para pedagang.

5.2. Rekomendasi

a. Revitalisasi fisik yang baik pada akhirnya akan berdampak pada

revitalisasi ekonomi. Meskipun demikian, revitalisasi fisik juga

berdampak pada meningkatnyajumlah pedagang baru sehingga

menambah tingkat persaingan. Konsekuensi disisi pengelola pasar,

74

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

maka omzet pendapatan pasar sudah pasti akan meningkat seiring

dengan perluasan pasar tersebut. Ke depannya, revitalisasi perlu

mempertimbangkan dampak pertumbuhan ekonomi yang terjadi

bukan hanya dari sisi pengelola pasar, melainkan juga dari sudut

pandang pedagang.

b. Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat

yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang

adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur, cakap secara

pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan

lokal, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam

prosesnya penting untuk tetap mempertimbangkan kaitannya

dengan elemen sosial dan memperimbangkan kepentingan bukan

hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang

pasar sebagai penggiat utama dari pasar rakyat itu sendiri.

c. Transformasi konsep pasar rakyat seharusnya bukan mengubah

konsep pasar rakyat menjadi pasar modern. Pasar rakyat harus

tetap memiliki fungsi dan perannya sebagai salah satu warisan

budaya dan menjunjung kearifan lokal dimana transaksi antara

pedagang dan pembeli bukan sebatas pertukaran barang atau

transaksi finansial layaknya yang terjadi di pasar modern,

melainkan sebagai perwujudan dari interaksi sosial masyarakat

melalui transaksi jual beli dan tawar menawar antara penjual dan

pembeli dalam kondisi yang dibuat lebih nyaman, bersih dan aman.

Dengan demikian maka konsep revitalisasi tetap menjaga konteks

revitalisasi sosial dalam menciptakan lingkungan yang menarik

(interesting), dan berdampak positif serta dapat meningkatkan

dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/ warga (public realms).

d. Identitas inilah yang nantinya akan disampaikan atas nama brand

“Pasar Rakyat”. Dengan demikian pasar yang memajang

nama/brand “Pasar Rakyat” pada papan informasinya, akan

diasosiasikan oleh masyarakat sebagai pasar yang ber-SNI namun

masih memiliki konsep layaknya pasar tradisional pada umumnya.

75

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Idealnya tidak semua pasar tradisional dialih bahasakan menjadi

pasar rakyat, karena seharusnya “Pasar Rakyat” adalah brand yang

diusung oleh Kementerian Perdagangan sebagai indikasi terhadap

pasar yang telah direvitalisasi secara fisik berdasarkan SNI pasar

rakyat. Dengan demikian maka label “Pasar Rakyat” dengan

sendirinya akan menjadi diferensiasi dengan pasar modern atau

pasar tradisional lain yang belum direvitalisasi oleh Kementerian

Perdagangan.

e. Dilakukan telaah mendalam terhadap aspek hukum dan legalitas

pasar rakyat yang akan dibangun. Sudah benar bahwa salah satu

indikator pada pembangunan pasar adalah harus mendapatkan izin

dari pihak berwenang, termasuk di dalamnya melibatkan sejumlah

pemangku kepentingan. Namun penting juga untuk memperhatikan

tindak lanjut dari proses pasca pengembangan pasar tersebut.

Bagaimana proses serah terima pasar, siapa yang bertanggung

jawab terhadap pengelolaannya, apakah ada dinas khusus pasar

yang bertanggung jawab atau ditempelkan pada dinas terkait

lainnya.

f. Kewenangan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan

legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting

untuk memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa atau

konflik hukum” sehingga dikemudian hari menjadi aset yang dapat

dijaminkan sebagai syarat kerjasama dengan perbankan dan

lembaga keuangan lainnya dalam kaitannya mengupayakan

sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar.Hal tersebut

dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat

secara pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang

yang ingin melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat

tanda sewa kios pada pasar tersebut.

g. Arah kebijakan pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat

menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi

dengan pusat distribusi setempat dalam upaya memberikan

76

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

alternatif yang dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses

penyediaan kebutuhan barang dagangannya (selain dari pemasok

yang biasa). Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat

sistem informasi ketersediaan komoditas (per kategori), informasi

distributor serta kisaran harga dari masing-masing pusat distribusi

yang masih berada dalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut.

Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas

dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala.

77

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

DAFTAR PUSTAKA

Appel, D., (1972). The supermarket: early development of an institutional innovation. Journal of Retailing 48 (Spring), 39–52.

Badan Standardisasi Nasional. (2015). Standar Nasional Indonesia 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat

Bennet, R., & Rundle-Thiele, S. (2005). The brand loyalty life cycle: Implications for marketers. Journal of Brand Management, 12 (4), 250–263.

Cook, I. (2008). Geographies of food: mixing, Progress in Human Geography 32(6): 821–833.

Findlay, A., Paddison, R., Dawson, J. (Eds.), (1990), Retailing Environments in Developing Countries. Routledge, London.

Goldman, A., (1981). Transfer of a retailing technology into less developed countries: the supermarket case. Journal of Retailing 57 (2), 5–29.

Goldman, A., and Hayiel Hino. (2005). Supermarkets vs. traditional retail stores: diagnosing the barriers to supermarkets’ market share growth in an ethnic minority community. Journal of Retailing and Consumer Services. pp. 273–284.

Gonzalez, S and Waley, P. (2013). Traditional Retail Markets: The New Gentrification Frontier? Antipode: a radical journal of geography, 45 (4). 965 - 983. ISSN 0066-4812.

Heldke, L. (2003). Exotic Appetites: Ruminations of a Food Adventurer. London: Routledge.

Hendrakusumah, E. (2014). Penanganan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan Bernilai Tambah dan Berkelanjutan. Seminar Nasional. UNISBA.

Indroyono, Puthut. (2013). “Revitalisasi Pengelolaan Pasar Rakyat Berbasis Ekonomi Kerakyatan”. Yogyakarta: Academic article presented in Center for Economic Democracy Studies. Universitas Gadjah Mada.

Kaynak, E., Cavusgil, T., (1982). The evolution of food retailingsystems: contrasting the experience of developed and developing Countries. Journal of the Academy of Marketing 10 (3), 249–269.

78

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Keller, K.L., (2008). Strategic brand management: Building, measuring and managing brand equity. Upper Saddle River, New Jersey, Pearson Education Inc.

Kementerian Perdagangan, BPPKP, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. (2012). Peran Revitalisasi Terhadap Kinerja Pasar Tradisional.

Kementerian Perdagangan, BPPKP, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. (2013). Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional.

Kementerian Perdagangan, Direktorak Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. (2011). Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan Aspek Fisik Pasar.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 519 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.

Kumcu, E., Kumcu, M., (1987). Determinants of food retailing in developing countries: the case of Turkey. Journal of Macromarketing 7 (fall), 26–40.

Lagerkvist, et al. (2015). Consumers' evaluation of volition, control, anticipated regret, and perceived food health risk. Evidence from a field experiment in a traditional vegetable market in Kenya. Food Control 47, pp. 359-368.

Lupitosari, D. (2011). Dampak Jumlah Pasar dan Jumlah Pedagang Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Sebelum Dan Sesudah Kebijakan Revitalisasi Pasar Tradisional. Skripsi. Surakarta - F.Ekonomi.

Moeliono, Anton. M. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Moradi, H., & Zarei, A. (2011). The Impact of Brand Equity on Purchase Intention and Brand Preference: The Moderating Effects of Country-of-origin Image. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(3): 539-545.

Pappu, R., P.G. Quester, R.W. Cooksey, (2005). Consumer-based brand equity: improving the measurement-empirical evidence. Journal of Product & Brand Management, 14(3): 143-154.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2013 tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI

79

Puska Dagri, BP2KP, Kemendag

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; serta

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 27 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2019.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan took Modern

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Schipmann, C., & Matin Qaim. (2011). Supply Chain Differentiation, Contract Agriculture, and Farmers’ Marketing Preference: The Case of Sweet Pepper in Thailand. Globalfood Discussion Papers.

Slater, C. and Henley, D. (1969). Market processes in La Paz, Bolivia, Latin American Studies Center. Michigan State University, East Lansing.

Suryadarma, et al. (2009). Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. SMERU.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Zeugner-Roth, K.P., A. Diamantopoulos, & A. Montesinos. (2008). Home country image, country brand equity and consumers’ product preferences: An empirical study. Management International Review, 5: 576-602.