laporan akhir praktikum sistem peramalan

22
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SISTEM PERAMALAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TANAMAN CABAI DAN BUNCIS OLEH : NAMA : SUKMA ELLYNG RATNA WIJAYA NO BP : 1110212001 KELAS : A ASISTEN : RAHIL ADE RIFQAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014

Upload: ekaningtiasys

Post on 05-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan akhir

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUMSISTEM PERAMALAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMANTANAMAN CABAI DAN BUNCIS

OLEH :NAMA: SUKMA ELLYNG RATNA WIJAYANO BP: 1110212001KELAS: AASISTEN: RAHIL ADE RIFQAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS ANDALASPADANG2014KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Pengelolaan Hama Terpadu.Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Dr.Ir.Ujang Khairul,MP sebagai dosen penanggung jawab praktikum serta kak Rahil sebagai asisten dalam melaksanakan praktikum ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini jauh dari kesempurnaan dan masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat edukatif demi kesempurnaan laporan akhir ini,sehingga bermanfaat dalam pelaksanaanpraktikum selanjutnya.

Padang,Mei2014 Penulis

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPermalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalahprakiraan atau memprediksiperistiwa dimasa depan,sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil. Peramalanmerupakankomponem penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan luasnya serangan.Dalam peramalan juga di butuhkan data untuk membuat suatu model peramalan, untuk mendapatkan data tersebut maka di perlukan adanya pengamatan terlebih dahulu, data pengamatan yang baik dapat digunakan untuk mengetahui hama dan penyakit utama di suatu daerah, dan yang lebih penting dapat digunakan untuk merevisi program pengendalian yang telah ada.Makin lengkap data yang tersedia mengenai hubungan antara intensitas penyakit dengan bermacam-macam faktor, cara prakiraan akan semakin tepat. Prakiraan penyakit tanaman memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya peledakan (out-break) atau peningkatan intensitas penyakit dan kemudian bagi kita untuk menentukan apa, kapan dan dimana tindakan pengendalian akan dilakukan. Itu semua akan bermanfaat sekali karenadalam pengelolaan penyakit tumbuhan, faktanya dilapanganpetani harus selalu menghitung resiko, biaya dan keuntungan pada setiap keputusan yang di ambil.Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman. Kebanyakan hama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman adalah dari kelompok serangga. Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas panen pada suatu pertanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tentu juga akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Hama yang merugikan secara ekonomi, biasanya merupakan hama yang menyerang pada bagian tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung. Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri. Semakin banyak populasi hama di suatu pertanaman, semakin besar pula gejala kerusakan yang ditimbulkan, hal ini juga akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat kerugian ekonomi. Untuk menghindari kerugian ekonomi akibat serangan yang ditimbulkan oleh hama, maka perlu diadakan suatu pengendalian. Pada pengendalian tersebut hendaknya kita harus mengetahui ekologi dari masing-masing hama, sehingga hal ini bisa memudahkan kita dalam mengambil keputusan untuk pengendalian hama secara tepat. Dalam kegiatan pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme penyerangan termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian.Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri.Epidemiologi penyakit tanaman adalah studi tentang penyakit pada populasi tanaman. Sama seperti penyakit manusia dan hewan, penyakit tanaman terjadi karena tatisti seperti bakteri, virus, jamur, Oomycetes, tatisti, phytoplasmas, protozoa, dan tanaman parasit.Pabrik epidemiologi penyakit berusaha untuk memahami penyebab dan dampak penyakit dan mengembangkan strategi untuk campur tangan dalam situasi di mana kerugian tanaman dapat terjadi. Biasanya intervensi yang berhasil akan mengarah ke tingkat yang cukup rendah penyakit yang bisa diterima, tergantung nilai dari tanaman.Epidemiologi penyakit tanaman sering dilihat dari pendekatan multi-disiplin, yang membutuhkan biologis, perspektif tatistic, agronomi dan ekologi. Biologi diperlukan untuk memahami tatisti dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tanaman dan bagaimana tatisti yang dapat mempengaruhi itu. Praktik agronomi seringkali mempengaruhi kejadian penyakit yang lebih baik atau buruk. Pengaruh ekologis yang banyak. Spesies asli tanaman menjadi penampungan untuk tatisti yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Model tatistic adalah sering digunakan untuk meringkas dan menggambarkan kompleksitas epidemiologi penyakit tanaman, sehingga proses penyakit dapat lebih mudah dipahami. Sebagai contoh, perbandingan antara pola kemajuan penyakit untuk berbagai penyakit, kultivar, manajemen strategi, atau pengaturan lingkungan dapat membantu dalam menentukan bagaimana penyakit tanaman terbaik mungkin dikelola. Kebijakan dapat berpengaruh pada terjadinya penyakit, melalui tindakan seperti pembatasan impor dari sumber mana penyakit terjadi.Untuk itu kami para praktikan mempelajari tentang system peramalan hama dan penyakit tanaman agar kami lebih memahami bagaimana memprediksi serangan hama dan penyakit tersebut. Kemudian kami juga mempelajari langkah apa yang diambil untuk pengendalian.

1.2 TujuanUntuk mengetahui intensitas dan persentase serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai dan buncis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman CabaiCabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis cabai yang mempunyai daya adaptasi tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, di lahan sawah maupun lahan tegalan. Sifat inilah yang menyebabkan tanaman cabai dapat dijumpai hampir di semua daerah. Cabai merah berasal dari Mexico, sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh. (Kusandriani, 1996).Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang banyak diusahakan petani baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Pengusahaan tanaman cabai merah sudah banyak dilakukan secara komersial. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan tanaman cabai merah cukup menguntungkan. Rata-rata produktivitas nasional mencapai 4,3 ton ha-1 (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 1994 dalam Rosliani R, 1997), sedangkan rata-rata produktivitas Kalimantan Selatan pada tahun 1999/2000 hanya mencapai 3,29 ton ha-1 (Diperta, 2000). Rendahnya rata-rata produktivitas cabai di Kalimantan Selatan khususnya disebabkan adanya beberapa faktor pembatas, diantaranya kemampuan lahan yang sangat rendah, penggunaan benih lokal dan adanya serangan hama dan patogen. Kalimantan Selatan dengan luas wilayah kurang lebih 3,7 juta ha memiliki 1.162.345 ha lahan kering, yang sebagian besar didominasi oleh tanah jenis podsolik seluas 883.000 ha atau sekitar 77,15% dari luas lahan kering yang ada (Bappeda Kalimantan Selatan, 1995). Penggunaan tanah jenis podsolik untuk budidaya tanaman memerlukan penanganan yang intensif. Kualitas benih merupakan kendala yang menyebabkan rendahnya produksi. Penggunaan benih lokal karena petani cabai umumnya mendapat benih dari tanaman cabai yang telah dibudidayakan sebelumnya secara turun temurun. Karena itu, kualitas benih menjadi tidak murni lagi, sehingga berpengaruh pada keseragaman tumbuh, produktivitas dan kerentanan terhadap hama dan penyakit. Kualitas benih merupakan kendala yang menyebabkan rendahnya produksi. Kendala lainnya dalam budidaya cabai adalah serangan Colletotricum capsici yang menyebabkan penyakit antraknosa. Penyakit antraknosa sangat berbahaya karena dapat menggagalkan panen hingga mencapai 100% (Haryono Semangun, 1994). Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diatas perlu usaha perbaikan kesuburan tanah, penggunaan benih unggul, dan melakukan pengendalian hama dan penyakit. Usaha untuk memperbaiki kesuburan tanah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan cadangan dan ketersediaan unsur hara, melalui tindakan pemupukan baik pupuk organik maupun pupuk anorganik (Buckman dan Brady, 1969). Hasil penelitian Subhan et al (1998) menunjukkan bahwa dengan pemberian 15 ton pupuk kandang kotoran ayam hasil cabai per tanaman mencapai lebih dari 150 persen dibanding dengan hasil cabai tanpa pupuk kandang kotoran ayam. Selain meningkatkan produksi, pupuk kandang juga dapat menurunkan intensitas serangan antraknosa pada cabai dari 40,92 persen menjadi 30,16 persen dengan pemberian pupuk kadang 20 ton/ha (Uhan dan Nurtika, 1995). Penyediaan pupuk kandang sebagai pupuk organik dalam jumlah yang banyak dan cepat merupakan kendala dalam pengadaannya, karena pupuk kandang memerlukan waktu lama untuk siap digunakan. Salah satu cara untuk mempercepat penguraian bahan organik dari pupuk kandang yaitu dengan penggunaan effective microorganisme 4 (EM4). Upaya pengendalian dengan pestisida sudah sering dilakukan, akan tetapi pengendalian secara kimia sudah mulai dikurangi karena dapat berdampak negatif terhadap manusia sebagai konsumen maupun terhadap lingkungan, juga mengakibatkan terjadinya resistensi patogen. Penggunaan pestisida nabati selain murah dan mudah juga sangat efektif mengendalikan hama dan penyakit, seperti daun cengkeh dapat menghambat perkembangan Phytophtora, Sclerotium, dan Fusarium sp. Pada penelitian Sastrahidayat (1990) diketahui bahwa ekstrak daun sirih dan ekstrak daun kecubung dapat menekan serangan jamur C. capsici dalam media buatan maupun pada buah cabai yang telah dicelupkan ke dalam larutan ekstrak. Pemanfaatan pestisida organik juga dilakukan Mirin (1995) yang menunjukkan bahwa daun mimba dapat menekan pertumbuhan C. capsici dalam media buatan. Pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang, kompos dan pupuk bokashi, merupakan sumber bahan organik yang sangat penting, karena dapat memperbaiki struktur tanah dan sebagai makanan bagi mikroorganisme (Pasaribu, 1997). Pupuk organik yang diaplikasikan dapat meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah, meningkatkan ketersediaan nutrisi terhadap tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen. Hal tersebut memudahkan penyerapan zat-zat makanan bagi akar-akar tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Untuk melindungi tanaman cabai bagian atas tanah dari hama dan penyakit dilakukan perlindungan dengan penyemprotan pestisida organik yang dapat meningkatkan kualitas buah cabai.

2.2 Tanaman BuncisBuncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk sayuran polong semusim divisi spermatophyta, sub-divisi angiospermae, kelas dicotyledoneae, kelas dicotyledoneae, ordo leguminales, famili Leguminocea, sub-family papillionaceae, genus phaseolus berumur pendek (Cahyono, 2007) dan merupakan tanaman budidaya penting untuk pangan (Rubyogo dkk., 2004).Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, dan Bolivia (Maesen dan Sadikin, 1992) dan menyebar ke negara - negara Eropa sampai ke Indonesia dan sering disebut snap beans atau French Beans. Buncis bentuknya semak atau perdu terdiri dua tipe pertumbuhan yaitu tipe merambat (indeterminate) mencapai tinggi tanaman 2 m (Cahyono, 2007), bahkan dapat mencapai 2.4 m (Ashari, 1995) dan lebih dari 25 buku pembungaan (Rubatzky, 1997) sehingga memerlukan turus untuk pertumbuhannya (Setiawan, 1993) dan tipe tegak/pendek (determinate) tinggi tanaman antara 30-50 cm (Cahyono, 2007) dengan jumlah buku sedikit dan pembungaannya terbentuk diujung batang utama (Rubatzky, 1997).Pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh sifat fisiologi dan morfologi tanaman. Arsitektur suatu tanaman dicerminkan oleh bentuk tajuk dan sangat mempengaruhi proses fotosintesis. Umumnya, system perakaran tanaman buncis tidak besar atau ekstensif, berakar tunggang dan serabut dengan percabangan lateral dangkal dan dapat tumbuh hingga sekitar 1 m (Rubatzky, 1997). Batang tanaman ini bentuknya merambat, bengkok, bercabang banyak, bulat, beruas-ruas, berbulu halus, dan lunak sehingga tanaman tampak rimbun. Daunnya bulat lonjong, ujung daun runcing, tepi daun rata, berbulu sangat halus, tulang daun menyirip.Daun berukuran kecil lebarnya 6-7.5 cm dan panjangnya 7.5-9 cm, sedangkan berukuran besar lebarnya 10-11 cm dan panjangnya 11-13 cm (Cahyono, 2007). Posisi duduk daun tegak agak mendatar dan bertangkai pendek dan setiap cabang terdapat tiga daun menyirip yang kedudukannya berhadapan. Ukuran daun sangat bervariasi tergantung varietasnya (Cahyono, 2007)

BAB IIIBAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan TempatPraktikum Sistem Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman ini dilaksanakan pada setiap hari Senin pukul 10.30 wib. Praktikum ini dilakukan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang dan di lapangan. Pengamatan di lapangan juga dilakukan pada dua lokasi yang berbeda, untuk tanaman cabai pengamatan dilakukan di lahan milik petani di Gn.Nago. dan untuk buncis pengamatan dilakukan di lahan milik petani di Padang Luar.3.2 Alat dan BahanAdapun alat yang digunakan pada praktikum ini seperti infokus, laptop dan alat alat tulis, camera serta bahan presentasi lainnya.3.3 Cara KerjaPada praktikum ini dilakukan pengamatan untuk dua jenis tanaman yang berbeda pada lokasi yang berbeda.Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel pada kedua tanaman sama, yaitu secara sistematis.Untuk cabai, kami mengambil 6 sampel tanaman pada tiap bedengan dengan total seluruh bedeng adalah 12. Sampel yang diambil di tandai dengan pancang yang sudah ada di bedengan tersebut. Kemudian kami mengamati intensitas penyakit yang menyerang tanaman cabai tersebut.Pada tanaman buncis, kami mengambil 5 bedengan sebagai sampel. Untuk masing masing bedengan kami mengambil 3 tanaman sebagai sampel, dan pada masing masing tanaman di amati 5 daun. Kemudian kami mengamati intensitas serangan penyakit dan serangan hama pada tanaman buncis tersebut.

3.4 Metode PraktikumAdapun metode yang digunakan yaitu presentasi dan praktikum mandiri di lapangan dengan metode pengambilan sampel secara sistematis.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil4.1.1 Tanaman Cabai

BedenganTanamanintensitas serangan

123456

1kuning keritingsehatsehatmozaik viruskerdilkerdilringan

2kerdilsehatmozaik virusmozaik viruskuning keritingkerdilsedang

3kerdilkerdilsehatsehatsehatsehatringan

4sehatkerdilmozaik viruskuning keritingkuning keritingkuning keritingsedang

5mozaik virusmozaik viruskerdilmozaik virusmozaik virusmozaik virusberat

6mozaik viruskuning keritingkuning keritingkuning keritingmozaik virusmozaik virusberat

4.1.2 Tanaman BuncisPengamatan intensitas penyakit

Bedengan Daun keTanaman dan Jumlah Bercak% Intensitas

123

113 bercak5 bercak5 bercakringan

23 bercak3 bercak9 bercakringan

34 bercak17 bercak12 bercakringan

4--3 bercakringan

52 bercak--ringan

215 bercak14 bercak2 bercakringan

21 bercak2 bercak9 bercakringan

3-1 bercak3 bercakringan

45 bercak4 bercak25 bercakringan

5-2 bercak3 bercakringan

312 bercak2 bercak-ringan

25 bercak3 bercak-Ringan

36 bercak-4 bercakRingan

4-10 bercak13 bercakRingan

514 bercak--ringan

418 bercak1 bercak7 bercakRingan

2---Sehat

37 bercak6 bercak6 bercakRingan

41 bercak4 bercak2 bercakRingan

51 bercak--Ringan

511 bercak24 bercak-Ringan

210 bercak3 bercak13 bercakRingan

35 bercak-9 bercakRingan

43 bercak7 bercak4 bercakRingan

52 bercak4 bercak5 bercakRingan

Pengamatan intensitas hama

BedenganTanaman 1Tanaman 2Tanaman 3

1kutu daunkepik hijau-

2ulat jengkal--

3kutu daun--

4Ngengatkepik hijaukepik hijau

5kutu daunkepik hijau

Persentase serangan hama kutu daun: 3/15 x 100% = 20%

60.01%Persentase serangan hama ulat jengkal: 1/15 x 100% = 6.67%Persentase serangan hama kepik hijau: 4/15 x 100% = 26.66%Persentase serangan hama ngengat: 1/15 x 100% = 6,67%Jumlah semua tanaman yang terserang hama: 9/15 x 100% = 60%

4.2 PembahasanPraktikum system peramalan hama dan penyakit tanaman ini dilakukan pada dua lokasi untuk dua tanaman yang berbeda. Lokasi yang pertama yaitu di lahan milik petani Gn. Nago Kapalo Koto Padang, komoditi tanaman yang diamati yaitu cabai. Pemilik lahan pertanaman cabai ini adalah bapak Basar. Pada lahan terdapat 12 bedengan tanaman cabai, namun yang kami amati sebagai sampel hanya 6 bedengan dengan masing masing tanaman sampelnya 6. Metode pengambilan sampel yang kami gunakan yaitu pengambilan sampel secara sistematis.Pada bedengan pertama jika dilihat secara umum intensitas serangan yang terjadi yaitu ringan. Untuk tanaman pertama terlihat daun mengkerut bahkan ada yang menggulung serta daun berwarna kuning. Diduga tanaman ini terserang penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh geminivirus yang juga merupakan penyakit utama tanaman cabai di Indonesia. Terjadinya epidemi diduga sangat berhubungan dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul (Bemicia tabaci Genn). Hubungan virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan efisiensi penularan, (1) periode makan akuisisi, (2) periode makan inokulasi dan (3) jumlah serangga untuk penularan. Serangga vektor B. tabaci merupakan vektor yang sangat efektif, karena hanya dengan satu ekor vektor yang viruliferus telah dapat menularkan virus penyebab penyakit kuning keriting cabai. Pada tanaman kedua tidak terlihat ada gejala serangan penyakit, tanaman tumbuh dengan baik dan daunnya pun berwarna hijau segar. Untuk buah juga tidak terlihat gejala serangan penyakit. Ini juga terlihat pada tanaman ketiga, tidak terlihat gejala serangan penyakit pada daun maupun buahnya.Sedangkan pada tanaman keempat terlihat gejala serangan penyakit mozaik virus. Pada daun muda terdapat mozaik berwarna kuning. Tetapi pada daun tua tidak tedapat gejala mozaik berwarna kuning, hanya beberapa daun tampak agak mengkerut. Pada tanaman kelima dan keeenam gejala yang terlihat yaitu tanaman cabai tumbuh tidak normal, tanaman kerdil dengan daun berwarna hijau gelap dan agak mengkerut. Pertumbuhan tanaman yang terserang virus relatif lebih kerdil. Mula-mula tulang daun menguning atau terjadi jalur kuning sepanjang tulang daun. Daun menjadi belang hijau tua dan hijau muda, ukuran daun lebih kecil dan lebih sempit dari ukuran daun yang normal, atau menjadi seperti tali sepatu karena lembaran daun menghilang yang tinggal hanya tulang daun saja. Virus mosaik mentimun sering menyebabkan gejala bisul atau kutil pada buah (Semangun 1989). Virus masuk ke dalam jaringan melalui luka lalu memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh jaringan tanaman secara sistemik.Secara umum gejala yang menyerang tanaman cabai pada lahan ini adalah sama. Penyakit yang ditemukan seperti kuning keriting, mozaik virus, kerdil dan beberapa pada tanaman tidak sampel ada yang terserang antraknose dan layu fusarium. Disekitar lahan pertanaman cabai, petani juga menanam terung, dan padi. Untuk tanaman cabai sendiri petani menyelingi dengan tanaman terung. Di tanaman terung banyak di temukan kutu putih dan kutu kebul, kami menduga hama tersebut adalah vector dari virus yang menyerang tanaman cabai.Untuk menanggulangi serangan penyakit ini, petani setiap satu kali seminggu menyiangi gulma disekitar pertanaman cabai, dan menyemprot dengan pestisida. Kemudian kondisi lahan yang terserang berbagai penyakit ini juga di dukung oleh faktor lingkungan, yaitu seperti : curah hujan yang tinggi, kelembaban yang tinggi, dan suhu mikro tanaman. Pada komoditi tanaman buncis, kami mengamati di lahan milik petani di daerah Padang Luar Kabupaten Agam. Yang kami amati disini adalah intensitas penyakit pustule bakteri dan intensitas serangan hama. Kami mengambil sampel 5 bedengan dengan masing masing 3 tanaman, dan pada satu tanaman kami mengamati 5 daun. Jika dilihat secara umum, intensitas serangan penyakit pustule bakteri masih ringan dengan tingkat serangan 0% < x 25%.Gejala awal dari penyakit pustule bakteri ini berupa bercak kecil berwarna hijau pucat, tampak pada kedua permukaan daun, menonjol pada bagian tengah lalu menjadi bisul warna coklat muda atau putih pada permukaan bawah daun. Gejala ini sering dikacaukan dengan penyakit karat kedelai. Tetapi bercak karat lebih kecil dan sporanya kelihatan jelas. Bercak bervariasi dari bintik kecil sampai besar tak beraturan, berwarna kecoklatan. Bercak kecil bersatu membentuk daerah nekrotik yang mudah robek oleh angin sehingga daun berlubang-lubang. Pada infeksi berat menyebabkan daun gugur.Bakteri bertahan pada biji, sisa-sisa tanaman dan di daerah perakaran. Beberapa gulma, Dolichos biflorus, buncis subspesies tertentu dan kacang tunggak bisa menjadi inang. Bakteri menyebar melalui air hujan atau hembusan angin pada waktu hujan. Bakteri masuk ke tanaman melalui lubang-lubang alami dan luka pada tanaman.

BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanPraktikum system peramalan hama dan penyakit tanaman ini dilakukan pada dua lokasi untuk dua tanaman yang berbeda. Lokasi yang pertama yaitu di lahan milik petani Gn. Nago Kapalo Koto Padang, komoditi tanaman yang diamati yaitu cabai. Pemilik lahan pertanaman cabai ini adalah bapak Basar. Pada lahan terdapat 12 bedengan tanaman cabai, namun yang kami amati sebagai sampel hanya 6 bedengan dengan masing masing tanaman sampelnya 6. Metode pengambilan sampel yang kami gunakan yaitu pengambilan sampel secara sistematis.Secara umum gejala yang menyerang tanaman cabai pada lahan ini adalah sama. Penyakit yang ditemukan seperti kuning keriting, mozaik virus, kerdil dan beberapa pada tanaman tidak sampel ada yang terserang antraknose dan layu fusarium. Disekitar lahan pertanaman cabai, petani juga menanam terung, dan padi. Untuk tanaman cabai sendiri petani menyelingi dengan tanaman terung. Di tanaman terung banyak di temukan kutu putih dan kutu kebul, kami menduga hama tersebut adalah vector dari virus yang menyerang tanaman cabai.Pada komoditi tanaman buncis, kami mengamati di lahan milik petani di daerah Padang Luar Kabupaten Agam. Yang kami amati disini adalah intensitas penyakit pustule bakteri dan intensitas serangan hama. Kami mengambil sampel 5 bedengan dengan masing masing 3 tanaman, dan pada satu tanaman kami mengamati 5 daun. Jika dilihat secara umum, intensitas serangan penyakit pustule bakteri masih ringan dengan tingkat serangan 0% < x 25%.5.2 SaranDiharapkan untuk kedepannya praktikum sisten peramalan hama dan penyakit ini lebih baik lagi dalam manajemen waktu dan dalam materi praktikumnya. Kalau bisa diusahakan kedepannya menggunakan modul praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari. 1955. Intensitas dan Laju Infeksi Penyakit Karat Daun Uromyces phaseoli pada Tanaman Kacang Merah. Unsrat. ManadoBappeda Kalimantan Selatan. 1995. Arahan Strategi Pengembangan Lahan Rawa dan Lahan Kering dalam Pembangunan Wilayah Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Buckman, H.O dan Brady, N.C. 1969. The Nature and Properties of Soil. The Mac Millan Company. New York. Cahyono. 2007. Budidaya Tanaman Buncis. Gadjah Mada University Press. YogyakartaDinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Selatan. 2000. Laporan Tahunan Dinas Pertanian 1999/2000. Banjarbaru.Maesen dan Sadikin. 1992. Penyakit Penyakit tanaman Palawija. Yayasan Bumi Lestari. JakartaMirin, A, 1995. Percobaan pendahuluan pengaruh ekstrak daun nimba (Azadiracta indica) terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici. Prosiding Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Mataram. Pasaribu, M.E. dan A. Wahab. 1997. Pedoman penggunaan EM Bagi Negara-negara Pasific. Yayasan Bumi Lestari. Jakarta.Rosliani, R. 1997. Pengaruh pemupukan dengan pupuk majemuk makro berbentuk tablet terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah. J. Hort. 7(3):773-780.Rubyogo, dkk. 2004. Hama dan Penyakit pada Tanaman Buncis. Universitas Sumatera Utara. Medan Sastrahidayat, I.R. 1990. Pengaruh perlakuan ekstrak daun sirih dan daun kecubung terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum capsicum penyebab penyakit antraknose pada buah cabai. J. Fitopatol. 2(1).Semangun, H. 1994. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Setiawan. 1993. Pengendalian Penyakit Hawar Daun Pada Tanaman Timun Menggunakan Beberapa Agens Hayati Golongan Cendawan. Universitas Jambi. JambiSubhan, Hidayat A. dan Gunadi N. 1998. Penggunaan pupuk nitrogen dan pupuk kandang ayam pada tanaman cabai di lahan kering. J. Hort. 8(3):1178-1183.Uhan T.S. dan Nurtika N. 1995. Pengaruh mulsa, pupuk kandang dn pestisida terhadap serangan hama, penyakit dan hasil cabai merah. J.Hort.8(3):5-15

LAMPIRAN

Tanaman Cabai Tanaman Buncis