laporan absorbsi

48
ABSORBSI 2010 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | 2010 i DOSEN : IR. PRASWASTI PDK WULAN, MT ABSORBSI LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES II Disusun Oleh : Annalisia Rudatin Dhinda Prinita Sari Ikha Muliawati Rudy Wijaya

Upload: kevin-danar

Post on 19-Jan-2016

210 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

|

i

Dosen : Ir. Praswasti PDK Wulan, MT

ABSORBSI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUMUNIT OPERASI PROSES II

Disusun Oleh :

Annalisia Rudatin

Dhinda Prinita Sari

Ikha Muliawati

Rudy Wijaya

Page 2: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................................................. ii

BAB I......................................................................................................................................................................................... 1

TEORI DASAR........................................................................................................................................................................ 1

I.1 Definisi........................................................................................................................................................................1

I.2 Pemilihan Pelarut.....................................................................................................................................................2

I.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi....................................................................................3

I.4 Jenis-jenis Kolom Absorber................................................................................................................................4

I.5 Menara Packed Bed................................................................................................................................................5

I.5.1 Keunggulan Menara Packed Bed...............................................................................................................5

I.5.2 Kelemahan Menara Packed Bed...............................................................................................................5

I.5.3 Ketentuan Isian dari Menara Packed Bed............................................................................................5

I.5.3 Pressure Drop pada Packed Bed Column...............................................................................................6

I.6 Persamaan Umum pada Kolom Absorber.....................................................................................................7

I.6.1 Neraca Massa.....................................................................................................................................................7

I.6.2 Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh (KOG atau KG)...............................................................8

I.7 Pemilihan Jenis Packing........................................................................................................................................9

BAB II ALAT DAN BAHAN.............................................................................................................................................10

BAB III PERCOBAAN........................................................................................................................................................11

III.1 Percobaan 1: Hidrodinamika Packed Column – Pressure Drop (P) Kolom Kering............11

III.2 Percobaan 2: Hidrodinamika Packed Column, Hubungan Antara Pressure Drop Udara dengan Laju Alir Air pada Kolom Isian...............................................................................................................14

III.3 Percobaan 3 : Absorpsi CO2 dengan air menggunakan analisis gas.............................................19

III.4 Percobaan 4 : Absorbsi CO2 Dengan Air Menggunakan Analisis Larutan..................................23

III.5 Percobaan 5 : Absorpsi CO2 dalam Larutan NaOH Menggunakan Analisis Larutan Cair. . .27

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................................... 34

ii

Page 3: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

BAB I

TEORI DASAR

I.1 Definisi

Absorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu komponen gas (absorbat)

berdifusi ke dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari

absorpsi adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan

tertentu. Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu melarutkan salah

satu komponen dalam gas tersebut dan keduanya dikontakkan dalam jangka waktu

yang cukup alam pada suhu tetap, maka akan terjadi suatu kesetimbangan dimana tidak

terdapat lagi perpindahan massa. Driving force dalam perpindahan massa ini adalah

tingkat konsentrasi gas terlarut (tekanan parsial) dalam total gas melebihi konsentrasi

kesetimbangan dengan cairan pada setiap waktu.

Sebagai ilustrasi dapat diamati, bila gas (rich gas) yang mudah larut dalam air

dengan konsentrasi tertentu memasuki bagian bawah kolom absorpsi, bergerak anik

secara berlawanan arah (countercurrent) dengan air murni yang bergerak turun melalui

bagian atas kolom, akan jelas terlihat bahwa jumlah gas yang ter;arut dalam total gas

keluar akan turun (lean gas) dan konsentrasi gas dalam air akan naik.

Laju yang menunjukkan perpindahan molekul etrlarut yang terabsorpsi dikenal

dengan interface mass-transfer rate dan bergantung dengan jumlah permukaan kontak

kedua fluida. Jumlah area kontak tersebut berhubungan erat dengan ukuran dan bentuk

material isian (packing), laju cairan, distribusi cairan antar permukaan packing, potensi

cairan untuk menggenang, dan sifat-sifat lain.

Gambar I.1 Pergerakan molekul gas ke liquidBerdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan menjadi:

1

Page 4: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Absorpsi Fisika

komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih tinggi

(dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan

reaksi kimia.

Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM, RectisolTM

(LURGI), flour solvent (propylene carbonate).

Absorpsi Kimia

melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang

terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut

untuk melarutkan komponen terlarut

Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield

Process (Kalium Karbonat)

I.2 Pemilihan Pelarut

Pertimbangan pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses absorpsi memiliki

kriteria sebagai berikut:

a) Tujuan dari proses absorpsi, di antaranya:

Jika tujuan utama operasi untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka

pelarut ditentukan berdasarkan sifat dari produk. Contoh: produksi HCl.

Jika tujuan utama adalah menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka

ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air yang merupakan pelarut

paling murah, tersedia dalam jumlah yang banyak, dan sangat kuat untuk

senyawa polar.

b) Kelarutan Gas

Kelarutan gas harus tinggi sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan

menurunkan kuantitas pelarut yang diperlukan. Umumnya, pelarut yang

memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.

c) Volatilitas

Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang

meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada banyak

pelarut yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan pelarut

kedua, yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas

teruapkan.

2

Page 5: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

d) Korosivitas

Material bangunan menara dan isinya sedapat mungkin tidak dipengaruhi oleh

sifat pelarut. Pelarut yang korosif dapat merusak menara dan oleh sebab itu

memerlukan material menara yang mahal atau tidak mudah dijumpai, oleh

karenanya kurang disukai.

e) Harga

Penggunaan pelarut yang mahal dan tidak mudah ter-recovery akan

meningkatkan biaya operasi menara absorber.

f) Ketersediaan

Ketersediaan pelarut di dalam negri akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas

harga dan biaya operasi secara keseluruhan.

g) Viskositas

Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi

yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara, serta perpindahan

kalor yang baik.

h) Lain-lain

Sebaiknya pelarut tidak memiliki sifat toksik, flamable, dan sebaliknya pelarut

sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku yang

rendah.

I.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi

a) Luas pemukaan kontak

Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang

terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang

semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.

b) Laju alir fluida

Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut

akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang

berdifusi.

c) Konsentrasi gas

Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi

yang terjadi antar dua fluida.

d) Tekanan operasi

3

Page 6: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.

e) Temperatur komponen terlarut dan pelarut

Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.

f) Kelembaban Gas

Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor

laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses

dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat

dianjurkan.

I.4 Jenis-jenis Kolom Absorber

Secara umum kolom absorber dibagi menjadi tiga, yaitu:

a) Packed Bed Column

b) Plate Column

c) Spray Column

4

Page 7: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Gambar I.2 Packed Bed Column Gambar I.3 Plate Coulmn

Gambar I.4 Spray Column

Aliran fluida dalam kolom absorber dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Cross-flow → bersilangan

b) Countercurrent → berlawanan arah

c) Co-current → searah

Gambar I.5 Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column

I.5 Menara Packed Bed

I.5.1 Keunggulan Menara Packed Bed

• Fabrikasi yang minim

Kolom isian hanya membutuhkan sejenis packing support dan sebuah distributor

cairan untuk tiap ketinggian 10 ft.

• Versatilitas

5

Page 8: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Materi isian dapat dengan mudah ditukar sehingga mudah meningkatkan

efisiensi, menurunkan pressure drop, dan meningkatkan kapasitas.

• Minim Korosi

Larutan asam dan larutan yang bersifat korosif lainnya dapat diatasi oleh packed

bed column karena konstruksi kolom terbuat dari material yang tahan korosi.

• Pressure drop yang rendah

Lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis Sieve Tray.

• Capital cost yang rendah

Bila digunakan isian plastik dengan diameter kurang dari 3 ft, investasi masih

dianggap murah.

I.5.2 Kelemahan Menara Packed Bed Jika terdapat padatan atau pengotor, maka akan sulit dibersihkan

Isian packed column akan mudah patah selama proses pengisian dan proses

pemanasan

Tidak ekonomis jika laju alir pelarut tinggi

I.5.3 Ketentuan Isian dari Menara Packed Beda) Bersifat inert terhadap fluida

b) Kuat tetapi tidak berat

c) Memiliki fraksi kekosongan yang cukup untuk menjamin kontak yang optimal

namun tidak menaikkan pressure drop

d) Biaya murah

Terdapat dua metode pengisian packing pada kolom absorber, yaitu:

a) Random Packing

Pengisian secara acak memberikan luas permukaan spesifik yang besar dan

porositas yang lebih kecil, sehingga menurunkan biaya investasi. Namun,

pressure drop yang dihasilkan akan lebih besar.

b) Regular or Stack Packing

Pengisian yang tersusun memberikan pressure drop yang lebih kecil dan efektif

untuk laju alir yang tinggi. Namun, investasi lebih besar.

6

Page 9: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Gambar I.6 Jenis isian dalam Packed Bed Column

I.5.3 Pressure Drop pada Packed Bed Column

Faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan kolom isian adalah

besarnya pressure drop. Hal ini terutama berkaitan dengan fenomena yang disebut

dengan flooding (penggenangan), dimana cairan yang seharusnya bergerak menuruni

kolom, tertahan pergerakannya oleh tekanan gas yang terlalu besar atau ruang antar

isian terlalu rapat.

Fenomena flooding dapat terjadi bila pada laju alir gas konstan, laju alir cairan

dinaikkan sehingga cairan mengisi lebih banyak ruang antar isian dan mengurangi

ruang gerak gas. Bila hal ini terus terjadi, maka akan timbul fenomena flooding cairan

serta kenaikan pressure drop yang tinggi. Hampir sama dengan di atas, untuk laju alir

cairan turun yang tetap, ternyata laju alir gas ditingkatkan sehingga pressure drop ikut

naik, maka akan terjadi flooding.

Persamaan Blake-Kozeny digunakan untuk perhitungan pressure drop pada

kolom isian:

ΔPL

=v0150 μD

p

2

(1−ε )2

ε3

...1)

I.6 Persamaan Umum pada Kolom AbsorberI.6.1 Neraca Massa

Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom absorber,

perhatikan gambar berikut:

7

d

Page 10: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Gambar I.7 Skema neraca massa pada kolom isian

...2)

...3)

Dimana, Gm1 = Laju alir molar inlet gas

Gm2 = Laju alir molar outlet gas

Lm1 = Laju alir molar outlet liquid

Lm2 = Laju alir molar inlet liquid

x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni

y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas

I.6.2 Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh (KOG atau KG)

Koefisien transfer massa gas menyeluruh (Overall Mass Transfer Coefficient, gas

concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya dengan laju difusi atau

perpindahan massa gas ke liquid. Semakin besar nilai koefisien, semakin besar pula laju

difusi gas. Persamaan yang digunakan untuk menentukan KOG adalah sebagai berikut:

8

In = Out

Gm1+Lm2=Gm2+Lm1

Gm ( y1− y2)=Lm ( x1−x2)

Page 11: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

KOG=

Ga

a×AH×

ln(Pi

Po)

Pi−Po ...4)

Dimana,

KOG

= koefisien transfer massa gas menyeluruh

(gr.mol/atm.m2.sekon)

Ga = jumlah gas terlarut dalam liquid

a = luas spesifik (440 m2/m3)

AH = volume kolom

Pi = Fraksi mol inlet ¿ tekanan total

Po = Fraksi mol outlet ¿ tekanan total

Persamaan 4) menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien transfer massa gas,

maka jumlah gas yang terlarut dalam liquid akan lebih banyak. Selain itu, persamaan

tersebut menunjukkan adanya pengaruh tekanan kolom dalam menentukan nilai

koefisien transfer massa gas. Hal ini karena pengaruh adanya isian pada kolom yang

menyebabkan pressure drop yang selalu harus diperhitungkan dalam kolom isian.

Semakin besar pressure drop maka perpindahan massa gas ke liquid akan semakin

kecil.

I.7 Pemilihan Jenis PackingPemilihan ukuran packing merupakan dasar dari pembuatan sebuah kolom

absorbsi. Pemilihan packing yang baik sangat didasarkan pada pengaturan dan

penataan packing yang rumit. Tapi untuk menentukkan jenis packing yang baik sangat

didasarkan pada pengalaman yang telah lampau.

Tabel 1 Jenis-jenis packing yang umum dipakai

9

Page 12: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

10

Page 13: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

BAB II

ALAT DAN BAHAN

Percobaan dimulai dengan proses persiapan alat dan bahan, adapun alat yang

digunakan adalah:

Menara absorpsi sebagai alat berlangsungnya

Tangki air sebagai wadah penyimpanan air berkapasitas 30 Liter

Tangki CO2 sebagai wadah penampungan gas karbondioksida yang akan

diabsorpsi

Labu ukur 1 liter sebagai wadah larutan HCl dan NaOH

Pipet tetes untuk meneteskan bahan kimia identifikasi seperti pp dan methyl

orange.

Labu Erlenmeyer sebagai wadah untuk melakukan titrasi

Gelas ukur sebagai wadah awal sampel.

Titrator untuk berfungsi sebagai wadah larutan pentritasi.

Stopwatch untuk mengukur waktu pengambilan sampel.

Sedangkan bahan yang diperlukan adalah:

Larutan HCl 0.2 M yang dibuat dengan menggunakan prinsip pengenceran HCL

12 M. Larutan dibuat di lemari asam.

Larutan BaCl2 5% wt

Larutan NaOH 0.027 M

PP sebagai larutan identifikasi yang akan digunakan dalam proses titrasi.

MO (Metil Orange) sebagai larutan identifikasi yang akan digunakan dalam

proses titrasi.

Air (H2O) sebagai solvent pada proses absorpsi. Air yang digunakan berasal dari

air keran laboratorium POT II Departemen Teknik Kimia UI.

Gas CO2 sebagai zat yang akan diabsorpsi pada praktikum ini.

11

Page 14: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

BAB III

PERCOBAAN

III.1 Percobaan 1: Hidrodinamika Packed Column – Pressure Drop (P) Kolom Kering

a. Tujuan Percobaan

Mengetahui hubungan antara ∆P pada kolom kering dengan laju alir udara

b. Data Percobaan dan Pengolahan Data Percobaan

DATA PERCOBAAN PENGOLAHAN DATALaju Alir

Udara (L/Menit)

∆ P (mmH2O)

Log ∆ PLog Laju Alir

Udara

20 16 1,204 1,30140 16 1,204 1,60260 16 1,204 1,77880 17 1,230 1,903

100 18 1,255 2,000120 19 1,279 2,079140 20 1,301 2,146160 21 1,322 2,204

Dari data di atas, kita dapat membuat grafik Log ∆ P Vs. Log laju alir udara. Berikut ini

adalah grafiknya:

1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200 2.4001.140

1.160

1.180

1.200

1.220

1.240

1.260

1.280

1.300

1.320

1.340

Grafik Log Δ P Vs. Log Laju Alir Udara

Log Laju Alir Udara

log

Del

ta P

Gambar III.1.1 Log ∆ P Vs. Log laju alir udara

c. Analisis

Analisis Percobaan

Sesuai dengan tujuan percobaan 1, yaitu untuk mengetahui hubungan pressure drop

pada kolom kering dengan laju alir udara, maka pada percobaan ini kolom isian (packed

column) tidak diisi oleh fluida selain udara. Laju alir udara divariasikan untuk

12

Page 15: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

mengetahui seberapa besar pengaruh laju alir udara terhadap pressure drop. Nilai

pressure drop didapat dari selisih pembacaan manometer yang prinsipnya mengukur

tekanan pada bagian atas dan bawah packed column. Perbedaan tekanan antara bagian

atas dan bawah packed column ini disebabkan oleh adanya gaya gesek yang terjadi

antara udara dengan packing pada kolom isian.

Pada percobaan ini, ketika laju alir udara ditingkatkan terjadi fenomena flooding,

yaitu suatu fenomena dimana cairan yang seharusnya bergerak menuruni kolom,

tertahan oleh tekanan gas yang terlalu besar atau ruang antar isian terlalu rapat dan

pressure drop-nya sangat tinggi. Fenomena ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:

a. Pada laju alir gas konstan, laju alir cairan dinaikkan sehingga cairan mengisi lebih

banyak ruang antar isian dan mengurangi ruang gerak gas.

b. Pada laju alir air yang tetap, laju alir gas ditingkatkan sehingga pressure drop ikut

naik

Namun, fenomena flooding ini tidak kami ikut sertakan dalam data percobaan beserta

pengolahan datanya.

Analisis Data Percobaan

Secara umum, dari data pengamatan terlihat bahwa seiring dengan bertambahnya

laju alir udara yang melewati packed column maka pressure drop di dalam kolom juga

semakin besar. Hal ini disebabkan oleh gaya friksi antara udara dengan packing

meningkat seiring dengan kenaikan laju alir udara. Namun, jika kita lihat pada data

tersebut terdapat suatu anomali dimana ketika laju alir udara sebesar 20 L/mnt, 40

L/mnt, 60 L/mnt memiliki P yang sama, yaitu 16 mmH2O. Hal ini mungkin dikarenakan

karena pressure-nya masih berada dalam tahap inisiasi sehingga tidak terjadi perubahan

yang berarti. Kemungkinan lainnya adalah kesalahan dalam pembacaan skala

manometer.

Analisis Hasil dan Grafik Percobaan

Dilihat dari Gambar II.1.1 yaitu Grafik Log ∆P Vs. Log Laju Alir Udara berbanding

lurus. Dengan kata lain, pressure drop dan laju alir udara memiliki hubungan yang saling

linier, yaitu peningkatan laju alir udara akan menyebabkan peningkatan pressure drop.

Hubungan linear antara laju alir fluida dengan pressure drop pada kolom kering dapat

dibuktikan melalui persamaan Ergun di bawah ini:

13

Page 16: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

di mana ∆P adalah penurunan tekanan di dalam kolom dan G0 adalah kecepatan massa

(mass velocity) yang merupakan fungsi dari laju alir fluida. Setelah dimodifikasi

persamaan Ergunnya akan berbentuk seperti persamaan di bawah ini:

di mana:

dP = perbedaan tekanan

dx = panjang kolom

V = kecepatan superficial

Dp = diameter partikel

ε = porositas

Untuk mendapatkan persamaan yang berbentuk linear, maka nilai ∆P dan laju alir

udara dari percobaan dilogaritmakan. Berikut ini adalah penjelasannya:

∆ P≈ v2

log ∆P≈ log v2

log ∆P≈2 log v hubungan antara P dan v menjadi linier

14

Page 17: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

III.2 Percobaan 2: Hidrodinamika Packed Column, Hubungan Antara Pressure Drop Udara dengan Laju Alir Air pada Kolom Isian

1. Tujuan Percobaan

Menguji hubungan antara pressure drop sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi

laju alir air.

2. Prosedur Percobaan

1. Mengisi tanki air hingga ¾ penuh, sekitar 30 liter

2. Menyalakan pompa air dat set C1 untuk memberikan aliran air dengan laju 3 liter/

menit

3. Setelah 30 detik, tutup C1, matikan pompa dan biarkan air turun selama 5 menit

4. Mengukur pressure drop udara pada kolom basah sebagai fungsi dari laju alir udara

5. Mengukur pressure drop udara pada kolom sebagai fungsi laju alir udara dengan

berbagai variasi laju alir air

3. Data Percobaan dan Pengolahan Data Percobaan

DATA PERCOBAAN PENGOLAHAN DATA

Laju Alir Air

(liter/menit

)

Laju Alir Udara

(liter/menit)

delta P

(mmH2O)

Log Laju Alir Udara Log P

(mmH2O)

2 20 15 1,301 1,176

2  40 16 1,602 1,204

2 60 16 1,778 1,204

2  80 17,5 1,903 1,243

2 100 20 2,000 1,301

2  120 24 2,079 1,380

 2 140 29 2,146 1,462

 2 160 34 2,204 1,531

DATA PERCOBAAN PENGOLAHAN DATA

Laju Alir Air

(liter/menit)

Laju Alir Udara

(liter/menit)

delta P

(mmH2O)

Log Laju

Alir Udara

Log P

(mmH2O)

4 20 19 1,301 1,279

4 40 21 1,602 1,322

4 60 22 1,778 1,342

4 80 26 1,903 1,415

15

Page 18: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

4 100 47 2,000 1,672

4 120 55,5 2,079 1,744

4 140 45 2,146 1,653

 4 160 46 2,204 1,663

DATA PERCOBAAN PENGOLAHAN DATA

Laju Alir Air

(liter/menit)

Laju Alir Udara

(liter/menit)

delta P

(mmH2O)

Log Laju Alir

Udara

Log P

(mmH2O)

6 20 27 1,301 1,431

 6 40 31 1,602 1,491

 6 60 39 1,778 1,591

 6 80 48 1,903 1,681

6 100 53 2,000 1,724

 6 120 55 2,079 1,740

 6 140 59 2,146 1,771

 6 160 60 2,204 1,778

DATA PERCOBAAN PENGOLAHAN DATA

Laju Alir Air

(liter/menit)

Laju Alir

Udara

(liter/menit)

delta P

(mmH2O)

Log Laju

Alir

Udara

Log P

(mmH2O)

8 20 33 1,301 1,519

 8 40 47 1,602 1,672

 8 60 53 1,778 1,724

 8 80 62 1,903 1,792

8 100 51 2,000 1,708

 8 120 56 2,079 1,748

 8 140 64 2,146 1,806

Dari data di atas, kita dapat membuat grafik Log ∆ P Vs. Log laju alir udara dari berbagai

variasi laju alir air. Berikut ini adalah grafiknya:

16

Page 19: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200 2.4000.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

Grafik Log Delta P Vs. Log Laju Alir Udara dengan Variasi Laju Alir Air

laju alir air = 2 liter/menit

laju alir air = 4 liter/menit

laju alir air = 6 liter/menit

laju alir air = 8 liter/menit

Log Laju Alir Udara

Log D

elta

P

Gambar III.2.1 Log ∆ P Vs. Log laju alir udara dengan berbagai variasi laju alir air

Namun, jika grafik di atas tidak dibuat dalam skala logaritmik akan dihasilkan grafik di

bawah ini:

0 20 40 60 80 100 120 140 160 1800

10

20

30

40

50

60

70

80

Grafik Delta P Vs. Laju Alir Udara

laju alir air = 2 ltr/mntlaju alir air = 4 ltr/mntlaju alir air = 6 ltr/mntlaju alir air = 8 ltr/mnt

Laju Alir Udara

Delta

P

Gambar III.2.2 ∆ P Vs. laju alir udara dengan berbagai variasi laju alir air

4. Analisis

Analisis Percobaan

Pada dasarnya, percobaan 2 ini hampir sama dengan percobaan 1. Perbedaan

antara kedua percobaan tersebut adalah keadaaan packed column dan data yang

divariasikan. Pada percobaan 2 ini, packed column yang digunakan keadaannya basah

karena selain dialiri oleh fluida gas, packed column ini juga dialiri oleh fluida cair berupa

air, sehingga friksi di dalam kolom semakin besar dari keadaan kolom yang kering. Hal

ini disebabkan oleh porositas di dalam kolom akan semakin kecil dengan terisinya

17

Page 20: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

rongga-rongga di dalam packing dengan cairan. Selain itu, packing pada kolom isian

akan menyebabkan kontak antara udara dengan air semakin besar.

Untuk mengetahui hubungan antara pressure drop dengan laju alir udara pada

keadaan kolom yang basah, data yang divariasikan adalah laju alir udara dan laju alir air,

sedangkan data yang diukur adalah pressure drop. Untuk melihat pengaruhnya secara

efektif maka peristiwa absorpsinya harus dilakukan dengan aliran counter current di

mana aliran udara masuk di bawah kolom dan aliran air masuk di atas kolom.

Pengukuran perbedaan tekanan yang terbaca pada manometer harus berada dalam

keadaan kolom yang steady sehingga diperlukan waktu tunggu beberapa menit sampai

kondisi tersebut tercapai. Hal ini dilakukan dengan tujuan meyakinkan praktikan bahwa

peristiwa absorpsi telah terjadi secara merata di semua titik.

Analisis Data dan Hasil

Berdasarkan data-data yang diperoleh, kenaikan laju alir air dan laju alir udara

menyebabkan kenaikan pressure drop. Hal ini sesuai dengan persamaan Ergun yang

telah dijelaskan hubungannya pada percobaan 1.

Persamaan Ergun menyatakan hubungan yang berbanding lurus, ketika laju alir v

naik maka ΔP juga akan naik. Selain laju alir (kecepatan superficial) air dan udara, ada

beberapa faktor lain yang mempengaruhi peningkatan pressure drop, yakni variabel-

variabel lain di persamaan Ergun diantaranya panjang kolom, porositas, dan diameter

partikel.

Ketika praktikan mencoba meningkatkan laju alir air menjadi 10 L/menit, terjadi

fenomena flooding seperti yang telah dijelaskan penyebabnya pada analisis percobaan 1.

Namun, fenomena ini tidak praktikan masukkan ke dalam data percobaan beserta

pengolahan datanya karena nilai pressure drop pada fenomena flooding sangat besar.

Pada laju alir air sebesar 4 L/mnt dan 8 L/mnt terjadi anomali data di mana

kenaikan laju alir udara tidak selalu diikuti dengan kenaikan pressure drop. Hal ini

mungkin diakibatkan oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian

analisis kesalahan.

Analisis Grafik

Dari percobaan 2 ini, praktikan mencoba untuk membuat grafik hasil percobaan

dalam dua bentuk, yaitu skala biasa dan skala logaritmik. Ternyata, dengan membuat

grafik hasil percobaan dalam skala logaritmik, pengaruh laju alir udara dan air terhadap

pressure drop dapat lebih terlihat karena skala grafik pada Gambar III.2.1 lebih kecil

dibandingkan dengan grafik pada Gambar III.2.2. Dengan kata lain, untuk kasus

18

Page 21: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

percobaan ini dapat kita generalisasikan bahwa grafik berskala logaritmik memiliki

tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan grafik tanpa skala logaritmik.

Dari Gambar III.2.2, kita dapat melihat fenomena pressure drop yang terjadi pada

percobaan 1 juga terjadi pada percobaan 2, hanya saja nilai pressure drop-nya lebih

besar di percobaan 2. Fenomena ini terjadi karena laju alir udara yang semakin tinggi

mengakibatkan waktu kontak akan semakin cepat sehingga transfer massa udara ke air

semakin sedikit. Dengan kata lain, komponen ynag terabsorpsi ke air tidak merata.

Jika dilihat dari pengaruh laju alir air dengan membuat laju alir udara konstan,

maka peningkatan laju alir air akan meningkatkan pressure drop. Pada kolom absorbsi

terdapat packing yang juga akan mempengaruhi besarnya absorpsi dan besarnya

perbedaan tekanan yang terdapat di kolom. Dengan meningkatkan laju alir air maka

volume ruang kosong pada packed column akan semakin kecil karena telah ruang

kosong yang ada telah terisi oleh air. Oleh karena itu, laju alir udara harus ditingkatkan

agar udara tetap dapat melewati packed column tersebut. Hal ini akan meningkatkan

pressure drop karena friksi yang ditimbulkan oleh udara dengan air yang mengisi ruang

kosong semakin besar.

Selain disebabkan oleh friksi udara-air, peningkatan pressure drop column juga

dapat disebabkan oleh peningkatan laju alir air yang menyebabkan partikel air terpecah

sehingga transfer massa dari udara ke air akan semakin sedikit dan tidak merata.

Analisis Kesalahan untuk Kedua Percobaan

Dari kedua percobaan, yaitu percobaan 1 dan 2 terdapat beberapa anomali data percobaan

terhadap teori yang ada. Hal ini mungkin disebabkan oleh :

a. Kesalahan dalam membaca skala manometer sehingga mempengaruhi hasil percobaan.

b. Kesulitan mengontrol laju alir air dan udara yang masuk ke dalam kolom karena flowmeter

sudah kurang akurat.

c. Tidak meratanya aliran air di seluruh bagian packed column. Terkadang air hanya mengalir

pada bagian pinggir kolom.

d. Waktu untuk memastikan bahwa keadaan packed column telah steady kurang sesuai dengan

prosedur percobaan sehingga aliran air kurang merata di seluruh bagian packed column.

e. Adanya saluran pipa yang bocor, sehingga laju alir udara dan laju alir air yang terbaca pada

flowmeter kurang akurat.

19

Page 22: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

III.3 Percobaan 3 : Absorpsi CO2 dengan air menggunakan analisis gas 1. Tujuan percobaan :

menentukan dan mempelajari pola absorbs CO2 dengan air menggunakan alat

analisis gas yang tersedia.

2. Data Pengamatan :

F1 : laju alir air masuk packed column = 6 liter/menit = 0,1 liter/sekon

F2 : laju alir udara masuk packed column =10liter/menit=0.1667 liter/sekon

F3 : laju alir CO2 masuk packed column = 15 liter/menit = 0,25 liter/sekon

Sample point

V1 (ml) 60 ml

V2 (ml) 1,2 ml

Keterangan:

V1 : Volume CO2 dan udara pada pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi (diukur

dalam piston)

V2 : Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi

(diukur di dalam tabung liquid overspill).

3. Hasil Pengolahan Data :

Kandungan CO2 pada sample gas

Didapatkan fraksi volume CO2 yaitu V2 / V1. Pada perhitungan ini, gas diasumsikan

bersifat ideal sehingga untuk gas ideal sehingga dapat dianggap fraksi volume CO2 tersebut

sama dengan fraksi molnya (fraksi volume CO2 = fraksi mol CO2). Pada percobaan ini juga

dilakukan pengecekan terlebih dahulu pada sample yang masuk ke dakam kolom absorpsi agar

mempunyai nilai fraksi CO2 yang sama seperti yang diindikasikan oleh flowmeter pada aliran

masuk.

(V 2

V 1)=Y 1=

F3

F2+F3

=0 ,25

litersekon

0 ,1667liter

sekon+0 .25

litersekon

=0 .375

..(1)

Y1 adalah fraksi mol gas CO2 pada aliran gas masuk (inlet)

Y 0=V 2

V 1 (2)

Y 0=(V 2

V 1)=1,2 ml

60 ml=0 ,02

20

Page 23: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Y0 adalah fraksi mol gas CO2 pada aliran gas keluar (outlet)

Dalam menentukan kandungan CO2 pada sampel gas dipergunakan neraca massa pada

packed column absorber sebagai berikut :

(F inlet×Y inlet )=(Foutlet×Y outlet )+Akumulasi

(F inlet×YCO2 inlet )=(Foutlet ¿Y CO2

outlet )+FCO2

terserap

Bila diumpamakan Fa dalam satuan liter/sekon adalah CO2 yang terserap dari puncak

kolom hingga dasar kolom, kemudian persamaannya menjadi:

(F2+F3 )Y 1CO2 inlet

−(F 2+ (F 3−F a ) )Y 0CO2outlet

= F aCO2 terserap (3)

sehingga,

Fo=(Y 1−Y 0) (F2+F3 )

(1−Y 0 )=

( 0. 375−0 .02 ) (0 .1667+0 .25 )(1−0 . 02 )

=0 .151liter

sekon

Hasil yang didapatkan dengan satuan liter/sekon selanjutnya dikonversikan menjadi

g.mol/sekon (Ga), degan persamaan dibawah:

Ga=F0

22 . 42xPkolom mmHg

760 mmHgx

273T kolom+273 (4)

dimana,

Pcolumn=760+ P13 ,6 (5)

dari data yang diperoleh P = 37 mmH2O, maka:

Pcolumn=760+3713 ,6

=762 ,72mmHg

T kolom = 21 oC

Sehingga didapat:

Ga=0 .15122 . 42

x762 .72760mmHg

x27321+273

=0 .00627 g .molsekon

Sehingga di dapatkan absorsi CO2 sebesar 0.00627 gmol/sekon

4. Analisis

Analisis Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui berapa gas CO2 yang dapat

terabsorbsi oleh air dengan menggunakan analisis dari sample gas sisa yang tidak terabsorbsi.

CO2 yang terabsorbsi merupakan selisih antara CO2 inlet ke packed column dengan CO2 yang

keluar dari packed column, Sehingga dapat di tulis secara matematis:

21

Page 24: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

CO2 terabsorbsi = CO2 inlet – CO2 outlet.

Atau dengan persamaan Fo=

(Y 1−Y 0) (F2+F3 )(1−Y 0 )

Dengan Prinsip absorbsi yaitu senyawa dengan konsentrasi lebih rendah akan

berpindah ke senyawa dengan konsentrasi lebih tinggi. Pada percobaan ini gas CO2 akan

dianalisis dengan peralatan Hempl gas. CO2 dan udara akan dilakukan kontak dengan air. Maka

udara dan CO2 yang memiliki konsentrasi lebih tinggi disbanding air akan terabsorb ke air.

Karena laju alir gas dan udara yang masuk lebih tinggi dibandingkan dengan laju alir air inlet

yang masuk pada packed column, sehingga waktu kontak yang terjadi antara air dan gas akan

lebih besar. Hal ini memungkinkan terjadinya proses kontak yang lebih lama, sehingga jumlah

gas yang teradsorbsi akan semakin banyak pula.

Pada kenyataan, CO2 tidak dapat diabsorbsi seluruhnya oleh air. Oleh karena itu, kita

dapat mengetahui jumlah CO2 yang dapat diserap oleh air dengan metode analisis gas ini.

Metode analisis gas ini menggunakan data CO2 sisa yang tidak terabsorbsi oleh air, yang

merupakan CO2 outlet (CO2 terabsorbsi = CO2 inlet – CO2 outlet). Gas CO2 outlet tersebut akan

masuk ke dalam peralatan analisis gas yang bernama peralatan Hempl gas melalui S3 (lihat

gambar). Gas akan didorong oleh piston pada jumlah tertentu. Sebelumnya, kita harus

membuang gas sisa yang berada di sekitar absorbtion globe dengan piston, agar semua gas yang

berada dalam system keluar semua dan system dalam keadaan vakum. Hal ini dimaksudkan

agar tidak ada gas yang tercampur dengan gas yang akan dianalisis. Kemudian piston akan

menarik sample gas dalam jumlah tertentu (dalam hal ini V1 = 60 ml). Sampel ini merupakan gas

CO2 yang tidak terabsorb air. Sebenarnya gas ini tidaklah murni CO2 tetapi merupakan

campuran CO2 dan udara.

Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sample gas ke dalam absorbsition

globe yang sebelumnya telah berisi NaOH 1M. NaOH berguna untuk mengabsorbsi CO2 Data

yang diambil selanjutnya adalah V2 yang merupakan volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh

larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala, yang dalam perhitungan digunakan sebagai jumlah

CO2 pada aliran keluar Kemudian piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk menghilangkan

udara yang tidak terabsorbsi oleh NaOH ke atmosfir, karena NaOH hanya akan mengabsorb CO2.

Analisis Data dan Hasil

Tujuan pengolahan data percobaan ini adalah untuk menghitung berapa CO2 yang

terabsorbsi oleh air dan menghitung besarnya koefisien transfer gas.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung jumlah kandungan CO2 pada

sample yang masuk ke dalam packed column. Kandungan CO2 dapat diketahui dengan

menghitung fraksi CO2 pada aliran CO2 maupun udara. Kemudian dihitung jumlah CO2 yang

22

Page 25: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

diserap dalam kolom dari analisis sample dalam inlet dan outlet. Sebelumnya kami juga harus

menghitung fraksi volume CO2 pada aliran gas outlet, yaitu dari nilai V2/V1, dimana V1

merupakan volume CO2 dan udara pada sample yang akan diabsorbsi oleh NaOH. Sedangkan V2

merupakan CO2 yang l terabsorb oleh NaOH. Setelah kami memiliki nilai fraksi CO2 pada aliran

gas masukan ataupun keluaran, maka kami dapat menghitung jumlah CO2 yang terabsorb oleh

air di sepanjang kolom (nilai Fa, lihat perhitungan), setelah diubah ke dalam satuan

g.mol/sekon didapat nilai G0= 0 .00627 gmol/sekon

23

Page 26: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

III.4 Percobaan 4 : Absorbsi CO2 Dengan Air Menggunakan Analisis Larutan

1. Bahan-Bahan yang Dibutuhkan:

¤ PP indicator

¤ Larutan NaOH 0,0277 M

¤ Larutan Na2CO3 0,01 M

2. Alat-Alat Tambahan:

¤ 5 buah Beaker Glass 150 ml

¤ Labu Ukur 1000 ml + tutup

¤ 2 buah Gelas Ukur 100 ml

¤ 4 buah Erlenmeyer

¤ 2 buah Buret

3. Prosedur:

Mengisi tangki dengan air baru hingga 30 liter (¾ penuh)

Mengalirkan air (3 lt/menit), udara (30 lt/menit), dan CO2 (15 lt/menit)

Menunggu hingga tercapai kondisi steady (15 menit)

Mengambil sampel tiap 10 menit dari S4 dan S5 sebanyak 150 ml

Mengukur sebanyak 100 ml kemudian memasukkan ke dalam erlenmeyer

menambahkan pp sebanyak 15 tetes

Menitrasi dengan NaOH 0,0277 M

4. Data Pengamatan :

F1 : laju alir air masuk packed column = 3 liter/menit = 0,05 liter/detik

F2 : laju alir udara masuk packed column = 30 liter/menit= 0,5 liter/detik

F3 : laju alir CO2 masuk packed column = 15 liter/menit= 0,25 liter/detik

Konsentrasi NaOH = 0,0277 M ;

Volume sampel =100 ml

Waktu(menit)

VB di S4(ml) VB di S5 (ml)

10 18 2220 21 2430 24 2640 28 30

Keterangan :

VB : volume NaOH yang ditambahkan dalam titrasi

24

Page 27: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

S4 : saluran output yang terletak di bagian bawah kolom absorbsi

S5 : saluran input yang terletak di tangki

5. Hasil Pengolahan Data:

CO2 bebas, Cdi (mol/liter) = (VB dari S5 × 0,0277 M ) / volume sampel

Cdo (mol/liter) = (VB dari S4 × 0,0277 M) / volume sampel

Laju inlet (mol/detik) = Cdi × F3

Laju outlet (mol/detik) = Cdo × F3

Laju absorpsi =laju inlet-laju outlet

Waktu

(menit)

VB (S4) Cdo Laju

Outlet

VB (S5) Cdi Laju

Inlet

Laju

Absorbs

i

10 18 0,4986 0,1246

5

21 0,5817 0,1454

3

0,02078

20 21 0,5817 0,1454

3

24 0,6648 0,1662 0,02078

30 24 0,6648 0,1662 26 0,7202 0,1800

5

0,01385

40 28 0,7756 0,1939 29 0,8033 0,2008

3

0,00693

Laju absorbsi rata-rata = 0,01558 mol/detik

5 10 15 20 25 30 35 40 450

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

Grafik laju absorpsi terhadap waktu

waktu (menit)

laju

abs

orps

i (m

ol/d

etik)

Gambar III.4.1 Grafik hubungan laju absorpsi CO2 vs waktu

25

Page 28: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

6. Analisis

Analisis Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui laju absorbsi CO2 ke dalam air dengan

menggunakan analisis larutan. Larutan tersebut merupakan air yang telah mengandung CO2

karena telah terjadi kontak langsung antara air tersebut dengan gas CO2 pada kolom sehingga

terjadi peristiwa absorbsi CO2 ke dalam air. Sampel larutan adalah air yang berasal dari valve S4

dan S5 di mana sampel dari S4 merupakan air yang baru keluar dari kolom absorber sedangkan

S5 adalah air yang berasal dari tangki.

Pada kolom absorber, CO2 terabsorb oleh air dengan reaksi sebagai berikut:

CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l)

Dengan demikian air tersebut akan bersifat asam. Oleh karena itu dalam titrasi digunakan titran

berupa larutan basa yaitu NaOH. NaOH adalah soda kaustik yang memiliki sifat basa kuat yang

dapat menentralkan H2CO3 yang terbentuk dalam kolom absorber dengan melalui reaksi:

H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l)

Dalam percobaan ini, data yang diambil adalah volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi (VB).

Dengan melakukan titrasi menggunakan CO2, kita dapat mengetahui jumlah CO2 bebas

yang terkandung di dalam sampel (Cd). Cd dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk

titrasi, yaitu:

V 1×M 1=V 2×M 2

di mana pada percobaan ini subskrip 1 menunjukkan titran (NaOH) dan subskrip 2

menunjukkan sampel, sehingga:

M 2 (Cd )=V 1×M 1

V 2

Sedangkan laju alir CO2 inlet dan outlet merupakan hasil kali Cd pada masing-masing tempat

dengan laju alir CO2 keseluruhan (F3).

Analisis Data dan hasil

Dari hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap waktu yang sama, air di

dalam tangki selalu menunjukkan lebih banyak kandungan CO2-nya daripada air keluaran

absorber. Hal ini menunjukkan telah terjadi akumulasi CO2 di tangki atau air yang dipompa ke

atas absorber tidak sama dengan air yang baru keluar dari kolom absorber. Hal ini terjadi

karena kerja pompa tidak sempurna serta adanya kesalahan dalam ukuran sample yang

diambil. Selain itu, pengambilan sample S4 dan S5 juga tidak dilakukan secara bersamaan.

26

Page 29: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Dalam percobaan ini laju absorbsi rata-rata pada kolom yaitu 0,01558 mol/detik. Laju

absorbsi pada tangki merupakan laju absorbsi yang dihitung dari volume CO2 yang bertambah

di tangki selama 10 menit yaitu dalam rentang 10-40 menit setelah stedi. Berarti setiap

detiknya terjadi akumulasi CO2 pada tangki sebesar 0,01558 mol. Jadi, meskipun tidak terjadi

akumulasi air pada neraca massa total, data tersebut menunjukkan bahwa akumulasi CO2 telah

terjadi pada neraca massa komponen sehingga VB di S5 akan selalu lebih besar dari VB di S4.

Analisis Grafik

Dari Grafik Laju Absorpsi CO2 terhadap pertambahan waktu, dapat dilihat bahwa pada

awalnya terdapat peningkatan laju absorpsi sebelum akhirnya cenderung terus menurun.

Peningkatan laju absorpsi yang terjadi pada bagian awal dari grafik disebabkan karena pada

saat sampel diambil, sistem belum berada pada keadaan yang stedi. Karena air sistem tidak ada

yang keluar (sistem tertutup), maka akan timbul akumulasi CO2. Pada saat air telah menjadi

jenuh oleh CO2, air yang keluar dari absorber dengan air dari tangki yang akan dipompa ke atas

kolom akan sama kandungan CO2-nya. Dengan kata lain, S4 dan S5 adalah sama karena air dari

tangki (S5) berasal dari keluaran absorber (S4. Sehingga secara teoritis, lama kelamaan laju

absorpsi akan semakin berkurang karena kandungan CO2 dalam inlet dan outletnya akan sama,

sehingga secara teoritis grafiknya sebagai berikut:

Grafik teoritis Laju Absorpsi CO2 vs Waktu

waktu (menit)

Laj

u A

bso

rpsi

(m

ol/d

etik

)

Gambar III.4.2 Grafik teoritis laju absorpsi CO2 vs waktu

Perbedaan grafik yang kami peroleh dengan grafik secara teoritis dikarenakan beberapa hal, di

antaranya:

Pada saat dilakukan pengambilan sampel, kondisi system belum steady.

Pada pengambilan sampel S5 (dari tangki) belum terjadi kemerataan di dalam tangki

sehingga sampel yang diambil belum mewakili kondisi air di tangki secara keseluruhan.

27

Page 30: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

III.5 Percobaan 5 : Absorpsi CO2 dalam Larutan NaOH Menggunakan Analisis Larutan Cair

1. Data Hasil Pengamatan

F1 : laju alir air masuk packed column = 3 liter/menit

F2 : laju alir udara masuk packed column = 30 liter/menit

F3 : laju alir CO2 masuk packed column = 15 liter/menit

Konsentrasi : NaOH = 0,1 M ;

Volume sampel : 40 ml

HCl = 0.0277 M

BaCl2 = 100 ml (5% berat)

Waktu S5 S4

  T1 T2

T3 T1 T2 T3

0 72,5 99 80 34,8

74,8 40,8

10 45 70 41 18 59 10

20 19,8 49 39 16,3

44,8 14,5

Dimana,

T1 : volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralisir NaOH dan mengubah karbonat

menjadi bikarbonat

T2 : total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point kedua atau

volume HCl yang digunakan untuk menetralkan basa NaOH dan Na2CO3 (dalam ml)

T3 : volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (dalam ml)

2. Pengolahan Data

Pada t = 0 Inlet = S5

Outlet = S4

CNaOH=(T 3/40ml )×0,1M=(40 ,8ml /40ml )×0,1M=0 ,102M

28

CNaOH=(T 3/40ml )×0,1M=80ml40ml

⋅0,1 M=0,2 M

CNa2CO3=

(T 2−T3 )40

×0,1M×0,5=(99−80 )40

×0 ,05 M=0 ,02375 M

CNa2CO3=

(T 2−T3 )40

×0,1M×0,5=(74 ,8−4 0,8)40

×0 ,05 M=0 ,0425 M

Page 31: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Jumlah NaOH yang digunakan untuk mengabsorpsi CO2 :

Jumlah karbonat yang terbentuk dari absorpsi CO2:

Atau jika dibuat tabel dengan cara yang sama didapat untuk setiap waktu

Waktu Cinlet (M) Coutlet (M) GA1 GA2

(menit)

CNaOH CNa2CO3 CNaOH CNa2CO3 gr,mol/men gr,mol/men

0 0,2 0,02375 0,102 0,0425 0,0009375 0,00201

10 0,1025 0,03625 0,025 0,06125 0,00125 0,00086

20 0,0975 0,0125 0,03625 0,037875

0,0012688 0,00041

0 5 10 15 20 250

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025

Laju Absorpsi CO2 vs Waktu

GA1GA2

waktu (menit)

Laju (gr mol/menit)

Gambar III.5.1 Laju absorbsi CO2 seiring dengan bertambahnya waktu absorbsi

3. Analisis Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui laju absorpsi CO2 ke dalam air dengan

menggunakan analisis larutan cair. Adapun, cairan yang digunakan dalam percobaan kali ini

adalah NaOH.

Pada percobaan absorpsi ini, terjadi reaksi antara CO2 dan NaOH dalam kolom absorpsi

sebagai berikut :

2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O

29

GA2( NaOH )=F1

2[ (CNaOH )i−(C NaOH )o ]=

0 ,052

[ 0,2−0 ,102 ]=0. 00245 M

GA1( Karbonat )=F1 [ (CNa2CO3)0−(CNa2CO3

)i ]=0 ,05 [ 0 ,0425−0 ,02375 ]=0 ,0009375

Page 32: Laporan Absorbsi

Titrasi dengan HCl

Larutan pp dengan trayek pH 8,6-10 (basa)

Sampel Awal

ABSORBSI 2010

Cara mengetahui jumlah CO2 yang terabsorpsi pada larutan NaOH adalah dengan

mengetahui jumlah NaOH dan Na2CO3 dalam sampel. Besarnya jumlah NaOH dan Na2CO3 dalam

sampel dapat dihitung dengan metode titrasi menggunakan HCl. O pada percobaan ini, sampel

yang ingin diuji diambil dari bawah kolom absorpsi (S4) dan dari tangki (S5) masing-masing

sebesar 40 mL. Pengambilan sampel dari tangki dan kolom absorber ini dilakukan untuk

membandingkan kandungan NaOH dan Na2CO3 yang seharusnya sama ketika keadaan telah

jenuh. Dari masing-masing sampel yang diambil kemudian dibagi dua bagian, sampel (S4)1 dan

(S5)1 yang akan mengalami proses titrasi pertama dan sampel (S4)2 dan (S5)2 untuk titrasi kedua.

Pembahasan Titrasi IPada titrasi ini digunakan sampel (S4)1 dan (S5)1 masing-masing sebanyak 40 mL. Titrasi

pertama ini bertujuan untuk mengetahui berapa volume yang dibutuhkan untuk menetralkan

NaOH dan Na2CO3 secara keseluruhan. Reaksi yang terjadi antara CO2 dari tabung dan larutan

NaOH terjadi sebagai berikut :

2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2OUntuk mengetahui kandungan NaOH yang berlebih dan Na2CO3 yang terbentuk

dilakukan proses titrasi. Titrasi yang dilakukan menggunakan HCl, karena NaOH dan Na2CO3

bersifat basa sehingga untuk menetralkannya dilakukan titrasi dengan menggunakan senyawa

yang bersifat asam. Titrasi ini dilakukan dalam dua kali dengan langkah sbb :

Titrasi I:

Untuk tahap ini sampel (S4)1 dan (S5)1 diteteskan larutan pp sebanyak dua tetes. Larutan

yang awalnya berwarna bening berubah menjadi berwarna merah muda. Hal ini dikarena

larutan sampel mengandung senyawa yang bersifat basa yang dideteksi sebagai NaOH dan

Na2CO3.

Gambar III.5.2 Titrasi sampel dengan HCl

Gambar di atas memperlihatkan bahwa setelah proses titrasi dilakukan larutan yang

awalnya berwarna merah muda berubah menjadi bening. Hal ini mengindikasikan bahwa

30

Larutan PP

Page 33: Laporan Absorbsi

Titrasi dengan HClNaHCO3 H2CO3

VT2

Larutan Methyl OrangeIndikator Asam

Sampel Awal

Larutan BaCl2 Larutan pp

Titrasi dengan HCl

ABSORBSI 2010

NaOH telah bereaksi dengan HCl menjadi NaCl dan terbentuknya NaHCO3. Reaksi yang

terjadi adalah sebagai berikut :

NaOH + HCl → NaCl + H2ONa2CO3 + HCl → NaHCO3 + NaCl

Pada titrasi ini, volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan mengubah

Na2CO3 menjadi NaHCO3 disebut dengan volume T1. Setelah titrasi tahap satu ini, larutan

akhir yang berwarna bening kemudian mengalami titrasi tahap dua.

Titrasi 2 :

Pada titrasi kedua ini, percobaan ditujukan untuk mendeteksi terbentuknya H2CO3, oleh

karena itu digunakan indikator methyl orange yang trayek pH indikatornya berada di

daerah asam. Ketika diteteskan methyl orange warna sampel menjadi orange.

Gambar III.5.3 Titrasi sampel tahap kedua

Idealnya, setelah sampel dititrasi dengan HCl warna sampel berubah menjadi merah muda. Hal

ini menunjukkan bahwa H2CO3 telah terbentuk. Dan volume HCl yang dibutuhkan untuk

mengubah NaHCO3 menjadi H2CO3 disebut dengan volume T2. Akan tetapi, pada percobaan yang

kami lakukan, perubahan warna yang terjadi kurang signifikan sehingga kami hanya mencatat

volume saat larutan sedikit berubah warna. Hal ini dikarenakan terdapatnya pengtor atau zat-

zat lain yang mengganggu proses titrasi.

Pembahasan Titrasi IIUntuk titrasi 2 ini digunakan sampel (S4)2 dan (S5)2. Pada proses ini, sebelum dititrasi

dengan HCl, masing-masing sampel ditambahkan dengan BaCl2. Volume BaCl2 yang

ditambahkan bervariasi, bergantung dari volume untuk titrasi tahap satu dan dua.

31

Page 34: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

Gambar III.5.4 Titrasi dengan tambahan BaCl2

Penambahan BaCl2 ini dimaksudkan agar terjadi pengendapan Na2CO3 ketika bereaksi

dengan BaCl2 dengan reaksi sebagai berikut :

Na2CO3 + BaCl2 → BaCO3 + 2 NaClPengendapan Na2CO3 dimaksudkan agar dalam proses titrasi ini volume HCl yang

dibutuhkan hanya untuk menetralkan NaOH sehingga HCl tidak bereaksi dengan Na2CO3. Setelah

ditambahkan BaCl2 kemudian ditambahkan larutan pp sebagai indikator. Kemudian NaOH

dititrasi dengan menggunakan HCl menurut reaksi :

NaOH + HCl → NaCl + H2OVolume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH disebut dengan volume T3. Dari

volume T3 ini dapat diperoleh konsentrasi NaOH sisa yang tidak bereaksi membentuk Na2CO3

pada reaksi :

2 NaOH + CO2 ⇌ Na2CO3 + H2O4. Analisis Grafik

0 5 10 15 20 250

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025Laju Absorpsi CO2 vs Waktu

GA1GA2

waktu (menit)

Laju (gr mol/menit)

Gambar III.5.5 Grafik laju absorbsi CO2

Dari hasil pengolahan data yang diperoleh, praktikan membuat grafik hubungan laju

absorpsi CO2 pada NaOH terhadap waktu absorpsi. Dari grafik diketahui bahwa laju NaOH (GA2)

yang terpakai pada menit awal cukup tinggi, hal ini menandakan bahwa NaOH telah

mengabsorb CO2. Pada menit ke sepuluh laju NaOH yang terpakai semakin menurun, hal ini

dikarenakan NaOH yang diabsorbsi semakin lama semakin sedikit sebab larutan sudah semakin

jenuh dengan Na2CO3.

Untuk laju Na2CO3 (GA1) pada menit awal masih sedikit karena baru awal terjadinya

proses absorpsi. Pada menit ke sepuluh laju pembentukan Na2CO3 meningkat, hal ini dikarena

32

Page 35: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

proses abosorpsi telah berlangsung optimal membentuk Na2CO3. Kemudian, laju pembentukan

Na2CO3 menurun karena kadar CO2 di dalam NaOH sudah jenuh sehingga reaksi yang terjadi

semakin sedikit.

Seharusnya sesuai dengan reaksi NaOH dan CO2, laju pemakaian NaOH sama dengan laju

pembentukan Na2CO3, sehingga grafik yang terbentuk seharusnya berhimpitan di akhir, akan

tetapi grafik justru berhimpitan di awal yang mengindikasikan beberapa kekurangan seperti :

Laju alir CO2 dan NaOH tidak sesuai dengan pengaturan awal sehingga hasil yang diperoleh

tidak maksimal

Pengambilan data lebih banyak lagi karena jika hanya tiga data kurang merepresentasikan

nilai yamg sebenarnya.

33

Page 36: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diberikan oleh praktikan adalah sebagai berikut:

Peristiwa absorbsi melibatkan perpindahan massa yang melibatkan pelarutan suatu

bahan dari fasa gas ke fasa cair. Fenomena absorbsi dapat pula ditingkatkan dengan cara

memperluas permukaan kontak, pada percobaan ini digunakan packing untuk

memperbesar luas permukaan kontak. Dapat juga dengan meningkatkan laju alir dari

fluida baik gas maupun cairan yang melewati kolom absorbsi.

Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari campuran gas-gas

dengan menggunakan pelarut.

Umpan yang terletak di bagian bawah kolom absorpsi adalah gas sedangkan umpan

bagian atas adalah umpan fasa cair.

Semakin tinggi laju udara maka perbedaan tekanan yang terjadi pada kolom absorpsi

akan semakin besar.

Jumlah karbondioksida yang terabsorbsi secara matematis merupakan selisih antara

CO2 inlet dengan CO2 yang keluar menara absorpsi

34

Page 37: Laporan Absorbsi

ABSORBSI 2010

DAFTAR PUSTAKA

Gozan, Misri. Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia. UI Press: Jakarta. 2006.

Treybal, Robert E. Mass Transfer Operations. McGraw-Hill: Malaysia. 1981.

35