kuantitatif - perbedaan model konvensional dengan konstruktivisme terhadap hasil belajar - bab...

68
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 a. Hasil Belajar Pengertian hasil menurut KBBI Online adalah sesuatu yg diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha (tanam-tanaman, sawah, tanah, ladang, hutan, dsb): 2 n pendapatan; perolehan; buah; 3 n akibat; kesudahan (dr pertandingan, ujian, dsb) Menurut Kro’s Report dalam http://www.psb-psma.org/blogs/minardi dalambukunya Theories Human Learning, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan individu yang bersifat permanen yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman tetapi bukan seperti kelelahan, kena obat, penyakit dan perubahan jasmani. Perubahan individu yang dimaksud perubahan tingkah laku yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap yang berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi seperti seorang petinju menjadi lebih beringas setelah kena doping, seseorang yang tadinya kurus berubah menjadi gemuk setelah mengkonsumsi i

Upload: adi-purwa

Post on 09-Nov-2015

322 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PEMBERIAN PEKERJAAN RUMAH (PR)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3

a. Hasil Belajar

Pengertian hasil menurut KBBI Online adalah sesuatu yg diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha (tanam-tanaman, sawah, tanah, ladang, hutan, dsb): 2n pendapatan; perolehan; buah; 3n akibat; kesudahan (dr pertandingan, ujian, dsb)

Menurut Kros Report dalam http://www.psb-psma.org/blogs/minardidalambukunya Theories Human Learning, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan individu yang bersifat permanen yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman tetapi bukan seperti kelelahan, kena obat, penyakit dan perubahan jasmani. Perubahan individu yang dimaksud perubahan tingkah laku yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap yang berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi seperti seorang petinju menjadi lebih beringas setelah kena doping, seseorang yang tadinya kurus berubah menjadi gemuk setelah mengkonsumsi sepuluh butir telur setiap hari, dan seorang pelari menjadi lambat larinya setelah kelelahan. Perubahan itu semua tidak termasuk gejala belajar.Secara psikologis menurut Slameto, belajar merupakan suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Belajar merupakan suatu proses atau kegiatan, bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat melainkan lebih luas lagi misalnya menciptakan suatu kondisi khas supaya keterlibatan siswa secara aktif berlangsung melalui belajar bermakna (meaningfull learning). Hal senada dikemukakan oleh Margaret A. Bell gredler bahwa belajar adalah proses seseorang untuk memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Untuk mempereh perubahan tingkah laku tersebut dapat melalui interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa perolehan atau pengintegrasian pengetahuan. Perolehan bukan merupakan proses akhir dari belajar, karena pengetahuan sifatnya dinamis dan selalu berkembang terutama untuk ilmu fisika. Oleh sebab itu seorang guru harus selalu memotivasi siswanya agar mereka sadar bahwa belajar itu kewajiban yang harus dilakukan secara kontinu.

Belajar dikatakan efektif jika siswa mampu menggunakan kemampuannya untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna misalnya mngambil keputusan, melakukan penelitian, pemecahan masalah, bahkan dapat menemukan konsep-konsep baru bukan sekadar membuktikan yang telah ada.

Gagne menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam disposisi manusia atau kemampuan yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan. perubahan tingkah laku yang didapat dari belajar bukan disebabkan oleh pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang terjadi karena belajar, dapat berupa perubahan dalam kebiasaan dan kecakapan. Berdasarkan pegertian belajar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku dari berbagai aspek karena stimuli dari lingkungan untuk berkembang. Belajar merupakan suatu proses bukan merupakan suatu hasil, karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integrative dengan menggunkan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan.

http://carapedia.com/Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.htmlIstilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Lebihlebih setelah dicanangkannya wajib belajar. Namun, apa sebenarnya belajar itu, rasanya masingmasing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya ia telah melaksanakan aktivitas belajar. Oleh karena itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akitivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan.

Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.

Sementara itu, Slamento (2003:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.

Lisnawaty Simanjuntak (1998: 38) juga memiliki pendapat bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tigkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan yang tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar.

Dalam proses belajar mengajar perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kemauan dan minat siswa turut menentukan keberhasilan belajarnya. Perbedaan kemampuan siswa mengakibatkan perbedaan waktu untuk menguasai materi pembelajaran.

Sementara itu Ischak dan Warji R seperti dikutp oleh Supriadin (2002: 14) mengemukakan bahwa apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanan terhadap faktor ketahuan, kesempatan belajar, kualitas pengajaran dan kemampuan memahami pelajaran maka setiap siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan.

Dari teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk mengumpulkan pengetahuanpengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar berlangsung terusmenerus dan tidak boleh dipaksakan tetapi dibiarkan belajar bebas dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnyaMengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenarnya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar. Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan ritualritual belajar.

Apa sebenarnya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang dapat dibedakan dengan kegiatan kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.

Dalam pengertian umum, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya didentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.

Pengertian belajar demikian, secara konseptual tampaknya sudah mulai ditinggalkan orang. Guru tidak dipandang sebagai satu satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar.

Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahliahli psikologi mempunyai pandangan yang berbeda mengenai apa belajar itu. Dalam pandangan psikologis, menurut Ali Imron (1996:2 14), ada 4 pandangan mengenai belajar, yaitu :

1. Pandangan Psikologi Behavioristik.Menurut psikologi behavioristik, belajar adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktorfaktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Tokohtokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.

Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson. Setelah mengadakan eksperimentasi, Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dan atau diri sendiri seseorang dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi atas stimulus stimulus yang dialami.

Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba coba (trial and error). Mencoba coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba coba ini seseorang mungkin akan menemukan respons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.

2. Pandangan Psikologi KognitifMenurut psikologi kognitif, belajar adalah suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon respon lainnya guna mencapai tujuan.

3. Pandangan Psikologi HumanistikPandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Menurut pandangan psikologi humanistik, belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar besarnya kepada individu.

Salah seorang tokoh psikologi humanistic Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. Ia mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan keputusan yang ia ambil atau pilih.

4. Pandangan Psikologi GestaltTokoh psikologi Gestalt adalah Kohler, Koffkar dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi Gestalt, belajar adalah terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya pengulangan ide atau proses berpikir. Dalam belajar ditanamkan pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.

Sebagaimana disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman.Belajar selalu melibatkan perubahan pada dirinya dan melalui pengalaman yang dilaluinya oleh interaksi antar dirinya dan lingkungannya baik sengaja maupun tidak disengaja. Perubahan yang sematamata karena kematangan seperti anak kecil mulai tumbuh dan berjalan tidak termasuk perubahan akibat belajar, karena biasanya perubahan yang terjadi akibat belajar adanya perubahan tingkah laku.Hasil belajaradalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu hasil dan belajar yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian hasil dan belajar.Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguhsungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati,dan dapat diukur. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui plroses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut:

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa

2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya.

4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengerndalikan dirinya terutaman adalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2004: 4).

Menurut Hamalik (dalam definisi-pengertian.blogspot.com/2010) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahantingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Sedangkan menurut Nasrun (dalam definisi-pengertian.blogspot.com /2010) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran.

Hasil belajar merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar dikatakan tinggi apabila tingkat kemampuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (definisi-pengertian.blogspot.com/2010)Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil dari belajar adalah sebagai berikut:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar

2. Maksudnya adalah bahwa individu yang menyadari dan merasakan telah terjadi adanya perubahan yang terjadi pada dirinya.

3. Perubahan yang terjadi relative lama. Perubahan yang terjadi akibat belajar atau hasil belajar yang bersifat menetap atau permanen, m aksudnya adalah bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

4. Perubahan yang terjadi mencakup seluruh aspek tingkah laku.

5. Perubahan yang diperoleh individu dari hasil belajar adalah meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku baik dalam sikap kebiasaan, keterampilan dan pengetahuan.b. Matematika

Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Jadi berdasarkan etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suherman, 2003:16), perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.

James dan James (1976) dalam http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/06/pengertian-matematika.html dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif.

merupakan ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri (James dan James dalam Rusefendi, 1992: 27).

Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang diperoleh dengan cara bernalar.c. Karakteristik Belajar Kelas 3

http://pembelajaranguru.wordpress.com/Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri. Perkembangan anak usia 6-8 tahun dari sisi emosi antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang konsep nilai misalnya benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

Sekar Purbarini Kawuryan PPSD FIP UNY dalamhttp://bestbuydoc.com/ mengatakan tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, 1992: 44). Di Indonesia, rentang usia siswa SD, yaitu antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas rendah, yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada pada kelompok ini termasuk dalam rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa tugas perkembangan siswa sekolah (Makmun, 1995: 68) dalam , diantaranya: (a) mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari, (b) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala, nilai-nilai, (c) mencapai kebebasan pribadi, (d) mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial. Beberapa keterampilan akan dimiliki oleh anak yang sudah mencapai tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir dengan rentang usia 6-13 tahun (Soesilowindradini, ttn: 116, 118, 119). Keterampilan yang dicapai diantaranya, yaitu social-help skills dan play skill. Social-help skills berguna untuk membantu orang lain di rumah, di sekolah, dan di tempat bermain seperti membersihkan halaman dan merapikan meja kursi. Keterampilan ini akan menambah perasaan harga diri dan menjadikannya sebagai anak yang berguna, sehingga anak suka bekerja sama (bersifat kooperatif). Dengan keterampilan ini pula, anak telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin, mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, mampu berbagi, dan mandiri. Sementara itu, play skill terkait dengan kemampuan motorik seperti melempar, menangkap, berlari, keseimbangan. Anak yang terampil dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang lebih baik di sekolah dan di masyarakat. Anak telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting.

Pertumbuhan fisik sebagai salah satu karakteristik perkembangan siswa kelas rendah biasanya telah mencapai kematangan. Anak telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Untuk perkembangan emosi, anak usia 6-8 tahun biasanya telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, mengontrol emosi, mau dan mampu berpisah dengan orang tua, serta mulai belajar tentang benar dan salah. Perkembangan kecerdasan siswa kelas rendah ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran yang telah dikembangkan oleh guru. Proses pembelajaran harus dirancang guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Hal lain yang harus dipahami, yaitu proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Siswa kelas rendah masih banyak membutuhkan perhatian karena focks konsentrasinya masih kurang, perhatian terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih kurang. Hal ini memerlukan kegigihan guru dalam menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan efektif.

(http://pembelajaranguru.wordpress.com/)Jean Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan proses akomodasi(proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia sekolah dasar tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

(1)Konkrit. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

(2)Integratif; Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. (3)Hierarkis; Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .

http://pembelajaranguru.wordpress.com/Teori perkembangan Piaget dengan konsep kecerdasan seperti halnya sistem biologi membangun struktur untuk berfungsi, pertumbuhan kecerdasan ini dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial, kematangan dan ekuilibrasi. Semua organisme dilahirkan dengan kecenderungan untuk beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungannya. Cara beradaptasi berbeda bagi setiap individu, begitu juga proses dari tahap yang satu ke tahap yang lain dalam satu individu. Adaptasi terjadi dalam proses asimilasi dan akomodasi. Kita merespon dunia dengan menghubungkan pengalaman yang diterima dengan pengalaman masa lalu kita (asimilasi), sedangkan setiap pengalaman itu berisi aspek yang mungkin saja baru sama sekali. Aspek yang baru inilah yang menyebabkan terjadinya dalam struktur kognitif (akomodasi).Asimilasi adalah proses merespon pada lingkungan yang sesuai dengan struktur kognitif seseorang. Tetapi proses pertumbuhan intelektual tidak akan ada apabila pengalaman yang ditangkap tidak berbeda dengan skemata yang ada oleh sebab itu diperlukan proses akomodasi, yaitu proses yang merubah struktur kognitif. Bagi Piaget proses akomodasi tersebut dapat disamakan dengan belajar. Konsep ini mejelaskan tentang perlunya guru memilih dan menyesuaikan materi berpijak dari ide dasar yang diketahui anak, untuk kemudian dikembangkan dengan stimulasi lebih luas misalnyadalam bentuk

pertanyaan sehingga kemampuan anak meningkat dalam menghadapi pengalaman yang lebih kompleks.Piaget selain meneliti tentang proses berpikir di dalam diri seseorang ia juga dikenal dengan konsep bahwa pembangunan struktur berfikir melalui beberapa tahapan. motor (lahir-2 tahun); (2) Tahap praoperasi (usia 2-7 tahun); (3) Tahap operasi konkrit (usia 7-11 tahun); (4) Tahap operasi formal (usia 11-15 tahun). Tahapan-tahapan ini sudah baku dan saling berkaitan. Urutan tahapan Tidak dapat ditukar atau dibalik karena tahap sesudahnya melandasi Terbentuknya tahap sebelumnya. Akan tetapi terbentuknya tahap tersebut dapat berubah-ubah menurut situasi sesorang. Perbedaaan antara tahap sangat besar. Karena ada perbedaan kualitas pemikiran yang lain. Meskipun demikian unsur dari perkembangan sebelumnya tetap tidak dibuang. Jadi ada kesinambungan dari tahap ke tahap, walaupun ada juga perbedaan yang sangat mencolok.

Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks sosial, dan muncul suatu istilah zona Perkembangan Proksimal (ZPD). ZPD diartikan sebagai daerah potensial seorang anak untuk belajar, atau suatu tahap dimana kemampuan anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang yang lebih ahli. Daerah ini merupakan jarak antara tahap perkembanan aktual anak yaitu ditandai dengan kemampuan mengatasi permasalahan sendiri batas tahap perkembangan potensial dimana kemampuan pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain yang mampu.Sebagi contoh anak usia 5 tahun belajar menggambar dengan bantuan pengarahan dari Orang tua atau guru bagimana caranya secara bertahap, sedikit demi sedikit bantuan akan berkurang sampai ZPD berubah menjadi tahap perkembangan aktual saat anak dapat menggambar sendiri. Oleh karena itu dalam mengembangkan setiap kemampuan anak diperlukan scaffolding atau bantuan arahan agar anak pada akhirnya menguasai keterampilan tersebut secara independen. Dalam mengajar guru perlu menjadi mediator atau fasilitator di mana pendidik berada disana ketika anak-anak membutuhkan bantuan mereka. Mediatoring ini merupakan bagian dari scaffolding. Jadi walaupun anak sebagai pebelajar yang aktif dan ingin tahu hampir segala hal, tetapi dengan bantuan yang tepat untuk belajar lebih banyak perlu terus distimuluasi sehingga proses belajar menjadi lebih efektif.

Vigotsky meyakini bahwa pikiran anak berkembang melalui: (1) Mengambil bagian dalam dialog yang kooperatif dengan lawan yang terampil dalam tugas di luar zone proximal Development; (2) Menggunakan apa yang dikatakan pendidik yang ahli dengan apa Yang dilakukan. Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan berfikir dalam diri anak (intrinsik), Vigotsky menekankan bahwa perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya anak tersebut tinggal. Setiap budaya memberikan pengaruh pada pembentukan keyakinan, nilai, norma kesopanan serta metode dalam memecahkan masalah sebagai alat dalam beradaptasi secara intelektual. Budayalah yang mengajari anak untuk berfikir dan apa yang seharusnya dilakukan.2. Model Pembelajaran

Ketika guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, pada dasarnya guru tersebut sedang mempraktekkan model pembelajaran. Dalam proses kegiatan pembelajaran seorang guru sebelumnya pasti akan mempersiapkan lebih dahulu apa yang akan disampaikan pada siswa dengan menyusun persiapan mengajar atau rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran memuat topik yang dibahas, tujuan pembelajaran, alat-alat yang perlu digunakan, langkah-langkah pembelajaran atau skenario pembelajaran, dan penilaian yang akan dilakukan. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/)Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar ( Udin Winataputra, 1994,34). Banyak model-model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar yang pada prinsipnya pengembangan model pembelajaran bertujuan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang efetif dan efisien, menyenangkan, bermakna, lebih banyak mengaktifkan siswa.Untuk istilah model pembelajaran diartikan sebagai contoh pola atau struktur pembelajaran siswa yang didesain , diterapkan dan dievaluasi secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien, seperti pendapat.

Udin Winataputra (1994) mengatakan bahwa Model pembelajarandapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.

Dalam model pembelajaran mencakup strategi pembelajaran yang digunakan, metode yang digunakan, dan pendekatan pengajaran yang digunakan yang lebih luas dan meyeluruh. Masing-masing model tentunya berbeda sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran. (http://wyw1d.wordpress.com/)model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

http://zonainfosemua.blogspot.com/2010/11/pengertian-model-pembelajaran-dari.htmlModel pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM). Model pembelajaran yang menarik dan variatif akan berimplikasi pada minat maupun motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Dengan penerapan kurikulum KTSP dan tuntutan untuk mengembangkan model pembelajaran kreatif maka Guru harus pula mampu mengikuti tuntutan perkembangan dunia pendidikan terkini. Guru harus berani berinovasi dan beradaptasi dengan metode pembelajaran PAIKEM seperti Talking Stick, Example non Example, Think Pair Share dan tidak hanya terpaku pada Metode Ceramah saja. Untuk memperjelas mengapa model pembelajaran perlu dikembangkan secara berkesinambungan, kita harus kembali pada pengertian model pembelajaran secara umum. Berikut ini adalah pengertian model pembelajaran menurut pendapat para tokoh pendidikan antara lain:

1. Agus Suprijono : pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

2. Mills : model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu

3. Richard I Arends : model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

a. Model Pembelajaran Pendekatan Konstrukstivisme

Teori Konstruktivisme menganggap bahwa ilmu pengetahuan tidak ada di luar pikiran tetapi dibangun dalam pikiran berdasarkan pengalaman nyata. Teori ini dibangun berdasarkan gabungan hasil penelitian psikolog, filsuf dan peneliti pendidikan terhadap proses pembelajaran individu. Menurut teori ini, pengetahuan dibangun melalui proses saling pengaruh di antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru yang terkait. Di bawah proses pembelajaran, siswa membangun pengetahuan dengan melibatkan dirinya secara aktif, menggunakan cara membanding informasi baru dengan pengalaman yang ada agar menyelesaikan perselisihan yang timbul dengan tujuan mencapai pemahaman terhadap informasi baru.

Dalam teori konstruktivisme, siswa tidak lagi dianggap belajar dari apa yang diberikan oleh dosen tetapi mahasiswa secara aktif membangun realitas mereka sendiri dan pada waktu yang sama memodifikasi realitas tersebut (Dick 1997). Dick (1997) juga menyatakan bahwa konstruktivisme hanya mengusulkan metode dalam mana lingkungan pembelajaran bisa disusunatur dan dikelola agar dapat memberikan siswa dengan konteks terbaik untuk belajar. Kaum konstruktivis ini menyatakan bahwa ilmu adalah satu entitas yang dibangun oleh setiap siswa melalui proses pembelajaran (Briner 1999). Kaum konstruktivis juga percaya ilmu adalah sesuatu yang tidak bisa ditransfer ternyata dibangun oleh setiap siswa (Briner 1999). Di dalam konstruktivisme ilmu adalah sesuatu yang relatif dan berubah sesuai waktu. Menurut prinsip konstruktivisme lagi proses pembelajaran bertindak sebagai fungsi penyesuaian. Pembelajaran bukan merupakan tempat penyimpanan informasi tetapi adalah merupakan pengetahuan pribadi yang berguna.

Selain itu, teori ini menganggap individu melihat dirinya secara aktif dalam pembelajaran ilmu pengetahuan berlandaskan konstruktivisme, dan bukan menerimanya secara pasif. Proses ilmu konstruktivisme mengandung fitur perkembangan dan evolusi jadi itu bukan tetap tetapi sering berubah. Di bawah teori ini, ilmu pengetahuan tidak digunakan untuk menjelaskan kebenaran. Sebaliknya, ia digunakan sebagai rasionalisasi tindakan dan pengalaman yang dialami oleh seseorang. Oleh itu menurut teori ini, di dalam situasi yang sama, ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh setiap individu adalah tidak serupa. (http://kulanzsalleh.blogspot.com/)Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:

1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

2. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

3. pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.

4. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.

5. pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.http://pembelajaranguru.wordpress.com/http://surianto200477.wordpress.com/Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modernKonstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lainDari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.2. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.

1. Teori Belajar Konsep

Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. Salah pengertian dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanyamelainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.

1. Teori Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, seseorang belajar denga mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.

Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

1. Teori Skema.

Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.

Adapun ciri ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar

2. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.

3. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid

4. Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide

5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid

6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru

7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.

8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

C. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar

3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah

4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.

5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

7. Mmencari dan menilai pendapat siswa

8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME

1. Kelebihan

1. Berfikir alami proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

2. Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

G. PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK

Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.1.Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.2.Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.3.Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.4.Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.

5.Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

b. Model Pembelajaran Konvensional

Endro Dwi Hatmanto dalam http://www.umy.ac.id/metode-pengajaran-konvensional-dibanding-metode-pengajaran-konstruksivisme.htmlMetode konstruktivisme menitikberatkan pada peranan aktivitas dan pengalaman pembelajaran dalam membentuk proses pembelajaran. Metode pengajaran konstruktivisme memandang siswa sebagai agenknowledge schemata atau aset pengetahuan yang harus dikembangkan. Sehingga guru akan berperan sebagai fasilitator yang akan mendorong siswa untuk lebih interaktif dalam system pengajaran. Metode penilaian dilakukan tidak hanya melalui ujian, tetapi melalui banyak sumber diantaranya: observasi yang dilakukan siswa, kegiatan-kegiatan di kelas. Penilaian tidak hanya berdasarkan hasil tetapi juga proses.Kelebihan metode konstruktivisme membuat siswa dan mahasiswa mampu mengungkapkan pertanyaan, menyelesaikan persoalan, serta berfikir kritis. Sedangkan untuk dosen dan guru akan membuatnya memberikan pengajaran, menulis, dan berbicara secara konstruktif,tandasnya. (Endro dalam http://muhfida.com/)b. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.

Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah adalah sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan pembelajaran penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh peserta didik. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru.

Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain:

1. pelajaran berjalan membosankan, peserta didik hanya aktif membuat catatan saja.

2. Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat peserta didik tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.

4. Ceramah menyebabkan belajar peserta didik menjadi benar menghafal yang tidak menimbulkan pengertian.(http://irikaw.wordpress.com/)5. Endro Dwi Hatmanto dalam http://www.umy.ac.id/metode-pengajaran-konvensional.htmlMetode konvensional adalah metode dimana guru tidak melakukan penyaluran pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi lebih kepada repetisi atau pengulangan. Otak siswa diminta untuk menghafal tetapi bukan menganalisis secara kritis. Guru diposisikan sebagai pemilik ilmu atau otoritas pengetahuan, sedangkan siswa menjadi obyek pasif, hanya sebagai penerima ilmu.6. Kelemahan metode konvensional pada konteks pengetahuan adalah ilmu yang diberikan bersifat baku, dengan metode pengajaran seputarlistening, mencatat dan menghafal teks. Kelemahan lainnya adalah, pada saatassessment atau penilaian hanya melalui ujian dengan soal pilihan ganda, sehingga siswa tidak memiliki kebebasaan untuk menuangkan pikirannya terkait soal yang diberikan. 3. Kemampuan Awal Siswa

4. Pengertian Peserta Didikhttp://elearning.unesa.ac.id/myblog/ahmad-fadoli5. Dalam perspektif pedagogis, manusia diartikan sebagai sejenis makhluk (homo educantum) makhluk yang harus dididik ( Madyo Ekosusilo, 1993: 20 ). Menurut aspek ini manusia di kategorikan sebagai animal educabile . peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengatualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.

6. Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing( Madyo Ekosusilo, 1993: 20 ).. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titk optimal kemampuan fitrahnya.

7. Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

8. Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya:

9. 1) Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia meruoakan insan yang unik.

10. 2) Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahykan pada penyesuaian dengan lingkungannya.

11. 3) Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.

12. 4) Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri

13. Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain seperi Siswa, Mahasiswa, Warga Belajar, Palajar, Murid serta Santri.

14. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

15. Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan tinggi

16. Warga Belajar adalah istilah bagi peserta didik nonformal seperti Pusat Kegiatan

17. Belajar Masyarakat (PKBM)

18. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti

19. pendidikan formal tingkat menengah maupun tingkat atas

20. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.

21. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya pesantren atau sekolah-sekolah yang berbasiskan agama islam.

22. Pendidikan merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta didik menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan itu diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan peserta didik utuk di didik.

23. Sesuai dengan fitrahnya manusia adalah makhluk berbudaya, yang mana manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak mengetahui apa-apa dan ia mempunyai kesiapan untuk menjadi baik atau buruk.

24. 2.2 Kebutuhan Peserta Didik25. Tingkah laku individu merupakan perwujudan dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan inti kodrat manusia. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kegiatan sekolah pada prinsipnya juga merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami tingkat kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran. Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat memberikan pelajaran setepat mungkin, sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.

26. Berikut ini disebutkan beberapa kebutuhan peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru, di antaranya:

27. 1. Kebutuhan Jasmani

28. Sesuai dengan teori kebutuhan menurut Maslow, kebutuhan jasmaniah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang bersifat instinktif dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru di sekolah antara lain: makan, minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar dari berbagai ancaman. Apabila kebutuhan jasmaniah ini tidak terpenuhi, di samping mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangn psikososial peserta didik, juga akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di sekolah.

29. 2. Kebutuhan Rohaniah

30. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan siswa yang bersifat rohaniah

31. 3. Kebutuhan Sosial

32. Pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesasama peserta didik dan Pendidik serta orang lain. Dalam halini sekolah harus dipandang sebagai lembagatempat para siswa belajar, beradaptasi, bergaul sesama teman yang berbeda jenis kelamin, suku bangsa, agama, status sosial dan kecakapan.

33. 4. Kebutuhan Intelektual

34. Setiap siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan. Dan peserta didik memiliki minat serta kecakapanyang berbeda beda. Untuk mengembangkannya bisa ciptakan pelajaran-pelajaran ekstra kurikuler yang dapat dipilih oleh siswa dalam rangkan mengembangkan kemampuan intelektual yang dimilikinya.

35. 2.3 Peserta Didik Sebagai Subjek Belajar 36. Peserta didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Didalam proses belajar-mengajar, peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita dan memiliki tujuan dan kemudia ingin mencapainya secara optimal. Jadi dalam proses belajar mengajaryang perlu diperhatikan pertama kali adalah peserta didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponenyang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan ataukarakteristikpeserta didik. Itulah sebabnya peserta didik merupakan subjek belajar. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh peserta didik sebagai subjek belajar yaitu :

37. 1. Mememahami dan menerima keadaan jasmani

38. 2. Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman-teman sebayanya.

39. 3. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan orang dewasa

40. 4. Mencapai kematangan Emosional

41. 5. Menujukepada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan finansial.

42. 6. Mencapai kematangan intelektual

43. 7. Membentuk pandangan hidup

44. 8. Mempersiapkan diri untuk mendirikan rumah tangga sendiri.

45. 2.5 Pengembangan Individu Peserta Didik 46. Tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya adalah ingin menciptakan Manusia Seutuhnya maksudnya yaitu manusia yang lengkap, selaras, serasi dan seimbang perkembangan semua segi kepribadiannya. Manusia seutuhnya adalah individu-individu yang mampu menjangkau segenap hubungan dengan tuhan, dengan lingkungan atau alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu kehidupan sosial yang kontruktif dan dengan dirinya sendiri. Individu-individu yang demikian pada dirinya terdapat suatu kepribadian terpadu baik undur akal pikiran, perasaan, moral dan keterampilan (cipta, rasa dan karsa), jasmani maupun rohani yang berkembang secara penuh.

47. Didalam Madyo Ekosusilo, (1933:16) Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik :

48. Aliran Natifisme

49. Aliran ini dipelopori oleh Arthur Schopenhour dari Jerman (1788-1860). Secara etimologi nativis berasal dari kata nativus yang berarti pembawaan. Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor bawaan dan keturunan. Contohnya : wajah dan perilaku seseorang akan berkembang sesuai dengan wajah dan perilaku orang tuanya.

50. Aliran Empirisme

51. Aliran ini dipelopori oleh John Locke (1632-1704) dari Inggris dengan teorinya Tabula Rasa. Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor pengalaman yang diperoleh dari pendidikan. Teori ini dikenal dengan tabula rasa, teori ini berbanding tebalik dengan teori nativisme.

52. Aliran Konvergensi

53. William Stren, (1871-1938), Perkembangan individu dipengaruhi baik oleh dan hasil perpaduan antara faktor bakat dan faktor alam sekitar (lingkungan). Faktor pembawaan atau potensi yang dimiliki sejak lahir dapat berkembang apabila diberi rangsangan dari luar yaitu berupa pendidikan.

54. 2.6 Karakteristik Peserta Didik 55. Dikutip dari Ahmad Fauzi diunduh dari http://ahmadfauzimpd.wordpress.com

56. Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak, pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap (Pius Partanto, Dahlan, 1994)

57. Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan.(Moh. Uzer Usman,1989)

58. Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan

59. Anak didik adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai pokok persoalan dalam semua aktifitas pembelajaran (Saiful Bahri Djamarah, 2000)

60. Karakateristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dari lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya (Sudirman,1990)

61. Karakteristik peserta didik adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki (Hamzah. B Uno.2007)

62. Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-cintanya. Dengan demikian, penentuan tujuan belajar itu sebenarnya harus dikaitkan atau disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik peserta didik itu sendiri.

63. Ada tiga hal hal yang perlu diperhatikan dalam karakteristik peserta didik yaitu :

64. 1. Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal atau Prerequisite skills, seperti misalnya kemampuan intelektual, kemampuan berfikir,mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor dan lainnya.

65. 2. Karakteristik yang berhungan dengan latar belakang dan status sosial (socioculture)

66. 3. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat dan lain-lain.

67. Pengetahuan mengenai karakteristik peserta didik ini memiliki arti yang cukup penting dalam interaksi belajar mengajar. Terutama bagi guru, informasi mengenai karakteristik peserta didik senantiasa akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaranyang lebih baik,yang dapat menjamin kemudahan belajarbagi setiap peserta didik.

68. Adapun klasifikasi karakteristik peserta didik yang mempengaruhi kegiatan belajar peserta didik antara lain:

69. a)Gaya belajar70. Banyak ahli yang menggunakan istilah berbeda-beda dalam memahami gaya belajar ini. Tetapi secara umum, menurut Bobby DePotter terdapat dua benang merah yang disepakati tentang gaya belajar ini. Pertama adalah cara seseorang menyerap informasi dengan mudah, yang disebut sebagai modalitas, dan kedua adalah cara orang mengolah dan mengatur informasi tersebut. Modalitas belajar adalah cara kita menyerap informasi melalui indera yang kita miliki. Masing-masing orang mempunyai kecenderungan berbeda-beda dalam menyerap informasi. Terdapat tiga modalitas belajar ini, yaitu apa yang sering disingkat dengan VAK: Visual, Auditory, Kinestethic.

71. oVisual 72. Modalitas ini menyerap citra terkait dengan visual, warna, gambar, peta, diagram. Model pembelajar visual menyerap informasi dan belajar dari apa yang dilihat oleh mata. Beberapa ciri dari pembelajar visual di antaranya adalah:

73. 1. Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar.

74. 2. Suka mencoret-coret sesuatu, yang terkadang tanpa ada artinya saat di dalam kelas

75. 3. Pembaca cepat dan tekun

76. 4. Lebih suka membaca daripada dibacakan

77. 5. Rapi dan teratur

78. oAuditory79. Model pembelajar auditory adalah model di mana seseorang lebih cepat menyerap informasi melalui apa yang ia dengarkan. Penjelasan tertulis akan lebih mudah ditangkap oleh para pembelajar auditory ini. Ciri-ciri orang-orang auditorial, di antaranya adalah:

80. 1. Lebih cepat menyerap dengan mendengarkan

81. 2. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

82. 3. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

83. 4. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara.

84. 5. Bagus dalam berbicara dan bercerita

85. oKinestetik 86. Model pembelajar kinestetik adalah pembelajar yang menyerap informasi melalui berbagai gerakan fisik. Ciri-ciri pembelajar kinestetik, di antaranya adalah:

87. 1. Selalu berorientasi fisik dan banyak bergerak

88. 2. Berbicara dengan perlahan

89. 3. Menanggapi perhatian fisik

90. 4. Suka menggunakan berbagai peralatan dan media

91. 5. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka

92. b)Kondidi fisik93. oPada masa kanak-kanak94. Pada masa ini anak ditandai denga hilangnya ciri perut yang menonjol,seperti halnya kaki yang berkembang lebih cepat dari pada kepala. Pada mas perkembngan motorikanak semakin lebih halus 0-7 tahun

95. oPada masa pra remaja96. Pada masa ini (SD) perkembangan fisik anak lebih lambat dari pada mereka memasuki maa kanak-kanak ( perubahan relative sedikit ) 07-15 tahun

97. oPada masa remaja98. Pada masa ini disebur pubertas yang mana perubahan fisik yang mebuat organisme secara matang mampu berproduksi. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang matang lebih awal mempunyai rasa cemas, lebih suka marah, sering konflik dengan orang tua dan mempunyai harga diri yang lebih rendah dari pada anak yang masuk pubertas akhir.

99. c)Usia ( tahap perkembangan kognitif piaget )100. o0-2 tahun disebut dengan sensori motorik. Kemampuan : belum memiliki konsep permanensi obyek(akecakapan psikis untuk mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada walaupun pada suatu waktu tidak terlihat )

101. o2-7 tahun disebut dengan Pra-operasional. Kemampuan : perkembangan kemampuan menggunakan symbol-simbol yang menggambarkan objek-objek yang ada disekitarnya. Berfifkirnya masih ego sentris dan berpusat.

102. o7-11 tahun disebut dengan operasional konkrit. Kemampuan : mampu berpikir logis mampu memperhatikan lebih dari satu aspek. Bisa menghubungkan dengan aspek yang lain. Kurang egosentris, belum mampu berfikir abstrak.

103. o11- dewasa disebut dengan operasional formal. Kemampuan mampu berfikir abstrak dan dapat menganilis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan masalah

104. d)Tingkat kematangan

105. e) Ruang lingkup minat dan bakat

106. f) Lingkungan sosial ekonomi dan budaya

107. g) Faktor emosional

108. h) Faktor komunikasi

109. i) Intelegensia

110. j) Keselaran dan attitude

111. k) Prestasi belajar

112. l) Latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan

113. m)Motivasi dan lain-lain

114. 2.7. Manfaat Analisis Karakteristik Siswa115. a. Guru dapat memperoleh tentang kemampuan awal siswa sebagai landasan dalam memberikan materi baru dan lanjutan

116. b. Guru dapat mengatahui tentang luas dan jenis pengalaman belajar siswa, hal ini berpengaruh terhadap daya serap siswa terhadap materi baru yang akan disampaikan

117. c. Guru dapat mengetahui latar belakang sosial dan keluarga siswa. Meliputi tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi, emosional dan mental sehingga guru dapat menajjikan bahan serta metode lebih serasi dan efisien

118. d.

a. Kemampuan Tinggi

b. Kemampuan

2 kelompok yang diperbandingkan dari kemampuan tingkat

1. a. Pendekatan hasil pembelajaran dilihat dengan model pembelajaran

b. pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar

B. Kerangka Berfikir

C. Hipotesis

1. A. perbedaan hasil belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran

B. Model pendekatan konstruktivisme memberikan hasil belajar

2. a. ada perbedaan ditinjau dari hasil kemampuan awal

b. kemampuan awal yang tinggi akan memberikan hasil belajar yang lebih baik

3.a. ada interaksi pengaruh metode dan kemampuan awal terhadap hasil belajar

b. kelompok metode pembelajaran konstruktivisme dan kemapuan awal yang tinggi, memperoleh hasil yang lebih tinggi disbanding kelompok lain.

D. Hipotesis

1. a. Perbedaan hasil belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran

b. Model pembelajaran quantum memberikan hasil belajar

2. a. ada perbedaan hasil belajar ditinjau dari kemampuan awal

b. kemampuan awal tinggi memberikan hasil belajar lebih baik

3. kelompok metode pembelajaran konstruksivisme dan kemampuan awal tinggi memperoleh hasil paling tinggi disbanding kelompok lain

PAGE xli