kelp 4
TRANSCRIPT
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammad Saw, di samping sebagai Rasulullah juga sebagai kepala
pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Setelah beliau wafat, fungsi sebagai
Rasulullah tidak dapat digunakan oleh siapapun manusia di dunia ini, karena
pemilihan fungsi tersebut adalah mutlak dari Allah SWT. Fungsi beliau sebagai
kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat harus ada yang
menggantikannya.1 Berita wafatnya beliau merupakan peristiwa yang
mengejutkan sahabat. Sebelum jenazah Nabi Saw dikubur, sahabat telah
berusaha memilih penggantinya sebagai pemimpin dan pemimpin negara yang
dikenal sebagai al-Khulafa’ al-Rasyidin (para pemimpin yang diridai). Abu
Bakar adalah sahabat pertama yang terpilih menggantian Nabi Saw. Abu Bakar
kemudian digantikan oleh Umar bin Khaththab.2
Umar bin Al-Khaththab adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu
bakar Ash-Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah
sesudah Nabi Muhammad Saw. Kebesarannya terletak pada keberhasilannya,
baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid yang ahli
dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan ,
persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Dalam banyak hal, Umar bin Al-Khathtab dikenal sebagai tokoh yang sangat
bijaksana dan kreatif, bahkan jenius.3
Maka dari itu, dalam makalah ini membahas tentang biografi dan Islam
pada masa pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin (‘Umar bin Al-Khaththab).
1 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 43-44.2 Dr. Jaih Nubarok. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2003). Hal 37.3 Dedi supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal 77.
1
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi ‘Umar bin Al-Khaththab?
2. Bagaimana dinamika pemilihan ‘Umar bin Al-Khaththab sebagai khalifah?
3. Bagaimana kondisi Islam dan kaum muslimin masa kekhalifahan ‘Umar bin
Al-Khaththab?
4. Apa saja peristiwa yang muncul pada masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-
Khaththab’?
C. Tujuan
1. Mengetahui biografi ‘Umar bin Al-Khaththab.
2. Mengetahui dan memahami dinamaika pemilihan ‘Umar bin Al-Khaththab
sebagai khalifah.
3. Mengetahui dan memahami kondisi Islam dan kaum muslimin masa
kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khaththab’.
4. Mengetahui dan memahami peristiwa yang muncul pada masa kekhalifahan
‘Umar bin Al-Khaththab.
2
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biografi ‘Umar bin Al-Khaththab
Umar bin Al-Khaththab, yang memiliki nama lengkap Umar bin Kaththab
bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin
‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay, dilahirkan di Mekah tahun 581 M, dari keturunan
suku Quraisy yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum
terjadinya perang Fijar, ‘Umar tiga belas tahun lebih muda dari Nabi
Muhammad.4
Ayahnya, al-Khattab bin Nufail bin Abdul- Uzza bin Riyah bin Abdullah
bin Qurt bin Razah bin Adi bin Ka'b. Ibunya, Hantamah binti Hasyim bin al-
Mugirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Khattab orang terpandang di
kalangan masyarakatnya.5 Sesudah masa mudanya mencapai kematangan,
Umar terdorong ingin menikah. Kecenderungan banyak menikahi ini sudah
diwarisi dari masyarakatnya dengan harapan mendapat banyak anak. Dalam
hidupnya itu ia menikahi sembilan perempuan yang kemudian memberikan
keturunan dua belas anak, delapan laki-laki dan empat perempuan.6
Sebelum masuk Islam, dia adalah musuh dan penantang Nabi Muhammad
Saw. yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginannya untuk
membunuh Nabi Muhammad dan pengiut-pengikutnya. Umar termasuk di
antara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah
masuk Islam.
Setelah Umar masuk agama Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun
setelah kerasulan Nabi Muhammad saw. Kepribadiannya bertolak belakang
4 Dedi supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal 77-78.5 Muhammad Husain Haekal. Al-Faruq ‘Umar (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2002). Hal 8.6 Muhammad Husain Haekal. Al-Faruq ‘Umar (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2002). Hal 13-14.
3
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
dengan keadaan sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih
dan setia membela agama Islam. Bahkan, dia terrmasuk seorang sahabat yang
terkemuka dan paling dekat dengan Nabi Muhammad Saw.7
Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat,Beliau
ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang
bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia
mendapat perintah dari kalangan Majusi.Umar bin Khattab dimakamkan di
samping Nabi saw dan Abu Bakar as Siddiq,beliau wafat dalam usia 63 tahun.
B. Dinamika Pemilihan ‘Umar sebagai Khalifah
Umar bin Khaththab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat
dan disetujui oleh jamaah kaum muslimin. Pada saat menderita sakit
menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara masih labil dan pasukan
yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh terpecah akibat
perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon penggantinya,
lalu ia memilih Umar.8 Namun, beberapa orang sahabat Nabi ketika
mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai
khalifah, mereka merasa khawatir mengingat bawaan Umar memang begitu
keras dan karena kekerasannya itu umat akan terpecah belah. Tetapi Abu
Bakar dapat meyakinkan dan memperoleh persetujuan para pemuka
masyarakat pada saat mereka menengok dirinya sewaktu sakit.9
Setelah Abu Bakar mendapat persetujuan kaum muslimin atas pilihannya,
ia memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan teks pengangkatan (bai’at
Umar). Penulis menilai bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar dalam suspensi
kepemimpinan di Negara Madinah pada saat itu merupakan langkah yang
7 Dedi supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal 78.8 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 46.9 Husain Haekal. Al-Faruq ‘Umar (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2002). Hal 88.
4
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
tepat. Dan apa yang dilakukan itu merupakan implementasi yang optimal
terhadap prinsip musyawarah.
Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin Khaththab begitu diba’iat atau dilantik
menjadi khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Mesjid
Nabi di hadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :
“aku telah dipilih menjadi khalifah. Kerendahan hati Abu bakar selaras
dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat terhadap kamu
dan juga lebih mampu untuk memikul urusan kamu yang penting-penting.
Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama dengan beliau. Andaikan
aku tahu bahwa ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul
beban jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku
sukai daripada memikul jabatan ini.” “Sesungguhnya Allah SWT menguji
kamu dengan aku dan mengujiku dengan kamu dan membiarkan aku
memimpin kamu sesudah sahabatku. Maka demi Allah, bila ada suatu
urusan dari urusan kamu dihadapkan kepadaku, maka janganlah urusan itu
diuruskan oleh seseorang, selain aku dan jangalah seseorang menjauhkan
diri dari aku, sehingga aku tidak dapat memilih orang yang benar dan
memegang amanah. Jika mereka berbuat baik, tentu aku akan berbuat baik
kepada mereka dan jika mereka berbuat jahat, maka tentu aku akan
menghukum mereka.”
Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan khalifah
adalah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian. Antara pemimpin dan yang
dipimpin harus terjalin hubungan timbal balik yang seimbang dalam
melaksanakan tanggung jawab itu. Setiap urusan harus diurus dan
diselesaikan oleh khalifah dengan baik. Khalifah harus memilih orang-orang
yang benar dan bisa memegang amanah untuk membantunya. Hukum harus
ditegakkan terhadap pelaku tanpa memandang dari pihak manapun.10
10 Dedi supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal 79-80.
5
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
C. Kondisi Islam dan Kaum Muslimin Pada Masa Kepemimpinan ‘Umar
a. Kebijakan-kebijakan Pemerintahan
Maju dan mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat bergantung
kepada pemegang kekuasaan. Dalam periode Khulafa’ al-Rasyidun,
khalifah adalah pemimpin Negara. Oleh karenanya kulitas seorang
khalifah memberi contoh tersendiri dalam menentukan kebijakan-
kebijakan di berbagai bidang yang berhubungan dengan hajat hidup
masyarakat yang dipimpinnya. Demikian pula dalam mengatasi berbagai
krisis dan gejolak yang muncul dalam pemerintahannya.11 Beberapa
kebijakan pemerintahan pada periode ‘Umar bin Al-Khaththab adalah
sebagai berikut:
1. Pengelolaan Kas Negara
Tindakan yang dilakukan Umar adalah menata pemerintahan
dengan membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi
model Persia. Tugas diwan adlah menyampaikan perintah dari
pemerintah pusat ke daerah-daerah dan menyampaikan laporan tentang
perilaku dan tindakan-tindakan penguasa daerah kepada khalifah.
Untuk melancarkan hubungan antar daerah, wilayah negara dibagi
menjadi delapan propinsi: Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah,
Kufah, Palestina dan Mesir. Masa pemerintahan Umar inilah mulai
diatur dan ditertibkan tentang pembayaran gaji dan pajak tanah.
Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi warga negara dalam
dua kelompok yaitu muslim dan non muslim dipungut kharaj (pajak
tanah) dan jizyah (pajak kepala). Bagi muslim diperlakukan hukum
menurut agama atau adat mereka masing-masing. Agar situasi tetap
terkendali, Umar menetapkan wilayah Jazirah Arab untuk muslim,
wilayah luar Jazirah Arab untuk non muslim. Untuk mencapai 11 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 46.
6
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
kemakmuran yang merata, wilayah Syria yang sudah padat
penduduknya dinyatakan sebagai wilayah tertutup bagi pendatang
baru. Pada masa Rasul dan Abu Bakar kekuasaan bersifat sentral
(eksekutif, legislatif dan yudikatif terpusat pada pemimpin tertinggi).
Pada masa Umar lembaga yudikatif dipisahkan dengan didirikannya
lembaga pengadilan, bahkan di daerah-daerah. Untuk menjaga
keamanan dan ketertiban dibentuk jawatan kepolisian dan juga
jawatan umum. Untuk mengelola keuangan Negara didirikan Baitul
Mal. Mulai saat ini pemerintahan Umar sudah menempa mata uang
sendiri. Untuk mengenang peristiwa hijriah ditetapkan peristiwa
tersebut sebagai awal tahun hijriah. Seluruh kebijakan yang
dilaksanakan, pada hakekatnya merupakan upaya mengkonsolidasi
bangsa Arab dan melebur suku-suku Arab ke dalam satu bangsa.12
2. Pemberlakuan Ijtihad
Tatkala agama Islam telah meluas ke Syam, Mesir dan Persia,
agama Islam menjumpai kebudayaan yang hidup di negeri-negeri itu.
Islam berhadapan dengan keadaan-keadaan baru, dan timbullah
berbagai macam kesulitan dan masalah-masalah yang belum pernah
ditemui oleh kaum muslimin. Umar bukan saja menciptakan
peraturan-peraturan baru, tetapi juga memperbaiki dan mengadakan
perubahan terhadap peraturan yang telah ada, bila memang peraturan
itu perlu diperbaiki dan diubah. Misalnya aturan yang telah berlaku
bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dansegala sesuatu
yang didapat dengan berperang, Umar mengubahnya bahwa tanah itu
harus tetap di tangan pemiliknya semula tetapi dikenai pajak tanah
(kharaj). Semua ide yang lahir dari Umar merupakan hasil interaksi
dari peristiwa yang dihadapi dengan berdasarkan ijtihadnya yang
12 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 47-48.
7
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
mencakup bidang pemerintahan, pertanahan, kependudukan, ekonomi
dan hukum.
Dengan melaksanakan ijtihad, barangkali Umar ingin memberi
tuntunan dengan pengertian bahwa ajaran Islam itu tidak kaku, tapi
bisa lentur dan luwes sesuai dengan perkembangan zaman dan
permasalahan yang dihadapi dengan tetap mengacu pada substansi
ajaran yang ada dalam Al-Qur’an dan hadits.13
3. Lembaga Peradilan
Kebijakan yang paling signfikan pada masa Umar, selain
administratife pemerintahan, peperangan, dan sebagainya adalah
pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin Khaththab
khususnya dalam peradilan, masih berlaku sampai sekarang.
Secara prakttis, Umar bin Khaththab yang sering menjadi rujukan
berbagai buku hukum baik Islam ataupun hokum murni dapat dilihat
dari cerita berikut ini.
“Pada suatu ketika Umar r.a yang sedang menjalankan tugasnya
sebagai hakim, didatangi seorang wanita yang menyeret seorang
pemuda bersamanya, sambil berteriak-teriak seperti orang panik.
Wanita itu melapor dan mengadu kepada Khalifah Umar r.a bahwa
si pemuda yang diseretnya itu telah memperkosanya dan
mempermalukannya di tengah-tengah keluarganya. Dalam dakwa
atau pengaduannya itu, ia memajukan saksi-saksi, bahkan bahan
bukti lain juga diajukan, yakni dengan menunjukan tempat tertentu
dari pakaiannya yang basah dari anggota tubuhnya. Sementara itu,
terdakwa, yaitu si pemuda dengan nada mohon dikasihani
menyangkal perbuatan yang dituduhkan atas dirinya, dan
menangkis tuduhan itu bahwa yang sesungguhnya terjadi ialah
wanita tersebut merayu dan mengajak saya berbuat sesuatu atas 13 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 50.
8
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
dirinya, tetapi saya menampik rayuannya itu. Karena ia malu,
datanglah menyeret saya seperti ini”.
Dalam mempertimbangkan perkara ini, Khalifah Umar selaku
hakim yang bijaksana melakukan dua hal penting yang patut mendapat
perhatian dan menjadi peajaran berharga bagi para hakim di sepanjang
zaman. Kedua hal penting tersebut adalah:
a) Beliau sekalipun dikenal sebagai orang keras dan tegas
menghadapi setiap pelanggar hukum Allah, dan orang-orang jahat,
namun beliau mampu menguasai dan mengendalikan diri untuk
tidak terburu-buru menjatuhkan suatu keputusan (vonis).
b) Beliau memanfaatkan tenaga ahli/penasihat ahli dalam hal ini
sahabat NAbi yang terkenal dengan gelarnya Babul-ilm, yaitu ‘Ali
bin Abi Thalib r.a.
Upaya yang dilakukan oleh Umar dengan meminta bantuan Ali
r.a adalah apa yang dinamakan sekarang tahlil unshuril-jariimah
(menganalisis unsur kejahatannya sendiri), seperti pemeriksaan darah,
sidik jari, dan sebagainya dalam peristiwa pembunuhan misalnya.
Langkah selanjutnya, Umar menitikberatkan pada bukti yang diajukan
oleh pendakwa (wanita yang menuduh). Tempat yang basah dari kain
itu disiram dengan air panas yang mendidih dan ternyata di tempat
yang disiram tersebut tampak suatu unsur yang putih, yaitu putih telur
yang tidak meleleh bersama air panas. Khalifah Umar r.a memberikan
peringatan keras kepada wanita tersebut yang akhirnya mengakui terus
terang segala perbuatannya.14
b. Perkembangan Peradaban Islam
14 Dedi supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal 82-85.
9
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
Beberapa perkembangan Islam pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab
adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan klasik Islam dibedakan menjadi dua macam:
‘Ulum an-Naqliyah, yang bersumber pada Al-Qur’an atau dalil naql
(disebut juga ‘Ulum as-Syari’ah), dan ‘Ulum al ‘Aqliyah, yang
bersumber pada akal bukan dalil naql (disebut juga ‘Ulum al-‘Ajam).
Dalam perioe Khulafa’ al-Rasyidun sebagai periode paling awal dari
sesudah wafatnya Rasulullah, masih didominasi oleh perkembangan
ilmu-ilmu naqliyah. Ini bisa dipahami ibarat Rasul baru saja menabur
benih, pada periode Khulafa’ al-Rasyidun benih-benih itu baru mulai
bersemi.
Lahirnya Qira’at erat kaitannya dengan membaca dan
mempelajari al-Qur’an. Terdapatnya beberapa dialek bahasa dalam
membaca al-Qur’an, dikhawatiran akan terjadi kesalahan dalam
membaca dan memahaminya. Oleh karenanya diperlukan standarisasi
bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri. Apalagi bahasa Arab yang
tidak bersyakal menimbulkan kesulitan dalam membacanya. Untuk
mempelajari bacaan dan pemahaman al-Qur’an Khalifah Umar telah
mengutus Mu’adz ibn Jabal ke Palestina, ibadah ibn as-Shamit ke
Hims, Abu Darda ke Damaskus, Ubai ibn Ka’ab dan Abu Ayub di
Madinah.
Ilmu Hadits belum dikenal pada masa Khulafa’ al-Rasyidun tetapi
pengetahuan tentang hadits sudah tersebar luas dikalangan umat Islam.
Usaha mempelajari dan menyebarkan hadits, seiring dengan kegiatan
mempelajari dan menyebarkan al-Qur’an. Untuk memahami al-Qur’an
tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan tentang hadits. Beberapa
sahabat yang menyebarluaskan hadits atas perintah Khalifah Umar
10
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
adalah Abdullah ibn Mas’ud ke Kufah, Ma’qal ibn Yasrah ke Basrah,
Ibadah ibn Shamit dan Abu Darda ke Syria.
Khath al-Qur’an berkaitan erat dengan penulisan dan penyebaran
al-Qur’an. Dalam Islam seni menulis al-Qur’an sangat dihargai, dan
tak satu aksara pun di dunia ini menjadi seni artistik yang hebat seperti
aksara Arab. Orang Arab belajar tulisan Nabti/Naskhi dari
perdagangan ke luar Syam, tulisan Kufi dan Irak. Pada masa awal
datangnya Islam hanya belasan orang Mekkah yang dapat menulis,
mayoritas mereka adalah sahabat Rasulullah. Masa Khulafa’ al-
Rasyidun al-Qur’an ditulis dengan tulisan Kufi, untuk surat menyurat
dan semacamnya ditulis dengan tulisan Naskhy.15
2. Perkembangan Arsitektur
Arsitektur dalam Islam dimulai tumbuhnya dari masjid. Masjid
Quba didirikan oleh Rasulullah dalam perjalanan hijrah sebelum
sampai di Madinah. Sesampainya beliau di kota Madinah, didirikan
pula sebuah masjid yang belum mempunyai nilai seni. Sungguhpun
demikian masjid tersebut telah memberikan tempat bertolak bagi
kesenian Islam. Salah satu masjid yang dibangun dan diperbaiki pada
masa Khulafa’ al-Rasyidun yaitu masjid al-Haram. Masjid al-Haram
adalah satu dari tiga masjid yang paling mulia dalam Islam. Masjid ini
dibangun di sekitar Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Khalifah Umar mulai memperluas masjid yang pada masa Rasulullah
masih amat sederhana, dengan membeli rumah-rumah disekitarnya.
Masjid dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi kira-kira 1,5
meter.16
D. Berbagai Peristiwa Masa Kekhalifahan ‘Umar
15 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 59-60.16 Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam, Editor Siti Maryam(Yokyakarta: Lesfi, 2002), hal 62.
11
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
a. Peristiwa Ekspansi Islam masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khaththab
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar ( 13 H./634 M. – 23 H./644
M.), sebagian besar ditandai dengan penaklukan-penaklukan untuk
melebarkan pengaruh Islam keluar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah
berhasil membebaskan Negeri-negeri jajahan Imperium. Romawi dan
Persia yang dimulai dengan awal pemerintahannya, bahkan sejak
pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang dilakukan untuk
menghadapi dua kekuatan itu, jelas bukan hanya meyangkut kepentingan
keagamaan saja, namun juga untuk kepentingan politik.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat
Islam dengan bangsa Romawi dan Persia yang akhirnya mendorong umat
Islam mengadakan penaklukan Negeri Romawi dan Persia, serta negeri-
negeri jajahannya karena : pertama, bangsa Romawi dan Persia tidak
menaruh hormat terhadap maksud baik Islam; kedua, semenjak Islam
masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha menghacurkan Islam;
ketiga, bangsa Romawi dan Persia sebagai Negara yang subur dan terkenal
kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan
negeri-negeri Arab; keempat, bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh
menghasut suku-suku Badui untuk menentang pemerintahan Islam dan
mendukung musuh-musuh Islam; dan kelima, letak geografis kekuasaan
Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan keamanan dan
pertahanan Islam.
Tindakan pertama yang dilakukan Umar untuk menghadapi kekuatan
Romawi-Persia adalah mengutus Saad bin Abi Waqqas untuk
menaklukkan Persia dan menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah untuk
menggantikan Khalid bin Walid sebagai panglima tertinggi yang sedang
menghadapi kekuatan Romawi di Siria. Saad bin Abi Waqqas berangkat
dari Madinah memimpin pasukan militer menuju Irak yang sedang
dikuasai Persia. Pasukan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas berhasil
12
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
menerobos pintu gerbang kekuatan Persia. Pertempuran antar keduanya
tidak dapat dielakkan lagi maka terjadi pertempuran lain di Qadisyiah
pada tahun 635 M./14 H. Dalam pertempuran ini, pihak persia berhasil
dipukul mundur oleh kekuatan Islam-Arab yang dipimpin Saad bin Abi
Waqqas.
Pada tahun 637 M./16 H., Persia bermaksud membalas kekalahannya,
sehingga terjadi peperangan di Jakilah. Namun, maksud tersebut tidak
dapat terwujud, bahkan pasukan Persia terdesak dalam kota Hulwan
dikuasai juga oleh pasukan Islam-Arab. Pertempuran terjadi di Nahawan
pada tahun 642 M./21 H. Dalam pertempuran ini, pasukan persia dapat
ditundukkan secara mutlak. Dengan demikian, seluruh kekuasaan menjadi
wilayah kekuasaan pemerintahan Islam.
Kota Damaskus, salah satu pusat Siria yang paling penting jatuh di
tangan pasukan Islam-Arab pada tahun 635 M./ 14 H. di bawah komado
Abu Ubaidah. Ketika Romawi (Bizatium) memutuskan untuk melakukan
serangan balasan secara besar-besaran terhadap para penyerang. Pasukan
Abu Ubaidah mampu menghadapinya dengan kekuatan penuh pada
pertempuran Yarmuk pada tahun 16 H./ 631 M.
Mesir secara keseluruhan berada di bawah kekuasaan Islam-Arab
setelah penyerahan Iskandariyah (Alexanderia), ibukota Mesir dan ibukota
kedua dari kekaisaran Romawi Timur pada tahun 642 M./ 21 H.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahan
Umar ibn Al-Khaththab, kekuatan dua adikuasa dunia dapat diruntuhkan.
Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan sejarah Islam.
b. Sejarah Penaklukan Palestina
Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil Ibn
Hasanah untuk menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635
M. Amr dan Syarhabil akan menuju Yerusalem dengan membawa
13
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
pasukan. Tapi, itu bukan jalan mudah. Pasalnya, mereka mesti
menaklukkan terlebih dahulu beberapa daerah untuk bisa masuk ke
Yerusalem.
Pasukan pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh
pepohonan di Golan (Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati
Galileia yang ada di utara Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga
sangat subur. Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki memori sejarah penting
di kota ini. Dan, peperangan kecil terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr
dan Syarhabil berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan
Byzantium yang kala itu berkuasa. Kota-kota sepanjang Galileia mampu
ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan jaminan
keamanan dan kepemilikan.
Rupaya strategi Umar untuk menaklukkan Yerusalem sangat cerdas.
Kota ini bakal dikuasai dengan jalan pengepungan. Di lain sisi Palestina,
Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus untuk
membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk
menaklukkan wilayah utara Palestina lainnya. Akhirnya Beirut, Tripoli,
Sidon, Byblos, dan Latakia berhasil dikuasai. Sementara itu, Yazid
menaklukkan daerah di Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil
dikuasai Yazid dan pasukan muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga
Haifa. Usai menaklukkan Haifa, Yazid dan pasukannya bergabung dengan
Amr. Dua kekuatan militer ini lantas berjalan menuju Yerusalem.
Pangeran Konstantin II, penguasa wilayah Caesarea yang ada barat
Palestina, merasa gelisah dengan pergerakan pasukan Islam ke Yerusalem.
Dari kota bandar yang ada di pesisir Levantina ini, Pangeran Konstantin II
meminta bantuan pasukan Byzantium dari Siprus dan Konstantinopel.
Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat sebagai daerah
kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di bawah
14
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus
melewati daerah Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem.
Kemudian, pasukan Amr dan Yazid bertemu pasukan Artavon dari
Caesarea. Perang hebat pun terjadi di daerah Ajnadin. Atas izin Allah,
pasukan Islam menang. Artavon lalu melarikan diri ke Yerusalem. Dari
kemenangan inilah rencana penaklukan Yerusalem jadi semakin mudah.
Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan pasukan untuk
mendukung Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan
Mu’awiyah diminta untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan
Suriah dan pesisir Levantina. Dan, pasukan Islam pun mengepung
sepanjang kota selama musim dingin.
Rasa gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. Patriarch
adalah uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon
tidak ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi,
Patriarch menginginkan Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam
dengan damai. Dia yakin kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk
kehendak Tuhan. Perdebatan itu disaksikan oleh orang-orang di dalam
gereja yang letaknya dalam benteng. Dan, orang-orang ini menyetujui ide
Patriarch.
Lantas dikirimlah utusan gereja menemui pasukan Islam. Utusan ini
menyampaikan bahwa Yerusalem akan diserahkan dengan beberapa
syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan peperangan,
pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir, dan Khalifah Umar
diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci kota”. Abu
Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi permintaan yang
ada. Setelah kabar gembira ini disampaikan ke Umar, beliau pun segera
menuju Yerusalem. Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk
menyambut Umar yang bagi mereka cukup disanjung sikap adilnya. Tapi,
arakan ini mendadak hilang. Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya
15
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
melihat dua orang dan seekor unta. Salah satunya naik ke punggung unta.
Sungguh, tidak tampak seperti kedatangan penguasa di zaman sekarang ini
yang penuh dengan penyambutan mewah.
Penduduk kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta.
Justru sebaliknya, yang di punggung unta adalah pengawal Umar.
Ternyata mereka bergantian naik unta selama dalam perjalanan. Umar
tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian ini menambah
kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya.. Apalagi, Umar
hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar
untuk sholat. Sesampainya di kota, Umar disambut Uskup Patriarch. Umar
diajak ke beberapa tempat suci di kota. Uskup membukakan Gereja
Makam Suci kala waktu dhuhur tiba. Maksudnya, Umar dipersilakan shlat
dulu di gereja itu. Namun, hal tersebut ditolak Umar.
“Jika saya melaksanakan shalat di gereja ini, saya khawatir para
pengikut saya yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini
dimasa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian
mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di
dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk
menghindari kesulitan ini dan supaya Gereja kalian tetap sebagaimana
adanya, maka saya shalat diluar,” ucap Umar yang tetap menghormati
pemeluk agama lain dalam wilayah perlindungan Islam.
Ketika Umar meminta diantar ke bekas Kuil Sulaiman, dia mendapati
reruntuhan itu tidak terawat. Ada banyak kotoran dan timbunan sampah.
Umar dan shahabat lainnya membersihkan tempat itu dan menjadikannya
tempat shalat. Ke depannya, di tempat ini berdiri sebuah masjid atas
perintah Umar. Masjid itu dinamai dengan Masjid Umar.
Kemenangan Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah Palestina.
Yordania, pesisir Levantina, dan Suriah, menandai berakhirnya kakuasaan
Byzantium (Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam, Palestina
16
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
hidup dalam naungan pemerintahan Islam. Kabar baiknya, sekali pun
sudah berada dalam kekuasaan Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap
dilindungi. Ini berkebalikan dengan pemerintahan Zionis Israel di zaman
sekarang yang melakukan pembunuhan massal penduduk Palestina untuk
merebut tanah suci ini dan seluruh wilayah di sekitarnya.17
c. Madinah Sebagai Negara Adikuasa
Semenjak penaklukan Persia dan Romawi, pemerintahan Islam menjadi
adikuasa dunia memiliki wilayah kekuasaan luas, meliputi Semenajung Arabia,
Palestina, Siria, Irak, Persia, dan Mesir.
Umar ibn Al-Khaththab yang dikenal sebagai negarawan, administrator
terampil pandai, dan seorang pembaharu membuat berbagai kebeijakan mengenai
pengelolahan wilayah kekuasaan yang luas, ia menata struktur kekuasaan dan
administrasi pemerintahan Negara Madinah berdasarkan semangat demokrasi.
Untuk menunjang kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas
eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan, antara lain :
a. Dewan Al-Kharraj ( Jawatan Pajak );
b. Dewan Al-Addas ( Jawatan Kepolisian );
c. Nazar Al-Nafiat ( Jawatan Pekerjaan Umum );
d. Dewan At-Jund ( Jawatan Militer );
e. Bai’iat Al-Mal ( Lembaga Pembendaharaan Negara ).
Sebagaimana Rasulullah SAW. dan Abu Bakar, Khalifah Umar juga sangat
condong menanamkan semangat demokrasi secara intensif di kalangan rakyat,
dikalangan para pemuka masayarakat, dan di kalangan para pejabat atau pada
administrator pemerintahan. Ia selalu mengadakan musyawarah dengan rakyat
untuk memecahkan masalah-masalah umum dan kenegaraan yang dihadapi. Ia
tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa
mengikutsertakan warga negara, baik warga negara muslim maupun warga
negara non-muslim.18
17 http://www.muslimdaily.net/artikel/ringan/sejarah-indah-pembebasan-palestina-oleh-khalifah-umar.html#.Uck_8zcfnIU. Diakses pada tanggal 17 April 2013.18 Dedi supriyadi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal 80-82.
17
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Umar bin Al-Khaththab, yang memiliki nama lengkap Umar bin Kaththab
bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail
bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay, dilahirkan di Mekah dari keturunan suku
18
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
Quraisy yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum
terjadinya perang Fijar. Ayahnya bernama al-Khattab bin Nufail bin
Abdul- Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Razah bin Adi bin Ka'b.
Ibunya, Hantamah binti Hasyim bin al-Mugirah bin Abdullah bin Umar
bin Makhzum. Dalam hidupnya itu ia menikahi sembilan perempuan yang
kemudian memberikan keturunan dua belas anak, delapan laki-laki dan
empat perempuan. Sebelum masuk Islam, Umar adalah penantang Nabi
Muhammad Saw. Tetapi, setelah masuk Islam dia terrmasuk seorang
sahabat yang terkemuka dan paling dekat dengan Nabi Muhammad Saw.
2. Umar bin Khaththab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat
dan disetujui oleh jamaah kaum muslimin. Pada saat menderita sakit
menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara masih labil dan
pasukan yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh terpecah
akibat perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon
penggantinya, lalu ia memilih Umar.
3. Pada periode pemerintahan Umar bin al-Khaththab terdapat beberapa
kebijakan yang diterapkan oleh Umar yaitu pengelolaan kas Negara dan
pemberlakuan ijtihad serta sistem lembaga peradilan yang masih berlaku
sampai sekarang. Serta terdapat bereberapa perkembangan peradaban pada
masa tersebut yaitu perkembangan yang ditinjau dari segi ilmu
pengetahuan dan dari segi arsitektur.
4. Terdapat peristiwa-peristiwa penting pada masa pemerintahan ‘Umar
diantaranya peristiwa ekspannsi Islam yang sebagian besar ditandai dengan
penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam keluar Arab.
Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan Negeri-negeri jajahan
Imperium. Romawi dan Persia yang dimulai dengan awal pemerintahannya,
bahkan sejak pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang dilakukan
untuk menghadapi dua kekuatan itu, jelas bukan hanya meyangkut
kepentingan keagamaan saja, namun juga untuk kepentingan politik.
19
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
Semenjak penaklukan Persia dan Romawi, pemerintahan Islam menjadi
adikuasa dunia memiliki wilayah kekuasaan luas, meliputi Semenajung
Arabia, Palestina, Siria, Irak, Persia, dan Mesir.
B. Saran
harapan kami melalui makalah ini adalah semoga dapat bermanfaat bagi kami
dan pemabaca mampu memahami isi dari makalah kami serta memberikan
kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Sejarah Penaklukan Palestina.
http://www.muslimdaily.net/artikel/ringan/sejarah-indah-pembebasan-palestina-
oleh-khalifah-umar.html#.Uck_8zcfnIU.
Haekal, Husain. 2002. Al-Faruq ‘Umar. Bogor: Pustaka Litara Antarnusa.
Nubarok, Jaih. 2003. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.
Supriadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia
20
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
Sodiqin, Ali dkk, 2002. Sejarah Peradaban Islam. Editor Siti Maryam. Yokyakarta:
Lesfi
21
Khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab
22