laporan pendahuluan gangguan refraksi

24
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN REFRAKSI MATA (MIOPIA) DI POLI MATA RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah Oleh Fajrin Nurrahmi, S. Kep NIM 082311101012

Upload: fajrinituirin

Post on 26-Dec-2015

301 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN REFRAKSI

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN REFRAKSI MATA (MIOPIA) DI POLI MATA

RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh

Fajrin Nurrahmi, S. Kep NIM 082311101012

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2014

Page 2: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

LAPORAN PENDAHULUANKLIEN DENGAN KELAINAN REFRAKSI MATA

Oleh Fajrin Nurrahmi, S. Kep.

A. Teori tentang Penyakit

a. Pengertian

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana

bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau

belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.

Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan

astigmatisma (Ilyas, 2006).

Miopi (rabun jauh) adalah keadaan bola mata yang lebih panjang atau

terlalu lonjong dibandingkan ukuran mata normal. Pada saat melihat

objek dekat, bayangan jatuh di retina dan objek tampak jelas. Namun,

ketika melihat objek jaug, bayangan jatuh di depan retina sehingga objek

tampak kabur (Sudjadi dan Laila, 2006).

Miopia adalah ketidakmampuan mata untuk melakukan akomodasi secara

adekuat untuk benda yang jauh (Corwin, 2009).

b. Etiologi

1. Hilangnya bentuk mata (juga diketahui sebagai hilangnya pola mata)

terjadi ketika kualitas gambar dalam retina berkurang.

2. Berkurangnya titik fokus mata, terjadi ketika titik fokus cahaya berada

di depan atau di belakang retina

Page 3: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

Myopia Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi.

Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang

secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopi.

Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-

tahun awal kehidupan.akibatnya para penderita miopi umumnya

merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina

matanya, melainkan didepannya (Curtin, 2002).

3. Jarak terlalu dekat membaca buku, menonton televisi, bermain video

games, main komputer, main ponsel, dan lain-lain..

4. Terlalu lama beraktifitas pada jarak pandang yang sama seperti

bekerja di depan komputer, di depan layar monitor, di depan mesin, di

depan berkas, dan lain-lain.

5. Tinggal di tempat yang sempit penuh sesak karena mata kurang

berkontraksi melihat yang jauh-jauh sehingga otot mata jadi tidak

normal.

6. Kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti

membaca sambil tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap,

membaca di bawah sinar matahari langsung yang silau, menatap

sumber cahaya terang langsung, dan lain sebagainya.

7. Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok

untuk mata dapat mengganggu kesehatan mata seperti sering

kelamaan memakai helm, lama memakai kacamata yang tidak sesuai

dengan mata normal kita, dan sebagainya.

8. Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata

sehingga kurang mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun

jika mata bekerja terlalu diporsir. Vitamin A, betakaroten, ekstrak

billberry, alpukat, dan lain sebagainya bagus untuk mata

c. Patofisiologi

Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih

belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan

Page 4: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan

glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata

anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular

meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.    

Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan

ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang

menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa

terhadap elongasi berlebihan pada miopi.

Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk:

1. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa

2. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata.

3. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih dari 6

dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola

mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian

temporal papil disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina berjalan

kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi

rupture membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk

terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopi dapat terjadi bercak

Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis

sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf

optik (Sidarta, 2005).

d. Tanda dan gejala

Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu

objek dengan jarak jauh (anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di

papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam

sebuah buku). Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas.

Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum

kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam

posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan

Page 5: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

(astenovergen). Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga

terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat miopi pada satu

mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada

mata yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke

temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia). (Illyas,2005).

Pasien dengan miopi akan memberikan keluhan sakit kepala, sering

disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang

penderita myopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk

mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang

kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang

masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau

berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia

konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan

terlihat juling ke dalam atau esoptropia (Sidarta, 2005).

e. Kemungkinan Komplikasi

Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa

ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling

esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata

berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin

fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

f. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang

1. Pengukuran status refraksi mata dapat dilakukan secara objektif

maupun subjektif. Cara objektif meliputi pemfokusan berkas cahaya

dari retinoskop ke retina penderita melalui lensa dengan berbagai

kekuatan yang ditempatkan di depan mata. Cara ini amat teliti dan

dapat dilaksanakan pada umur berapapun, karena tidak memerlukan

respon dari penderita.

Page 6: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

Cara subjektif dengan menempatkan berbagai lensa di depan mata dan

meminta keterangan penderita lensa mana yang memberi gambaran

paling jelas dari huruf pada peta.

2. Foto fundus / retina

3. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri

4. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)

5. USG bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang

bola mata, kekentalan benda kaca (vitreous)

6. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang

tersisa)

g. Terapi

1. Terapi Non-Farmakologi

a) Kacamata

Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan

atau lensa eddisi untuk membaca dekat yang berkuatan tetentu.

Pengobatan pasien dengan dengan miopi adalah memberikan kaca

mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman

penglihatan maksimal 33cm. Bila pasien dikoreksi dengan – 3.0 D

memberika tajam penglihatan 6/6, dan demikian memberikan

istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2003).

Page 7: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

b) Lensa Kontak

Pengobatan biasanya ditolong dengan kacamata rangkap dan

harus melakukan terapi dengan cara menggunakan lensa eddisi

untuk membaca dekat. Untuk jarak baca 33 cm, bila jarak berubah

maka pemberian lensa juga berubah. Pada umur 40 tahun lensa

masih dapat mengembang, tetapi sangat menurun. Pada umur 60

tahun, lensa menjadi sclerosic semua. Jadi pemberian lensa addisi

tergantung pada pada jarak baca dan umur pederita. Bifokus

adalah kacamata yang digunakan untuk mengatasi presbiopia.

Kacamata ini memeliki 2 lensa, yaitu untuk membaca dipasang

dibawah dan untuk melihat jarak jauh dipasang diatas. Jika pelihat

jarak jauh masih baik, bisa digunakan kacamata untuk baca yang

dijual bebas.

c) Bedah Keratorefraktif

Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk

mengubah kelengkungan permukaan anterior bola mata

diantaranya adalah keratomi radial, keratomileusis keratofikia,

epiakerarfikia.

d) Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata.

Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan

dirubahnya tingkat miopi dengan menggunakan laser.

e) Photorefractive Keratotomy (PRK)

Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian

kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda.

f) Operasi orthokratologi dan pemotongan jaringan kornea mata

Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika

menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak

lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan

kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-

bahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk

mengganti kornea yang rusak.

Page 8: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

2. Penatalaksanaan Farmakologi

Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata

untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat

tradisional pun banyak digunakan ada penderita myopia

B. Pengkajian Keperawatan

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan pandangannya kabur pada jarak jauh dan jelas pada

jarak dekat.

b. Riwayat Penyakit

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien datang ke RS dengan keluhan pandangan kabur pada jarak jauh

dan jelas pada jarak dekat, klien mengatakan padangan kabur setiap

saat.

2) Riwayat penyakit dahulu

Klien mengatakan, sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti

ini.

3) Riwayat Penyakit keluarga

Klien mengatakan ibu klien mengalami hal yang sama seperti yang

dialami klien.

4) Riwayat Kebiasaan

Klien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang sangat

dekat dan dalam keadaan tidak terlalu terang.

c. Pengkajian Fisik

1) Pengkajian Ketajaman Penglihatan

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.

a) Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen

dengan satu mata ditutup.

b) Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari

baris paling atas kebawah,dan tentukan baris terakhir yang masih

dapat dibaca seluruhnya dengan benar. 

Page 9: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka

dilakuan uji hitung jari dari jarak 6 meter.

Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka

jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji

dengan pasien 1 meter.

Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian

tangan,dilakukan uji dengan arah sinar.

Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka

dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.

Penilaian :

Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat

membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen dengan benar. Bila

baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan

tajam pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak

6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada

jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari pasien hanya dapat

melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pad jarak

3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah

dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter.

Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada

jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan

pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.

Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat

lambaian tangan, maka dikatakan sebagai satu per minus. Orang

normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.

2) Pengkajian Gerakan Mata

a) Uji Menutup

Salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan

pemeriksa, dan pasien di minta memfokuskan mata yang tidak

tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup

karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-

Page 10: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

tiba di singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila

mata, saat di tutup bergeser ke sisi temporal, akan kembali ke titik

semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila bergeser ke sisi

nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata

untuk bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan

eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal di

sebut esoforia.

b) Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisi

sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu

oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan

sumbu horizontal. Tiap posisi cardinal lirikan menggambarkan

fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat pada

tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan ganda), selama transisi

dari salah satu posisi cardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui

adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk

berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah

satu mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.

3) Pengkajian Lapang Pandang

Pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling

berhadapan. Pasien di minta menutup salah satu mata dengan karton,

tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa.

Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya sebagai

pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa

menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung

pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior

dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari pemeriksa di gerakkan

dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical, horizontal dan

oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di kaji dengan

memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada

setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat

Page 11: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

ketika benda mulai dapat terlihat sementara mempertahankan arah

lirikannya ke depan.

4) Pemeriksaan Fisik Mata

a) Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata

b) Buku Mata, posisi dan distribusinya

c) Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air

mata.

d) Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris

diinspeksi secara bersama.

e) Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan

pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan

kemampuan memfokuskan sinar pada retina.

2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha

pemfokusan mata.

3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kemampuan visual

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada

kepala, kelelahan pada mata)

5. Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

Page 12: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

D. Perencanaan Keperawatan

No.

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional

1. Gangguan persepsi sensori (visual) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retina.

NOC:Sensory Function: VisionKriteria hasil :a) Menunjukkan pemahaman secara

verbal maupun tulisanb) Wajjah dan tubuh dalam kondisi

relaksc) Mampu menjelaskan rencana

untuk memodifikasi gaya hidup untuk mengkompensasi adanya gangguan penglihatan

d) Terhindar dari cedera akibat penurunan kemampuan penglihatan

NIC:Cognitive Stimulation Environmental Management 1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual

Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien

2. Orientasikan klien pada lingkungan yang baruRasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat

3. Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatanRasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri

4. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannyaRasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan

2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf pusat.

NOC : Pain level and Pain ControlKriteria Hasil :a. Klien mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan teknik non

NIC : Pain management1. Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif (PQRST)Rasional : mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien

Page 13: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

farmakologik untuk mengurangi nyeri)

b. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi)

c. Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

2. Kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisinganRasional : memberikan kenyamanan bagi pasien

3. Ajarkan tentang teknik non farmakologik seperti teknik nafas dalamRasional : mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan pasien

4. Tingkatkan istirahatRasional : manajemen nyeri pasien

5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeriRasional : mengevaluasi hasil tindakan dan menentukan intervensi lanjutan

3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kemampuan visual

NOC: Risk ControlKriteria Hasil:a. klien terbebas dari ciderab. menggunakan fasilitas kesehatan

yang adac. mampu mengenali perubahan

status kesehatan

NIC:Environment Management (Manajemen Lingkungan)1. Sediakan lingkungan yang aman untuk

pasienRasional : menghindarkan pasien dari cidera

2. identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisikRasional : menyesuaikan pengamanan sesuai kondisi pasien

3. menghindarkan lingkungan yang berbahayaRasional : menghilangkan faktor bahaya bagi pasien

4. memasang side rail tempat tidur

Page 14: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

Rasional : pengaman untuk pasien5. menganjurkan keluarga untuk menemani

pasienRasional : menjaga pasien dari cidera

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)

NOC: Anxiety ControlKriteria hasil:a. mampu mengungkapkan gejala

dari ansietasb. mengidentifikasi,

mengungkapkan dan mendemonstrasikan teknik untuk mengontrol ansietas

c. mengungkapkan penurunan atau hilangnya subjek yang menjadi sumber ansietas

1. Orientasikan klien pada lingkungan yang baruRasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan

2. Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas

3. Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.Rasional: Mengurangi ansietas klien

Page 15: Laporan Pendahuluan Gangguan Refraksi

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard, et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Ke 3. Jakarta : EGC

Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row.Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta: 2000.Istiqomah, Indriana N. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2005.

Potter, A. Patricia & Perry G. Anne. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:

Konsep, Proses, dan Praktik edisi 4. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta : EGC.

Sudjadi, bagod., dan Siti Laila. 2006. Kesehatan Mata. Jakarta : Gramedia