keberdayaan masyarakat binaan melalui program...

178
1 KEBERDAYAAN MASYARAKAT BINAAN MELALUI PROGRAM SARJANA PENGGERAK PEMBANGUNAN DI PEDESAAN DI KECAMATAN MANGNGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH THE ACADEMICIAN ACTIVATORS VILLAGE DEVELOPMENT PROGRAM (SP3) IN MANGNGARABOMBANG SUB- DISTRICT, TAKALAR REGENCY ZULKIFLI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: buihuong

Post on 13-Jun-2019

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KEBERDAYAAN MASYARAKAT BINAAN MELALUI

PROGRAM SARJANA PENGGERAK PEMBANGUNAN DI

PEDESAAN DI KECAMATAN MANGNGARABOMBANG

KABUPATEN TAKALAR

COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH THE

ACADEMICIAN ACTIVATORS VILLAGE DEVELOPMENT

PROGRAM (SP3) IN MANGNGARABOMBANG SUB-

DISTRICT, TAKALAR REGENCY

ZULKIFLI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

2

KEBERDAYAAN MASYARAKAT BINAAN MELALUI

PROGRAM SARJANA PENGGERAK PEMBANGUNAN DI

PEDESAAN DI KECAMATAN MANGNGARABOMBANG

KABUPATEN TAKALAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Disusun dan diajukan oleh

ZULKIFLI

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

3

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Zulkifli

Nomor Mahasiswa : P0200211001

Program studi : Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar,

Yang menyatakan

Zulkifli

4

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan nikmat dan kesehatan, kecerdasan otak dan kemampuan

jasmani dan rohani, sehingga segala aktifitas keseharian kita selalu dilalui

dengan semangat dan keuletan mengerjakan tesis ini. Dan tidak lupa pula

penulis haturkan salam dan salawat kepada junjungan nabiullah

Muhammad Saw.

Dalam tesis ini, penulis telah banyak menemukan berbagai berbagai

macam hal yang cukup penting dan perlu untuk disegerakan evaluasinya,

sebab tesis yang berjudul Keberdayaan Masayarakat Binaan Sarjana

Penggerak Pembangunan di Pedesaan di Kecamatan Mangngarabombang

Kabupaten Takalar merupakan terobosan Kementerian Pemuda dan

Olahraga yang hal ini bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga melibatkan pemuda terdidik untuk mendampingi masyarakat

melakukan program-program yang sifatnya dapat membantu

mengeksplorasi kemampuan kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial

masyarakat setempat sesuai dengan potensi wilayah yang ada di daerah

tersebut.

Banyaknya hal yang telah ditemukan dalam tesis ini adalah langkah

utama yang perlu dilakukan sebagai rumusan baru sistem

5

pembangunannya. Adapun hasilnya yang baik perlu upaya peningkatan,

sementara yang kurang berdaya diperlukan rumusan perbaikannya.

Sehingga terjadi perubahan mendasar yang akan lebih membantu

meningkatkan keberdayaan masyarakat binaan setempat.

Pada kesempatan ini penulis tulus hati menyampaikan terimakasih

kepada Bapak Prof. Dr. Tahir kasnawi, SU. selaku ketua komisi penasihat

dan Bapak Prof. Dr. Ir Andi Rahman Mappangaja, MS selaku anggota

komisi penasihat atas segala daya dan upaya pembimbingan. Rektor

Universitas Hasanuddin atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti

pendidikan di lepmbaga yang dipimpinya, Direktur Program Pascasarjana

beserta jajaran dan stafnya, kepada Bapak penguji, Prof. Dr. Ir. Roland

Barkey, Prof. Dr. I Made Benyamin, M.Ec, Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman,

M.S, terima kasih atas arahan dan masukan sehingga penulis

mendapatakan masukan berharga bagi kesempurnaan tesis ini.

Demikian halnya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar,

terkhusus kepada kedua orang tua penulis, A. Karim Tutu dan St. Saerah

Taugi, H. Basoddin dan Hj. Sabiyani, istriku tercinta Nurhidayat, S.KM, yang

telah memberikan kasih sayang dan semangat yang tulus. Ust. Hamka

Badaruddin, Ust. Muhtar Lutfi, dan teman-teman PPW 2011, serta fasilitator

SP3 Takalar.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai

kekurangan, sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun dari

semua pihak sangat diharapkan, agar lebih memberikan bobot maksimal

6

bagi kesempurnaan tesis ini. Semoga hasilnya bermanfaat dan memberikan

kontribusi bagi kita semua terlebih terhadap upaya pengembangan dan

pemberdayaan potensi-potensi masyarakat berupa sistem nilai budaya lokal

dimasa yang akan datang.

Makassar, 1 juli 2013

ZULKIFLI

7

ABSTRAK

ZULKIFLI. Keberdayaan Masyarakat Binaan Melalui Program Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3) di Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar (dibimbing oleh Tahir Kasnawi dan Andi Rahman Mappangaja).

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat partisipasi dan

keberdayaan masyarakat binaan SP3 di Kecamatan Mangngarabombang. Penelitian ini menggambarkan tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan selama program berlangsung.

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dengan mewawancarai sembilan belas orang sebagai responden. Metode penarikan sampel menggunakan metode purposive samplig dengan mengambil masyarakat binaan SP3 untuk diteliti tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaannya selama mengikuti program yang telah berlangsung sejak 2010 sampai sekarang. Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan skor dan diuraikan secara deskriptif. Tingkat partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dianalisis menggunakan tabel keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis keberdayaan masyarakat Fujikake yang terdiri atas enam indikator, yaitu kemampuan mengemukakan opini, perubahan kesadaran, kreatifitas menyusun tujuan baru, kepercayaan diri, dan keterampilan manajerial. Indikator tersebut diukur melalui lima pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi skor, tidak berdaya 0.0-1.0, kurang berdaya 1.1-2.0, agak berdaya, 2.1-3.0, cukup berdaya 3.1-4.0, sangat berdaya 4.1-5.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan

masyarakat binaan SP3 cukup baik dengan skor nilai rata-rata 3.48, namun diperlukan upaya perbaikan dan pendampingan lebih profesional sebab dalam analisis tersebut terdapat dua indikator yang kurang yaitu, keterampilan manajerial dengan skor 3.14 dan kemampuan mengemukakan opini dengan skor 2.79. Kata kunci: Partisipasi, Keberdayaan, SP3, Masyarakat

8

ABSTRACT

ZULKIFLI. Community Empowerment through the Academician Activators

Village Development Program (SP3) in Mangngarabombang Sub-District,

Takalar Regency (Supervised by Tahir Kasnawi and Andi Rahman

Mappangaja).

This study aims to investigate the participation level and the

empowerment of the community as developed by SP3 in

Mangngarabombang Sub-District. The purpose was to describe the level of

the community’s participation and the empowerment levels during the

implementation of the program.

The research was conducted in Mangngarabombang Sub-District,

Takalar Regency. The method used was a survey method by interviewing

19 respondents, who were chosen using the purposive random sampling

technique from the community memebers participating in the SP3 program.

The objects of the study were the levels of their participation and the

empowerment while they were joining the program from 2010 until now. The

data were then processed in order to calculate the scores and analyze them

descriptely. The levels of the participation and empowerment the community

fostered by SP3 were analysed using the tables of their strength and

weakness followed by the empowerment analysis using Fujikake which

consists of six indicators, namely, their ability to express opinions, the

change of their awareness, their creativity to prospect new targets, their

self-confidence, and their managerials skills. These indicators were

measured by asking five questions. Each question was scored:

empowerless = 0.0 to 1.0, less empowered = 1.1-2.0, fairly empowered =

2.1-3.0, empowered = 3.1-4.0, dan very empowered = 4.1 to 5.0.

The research result indicated that the empowerment level of the

community was good enough with average value of 3.48, though some

improvement and a more professional assistance were still needed because

the analysis still revealed at least two unsatisfactory indicators, namely the

score of the managerial skill was 3.14 and the score of the ability to express

opinions was only 2.79.

Keywords: Participation, empowerment, SP3, community

9

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA j ............. v

ABSTRAK ..................................................................................... viii

ABSTRACT ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemberdayaan Masyarakat ................................................ 7

B. Konsep Pemberdayaan ....................................................... 11

C. Tujuan Pemberdayaan ......................................................... 15

D. Partisipasi Masyarakat ........................................................ 21

E. Tujuan Pemberdayaan ........................................................ 27

10

F. Pendampingan Masyarakat ................................................. 29

G. Evaluasi Pemberdayaan ...................................................... 31

H. Pembangunan Pedesaan ..................................................... 39

I. Gambaran pelaksanaan Program SP3 ................................ 44

J. Kerangka Pikir ...................................................................... 50

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ................................................................ 53

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................... 53

C. Metode Pengumpulan Data ................................................. 54

D. Populasi dan Sampel ........................................................... 55

E. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 55

F. Analisis Data ....................................................................... 56

G. Skor Mean ........................................................................... 58

H. Definisi Operasional ............................................................ 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Lokasi Penelitian ........................................................ 62

1. Gambaran Umum Kecamatan Mangngarabombang .... 62

1. Letak Geografis ........................................................ 62

2. Kondisi Demografi .................................................... 65

2. Potensi Wilayah Kecamatan Mangngarabombang ...... 4665

B. Identitas dan Karakteristik SP3 ........................................... 66

C. Identitas dan Karakteristik Anggota SP3 .............................. 71

1. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur . 71

11

2. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Jenis Kelamin .. 72

3. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan 73

D. Analisis Partisipasi Masyarakat Binaan ............................... 76

1. Mengerti Maksud dan Tujuan SP3 ............................ 77

2. Menghadiri Pertemuan/undangan ............................. 78

3. Mempunyai Peran dalam Program SP3 .................... 79

4. Partisipasi Tahap Perencanaan ................................ 80

5. Partisipasi Masyarakat Binaan Berdasarkan

Tahap Pelaksanaan ................................................... 81

6. Partisipasi Tahap Pengawasan ................................. 833

7. Tanya Jawab dengan Pemerintah/Tokoh/Pengusaha 84

E. Analisis tingkat keberdayaan masyarakat binaan ................ 86

1. Mengemukakan opini ................................................. 86

2. Perubahan kesadaran................................................ 88

3. Kreatifitas ................................................................... 89

4. Kepercayaan diri ........................................................ 91

5. Keterampilan manajerial ............................................ 92

F. Hasil dan Pembahasan Tingkat Partisipasi dan

Tingkat Keberdayaan

1. Tingkat Partisipasi ..................................................... 93

2. Tingkat Keberdayaan ................................................. 95

3. Skor Mean ................................................................. 96

G. Skor mean tingkat keberdayaan masyarakat ...................... 96

12

1. Urutan tingkat partisipasi .......................................... 103

2. Urutan tingkat keberdayaan ....................................... 103

H. Analisis keunggulan dan kelemahan tingkat keberdayaan ... 105

I. Analisis keberdayaan fujikake ............................................. 115

1. Tahap pertama .......................................................... 115

2. Tahap kedua ............................................................. 117

3. Tahap ketiga .............................................................. 120

4. Tahap keempat.......................................................... 122

J. Usulan perbaikan ................................................................. 123

11118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .......................................................................... 127

B. Saran ................................................................................... 128

DAFTAR PUSTAKA

130

LAMPIRAN-LAMPIRAN

13

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis keterampilan/vokasi

48

2. Standar partisipasi

58

3. Standar keberdayaan

58

4. Desa/kelurahan dan luas daerah

61

5. Banyaknya penduduk setiap desa di Kecamatan

Mangngarabombang 64

6. Kelompok masyarakat binaan setiap desa di Kecamatan

Mangngarabombang 67

7. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan kelompok

umur 71

8. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan jenis

kelamin 72

9. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat

pendidikan 74

10. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat

partisipasi 75

14

11. Distribusi hubungan antara tingkat pendidikan dengan

tingkat keberdayaan 76

12. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan

pengetahuan tentang maksud dan tujuan SP3 77

13. Distribusi masyarakar binaan SP3 berdasarkan

keikutsertaan/undangan 78

14. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan

Peran penting dalam program 79

15. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan partisipasi

tahap perencanaan 80

16. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap

pelaksanaan 81

17. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap

pengawasan 83

18. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tanya

jawab dengan pemerintah/tokoh/pengusaha 84

19. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan

kemampuan mengemukakan opini 87

20. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan perubahan

kesadaran 88

21. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat

kreatifitas 89

22. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat

kepercayaan diri 91

15

23. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat

keterampilan manajemen 92

24. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan Tingkat

Partisipasi 93

25. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan Tingkat

Keberdayaan 95

26. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan

masyarakat binaan SP3 97

27. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan

masyarakat binaan SP3 106

28. Kelemahan dan keunggulan masyarakat binaan 110

29. Skor mean analisis keberdayaan masyarakat binaan SP3

dengan menggunakan 6 indikator fujikake 117

30. Urutan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan

menggunakan 6 indikator fujikake 119

16

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus pemberdayaan 13

2. Proses pemberdayaan 14

3. Tiga tipe hasil pemberdayaan 37

4. Evaluasi pemberdayaan menggunakan 12 indikator 38

5. Empat elemen inti pemberdayaan 38

6. Tingkatan pemberdayaan 39

7. Struktur organisasi SP3 49

8. Kerangka pikir penelitian 51

9. Peta administratif Kecamatan Mangngarabombang 64

10. Tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat

binaan SP3 102

11. Grafik perubahan kesadaran masyarakat binaan SP3 106

12. Grafik keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan

menggunakan 6 indikator Fujikake 118

17

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisioner Penelitian 133

2. Panduan Wawancara Mendalam 137

3. Tabulasi Data Tingkat Partisipasi 138

4. Tabulasi Data Tingkat Partisipasi 141

5. Grafik Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan 144

6. Tabulasi Data Tingkat Kemampuan Mengemukakan Opini 145

7. Tabulasi Data Tingkat Perubahan Kesadaran 147

8. Tabulasi Data Tingkat Kreatifitas 149

9. Tabulasi Data Tingkat keterampilan Manajerial 151

10. Tabulasi Data Tingkat Kepercayaan Diri 153

11. Indikator Keberdayaan Fujikake 155

12. Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi 156

13. Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keberdayaan 158

14. Curiculum Vitae 160

18

BAB I

PENDAHULUAN

E. Latar Belakang

Pembangunan wilayah tidak dapat direalisasikan tanpa adanya

perubahan-perubahan organisasi sosial dan sistem nilai, karenanya

produktifitas dari suatu sistem ekonomi dan pengelolaan sumber daya

dikondisikan oleh budaya dan kelembagaan yang ada dalam masyarakat.

Oleh karenanya tingkat kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah tidak

hanya dimaknai dengan tingkat pertumbuhan dan produktifitas ekonomi

serta kemajuan-kemajuan dibidang fisik saja, tetapi juga

mempertimbangakan kinerja sosial, akses masyarakat pada pendapatan,

pendidikan, kesehatan, dan proses demokrasi (Hayami,2000 dalam PPW

Ernam Sutandi).

Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat membuat mereka

kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan juga membuat

masyarakat sulit berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-

keputusan yang mempengaruhi mereka dalam keadaan tidak mempunyai

keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup, olehnya itu

pemberdayaan sosial menjadi sesuatu yang sangat menunjang

pembanguan masyarakat. Hal ini diperkuat oleh landasan konstitusional

yang terdapat dalam tujuan Negara alinea IV pembukaan UUD 45

“membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melndungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia dan untuk

19

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia. ” prioritas pembangun nasional saat ini

difokuskan pada tiga strategi pokok, yaitu dikenal dengan triple tract

strategi, yaitu upaya untuk mengurangi pengangguran, pengentasan

kemiskinan, dan peningkatan pertumbuhan (Gunawan Sumodingrat. 2002).

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan

ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan

paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered,

participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995 dalam

Ginanjar K 1997).

Pemberdayaan hadir, dicanangkan, dan diprogramkan sesuai

dengan kondisi atau kebutuhan masyarakat setempat sehingga diharapkan

hasil dari pemberdayaan bisa membuat perubahan sosial dan tepat pada

sasaran pada sebuah komunitas miskin atau lemah. Program

pemberdayaan telah lama dilakukan oleh pemerintah namun tidak sedikit

yang mengalami kegagalan karena belum menyentuh pada kebutuhan

masyarakat secara menyeluruh dan berkesinambungan. Penyebab inilah

yang akhirnya membuat LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang

bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat tergerak untuk

menyingsingkan lengan untuk menuntaskan dan menghapus masalah

kemiskinan dimasa sekarang dan dimasa depan (Yenny Kurnia, 2010).

Program SP3 telah berlangsung sejak tahun 1989, dengan tujuan

untuk mengakselerasikan pembangunan melalui peran kepeloporan

pemuda dalam berbagai aktivitas kepemudaan yang dapat berpengaruh

20

pada dinamisasi kehidupan pemuda desa, mengembangkan potensi

sumber daya kepemudaan sekaligus meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, khususnya desa.

Penyeleggaraan SP3 merupakan wujud dari program peningkatan

pemeratan pembangunan, sebagai roda perekonomian berjalan dengan

baik, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Penyelenggara SP3 ini juga dimaksudkan sebagai pemerataan

tenaga terdidik menjadi kader wiraswasta dan penggerak dalam

menumbuhkan kualitas sumber daya manusia.

Sarjana penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3) salah satu

model program pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan yang

melibatkan pemuda berpendidikan (sarjana). Program SP3 pertama kali

diluncurkan pada tahun 1989 (Awal Pelita V) sebagai salah satu upaya

pemerintah mengatasi permasalahan kemiskinan yang menyebabkan

ketertinggalan penanganan (Renova Munte, Tesis: 2009)

Sejak pelita V sampai sekarang ini, pemerintah telah menerjunkan

5000 Sarjana penggerak pembangunan di pedesaan di seluruh indonesia.

Di Propinsi Sulawesi Selatan sendiri penerimaan SP3 dilakukan setiap

tahunnya, dengan sistem kontrak 3 tahun. Tahun 2010 penempatanya

sebayak 15 orang SP3 angkatan ke 17 dari berbagai disiplin ilmu

ditempatkan di Kabupaten Takalar Kecamatan Mangngarabombang.

Kegiatan ini meliputi kerajinan tangan songkok guru, pengembangan usaha

budidaya rumput laut dan kepiting, pengembangan objek wisata alam, dan

lainnya.

21

Sampai saat ini program dari pemerintah ini masih berjalan,

sebanyak 35 sarjana masih aktif yaitu angkatan ke 17 yang ditempatkan di

desa-desa yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan. Menurut data BPS pada

februari tahun 2008 jumlah penganggur terbuka sebanyak 9,42 juta orang

atau sekitar 8,48 dari total angkatan kerja yang berjumlah 111,4 juta orang.

Sekitar 78,38 dari penganggur tersebut adalah pemuda usia produktif (15-

30 tahun) (Pedoman Umum SP3, 2010).

Program SP-3 antara lain bertujuan untuk mendorong dan

memfasilitasi peran pemuda dalam membantu percepatan pembangunan

desa di berbagai sektor, terutama sektor ekonomi yang berbasis pada

sumberdaya lokal. Tujuan ini dapat dilakukan antara lain melalui pendidikan

kecakapan hidup (life skill) kewirausahaan bagi pemuda desa. Oleh karena

itu, pada tahun 2009 ini Departemen Pendidikan Nasional dan Kementerian

Negara Pemuda dan Olahraga melakukan sinergi program Pendidikan

Kecakapan Hidup (Life Skill) dengan Program SP-3 dalam rangka

memperkuat peran SP-3 di bidang pengembangan kewirausahaan pemuda

di desa.

Misi utama SP3 memberikan perhatian pada pembinaan dan

pengembangan sumberdaya manusia di pedesaan. Dalam kaitan tersebut

para sarjana diharapkan mampu melakukan berbagai usaha pembaruan

dan pembangunan, antara lain menciptakan lapangan kerja, memberi

penyuluhan, mengadakan pendidikan dan pelatihan, pemasaran hasil

pertanian, perikanan, peternakan, dan sebagainya. Dalam konteks

pembangunan masyarakat kegiatan fasilitasi dilakukan oleh tenaga khusus

22

yang bertugas; pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena

krisis sehingga menjadi satu kebersamaan tujuan dan kegiatan yng

berorientasi pada perbaikan kehidupan; kedua, sebagai pemandu atau

fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisatir) dalam pembentukan

kelompok masyarakat dan pembimbing kegiatan kelompok masyarakat

(Renova Munte, tesis: 2009).

Keberadaan program SP3 menarik untuk diamati karena dilakukan di

wilayah pedesaan dengan sasaran masyarakat sebagai objek program.

Fenomena ini menjadi lebih menarik untuk dikaji bagaimana tingkat

partisipasi masyarakat binaan terhadap program pemberdayaan SP3 serta

tingkat keberdayaannya. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan

positif untuk program pemberdayaan yang hingga saat ini masih menjadi

pekerjaan rumah pihak pemerintahan yang terkait, mengingat banyaknya

kegagalan yang terjadi pada pogram pemberdayaan sebelumnya (Pedoman

Umum SP3,2010).

Analisis pemberdayaan merupakan proses pengidentifikasian

keberhasilan dan atau kegagalan suatu rencana, pelaksanaan dan hasil

kegiatan program. Analisis ini sangat penting dilakukan untuk melihat

sejauh mana keberhasilan telah dicapai melalui dampak program SP3

terhadap keberdayaan masyarakat binaan sehingga bisa menjadi masukan

positif bagi program pemberdayaan selanjutnya. Wilayah studi peneilitian ini

berada di Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar. Kecamatan

Mangngarabombang adalah salah satu kecamatan yang menerima program

SP3 yang pelaksanaanya dimulai pada tahun 2010 sampai saat ini.

23

F. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat binaan selama program

SP3 berlangsung ?

2. Bagaimana tingkat keberdayaan masyarakat binaan selama program

SP3 berlangsung ?

3. Bagaimanakah usulan perbaikan kepada masyarakat binaan SP3 ?

G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat binaan

selama program SP3 berlangsung .

2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat keberdayaan masyarakat

binaan selama program SP3 berlangsung.

3. Untuk mengetahui usulan perbaikan kepada masyarakat binaan SP3.

H. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi peneliti yang ingin mengkaji

lebih jauh partisipasi serta tingkat keberdayaan masyarakat binaan.

2. Dapat menjadi literatur bagi kalangan akademisi yang ingin dalam

mengkaji dampak program terhadap masyarakat binaan dan pihak

penyelenggara program agar dapat menjadi acuan untuk

meningkatkan kinerja dimasa mendatang.

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Ife (dalam Suharto, 2005) menjelaskan bahwa

pemberdayaan menekankan orang memperoleh keterampilan, pengetahuan

dan kekuasaan cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan

orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan bertujuan untuk

meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah dan tidak beruntung.

Menurut Ohama (dalam tesis Syamsu Alam 2001), dalam

memberdayakan masyarakat yang menjadi langkah pertama adalah

penyadaran sosial (sosial concretization). Pada masyarakat perlu

ditanamkan kesadaran kritis tentang potensi yang mereka miliki untuk bisa

mengakses sejumlah daya pada ruang sosial, ruang politik maupun ruang

psikologis. Bahwa kemiskinan yang mereka alami bukanlah sepenuhnya

karena ketidakmampuan yang melekat pada diri mereka, melainkan karena

bekerjanya struktur yang merampas daya kemampuan mereka, dimana

daya tersebut dapat diperoleh kembali bila dikalangan mereka tertanam

kesadaran untuk memperjuangkannya.

Kedua, yaitu pengorganisasian masyarakat, masyarakat

mengorganisir diri dalam satu kelompok yang bertujuan mewujudkan

partisipasi masyarakat secara efektif pada setiap perencanaan dan

implementasi pengelolaan pembangunan agar dapat memberikan manfaat

langsung kepada masyarakat setempat.

25

Ketiga adalah penghantaran sumber daya, adalah masyarakat

mengorganisir diri dalam kelompok maka proses pemberdayaan harus

dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan guna meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan agar mampu mandiri dan mengelola sumber daya

pembangunan setempat, dan apabila proses transformasi pembelajaran

tetap dilakukan maka akan berdampak pada peningkatan produksi dan

perkapita masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan

ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan

paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered,

participatory, empowering, and sustainable" Chambers, (dalam Zaki

Mubarak tesis 2010).

Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan

dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses

pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini

banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-

konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya

banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman

disebut alternatif development, yang menghendaki “inclusive democracy,

appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equity”.

upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi.

Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan

potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah

pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi

26

yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali

tanpa daya, karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan

adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong

memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang

dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat

(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif,

selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi

langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan

(input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities)

yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.

Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah

peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam

sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi,

lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut

pembangunan prasarana dan sarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan,

listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan,

yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta

ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di

perdesaan, di mana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat

kurang.

Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang

berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak

selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Pemberdayaan bukan

27

hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-

pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras,

hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari

upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi

sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta

peranan masyarakat di dalamnya.

Hal yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat

dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan

masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat

kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.

Friedman (dalam tesis Zaki Mubarak 2010) menyatakan “The empowerment

approach, which is fundamental to an alternatif development, places the

emphasis on autonomy in the decision-marking of territorially organized

communities, local self-reliance (but not autarchy), direct (participatory)

democracy, and experiential sosial learning”.

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam

proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah

lemah, oleh karena kekurang-berdayaan dalam menghadapi yang kuat.

Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat

mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi

tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru

akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.

Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya

persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang

28

lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi

makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena,

pada dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha

sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan

demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat,

memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah

kehidupan yang lebih baik secara sinambung (Ginanjar Kartasasmita 1997).

B. Konsep Pemberdayaan

Rubin (dalam yenni kurnia 2010) mengemukakan 5 prinsip dasar dari

konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap

kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi

bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang

diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan

pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik

dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan

pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha

pembangunan fisik.

4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat

memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang

berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

29

5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai

penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan

kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.

Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan

dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada

hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk

menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah

kemajuan dalam komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan

tidak bisa hanya dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu

tahapan tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan

kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.

Menurut Wilson (dalam Yenni Kurnia 2010) terdapat 7 tahapan

dalam siklus pemberdayaan masyarakat. Tahap pertama yaitu keinginan

dari masyarakat sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Pada tahap

kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan

atau faktor-faktor yang bersifat resistemsi terhadap kemajuan dalam dirinya

dan komunitasnya. Pada tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah

menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab

dalam mengembangkan dirinya dan komunitasnya. Tahap keempat lebih

merupakan kelanjutan dari tahap ketiga yaitu upaya untuk mengembangkan

peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini juga terkait dengan

minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Pada

tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai kelihatan,

dimana peningkatan rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan keluaran

30

kinerja yang lebih baik. Pada tahap keenam telah terjadi perubahan perilaku

dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan dalam peningkatan

kinerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi

sebelumnya. Pada tahap ketujuh masyarakat yang telah berhasil dalam

memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar

guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus pemberdayaan ini

menggambarkan proses mengenai upaya individu dan komunitas untuk

mengikuti perjalanan ke arah prestasi dan kepuasan individu dan pekerjaan

yang lebih tinggi. Gambar di bawah ini menunjukkan siklus pemberdayaan

masyarakat dalam suatu komunitas.

Gambar 1. Siklus pemberdayaan (Wilson, 1996)

Proses bisa diartikan sebagai runtutan perubahan (peristiwa) dalam

perkembangan sesuatu (Depdiknas, 2003), jadi proses pemberdayaan bisa

dimaknai sebagai runtutan perubahan dalam perkembangan usaha untuk

Tahap 6 Perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya

Tahap 7 Merasa tertantang untuk

upaya lebih besar

Tahap 1

Keinginan untuk berubah

Tahap 2

Melepaskan halangan-halangan

Tahap 3 Rasa memiliki

bertambah

Tahap 4 Mengembangkan peran

dan batas tanggungjawab

Tahap 5 Pencapaian hasil dan

target yang lebih besar

31

membuat masyarakat menjadi lebih berdaya. Wilson (dalam Yenni Kurnia

2010) memaparkan empat tahapan dalam proses pemberdayaan sebagai

berikut:

1. Awakening atau penyadaran, pada tahap ini masyarakat disadarkan akan

kemampuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki serta rencana dan

harapan akan kondisi mereka yang lebih baik dan efektif.

2. Understanding atau pemahaman, lebih jauh dari tahapan penyadaran

masyarakat diberikan pemahaman dan persepsi baru mengenai diri mereka

sendiri, aspirasi mereka dan keadaan umum lainnya. Proses pemahaman

ini meliputi proses belajar untuk secara utuh menghargai pemberdayaan

dan tentang apa yang dituntut dari mereka oleh komunitas.

3. Harnessing atau memanfaatkan, setelah masyarakat sadar dan mengerti

mengenai pemberdayaan, saatnya mereka memutuskan untuk

menggunakannya bagi kepentingan komunitasnya.

4. Using atau menggunakan keterampilan dan kemampuan pemberdayaan

sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Gambar 2. Proses pemberdayaan (Wilson, 1996)

USING /

PENGGUNAAN ATAU PEMBIASAAN

HARNESSING PEMANFAATAN

UNDERSTANDING PEMAHAMAN

AWAKENING PENYADARAN

32

Pemberdayaan adalah sebuah proses, sehingga tidak bisa dipahami

sebagai proyek tunggal dengan awal dan akhir. Suatu cara atau filosofi

dimana pelaksanaan dan penyesuaiannya.

C. Tujuan Dan Strategi Cara Pemberdayaan Masyarakat Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan

memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan

keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat

dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak.

Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan,

pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya

produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya

akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih

sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal/tradisional karena

dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional.

Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut struktural

(kebijakan) dan kultural (Sunyoto Usman, 2004).

Bagaimana strategi atau kegiatan yang dapat diupayakan untuk

mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat ?. Ada beberapa strategi yang

dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam

pemberdayaan masyarakat.

Strategi 1 : Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi

Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;

pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

33

masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan

bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki

masyarakat (empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang

amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan,

serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,

teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa

pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar

fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas

pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan

paling bawah, serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan,

dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang

keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi

masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang

berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota

masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya

modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggung-

jawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula

pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam

kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang

terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses

pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh

karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan

34

pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. Ketiga,

memberdayakan mengandung pula arti melindungi.

Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi

bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi

yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang

lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.

Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal

itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.

Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya

persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang

lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi

makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena,

pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha

sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan

demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan,

dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan

yang lebih baik secara berkesinambungan.

Strategi 2 : Program Pembangunan Pedesaan

Pemerintah di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia telah

mencanangkan berbagai macam program pedesaan, yaitu (1)

pembangunan pertanian, (2) industrialisasi pedesaan, (3) pembangunan

masyarakat desa terpadu, dan (4) strategi pusat pertumbuhan (Sunyoto

Usman, 2004). Penjelasan macam-macam program sebagai berikut:

35

Program pembangunan pertanian, merupakan program untuk

meningkatkan output dan pendapatan para petani. Juga untuk menjawab

keterbatasan pangan di pedesaan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan

dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk memenuhi

kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju. Program

industrialisasi pedesaan, tujuan utamanya untuk mengembangkan industri

kecil dan kerajinan.

Pengembangan industrialisasi pedesaan merupakan alternatif

menjawab persoalan semakin sempitnya rata-rata pemilikan dan

penguasaan lahan dan lapangan kerja dipedesaan. Program pembangunan

masyarakat terpadu, tujuan utamanya untuk meningkatkan produktivitas,

memperbaiki kualitas hidup penduduk dan memperkuat kemandirian. Ada

enam unsur dalam pembangunan masyarakat terpadu, yaitu: pembangunan

pertanian dengan padat karya, memperluas kesempatan kerja, intensifikasi

tenaga kerja dengan industri kecil, mandiri dan meningkatkan partisipasi

dalam pengambilan keputusan, mengembangkan perkotaan yang dapat

mendukung pembangunan pedesaan, membangun kelembagaan yang

dapat melakukan koordinasi proyek multisektor.

Selanjutnya program strategi pusat pertumbuhan, merupakan

alternatif untuk menentukan jarak ideal antara pedesaan dengan kota,

sehingga kota benar-benar berfungsi sebagai pasar atau saluran distribusi

hasil produksi. Cara yang ditempuh adalah membangun pasar di dekat

desa. Pasar ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil produksi

desa, dan pusat informasi tentang hal-hal berkaitan dengan kehendak

36

konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan diupayakan agar

secara social tetap dekat dengan desa, tetapi secara eknomi mempunyai

fungsi dan sifat-sifat seperti kota.

Senada dengan program pembangunan pedesaan, J. Nasikun

(dalam Jefta Leibo, 1995), mengajukan strategi yang meliputi : (1) Startegi

pembangunan gotong royong, (2) Strategi pembangunan Teknikal –

Profesional, (3) Strategi Konflik, (4) Strategi pembelotan kultural.

Dalam strategi gotong royong, melihat masyarakat sebagai sistem

sosial. Artinya masyarakat terdiri dari atas bagian-bagian yang saling

kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Gotong royong dipercaya

bahwa perubahan-perubahan masyarakat, dapat diwujudkan melalui

partisipasi luas dari segenap komponen dalam masyarakat. Prosedur dalam

gotong royong bersifat demokratis, dilakukan diatas kekuatan sendiri dan

kesukarelaan.

1. Strategi pembangunan Teknikal – Profesionalel

Dalam memecahkan berbagai masalah kelompok masyarakat

dengan cara mengembangkan norma, peranan, prosedur baru untuk

menghadapi situasi baru yang selalu berubah. Dalam strategi ini peranan

agen – agen pembaharuan sangat penting. Peran yang dilakukan agen

pembaharuan terutama dalam menentukan program pembangunan,

menyediakan pelayanan yang diperlukan, dan menentukan tindakan yang

diperlukan dalam merealisasikan program pembangunan tersebut. Agen

pembaharuan merupakan kelompok kerja yang terdiri atas beberapa warga

37

masyarakat yang terpilih dan dipercaya untuk menemukan cara –cara yang

lebih kreatif

sehingga hambatan –hambatan dalam pelaksanaan program pembangunan

dapat diminimalisir.

2. Strategi Konflik

Melihat dalam kehidupan masyarakat dikuasasi oleh segelintir orang

atau sejumlah kecil kelompok kepentingan tertentu. Oleh karena itu, strategi

ini menganjurkan perlunya mengorganisir lapisan penduduk miskin untuk

menyalurkan permintaan mereka atas sumber daya dan atas perlakuan

yang lebih adil dan lebih demokratis. Strategi konflik menaruh tekanan

perhatian pada perubahan oraganisasi dan peraturan (struktur) melalui

distribusi kekuasaan, sumber daya dan keputusan masyarakat.

3. Strategi pembelotan kultural

Menekankan pada perubahan tingkat subyektif individual, mulai dari

perubahan nilai-nilai pribadi menuju gaya hidup baru yang manusiawi. Yaitu

gaya hidup cinta kasih terhadap sesame dan partisipasi penuh komunitas

orang lain. Dalam bahasa Pancasila adalah humanis-religius. Strategi ini

merupakan reaksi (pembelotan) terhadap kehidupan masyarakat modern

industrial yang betrkembang berlawanan dengan pengembangan potensi

kemanusiaan.

Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan

Masyarakat,dalam konsiderannya menyatakan bahwa dalam rangka

penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi masyarakat

38

serta swadaya gotong royong dalam pembangunan di desa dan kalurahan

perlu dibentuk kader

Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa

Kader Pemberdayaan Masyarakat merupakan mitra Pemerintahan Desa

dan Kelurahan yang diperlukan keberadaan dan peranannya dalam

pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa dan

Kelurahan. Adapun peran Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) intinya

adalah mempercepat perubahan (enabler), perantara (mediator), pendidik

(educator), perencana (planer), advokasi (advocation), aktivis (activist) dan

pelaksana teknis (technisi roles) (lihat Pasal 10 Permendagri RI No.7 Tahan

2007). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Permendagri tersebut,

tampaknya dalam strategi pemberdayaan masyarakat dapat dinyatakan

sejalan dengan Strategi pembangunan Teknikal – Profesional.

D. Partisipasi Masyarakat

Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan,

orang akan menemukan rumusan pengetian yang cukup bervariasi, sejalan

dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana

pembangunan. Miklesen (1999; 64) misalnya menginventarisasi adanya

enam tafsiran yang berbeda tentang partisipasi, partisipasi adalah kontribusi

sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam

pengambilan kepurusan. Kedua, usaha dalam membuat masyarakat

semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan

menaggapi proyek-proyek pembangunan. Ketiga, partisipasi adalah proses

39

yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait

mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal

itu. Keempat, partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat

setempat dengan para staf dalam menlakukan persiapan, pelaksanaan dan

monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks local dan

dampak-dampak sosial. Kelima, partisipasi adalah keterlibatan sukarela

oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri. Keenam,

partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangna diri,

kehidupan dan lngkungan mereka (Sutomo 2010).

Nasdian (dalam Tesis Yenni Kurnia, 2010) menyatakan bahwa

partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,

dibimbing cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakansarana dan

proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan

kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: warga

komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang

oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain.

Partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar

dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan,

bertindak kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek

yang sadar. Untuk menjalankan partisipasi secara terus menerus dalam

pengambilan keputusan dan pembentukan struktur komunitas memerlukan

suatu kegiatan atau kerja yang terus menerus. Logika dasarnya orang akan

berpartisipasi dalam kegiatan komunitas apabila kondisinya kondusif untuk

melakukan kondisi tersebut.

40

Kondisi tersebut antara lain jika masyarakat memandang penting isu-

isu atau aktifitas tertentu dan warga komunitaslah yang menentukan isu

atau tindakan mana yang penting. Bagi orang miskin, orientasi kegiatan

pengembangan masyarakat dapat menjawab kebutuhan dasarnya,

peningkatan pendapatan, kesehatan dan lain lain. Warga komunitas

berpartisipasi jika mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa

perubahan seperti kegiatan usaha ekonomi yang segera memberikan hasil

ataupun kegiatan-kegiatan yang memberikan jaminan sosial lebih menarik

orang untuk berpartisipasi daripada usaha-usaha ekonomi tahunan atau

musiman.

Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

Partisipasi komunitas hendaknya dapat dilakukan oleh siapapun juga

dengan mempertimbangkan keragaman keterampilan, bakat dan minat.

Seseorang harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam

partisipasinya. Struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat

menjauhkan. Oleh karena itu diperlukan metode-metode yang partisipatif.

Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat adalah partisipasi dalam

keseluruhan proses pembagunan mulai dari pengambilan keputusan dalam

identifikasi masalah dan dan kebutuhan, perencanaan program,

pelaksanaan program, serta dalam evaluasi dan menikamati hasil (Sutomo

2010). .

Menurut Prety, J., 1995, ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi,

yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :

41

1. Partisipasi pasif atau manipulatif

Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya

adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan

telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak

memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program.

Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di

luar kelompok sasaran belaka.

2. Partisipasi informatif

Di sini masyarakat hanya menjawab pertanyaanpertanyaan untuk

proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan

mempengaruhi proses keputusan. Akyurasi hasil studi, tidak dibahas

bersama masyarakat.

3. Partisipasi konsultatif.

Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan

orang luar mendengarkan, serta menganalisis masalah dan

pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pembuatan

keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk

mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk

ditindaklanjuti.

4. Partisipasi insentif

Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh

imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses

pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan.

42

Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan

setelah insentif dihentikan.

5. Partisipasi fungsional

Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah

ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal,

masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap

kemudian menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktif

Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan

kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan, Pola ini

cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragama

perspektif dalanm proses belajar yang terstruktur dan sistematis.

Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan

keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam

keseluruhan proses kegiatan.

7. Mandiri (self mobilization)

Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak

dipengaruhi pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang

mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-

lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta

sumberdaya yang diperlukan. Yang terpenting, masyarakat juga

memegang kandali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan

atau digunakan.

43

Konsep pembangunan yang partisipatif merupakan suatu proses

pemberdayaan pada masyarakat sehingga masyarakat mampu untuk

mengidentifikasi kebutuhannya sendiri atau kebutuhan kelompok

masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan. Oleh karena

itu, maka konsep pembangunan partisipatif mengandung tiga unsur penting,

yaitu: (1) Peningkatan peran masyarakat dalam perencanaan, implementasi

pembangunan, pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi proses

pembangunan, (2) Orientasi pemahaman masyarakat akan peran tersebut,

dan (3) Peran pemerintah sebagai fasilitator.

Partisipasi mendorong setiap warga masyarakat untuk

mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses

pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi masyarakat dapat

terwujud seiring tumbuhnya rasa percaya masyarakat kepada

penyelenggara pemerintahan di daerah. Rasa percaya ini akan tumbuh

apabila masyarakat memperoleh pelayanan dan kesempatan yang setara

(equal). Pembedaan perlakuan atas dasar apapapun dapat menumbuhkan

kecemburuan dan mendorong terjadinya konflik sosial di masyarakat.

Melalui pembangunan yang partisipatif, masyarakat diharapkan

dapat: (1) Mampu secara kritis menilai lingkungan sosial ekonomi mereka

sendiri mengidentifikasi bidang-bidang yang perlu diperbaiki, (2) Mampu

menentukan visi masa depan yang ingin masyarakat wujudkan, (3) Dapat

berperan dalam perencanaan masa depan mereka sendiri dalam

masyarakatnya tanpa menyerahkannya kepada ahli atau kelompok

44

berkuasa, (4) Dapat menghimpun sumber-sumber daya di dalam

masyarakat dan juga di dalam lingkup anggotanya untuk merealisasi tujuan

bersama, (5) Dapat memperoleh pengalaman dalam menyatakan,

menganalisa situasi dan mengidentifikasi strategi yang tepat dan realistis

untuk suatu kehidupan yang baik, (6) Karenanya anggota masyarakat

menjadi tokoh individual yang dapat bekerja atas dasar persamaan, (7)

Desa dan masyarakat akan menyelesaikan tugas dan proyek swadaya,

karena masyarakat tidak tergantung pada bantuan dari luar, yang juga akan

menjadi dasar menuju kemandirian, dan (8) Dalam proses ini akan

dibangun hubungan yang erat dan integratif diantara anggota masyarakat

(Agus Purbahatin Hadi, 2010).

E. Tujuan Pemberdayaan

Proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Namun

dalam beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara

individual meskipun pada gilirannya akan tetap berkaitan dengan

kolektivitas. Pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dilakukan melalui

penerapan pendekatan pemberdayaan dan pelaksanaan pendekatan

tersebut berpijak pada pedoman dan prinsip pekerjaan social. Suharto,

(dalam Yenni Kurnia 2010).

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dicapai

melalui penerapan pendekatan pemberdayaan:

45

1. Pemungkinan

Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-

sekat kultural dan struktural yang menghambat;

2. Penguatan

Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap

pengetahuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang

kemandirian mereka;

3. Perlindungan

Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis

diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil;

4. Penyokongan

Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak

terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan

terpinggirkan; dan

5. Pemeliharaan

Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan

keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh

kesempatan berusaha. (Suharto 2005) Penggunaan strategi

pemberdayaan masyarakat didasaraka pada asumsi, kondisi dan

kebutuhan dari masing-masig organisasi. Terdapat enam strategi dalam

yang kita kenal yaiu:

a. Strategi terapi pendidikan (education therapy)

1) Meningkatkan kompetensi dan kapsitas masyarakat:

2) Mengembangkan rasa percaya diri

46

b. Strategi perubahan tingkah laku (behavior change)

c. Strategi tambahan staf (stff supplement)

d. Strategi kemitraan (cooptation)

e. Strategi kekuatan masyarakat (comunity power)

f. Strategi pembelaan ( advokacy)

Suatu strategi pemberdayaan harus berupaya memaksimalkan

kekuasaan efektif bagi setiap orang atas distribusi dan pemanfaatan

sumber daya, dan meperbaiki ketidakadilan yang terjadi atas akses kepada

sumber daya.(Jim ife. 2009).

F. Pendampingan Masyarakat

Pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan

masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki

sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan ini

dilaksanakan untuk memfasilitasi pada proses pengambilan keputusan

berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun

kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang

berskala bisnis serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan

kegiatan yang partisipatif. (http://www.deptan.go.id /PKPM/pendampingan)

Pendampingan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh PL atau

fasilitator atau pendamping masyarakat dalam berbagai kegiatan program.

Pada prakteknya, di kalangan LSM CD, pendampingan lebih banyak

ditujukan untuk pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat miskin meskipun disertai penguatan organisasi dan

47

kepemimpinan lokal. Sedangkan di LSM CO, pendampingan lebih banyak

ditujukan untuk advokasi dan melakukan „perlawanan‟ masyarakat

terhadap isu-isu konflik (penggusuran tanah, pelanggaran HAM,

pertambangan, lingkungan, dan sebagainya yang ditujukan kepada

pemerintah, industri/swasta, atau kekuatan yang dianggap sebagai „musuh‟

rakyat. Sebenarnya, perbedaan pendampingan kedua kalangan itu masih

merupakan bagian dari dikotomi LSM CD dan LSM CO yang pada tulisan

terdahulu sudah dijelaskan. Dikotomi ini sebenarnya tidak perlu terjadi

apabila pendampingan dipahami sebagai suatu upaya pengembangan

masyarakat secara multidimensi.

Pendampingan yang dilaksanakan oleh PL/CF meliputi banyak jenis

kegiatan. Kegiatan teknis program (misalnya pertanian) seringkali menjadi

kegiatan utama seorang PPL, disertai dengan kegiatan-kegiatan lainnya

(seperti pengelolaan program mulai dari perencanaan sampai monev,

pengembangan organisasi masyarakat baik berupa kelompok tani,

KSM/UB, sampai ke pengembangan jaringan seperti forum petani atau

jaringan pemasaran, yang disertai juga dengan pelatihan kepemimpinan

lokal agar mereka bisa mengelola organisasi-organisasi tersebut dengan

baik).

Dengan semakin luasnya pekerjaan seorang pendamping atau

PL/CF, muncul pertanyaan: Apakah sebenarnya tugas utama seorang

PL/CF? Apakah sebagai pelaksana transfer informasi dan teknologi

(penyuluh) atau sekaligus sebagai ahli (expert) dalam penguasaan

teknologi tertentu? Apakah hanya sebagai fasilitator masyarakat untuk bisa

48

mengakses sumber-sumber informasi dan teknologi yang tersedia, karena

tugas PL lebih sebagai pembuka katup-katup hubungan antara kelompok-

kelompok masyarakat dan antara masyarakat dengan berbagai institusi

sosial-politik? Apakah tugas PL untuk memberikan penyuluhan dan

pelatihan teknis, ataukah fasilitator pengembangan pembelajaran bersama

yang lebih bersifat umum?. Pertanyaan-pertanyaan ini sebaiknya satu per

satu dijawab untuk merumuskan apa tugas pendamping/PL/CF dan

akhirnya akan diuraikan menjadi jenis-jenis kegiatan pendampingan yang

akan dijalankannya.

G. Evaluasi Program

Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas

komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program. Makna

dari evaluasi program sendiri mengalami proses pemantapan. Evaluasi

program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada

pengambil keputusan (Suharto, 2005). Sehubungan dengan definisi

tersebut The Standford Evacuation Consortium Group menegaskan bahwa

meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil

keputusan tentang suatu program. Tanpa ada evaluasi, keberhasilan dan

kegagalan program tidak dapat diketahui.

Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui tingkat

keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui

efektivitas masing-masing komponennya (Arikunto,1995).

49

Setiap kegiatan tentu mempunyai tujuan, demikian juga evaluasi

program. Secara singkat evaluasi program merupakan upaya untuk

mengukur ketercapaian program yaitu mengukur sejauh mana sebuah

kebijakan dapat terimplementasikan. Evaluasi program adalah penelitian

yang mempunyai ciri khusus yaitu melihat keterlaksanaan program sebagai

realisasi kebijakan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang

dimaksud. Jika kesimpulan penelitian diikuti dengan saran maka evaluasi

program selalu harus mengarah pada pengambilan keputusan sehingga

harus diakhiri dengan rekomendasi kepada pengambil keputusan.

1. Evaluasi Pemberdayaan

UNDP (2002) mendefinisikan evaluasi sebagai kegiatan selektif

yang mencoba mengkaji perkembangan dan pencapaian suatu hasil

secara sistematis dan objektif. Dalam sebuah program, evaluasi tidak

hanya dilakukan satu kali namun penilaian dilakukan berulang dan

dilaksanakan berdasarkan lingkup dan kedalaman yang berbeda pada

beberapa tahapan waktu untuk menilai pencapaian pengetahuan dan

pembelajaran dalam upaya pencapaian hasil (outcome).

Evaluasi pemberdayaan didefinisikan sebagai pendekatan

evaluasi yang mengarah pada upaya meningkatkan kemungkinan

pencapaian keberhasian program pemberdayaan yang lebih baik

(Wandersman dalam Fetterman, 2007).

Fetterman (2007) juga menjelaskan bahwa evaluasi

pemberdayaan adalah merupakan proses untuk mendapatkan

gambaran diri melalui evaluasi dan refleksi diri dalam tataran individu

50

ataupun grup guna meningkatkan kualitas dirinya melalui inisiatifnya

sendiri.

Terdapat beberapa pendekatan-pendekatan dan model-model

evaluasi pemberdayaan. Guijt (2000) dan Rietbergen-McCracken (1998)

menjelaskan bahwa evaluasi pemberdayaan harus dilakukan sendiri

oleh masyarakat melalui rangkaian kegiatan partisipatif (participatory

monitoring & evaluation/PM&E).

Prinsip dalam PM&E adalah bahwa masyarakat lokal berperan

sebagai partisipan aktif, semua stakeholder ikut mengevaluasi

sedangkan pihak luar hanya memfasilitasi, fokus pada pengembangan

kapasitas stakeholder dan proses yang ada ditujukan untuk membangun

komitmen guna kemajuan dan tindakan korektif.

Evaluasi partisipatif berbeda dengan pendekatan evaluasi

konvensional (Riebergen-McCracken, 1998), dimana pendekatan

evaluasi tradisional cenderung bersifat linear dan lebih berfungsi untuk

menilai akuntabilitas manajemen dan keuangan sedangkan evaluasi

partisipatif lebih bersifat open-ended dan iterative (berulang) dan lebih

berfungsi untuk menjawab kebutuhan terhadap perubahan dalam

kegiatan.

Kritik Cousins (2005) terhadap teori evaluasi pemberdayaan

Fetterman menyatakan bahwa tindakan evaluasi bisa dilihat dari dua

sisi, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh praktisi evaluasi atau bersifat

praktis dan evaluasi yang dilakukan oleh peneliti/teorist. Oleh karena itu

penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini berusaha untuk

51

menggunakan pendekatan-pendekatan dan prinsip-prinsip evaluasi

partisipatif namun dilakukan oleh peneliti di luar komunitas itu sendiri.

2. Prinsip Evaluasi Pemberdayaan

Konsep evaluasi pemberdayaan yang dikemukakan Fetterman

dan Wandersman (2007) lebih mengarah pada evaluasi faktor-faktor

eksplisit daripada yang bersifat implisit. Fetterman menyampaikan 10

prinsip-prinsip dalam evaluasi pemberdayaan adalah sebagai berikut:

a. Improvement (peningkatan)

b. Community ownership (kepemilikan komunitas)

c. Inclusion (inklusi)

d. Democratic participation (partisipasi demokrasi)

e. Sosial justice (keadian sosial)

f. Community knowledge (tingkat pengetahuan komunitas)

g. Evidence-based strategies (strategi berbasis alasan)

h. Capacity building (pengembangan kapasitas)

i. Organizational learning (Pembelajaran organisasi)

j. Accountability (akuntabilitas)

Prinsip-prinsip evaluasi tersebut di atas merupakan panduan

untuk melakukan evaluasi per-bagian dari proses pemberdayaan, baik

secara konseptual maupun dalam implementasinya. Dari pemaparan di

atas terlihat bahwa evaluasi kinerja pengembangan kapasitas

merupakan salah satu aspek dalam kerangka evaluasi pemberdayaan

masyarakat secara luas.

52

Untuk meneliti atau mengevaluasi kinerja pengembangan

kapasitas dalam proses pemberdayaan masyarakat, UNDP (2008)

memaparkan kerangka kerja/framework yang merupakan dimensi

penilaian yang terdiri dari masukan (points of entry), isu utama (core

issues), dan kapasitas fungsional/teknis (technical/functional capacities).

Masukan (points of entry) dalam pengembangan kapasitas

menurut UNDP (2008) dibedakan berdasarkan tingkatannya yaitu

pengembangan kapasitas dalam level sistem, kelembagaan dan

individu. Dimensi kedua yaitu isu utama (core issues) yang merupakan

domain/ranah dalam pengembangan kapasitas yang terdiri dari

penataan kelembagaan (institutional arrangement), kepemimpinan

(leadership), pengetahuan (knowledge), dan akuntabilitas

(accountability). Empat ranah dalam pengembangan kapasitas tersebut

merupakan acuan tetapi biasa dikembangkan lebih lanjut dan

disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan situasi yang dihadapi. Dimensi

ketiga dalam framework pengembangan kapasitas yang yaitu kapasitas

fungsional/teknis. Pengembangan kapasitas masyarakat dalam proses

pemberdayaan dibedakan menjadi dua yaitu kapasitas fungsional yang

merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas manajerial yang

dibutuhkan untuk menyusun, mengimplementasikan dan mereview

kebijakan, strategi, program dan kegiatan, dan kapasitas teknis yang

merupakan upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis

praktis, seperti perubahan iklim, kesehatan, pemilihan langsung, dsb.

53

Kerangka kerja/framework dalam evaluasi pengembangan

kapasitas tersebut, dapat kita gunakan sebagai acuan dalam

mengevaluasi capaian kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat

dengan melihatnya dari sisi outcome atau hasil yaitu perubahan sikap

dan cara pandang masyarakat mengenai suatu hal dalam komunitasnya

dari kondisi sebelum mendapatkan program pengembangan dan kondisi

setelah mendapatkan program tersebut.

3. Model Evaluasi Pemberdayaan Fujikake

Model evaluasi pemberdayaan adalah salah satu bentuk alat

analisis yang bisa digunakan untuk mengukur derajat keberdayaan

suatu masyarakat. Pendekatan analisis yang digunakan oleh Fujikake

(2008) dalam mengevaluasi pemberdayaan adalah dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu mencoba memahami

pencapaian pemberdayaan dari pandangan masyarakat sebagai

pelaksana program. Pendekatan ini mencoba memahami hubungan

antara tanggapan masyarakat dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri

untuk kemudian dituangkan dalam gambar-gambar dan skema-skema

konsep tertentu. Model evaluasi yang dikembangkan Fujikake telah

dipraktikkan dalam mengevaluasi pemberdayaan perempuan di sebuah

desa di Paraguay Fujikake (2008) mengembangkan empat langkah

dalam mengevaluasi pemberdayaan. Tahap pertama adalah melihat

perubahan masyarakat dari tingkat kesadarannya. Hasil dari analisis

mengenai perubahan tingkat kesadaran ini dituangkan dalam grafik yang

54

menggambarkan tingkat perubahan kesadaran yang diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu “sangat baik”, “telah berubah”, dan “tidak seperti

sebelumnya”

Gambar 3. Tiga tipe hasil pemberdayaan (Fujikake, 1998)

Tahap kedua dalam evaluasi pemberdayaan yang dikembangkan

Fujikake adalah menilai tanggapan masyarakat dan praktik pemberdayaan

yang didasarkan pada penilaian terhadap 12 indikator yang merupakan sub-

project dari proses pemberdayaan itu sendiri. Keduabelas indikator tersebut

yaitu tingkat partisipasi, pengemukaan opini, perubahan kesadaran,

pengambilan tindakan, kepedulian dan kerjasama, kreativitas, menyusun

tujuan baru, negosiasi, kepuasan, kepercayaan diri, keterampilan

manajerial, dan pengumpulan keputusan.

Pencapaian tujuan

Kepusan terhadap hasil

Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif)

Lebih dari sekedar pencapaian tujuan

Kepusan dan pengakuan terhadap proses

Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif dan kualitatif)

Kepuasan dan pengakuan terhadap strategi

Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif dan kualitatif)

“tipe 1”

“tipe 2”

“tipe 3”

55

Gambar 4. Evaluasi pemberdayaan menggunakan 12 indikator

(Fujikake,1998)

Tahap ketiga adalah mengelompokkan dan menghubungkan antar

indikator yang telah dianalisis pada model 2 pada tahap sebelumnya. Hasil

analisis pada tahap ini adalah grafik keterkaitan antar elemen ini dalam

pemberdayaan, yaitu ekonomi, sosial dan budaya, kesadaran dan mobilitas.

Gambar 5. Empat elemen inti pemberdayaan (Fujikake, 1998)

Tahap keempat adalah mengukur tingkatan pencapaian

pemberdayaan itu sendiri, apakah pengaruh dari proses pemberdayaan itu

hanya pada tataran lokal, regional atau nasional. Fujikake menggolongkan

56

tingkatan pemberdayaan menjadi tiga yaitu micro level (desa), meso level

(kota/wilayah), dan macro level (nasional).

Hasil dari analisis ini digambarkan dalam grafik tingkatan

pemberdayaan, yang disebut sebagai model Fujikake 4.

Gambar 6. Tingkatan pemberdayaan (Fujikake, 1998)

H. Pembangunan Pedesaan

1. Pembangunan Desa

Pertumbuhan pebangunan di pedesaan sejauh ini tampak lambat dan

bersifat alami. Ivestasi pembagunan yang dicerminkan melaui aktifitas

proyek-proyek baik pemerintah maupun swasta nyaris kurang memberikan

dampak signifikan terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat. Karena

tingkat kemiskinan diwilayah pedesaan relatif masih tinggi. Data susenas

2004 menunjukkan bahwa 64% dari total penduduk miskin di indonesia

tinggal dan meyebar diwilaya pedesaan. Disamping rendahnya inovasi atau

bahkan ketidaksesuaian jenis proyek dengan kebutuhan masyarakat, juga

Individu dan organisasi

Micro/Local level: Lingkup desa/lingkungan

Meso level: Hubungan dengan

pemerintah, daerah, kota atau organisasi lain

Macro level: Kebijakan /Sistem

57

disebabkan faktor terbatasnya sumber daya manusia terdidik yang

mendedikasikan diri kedesa.

Keberhasilan pelaksanaan undang-undang nomor 22/1998 tentang

Otonomi Daerah akan diukur sejauhmana perubahan kondisi dan posisi

masyarakat dari aspek sisoal, ekonomi dan politik menjadi lebih bik

dibadingkan era pembangunan yang sentralistis. Dalam konteks ini, maka

peyelenggra pembangunan menghendaki distribusi kekuasaan dan

wewenag dari pemerintah kemasyarakat. Dengan demikian , kedepan

peran dan keberadan wiayah pedesaan sebagai pondasi dalam

meningkatkan efektifitas pembangunan daerah memiliki arti sangat

strategis, mengingat desa merupakan basis didalam pelasanaan berbagai

kegiatan pembangunan. Termasuk pembangunan ekonomi dalam rangka

peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.

Dengan demikian, kedudukan desa bukan sebagai objek bukan

subjek dalam konteks otonomi daerah., dimana desa harus mampu

menjalankan peran dan fungsi manajemen dalam pengelolaan sumber daya

pembangunan. Optimalnya peran dan fungsi desa dapat memacu proses

pembangunan daerah akan sangat dipengaruhi oleh sejauhmana desa

(masyarakat) mampu menggerakkan, mendayangunakan dan

mengembangkan potensi sumberdaya bagi menentukan aktifitas

pembangunannya sesuia dengan dinamika sosial budaya politik di tingkat

masyarakatnya. Sehingga pembangunan perdesaan mendapat dukungan

dan partisipasi dari masyarakat luas karena memiliki dimensi keadilan dan

pertumbuhan yang menjamin keselamatan rakyat.

58

Yang menjadi persoalan adalah kedudukan desa selama ini hanyalah

sebagai objek dari berbagai pihak untuk melaksanakan agendanya masing-

masing. Bahkan terkesan kedudukan desa dipandang dalam perspektif fisik

yaitu, sebagai kantor pemerintah desa yang berfungsi untuk memberikan

pelayanan dan tugas administrasi. Relatif sedikit melihat untuk menepatkan

desa sebagai miniatur negara, dimana terdapat hubungan yang dinamis

antara rakyat dan pemerintah serta pasara untuk mewujudkan

kesejahteraan masyarakat. Implikasi kedudukan desa tersebut merupakan

faktor dari terbebasnya perhatian dan alokasi sumberdaya yang diberikan

pemerintah untuk mengurangi kesenjangan dan ketidakadilan. Kendati

secara kuantitatif, cukup banyak aktifitas proyek pembangunan, namun

kurang menjawab persoalan kemiskinan dan pengembangan asset

masyarakat. Bahkan sebaliknya sumber daya desa telah dieksploitasi bagi

kepentingan pihak luar. Misalnya, dalam kasus pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya lingkungan.

Implikasinya desa nyaris tidak atau kurang memiliki aset (sumberdaya

alam, kelembagaan, zona ekonomi, dan sumberdaya manusia). Yang

memungkinkan untuk memulai dan mengembangkan kreasi dalam

menjawab berbagai masalah dan tantanga kehidupan yang sangat

kompleks, terutama dalam mengurangi tekanan kemiskinan dan

ketidakadilan diantara warga maupun antar wilayah. Salah satu masalah

utama yang nampak dalam keterbatasan sumberdaya manusia yang

berkualitas bak sebagai perencana maupun sebagai penggerak ataupun

59

pelaksana untuk memacu perubahan sosial ekonomi politik ditingkat

perdesaan.

Pendekatan yang fungsional dan komprehensif dalam memfaslitasi

masyarakat desa, kelah dapat mewujudkan produktifitas, peningkatan

kondisi sosial-ekonomi yang berkelanjutan karena tidak rentang terhadap

perubahan kebijakan makro ekonomi. Bahkan mampu menciptakan sinergi

dan hubungan masyarakat dengan pihak luar dalam memacu pertumbuhan

ekonomi desa. Sehingga dalam jangka panjang masalah yang sangat

fundamental seperti kemiskinan, ketimpangan dalam pemilikan

sumberdaya, disfungsionalisasi kelembagaan desa dan hilangnya hak-hak

masyarakat, secara bertahap dapat dikurangi. Gagasan pembangunan

pemuda terdidik di pedesaan merupakan salah satu strategi yang

dimaksudkan untuk mendorong dan memperkuat potensi masyarakat desa

dalam merespon tantangan efektifitas pembangunan di desa melaui

peberdayaan sosial dan ekonomi.

2. Pemuda Terdidik

Mencari pendekatan pola alternatif dalam pengembangan kemudaan

sesungguhnya tidak mudah. Rasanya masyarakat dihadapkan pada

pengalaman kurang optimalnya sejumlah program kepemudaan

sebelumnya. Namun pemuda madiri, pemuda pelopor, wirausaha pemuda

dan lainnya secara umum tetap memiliki keterbtasan. Meskipun tidak dapat

dipungkiri bahwa terdpat program yang relatif sukse, namun secara

kuantitatif masih terbatas. Hal ini tidak terlepas dari belum mampunya

60

pemerintah dan lembaga terkait dalam menciptkan dan mengembangkan

sumber daya kaum muda yang cakap dan terampil selama program

dilaksanakan.

Persoalan diatas memberi inspirasi bagi semua pihak untuk

melakukan pemikiran ulang dalam menjadikan kaum muda terdidik sebagai

asset pembangunan. Dilain pihak, market feasibility yang semakin besar

karena perkembangan ekonomi, maka kaum muda hanya didingat sebagai

objek dalam pemenuhan tenaga kerja. Selain daya pemerintah dalam

mengembangkan produktifitas kaum muda kurang terkordinasi, perhatian

sejmlah pihak LSM dan swasta terhadap potensi kaum muda juga terbatas.

Kalaupun ada program kepemudaan biasanya timbul tenggelam dalam

masa singkat dan tidak menyentuh akar persoalan.

Karena itu, mengembangkan pendekatan dan alternatif baru dalam

program produktifitas kaum muda terutama di pedesaan perlu melihat

konteks sosial, ekonomi dan politik yang ada baik di tingkat nasional

maupun local. Persoalan apa dari kaum muda yang akan diisi, pendekatan

apa yang mau diprogramkan, serta dukungan kebijakan apa ang dibutuhkan

menjadi penting. Hal in bukan semata-mata untuk menjawab kekosongan,

kemandekan, ataupun keterbatasan dari program-program yang da

melainkan juga dimaksudkan untuk melengkapi terutama dari sisi

pengorganisasian dan pemberdayaan bagi semuanya. Dengan kata lain,

maka yang dimaksudkan adalah memperkuat program kepemudaan yang

terdidik yang mampu mensinergikan berbagai sumber daya yang ada dalam

menggerakkan pembangunan di pedesaan.

61

I. Gambaran Pelaksanaan Program SP3 di Kecamatan

Mangarabombang

1. Kondisi Pemuda di Desa Mangngarabombang

Pemuda di Desa Mangngarabombang merupakan salah satu

sasaran program SP3 di kabupaten takalar, penilaian ini mengacu pada

wilayah desa Mangngarabombang yang cukup potensial dari segi sumber

daya alam dan manusia, namun kurang produktif. Tercatat dalam data BPS

Kabupaten Takalar, 770 pemuda desa yang menganggur. Melihat kondisi

ini maka pemerintah melaului dinas pendidikan pemuda dan olahraga

Kabupaten Takalar mencanangkan program SP3 sebagai bagian dari usaha

memberdayakan pemuda untuk lebih produktif.

2. Pengertian Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3

Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3 adalah sinergi

Program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan oleh

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional

dengan program SP-3 yang diselenggarakan oleh Asistem Deputi

Kepeloporan Pemuda, Deputi Bidang Kepemimpinan Pemuda, Kementerian

Negara Pemuda dan Olahraga dalam rangka pembelajaran pemuda di desa

binaan SP-3, agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk

mengelola usaha mandiri, serta menumbuh-kembangkan sikap mental

62

wirausaha agar dapat mengelola potensi diri dan sumberdaya

lingkungannya.

3. Tujuan Program

Tujuan penyelenggaraan Program Kewirausahaan Pemuda melalui

SP-3 adalah:

a. Memberikan kesempatan bagi para pemuda desa binaan SP-3

dalam upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap

mental wirausaha sebagai bekal kemandirian pemuda.

b. Meningkatkan peran, fungsi, dan penguatan SP-3 sebagai pelopor

dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan di desa dimana

ditempatkan.

4. Sasaran Program

Sasaran program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3 yang

dananya tersedia pada DIPA BP-PNFI Regional I Tahun Anggaran 2009

sebanyak 100 orang. Dana untuk 1 orang peserta sebesar Rp. 1.000.000,-

a. Ruang Lingkup

1) Penyelenggara Program

Penyelenggara program kewirausahaan pemuda melalui SP-3: SP-3

Angkatan XVII (2010) dan XVIII (2013) yang tergabung dala

kelompok yang ditetapkan oleh dinas yang menangani program SP-3

tingkat provinsi.

63

2) Persyaratan Penyelenggara Program

Kelompok SP-3 :

a) Memiliki SK Penetapan Kelompok dari Instansi Pengelola

Program SP-3 Tingkat Provinsi,

b) Memiliki Nomor Rekening Bank atas nama Kelompok SP-3,

c) Memiliki NPWP atas nama Kelompok SP-3,

d) Berdomisili di lokasi desa penempatan dibuktikan dengan

keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat;

e) Memiliki masyarakat binaan 21 – 25 orang.

3) Peserta Program

a. Kriteria Peserta Program

Kriteria peserta program PKH adalah:

1. Pemuda usia produktif (18-35 tahun)

2. Menganggur

3. Berasal dari keluarga tidak mampu;

4. Minimal dapat baca, tulis, hitung;

5. Memiliki kemauan untuk belajar dan bekerja, dibuktikan

dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Peserta Program.

6. Berdomisili di desa dimana SP-3 ditempatkan.

b. Rekruitmen dan Seleksi Peserta Program

1. SP-3 merekrut calon masyarakat binaan/peserta program dari

desa penugasan sesuai dengan jumlah yang diusulkan,

2. Daftar nama masyarakat binaan/Peserta Program disahkan

Kepala Desa/Lurah setempat dan disampaikan kepada Kepala

64

BPPNFI Regional I setelah ada penetapan sebagai

Penyelenggara Program.

4) Fasilitas dan Program Pembelajaran

a) Fasilitas pembelajaran (gedung, tempat pembelajaran, alat-alat

praktek, dan sebagainya), kurikulum, bahan ajar, proses

pendidikan dan pelatihan menjadi tanggungjawab lembaga

penyelenggara (Kelompok SP-3),

b) Pendidikan dan pelatihan dalam program kewirausahaan pemuda

ditekankan pada penguasaan keterampilan bidang jasa/produksi,

c) Narasumber teknis direkrut dari lembaga mitra (lembaga

pendidikan dan pelatihan/unit usaha) yang memiliki kompetensi

profesional di bidangnya,

d) Kegiatan pembelajaran ini ditindaklanjuti dengan rintisan usaha

mandiri

5) Jenis Keterampilan/Vokasi

Keterampilan yang diselenggarakan dalam program

kewirausahaan pemuda adalah jenis keterampilan yang sesuai

dengan kebutuhan pasar kerja/usaha mandiri. Prioritas jenis

keterampilan yang relevan dengan pasar kerja/wirausaha bidang

jasa maupun produksi yang berbasis potensi lokal, antara lain :

65

Tabel 1. Jenis keterampilan/vokasi

Sumber: Pedoman SP3 Kemenpora 2010

No. Bidang Jasa Bidang Produksi

1. Menjahit 1. Pertanian

2 Tata Kecantikan Kulit/Rambut 2 Perkebunan

3 Tata Rias Pengantin 3 Perikanan darat dan laut

4 Jasa Boga 4 Kehutanan

5 Otomotif/perbengkelan/Stir

Mobil

5 Peternakan

6 Elektronika 6 Pertamanan

7 Komputer 7 Keterampilan produksi

lainnya

8 Pariwisata (Perhotelan) yang dianggap laku di pasar

9 Sablon sekitar (marketabel)

10 Service Handphone

11 Pertukangan

12 Bengkel Las

13 Pramuwisma

14 Jenis Keterampilan bidang jasa

lainnya sesuai kebutuhan pasar

kerja dan usaha di lingkungan

masyarakat

66

Jalur Kordinasi

Jalur kebijakan

Gambar 7. Struktur organisasi SP3

Program SP3

Kementerian Pemuda

dan Olahraga

Masyarakat Binaan masing-

masing desa/kelurahan di

Kecamatan

Mangngarabombang

Pemerintah Kecamatan/Desa/Kelura

han dan tokoh Masyarakat

Fasilitator SP 3

Dinas Pendidikan

Provinsi Sulawesi Selatan

Dinas Pendidikan

Pemuda dan Olahraga

Kabupten Takalar

Masyarakat Binaan masing-

masing desa/kelurahan di

Kecamatan

Mangngarabombang

67

I. Kerangka Pikir

Program Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3)

merupakan program pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pemuda

dan Olahraga yang dibuat berlandaskan Undang-undang No. 40 Tahun

2009 tentang Kepemudaan. Program ini dibuat untuk mengurangi pemuda

sarjana (S1) yang belum tertampung oleh lapangan pekerjaan untuk

meningkatkan ekonomi di pedesaan. Sehingga pemuda sarjana dapat

mengembangkan potensi dirinya dalam memberdayakan masyarakat.

Pelaksanaan program SP3 yang melibatkan masyarakat perlu dianalisis

khususnya tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan.

Berikut adalah kerangka pikir penelitian.

68

Gambar 8. Kerangka pikir penelitian

Program SP3

Pelaksanaan

program SP3

dengan melibatkan

masyarakat binaan

Tingkat Partisipasi

Masyarakat Binaan

Tingkat

Keberdayaan

Masyarakat Binaan

dalam hal:

1. Menyampaikan Opini dan Pendapat 2. Terjadinya perubahan kesadaran 3. Kreatifitas 4. Kepercayaan Diri 5. Keterampilan Manajeril

1. Mempunyai peran penting

2. Ketelibatan dalam perencanaan

3. Keterlibatan dalam pelaksanaan

4. Tahap pengawasan

5. Tanya jawab dengan pemerintah setempat

1. Menggerakkan masyarakat sebagai potensi membagun desa

2. Meningkatkan kreatifitas, produktivitas, dan kemandirian

3. Meningkatkan keterampilan masyarakat binaan

4. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat binaan dalam membantu percepatan pembangunan desa di berbagai sektor, terutama sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal

5. Membangun dan memediasi jaringan dan kemitraan

Upaya perbaikan

Keberdayaan

masyarakat

Analisis kelemahan dan

Keungulan dengan

menggunakan 6 indicator

keberdayaan fujikake

Keberdayaan Masyarakat

Binaan

Tabulasi data

hasil

perhitungan

kuesioer

69

Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka penjelasan kerangka pikir

tersebut adalah sebagai berikut, program Sarjana Penggerak

Pembangunan di Pedesaan (SP3) antara lain dilaksanakan untuk

menggerakkan masyarakat sebagai potensi membagun desa,

meningkatkan kreatifitas, produktivitas, dan kemandirian, meningkatkan

keterampilan masyarakat binaan, mendorong dan memfasilitasi

masyarakat binaan dalam membantu percepatan pembangunan desa di

berbagai sektor, terutama sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya

lokal, dan membangun serta memediasi jaringan dan kemitraan.

Pelaksanaan program SP3 khususnya tingkat partisipasi dan

keberdayaan perlu dianalisis. Tingkat partisipasi masyarakat yang diukur

meliputi partisispasi masyarakat dalam hal peran penting, ketelibatan dalam

perencanaan, keterlibatan dalam pelaksanaan dan pengawasan dan tanya

jawab dengan pemerintah setempat. Tingkat keberdayaan diukur dengan

melihat kemampuan masyarakat dalam menyampaikan opini dan pendapat,

adanya perubahan kesadara, kreatifitas, kepercayaan diri dan keterampilan

manajeril.

Tingkat partisipasi dan keberdayaan diukur dengan menggunakan

kuesioner dan selanjutnya dilakukan analisis kelemahan dan keunggulan

dengan menggunakan 6 indikator keberdayaan fujikake. Dari hasil analisis

tersebut maka akan diusulkan usulan perbaikan dari peneliti kepada

masyarakat binaan SP3.

70

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei,

yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat penggumpul data yang pokok

(Singarimbun dan Effendi, 1989). Adapun pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain :

1. Pendekatan kuantitatif, yaitu jenis pendekatan yang digunakan untuk

mengkaji dan menggali informasi yang dilakukan melalui survei dalam

bentuk kuesioner yang telah diskalakan dengan mengunakan skala

likert.

2. Pendekatan kualitatif, yaitu jenis pendekatan yang secara intensif untuk

menggali dan mengkaji data sebagaimana adanya melalui responden

yang terpilih di lokasi tersebut.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mangngarabombang

Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut ditetapkan

secara sengaja (purposive) atas pertimbangan bahwa di kecamatan

tersebut terdapat merupakan penerima Program SP3. Waktu penelitian

berlangsung selama 2 (dua) bulan, mulai bulan Februari sampai Maret

2013.

71

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Kuesioner, pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengedarkan daftar pertanyaan kepada responden. Skala yang

digunakan dalam tehnik ini mengacu pada skala Likert dengan lima

alternatif jawaban sebagai berikut:

a. Sering

b. Cukup Sering

c. Kadang-kadang

d. jarang

e. Tidak Pernah

(Hidayat, 2007)

2. Wawancara, teknik ini dimaksudkan agar data yang terkumpul dapat

melengkapi data-data yang tidak sempat dipertanyakan dalam

kuesioner, sehingga data yang didapatkan semakin lengkap.

3. Observasi, pengumpulan data ini dilakukan dengan terjun langsung ke

lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan mengenai kondisi

perekonomian masyarakat pesisir.

4. Dokumentasi, teknik ini digunakan untuk mengetahui sejumlah data

tertulis yang bersumber dari desa.

72

D. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini terdiri dari stakeholder yang terkait dalam

pelaksanaan Program SP3 tahun 2010 di Kabupaten Takalar. Berdasarkan

populasi tersebut, maka di lakukan pengambilan sampel dengan cara

purposive sampling dengan memilih anggota kelompok masyarakat Binaan,

Adapun penetapan jumlah responden mengikuti sistem Nomogram

Harry King untuk menentukan ukuran sampel dari populasi 200 orang. Bila

dikehendaki kepercayan sampel terhadap popusi 95%, maka jumah sampel

yang diambil 0,58 X 200 X 1,195 = 19,2 dibulatkan menjadi 19 orang.

E. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Data primer, adalah data yang diperoleh dari wawancara mendalam

(indepth interview) dengan panduan kuesioner yang telah disiapkan. Hal

ini dimaksudkan untuk menggali lebih lanjut persepsi dan pandangan

stakeholders tentang Program SP3. Data yang dimaksud meliputi:

peningkatan kewirausahaan pemuda yang berdampak pada pendapatan

masyarakat,.

b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh melalui pendekatan

persuasif pada PEMDA dan instansi terkait yaitu berupa dokumen-

dokumen dan laporan-laporan resmi pemerintah serta kajian-kajian yang

ada relevansinya dengan penelitian ini.

73

F. Analisis Data

Analisis berarti kategorisasi, penataan, manipulasi dan peringkasan

data untuk memperoleh jawaban pertanyaan penelitian (Kerlinger, 2006),

oleh karena itu metode analisis bisa disebut sebagai cara yang digunakan

untuk mengolah dan menguji data terhadap pertanyaan penelitian dengan

menggunakan prosedur tertentu.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mangngarabombang.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu kecamatan

yang memerima program SP3 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga

yang selanjutnya diserahkan kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga Kabupaten Takalar. Pelaksanaan penelitian di lapangan

dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013.

Metode penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode

survei. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah metode sampling

purposive. Metode sampling purposive ini dilakukan dengan mengambil

masyarakat binaan SP3 untuk diteliti partisipasi dan tingkat

keberdayaannya dalam mengikuti program SP3 yang telah berlangsung

sejak 2010 sampai sekarang. Dalam penelitian ini sampel yang diambil

berjumlah 19 orang dari 200 masyarakat binaan SP3 di kecamatan

tersebut.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara

langsung dengan masyarakat binaan dengan menggunakan kuesioner

74

sebagai tuntutan pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau

instansi yang terkait seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Kabupaten Takalar, Badan Pusat Statistik, Fasilitator SP3 dan untuk

literatur diperoleh dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian.

Pengolahan data untuk tujuan pertama yaitu untuk mengetahui

tingkat partisipasi masyarakat binaan SP3 dilakukan dengan perhitungan

skor dan diuraikan secara deskriptif. Pengolahan data untuk tujuan kedua

yaitu untuk mengetahui tingkat keberdayaan masyarakat binaan SP3

dilakukan dengan perhitungan skor dan diuraikan secara deskriptif.

Komponen keberdayaan masyarakat binaan terdiri dari enam indikator

yaitu Kemampuan Mengemukakan Opini, Perubahan Kesadaran,

Kreatifitas menyusun Tujuan Baru, Kepercayaan Diri, Keterampilan

manajerial. Indikator tersebut diukur melalui dua pertanyaan. Setiap

pertanyaan diberi skor Tidak Berdaya 0.0 -1.0, Kurang Berdaya 1.1 – 2.0,

Agak Berdaya 2.1 - 3.0, Cukup Berdaya 3.1 - 4.0, Sangat Berdaya 4.1 -

5.0.

Hasil dari tabulasi data tersebut selanjutnya akan dianalisis setiap

indikator lalu kemudian diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah,

setelah didapatkan hasilnya maka akan ditentukan kualitas tingkat

partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan

tabel keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan. Setelah itu dianalisis

dengan menggunakan analisis keberdayaan masyarakat fujikake dengan

menggunakan empat tahap evaluasi program. Setelah itu diurutkan dari

yang tertinggi ke terendah. Nilai yang tergolong rendah (0.0-3.0) berarti

75

tidak berdaya, agak berdaya dan kurang berdaya untuk direkomendasikan

perbaikannya. Sementara yang sangat berdaya dan cukup berdaya (3.1-

5.0) diusulkan upayanya untuk lebih dimaksimalkan dan dioptimalkan.

Tahap akhir dari analisis adalah penarikan kesimpulan dan saran.

Kesimpulan yang diharapkan muncul dari penelitian ini adalah jawaban atas

pertanyaan penelitian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu

Sejauh mana partisipasi masyarakat selama program SP3 berlangsung,

dan Bagaimanakah pencapaian tingkat keberdayaan masyarakat binaan

pada program SP3 terhadap warga Kecamatan Mangngarabombang.

G. Skor Mean Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan Masyarakat

Skor mean ditentukan berdasarkan perhitungan skor jawaban

responden pada setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Hasil

perhitungan tersebut digolongkan ke dalam 5 (lima) golongan untuk

memudahkan analisis. Tingkat partisipasi masyarakat binaan diukur dengan

maka menggunakan standar seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Standar partisipasi

Asumsi Ukuran Standar

Tidak Pernah (sangat buruk) 0.000 s/d 1.000 0.0 -1.0

Kurang Sering (buruk) 1.111 s/d 2.000 1.1 - 2.0

Agak Sering (biasa-biasa) 2.111 s/d 3.000 2.1 - 3.0

Cukup Sering (baik) 3.111 s/d 4.000 3.1 - 4.0

Sangat Sering (sangat baik) 4.111 s/d 5.000 4.1 - 5.0

76

Tingkat keberdayaan masyarakat binaan diukur berdasarkan

standar berikut ini:

Tabel 3. Standar keberdayaan

Asumsi Ukuran Standar

Tidak Berdaya (sangat buruk) 0.000 s/d 1.000 0.0 -1.0

Kurang Berdaya (buruk) 1.111 s/d 2.000 1.1 - 2.0

Agak Berdaya (biasa-biasa) 2.111 s/d 3.000 2.1 - 3.0

Cukup Berdaya (baik) 3.111 s/d 4.000 3.1 - 4.0

Sangat Berdaya (sangat baik) 4.111 s/d 5.000 4.1 - 5.0

H. Definisi Operasional

1. Analisis adalah proseses identifikasi kelemahan dan keunggulan

program.

2. SP3 adalah singkatan dari (Sarjana Penggerak Pebangunan di

pedesaan) yang bertujuan mendampingi masyarakat binaan untuk

terampil dan berpengetahuan mengelola usaha mandiri, serta

menumbuh- kembangkan sikap mental wirausaha.

3. Pelaksanaan Program adalah kegiatan yang dilakukan oleh fasilitaor

SP3 untuk mendampingi masyarakat binaan pada setiap kegiatan yang

telah diprogramkan.

4. Masyarakat binaan adalah masyarakat di Kecamatan

Mangngarabombang yang menjadi binaan program SP3

77

5. Partisipasi masyarakat binaan adalah keterlibatan masayrakat binaan

dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil

program.

6. Partisipasi tahap perencanaan adalah keterlibatan masyarakat binaan

dalam tahapan penyusunan tujuan dan pemilihan langkah-langkah

kegiatan.

7. Partisipasi tahap pelaksanaan adalah keterlibatan masyarakat binaan

dalam melaksanakan kegiatan program SP3.

8. Kemampuan mengemukakan opini adalah kemampuan masyarakat

binaan dalam menyampaikan pendapat, saran atau kritik dalam setiap

forum atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program SP3

9. Perubahan Kesadaran adalah perubahan sikap terhadapa masyarakat

binaan atas situasi dan kondisi daerah, baik dari segi ekonomi,

kemiskinan, dan pembangunan daerah.

10. Kreatifitas menyusun tujuan baru dalah kreatifitas masyarakat binaan

yang telah mampu memikirkan ide baru, merencanakan dan merancang

program baru untuk pebangunan kewirausahaan.

11. Kepercayaan diri adalah sikap mental masyarakat binaan yang mampu

berpendapat menyampaikan pendapat dan berbicara didepan umum,

12. Keterampilan manajerial adalah kemampuan masyarakat binaan dalam

menghasilkan produk dari hasil pelatihan, mengetahui prosedur

mendapatkan bantuan dana , memasarkan produksi, relasi/jaringan

usaha, dan menyusun strategi pemasaran.

78

13. Pelaksanaan program adalah tahapan merealisasikan rencana kerja

yang telah disusun pada tahapan perencanaan.

14. Keberdayaan masyarakat adalah kondisi masyarakat binaan yang

mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk tujuan

kesejahteraannya.

79

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kecamatan Mangngarabombang

1. Letak Geografis

Kecamatan Mangngarabombang adalah salah satu kecamatan dari

Kabupaten Takalar yang terletak sekitar 45 km dari kota Makassar.

Kecamatan Mangngarabombang terdiri dari 10 desa dan 2 kelurahan. BPS

Takalar (2010) Adapun nama-nama desa yang terdapat di wilayah

kecamatan Mangngarabombang sebagaimana yang terdapat dibawah ini:

Tabel 4. Desa/kelurahan dan luas daerah

No. Desa/Kelurahan Luas (km)

1 Punaga 15,74

2 Laikang 19,60

3 Cikoang 5,56

4 Pattopakkang 10,56

5 Bonto Parang 4,68

6 Pannyangklang 11,07

7 Bonto Manai 9,61

8 Lakatong 3,56

9 Tope Jawa 4,48

10 Baggae 3,74

11 Manggadu 2,71

12 Lengkese 8,83

Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010

80

Secara administratif, Kecamatan Mangngarabombang terletak

diantara batas-batas administrasi:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Polongbangkeng

Selatan

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mappakasunggu

Untuk lebih jelasnya peneliti tunjukkan gambar peta administratif

Kecamatan Mangngarabombang seperti yang terdapat pada gambar

dibawah ini:

81

Gambar 9. Peta administratif Kecamatan Mangngarabombang

82

2. Kondisi Demografi

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah penduduk Kecamatan

Mangngarabombang pada tahun 2010 adalah 34.259 jiwa, dengan

perincian laki-laki 15.353 jiwa dan perempuan 18.906 jiwa. Untuk lebih

jelasnya mengenai komposisi penduduk di Kecamatan Mangngarabombang

dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5. Banyaknya penduduk setiap desa di Kecamatan Mangngarabombang

No. Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk

1 Punaga 2.366

2 Laikang 1.960

3 Cikoang 2.930

4 Pattopakkang 2.775

5 Bonto Parang 2.043

6 Pannyangklang 2.738

7 Bonto Manai 3.526

8 Lakatong 2.616

9 Tope Jawa 3.566

10 Banggae 3.273

11 Mangngadu 3.077

12 Lengkese 3.389

Jumlah 34.259

Sumber: Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010

2. Potensi Wilayah Kecamatan Mangngarabombang

Kecamatan ini merupakan penghasil jagung utama di kabupaten

takalar dengan hasil produksi pada tahun 2008 yaitu 7.619,98 ton dengan

luas panen 2.569,38 hektar, juga merupakan penghasil ubi dengan produksi

83

14.428,45 ton dengan luas panen 717,12 hektar. Kecamatan

Mangngarabombang yang terletak dibagian selatan Kabupaten Takalar

membentang wilayah pesisir sepanjang 32 Km, sehingga masyarakat

daerah tersebut memanfaatkan potensi wilayah dengan bertani rumput laut,

berprofesi sebagai nelayan dan tambak garam. Selain itu masyarakat di

Kecamatan Mangngarabombang juga berprofesi sebagai petani padi.

B. Identitas dan Karakteristik Sarjana Penggerak Pembangunan di

Pedesaan di Kecamatan Mangngarabombang

1. Struktur Organisasi

Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (SP3) adalah

program pemerintah Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam hal ini

diamanahkan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga kabupaten

takalar. Ditetapkannya Kecamatan Mangarabombang sebagai salah satu

penerima program SP3 telah melalui analisis demografi dan potensi wilayah

yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan Kementerian

Pemuda dan Olahraga untuk periode 2010 sampai dengan September

2013 yang menempatkan pemuda terdidik lulusan perguruan tinggi untuk

mengabdi di masyarakat sesuai dengan petunjuk dan teknis pelaksanaan

program yang disesuaikan dengan potensi wilayah daerah tersebut.

84

2. Kelompok Binaan

Setiap masing-masing desa yang oleh SP3 membentuk kelompok-

kelompok binaan untuk membina masyarakat (kader) sesuai dengan

potensi wilayah dan karakteristik ataupun kecenderungan masyarakatnya.

Masing-masing kelompok binaan atau binaan yang tidak mempunyai

kelompok diajarkan berbagai macam keterampilan, mengarahkan tujuan,

dan membantu pendirian dan pegembangan usaha-usaha.

Adapun kelompok-kelompok masyarakat binaan disetiap masing-

masing desa seperti terdapat dibawah ini:

Tabel 6. Kelompok masyarakat binaan setiap desa di Kecamatan Mangngarabombang

No. Desa/Kelurahan Kelompok Binaan Jumlah Anggota

1 Punaga Pengolahan rumput laut 22

2 Laikang - -

3 Cikoang Songkok lontar, tikar 26

4 Pattopakkang Agar-agar, dodol, ikan kering 24

5 Bonto Parang - -

6 Pannyangklang Pengelolaan rumput laut 23

7 Bonto Manai Dodol, agar-agar 28

8 Lakatong - -

9 Tope Jawa Pengelolaan rumput laut 26

10 Banggae Pertanian melon, semangka 27

11 Mangadu Dodol 24

12 Lengkese - -

Jumlah 200

Sumber: SP3 Kabupaten Takalar, 2011

85

Pada penelitian ini peneliti tidak mengambil semua desa, tetapi

hanya 8 (delapan) desa dari 12 (duabelas) desa yang ada di Kecamatan

Mangngarabombang.

Dari hasil wawancara dengan fasilitator dan pemerintah Kecamatan

Mangngarabombang mengatakan bahwa di desa laikang, Desa Bonta

Parang, Desa Lakatong, dan Desa Lengkese tidak termasuk penerima

kebijakan program SP3, hal ini disebabkan karena terbatasnya tenaga

fasilitator yang diterjunkan ke Kecamtanan dan ke-empat desa tersebut

sudah mengalami kemajuan pembinaan kepemudaan, dan lembaga-

lembaga kemasyarakatnnya aktif dalam berbagai kegiatan-kr\egiatan

pelatihan dan organisasi. Oleh karena pertimbangan tersebut sehingga

kebikjakan pemerintah kecamatan hanya memberikan peluang delapan

desa untuk selanjutnya dibina oleh fasilitator SP3.

Setiap Desa di Kecamatan Manggarabombang mempunyai program

yang berbeda-beda, ini disebabkan karena potensi wilayah di masing-

masing desa yang tidak sama.

Untuk Desa Punaga memfokuskan pada program pengolahan

rumput laut karena daerahnya yang berda di pinggiran laut dan kebanyakan

penduduk bermata pencaharian dibidang pertanian rumput laut. Namun,

hasil dari pertanian rumput laut tersebut tidak membrikan kualitas yang baik,

sehingga terjual dengan murah. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat

binaan lebih mengarahkan dibidang pengolahan rumput laut dengan

harapat hasil rumput laut yang diolah dengan baik akan mempunyai hasil

yang lebih baik sesuai deengan standar kualitas yang berlaku di pasaran.

86

Untuk desa Cikoang, potensi wilayahnya adalah pohon lontar dan

pandan sehingga masyarakat binaan lebih memilih program pelatihan

pembuatan songkok guru dari lontar dan anyaman tikar dari daun pandan.

Selama ini produk yang dihasilkan sangat sederhana, sehingga hasilnya

tidak terpasarkan karena model dan bentuknya tidak bervariasi serta tehnik

anyamannya yang kasar. Hadirnya SP3 mendorong masyarakat untuk

mebuat model dan ragam yang lebih baik dan tehnik pembuatan dengan

bantuan alat mesin poles dan potong sehingga hasilnya lehih halus dan

rapi.

Desa Pattoppakkang, Desa Bontomanai, dan Desa Mangadu

memfokuskan pada kerajinan pembuatan agar-agar rumput laut, dodol, dan

ikan kering. Desa pattopakkang adalah desa yang penghasil rumput laut

dan ikan karena masyarakat setempat banyak yang bermatapencaharian

sebagai nelayan dan petani rumput laut. Banyaknya produksi rumput laut

dan tangkapan ikan, membuat hasil pertanian rumput laut dan ikan kering

terjual dengan murah sehingga masyarakat tidak mendapatkan hasil dari

pekerjaanya itu. Untuk menganggulangi masalah tersebut, maka fasilitator

SP3 memberikan pelatihan dan pengetahuan tentang upaya pengelolaan

rumput laut dan pembuatan dodol yang bisa dipasarkan.

Desa Pangnyangkalang mengarahkan masyarakat binaan pada

bidang Pengelolaan Rumput Laut. Sama halnya dengan desa punaga,

daerahnya yang berda di pinggiran laut dan penduduk yang bermata

pencaharian dibidang pertanian rumput laut. Namun, hasil dari pertanian

rumput laut tersebut tidak memberikan kualitas yang baik, sehingga terjual

87

dengan murah karena pengelolaannya yang tidak provesional sesuai Hal ini

mengakibatkan masyarakat jarang mendapatkan keuntungan dari hasil

usaha pertanian rumput laut.

Desa Topejawa mengarahkan masyarakat binaan pada bidang

pengolahan Rumput Laut, sama halnya dengan Desa Pannyangkalang dan

Desa Punaga. Wilayah Topejawa adalah wilayah pinggiran laut, dan mata

pencarian masyarakat adalah petani rumput laut.

Hasil dari pertanian rumput laut tersebut tidak memberikan kualitas

yang baik, sehingga terjual dengan murah karena pengelolaannya yang

kurang baik sehingga tidak memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh

pembeli, olen\hnya itu masyarakat petani rumput laut sering rugi atau tidak

mendapatkan untung. Kehadiran SP3 telah memberikan harapan kepada

masyarakat dalam mengelola rumput laut agar mendapatkan hasil yang

lebih baik dan berkualitas tinggi.

Desa Banggae mengarahkan masyarakatnya dalam pertanian Melon

dan Semangka, potensi wilayah desa banggae dibidang pertanian melon

dan semangka sangat menjanjikan, namun masyarakt petani melon dan

semangka kurang pengetahuan tentang strategi pertanian melaon dan

semangka agar berkualitas baik, besar, manis dan terbebas dari hama

penyakit tanaman serta uapaya pemasarannya.

Keahadiran SP3 telah membantu masyarakat binaan dalam upaya

memberikan pengetahuan dan strategi pemasan melon dan semangka agar

kualitas yang dihasilkan lebih baik dan petani pun tidak mengalami kerugian

ketika dipasarkan.

88

C. Identitas dan Karakteristik Anggota SP3 di Kecamatan

Mangngarabombang

1. Identitas Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh

terhadap produktifitas kerja maupun cara berfikir. Masyarakat yang

umurnya masih digolongkan ke dalam usia produktif yakni antara 15 – 64

tahun kemampuan atau produktifitasnya masih tinggi serta lebih mudah

untuk menerima inovasi baru. Tabel berikut akan memperlihatkan distribusi

responden binaan SP3 berdasarkan tingkat umur.

Tabel 7. Distribusi responden masyarakat binaan SP3 berdasarkan kelompok umur

No. Jenis

Kelamin

Kelompok Umur (%)

14 15 – 31 32 – 48 49 – 65 > 65

1 Laki-Laki - 7 - - - 35

2 Perempuan - 12 - - - 65

Jumlah - 19 - - - 100.00

Sumber: Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden berusi antara 15-31 tahun dan berjenis kelamin perempuan yaitu

sebanyaj 65%. Dalam penelitian ini pada dasarnya lebih bayak perempuan,

sebab laki-lakinya lebih banyak yang menjadi buruh bangunan, dan nelayan

diberbagai daerah.

Umur 15-31 tahun tergolong usia produktif untuk bekerja. Dan

dilokasi binaan SP3 kebanyakan pengangguran berada pada kisaran umur

15-31 tahun. Faktor yang menyebabkan adalah tingkat pendidikan yang

89

rendah hanya pada tingkat SMA sesuai hasil analisis pada tabel 7. Pada

umur itu pula, kondisi psikologis untuk mengerjakan sesuatu sangat besar.

Namun keterbatasan pengetahuan dan keterampilan membuatnya tidak

bekerja.

2. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel berikut ini merupakan distribusi responden masyarakat binaan

yang dikategorikan berdasarkan jenis kelamin, binaan SP3 terdiri dari laki-

laki dan perempuan yang terdapat disejumlah desa binaan di Kecamatan

Mangngarabombang.

Tabel 8. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (%)

1 Laki-Laki 7 35

2 Perempuan 12 65

Jumlah 19 100

Sumber: Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010

Hasil analisis Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan yaitu 65%. Pada umunya binaan

SP3 yang ada di Kecamatan Mangngarabombang didominasi kaum

perempuan. Keterlibatan perempuan sebagai masyarakat binaan yang

cukup dominan dikarenakan oleh tingkat pendidikan yang rendah sehingga

peluang untuk bekerja pada sektor pemerintahan atau suwasta sangat

kurang dan tradisi kebudayaan masyarakat setempat yang masih primitif

yang menganggap bahwa perempuan tidak semestinya sekolah tingi-tinggi

90

sebab pada akhirnya perannya akan lebih banyak di dapur. Selain itu,

kemampuan perempuan untuk merantau juga menajadi hambatan sehingga

ketika setamat sekolah maka mereka yang tidak melanjutkan kuliah tinggal

dirumah mengurus rumah tangga.

3. Identitas Anggota SP3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemampuan sikap dan perilaku responden dalam

memahami program dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah dan

responsif terhadap perubahan dan inovasi baru. Adapun tingkat pendidikan

responden pada delapan kecamatan yang diamati dapat dilihat pada tabel

berikut :

91

Tabel 9. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat pendidikan

No. Desa/

Kelurahan

Tingkat Pendidikan

(%) Tidak

Sekolah SD SMP SMA D3/S1

1 Punaga - - 1 2 -

2 Laikang - - - - -

3 Cikoang - - - 3 -

4 Pattopakkang - 1 1 - -

5 Bonto Parang - - - - -

6 Pannyangklang - - - - 2

7 Bonto Manai - - 1 - -

8 Lakatong - - - - -

9 Tope Jawa - - - 3 -

10 Banggae - - - 3 -

11 Mangadu - - - 1 1

12 Lengkese - - - - -

Jumlah 1 3 12 3 19

Sumber : Kecamatan Mangngarabombang dalam angka, 2010

Hasil suvei dari 19 responden masyarakat binaan SP3 berdasarkan

tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: tingkat SD 1 orang, SMP, 3

orang, SMA 12 orang, dan Sarjana 3 orang. Dari jumlah responden binaan

SP3 didominasi masyarakat dengan tingkat pendidikan SMA.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti sesuai data

yang pada umumnya peserta binaan SP3 yang terdiri dari lulusan SMA

dikarenakan faktor ketidakmampuan untuk melanjutkan studi ke perguruan

tinggi sementara untuk mendapatkan pekerjaan pada jenjang SMA sangat

susah karena keterampilan yang dimiliki tidak ada sehingga peluang-

92

peluang yang ada dari pemerintah baik berupa program atau pelatihan

menjadi hal yang sangat dibutuhkan untuk menujang kemampuang mereka

agar mendapatkan keterampilan yang kemudian hari dapat dimanfatkan

dalam mengelola sumber daya yang tersedia didaerahnya yang tentunya

dapat menutupi kebutuhan ekonomi.

Peneliti juga melakukan analisis hubungan antara tingkat pendidikan

dengan tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan SP3,

seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 10. Distribusi hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi

Tingkat

Pendidikan

Tingkat Partisipasi

Jumlah Tidak

Pernah

Sangat

Jarang Jarang Sering

Sangat

Sering

SD 0 1 0 0 0 1

SMP 0 0 1 2 2 5

SMA 0 0 2 6 2 10

D3 / S1 0 0 0 2 1 3

Jumlah 0 1 3 10 5 19

Tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat

pendidikan SMA yang memiliki tingkat partisipasi tergolong sering selama

mengikuti program SP3.

93

Tabel 11. Distribusi hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keberdayaan

Tingkat

Pendidikan

Tingkat Keberdayaan

Jumlah Kurang

Berdaya

Agak

Berdaya

Cukup

Berdaya

Sangat

Berdaya

SD 1 0 0 0 1

SMP 0 1 4 0 5

SMA 0 1 8 1 10

D3 / S1 0 0 2 1 3

Jumlah 1 2 14 2 19

Tabel 11 Menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat

pendidikan SMA yang memiliki tingkat keberdayaan tergolong cukup

berdaya selama mengikuti program SP3

D. Analisis Partisipasi Masyarakat Binaan

Berikut ini adalah hasil analisis yang disajikan dalam bentuk tabel

analisis partisipasi masyarakat binaan di Kecamatan Mangngarabombang

Kabupaten Takalar yang mengambil sampel 19 orang dari masing-masing

desa yang mempunyai binaan SP3.

Untuk selanjutnya, peneliti menunjukkan hasil analisis tabulasi data

yang menggunakan program excel dari setiap varibel-variabel yang oleh

peneliti dapat menggambarkan tingkat partisipsi masyarakat binaan disetiap

agenda-agenda SP3 seperti berikut ini.

94

1. Mengerti Maksud dan Tujuan SP3

Tabel berikut ini menunjukkan hasil dari tabulasi data sebagai

berikut:

Tabel 12. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan pengetahuan tentang maksud dan tujuan SP3

Mengerti Maksud dan Tujuan SP3 Frekuensi %

Sangat Mengerti 19 100

Cukup Mengerti 0 0

Agak Mengerti 0 0

Kurang Mengerti 0 0

Tidak Mengerti 0 0

Jumlah 19 100

Tabel 12 menunjukkan bahwa 100% masyarakat binaan SP3

mengerti maksud dan tujuan program yang diadakan oleh Kementerian

Pemuda dan Olahraga yang hal ini diambil alih oleh Dinas Pendidikan

Pemuda dan Olahraga Kabupaten Takalar.

Masyarakat binaan telah sepenuhnya mengerti maksud dan tujuan

SP3 yang diadakan di desanya masing-masing, dari hasil wawabcara yang

dilakukang menunjukkan bahwa, masyarakat mengerti karena kemampuan

fasilitator SP3 yang melakukan sosialisai dengan baik bukan hanya pada

pertemuan resmi tatapi pada pertemuan-pertemuan yang sifatnya tidak

resmi seperti bertamu atau dadlam keadaan senggang fasilitator

sedapatmungkin mengajak dan menjelaskan maksud dan tujuannya, hal ini

cukup mudah dilakukan kaerena fasilitator yang di tempatkan di masing-

masing desa cukup akrab dengan masyarakat karena faktor sesuku dan

95

sekampung bahkan ada yang masih berhubungan keluarga. Selain itu

peran kepala desa dan tokoh masyarakat yang cukup responsif dan peduli

terhadap progran SP3 sehingga dalam proses penyampaian informasi

cukup membantu dengan cara mengarahkan aparat desa dan masyarakat

yang menjadi sasaran program.

2. Menghadiri Pertemuan/Undagan

Tingkat kehadiran masyarakat dalam menghadiri undangan

pertemuan tergolong sering dan selalu dihadiri banyak orang. Responden

mejawab 33% menyatakan sering ikut menghadiri setiap undangan, 33%

sangat sering datang, 28% responden menyatakan jarang menghadiri

undangan, 0% responden menyatakan sangat jarang, dan 6% menyatakan

tidak pernah datang mengikuti pertemuan yang diadakan oleh SP3.

Tabel 13. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan keikutsertaan menghadiri pertemuan / undangan

Menghadiri Pertemuan/Undangan Frekuensi %

Sangat Sering 6 32

Sering 6 32

Jarang 5 26

Sangat jarang 1 5

Tidak Pernah 1 5

Jumlah 19 100

Tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam

menghadiri pertemuan dan undangan di setiap program SP3 tergolong

cukup sering, dimana setiap udangan dan kegiatan pada umumnya selalu

dihadiri banyak masyarakat binaan SP3. Hal ini dikarenakan oleh tingkat

96

pengetahuan masyarakat tentang maksud dan tujuan SP3 dan kemampuan

fasilitator mengarahkan masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan

SP3. Selain itu, peran tokoh masyarakat dan pemerintah desa yang

mendukung penuh keterlibatan SP3 di desanya.

Berdasarkan data dan hasil wawancara yang dilakukan rseponden

dalam wawancara yang dilakukan peneliti mengatakan:

“Fasilitator SP3 sangat aktif melakukan sosaialisasi ke masyarakat-masyarakat, selain itu mereka juga melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada kita-kita, dengan menjelaskan apa-apa saja yang bisa diperoleh ketika selesai dibina dapal program SP3 ini” (Hamsinah).

3. Mempunyai Peran Penting dalam Program SP3

Tabel 14. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan peran dalam program

Peran dalam Program Frekuensi %

Sangat Berperan penting 2 11

Cukup berperan 2 11

Agak berperan 12 63

Kurang Berperan 1 5

Tidak ada peranan 2 11

Jumlah 19 100

Tingkat peranan masyarakat binaan SP3 pada kegiatan tergolong

biasa-biasa dengan nilai 63%. Tabel 14 menunjukkan bahwa hanya

sebanyak 5 % responden kurang bahkan tidak berperan dalam program

SP3.

Berdasarkan data dan hasil wawancara yang dilakukan responden

dalam wawancara yang dilakukan peneliti mengatakan:

97

“Kalo urusan-urusan penting seperti manajemen pemasaran, administrasi keuangan dalam organisasi, kami tidak terlalu paham, jadi diserahkan sepenuhnya kepada fasilitator (Fitri).

Peran penting masyarakat binaan yang sangat bisa disebabkan oleh

tingkat pengetahuan mereka yang minim terhadap urusan manajemen

organisasi dan menyusun strategi pemasaran.

4. Partisipasi Tahap Perencanaan

Tabel berikut ini adalah tabel yang menunjukkan angka partisipasi

masyarakat binaan pada tahap perencanaan yang merupakan rangkaian

program sebelum dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan

masyarakat binaan. Adapun hasilnya seperti terdapat pada tabel berikut ini:

Tabel 15. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan partisipasi tahap perencanaan

Partisipasi Tahap Perencanaan Frekuensi %

Sangat Sering 2 11

Sering 2 11

Jarang 12 63

Sangat Jarang 1 5

Tidak Pernah 2 11

Jumlah 19 100

Hasil pengolahan data pada tahap partisipasi perencanaan,

menunjukkan bahwa sebagian besar responden (63%) menyatakan jarang

berpartisipasi dan 5% responden menyatakan sangat jarang berpartisipasi

pada tahap perencanaan. Hasil tabulasi data menyimpulakan bahwa untuk

tahap prencanaan, masyarakat, partisipasinya tergolong biasa.

98

Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan yang tergilong

biasa disebabkan kerena masyarakat binaan pada umumnya menyerahkan

sepenuhnya pada fasilitator SP3 tentang program-program yang akan

dilakukan. Sesuai dengan petikan hasil wawancara, sebagai berikut.

“Kami tidak terlalu aktif dalam tahap perencanaan program, biasanya kami selalu sepakat dengan yang dilakukan oleh fasilitator, kami percayaji dengan mereka. Tetapi kalau terlibat dalam pelaksanaan program kami datang” (Wahyuni).

Dalam petikan wawancara yang lain masyarakat mengatakan bahwa:

“Biarmi saja fasilitator yang merencanakan karena dia lebih tau, mana yang terbaik, kami ini ikutmi saja” (Herman)

Meskipun dalam tabel 10. masyarakat binaan sangat bereperan

penting dalam kegiatan, namun tidak berarti masyarakat antusias dalam

merencanakan, keterbatasan pendidikan dan keterampilan menyebabakan

logika berfikirnya untuk merencanakan program sangat terbatas. Apalagi

ketika berkaitan dengan potensi wilayah dan mencari relasi usaha dan

jaringan pasar.

5. Partisipasi Masyarakat Binaan Berdasarkan Tahap Pelaksanaan

Tabel 16. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap pelaksanaan

Partisipasi Tahap Pelaksanaan Frekuensi %

Sangat Sering 6 32

Sering 7 37

Jarang 3 15

Sangat Jarang 2 11

Tidak Pernah 1 5

Jumlah 19 100

99

Pada tahap partisipasi pelaksanaan, responden yang telah disurvei

menghasilkan data yang menyatakan bahwa, dari 19 responden, 37%

menyatakan sering berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan, 32 %

responden menyatakan sangat sering berpartisipasi, 15% responden

menjawab jarang, 10% responden menjawab sangat jarang, dan 5%

menjawab tidak pernah.

Data tersebut dibawah ini diperoleh kesimpulan bahwa, masyarakat

binaan SP3 tergolong sering berpartisipasi pada tahap pelaksanaan

kegiatan ataupun program-program yang telah dilaksanakan oleh program

pemberdayaan masyarakat SP3.

Pada tahap pelaksanaan program, peran masyarakat cukup baik,

karena keterlibatannya dalam pprogram cukup sering berpartisipasi. Hal ini

disebabkan karena program yang dilakukan oleh fasilitator sangat

dibutuhkan masyarakat sebab berkaitan dengan pongolahan potensi

wilayah. Selain itu, yang membuat masyarakat tertarik aktif berpartisipasi

karena dorongan untuk berubah. Harapannya adalah setelah fasilatator

SP3 memberikan pelatihan-pelatihan dan relasi usaha dan jaringan modal

usaha dapat meberikan kemampuan untuk mandiri membuat usaha mandiri

dengan memaksimalkan potensi wilayah yang ada didaerahnya masing-

masing.

Hasil wawancara dengan masyarakat binaan mengatakan bahwa:

“Kami selalu berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan program sebab harapan kami setelah mengikuti programnya kami bias mandiri membuat usaha dengan bekal kemampuan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya alam yang dapat dikembangkan” (Saharia).

100

Mendengar hasil wawancara dengan masyarakat, mereka sangat

menaruh harapan besar dari program SP3, ada keinginan untuk merubah

kehidupannya yang menganggur namun kerena miskin keterampilan dan

pengetahuan untuk memaksimalkan potensi wilayah dan membuat usaha

sehingga mereka tidak berdaya. Inilah yang menyebabkan partisipasi

masyarakat binaan cukup baik seperti terdapat pada hasil analisis yang

ditunjukkan Tabel 10.

6. Partisipasi Tahap Pengawasan

Tabel berikut ini adalah bentuk Partisipasi masyarakat pada tahap

pengawasan program. Pada tahap pengawasna ini, masyarakat terlibat

bukan hanya dalam kegiatan, tetapi seteleha kegiatan direncanakan dan

dikerjakan masyarakat mengawasi proses pemasaran. Adapun bentuk

partisipasinya seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 17. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tahap pengawasan

Partisipasi tahap pengawasan Jumlah Responden %

Sangat Sering 1 5%

Sering 7 37%

Jarang 6 32%

Sangat Jarang 3 16%

Tidak Pernah 2 11%

Jumlah 19 100%

Pada tahap pengawasan telah diperoleh data survei bahwa

masyarakat pada tahap pengawasan program untuk setiap kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat itu sendiri diperoleh data bahwa, 47%

101

masyarakat jarang melakukan pengawasan kegiatan, 37% responden

menjawab sangat jarang, 16% responden menjawab tidak pernah, dan 0%

responden menjawab sering dan sangat sering. Hasil tabulasi data

diperoleh nilai untuk partisipasi tahap pengawasan program, tergolong

cukup rendah. Hal ini mengacu pada skala 5.00 yang telah ditetapkan

peneliti untuk mengukur tingkatan aktifitas pada penelitian yang dilakukan.

Partisipasi tahap pengawasan disetiap program, merujuk pada

aktifitas masyarakat binaan dalam melihat perkembangan program-program

yang telah dilaksanakan masyarakat binaan bersama dengan fasilitator

berupa kerajinan tangan dan perkembangan unit usaha yang dirintis.

Mereka sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada fasilitator mengenai

perkembangan hasil produksi dan perkembangan usahanya.

7. Tanya Jawab dengan pemerintah/tokoh/pengusaha

Tabel berikut ini menyajikan data partisipasi masyarakat dalam hal

tanya jawab dengan pemerintah, tokoh masyarakat, dan pengusaha

setempat. Adapun hasil analisisnya seperti yang terdapat dibawah ini:

Tabel 18. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tanya jawab dengan pemerintah/tokoh/pengusaha

Tanya Jawab dengan

pemeritah/Tokoh/Pengusaha Frekuensi %

Sangat Sering 0 0

Sering 0 0

Jarang 9 47

Sangat Jarang 7 37

Tidak Pernah 3 16

Jumlah 19 100

102

Untuk melihat partisipasi masyarakat binaan SP3 pada setiap

aktifitasnya yang melibatkan pemerintah dalam hal ini melakukan tanya

jawab untuk setiap program yang akan dilaksanakan tergolong biasa-biasa

saja, hasil tabulasi data menunjukkan bahwa, 42% responden menjawab

jarang, 26% menjawab sangat sering, 16% responden menjawab tidak

pernah, 11% responden menjawab sering, dan 5% responden menjawab

sangat jarang.

Berdasarkan hasil analisis pada pabel 14, menunjukkan bahwa

masyarakat binaan jarang melakukakan dialog berupa tanya jawab dengan

pemerintah setempat, tokoh masyarakat dan pengusaha. Petikan

wawancara mendalam yang dilakukan mengatakan bahwa:

“Kami jarang melakukan Tanya jawab dengan pemerintah, tokoh masyarakat, dan pengusaha karena tidak ditau apa yang mau ditanyakanki, biasanya samapaki dengan fasilitator baru ikutki juga bertanya. Dan tidak ditauki juga apa yang mau ditanyakan” (Musriani). Ketidakpercayaan diri masyarakat binaan sangat erat kaitannya

dengan tingkat pendidikan yang rendah, yang berpengaruh besar terhadap

kemampuannya mengutarakan pendapat ketika berdialog tentang rencana

dan usaha yang ingin dilakukan.

Dialog dengan pemerintah, tokoh masyarakat dan pengusaha akan

berjalan ketika disertai dengan fasilitator SP3 yang melibatkan diri atau

berperan dalam menghubungkan komunikasi dengan pemerintah setempat.

Fasilitator berperan membuka ruang diskusi, yang mengikutsertakan

masyarakat binaan lalu memberi peluang kepada masyarakat untuk

103

selanjutnya mengutarakan hal-hal yang penting tentang rencana-rencana

yang akan dilakukan.

E. Analisis Tingkat Kerberdayaan Masyarakat Binaan

Untuk menentukan berdaya tidaknya masyarakat binaan maka

dilakukan tabulasi data dengan perangkat lunak excel berdasarkan data-

data hasil kuesioner penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat binaan

SP3 di masing-masing desa di Kecamatan Mangngarabombang. Untuk

selanjutnya, peneliti menunjukkan hasil analisis tabulasi data yang

menggunakan program excel dari setiap varibel-variabel yang oleh peneliti

dapat menggambarkan tingkat keberdayaan masyarakat binaan disetiap

agenda-agenda SP3. Adapun variabel tersebut seperti yang terdapat

dibawah ini:

1. Mengemukakan opini dan Pendapat

Tingkat keberanian masyarakat dalam memberikan masukan atau

usulan dalam kegiatan pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh SP3

tergolong jarang mengemukakan opini dan pendapatnya pada saat

pelaksnaan program SP3. Responden sebagian besar menjawab 68%

mengatakan jarang mengemukakan opini, 21% responden menjawab

sering, 11% responden menjawab sangat jarang mengemukakan opini, 0%

responden menjawab sangat sering, dan tidak ada responden menjawab

tidak pernah mengemukakan opini.

104

Tabel 19. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan kemampuan mengemukakan opini

Mengemukakan Opini dan

Pendapat Frekuensi %

Sangat Sering 0 0

Sering 4 21

Jarang 13 68

Sangat Jarang 2 11

Tidak Pernah 0 0

Jumlah 19 100

Kemampuan masyarakat binaan dalam hal mengemukakan opini dan

pendapat pada setiap pertemuan yang jarang dialakukan disebabkan

karena tingkat pengetahuan dan keterampilan yang masih rendah terkait

program yang akan dilakukan. Begitu pula dengan rencana usaha,

umumnya masyarakat binaan tidak mengetahui, sehingga ketika dibuka

ruang diskusi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan SP3,

mereka jarang mengemukakan opini dan pendapatnya. Dalam petikan

wawancara dengan masyarakat binaan mengetakan:

“Kami biasanya diamji. Ta’ satu-satuji yang bicara, ituji yang pintar-pintarka, itupun biasanya dipercayakan ke fasilitator, tapi kalo perencanaannya mudah seperti mengelola hasil alam kami biasanya aktif ” (Yanti).

Ketika yang didiskusikan berkaitan dengan produksi hasil alam

seperti kerajianan tangan, mereka pada umunya sering mengemukakan

popini dan pendapatnya terkait dengan proses pengolahan dan

pembuatannya.

105

2. Perubahan kesadaran

Tingkat perubahan kesadaran terhadap kondisi sosial ekonomi yang

saat ini terjadi di Kecamatan Mangngarabombang menunjukkan persentase

bahwa, 48% responden menjawab sangat mengubah kesadaran untuk

setiap masalah kemskinan dalam pembangunan selama ini. 30%

responden menjawab cukup terjadi perubahan, 22% responden menjawab

agak terjadi perubahan, 0% responden menjawab kurang terjadi perubahan,

dan 0% responden juga menjawab tidak terjadi perubahan.

Tabel 20. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan perubahan kesadaran

Perubahan Kesadaran Frekuensi %

Sangat Berubah 11 58

Berubah 7 37

Kurang Berubah 1 5

Sangat Berubah 0 0

Tidak Berubah 0 0

Jumlah 19 100

Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa perubahan kesadaran yang

terjadi pada masyarakat binaan SP3 sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh

kondisi sosial ekonomi yang dirasakan saat ini memacu semangatnya untuk

bergerak secara aktif menemukan akar permasalahan dan solusi

penyelesaiannya sehingga hadirnya program pemberdayaan masyarakat

SP3 sangat membantu mereka menemukan akar permasalah kemiskinan.

Perubahan kesadaran yang dialami masyarakat binaan sejalan

dengan hadirnya program SP3 yang terus berupaya melakukan pembinaan

106

dan pelatihan yang terus memberikan dorongan untuk maju, dan berseger

merubah gaya hidup dan perilakunya.

Menurut responden yang kami wawancara mengatakan bahwa:

“Para fasilitator selalu meberikan arahan dan motovasi tentang perlunya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki untuk hidup sejahtera” (Ahmad).

Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa masyarakat

binaan terus dipacu daya kreasi dan fikirannya dengan memberikan

stimulus agar termotifasi untuk merubah kesadaran berfikirnya agar mampu

keluar dari kemiskinan.

3. Kreatifitas

Tingkat kreatifitas masyarakat dalam hal memunculkan ide-ide baru,

memecahkan atau menanggulangi masalah kemiskinan, dan

mengupayakan membangun kewirausahaan baru, tergolong sangat kreatif,

dengan nilai rata-rata 47% atau cukup baik.

Tabel 21. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat kreatifitas

Kreatifitas Frekuensi %

Sangat Kreatif 9 47

Cukup Kreatif 4 21

Agak Kreatif 6 32

Kurang Kreatif 0 0

Tidak Kreatif 0 0

Jumlah 19 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47% responden menjawab

sangat kreatif dalam menemukan ide-ide baru, memecahkan atau

107

menanggulangi masalah kemiskinan, dan mengupayakan membangun

kewirausahaan baru, 32% responden menjawab agak kreatif, 21%

responden menjawab cukup kreatif, 0% responden menjawab kurang

kreatif, dan 0% responden juga menjawab tidak kreatif.

Dari hasil survei yang kami lakukan di lokasi penelitian menunjukkan

masyarakat telah mampu membuat kerajinan-kerajinan tangan yang sesuai

dengan potensi wilayahnya masing-masing, keterampilan masyarakat yang

cukup baik, disebabkan karena pada umumnya masyarakat setempat

sudah mempunyai keterampilan membuat kerajinan, namun hanya terbatas

hanya untuk keperluan sendiri, dari segi ragam dan model serta

pemasarannya tidak dilakukan.

Dengan hadirnya SP3, masyarakat binaan cukup kreatif dalam

membuat dengan ragam model yang berfariasi sehingga menarik, seperti

songkok guru yang dihiasi dengna benang emas serta halus, dodol rumput

laut yang lebih enak seerta variasi rasnya yang berbeda, anyaman tikar

pandan yang diolah lebih kreatif seperti penambahan warna dan tali hias,

dan agar-agar rumput laut yang lebih kenyal serta beragam rasa,

Untuk hasil pertanian melon dan semangka, masyarakat binaan

mampu membuat hasil pertanian terbebas dari hama dan penyakit

tumbuhan, sehingga buanh yang dihasilkan segar dan besar-besar.

108

4. Kepercayaan diri

Tingkat kepercayaan diri masyarakat setelah mengikuti agenda-

agenda SP3 menunjukkan 58% responden menjawab cukup percaya diri

dalam segala aktifitas yang ingin dilakukan terkait program SP3 yan telah

direncanakan. 21% responden menjawab sangat percaya diri, 16%

responden menjawab agak percaya diri, 5% responden menjawab kurang

percaya diri, dan 0% responden menjawab tidak percaya diri. Hal inidapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 22. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat kepercayaan diri

Kepercayaan Diri Frekuensi %

Sangat Percaya Diri 4 21

Cukup Percaya Diri 11 58

Agak Percaya Diri 3 16

Kurang Percaya Diri 1 5

Tidak Percaya Diri 0 0

Jumlah 19 100

Tingginya rasa kepercayan diri pada masyarakat binaan SP3 ini

disebabkan karena pengetahuanya tentang kepemimpinan yang pernah

dilakukan disetiap pertemuan, serta keikutsertaannya dalam kegiatan-

kegiatan beserta sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh SP3

menyebabkan masyarakat cukup percaya diri membuat usaha mandiri

ataupun kelompok usaha.

Motivasi dan pelatihan yang diberikan kepada masyarakat binaan

telah merubah kesadarannya untuk lebih percaya diri ketika membuat

109

program kerajinan yang sesuai dengan potensi wilayahnya, seperti

pengolahan rumput laut, agar-agar, songkok lontar, dodol, ikan kering, dan

pertanian melon dan semangka. Hasil pelatihan dan pembinaan yang

dilakukan SP3 memberikan pengatahuan yang cukup baik dan kreatif

sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan dirinya membuat usaha mandiri

yang sesuai dengan bakat dan keterampilannya serta potensi wilayah

masing-masing daerah.

5. Keterampilan Manajerial

Tingkat keterampilan manajerial masyarakat binaan SP3 tergolong

sangat terampil. Keterampilan manajerial yang dimaksud adalah dalam hal

pengetahuan terhadap pemasaran produksi, relasi usaha, penyusunan

strategi pemasaran baru, mencari informasi, menganlisis, merencanamkan,

dan mengevaluasi terus menerus kegiatan produksi yang dilakukan.

Tabel 23. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat keterampilan manajemen

Keterampilan Manajerial Frekuensi %

Sangat Terampil 3 16

Cukup Terampil 11 58

Agak Terampil 4 21

Kurang Terampil 0 0

Tidak Terampil 1 5

Jumlah 19 100

Data yang dihasilkan menunjukkan 58% responden menjawab cukup

terampil, 21% reponden mejawab kurang terampil, 16% respnden

110

menjawab terampil, 5% responden menjawab tidak terampil, dan 0%

responden menjawab biasa-biasa saja atau dengan kata lain tingkat

keterampilan masyarakat tergolong cukup baik.

Keterampilan manajerial yang dimiliki masyarakat mangalami

peningkatan yang cukup baik, oleh karena fasilitator yang aktif melakukan

motovasi dan memberikan program-program yang dianggap tepat dengan

situasi dan kondisi wilayah desa setempat.

F. Hasil Pembahasan Tingkat Pertisipasi dan Tingkat

Keberdayaan Masyarakat

1. Tingkat Partisipasi

Tabel berikut ini menunjukkan angka partisipasi masyarakat SP3 di

Kecamatan Mangngarabombang Kabupaten Takalar.

Tabel 24. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat partisipasi

Partisipasi Frekuensi %

Sangat Sering 5 26

Cukup Sering 10 53

Jarang 3 16

Sangat Jarang 1 5

Tidak Pernah 0 0

Jumlah 19 100

Hasil analisis peneliti yang menggunakan tabulasi data program

excel, telah menunjukkan nilai tingkat partsipasi masyarakat binaan dengan

nilai 26% responden menjawab sangat sering berpartisipasi, 53%

responden menjawab cukup sering berpartisipsi, 16% responden menjawab

111

jarang keikutsertaanya berpartisipasi, 5% responden menjawab sangat

jarang berpartisipasi, dan 0% responden menjawab tidak pernah

berpartisipasi.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa, untuk tingkat partisipasi

masyarakat binaan SP3 tergolong sering atau baik, merujuk pada skala

yang telah ditetapkan peneliti untuk mengukur tingkat keberdayaan

masyarakat binaan pada tahap partisipasi pada program yang dilaksanakan

SP3.

Tingginya tingkat partisipasi masyarakat binaan disebabakan karena

pengetahuan masyarakat tentang manfaat SP3 ketika mereka mengikuti

setiap program-program yang diarahkan untuk pendampingan. Masyarakat

mulai menyadari akar permasalahan kemiskinan yang disebakan oleh

pengetahuan dan keterampilan yang minim, sehingga untuk memanfaatkan

potensi wilayah yang tersedia didaerahnya tidak teroptimalkan dengan baik

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, peran fasilitator SP3

dalam proses pendampingan yang aktif mengarahkan secara persuasif

karena faslitator tersebut mampu secara psikologis berkomunikasi dengan

bahasa Makassar dan kesamaan suku sehingga memudahkan dalam

proses interaksi. Begitupula dengan dukungan pemerintah desa dan tokoh

masyarakat yang sangat mendukung program SP3 di desanya masing-

masing.

112

2. Tingkat Keberdayaan

Untuk menentukan berdaya tidaknya masyarakat binaan maka

dilakukan tabulasi data dengan perangkat lunak excel berdasarkan data-

data hasil kuesioner penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat binaan

SP3 di masing-masing desa di Kecamatan Mangngarabombang. Adapun

nilai hasil analisis data sebagaimana yang terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 25. Distribusi masyarakat binaan SP3 berdasarkan tingkat keberdayaan

Tingkat Keberdayaan Frekuensi %

Sangat Berdaya 2 10

Cukup Berdaya 14 74

Agak Berdaya 2 11

Kurang Berdaya 1 5

Tidak Berdaya 0 0

Jumlah 19 100

Analisis tingkat keberdayan masyarakat binaan setelah melakukan

survei menunjukkan angka 10% responden mangatakan sangat berdaya,

74% responden mengatakan cukup berdaya, 11% responden mengatakan

agak berdaya dan 5% responden mengatakan kurang berdaya, dan 0%

responden mengatakan tidak berdaya.

Ketika merujuk pada standar yang ditetapkan peneliti untuk

mengukur tingkat keberdayaan masyarakat binaan maka telah

menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat binaan cukup

berdaya atau baik dengan nilai diatas 3.1 berdasarkan skala 5.0 yang

ditentukan peneliti untuk mengukur tingkat keberdayaan.

113

Masyarakat yang telah cukup berdaya pada saat hadirnya SP3

memberikan pendampingan disebabkan karena adanya keinginan untuk

berubah dari kehidupan yang miskin karena kemiskinan yang terjadi

dipengaruhi oleh tingakat pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan

dan kreatifitasnya berpengaruh di kehidupannya.

Oleh karena dalam tahap partisipasi yang cukup sering (baik)

disetiap kegiatan SP3 sehingga mempengaruhi tingkat keberdayaannya.

Sama halnya dengan tingkat partisipasi, cukup berdayanya masyarakat

selama mengikuti program SP3 disebabkan oleh peran fasilitator dalam

proses pendampingan yang aktif mengarahkan secara persuasif. Begitupula

dengan pemerintah desa dan tokoh masyarakat yang mendukung penuh

program SP3 di desanya masing-masing.

G. Skor mean Tingkat Keberdayan Masyarakat

Berdasarkan standar yang ditentukan peneliti untuk mengukur tingkat

partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan SP3, maka peneliti

memberikan skoring untuk memudahkan dalam menentukan tingkatan

masing-masing variabel. Adapun nilai rata-rata (mean) disetiap variabel

seperti yang terdapat pada tabel berikut ini:

114

Tabel 26. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3.

Variabel Indikator mean Tingkat

Keberdayaan

Partisipasi Apakah anda mengerti

maksud dan tujuan SP3?

4.86 Sangat

Sering

Apakah anda pernah

mengikuti pertemuan/undagan

yang diadakan dalam

kegiatan SP3 di desa anda?

3.64 Sering

Apa anda punya peran dalam

kegiatan SP3?

3.21 Sering

Apakah anda ikut

berpartisipasi pada tahap

perencanaan program SP3?

2.93 Sering

Apakah anda ikut

berpartisipasi pada tahap

pelaksanaan program SP3?

3.07 Sering

Apakah anda ikut

berpartisipasi pada tahap

pengawasan program SP3?

2.29 Jarang

Pada tahap perencanan.

Pelaksanaan, dan

pengawasan, program ini,

apakah anda pernah

melakukan tanya jawab

dengan pemerintah

setempat?

3.36 Sering

115

Mengemukakan

Opini

Apakah anda selalu

memberikan masukan atau

usul dalam pertemuan yang

dilaksanakan dalam kegiatan

SP3

3.07 Agak Berdaya

Apakah anda pernah

memperbincangkan kegiatan

pembangunan yang

dilaksanakan SP3 di luar

forum SP3 (misalkan di

rumah, warung, dsb) bersama

teman, saudara atau orang

lain?

3.43 Cukup

Berdaya

Apakah anda pernah

mengkritik program SP3

1.86 Kurang

Berdaya

Perubahan

Keasadaran

Apakah anda selalu mengajak

orang lain atau bekerja secara

kelompok dalam kegiatan

SP3?

3.14 Cukup

berdaya

Apakah anda telah menyadari

akar setiap masalah

kemiskinan dalam

pembangunan selama ini?

3.93 Cukup

berdaya

Apakah anda telah tergerak

(secara hati nurani) untuk

berperan aktif dalam setiap

pembangunan di lingkungan

anda ?

4.43 Sangat

berdaya

Dengan adanya SP3 apakah 4.57 Sangat

116

ada perubahan sikap dari

masyarakat/pemuda terhadap

pelakanaan pembangunan

didesa?

berdaya

Apakah anda puas terhadap

hasil kegiatan yang

dilaksanakan dalam SP3

selama ini?

3.93 Cukup

berdaya

Menyusun

Tujuan Baru

Apakah anda mempunyai

ide‐ide atau pemikiran baru

dalam pembangunan di

lingkungan setelah mengikuti

proses‐proses atau

pertemuan SP3?

3.71 Cukup

berdaya

Apakah anda pernah

memikirkan bagaimana

memecahkan atau

menanggulangi masalah

kemiskinan di lingkungan

sekitar anda?

4.43 Sangat

berdaya

Apakah anda pernah

memikirkan untuk

membangun kewirausahaan

yang ada sekarang

menjadibentuk/konsep yang

baru?

3.86 Cukup

berdaya

Kepercayaan

Diri

Apakah anda suka

bernegosiasi atau

mengkompromikan pendapat

3.86 Cukup

berdaya

117

dalam menyampaikan suatu

program atau usulan kegiatan

agar dapat terlaksana?

Apakah setelah mengikuti

agenda‐agenda SP3

sekarang anda menjadi lebih

percaya diri (berani

berpendapat, berani berbicara

di depan umum, dsb)?

3.57 Cukup

berdaya

Setelah mengikuti kegiatan

SP3, apakah keterampilan

administrasi (membuat surat,

membuat notulen, mengarsip,

membuat pembukuan dan

laporan keuangan, dll) anda

menjadi lebih baik?

3.29 Cukup

berdaya

Apakah setelah mengikuti

agenda‐agenda SP3

sekarang anda menjadi lebih

percaya diri(berani membuat

usaha/mandiri)?

3.79 Cukup

berdaya

Keterampilan

Manajerial

Apakah anda sudah bisa

menghasilkan produk dari

hasil pelatihan?

3.36 Cukup

berdaya

Apakah anda mengetahui

prosedur mendapatkan

bantuan dana untuk kegiatan

usaha?

2.93 Agak berdaya

Apakah anda punya 4.14 Sangat

118

keterampilan khusus untuk

membangun unit usaha?

berdaya

Apakah pengetahuan anda

sudah cukup untuk

memasarkan produksi?

2.86 Agak berdaya

Apakah anda mengetahui

relasi/jarinagan usaha?

3.21 Cukup

berdaya

Apakah anda membangun

relasi dengan pemerintah,

swasta atau lainnya?

3.29 Cukup

berdaya

Apakah anda menyusun

strategi pemasaran?

2.57 Agak berdaya

Apakah anda mencari

informasi, menganalisis,

merencanakan,

melaksanakan dan

mengevaluasi secara terus

menerus kegiatan tersebut?

2.79 Agak berdaya

Adapun grafik yang telah dihasilkan dari hasil analisis tingkat

partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat binaan sesuai dengan

standar/ukuran yang menjadi patokan berdaya atau tidaknya masyarakat

binaan. Standar ini berdasarkan skor mean yang dinilai berdasarkan hasil

analisis kuesioner dengan mengukur variabel-variabel partisipasi dan

tingkat keberdayaan.

Grafik dibawah ini telah menunjukkan angka rata-rata 3.00 dari

berbagai varibel penelitian untuk mendapatkan hasil partisipasi masyarakat

119

dan keberdayaannya selama mengikuti program SP3 yang ada

dikecamatan Manggarabobang Kabupaten Takalar mulai dari tahun 2010

samapai dengan tahun 2013.

Gambar 10. Tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan masyarakat

binaan SP3

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa partisipasi

masyarakat Binaan Sangat sering 26%, Sering 10%, Jarang 16%, Sangat

Jarang 1%, dan Tidak Pernah 0%. Tingkat partisipasi masyarakat sering

menunjukkan partisipasi telah baik berdasarkan skala yang ditetapkan

peneliti dalam menentukan nilai tingkat partisipasi masyarakat binaan, mulai

dari 0.00 sampai dengan 5.00.

Sedangkan tingkat keberdayaan masyarakat binaan menunjukkan

bahwa Analisis tingkat keberdayan masyarakat binaan setelah melakukan

survei menunjukkan angka 10% responden menjawab sangat berdaya, 74%

responden mengatakan cukup berdaya, 5% responden menjawab kurang

berdaya, dan 0% responden menjawab tidak berdaya.

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Me

an

Variabel

Tingkat Partisipasi dan Keberdayaan

120

Ketika merujuk pada standar yang ditetapkan peneliti untuk

mengukur tingkat keberdayaan masyarakat binaan maka telah

menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat binaan cukup

berdaya atau cukup baik dengan nilai diatas 3.1 berdasarkan skala 5.0 yang

ditentukan peneliti untuk mengukur tingkat keberdayaan.

Untuk lebih jelasnya akan diurutkan tingkat partisipasi dan tingkat

kualitas masyarakat binaan SP3 mulai dari yang terendah sebagaimana

berikut ini:

1. Urutan Tingkat Partisipasi

a. Mengerti maksud dan tujuan SP3

b. Pernah mengikuti pertemuan/undagan yang diadakan dalam

kegiatan SP3 di desa anda

c. Melakukan tanaya jawab dengan pemerintah setempat pada tahap

perencanan, pelaksanaan, dan pengawasan program

d. Punya peran dalam kegiatan SP3

e. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3

f. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3

g. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3

2. Urutan Tingkat Keberdayaan

a. Terjadi perubahan sikap dari masyarakat terhadap pelakanaan

pembangunan di desa

b. a. Masyarakat telah tergerak (secara hati nurani) untuk berperan

aktif dalam setiap pembangunan di lingkungan desa.

121

b. Memikirkan bagaimana memecahkan atau menanggulangi

masalah kemiskinan di lingkungan sekitarnya

c. Mempunyai keterampilan khusus untuk membangun unit usaha

d. a. Telah menyadari akar setiap masalah kemiskinan dalam

pembangunan selama ini.

b. puas terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan dalam SP3

selama ini.

e. a. Pernah memikirkan untuk membangun kewirausahaan yang ada

sekarang menjadibentuk/konsep yang baru.

b. Suka bernegosiasi atau mengkompromikan pendapat dalam

menyampaikan suatu program atau usulan kegiatan agar dapat

terlaksana.

f. a. Menjadi lebih percaya diri(berani berpendapat, berani berbicara di

depan umum, dsb).

b. mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan

dan mengevaluasi secara terus menerus kegiatan tersebut

g. Mempunyai ide-ide atau pemikiran baru dalam pembangunan di

lingkungan setelah mengikuti proses-proses atau pertemuan SP3

h. Menjadi lebih percaya diri(berani membuat usaha/mandiri)

i. Memperbincangkan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan SP3

di luar forum SP3 (misalkan di rumah, warung, dsb) bersama teman,

saudara atau orang lain

j. Sudah bisa menghasilkan produk dari hasil pelatihan.

122

k. a. Mempunyai keterampilan administrasi (membuat surat, membuat

notulen, mengarsip, membuat pembukuan dan laporan keuangan,

dan lain-lain).

b. Membangun relasi dengan pemerintah, swasta atau lainnya.

l. Mengetahui relasi/jaringan usaha.

m. Selalu mengajak orang lain atau bekerja secara kelompok dalam

kegiatan SP3.

n. Selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang

dilaksanakan dalam kegiatan SP3.

o. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan

usaha.

p. Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan

produksi.

q. Menyusun strategi pemasaran.

r. Pernah mengkritik program SP3.

H. Analisis Keunggulan dan Kelemahan Tingkat Keberdayaan

Pada tabel berikut ini ditampilkan skor mean tingkat partisipasi dan

tingkat keberdayaan masyarakat binaan selama berlangsungnya program

SP3. Adapun hasilnya seperti tabel yang terdapat berikut ini:

123

Tabel 27. Skor mean tingkat partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3.

No. Variabel Mean Keterangan

1 Mengerti maksud dan tujuan SP3 4.86 Sangat Baik

2 Terjadi perubahan sikap dari

masyarakat terhadap pelakanaan

pembangunan di desa

4.57 Sangat Baik

3 Masyarakat telah tergerak (secara hati

nurani) untuk berperan aktif dalam

setiap pembangunan di lingkungan

desa

4.43 Sangat Baik

4 Memecahkan dan menanggulangi

kemiskinan

4.43 Sangat Baik

5 Mempunyai keterampilan khusus

untuk membangun unit usaha

4.14 Sangat Baik

6 Telah menyadari akar setiap masalah

kemiskinan dalam pembangunan

selama ini

3.93 Baik

7 Puas terhadap hasil kegiatan yang

dilaksanakan dalam SP3 selama ini

3.93 Baik

8 Pernah memikirkan untuk membangun

kewirausahaan yang ada sekarang

menjadibentuk/konsep yang baru

3.86 Baik

9 Suka bernegosiasi atau

mengkompromikan pendapat dalam

menyampaikan suatu program atau

usulan kegiatan agar dapat terlaksana

3.86 Baik

10 Mempunyai ide-ide atau pemikiran

baru dalam pembangunan di

lingkungan setelah mengikuti proses-

proses atau pertemuan SP3

3.71 Baik

124

11 Menjadi lebih percaya diri(berani

membuat usaha/mandiri)

3.79 Baik

12 Pernah mengikuti pertemuan/undagan

yang diadakan dalam kegiatan SP3 di

desa anda

3.64 Baik

13 Menjadi lebih percaya diri(berani

berpendapat, berani berbicara di

depan umum, dsb)

3.57 Baik

14 Memperbincangkan kegiatan

pembangunan yang dilaksanakan SP3

di luar forum SP3 (misalkan di rumah,

warung, dsb) bersama teman, saudara

atau orang lain

3.43 Baik

15 Melakukan tanya jawab dengan

pemerintah setempat pada tahap

perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan program

3.36 Baik

16 Sudah bisa menghasilkan produk dari

hasil pelatihan

3.36 Baik

17 Mempunyai keterampilan administrasi

(membuat surat, membuat notulen,

mengarsip, membuat pembukuan dan

laporan keuangan, dll)

3.29 Baik

18 Membangun relasi dengan

pemerintah, swasta atau lainnya

3.29 Baik

19 Punya peran dalam kegiatan SP3 3.21 Baik

20 Mengetahui relasi/jarinagan usaha 3.21 Baik

21 Selalu mengajak orang lain atau

bekerja secara kelompok dalam

kegiatan SP3

3.14 Baik

22 Ikut berpartisipasi pada tahap 3.07 Biasa-Biasa

125

pelaksanaan program SP3

23 Selalu memberikan masukan atau usul

dalam pertemuan yang dilaksanakan

dalam kegiatan SP3

3.07 Biasa-Biasa

24 Ikut berpartisipasi pada tahap

perencanaan program SP3

2.93 Biasa-Biasa

25 Mengetahui prosedur mendapatkan

bantuan dana untuk kegiatan usaha

2.93 Biasa-Biasa

26 Apakah pengetahuan anda sudah

cukup untuk memasarkan produksi

2.86 Biasa-Biasa

27 Mencari informasi, menganalisis,

merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi secara terus menerus

kegiatan tersebut

2.79 Biasa-Biasa

28 Menyusun strategi pemasaran 2.57 Biasa-Biasa

29 Ikut berpartisipasi pada tahap

pengawasan program SP3

2.29 Biasa-Biasa

30 Pernah mengkritik program SP3 1.86 Buruk

Hasil analisis terkait keunggulan dan kelemahan tingkat partisipasi

dan keberdayaan masyarakat binaan SP3 pada tabel 23 menunjukkan

bahwa:

1. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3

2. Selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang

dilaksanakan dalam kegiatan SP3

3. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3

4. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan

usaha

126

5. Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan

produksi

6. Mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi secara terus- menerus kegiatan tersebut

7. Menyusun strategi pemasaran

8. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3

9. Pernah mengkritik program SP3

Hasil ke 9 (sembilan) variabel tersebut merupakan bagian dari

variabel penelitan tentang keberdayaan masyarakat binaan yang lemah

sehingga perlu analisis lebih mendalam upaya dan jalan keluar

menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat binaan SP3 agar

didapatkan keberdayaan masyarakat yang lebih baik sesuai dengan yang

diharapkan.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah tabel yang menunjukkan

keunggulan dan kelemahan masyarakat pada setiap indikator penelitian.

Tabel keungulan dan kelemahan ini dimaksudkan untuk mengurai beberapa

keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan SP3, sehingga apabila kita

telah menemukan keuggulan dan kelemahannya, maka ada upaya yang

perlu dipertahankan dan ditingkatkan sementara yang menunjukkan

kelemahan diperlukan strategi baru untuk membenahi dan lebih

mengoptimalkan cara dan upaya yang harus dilakukan.

127

Tabel 28. Kelemahan dan keungulan partisipasi dan keberdayaan masyarakat binaan SP3.

No. Pertanyaan tentang Keberdayaan Masyarakat Binaan

1 Mengemukakan Opini

Keunggulan Skor Kelemahan

1

Memperbincangkan kegiatan

dilaksanakan SP3 di luar

forum SP3 (misalkan di

rumah, warung, dsb)

bersama teman, saudara

atau orang

lain?pembangunan yang

2

Memberikan masukan atau

usul dalam pertemuan

yang dilaksanakan dalam

kegiatan SP3

3 Mengkritik program SP3

2 Perubahan Kesadaran

4

Ada perubahan sikap dari

masyarakat/pemuda terhadap

pelakanaan pembangunan

didesa?

5

Telah tergerak (secara hati

nurani) untuk berperan aktif

dalam setiap pembangunan

di lingkungan anda ?

6 Telah menyadari akar setiap

masalah kemiskinan dalam

128

pembangunan selama ini?

7

Puas terhadap hasil kegiatan

yang dilaksanakan dalam

SP3 selama ini?

8

Selalu mengajak orang lain

atau bekerja secara

kelompok dalam kegiatan

SP3?

3 Kreatifitas Menyusun Tujuan Baru

9

Pernah memikirkan

bagaimana memecahkan

atau menanggulangi masalah

kemiskinan di lingkungan

sekitar anda?

10

Pernah memikirkan untuk

membangun kewirausahaan

yang ada sekarang

menjadibentuk/konsep yang

baru?

11

Mempunyai ide‐ide atau

pemikiran baru dalam

pembangunan di lingkungan

setelah mengikuti

proses‐proses atau

pertemuan SP3?

4 Kepercayaan Diri

12 suka bernegosiasi atau

mengkompromikan pendapat

129

dalam menyampaikan suatu

program atau usulan kegiatan

agar dapat terlaksana?

13

Menjadi lebih percaya

diri(berani berpendapat,

berani berbicara di depan

umum, dsb)

14

Menjadi lebih percaya

diri(berani membuat

usaha/mandiri)?

15

Keterampilan administrasi

(membuat surat, membuat

notulen, mengarsip, membuat

pembukuan dan laporan

keuangan, dll) menjadi lebih

baik?

5 Keterampilan Manajerial

16

Punya keterampilan khusus

untuk membangun unit

usaha?

17

Mencari informasi,

menganalisis,

merencanakan,

melaksanakan dan

mengevaluasi secara terus

menerus kegiatan

tersebut?

18 Sudah bisa menghasilkan

produk dari hasil

130

pelatihan?

19

Membangun relasi dengan

pemerintah, swasta atau

lainnya?

20 mengetahui

relasi/jarinagan usaha?

21

Mengetahui prosedur

mendapatkan bantuan

dana untuk kegiatan

usaha?

22

Pengetahuan anda sudah

cukup untuk memasarkan

produksi?

23 Menyusun strategi

pemasaran?

Tabel tersebut diatas menunjukkan bawa indikator keberdayaan

masing-masing mempunyai variabel, telah menunjukkan hasil bahwa untuk

indikator mengemukakan opini terdapat kelemahan pada ketidakmampuan

masyarakat memberikan usul dan masukan program-program yang

menurutnya perlu dilakukan.

Ketidakmampuan masyarakat dalam memberikan usul dan masukan

menjadi kelemahan masyarakat apalagi mengkritik program-program SP3

yang dijalankan. Hasil analisis pada tabel diatas menyatakan masyarakat

tidak mampu menunjukkan ketidaksepakatannya meskipun tidak sesuai

dengan keinginannya, sehingga apapun program yang dijalankan tetap

131

disetujui meskipun tidak sesuai dengan harapannya. Kondisi demikian

menunjukkan bahwa masyarakat cenderung mengikut pada setiap yang

dilakukan fasilitator SP3.

Untuk indikator perubahan kesadaran, kreatif menyusun tujuan baru,

dan tingkat kepercayaan diri menunjukkan hasil yang baik. Indikator ini telah

menunjukkan keunggulan yang dimiliki masyarakat binaan SP3 selama

program berlangsung.

Meskipun dalam program ini peneliti tidak menemukan kelemahan,

namun tetap harus diupayakan peningkatan keberdayaan masyarakat agar

tercapai tujuan visi dan misi SP3 sebagai mana yang terdapat dalam

petunjuk teknis program SP3.

Indikator tentang keterampilan manajerial dalam tabel analisis

keunggulan dan kelemahan menunjukkan bahwa dari 7 (tujuh) variabel

hanya satu yang unggul, yaitu rata-rata masyarakat yang mempunyai

keahlian khusus membangun usaha, tetapi terdapat kelemahan yaitu

ketidakmampuan mencari informasi, menghasilkan produk hasil binaan,

membangun relasi usaha untuk mendukung usaha dan program pelatihan.

Hal ini disebakan karena pada umumnya masyarakat tidak mengetahui

tempat-tempat relasi usaha ataupun jaringan usaha.

Meskipun masyarakat mengetahui relasi usaha tetapi terdapat

kelemahan yang menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat tidak

mengetahui prosedur mendapatkan bantuan usaha, ditambah dengan

kelemahannya memasarkan hasil usaha produksi akibat lemah dalam

menyusun strategi pemasaran.

132

I. Analisis Keberdayaan Fujikake

1. Tahap Pertama

Pada tahap pertama yang dilakukan dalam menganalisis

keberdayaan masyarakat binaan dengan menggunakan teori Fujikake,

adalah dengan mengukur tingkat perubahan yang terjadi pada

masyarakat binaan selama program berlangsung. Perubahan

kesadaran adalah salah satu faktor penting terhadap berdaya atau

tidaknya masyarakat sebab perubahan kesadaran inilah yang pada

akhirnya akan membuat masyarakat melakukan perubahan pola pikir

dan tindakan untuk lebih kreatif dan terdorong keinginannya untuk

berubah dan terbebas dari kemiskinan.

Pada tabel berikut ini hasil analisis kuisioner telah menunjukkan

bahwa masyarakat binaan telah mengalami perubahan masyarakat

sangat baik, hal ini disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi yang

dirasakan saat ini memacu semangatnya untuk bergerak secara aktif

dalam menemukan akar permasalahan dan solusi penyelesaiannya

sehingga hadirnya program pemberdayaan masyarakat SP3 sangat

membantu mereka menemukan akar permasalahan kemiskinan.

133

Gambar 11. Grafik perubahan kesadaran masyarakat binaan SP3

Perubahan kesadaran yang terjadi pada masyarakat binaan

disebabakan karena masyarakat saat ini telah mengatahui akar

masalah kemiskinan yang terjadi di desanya karena tingkat pendidikan

yang minim sehingga berpengaruh pada kreatifitas dan daya nalarnya

untuk mempotensikan diri dan potensi wilayah yang tersedia di

daerahnya masing-masing. Selain itu masyarakat telah mulai tergerak

secara hati nurani untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan yang

dilaksanakan SP3 serta kepuasan terhadap hasil dari produk pelatihan.

Semua itu tentunya bertujuan untuk membangun masyarakat

yang selama ini berada pada garis kemiskinan. Beberapa faktor ini juga

yang turut mempengaruhi terjadinya perubahan sikap dan mental

masyarakat untuk berubah.

Sangat Berubah, 58%

Cukup Terjadi Perubahan,

37%

Agak Terjadi Perubahan;

26%

Kurang Terjadi

Perubahan, 0%

Tidak Terjadi Perubahan,

0%

134

2. Tahap kedua

Selanjutnya pada tahap kedua peneliti melakukan analisis

keunggulan dan kelemahan masyarakat binaan. Kemudian peneliti

melakukan analisis keberdayaan masyarakat menggunakan 6 (enam)

indikator Fujikake. Penggunaan indikator keberdayaan Fujikake ini

dilakukan dengan cara menggabungkan indikator partisipasi dan tingkat

keberdayaan. Adapun hasil tabulasi data yang dilakukan dengan

megunakan program excel sebagaimana yang terdapat pada tabel

berikut ini:

Tabel 29. Skor mean Analisis keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan 6 indikator fujikake.

Indikator Tingkat Keberdayaan Fujikake Mean

Partisipasi 3.32

Kemampuan Mengemukakan Opini 2.79

Perubahan Kesadaran 4

Kreatifitas menyusun Tujuan Baru 4

Kepercayaan Diri 3.63

Keterampilan manajerial 3.14

Rata-Rata 3.48

Tabel berikut menunjukkan hasil bahwa nilai partisipasi

masyarakat sebesar 3.32, kemampuan mengemukakan opini 2.79,

perubahan kesadaran dengan nilai 4, kreatifitas menyusun tujuan baru

nilainya 4, kepercayan diri dengan nilai 3.63, dan keterampilan

manajerial dengan nilai 3.14 dari skala 0.00 s.d. 5.00 yang ditentukan

peneliti sebagai standar dalam penyusunan tesis. Dalam analisis ini,

135

dapat diketahui dengan mendapatkan hasil rata-rata 3.48 yang

menunjukkan masyarakat binaan SP3 cukup berdaya meskipun ada

beberapa variabel yang masih kurang dan perlu dievaluasi dan

diperbaiki strategi dan manajemennya untuk hasil dengan tingkat

keberdayaan yang lebih maksimal. Sebab capaian keberdayaan yang

maksimal ketika mendapatkan nilai > 4.11 s.d. 5.00 yang berarti

menunjukkan bahawa keberdayaan masyarakat sangat baik.

Adapun untuk lebih jelasnya, peneliti menunjukkan dalam bentuk

chard seperti arahan Fujikake dalam menganalisis keberdayaan

masyarakat pada program-program pemberdayaan seperti yang tampak

pada gambar dibawah ini:

Gambar 12. Grafik Keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan 6 (enam) indikator Fujikake.

Untuk lebih jelasnya peneliti urutkan analisis keberdayaan

dengan menggunakan 6 (enam) indikator fujikake. Fujikake (2008)

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

136

analisis ini dimulai dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah

seperti yang ada pada tabel berikut:

Tabel 30. Urutan keberdayaan masyarakat binaan SP3 dengan menggunakan 6 indikator fujikake.

NO. Urutan Keberdayan Masyarakat Binaan

Dengan Mengunakan 6 Indikator Fujikake

Nilai

1 Perubahan Kesadaran 4

2 Kreatifitas menyusun Tujuan Baru 4

3 Kepercayaan Diri 3.63

4 Partisipasi 3.32

5 Keterampilan manajerial 3.14

6 Kemampuan Mengemukakan Opini 2.79

Rata- rata 3.48

Meskipun perubahan kesadaran dan kreatifitas menyusun tujuan

baru serta kepercayaan diri masyarakat tergolong baik, namun bukan

berarti cukup puas dengan hasil tersebut, karena target agar

masyarakat mempunyai tingkat keberdayaan yang sangat baik harus

mempunyai nilai antara 4.11 s.d. 5.00 sehinga tetap harus dilakukan

pendampingan dan pembinaan lebih mendalam dan profesional agar

hasil dari program SP3 dapat diakatakan berhasil sesuai target

pemeritah dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga dan

harapan masyarakat binaan.

Kemampuan manajerial meskipun nilainya 3.14 yang berarti baik

tetapi tidak begitu signifikan, mendekati angka yang menunjukkan

biasa-biasa saja. Dengan demikian masyarakat binaan perlu

137

diupayakan dengan cara memberikan pelatihan/training dan

memberikan informasi-informasi peluang usaha dan lainnya dengan

harapan kemampuannya dalam hal manajerial sangat baik.

Kemampuan masyarakat dalam mengemukakan opini tergolong

buruk dengan nilai 2.79 dari skala 5.00. sehingga masyarakat harus

lebih mampu diadvokasi dan memberikan motivasi agar lebih bisa

mengemukakan opini dan pendapatnya sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

3. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga dalam evaluasi keberdayaan masyarakat yang

dikembangkan Fujikake adalah mengelompokkan dan menghubungkan

antar indikator yang telah dianalisis pada model kedua pada tahap

selanjutnya. Hasil analisis ini adalah pada tahap ini adalah grafik

keterkaitan antar elemen dalam pemberdayaan yaitu ekonomi, sosial

budaya, mobilitas, dan kesadaran.

a. Ekonomi

Kemampuan mendirikan usaha dari hasil kreatifitas berupa

produksi hasil kerajinan tangan setelah dilakukan pendampingan dan

pelatihan adalah indikator bahwa secara ekonomi masyarakat telah

mengalami kemajuan dibidang ekonomi. Pada penelitian ini, penulis

telah menganalisis bahwa dalam beberapa indikator terkait dengan

kemampuan manajerial yang dimiliki masyarakat binaan yang dapat

138

meningkatkan ekonomi tidak cukup baik, atau dengan kata lain biasa-

biasa saja.

Adapun indikator yang dapat mendukung masyarakat dalam

perbaikan ekonomi adalah, kemampuan masyarakat dalam

menghasilkan produk sendiri yang bersal dari hasil olahan potensi alam

daerahnya. Namun, pada tahap pengetahuan mendapatkan bantuan

dana usaha tergolong rendah sehingga untuk membangun usaha tidak

dapat dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat binaan. Masyarakat juga

kurang terampil dalam memasarkan usaha, menyusun strategi

pemasaran, serta keinginan yang kuran untuk mencari informasi,

menganalisis, merencanakan, dan mengevaluasi secara terus-menerus

kegiatan produksi yang mereka lakukan.

Hal ini tentu berdampak pada kemampuan masyarakat untuk

meningkatkan usahanya walaupun mempunyai keterampilan khusus

membangun usaha.

b. Sosial dan Budaya

Secara sosial, rasa keinginan masyarakat untuk memecahkan

masalah kemiskinan yang terjadi di daerahnya telah terbangun.

Masyarakat binaan selalu melakukan negosiasi atau mengkompromikan

pendapat dalam menyampaikan suatu program atau usulan kegiatan

agar dapat terlaksana.

Rasa kebersamaan dalam setiap agenda kegiatan dan

kemampaun masyarakat dalam mengkompromikan setiap masalah

ataupun program telah membuat suasana terjalin keakraban dan

139

kebersamaan sehingga secara sosial dapat terbentuk nuansa baru

dalam membudayakan setiap program ditengah-tengah masyarakat

secara bersama.

c. Mobilitas

Dari segi mobilitas, masyarakat binaan telah aktif berperan serta

dalam memaksimalkan potensi daerah yang dibuat dalam bentuk

kerajinan tangan secara bersama-sama ataupun berkelompok.

Masyarakat juga selalu mengajak sesamanya untuk aktif dalam

berbagai kegiatan/progran yang telah direncanakan melaui proses

kompromi dalam berpendapat.

d. Kesadaran

Perubahan kesadaran yang terjadi pada masyarakat pada

pelaksanaan SP3 selama berlangsungnya kegiatan cukup baik.

Meskipin secara ekonomi secara signifikan belum terpenuhi, namun

secara sosial telah terbangun suasana kebersamaan dan kesadarannya

akan kemiskinan telah mendorong masyarakat untuk sadar akan

perubahan sangat penting untuk merubah kehidupannya saat ini.

4. Tahap Keempat

Tahap keempat adalah mengukur tingkatan pencapaian

pemberdayaan itu sediri. Apakah pengaruh dari proses pemberdayaan

itu sendiri hanya pada tataran lokal, regional, atau nasional. Fujikake

menggolongkan menjadi tiga yaitu mikro level, (desa), meso level (kota)

dan makro level (nasional).

140

Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat binaan SP3

masih berada pada tataran mikro level. Proses keberdayaan masih

terjadi pada lingkup lingkungan desa sekitar. Hal ini disebabkan karena

kemampuan masyarakat dalam mencari hubungan relasi dengan pihak

pemerintah dan swasta untuk membantu penjualan

kreatifitasnya/kerajinannya. Masyarakat belum mempunyai kemampuan

mencari prosedur bantuan modal usaha.

J. Usulan Perbaikan

Hasil analisis dari berbagai variabel partisipasi dan keberdayaan

yang kemudian dianalisis dengan menggunkan indikator fujikake

menunjukkan bahwa:

1. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3, maka

usulan perbaikannya adalah:

a. Training motivasi dan pembetukan kepribadian mandiri dalam

berusaha dan mengembangan kerajinan tangan

b. Keterlibatan pemerintah untuk mendorong masyarakatnya

berpartisipasi pada program-pogram SP3 seperti memberikan

bantuan modal usaha tanpa bungan

c. Pelatihan teknologi tepat guna yang berkaitan dengan rencana

usaha/produksi

d. Membuka peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat dalam

menentukan pelaksanaan program tanpa membedakan strata

dan status sosial

141

2. Memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang

dilaksanakan dalam kegiatan SP3. Usulan perbaikannya adalah:

a. Training leadership dan kemandirian

b. Pelatihan advokasi masyarakat

c. Fasilitator hasus mengkodisikan diri hanya sebagai perantara

bukan pelaku utama dalam artian, Masyarakat harus lebih banyak

dilibatkan peran-peran pentingnya dalam program, bukan

fasilitator.

3. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3. Usulan

perbaikannya adalah:

a. SP3 harus berusaha meyakinkan masyarakat tentang visi dan

misi yang menjadi tujuan utama programnya beserta manfaat

program SP3 terhadap kualitas masyarakat setelah mengikuti

program.

b. Pemerintah setempat, tokoh masyarakat harus mempuyai peran

penting mengarahkan masyarakatnya untuk ikut merencanakan

program sesuai kebutuhan dan potensi wilayah daerahnya.

c. Membuka peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk

lebih aktif merencanakan program sesuai kebutuhannya

4. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan

usaha. Usulan perbaikannya adalah:

a. Training pembuatan proposal dan surat-menyurat beserta

estimasi penganggaran program.

b. Bantuan modal usaha mikro dari pemerintah atau swasta

142

c. Informasi bantuan modal usaha/kredit mikro usaha kecil dan

menengah.

d. Fasilitator SP3, pemerintah setempat, atau tokoh masyarakat

harus lebih pro aktif mencarikan informasi bantuan modal.

5. Pengetahuan untuk memasarkan produksi. usulan perbaikannya

adalah:

a. Informasi tentang peluang usaha dan pemasaran.

b. Pelatihan mengemas hasil produksi usaha.

c. Propmosi keberbagai daerah, atau ikut dalam pemeran-pameran

pembangunan daerah.

d. Pelibatan dinas UMKM, HIPMI, Kadin, atau lembaga-lembaga

kewirausahaan dan perdagangan dalam membantu memasrkan

produksi beserta upaya peningkatan kualitas usahanya.

6. Mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi kegiatan tersebut secara terus-menerus. Usulan

perbaikannya adalah:

a. Penerapan teknologi tepat guna.

b. Fasilitator SP3, pemerintah setempat dan tokoh masyarakat pro

aktif mengevaluasi program-program atau unit usaha yang

dilakukan masyarakat baik dari segi kualitas, pemasaran, modal

bantuan usaha, keaktifan masyarakat dalam merencanan sampai

mengevalasi.

7. Menyusun strategi pemasaran. Usulan perbaikannya adalah:

a. Kursus-kursus kewirausahaan

143

b. Training pembuatan proposal dan surat-menyurat beserta

estimasi penganggaran program

c. Pelibatan dinas UMKM, HIPMI, Kadin, atau lembaga-lembaga

kewirausahaan dan perdagangan setempat dalam membantu

memasarkan produksi beserta upaya peningkatan kualitas

usahanya

d. Promosi-promosi hasil usaha/produksi baik berupa barang,

makanan ringan, ataupun lainnya yang menjadi program masing-

masing dengan cara ikut berpartisipasi dalam kegiatan pameran,

seminar dan lainnya

8. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3. Usulan

perbaikannya adalah:

a. Masyarakat, fasilitator, dan pemerintah ikut nersama-sama

mengawasi program-program yang dijalankan

b. Membuat time schedule program

9. Mengkritik program SP3. Usulan perbaikannya adalah:

a. Pelathan-pelatihan kepemimpinan dan pembentukan kepribadian

b. Pelatihan-pelatihan advokasi masyarakat

144

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. Partisipasi masyarakat binaan SP3 cukup sering (baik), dan Tingkat

Keberdayaan Masyarakat Binaan juga cukup berdaya (baik) namun

masuh berada pada level mikro (desa) hal ini disebabkan karena ada

beberpa variabel yang masih kurang dan perlu dievaluasi dan diperbaiki

strategi dan manajemennya untuk mendapatkan hasil tingkat

keberdayaan secara maksimal sesuai dengan arahan evaluasi

keberdayaan Fujikake.

b. Ada sembilan indikator yang lemah pada masyarakat binaan SP3

selama berlangsungnya program yaitu:

1. Ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3

2. Selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang

dilaksanakan dalam kegiatan SP3

3. Ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3

4. Mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan

usaha

5. Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan

produksi

6. Mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi secara terus- menerus kegiatan tersebut

145

7. Menyusun strategi pemasaran

8. Ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3

9. Pernah mengkritik program SP3

c. Perubahan kesadaran dan kreatifitas menyusun tujuan baru serta

kepercayaan diri masyarakat tergolong baik, namun bukan berarti cukup

puas dengan hasil tersebut, sehinga tetap harus dilakukan

pendampingan dan pembinaan lebih mendalam dan profesional.

d. Dibidang kemampuan manajerial masih perlu pembinaan dengan cara

memberikan pelatihan/training dan memberikan informasi-informasi

peluang-peluang usaha dan lainnya dengan harapan kemampuan

manajerial dapat ditingkatkan.

e. Kemampuan masyarakat dalam mengemukana opini tergolong buruk

sehingga masyarakat harus lebih mampu diadvokasi dan dimotivasi agar

lebih mampu mengemukakan kritik dan pendapatnya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

B. Saran

a. Kepada Fasilitator binaan SP3 agar lebih memperbanyak pelatihan-

pelatihan kewiarusahaan dan training kepemimpinan utamanya dibidang

kemampuan manjerial dalama mengelola usaha dan mengemas produk

kerajinan dan kepercayaan diri dalam menyampaikan opini/pendapat

kepada masyarakat binaan agar masyarakat mampu dan profesional

dalam mengelola program sesuai dengan potensinya masing-masing

dan sumber daya wilayahnya.

146

b. Kepada Pemerintah agar lebih memperhatikan potensi masyarakat dan

keunggulan daerah untuk diberikan bantuan modal usaha berupa Kredit

Usaha Mikro (UMKM), dan mencarikan jaringan usaha dan bisnis serta

pembinaan dari lembaga-lembaga profesional seperti HIPMI, KADIN,

dan ARDIN.

147

DAFTAR PUSTAKA

Adisasamita, Raharjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian, edisi Revisi: Rineka

Cipta, Jakarta.

Cholisin .2011. Pemberdayaan masyarakat. Disampaikan pada gladi

manajemen pemerintahan desa bagi kepala bagian/kepala Uuusan

hasil pengisian di lingkungan Kabupaten Sleman. Staf Pengajar FIS

UNY, Yogyakarta 19-20 Desember 2011.

Depdiknas, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga: Penerbit

Balai Pustaka. Jakarta.

Hadi, Agus Purbatin. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan

dalam Pembangunan. Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya

(PPMA).

Harianto dan Tukidi, 2007. Konsep pengembangan Wilayah dan penataan

Ruang Indonesia di Era Otonomi Daerah. Jurnal Geografi FIS

UNNES. 4 No. 1.

Fetterman, David and Wandersman, Abraham, 2007, Empowerment

Evaluation: Yesterday, Today, and Tomorrow, American Journal of

Evaluation 2007; 28; 179.

Fujikake, Yoko, 2008, Qualitative Evaluation: Evaluating People’s

Empowerent, Japanese Journal of Evaluation Studies, Vol 8 No 2,

2008, pp 25 – 37, Japan Evaluation Society

148

Hidayat, A. azis Aliul, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik

Analisis Data. Salembah Medica, Jakarta.

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Pengembangan

Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia: Tinjauan Teoritis dan

Praktis. Disajikan di Yogjakarta, 1 September 2003.

Ife. Jim dan Tesoriero. Frank, 2008. Community Development: Alterntif

Pengembangan Masyarakat di Era Global. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta.

Kurnia. Yenni, 2010. Evalusi Program Pemberdayan Masyrakat (Studi

Kasus Proyek Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi Pada Program

Pegembangan Wilyah Atau Area Development Program Di

Kelaurahan Tengah, Kecematan Krmata Jati, Jakarta timur). IPB,

Bogor.

Mubarak. Zaki, 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau dari

Proses Pengembangan Kapasitas pada Kegiatan PNPM Mnadiri

Perkotaan di Desa Sastrodirjan Kab. Pekalongan. UNDIP. Surbaya.

Munte, Renova, 2009. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan SP3

(Studi Deskriptif Terhadap Masyarakat Sidodadi Kecamatan Sabiri

Biru Kab. Dali Serdang). Sosiologi Fisip USU. Medan

Kemenpora. 2010. Pedoman Sarjana penggerak Pembangunan di

Pedesaan (SP3). Kemenpora. Jakarta

Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat Memadukan

Pertumbuhan dan Pemerataan. Pustaka Cidesindo. Jakarta.

149

Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep

Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Makalah

Sarasehan DPD Golkar. Surabaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rokhmin. 2012. Pembangunan Wilayah:

perspekrif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Pretty J. 2005. The Pesticide Detox: Towards a More Sustainable Agriculture.

James and James, London

Rietbergen-McCracken, Jennifer, dan Narayan, Deepa, 1998, Participation

and Social Assessment: Tools and Techniques: The International

Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Woshinton DC

Rustandi, Ernan. Dkk. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.

Crespant press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofyan. Metode Penelitian Survei. LP3ES

Indonesia. 2008.

Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.

Suharto, Edi 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat:

Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan

Pekerjaan Sosial: Refika Aditama. Bandung

Soetomo. 2010. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

150

Selly. Oktarina, dkk .2010. Tingkat Keberdayaan Petani Dan Tingkat

Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Plasma Pir Trans di

Kabupaten Bayuasin. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Universitas Sriwijaya.

Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontenporer.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penelitian Tesis dan Disertasi Edisi 4.

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

UNDP, 2002, Handbook on Monitoring and Evaluating for Result: United

Nation Development Programme. New York

UNDP, 2008, Capacity Development Practice Notes,: United Nation

Development Programme. New York

Wilson, Terry, 1996, The Empowerment Mannual: Grower Publishing Company. London

http://dhenov.blogspot.com/2007/12/pengembangan-wilayah-deui.html.

http://henryambaramh.blogspot.com/2012/05/makalah-geografi-

perencanaan-dan.html.

151

DAFTAR ISIAN KUISIONER

DALAM RANGKA PENYUSUNAN TESIS

ANALISIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM SARJANA

PENGERAK PEMBANGUNAN DI PEDESAAN (SP3) DI KECAMATAN

MANGNGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

No: .................. (disi peneliti)

KUISIONER

Responden yang terhormat,

Dalam rangka penelitian yang tengah kami lakukan, kami memohon Anda dapat meluangkan

waktu sejenak untuk mengisi kuisioner ini. Jawaban yang jujur yang Anda berikan sangat

berguna bagi penelitian yang sedang dilakukan untuk meningkatkan kualitas nelayan di

Tanjung. Atas perhatian Anda yang telah berkenan mengisi kuisioner ini kami ucapkan

terima kasih.

Petunjuk Pengisian,

Pada setiap nomor pernyataan berilah tanda tepat pada kolom yang tersedia () sesuai dengan penilaian Anda pada setiap pernyataan. Pernyataan, I. IDENTITAS RESPONDEN

a. Nama : .................................................................................

b. Umur : ................... Tahun

c. Jenis Kelamin : Laki‐laki / Perempuan (coret salah satu)

d. No. HP. : ................... .............................................................

e. Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah

Tamat SD

SMP / ST / MTs

SMA / SMK / MA

D3 / Sarjana

f. Alamat : Desa : ....... .............................................................

Kecamatan Mangngarabombang

II. DAFTAR PERTANYAAN

No. PERTANYAAN TENTANG PARTISIPASI Sangat Sering

Cukup Sering

Kadang‐kadang

Jarang Tidak pernah

1 Apakah anda mengerti maksud dan tujuan SP3?

2 Apakah anda pernah mengikuti pertemuan/undagan yang diadakan dalam kegiatan SP3 di desa anda?

3 Apa anda punya peran dalam kegiatan SP3?

152

4 Apakah anda ikut berpartisipasi pada tahap perencanaan program SP3?

5 Apakah anda ikut berpartisipasi pada tahap pelaksanaan program SP3?

6 Apakah anda ikut berpartisipasi pada tahap pengawasan program SP3?

7 Pada tahap perencanan. Pelaksanaan, dan pengawasan, program ini, apakah anda pernah melakukan Tanya jawab dengan pemerintah setempat?

8 Apakah anda selalu turut serta dalam kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dalam kegiatan SP3?

No. PERTANYAAN TENTANG KEBERDAYAAN PEMUDA BINAAN

Ya, Sering Kadang‐kadang

Jarang Tidak pernah

1 MENGEMUKAKAN OPINI

1 Apakah anda selalu memberikan masukan atau usul dalam pertemuan yang dilaksanakan dalam kegiatan SP3

2 Apakah anda pernah memperbincangkan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan SP3 di luar forum SP3 (misalkan di rumah, warung, dsb) bersama teman, saudara atau orang lain?

3 Apakah anda pernah mengkritik program SP3

2 PERUBAHAN KESADARAN

4 Apakah anda selalu mengajak orang lain atau bekerja secara kelompok dalam kegiatan SP3?

5 Apakah anda telah menyadari akar setiap masalah kemiskinan dalam pembangunan selama ini?

6 Apakah anda telah tergerak (secara hati nurani) untuk berperan aktif dalam setiap pembangunan di lingkungan anda ?

7 Dengan adanya SP3 apakah ada perubahan

153

sikap dari masyarakat/pemuda terhadap pelakanaan pembangunan didesa?

8 Apakah anda puas terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan dalam SP3 selama ini?

3 KREATIFITAS DAN KEPERCAYAAN DIRI

9 Apakah anda mempunyai ide‐ide atau pemikiran baru dalam pembangunan di lingkungan setelah

mengikuti proses‐proses atau pertemuan SP3?

10 Apakah anda pernah memikirkan bagaimana memecahkan atau menanggulangi masalah kemiskinan di lingkungan sekitar anda?

11 Apakah anda pernah memikirkan untuk membangun kewirausahaan yang ada sekarang menjadibentuk/konsep yang baru?

12 Apakah anda suka bernegosiasi atau mengkompromikan pendapat dalam menyampaikan suatu program atau usulan kegiatan agar dapat terlaksana?

13 Apakah setelah mengikuti agenda‐agenda SP3 sekarang anda menjadi lebih percaya diri(berani berpendapat, berani berbicara di depan umum, dsb)?

14 Setelah mengikuti kegiatan SP3, apakah keterampilan administrasi (membuat surat, membuat notulen, mengarsip, membuat pembukuan dan laporan keuangan, dll) anda menjadi lebih baik?

15 Apakah setelah mengikuti agenda‐agenda SP3 sekarang anda menjadi lebih percaya diri(berani membuat usaha/mandiri)?

4 KETERAMPILAN MANAJERIAL

16 Apakah anda sudah bisa menghasilkan produk dari hasil pelatihan?

17 Apakah anda mengetahui prosedur mendapatkan bantuan dana untuk kegiatan usaha?

154

18 Apakah anda punya keterampilan khusus untuk membangun unit usaha?

19 Apakah pengetahuan anda sudah cukup untuk memasarkan produksi?

20 Apakah anda mengetahui relasi/jarinagan usaha?

21 Apakah anda membangun relasi dengan pemerintah, swasta atau lainnya?

22 Apakah anda menyusun strategi pemasaran?

23 Apakah anda mencari informasi, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi secara terus menerus kegiatan tersebut?

155

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM DALAM RANGKA PENYUSUNAN TESIS

PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WLAYAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

GARIS‐GARIS BESAR PERTANYAAN

1. Bagaimana pandangan anda mengenai pelaksanaan pembangunan melalui kegiatan

SP3? Apakah lebih baik atau sebaliknya?

2. Apakah pemerintah menduung program SP3?

3. Bgaimana pendapat anda terkait dengan pemerintah pada setiap program SP3

4. Bagaiama pendapat anda terkait dengan fsilitator SP3?

5. Menurut anda apakah pertemuan‐pertemuan (sosialisasi dan pelatihan) yang diadakan

dalam kegiatan SP3 ada manfaatnya? Kalo ya, apa saja manfaatnya?

6. Apakah pertemuan‐pertemuan (sosialisasi dan pelatihan) yang diadakan dalam

kegiatan SP3 sudah sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat di sini?

7. Apakah melalui kegiatan SP3 masyarakat menjadi lebih berdaya? (dari segi social dan

ekonomi)

8. Apakah konsep pembangunan yang dilakukan SP3 yang tepat untuk dilakukan

seterusnya setiap tahun dengan tetap menjalankan siklus yang ditentukan?

138

Tabulasi Data Tingkat Partisipasi

Responden PARTISIPASI

1 2 3 4 5 6 7 Musriani 5 3 3 2 3 3 3 22

TIDAK PERNAH

Risma 5 3 1 3 1 1 3

17 2,43 JARANG

Neni 3 1 2 1 2 1 1

11 1,57 SANGAT JARANG

Herman 5 4 3 2 2 2 5

23 3,29 SERING

Yanti 5 4 3 5 5 2 5

29 4,14 SANGAT SERING

Saharia 5 4 3 4 4 2 5

27 3,86 SERING

Baktiar 5 4 4 3 3 3 3

25 3,57 SERING

Sulaiman 5 5 5 5 4 3 3

30 4,29 SANGAT SERING

Ahmad 5 4 4 3 3 2 3

24 3,43 SERING

Darma 5 5 5 3 4 3 5

30 4,29 SANGAT SERING

Wahyuni 5 5 3 3 4 2 1

23 3,29 SERING

Safar 5 3 3 2 2 2 3

20 2,86 JARANG

Jumria 5 3 3 2 3 3 4

23 3,29 SERING

Salmiah 5 3 3 3 3 3 3

23 3,29 SERING

Makkasau 5 4 3 3 4 2 5

26 3,71 SERING

Subaedah 5 5 3 2 3 3 5

26 3,71 SERING

Hamsina 5 5 4 4 4 3 4

29 4,14 SANGAT SERING

Kurniawan 5 5 4 4 4 3 4

29 4,14 SANGAT SERING

Fitri 5 5 1 1 1 1 1

15 2,14 JARANG

Jumlah 68 51 45 41 43 32 47 Rata-rata 4,86 3,64 3,21 2,93 3,07 2,29 3,36

3,34

PARTISIPASI SANGAT SERING

SERING SERING JARANG JARANG JARANG SERING

Ranking 1 2 3 6 5 7 3

139

Partisipasi Jumlah

Responden

%

Sangat Sering 5 26%

Sering 10 53%

Jarang 3 16%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 0 0%

Jumlah 19 100%

1 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 19 100%

Sering 0 0%

Jarang 0 0%

Sangat Jarang 0 0%

Tidak Pernah 0 0%

100%

2 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 6 32%

Sering 6 32%

Jarang 5 26%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 1 5%

100%

3 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 2 11%

Sering 2 11%

Jarang 12 63%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 2 11%

100%

4 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 2 11%

Sering 3 16%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 6 32%

Tidak Pernah 1 5%

100%

5 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 1 5%

Sering 7 37%

Jarang 6 32%

Sangat Jarang 3 16%

Tidak Pernah 2 11%

100%

6 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 0 0%

Sering 0 0%

Jarang 9 47%

Sangat Jarang 7 37%

Tidak Pernah 3 16%

100%

7 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 5 26%

Sering 2 11%

Jarang 8 42%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 3 16%

100%

140

Tabulasi Data Tingkat Keberdayaan

Responden KEBERDAYAAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Musriani 5 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 4 5 1 5 1 1 5 5 2 4 5 3

Risma 3 3 1 1 4 3 5 3 1 5 3 5 3 5 5 3 1 5 1 3 3 1 1

Neni 1 4 1 1 2 4 5 2 2 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Herman 3 3 1 5 3 3 5 5 3 3 2 3 3 3 3 5 3 5 2 3 3 3 3

Yanti 2 3 2 4 5 5 3 5 5 3 3 3 3 5 5 5 3 5 3 3 2 2 2

Saharia 3 5 2 4 3 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 3 3

Baktiar 3 3 2 3 4 5 5 4 5 5 3 3 5 5 3 3 5 5 3 5 4 1 3

Sulaiman 3 3 2 3 3 5 4 5 4 5 5 5 4 3 4 3 5 5 3 5 4 5 4

Ahmad 4 3 3 4 5 4 5 3 5 5 3 5 5 3 4 4 4 5 3 2 3 1 1

Darma 3 5 1 3 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4 4 5 1 3 3 4 4 3 3

Wahyuni 3 3 1 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3

Safar 2 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2

Jumria 4 4 2 2 4 5 5 3 3 5 5 5 3 2 4 3 3 5 5 5 5 3 5

Salmiah 4 3 2 4 4 4 5 4 3 5 4 3 3 3 3 2 3 2 3 4 4 3 5

Makkasau 4 2 2 3 5 4 5 3 4 3 2 3 5 3 4 3 5 5 3 3 5 2 4

Subaedah 3 1 2 2 1 3 5 5 3 5 3 4 3 2 5 3 3 5 3 2 3 2 4

Hamsina 3 3 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 2 3 3 3 3

Kurniawan 3 3 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 5 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4

Fitri 3 3 1 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Jumlah 43 48 26 44 55 62 64 55 52 62 54 54 50 46 53 47 41 58 40 45 46 36 39

Rata-rata 3,07

3,43

1,86

3,14

3,93

4,43

4,57

3,93

3,71

4,43

3,86

3,86

3,57

3,29

3,79

3,36

2,93

4,14

2,86

3,21

3,29

2,57

2,79

PARTISIPASI

AGAK BERDAYA

CUKUP BERDAYA

KURANG BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

SANGAT BERDAYA

SANGAT BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

SANGAT BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

AGAK BERDAYA

SANGAT BERDAYA

AGAK BERDAYA

CUKUP BERDAYA

CUKUP BERDAYA

AGAK BERDAYA

AGAK BERDAYA

141

1 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 1 5%

Sering 4 21%

Jarang 11 58%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 1 5%

100%

2 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 2 11%

Sering 3 16%

Jarang 11 58%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 1 5%

100%

3 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 0 0%

Sering 0 0%

Jarang 3 16%

Sangat Jarang 10 53%

Tidak Pernah 6 32%

100%

Sangat Sering 1 5%

Sering 5 26%

Jarang 9 47%

Sangat Jarang 2 11%

4 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 1 5%

Sering 5 26%

Jarang 9 47%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 2 11%

100%

5 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 6 32%

Sering 8 42%

Jarang 3 16%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 1 5%

100%

6 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 9 47%

Sering 7 37%

Jarang 3 16%

Sangat Jarang 0 0%

Tidak Pernah 0 0%

100%

7 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 15 79%

Sering 2 11%

Jarang 2 11%

Sangat Jarang 0 0%

Tidak Pernah 0 0%

100%

8 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 9 47%

Sering 4 21%

Jarang 5 26%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 0 0%

100%

9 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 6 32%

Sering 4 21%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 1 5%

100%

142

10 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 12 63%

Sering 1 5%

Jarang 5 26%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 0 0%

100%

11 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 5 26%

Sering 5 26%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 0 0%

100%

12 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 6 32%

Sering 4 21%

Jarang 8 42%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 0 0%

100%

13 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 7 37%

Sering 3 16%

Jarang 8 42%

Sangat Jarang 0 0%

Tidak Pernah 1 5%

100%

14 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 5 26%

Sering 3 16%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 2 11%

100%

15 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 6 32%

Sering 8 42%

Jarang 4 21%

Sangat Jarang 0 0%

Tidak Pernah 1 5%

100%

16 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 5 26%

Sering 2 11%

Jarang 9 47%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 2 11%

100%

17 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 5 26%

Sering 2 11%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 4 21%

100%

18 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 12 63%

Sering 3 16%

Jarang 2 11%

Sangat Jarang 1 5%

Tidak Pernah 1 5%

100%

143

22 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 3 16%

Sering 1 5%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 4 21%

Tidak Pernah 4 21%

100%

23 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 3 16%

Sering 4 21%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 3 16%

100%

19

Jumlah Responden

%

Sangat Sering 3 16%

Sering 0 0%

Jarang 11 58%

Sangat Jarang 3 16%

Tidak Pernah 2 11%

100%

20 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 4 21%

Sering 2 11%

Jarang 8 42%

Sangat Jarang 4 21%

Tidak Pernah 1 5%

100%

21 Jumlah

Responden %

Sangat Sering 3 16%

Sering 6 32%

Jarang 7 37%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 1 5%

100%

144

Grafik Tingkat Partisipasi dan Kualitas

Mean Variabel

4,86 1 19

3,64 2 1

3,21 3 20

2,93 4 18

3,07 5 14

2,29 6 8

3,36 7 15

3,07 9 29

3,43 10 28

1,86 11 25

3,14 12 21

3,93 13 3

4,43 14 4

4,57 15 5

3,93 16 30

3,71 17 24

4,43 18 31

3,86 19 9

3,86 20 10

3,57 21 22

3,29 22 17

3,79 23 16

3,36 24 6

2,93 25 7

4,14 26 32

2,86 27 12

3,21 28 26

3,29 29 33

2,57 30 13

2,79 31 11

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31M

ean

Variabel

Grafik Tingkat Partisipasi dan Kualitas

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.001

23

4

5

6

7

8

9

1011

121314

15

16

17

18

19

20

21

2223

Chart Title

Series1

145

Tabulasi Data Tingkat Kemampuan Mengemukakan Opini

Responden MENEGEMUKAKAN OPINI

1 2 3 1 5 4 3 12 4,00 SERING

2 3 3 1

7 2,33 JARANG 3 1 4 1

6 2,00 SANGAT JARANG

4 3 3 1

7 2,33 JARANG SANGAT SERING 11 %

5 2 3 2

7 2,33 JARANG SERING 74 %

6 3 5 2

10 3,33 SERING JARANG 11 %

7 3 3 2

8 2,67 JARANG SANGAT JARANG 5,3 %

8 3 3 2

8 2,67 JARANG TIDAK PERNAH 0 %

9 4 3 3

10 3,33 SERING

100 10 3 5 1

9 3,00 JARANG

11 3 3 1

7 2,33 JARANG 12 2 2 3

7 2,33 JARANG

13 4 4 2

10 3,33 SERING 14 4 3 2

9 3,00 JARANG

15 4 2 2

8 2,67 JARANG 16 3 1 2

6 2,00 SANGAT JARANG

17 3 3 2

8 2,67 JARANG 18 3 3 2

8 2,67 JARANG

19 3 3 1

7 2,33 JARANG Jumlah 43 48 26

Rata-rata 3,07 3,43 1,86

2,79

Mengemukakan Opini

JARANG SERING SANGAT JARANG

146

Menegemukakan Opini Jumlah Responden %

Sangat Sering 0 0%

Sering 4 21%

Jarang 13 68%

Sangat Jarang 2 11%

Tidak Pernah 0 0%

100%

0%

21%

68%

11%

0%

Mengemukakan Opini

Sangat Sering

Sering

Jarang

Sangat Jarang

Tidak Pernah

147

Tabulasi Data Tingkat Perubahan kesadaran

Responden PERUBAHAN KESADARAN

4 5 6 7 8 1 3 5 5 5 5 23 4,60 SANGAT BERUBAH

2 1 4 3 5 3 16 3,20 CUKUP BERUBAH 3 1 2 4 5 2 14 2,80 AGAK BERUBAH 4 5 3 3 5 5 21 4,20 SANGAT BERUBAH SANGAT SERING 11 %

5 4 5 5 3 5 22 4,40 SANGAT BERUBAH SERING 74 %

6 4 3 5 5 3 20 4,00 CUKUP BERUBAH JARANG 11 %

7 3 4 5 5 4 21 4,20 SANGAT BERUBAH SANGAT JARANG 5,3 %

8 3 3 5 4 5 20 4,00 CUKUP BERUBAH TIDAK PERNAH 0 %

9 4 5 4 5 3 21 4,20 SANGAT BERUBAH

100 10 3 5 5 4 4 21 4,20 SANGAT BERUBAH

11 4 4 5 5 5 23 4,60 SANGAT BERUBAH 12 3 4 4 3 4 18 3,60 CUKUP BERUBAH 13 2 4 5 5 3 19 3,80 CUKUP BERUBAH 14 4 4 4 5 4 21 4,20 SANGAT BERUBAH 15 3 5 4 5 3 20 4,00 CUKUP BERUBAH 16 2 1 3 5 5 16 3,20 CUKUP BERUBAH 17 3 4 4 5 5 21 4,20 SANGAT BERUBAH 18 3 4 4 5 5 21 4,20 SANGAT BERUBAH 19 3 5 5 5 5 23 4,60 SANGAT BERUBAH Jumlah 44 55 62 64 55

Rata-rata 3,14 3,93 4,43 4,57 3,93 4,00

KESADARAN CUKUP BERUBAH

CUKUP BERUBAH

SANGAT BERUBAH

SANGAT BERUBAH

CUKUP BERUBAH

148

Perubahan Kesadaran Jumlah

Responden %

Sangat Berubah 11 58%

Berubah 7 37%

Agak Terjadi Perubahan 1 5%

Kurang Berubah 0 0%

Tidak Berubah 0 0%

100%

Sangat Berubah, 58%

Cukup Terjadi Perubahan,

37%

Agak Terjdi Perubhan, 26%

Kurang Terjadi Perubahan, 0%

Tidak Terjadi Perubahan, 0%

149

Tabulasi Data Tingkat Kreatifitas

Responden KREATIFITAS

9 10 11 1 5 5 5 15 5,00 SANGAT KREATIF

2 1 5 3 9 3,00 AGAK KREATIF 3 2 2 4 8 2,67 AGAK KREATIF 4 3 3 2 8 2,67 AGAK KREATIF SANGAT KREATIF 11 %

5 5 3 3 11 3,67 CUKUP KREATIF CUKUP KREATIF 74 %

6 5 5 5 15 5,00 SANGAT KREATIF AGAK KREATIF 11 %

7 5 5 3 13 4,33 SANGAT KREATIF KURANG KREATIF 5,3 %

8 4 5 5 14 4,67 SANGAT KREATIF TIDAK KREATIF 0 %

9 5 5 3 13 4,33 SANGAT KREATIF

100 10 4 5 4 13 4,33 SANGAT KREATIF

11 4 5 4 13 4,33 SANGAT KREATIF 12 3 4 4 11 3,67 CUKUP KREATIF 13 3 5 5 13 4,33 SANGAT KREATIF 14 3 5 4 12 4,00 CUKUP KREATIF 15 4 3 2 9 3,00 AGAK KREATIF 16 3 5 3 11 3,67 CUKUP KREATIF 17 3 3 3 9 3,00 AGAK KREATIF 18 3 3 3 9 3,00 AGAK KREATIF 19 5 5 5 15 5,00 SANGAT KREATIF Jumlah 52 62 54

Rata-rata 3,71 4,43 3,86 4,00

KREATIFITAS CUKUP KREATIF

SANGAT KREATIF

CUKUP KREATIF

150

Kreatifitas Jumlah

Responden %

Sangat KREATIF 9 47%

Cukup kreatif 4 21%

Agak kreatif 6 32%

Kurang 0 0%

Tidak kreatif 0 0%

100%

47%

21%

32%

0%

0%

Kreatifitas

Sangat Kreatif

Cukup Kreatif

Agak Kreatif

Kurang Kreatif

Tidak Kreatif

151

Tabulasi Data Tingkat Keterampilan Manajerial

Responden KETERAMPILAN MENAJERIAL

16 17 18 19 20 21 22 23 1 1 1 5 5 2 4 5 3 26 3,25 CUKUP TERAMPIL

2 3 1 5 1 3 3 1 1 18 2,25 BIASA-BIASA 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1,00 TIDAK TERAMPIL 4 5 3 5 2 3 3 3 3 27 3,38 CUKUP TERAMPIL TERAMPIL 11 %

5 5 3 5 3 3 2 2 2 25 3,13 CUKUP TERAMPIL CUKUP TERAMPIL 74 %

6 5 5 5 3 3 3 3 3 30 3,75 CUKUP TERAMPIL BIASA-BIASA 11 %

7 3 5 5 3 5 4 1 3 29 3,63 CUKUP TERAMPIL KURANG TERAMPl 5,3 %

8 3 5 5 3 5 4 5 4 34 4,25 TERAMPIL TIDAK TERAMPIL 0 %

9 4 4 5 3 2 3 1 1 23 2,88 BIASA-BIASA

100 10 5 1 3 3 4 4 3 3 26 3,25 CUKUP TERAMPIL

11 4 4 4 3 3 4 3 3 28 3,50 CUKUP TERAMPIL 12 3 2 3 2 2 2 2 2 18 2,25 BIASA-BIASA 13 3 3 5 5 5 5 3 5 34 4,25 TERAMPIL 14 2 3 2 3 4 4 3 5 26 3,25 CUKUP TERAMPIL 15 3 5 5 3 3 5 2 4 30 3,75 CUKUP TERAMPIL 16 3 3 5 3 2 3 2 4 25 3,13 CUKUP TERAMPIL 17 3 3 4 2 3 3 3 3 24 3,00 BIASA-BIASA 18 3 3 4 3 3 3 4 4 27 3,38 CUKUP TERAMPIL 19 5 5 5 5 5 5 5 5 40 5,00 TERAMPIL Jumlah 47 41 58 40 45 46 36 39

Rata-rata 3,36 2,93 4,14 2,86 3,21 3,29 2,57 2,79 3,14

KETERAMPILAN

CUKUP TERAMPIL

BIASA-BIASA

TERAMPIL

BIASA-BIASA

CUKUP TERAMPIL

CUKUP TERAMPIL

BIASA-BIASA

BIASA-BIASA

152

Ket. Manajerial

Jumlah Responden

%

Terampil 3 16%

cukup terampil 11 58%

kurang terampil 4 21%

biasa-biasa 0 0%

tidak terampil 1 5%

100%

16%

58%

21%

0%

5%

Keterampilan Manajerial

Terampil

Cukup Terampil

Kurang Terampil

Biasa-biasa

Tidak Terampil

153

Tabulasi Data Tingkat Kepercayaan Diri

Responden Kepercayaan Diri

12 13 14 15 1 4 5 1 5 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI

2 5 3 5 5 18 4,50 SANGAT PERCAYA DIRI 3 2 1 1 1 5 1,25 KURANG PERCAYA DIRI 4 3 3 3 3 12 3,00 AGAK PERCAYA DIRI SANGAT PD 11 %

5 3 3 5 5 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI CUKUP PD 74 %

6 5 5 5 5 20 5,00 SANGAT PERCAYA DIRI AGAK PD 11 %

7 3 5 5 3 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI KURANG PD 5,3 %

8 5 4 3 4 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI TIDAK PD 0 %

9 5 5 3 4 17 4,25 SANGAT PERCAYA DIRI

100 10 4 3 4 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI

11 4 4 3 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI 12 3 3 3 3 12 3,00 AGAK PERCAYA DIRI 13 5 3 2 4 14 3,50 CUKUP PERCAYA DIRI 14 3 3 3 3 12 3,00 AGAK PERCAYA DIRI 15 3 5 3 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI 16 4 3 2 5 14 3,50 CUKUP PERCAYA DIRI 17 3 4 4 4 15 3,75 CUKUP PERCAYA DIRI 18 3 5 4 4 16 4,00 CUKUP PERCAYA DIRI 19 5 5 5 5 20 5,00 SANGAT PERCAYA DIRI Jumlah 54 50 46 53

Rata-rata 3,86 3,57 3,29 3,79 3,63

KEPERCAYAAN DIRI

CUKUP PD

CUKUP PD

CUKUP PD

CUKUP PD

154

Kepercayaan diri Jumlah

Responden %

Sangat pd 4 21%

Cukup pd 11 58%

Agak pd 3 16%

Kurang pd 1 5%

Tidak Pd 0 0%

100%

21%

58%

16% 5%

0%

Kepercayan Diri

Sangat Percaya Diri

Cukup Percaya Diri

Agak Percaya Diri

Kurang Percaya Diri

Tidak Percaya Diri

155

Indikator Tingkat Keberdayaan Fujikake

Indikator Tingkat Keberdayaan Fujikake Mean

Partisipasi 3,32

Kemampuan Mengemukakan Opini 2,79

Perubhan Kesadaran 4

Kreatifitas menyusun Tujuan Baru 4

Kepercayaan Diri 3,63

Keterampilan manajerial 3,14

Rata-Rata 3,48

Cukup Berdaya

156

Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pendidikan * Tingkat

Partisipasi 19 100.0% 0 .0% 19 100.0%

Tingkat Pendidikan * Tingkat Partisipasi Crosstabulation

Count

Tingkat Partisipasi

Total Sangat Jarang Jarang Sering Sangat Sering

Tingkat Pendidikan SD 1 0 0 0 1

SMP 0 1 2 2 5

SMA 0 2 6 2 10

D3 / S1 0 0 2 1 3

Total 1 3 10 5 19

157

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 20.520a 9 .015

Likelihood Ratio 9.777 9 .369

Linear-by-Linear Association 2.151 1 .142

N of Valid Cases 19

a. 15 cells (93,8%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,05.

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi 1.039 .015

Cramer's V .600 .015

Interval by Interval Pearson's R .346 .260 1.519 .147c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .186 .256 .781 .446c

N of Valid Cases 19

Kekuatan Hubungan : Hubungan Kuat

158

Crosstabs Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keberdayaan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pendidikan * Tingkat

Keberdayaan 19 100.0% 0 .0% 19 100.0%

Tingkat Pendidikan * Tingkat Keberdayaan Crosstabulation

Count

Tingkat Keberdayaan

Total Kurang Berdaya Agak Berdaya Cukup Berdaya Sangat Berdaya

Tingkat Pendidikan SD 1 0 0 0 1

SMP 0 1 4 0 5

SMA 0 1 8 1 10

D3 / S1 0 0 2 1 3

Total 1 2 14 2 19

Chi-Square Tests

159

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 21.805a 9 .010

Likelihood Ratio 10.846 9 .286

Linear-by-Linear Association 6.446 1 .011

N of Valid Cases 19

a. 15 cells (93,8%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,05.

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi 1.071 .010

Cramer's V .618 .010

Interval by Interval Pearson's R .598 .176 3.080 .007c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .490 .178 2.318 .033c

N of Valid Cases 19

Kekuatan Hubungan : Hubungan Kuat

160

CURICULUM VITAE

A. Data Pribadi

1. Nama : Zulkifli

2. Tempat Tanggal Lahir : Sungguminasa 07 Januari 1985

3. Alamat : BTN Citra Sari Permai B9/3

4. Status Sipil

a. Nama Istri : Nurhidayah

B. Riwayat Pendidikan

Tamat SD Tahun 1997 di SDN No 69 Galesong 1

Tamat SMP Tahun 2000 di SMPN 2 Galesong Selatan

Tamat SMA Tahun 2003 di SMKN 2 Makassar

Sarjana (S1) Tahun 2008 di Universitas Negeri Makassar

C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan

Pekerjaan : Guru SMAN 1 Polut

NIP : 19850107 201001 1 024

Pangkat : Penata Muda