kajian industri peter nakan mend ukung...

33
SW KAJIA WASEM PUS BAD PR AN IND MBADA SAT SOSIA DAN PENE ROPOSAL USTRI DAGIN T AL EKONO ELITIAN D KEMENT L PENELIT PETER NG: Kom Tim Pene Saptan OMI DAN DAN PENG TERIAN P 2014 TIAN TA.2 RNAKAN moditas liti: a N KEBIJAK GEMBANG PERTANIA 2015 N MEND s Sapi d KAN PERT GAN PERT AN DUKUNG dan Ker TANIAN TANIAN 1 G rbau

Upload: dothien

Post on 13-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

SWKAJIA

WASEM

PUSBAD

PR

AN INDMBADA

SAT SOSIADAN PENE

ROPOSAL

USTRI DAGIN

T

AL EKONOELITIAN D

KEMENT

L PENELIT

PETERNG: Kom

Tim Pene

Saptan

OMI DANDAN PENGTERIAN P

2014

TIAN TA.2

RNAKANmoditas

liti:

a

N KEBIJAKGEMBANGPERTANIA

2015

N MENDs Sapi d

KAN PERTGAN PERTAN

DUKUNGdan Ker

TANIAN TANIAN

1

G rbau

Page 2: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setelah Indonesia masuki perdagangan bebas di kawasan AFTA pada tahun

2003, perdagangan bebas kawasan APEC 2010, pemberlakuan perjanjian

perdagangan bebas antara ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,

Thailand, dan Brunai Darussalam) dengan Cina (AC-FTA) yang dimulai pada 1 Januari

2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, kemudian secara internassional

Indonesia akan memasuki perdagangan bebas secara terbuka pada tahun 2020.

Industri peternakan merupakan sektor ekonomi yang sangat penting bagi

manusia sebagai penyedia sumber protein hewani. Daging termasuk salah satu

sembilan bahan pokok bagi masyarakat sehingga memiliki posisi yang strategis dalam

perekonomian nasional. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan daging nasional

menjadi salah satu prioritas utama yang tercantum dalam Renstra Kemeterian

Pertanian 2009-2014 dengan menargetkan terwujudnya swasembada daging pada

tahun 2014. Pada masa mendatang upaya peningkatan produksi daging sapi dan

ayam tetap menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional untuk dapat memenuhi

kebutuhan pangan hewani. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan membaiknya tingkat

pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka 6% per tahun, trend

konsumsi daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sumber-sumber

pertumbuhan daging sapi potong dan daging ayam (broiler) ke depan dari sisi

permintaan ditentukan oleh faktor jumlah penduduk dan pertumbuhannya, tingkat

pendapatan, fenomena urbanisasi dan segmentasi pasar, serta preferensi konsumen.

Data statistik Peternakan dan Keswan (2013) mencatat bahwa secara

keseluruhan konsumsi daging per kapita mengalami kenaikan sebesar 9,49% pada

rentang 2008-2012. Konsumsi daging per kapita pada tahun 2008 sebesar 6,43

Kg/Kapita/Tahun meningkat menjadi 7,04 Kg/Kapita/Tahun pada tahun 2012. Namun,

konsumsi daging sapi mengalami penurunan sebesar 2,53% selama lima tahun

terakhir. Tingkat konsumsi daging per kapita di Indonesia lebih rendah dibandingkan

rata-rata konsumsi daging di negara maju sebesar 79 kg perkapita/tahun maupun

negara berkembang sebesar 32,7 kg perkapita/tahun.

Pada sisi penawaran faktor-faktor yang berpengaruh adalah produksi,

produktivitas dan daya saing produk daging sapi dan daging kerbau. Hal ini sangat

Page 3: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

3

terkait erat dengan ketersediaan dan harga bibit, ketersediaan dan harga pakan

ternak tercakup hijauan makanan ternak (HMT), perubahan tekonologi (genetika,

pakan dan logistik), ketersediaan air bersih, ketersediaan dan harga energi, dan

lingkungan kebijakan yang kondusif (kerangka insentif, regulasi pasar, kebijakan

kredit, sanitary standards, kebijakan pertanahan, ketenagakerjaaan dan lingkungan).

Produksi daging secara nasional tahun 2013 bersumber dari ternak unggas mencapai

1.880, 27 ton (66,5%), sapi 545,62 ton (19,3%), babi 245,60 ton (8,7%), dan sisanya

dari ternak lainnya 156,23 ton (5,5%).

Dalam perekonomian modern, secara garis besar pemerintah paling tidak

memiliki tiga fungsi sentral, yaitu : (1) meningkatkan efisiensi; (2) menciptakan

pemerataan atau keadilan, serta (3) memacu pertumbuhan ekonomi secara makro

dan menjaga stabilitasnya (samuelson dan Nordhaus, 1993). Pemerintah dewasa ini

telah menetapkan program pembangunan dengan menggunakan strategi tiga jalur

(triple tracks strategy) yakni berasaskan pro-growth, pro-employment, dan pro-poor.

Pembangunan peternakan dalam arti luas dengan pendekatan agribisnis dan

agroindustri dipandang sebagai pilihan yang strategis. Meskipun banyak kemajuan

yang telah dicapai sampai saat ini, perkembangan industri peternakan belum

berkembang seperti yang diharapkan. Terjadi dualisme ekonomi dalam perkembangan

industri peternakan nasional, yaitu tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar yang

melakukan integrasi secara vertikal dan peternakan rakyat yang melakukan usaha

secara mandiri atau menjalin kemitraan usaha. Namun demikian kemitraan usaha

yang terbangun belum bersifat saling membutuhkan, memperkuat, dan

menguntungkan. Perlu adanya kajian tentang industri peternakan secara holistik

dalam mendukung swasembada daging dan memperkuat peternakan rakyat.

Dalam kontek fungsi yang dijalankan pemerintah serta program pembangunan

melalui strategi tiga jalur di atas, kajian industri peternakan secara holistik dalam

rangka mendukung swasembada daging sapi dan memperkuat peternakan rakyat

dipandang sangat relefan. Pengembangan industri peternakan menghadapi

permasalahan-permasalahan pokok baik mencakup aspek teknis, ekonomi,

kelembagaan, dan aspek kebijakan. Pada masa depan sejalan dengan pertumbuhan

jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, preferensi masyarakat, berkembangnya

pasar modern disamping pasar tradisional, serta berkembangnya industri kuliner maka

permintaan produk-produk berbasis peternakan semakin meningkat.

Beberapa permasalahan utama dalam pengembangan industri peternakan

adalah: (1) Adanya dualisme dalam industri peternakan antara perusahaan peternakan

Page 4: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

4

skala besar dan peternakan rakyat, menempatkan peternak rakyat semakin sulit; (2)

Masalah penyediaan bahan baku pakan industri peternakan, baik ternak komersial

maupun ternak lokal menghadapi keterbatasan bahan pakan, sebagian besar bahan

baku pakan ternak penting harus diimpor, impor jagung mencapai 40-50 persen;

bungkil kedelai 95 persen; tepung ikan 90-92 persen; serta semakin terbatasnya

ketersediaan hijauan pakan ternak dari alam; (3) Adanya indikasi terjadinya

ketimpangan struktur pasar baik pada pasar input maupun output pada industri

peternakan; (4) Belum terjadinya proses hilirisasi industri peternakan berbasis hasil

ternak sapi dan kerbau, sehingga nilai tambah yang tercipta masih terbatas; (5)

Sistem distribusi dan rantai pasok yang efisien, sehingga belum keterpaduan produk

maupun koordinasi antar pelaku usaha; (6) Industri peternakan sangat rentan

terhadap gejolak eksternal, seperti krisis ekonomi, wabah penyakit ternak dan krisis

global dewasa ini; serta (7) Isu-isu lingkungan terhadap usaha industri peternakan,

sehingga memerlukan pendekatan baru dalam pengembangannya.

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi ketergantungan terhadap produk pangan hewani impor yang semakin

besar terutama daging sapi memicu terjadinya gejolak harga. Harga produk pangan

hewani memiliki trend yang terus meningkat dan sering berfluktuasi pada tingkat

harga yang tinggi. Gejolak dan fluktuasi harga yang tidak terkendali menyebabkan

ketidakpastian pelaku usaha dan meresahkan masyarakat konsumen. Sebagai barang

konsumsi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, gejolak harga daging yang

terjadi berpotensi menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan politik, secara nasional.

Oleh sebab itu, daging menjadi salah satu komoditas yang penting untuk dikendalikan

pemerintah diantaranya melalui pengaturan pasokan dan stabilisasi harga.

Terkait dengan posisi strategis industri peternakan, maka penting untuk

menfokuskan kebijakan holistik pada keseluruhan rantai pasok industri peternakan

berbasis sapi dan kerbau. Koordinasi dan keterhubungan antar bagian dalam

keseluruhan rantai pasok produk daging perlu mendapat perhatian dalam rangka

meningkatkan keterpaduan proses produksi dan keterpaduan antar pelaku usaha.

Keterhubungan tersebut merupakan mekanisme organisasional yang memungkinkan

masing-masing subsistem usaha pada keseluruhan rantai pasok mendapatkan insentif

dan bekerja sinergis, sehingga menghasilkan kinerja sistem yang memberi manfaat

bagi semua pelaku usaha yang ada dalam sistem agribisnis daging.

Page 5: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

5

Beberapa permasalahan pokok dalam industri peternakan adalah: (a) Masalah

ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor dan keterbatasan ketersediaan

hijauan makanan ternak (HMT); (b) Adanya indikasi terjadinya ketimpangan struktur

pasar pada pasar daging sapi dan daging kerbau, dimana yang menempatkan

peternak kecil dalam posisi lemah; (c) Manajemen rantai pasok pada daging sapi dan

daging kerbau yang belum berjalan secara optimal, sehingga koordinasi produk

maupun koordinasi antar pelaku belum berjalan secara terpadu; dan (e) Rantai pasok

daging sapi dan daging kerbau rentan terhadap gejolak eksternal (krisis ekonomi,

krisis finansial global dan wabah penyakit ternak).

Berdasarkan konteks itulah diperlukan informasi ekonomi yang terkait dengan

kinerja industri peternakan komoditas daging sapi dan daging kerbau. Informasi

ekonomi tersebut antara lain peran industri peternakan, kelayakan usaha, kinerja

rantai pasok, dan analisis rantai nilai, nilai tambah. Informasi tentang kinerja industri

peternakan merupakan menjadi input penting bagi perumusan kebijakan yang efektif

dan relevan. Dengan demikian sangat penting dilakukan analisis kelayakan usaha,

kinerja rantai pasok, dan analisis rantai nilai pada komoditas daging sapi dan daging

kerbau. Kajian ini akan memberi landasan tentang perlu tidaknya opsi baru bagi

kebijakan industri peternakan untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan

merubah kebijakan yang telah ada. Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan yang

akan dijawab dalam kajian ini adalah bagaimanakah kinerja industri petrenakan

berbasis daging sapi dan daging kerbau di di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, secara umum kegiatan penelitian ini adalah

mengetahui kinerja dan strategi pengembangan industri peternakan. Secara terperinci

tujuan penelitian ini adalah:

1. Peran industri peternakan dalam pembangunan ekonomi

2. Mengkaji struktur industri sapi dan kerbau

3. Menganalisis kelayakan usahaternak sapi dan kerbau

4. Menganalisis manajemen rantai pasok produk daging sapi dan kerbau

5. Tantangan dan peluang pengembangan industri peternakan berbasis sapi dan

kerbau.

Page 6: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

6

1.4. Keluaran

Luaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah:

1. Teridentifikasinya peran industri peternakan dalam pembangunan ekonomi

2. Teridentifikasinya struktur industri peternakan sapi dan kerbau

3. Hasil analisis kelayakan usahaternak sapi dan kerbabau

4. Hasil analisis rantai pasok produk daging sapi dan kerbau

5. Teridentifikasinya tantangan dan peluang pengembangan industri peternakan.

1.5. Penerima Manfaat

Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah Kementerian Pertanian sebagai

kementerian yang mempunyai tugas meningkatkan produksi peternakan,

Kementerian Perdagangan yang menangani perdagangan komoditas, dan Kementerian

Perindustrian yang menagangani pengolahan hasil, peternak, dan masyarakat

peternakan.

Luaran kegiatan ini sangat berguna bagi Kementerian Pertanian khususnya

Direktorat Jenderal Peternakan merumuskan kebijakan kegiatan aksi dalam melakukan

pengembangan industri peternakan secara holistik. Bagi Kementerian Perdagangan,

luaran kegiatan ini dapat dijadikan rujukan dalam meningkatkan kelancaran distribusi

dan pemasaran produk daging sapi dan kerbau, sehingga mampu mendukung

swasembada daging dan ketahanan pangan hewani. Bagi Kementerian Perindustrian,

luaran ini dapat dijadikan rujukan dalam menjamin ketersediaan bahan baku industri

berbasis hasil daging sapi dan kerbau.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Peternakan

Berdasarkan data FAO, produksi daging dunia bersumber dari 14 jenis binatang

yang telah didomestikasi (FAO, 2009). Di Indonesia, data yang ada hanya berasal dari

delapan jenis binatang yang telah didomestikasi, termasuk sapi dan kerbau (Statistik

Peternakan dan keswan, 2010). Berdasarkan struktur perkembangan peran daging di

Indonesia dan dunia merefleksikan beberapa hal pokok (Statistik peternakan, 2010) :

(1) Struktur daging Idonesia dan dunia menunjukkan menurunnya peran produksi

ruminansia besar (Sapi dan Kerbau), relatif stabilnya peran ruminansia kecil (babi) dan

ternak lainnya (kambing dan domba), serta meningkatnya peran daging unggas; (2)

Page 7: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

7

Peran daging unggas Indonesia semakin meningkat bersifat sejalan dengan yang

terjadi di dunia, bahkan berjalan jauh lebih cepat dibandingkan peran unggas di dunia.

Perubahan struktur tersebut disebabkan semakin tingginya produksi daging ayam

sejalan dengan meningkatnya industri perunggasan nasional. Sementara itu, industri

sapi potong yang masih mengandalkan industri peternakan rakyat dengan dukungan

pihak industri (feedlotter) belum mampu mengimbangi permintaan daging sapi

domestik.

Data global menunjukkan produksi daging dunia masih terus meningkat (FAO,

beberapa tahun dan Index Mundi, 2004-2012). Fenomena yang terjadi adalah laju

peningkatan daging unggas lebih tinggi dbandingkan laju peningkatan produksi daging

sapi. Mulai tahun 2001 produksi daging unggas dunia bahkan melampaui produksi

daging sapi yang selama ini mendominasi produksi daging dunia (Bappenas, 2006).

Artinya dengan makin meningkatnya teknologi pada industri perunggasan (genetika,

budidaya, panen dan pasca panen, sistem transportasi, serta pengolahan hasil produk

unggas) terjadi transformasi produksi dari dominasi sapi ke dominasi unggas.

Pentingnya pengembangan industri peternakan berbasis sapi dan kerbau.

2.2. Kelayakan Usaha

Untuk memberikan keuntungan yang lebih baik, pengembangan sistem

usahaternak sapi dan kerbau perlu diimbangi dengan peningkatan mamajemen

dengan upaya pemanfaatan semua produk pertanian sehingga tercapai pola zero

waste atau tidak ada bagian yang terbuang dan tersedianya sumber pakan dengan

biaya minim (zero cost). Pemanfaatan limbah untuk pakan ternak dengan

ketersediaan yang cukup (in-situ situation) akan menghidupi ternak tanpa perlu

mendatangkan pakan dari luar (ex-situ situation) (Djajanegara., et. al., 2005). Namun

dalam implementasinya tidaklah mudah, karena sebagian besar peternak sapi dan

kerbau menggunakan pakan dari luar dengan cara mencari dialam bebas rumput alam

maupun membeli dedak/bekatul, singkong, ampas tahu, dan hasil samping lainnya

untuk pakan komboran.

Hasil kajian kelayakan usahaternak sapi memberikan keuntungan. Hasil kajian

Diwyanto et al., (2004) sistem integrasi tanaman ternak di lahan perkebunan sawit,

dengan menggunakan sapi sebagai tenaga kerja di perkebunan sawit berakibat pada

peningkatan pendapatan pemanen sekitar 50% melalui penerimaan upah panen,

dimana tenaga seekor sapi dapat digunakan kegiatan memanen 15 ha kebun sawit

secara bergilir. Pada usahatani integrasi sapi-tebu, pupuk kandang yang dihasilkan

Page 8: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

8

dari tiga ekor sapi dewasa selama setahun dapat menghemat 50 persen aplikasi pupuk

organik pada tanaman tebu. Pendapatan usaha penggemukan sapi menggunakan

limbah kulit kopi memberikan peningkatan sebesar 41,9% bila hanya memberikan

hijauan saja (Parwati et al. 2009).

Hasil penelitian Diwyanto dan Haryanto (2001) menunjukkan bahwa integrasi

ternak dengan padi pola tanam IP 300 yang dilakukan di Yogyakarta dan di

Sukamandi mampu meningkatkan pengasilan petani hingga seratus persen apabila

dibandingkan dengan pola tanam padi tanpa ternak. Sekitar empat puluh persen hasil

tersebut berasal dari nilai tambah pupuk organik yang diperoleh dari ternak sapi.

Sementara hasil penelitian Zurriyati, (2008) menunjukkan bahwa peningkatan

pendapatan petani dapat dilakukan dengan sistem usahatani terpadu/terintegrasi

antara tanaman dan ternak sapi potong. Pembuatan dari kotoran sapi merupakan

salah satu peluang tambahan pendapatan petani dari kegiatan usahatani tersebut.

Tambahan pendapatan petani kasus di Desa Masda Makmur kabupaten Rokan Hulu-

Riau, dari hasil kompos pendapatan petani mampu meningkat antara 30 persen

sampai dengan seratus persen.

Model usahatani petani yang mengintegrasikan tanaman pangan dengan ternak

sapi, kambing dan ayam, di Batumarta, Sumatera Selatan merupakan model integrasi

multi-komoditas yang paling efisien dan berkelanjutan (Anwarhan dan Supriadi, 1994).

Sukses pengembangan model usahatani tanaman ternak di Batumarta didukung oleh

sistem modal bergulir yang merupakan faktor kunci keberhasilan adopsi teknologi

dalam pengembangan integrasi tanaman ternak (Anwarhan dan Supriadi, 1994).

Integrasi tanaman dan ternak dengan penggunaan varitas unggul yang diikuti

dengan introduksi teknologi pada tanaman padi gogo dan kacang tanah, perbaikan

pakan dan pemanfaatan sumber daya lokal dapat menekan biaya dan meningkatkan

produksi yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan petani (Subiharta,

et al., 2006).

2.4. Kinerja Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok (SCM) merujuk pada manajemen keseluruhan proses

produksi, distribusi dan pemasaran di mana konsumen dihadapkan pada produk-

produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen dapat memproduksi produk-

produknya dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi yang tepat (Daryanto, 2008).

Minat untuk mempelajari SCM, baik secara akademis dan bisnis praktis, mulai muncul

sejak awal 1990-an di Eropa dan Amerika Serikat. Paradigma yang melandasi konsep

Page 9: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

9

SCM adalah ‘bekerja bersama lebih menguntungkan daripada bekerja sendiri-sendiri’

atau dari pola kerja yang bersifat individualis, mandiri, dan oportunistik ke arah pola

kerja yang bersifat kolaborasi, transparansi (terbuka), komitmen, saling percaya, serta

berbagi informasi dan nilai tambah (Poerwanto, 2013). Konsep dan aplikasi SCM telah

menjadi salah satu area kunci dalam riset dan bisnis praktis di bidang agribisnis di

negara-negara maju selama 20 tahun terakhir ini. Sayangnya, penggunaan SCM bagi

perusahaan-perusahaan di bidang pertanian khususnya di negara-negara berkembang,

termasuk Indonesia, saat ini masih terbatas.

Rantai pasok berupaya menganalisis interaksi vertikal antar pelaku yang

terlibat dalam keseluruhan rantai pasok. Manajemen kinerja dan perbaikan

berkelanjutan merupakan salah satu aspek penting yang perlu dikaji dari rantai pasok.

Dengan demikian diperlukan adanya sistem pengukuran untuk melihat kinerja rantai

pasok secara holistik.

2.5. Analisis Rantai Nilai

Menurut Kaplinsky dan Morris (2001), analisis rantai nilai adalah kegiatan

lengkap yang diawali dari konsep, fase produksi (termasuk di dalamnya kombinasi

transformasi fisik dan bermacam pasokan input), mengirimkan ke pelanggan melalui

pedagang, pengolah dan distributor; hingga ke konsumen akhir, sehingga perusahaan

memiliki keunggulan kompetitif. Terdapat tiga tahapan dalam analisis rantai nilai: (a)

Mengidentifikasi aktivitas rantai nilai, perusahaan mengidentifikasi aktivitas rantai nilai

yang harus dilakukan perusahaan, mungkin hanya terlibat dalam aktivitas tunggal atau

sebagian dari aktivitas keseluruhan; (b) Mengidentifikasi faktor kunci sukses (key

success factor) pada setiap aktivitas nilai yang akan menjadi penentu dalam proses

rantai nilai tersebut; dan (c) Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan

upgrading, baik dalam bentuk process up grading, functional up grading, dan chain up

grading.

Pengembangan sistem agribisnis berbegai komoditas komersial bernilai ekonomi

tinggi, tercakup daging sapi dan broiler dari hulu sampai ke hilir dalam kenyataannya

lebih banyak digerakkan oleh pelaku usaha swasta, sebagai akibat tarikan pasar

(demand driven) (Saptana dan Daryanto, 2013). Sebagai implikasinya di bagian hilir,

peranan pasar modern seperti supermarket dan hypermarket, konsumen institusi

(hotel, restauran), dan industri pengolahan yang mengandalkan manajemen rantai

pasok (supply chain management/SCM) yang baik merupakan suatu keniscayaan.

Standar kualitas yang ditetapkan sering kali mempersulit para petani dan usaha kecil

Page 10: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

10

yang bertindak sendiri-sendiri untuk mengambil bagian di pasar ini, sehingga perlu

adanya mediasi kelembagaan kemitraan usaha agribisnis dalam berbagai pola

kemitraan dan tindakan kolektif melaui konsolidasi kelembagaan petani.

Kinerja pasar produk-produk peternakan sering kali terganggu karena

mekanisme pasar yang tidak berjalan secara baik karena struktur pasar yang timpang,

kondisi infrastruktur pertanian yang kurang mendukung, jasa pendukung yang tidak

memadai, dan konsolidasi kelembagaan peternak yang lemah sehingga meningkatkan

biaya transaksi ekonomi dan volatilitas harga dari produk-produk peternakan. Oleh

karena itu, peran serta peternak rakyat sangat tergantung dari berfungsi atau tidaknya

pasar produk-produk peternakan tersebut secara efisien dan kinerja manajemen rantai

pasok dari hulu hingga hilir.

Rantai nilai adalah bagaimana mengorganisasikan keterkaitan antara

kelompok-kelompok produsen, para pedagang pada berbagai tingkatan, industri

pengolah, dan penyedia jasa-jasa penunjang dimana mereka bergabung bersama

dalam upaya meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pada aktivitas usaha yang

mereka jalankan (Saptana dan Daryanto, 2013). Terdapat dua tipe aktivitas value

chain, yaitu : (1) aktivitas utama meliputi logistik masuk, operasional, logistik keluar,

pemasaran, serta penjualan dan pelayanan; dan (2) aktivitas pendukung meliputi

dukungan infrastruktur, manajemen SDM, pengembangan teknologi, dan persediaan.

Aktivitas pendukung merupakan fungsi-fungsi yang terintegrasi yang berlangsung

pada setiap aktivitas utama.

Rantai nilai (value chain) tidak sama dengan rantai pasok (supply chain).

Rantai nilai adalah tentang keterkaitan yang menghasilkan nilai bagi para pelanggan

atau konsumen dengan cara menghasilkan kinerja yang lebih efisien dan produk lebih

unik dibandingkan pesaingnya. Sementara itu, rantai pasok (supply chain) adalah

tentang proses bagaimana menggerakkan dan mengubah komoditas menjadi produk

dari produsen ke konsumen.

Konsep-konsep penting dalam analisis rantai nilai meliputi mencakup (Goletti,

2004) : (1) Rantai nilai mengorganisir hubungan bisnis antar pelaku untuk bekerja

sama; (2) Pelaku yang berbeda dalam rantai nilai untuk dapat saling bekerja sama

membutuhkan koordinasi yang efektif dalam pengambilan keputusan dan melakukan

pertukaran; (3) Aturan yang mengatur sistem koordinasi dalam rantai nilai merupakan

pengelolaan rantai; (4) Untuk meningkatkan nilai, rantai nilai harus dapat memenuhi

permintaan konsumen; (5) Untuk memenuhi permintaan konsumen, para pelaku

dalam rantai nilai harus dapat memenuhi permintaan konsumen lebih baik dari

Page 11: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

11

kompetitornya; (6) Dalam rangka menjaga daya saing, dalam rantai nilai perlu

melakukan inovasi secara terus-menerus untuk meningkatkan daya saing produk; (7)

Agar dalam rantai terbangun hubungan yang efektif antar pelaku, maka adanya

distribusi manfaat secara adil dan memberikan insentif kepada para pelakunya.

Karakteristik rantai nilai yang efektif menurut ADB (2000) adalah : (1)

Menghasilkan produk yang terdeferensiasi; (2) Inovasi yang terus-menerus, melalui

pengembangan produk, perubahan tekhnologi, managemen yang baik, sistem

distribusi dan efisisien; (3) Menciptakan nilai yang lebih tinggi; (4) Menggunakan

berbagai mekanisme organisasi untuk mencapai efisiensi; (5) Membentuk aliansi untuk

mencapai koordinasi yang efektif; (6) Melalui transaksi pasar spot, kesepakatan

melalui kontrak, integrasi vertikal, dan jaringan rantai pasokan; dan (7)

Mengintroduksikan praktik-praktik bisnis yang memperhatikan aspek sosial dan

lingkungan.

Pengelolaan rantai nilai (global commodity chain), yang menunjukkan adanya

keterkaitan secara langsung antara konsep rantai nilai tambah (value-added chain)

dengan organisasi industri global (Gereffi et., al., 2005). Selanjutnya dengan

menggunakan terminologi “buyer-driven global commodity chain” yang meliputi

bagaimana pembeli-pembeli global menggunakan koordinasi secara eksplisit untuk

membantu menciptakan pasokan berkompetensi tinggi, didasarkan pada produksi

skala global dan sistem distribusi dapat dibangun tanpa kepemilikan secara langsung.

Pengelolaan rantai nilai mengacu pada hubungan antara pembeli, penjual,

penyedia layanan dan institusi regulasi yang beroperasi pada berbagai kegiatan yang

dibutuhkan untuk membawa produk atau jasa dari awal sampai pengguna akhir

(Gereffi, et al., 2005). Paling tidak dapat diidentifikasi lima tipe dasar dari value chain

governance, yaitu : (1) Keterkaitan pasar, keterkaitan ini tidak memiliki sistem

pengangkutan yang lengkap (completely transitory), seperti tipikal pada pasar valuta

asing (spot market). Keterkaitan jenis ini biaya-biaya pergantian untuk rekanan

(partner) baru adalah rendah; (2) Modular value chains, pada keterkaitan jenis ini

pemasok mengambil tanggung jawab secara penuh untuk kompetensi yang mencakup

keseluruhan proses teknologi, investasi yang spesifik, serta penggunaan modal untuk

komponen untuk bahan baku dan bahan penolong untuk memberikan kepuasan

kepada konsumen; (3) Relational value chains, jaringan kerja ini merupakan interaksi

yang komplek di antara pembeli dan penjual, dengan menciptakan ketergantungan

yang saling menguntungkan dan memiliki aset spesifik bertingkat tinggi. Pengelolaan

dilakukan dengan menjaga reputasi, ikatan keluarga atau ikatan etnik; (4) Captive

Page 12: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

val

ket

jum

(ca

sec

dal

pad

2.6

um

sec

kel

ma

disa

ters

unt

puc

kan

lue chains,

tergantunga

mlahnya. K

aptive); dan

cara vertika

am sistem

da Gambar

Gam

Sumb

6. Tantang

Pengem

mum peterna

cara optim

embagaan

asih banyak

arankan ag

sebut perlu

tuk dimanfa

cuk tebu

ndungan N

, di dalam

an dalam

Keterkaitan

n (5) Hierar

al. Hal terp

pengambil

1 berikut.

mbar 1. Tip

ber: Gereffi

gan Penge

mbangan s

ak sumber

mal, disam

(Prawiradip

k limbah t

ar limbah te

u diolah leb

aatkan pad

dengan ta

dan C/N.

m jaringan

transaksi

ini memerlu

rchy, bentu

penting dala

lan keputus

pe-Tipe da

(2005)

embangan

sapi dan ke

daya khusu

ping masi

putra, 2009

anaman te

ebu yang d

ih lanjut un

da saat kek

mbahan u

kerja ini,

dengan p

ukan biaya

uk pengelola

am integras

san. Infor

ari Struktu

Sapi dan

erbau masi

usnya lahan

ih adanya

9). Menuru

ebu yang b

ihasilkan da

ntuk dapat

kurangan p

rea dan m

, pemasok

pembeli-pem

pergantian

aan ini dika

si vertikal a

masi secar

ur Pengelo

Kerbau

ih menghad

, modal dan

kendala

ut Romli et

belum dima

alam jumlah

diawetkan

akan (Purb

molases be

-pemasok

mbeli besa

, sehingga

arakteristikk

adalah adan

a keseluruh

laan Ranta

dapi kenda

n tenaga ke

teknologi,

t al., (2012

anfaatkan.

h banyak pa

dan ditingk

ba, 2013). P

erpengaruh

kecil men

ar yang b

bersifat te

kan oleh in

nya satu-ke

han dapat

ai Nilai

ala pokok,

erja dimanf

, informas

2), di Jawa

Oleh kare

ada waktu s

katkan kuali

Pembuatan

nyata ter

12

galami

banyak

ertutup

tegrasi

satuan

dilihat

secara

faatkan

si dan

Timur

ena itu

singkat

itasnya

silase

rhadap

Page 13: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

13

Kendala pemanfaatan bagas untuk pakan ternak adalah sifatnya yang kamba

(bulky), sehingga memerlukan biaya transportasi dan penggudangan yang mahal.

Pada saat penggudangan bagas mudah terserang jamur dan serangga karena

kandungan gula yang tersisa (Purba, 2013). Proses pengolahan limbah perlu dilakukan

untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan limbah tebu (Khuluq, 2012).

Pengolahan ampas tebu dengan cara fermentasi menggunakan Phanerochaete

chrysosporium (jamur pelapuk) 15 gram/Kg ampas tebu berpengaruh nyata (P> 0,05)

meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organic pakan (Rayhan et al.,

2013).

Secara empiris dalam struktur pendapatan rumah tangga petani di lahan kering

usahaternak sapi merupakan penyumbang terbesar terhadap pendapatan rumah

tangga (Kariyasa dan Pasandaran, 2005). Walaupun kontribusi pendapatan dari ternak

besar, belum tentu usahaternak sapi dan kerbau belum dilakukan secara efisien.

Perbaikan aspek teknis dan manajemen usahaternak sapi dan kerbau diharapkan

mampu meningkatkan pendapatan petani, serta meningkatan kuantitas dan kualitas

daging sapi dan kerbau secara nasional.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Usahaternak sapi dan kerbau sesungguhnya telah mengakar pada pola

pertanian rakyat sejak lama dan menjadi bagian dari budaya bertani yang dilakukan

petani. Dalam sistem usaha tani tradisonal, ternak sapi dan kerbau merupakan unsur

penunjang yang diperlakukan sebagai ternak kerja dan tabungan. Distorsi terhadap

sistem usahatani tradisional mulai terjadi seiring dengan meningkatnya populasi

penduduk dan menyempitnya lahan pertanian, serta meningkatnya budaya bisnis

industrial.

Banyak lahan persawahan dan lahan kering dataran tinggi dewasa ini

dikategorikan sebagai lahan sakit yang antara lain dicirikan oleh produktivitas

pertanian khususnya padi yang melandai dan tidak dapat lagi meningkat walaupun

upaya intensifikasi dengan pemberian pupuk kimiawi dilakukan secara maksimal. Salah

satu cara terbaik untuk memperbaiki kondisi lahan tersebut adalah dengan

menggalakkan kembali penggunaan bahan-bahan organik termasuk pupuk kandang

dan mengintensifkan pengembangan usahaternak sapi dan kerbau. Ternak dapat

Page 14: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

14

memperbaiki kualitas dan meningkatkan produktivitas lahan melaui intensifikasi daur

ulang unsur hara dan energi (Pasandaran et al., 2005). Kajian tentang analisis

kelayakan usahaternak pada sapi dan kerbau perlu dilakukan berdasarkan potensi

sumberdaya alamnya.

Indrajid dan Djokopranoto (2002) mendefinisikan rantai pasokan (supply

chain) sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan

jasanya kepada palanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai

organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik

mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Managemen rantai pasok merupakan sekelompok alat bantu pendekatan untuk

mengintegrasikan efisiensi pemasok (supplier), perusahaan, distributor, pengecer atau

ritel, sehingga dapat menghasilkan dan menyalurkan produk dengan jumlah, lokasi

dan waktu yang tepat, agar dapat mengurangi biaya keseluruhan sistem rantai pasok

sebagai syarat memberikan tingkat kepuasan dalam pelayanan kepada pelanggan

(Levi et al., 2000 dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2002).

Managemen rantai pasok menurut (Heizer & Rander, 2004) merupakan

kegiatan pengelolaan dalam rangka memperoleh bahan mentah tersebut melalui

proses pengolahan menjadi barang setengah jadi dan barang jadi kemudian

mengirimkan produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi. Manajemen

rantai pasok (Supply Chains Management) daging sapi dan kerbau secara operasional

adalah pengelolaan arus dan penyimpanan (penampungan) komoditas sapi dan

kerbau serta alur informasi yang dibutuhkan dari hilir ke hulu yang ditujukan untuk

memuaskan (memenuhi) kebutuhan pelanggan/konsumen. Chopra dan Meidl (2007)

mengemukakan bahwa rantai pasokan (supply chain) mencakup seluruh pelaku yang

terkait dalam sistem produksi serta distribusi dan pemasaran untuk memenuhi

permintaan pelanggan.

Menurut Marimin et al (2013) manajemen rantai pasok merupakan satu

kesatuan sistem pemasaran terpadu yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku

guna memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan demikian manajemen rantai

pasok produk daging sapi dan daging kerbau mewakili manajemen keseluruhan proses

produksi secara keseluruhan dari kegiatan usahaternak, pengolahan, distribusi,

pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Hubungan

antar bagian dalam manajemen rantai pasok berperan terhadap efisiensi produksi dan

distribusi produk berbasis daging sapi dan daging kerbau. Hubungan yang tidak

Page 15: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

15

berjalan dengan baik akan mengganggu keefektifan keseluruhan rantai pasok (Janvier,

2012).

Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai

pasok produk manufaktur karena : (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2)

proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musik,

(3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian

bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Austin 1992; Brown 1994) dalam

Marimin dan Maghfiroh (2010).

Konsep manajemen rantai pasok berbeda dengan konsep logistik secara

tradisional. Logistik mengacu pada aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam sebuah

organisasi, sedangkan rantai pasok mengacu pada jaringann beberapa organisasi yang

saling bekerja sama dan berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Sistem pengukuran kinerja rantai pasok diperlukan untuk melakukan

monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi

pada rantai pasok. Pengukuran kinerja memungkinkan perbaikan kinerja rantai pasok

dari waktu ke waktu sehingga rantai pasok dapat dioperasikan dengan baik, efektif

dan efisien. Menurut Pujawan (2005) sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : (1)

melakukan monitoring dan pengendalian, (2) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke

fungsi-fungsi pada rantai pasok, (3) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif

terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai, dan (4) menentukan

arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Menurut Gunasekaran et al (2001) pengukuran kinerja pada rantai pasok

bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa

depan pada strategi, taktik dan tingkat operasional. Diperlukan beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam kinerja manajemen rantai pasok, yaitu: (1) Fleksibilitas

rantai pasok, perusahaan harus mampu beradaptasi sehingga mampu merespon

perubahan yang terjadi; (2) Kualitas kemitraan, memiliki partner kerja yang dapat

diandalkan dan memberikan yang terbaik; (3) Integrasi rantai pasok, keseluruhan

aktifitas baik keorganisasian, pemasok, produksi dan konsumen harus baik; dan (4)

Kecepatan perusahaan dalam merespon permintaan konsumen dan pasar.

Tujuan manajemen rantai pasok bagi kerjasama antar perusahaan di dalam

rantai pasok suatu komoditas atau produk adalah: (1) Mengurangi resiko pasar; (2)

Meningkatkan nilai tambah, efisiensi dan keunggulan kompetitif; dan (3) Berguna

dalam menyusun strategi pengembangan produk; serta (4) Strategi untuk memasuki

pasar baru. Sementara itu bagi pedagang pengecer SCM diharapkan dapat menekan

Page 16: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

16

biaya operasi, pengadaan, pemasaran, dan biaya distribusi. Kemampuan untuk

menghasilkan produk yang standar dan sistem distribusi yang efisien akan

meningkatkan dayasaing suatu produk di pasar dan dapat menghambat masuknya

pelaku baru di pasar.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka pentingnya dibangun

manajemen rantai pasok daging sapi dan daging kerbau yang dapat menjamin sistem

pemasaran pada berbagai pola secara efisien. Bila SCM komoditas atau produk daging

sapi dan kerbau dapat berjalan dengan baik minimal terdapat empat keuntungan yang

dapat diraih, antara lain adalah: (1) Adanya penambahan nilai yang antara lain

meliputi kesesuaian dengan pesanan, ketetapan dalam distribusi, dan kesesuaian

dalam pembebanan biaya produksi; (2) Pengurangan biaya transaksi yang berdampak

pada timbulnya respon terhadap pasar yang lebih berorientasi pada kepentingan

pedagang pengecer (ritel); (3) Pengurangan resiko bisnis daging sapi dan daging

kerbau, yaitu memberikan jaminan pemasaran produk daging sapi dan daging kerbau,

serta pengembangan modal yang disesuaikan dengan adopsi teknologi serta

peningkatan efisiensi maupun penambahan nilai produk daging sapi dan daging

kerbau yang dihasilkan; dan (4) SCM dalam industri peternakan sapi dan kerbau dapat

dijadikan sarana alih teknologi dari perusahaan-perusahaan, pusat pembibitan, dan

industri kuliner yang menguasai teknologi modern kepada peternak-peternak kecil

sebagai jaringan rantai pasoknya. Secara ringkas kerangka pemikiran dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 17: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

17

Gambar 2. Kerangka Pikir Pengembangan Industri Peternakan Melalui Manajemen Rantai Pasok pada Komoditas Sapi dan K b

Aspek Distribusi dan PemasaranAspek Produksi

Analisis manajemen rantai pasok dan rantai nilai : 1. Menganalisis kelayakan

usahaternak sapi dan kerbau; 2. Deskripsi peta pelaku rantai

pasok produk daging sapi dan kerbau

3. Melakukan analisis manajemen rantai pasok produk daging sapi dan kerbau;

4. Melakukan analisis rantai nilai produk daging sapi dan kerbau;

5. Identifikasi tantangan dan peluang pengembangan industri peternakan;

6. Kebijakan pengembangan industri peternakan berbasis komoditas sapi dan kerbau secara terpadu dan berdaya saing.

Pedagang Pengumpul/Blantik, Pedagang Besar Pasar (Broker), Perusahaan Mitra, Pemasok (supplier) industri pengolahan dan kuliner, Industri Kuliner Ritel, Pedagang Pengecer Pasar, Pengecer Ritel Modern

Permasalahan Aspek Distribusi dan Pemasaran : Karakteristik pasar modern dan

tradisional belum dipahami Rantai pasok belum efisien Koordinasi berdasarkan harga belum

berdasarkan antar pelaku Sistem informasi rantai pasok belum

mendukung Belum mampu mengembangkan rantai

pasok menurut segmen pasar. Nilai tambah belum terdistribusi secara

adil

Manajemen rantai pasok produk daging sapi dan kerbau secara terpadu dan berdayasaing : sistem usahaternak sapi dan kerbau intensif, komersial, terintegrasi dengan hulu dan hilir, jangka panjang, berkelanjutan.

Tantangan Aspek Produksi : Sistem usahaternak tradisional Skala usahaternak kecil Adopsi teknologi rendah Sistem seleksi bibit dan GAP Efisiensi dan Produktivitas

rendah Kuantitas, kualitas, dan

kontinuitas pasokan belum terjamin

Rendahnya konsolidasi kelembagaan peternak

Kurangnya informasi dan akses pasar

Pelaku usaha rantai pasok daging sapi dan kerbau yang mampu : 1. Meningkatkan kualitas

pelaku usaha 2. Memperkuat usaha secara

berkelompok 3. Memanfaatkan peluang

pasar 4. Meningkatkan skala dan

intensifikasi usaha 5. Meningkatkan

keterpaduan antar pelaku Produk daging sapi dan kerbau : 1. Produktivitas tinggi 2. Berkualitas 3. Nilai tambah Manajemen Rantai Pasok: 1. Efektif 2. Efisien 3. Berkelanjutan

Penyempurnaan pengembangan model kelembagaan rantai pasok yang berdayasaing: Berbasis permintaan pasar Berbasis pengaturan produksi Berbasis kelembagaan kemitraan

rantai pasok bersifat spesifik

Kelembagaan di tingkat peternak : Kelembagaan Kelompok

Ternak Assosiasi Peternak Kelembagaan Pendukung Kelembagaan Penyuluhan Kelembagaan sapronak

Manajemen rantai pasok komoditas sapi dan kerbau pada daerah-daerah sentra produksi yang bersifat ekstensif tradisional hingga semi intensif, parsial, jangka pendek, tidak berkelanjutan.

Infrastruktur Pasca Panen dan pemasaran: Pasar hewan sapi, pasar tradisional,

pasar modern Usaha penaganan pasca panen belum

optimal Rendahnya kualitas produk shg belum

mampu memenuhi dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen

Sarana transportasi belum mendukung Standarisasi dan managemen mutu

belum mendukung

Sumberdaya : Kondisi Agroekosistem Sumberdaya genetik Sarana dan prasarana

pendukung SDM Pelaku Usaha

Page 18: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

18

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Penelitian ini mencakup empat hal pokok yaitu mengkaji peran industri peternakan

terhadap ekonomi, analisis kelayakan usahaternak sapi dan kerbau, deskripsi rantai pasok

daging sapi dan daging kerbau, menganalisis manajemen rantai pasok daging sapi dan

daging kerbau, menganalisis rantai nilai daging sapi dan daging kerbau, mengidentifikasi

tantangan dan peluang pengembangan industri peternakan berbasis sapi dan kerbau, serta

merumuskan kebijakan pengembangan industri peternakan secara terpadu.

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden

3.3.1. Dasar Pertimbangan

Justifikasi untuk pertimbangan pemilihan lokasi berbeda untuk kedua jenis komoditas

yang diteliti karena perbedaan lokasi sentra produksi, pusat-pusat pengembangan, sifat

penyebaran dalam satu wilayah, serta tujuan pasarnya. Bisa terkonsentrasi dalam satu

wilayah maupun menyebar hampir merata di berbagai wilayah. Berikut adalah justifikasi

pemilihan lokasi penelitian untuk setiap komoditas yang diteliti.

Dasar Pertimbangan Pemilihan Lokasi Penelitian Sapi

Pertimbangan pertama dalam pemilihan lokasi adalah bahwa sapi mempunyai daya

adaptasi yang tinggi dalam berbagai bentuk agroekosistem sehingga populasi sapi menyebar

di seluruh provinsi dan wilayah dari provinsi sampai ke perdesaan. Namun dari data yang

tersedia terlihat bahwa sapi lebih banyak berkembang pada agroekosistem lahan kering

dataran tinggi. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa peternak pada

agroeksosistem lahan kering dataran tinggi tersebut memelihara sapi dengan sistem

tradisional, semi intensif dan intensif. Pertimbangan terakhir adalah unit lokasi penelitian

analisis untuk ternak sapi yang bersifat semi intensif adalah sebuah desa. Atas dasar itu

ditetapkan ketentuan pemilihan lokasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai:

1. Wilayah sentra populasi dan produksi serta eksistensi program berbagai program

pengembangan sapi.

2. Wilayah sentra produksi hijauan pakan ternak alam dan hasil samping hasil pertanian,

serta limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi.

3. Wilayah yang mempunyai fasilitas transportasi yang mudah ke wilayah konsumsi atau

wilayah yang mempunyai kelembagaan pasar yang relatif maju.

4. Terdapat kelembagaan kelompok ternak sapi potong dan atau kemitraan usaha sapi

dengan dengan pelaku usaha lain (pedagang/supplier, pengusaha ekspor-impor, dan

industri pengolah).

Page 19: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

19

Dasar Pertimbangan Pemilihan Lokasi Penelitian Kerbau

Pemilihan lokasi penelitian kerbau yang diusahakan secara tradisional dan semi

intensif mengikuti prosedur yang sama dengan sapi tetapi tidak sampai kepada unit lokasi

desa, mengingat pemeliharaan kerbau tidak terpusat dalam suatu wilayah sehingga lokasi

akan mengikuti sebaran responden. Demikian juga dengan pemilihan lokasi penelitian untuk

kerbau intensif jika ada akan sangat ditentukan oleh sebaran responden yang dapat bersifat

lintas desa, kecamatan, dan bahkan kabupaten.

Dasar Pertimbangan Pemilihan Responden

Pada dasarnya penelitian ini mencakup masalah pengembangan industri peternakan

berbasis sapi dan kerbau yang sebagian besar diusahakan oleh masyarakat di perdesaan,

karena itu jenis responden penelitian ini akan mencakup individu responden dan responden

institusi. Informasi tentang distribusi jumlah contoh menurut kategori responden untuk

kegiatan analisis manajemen rantai pasokan komoditas sapi dan kerbau disajikan pada

Tabel 1.

3.3.2. Lokasi dan Responden

Untuk Desa Sapi (Semi Intensif). Langkah pertama dalam setiap provinsi adalah

mengelompokkan kabupaten dalam dua zone yakni zone lahan kering dataran tinggi dan

lahan kering dataran rendah. Dari setiap zone dipilih sebuah kabupaten yang merupakan

daerah sentra produksi sapi. Dalam setiap kabupaten terpilih desa sentra produksi sapi.

Kemudian dari setiap desa akan dipilih 10 orang peternak yang memelihara sapi dengan

skala 2-10 ekor.

Untuk Usaha Sapi Intensif. Pemilihan lokasi mengikuti pola pemilihan untuk sapi

semi intensif. Namun demikian, kemungkinan lokasi tidak menentukan karena jumlah usaha

sapi intensif yang sedikit dan tersebar di seluruh provinsi atau sebagian tersebar dalam

jumlah banyak dalam satu kabupaten. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan sebaran

jumlah usaha sapi dan jumlah responden yang dibutuhkan. Jumlah responden minimal 5

usaha ternak sapi dalam satu provinsi yang dibedakan berdasarkan kategori skala usaha

dan jenis kelembagaan (mandiri dan kemitraan).

Untuk kerbau tradisional. Pemilihan lokasi cukup menentukan karena jumlah usaha

kerbau tradisional cukup memadai dan relatif terkonsentrasi pada provinsi dan kabupaten

tertentu. Pemilihan lokasi sedapat mungkin dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat

berdasarkan daerah sentra produksi, ketersediaan jumlah peternak kerbau tradisional secara

memadai, dan pelaku usaha lain dalam rantai pasok daging kerbau.

Page 20: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

20

Untuk kerbau semi intensif. Pemilihan lokasi cukup menentukan karena jumlah

usaha kerbau semi intensif cukup terbatas dan relatif terkonsentrasi pada provinsi dan

kabupaten tertentu. Pemilihan lokasi sedapat mungkin dilakukan dengan memenuhi syarat-

syarat berdasarkan daerah sentra produksi, ketersediaan jumlah peternak kerbau semi

intensif secara memadai, dan pelaku usaha lain dalam rantai pasok.

Tabel 1. Distribusi Jumlah Contoh Menurut Kategori Responden

Uraian Komoditas Sapi Kerbau Total

Jawa NTB Banten Kalsel Total

1. Peternak sapi 10 10 - - 20 2. Peternak kerbau - - 10 10 20 3. Kelompok pembibitan sapi 2 2 - - 4 4. Kelompok pembibit kerbau - - 2 2 4 5. Kelompok ternak/koperasi ternak

sapi 3 3 - -

6 6. Kelompok ternak/koperasi

kerbau kerbau - - 3 3 6

7. Organisasi/assosiasi peternak sapi/kerbau

2 2 2 2 8

8. Pedagang Pengumpul/Pedagang Besar di daerah sentra produksi

3 3 3 3 12

9. Pedagang Besar /Supplier di daerah sentra konsumsi

2 2 2 2 8

10. Retail Outlet (Supermarket/ hyper market, pengecer pasar)

2 2 2 2 8

11. Pengusaha pasca panen (RPH/TPH)

1 1 1 1 4

12. Industri Kuliner (Restaurant/ Rumah Makan)

2 2 2 2 8

13. BPS Pusat/Provinsi/Kabupaten 3 3 3 3 7 14. Ditjen Peternakan (Pembibitan,

Produksi, Pemasaran, Keswan), Ditjen P2HP, dan PD Pasar Jaya Rawamangun

- - - 3 3

15. Dinas Peternakan Provinsi/Kabupaten

2 2 2 2 8

16. Dinas Pasar 1 1 1 1 4 Total 33 33 33 37 136

Page 21: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

21

3.4. Data dan Metode Analisis

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Sumber data dapat dikelompokkan menjadi sumber data primer (primary data

sources) dan sumber data sekunder (secondary data sources). Data primer dikumpulkan

dengan menggunakan prosedur pengambilan contoh (sampling) dalam suatu survey

penelitian. Dalam penelitian ini selain dikumpulkan dengan metode survey yang berkaitan

dengan kelembagaan manajemen rantai pasok sapi dan kerbau.

Sumber data sekunder (secondary data sources) adalah data yang sudah

dipublikasikan dan dikumpulkan untuk “tujuan yang lain” daripada tujuan penelitian yang

sedang dilakukan. Secara terperinci data sekunder dan data primer yang dibutuhkan dapat

disimak pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Jenis Data Sekunder dan Sumber Data Sekunder No. Jenis data sekunder Sumber data sekunder 1. Data dan informasi tentang kebijakan

swasembada daging sapi dan kerbau Ditjen Bina Produksi Peternakan, Biro Perencanaan Deptan, Sekjen Deptan.

2. Pedum, Juklak dan Juknis tentang program pengembangan swasembada daging sapi dan kerbau

Ditjen Peternakan dan Keswan, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, Kabupaten, BPTP.

3. Data dan informasi tentang inventarisasi program swasembada daging sapi dan kerbau

Ditjen peternakan dan keswan, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, BPTP.

4. Data perusahaan peternakan (perusahaan pembibitan, perusahaan peternakan, pedagang, industri pengolah) komoditas sapi dan kerbau

Ditjen Peternakan, BPS, Dinas perindustrian perdagangan dan koperasi, Dinas Peternakan, dan BPTP

5. Data petani/kelompok tani peternakan sapi dan kerbau

Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, BPTP

6. Data kapasitas sumberdaya peternakan (sumberdaya genetik) sapi dan kerbau

Dinas Peternakan, BPS/Kantos Statistik

8. Perkembangan populasi dan produksi komoditas sapi dan kerbau

Ditjen Peternakan, BPS, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten

9. Kelembagaan pasar input, pasar output, serta kelembagaan penunjang (layanan informasi, teknologi, dan permodalan)

Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, BPP/KCD/PPL

10. Data informasi tentang pelaksanaan program/proyek pengembangan swasembada daging sapi dan kerbau

Ditjen Peternakan, Pultitbangnak, Balitnak Ciawi, Dinas Peternakan Provinsi, dan Dinas Peternakan Kabupaten

11. Perkembangan harga bulanan di tingkat produsen, perdagangan besar dan konsumen untuk komoditas sapi dan kerbau

BPS, Ditjen Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, Dinas Perdagangan

Page 22: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

22

12. Perkembangan perdagangan antar wilayah, ekspor dan impor komoditas sapi dan kerbau

BPS, Ditjen Peternakan, dan organisasi/assosiasi pelaku agribisnis peternakan sapi dan kerbau

13. Data dan informasi sebaran kelembagaan peternakan, kelembagaan pasar, dan jumlah pedagang hasil sapi dan kerbau

BPS, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, assosiasi pelaku agribisnis sapi dan kerbau

14. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan manajemen rantai pasok komoditas sapi dan kerbau

Puslitbangnak, Balitnak, Perguruan Tinggi, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten

15. Berbagai bahan atau studi yang berkaitan pengembangan manajemen rantai pasok sapi dan kerbau lokal di lokasi penelitian

Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten,

Tabel 3. Jenis Data Primer dan Sumber Data Primer No. Jenis data primer Sumber data primer 1. Karakteristik rumah tangga peternak Peternak sapi dan kerbau 2. Penguasaan sumberdaya lahan dan

ternak sapi dan kerbau Peternak, pamong desa, PPL/KCD/BPP, ketua kelompok peternak

3. Pola dan Siklus Usahaternak Peternak, kelompok ternak 4. Sistem usahaternak dan tingkat adopsi

teknologi usahaternak sapi dan kerbau Peternak, Kelompok peternak, BPP/KCD/PPL

5. Struktur input dan output usahaternak sapi dan kerbau

Peternak, kelompok ternak

6. Biaya dan keuntungan usahaternak sapi dan kerbau

Peternak dan kelompok ternak

7. Persepsi peternak tentang proses managemen dan manfaat manajemen rantai pasok Peternakan sapi dan kerbau

Peternak, Kelompok ternak

8. Persepsi pelaku usaha rantai pasok tentang proses managemen dan manfaat melakukan kelembagaan manajemen rantai pasok sapi dan kerbau

Perusahaan peternakan, pedagang, assosiasi peternakan, Pasar Hewan, Koperasi, TPA/RPA/RPU dan informan kunci lainnya

9. Karakteristik pasar modern dan tradisional, industri kuliner

Kelembagaan pasar modern (supermarket, perusahaan pengolah), pedagang pasar, dan industri kuliner

10. Pola-Pola kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas sapi dan kerbau

Ditjen Peternakan, Perusahaan Inti, Dinas Peternakan, BPP/KCD/PPL, Kelompok peternak

11. Pola interaksi dan aturan main (rules of the game) dalam kelembagaan manajemen rantai pasok sapi dan kerbau

Kelompok ternak sapi dan kerbau, Perusahaan mitra, Dinas Peternakan, BPP/KCD/PPL

12. Kinerja manajemen rantai pasok sapi dan kerbau

Kelompok ternak sapi dan kerbau, Perusahaan Mitra, Dinas Peternakan,

Page 23: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

23

Pedagang/Industri Pemasok kuliner, Industri Kuliner

13. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajemen rantai pasok sapi dan kerbau

Peternak, Kelompok Ternak, Dinas peternakan, BPP/KCD/PPL, Pelaku tataniaga, Supermarket, Perusahaan mitra/inti, Industri pemasok kuliner, Industri kuliner

14. Data dan informasi lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan

Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, dan instansi terkait lain

3.4.2. Metode Analisis

Pengumpulan data dilakukan melalui metode survey dan studi kasus. Metode survey

ditujukan untuk pengumpulan data di tingkat peternak. Studi kasus ditujukan untuk

pengumpulan data pada berbagai alternatif kelembagaan manajemen rantai pasok

komoditas sapi dan kerbau.

Data kuantitatif terkait dengan aspek supply chain management (SCM) akan

dianalisis dengan menggunakan alat analisis statistik dan ekonometrik, sedangkan data

kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan akan dianalisis secara deskriptif.

Alur kelembagaan rantai pasok, ditelusuri pada seluruh pelaku rantai pasok mulai dari

peternak sapi dan kerbau hingga berbagai tujuan pasar. Di samping itu dilihat juga rantai

pasok penyedia sarana produksi peternakan terutama benih/bibit, pakan, pembiayaan serta

sistem penunjang lainnya seperti kebijakan pemerintah daerah, penelitian dan

pengembangan, serta penyuluhan peternakan.

Penelitian ini merupakan kajian terhadap kelembagaan manajemen rantai pasok

sehingga analisis yang digunakan adalah analisis kelembagaan manajemen rantai pasok dan

analisis pemasaran pada setiap mata rantai pasok komoditas sapi dan kerbau. Analisis

kelembagaan manajemen rantai pasok ditujukan untuk melihat pola interaksi antar pelaku

dan kinerja manajemen rantai pasok, sedangkan analisis pemasaran untuk melihat

keterpaduan komoditas atau produk daging sapi dan kerbau. Pendekatan penelitian untuk

kelembagaan manajemen rantai pasok dilakukan melalui studi kasus dengan fokus kajian

untuk tujuan pasar modern dan tradisional. Aliran komoditas atau produk diikuti dengan

pendekatan snowbolling untuk setiap rantai pasok.

Page 24: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

24

Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok

Deskripsi Rantai Pasok Komoditas Sapi dan Kerbau dari Hulu hingga Hilir

Para perancang kegiatan kelembagaan kemitraan rantai pasok (supply chain

management) komoditas sapi dan kerbau harus memahami bahwa banyak pelaku yang

terlibat dan memiliki kepentingan yang berbeda dalam pengembangan agribisnis sapi dan

kerbau. Tahap awal yang perlu dilakukan dalam mengkaji kelembagaan manajemen rantai

pasok komoditas sapi dan kerbau yang efektif dan efisien adalah dengan menetapkan siapa

saja pelaku yang berkepentingan dan memiliki pengaruh dalam menentukan kebijakan

pengembangan kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas sapi dan kerbau.

Tahapan identifikasi pelaku ini dapat dilakukan dengan menggunakan konsep analisis

pelaku. Melalui metode ini penjaringan seluruh pelaku yang berpengaruh dan

berkepentingan memungkinkan untuk dapat dilakukan. Penjaringan dari sekian banyak

pelaku sehingga menghasilkan beberapa pihak yang benar-benar memiliki derajad

kepentingan dan pengaruh cukup tinggi sampai tinggi. Analisis ini dipergunakan untuk

mengkaji seberapa besar tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dari setiap pelaku

terhadap kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas sapi dan kerbau di lokasi

penelitian. Tahapan dalam analisis pelaku adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi

pelaku kunci dalam keseluruhan rantai pasok; (2) Menganalisis kepentingan (interest) dan

dampak potensial pada pelaku-pelaku usaha; (3) Menganalisis tingkat pengaruh (influence)

dan tingkat kepentingan (importance) pada masing-masing pelaku.

Analisis Manajemen Rantai Pasok Sapi dan Kerbau

Untuk mendorong penguatan kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas sapi

dan kerbau, maka terdapat beberapa pelaku ekonomi yang tercakup yaitu kelembagaan

pada sub sistem pengadaan sapronak, usaha produksi (kelompok ternak), kelembagaan

penaganan pasca panen dan industri pengolahan, dan kelembagaan distribusi dan

pemasaran.

Analisis managemen difokuskan pada lima komponen manajemen pada masing-

masing pelaku rantai pasok komoditas sapi dan kerbau, yaitu perencanaan (planning),

sumber barang (sourching), pengolahan (manufacturing), pengiriman (delivery), dan

penerimaan barang (receiving) pada masing-masing rantai pasok. Manajemen perencanaan

di arahkan untuk pengembangan sebuah strategi untuk mengatur seluruh sumberdaya yang

dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan kepada

konsumen.

Page 25: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

25

Manajemen perolehan komoditas sapi dan kerbau (sourcing) merupakan proses

memilih pemasok (supplier) yang mengirim komoditas sapi dan kerbau yang dibutuhkan

sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Analisis manajemen sourcing mencakup juga

masalah penentuan harga, pengiriman dan proses pembayaran dengan supplier dan

bagaimana menjaga dan meningkatkan hubungan baik.

Manajemen pengolahan (manufacturing) mencakup kegiatan produksi, tes produk,

pengemasan dan persiapan untuk pengiriman. Tolok ukur terpenting yang menjadi bagian

insentif supply chain adalah tingkat kualitas dan hasil produksi.

Pengiriman (delivery), sering kali disebut juga logistik merupakan sebuah proses

bisnis yang melibatkan pergerakan fisik dari komoditas sapi dan kerbau yang berada dalam

satu jalur supply chain. Dalam analisis supply chain management seringkali muncul seperti

bahan mentah telah berubah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dan

selanjutnya bergerak ke arah konsumen. Beberapa penyedia jasa logistik memberi

tambahan service seperti pergudangan, persiapan untuk promosi produk, dan pengepakan

kembali.

Analisis Rantai Nilai

Konsep Value Chain Analysis (VCA) adalah bagaimana mengkoordinasikan semua

pihak yang terlibat dalam suatu rantai nilai dan membagi informasi secara transparan di

dalam rantai untuk memperoleh efisiensi proses aliran produk dan keuntungan yang adil

bagi setiap pelakunya (Andri dan Stringer, 2010). Pemikiran rantai nilai belum lebih

memfokuskan kepada bagaimana menghasilkan lebih banyak keuntungan dengan

meningkatkan nilai tambah. Peningkatan biaya produksi, biaya prosesing atau biaya

pengepakan bukan merupakan permasalahan utama sepanjang konsumen dapat

memberikan nilai dengan kemauan untuk membayarnya. Penambahan nilai suatu produk

adalah semua aktivitas yang dilakukan tentang bagaimana menghasilkan keuntungan lebih

dari produk yang dihasilkan.

Rantai nilai dapat dianalisis dari sudut pandang pelaku yang terlibat di dalamnya.

Analisis rantai nilai dapat membantu merancang program untuk memberikan dukungan

terhadap suatu rantai nilai tertentu, untuk dapat mencapai hasil pembangunan yang

diharapkan (ACIAR, 2012). Beberapa contoh hasil pembangunan yang diharapkan

mencakup: (1) Dapat mengakses pasar modern; (2) Dapat mengakses pasar ekspor; (3)

Penciptaan lapangan kerja untuk petani kecil; (4) Pemberian manfaat bagi kelompok

masyarakat miskin; (5) Memprioritaskan penggunaan bahan baku lokal; (6) Pemusatan

manfaat pembangunan di daerah yang masih tertinggal.

Page 26: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

26

Analisis rantai nilai dapat diarahkan untuk membangun rantai nilai yang lebih

berpihak pada kaum miskin. Berbagai alat yang digunakan dalam analisis diarahkan pada

upaya menganalisis rantai nilai dari sudut pandang kaum miskin. Terdapat dua tujuan akhir

peningkatan rantai nilai untuk kaum miskin. Pertama, meningkatkan keseluruhan jumlah dan

nilai produk yang dijual kaum miskin di dalam rantai nilai. Hal ini akan mengakibatkan

diperolehnya pendapatan absolut yang lebih tinggi bagi kaum miskin serta bagi para pelaku

lainnya dalam rantai nilai. Kedua, mempertahankan bagian kaum miskin dalam sektor usaha

tertentu atau meningkatkan margin persatuan output sehingga kaum miskin tidak hanya

memperoleh pendapatan absolut namun sekaligus pendapatan relatif dapat ditingkatkan.

Kaplinsky dan Morris (2001) mengemukakan terdapat empat aspek analisis rantai

nilai di sektor pertanian yang dianggap penting. Pertama, di tingkat paling bawah, suatu

analisis rantai nilai secara sistematis memetakan para pelaku yang berpartisipasi dalam

produksi, distribusi, pemasaran, dan penjualan suatu produk tertentu. Pemetaan ditujukan

untuk mengkaji karakteristik berbagai pelaku, struktur usaha, aliran produk sepanjang

rantai, karakteristik tenaga kerja, serta tujuan dan volume penjualan domestik dan ekspor.

Kedua, analisis rantai nilai dapat memainkan peran penting dalam mengidentifikasi

distribusi manfaat bagi para pelaku dalam rantai nilai. Melalui analisis margin dan

keuntungan, di dalam rantai nilai, dapat dilihat siapa saja yang memperoleh manfaat dari

partisipasi dalam rantai nilai dan pelaku mana yang dapat memperoleh manfaat dari

dukungan atau pengorganisasian yang lebih baik. Hal ini khususnya penting dalam konteks

sektor peternakan tradisonal di perdesaan, mengingat bahwa kaum miskin rentan terhadap

proses globalisasi (Kaplinsky dan Morris 2001).

Ketiga, analisis rantai nilai dapat digunakan untuk mengkaji peran peningkatan

(upgrading) dalam rantai nilai. Peningkatan dapat mencakup peningkatan dalam hal kualitas

produk, desain produk, diversifikasi produk dalam lini produk yang dilayani, yang

memungkinkan produsen mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi. Analisis terhadap

proses peningkatan mencakup adanya kajian atas seberapa besar keuntungan yang dapat

diperoleh para pelaku di dalam rantai nilai dan informasi tentang keterbatasan yang ada.

Selain itu, struktur regulasi, hambatan untuk masuk, pembatasan perdagangan, dan

berbagai jenis standar yang harus dipenuhi juga dapat membentuk dan mempengaruhi

lingkungan tempat terjadinya peningkatan.

Terakhir, analisis rantai nilai menggaris bawahi peran tata kelola dalam rantai nilai,

yang dapat bersifat internal maupun eksternal. Tata kelola dalam suatu rantai nilai mengacu

pada struktur hubungan dan mekanisme koordinasi yang terjadi antara para pelaku dalam

rantai nilai. Tata kelola merupakan konsep yang luas yang pada dasarnya memastikan

Page 27: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

27

bahwa interaksi antara para peserta di dalam rantai nilai telah terorganisir dengan baik.

Umumnya, tata kelola dalam rantai nilai terjadi ketika beberapa pelaku dalam rantai nilai

bekerja dengan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pelaku lainnya dalam rantai nilai

tersebut, misalnya standar mutu atau ketepatan waktu pengiriman dan volume yang

ditetapkan oleh industri pengolahan. Aturan-aturan komersial yang mengatur hubungan

bisnis dalam rantai nilai global ataupun lokal dapat membatasi atau menghambat peran

kaum miskin, namun dapat pula menciptakan pembelajaran yang penting serta peluang

peningkatan kinerja usaha yang digelutinya. Dari sudut pandang kebijakan, tata kelola

eksternal merupakan hal penting, dengan mengidentifikasi pengaturan kelembagaan yang

mungkin diperlukan untuk meningkatkan kemampuan di dalam rantai nilai, misalnya

penelitian dan pengembangan, memperbaiki bekerjanya mekanisme pasar, menghapuskan

distorsi pasar, menghapuskan gangguan distribusi, dan meningkatkan nilai tambah. Dengan

pemahaman secara sistematis atas keterkaitan dalam rantai tersebut, kita dapat

menguraikan rekomendasi kebijakan dengan lebih baik.

Beberapa tahapan dalam pelaksanaan VCA adalah: (1) Mengindentifikasi

permasalahan dan peluang pengembangan komoditas atau produk dalam rantai pasok; (2)

Mengetahui keinginan pasar, menentukan tujuan yang ingin dicapai, sebagai contoh: (a)

membantu produsen/petani untuk masuk pasar modern, (b) memahami kondisi/kebijakan

distribusi, peran pelaku dalam rantai, peluang kerja, kompetisi pasar, (c) memahami peran

perusahaan agribisnis/agroindustri, serta (d) memahami bentuk partisipasi dari pelaku rantai

pasok terkait dengan ukuran, standar, kualitas; (3) Pemahaman preferensi pelaku pengguna

kunci/pengguna komoditas unggulan terpilih. Beberapa sumber informasi yang dapat

digunakan antara lain: (a) petani/kelompok tani, (b) perusahaan pengolahan/agroindustri,

(c) pedagang pengumpul, (d) pedagang besar/supplier, (e) pedagang besar pasar induk, (f)

pedagang pengecer pasar tradisional, (g) ritel pasar modern (super market/hypermarket).

Analisis Pemasaran Rantai Pasok Komoditas Sapi dan Kerbau

Analisis pemasaran akan dilakukan pada setiap rantai pasok (supply chain) dengan

menfokuskan pada structure, performance, and conduct dari sistem pemasaran. Analisis ini

mencakup analisis saluran atau rantai pemasaran, struktur dan perilaku pasar, serta analisis

keragaan dan margin pemasaran dengan fokus untuk tujuan pasar modern, pasar

tradisional, dan industri kuliner.

Page 28: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

28

Analisis Saluran Pemasaran

Kegiatan pemasaran komoditas atau produk daging sapi dan kerbau merupakan

jembatan antara petani produsen dengan berbagai tingkat pelaku tataniaga (pedagang

pengumpul, bandar/pedagang besar kecamatan, pedagang besar kabupaten, pedagang

besar propinsi, supplier dan pedagang pengecer-supermarket, dan industri kuliner) hingga

sampai ke konsumen akhir. Hubungan antara produsen dengan pelaku tataniaga hingga

konsumen bisa dipandang sebagai suatu aliran komoditas, sehingga dapat dilihat

permasalahan yang menyebabkan lemahnya keterkaitan antara pasar modern dan pasar

tradisional.

Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Struktur dan perilaku pasar akan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Beberapa indikator digunakan untuk menentukan struktur pasar komoditas sapi dan kerbau

yang terbentuk: (1) jumlah dan skala dari pelaku tataniaga atau perusahaan yang ada di

pasar, (2) bagaimana sistem jaringan kerja antar pelaku, (3) bagaimana tingkat konsentrasi

pasar, (4) tingkat defferensiasi produk, (5) tingkat integrasi antar pelaku baik secara vertikal

maupun secara horisontal; (6) ada tidaknya hambatan masuk dan keluar pasar; dan (7)

cakupan dan skala ekonomi.

Perilaku pasar (market conduct) mencakup perilaku persaingan dan perilaku

kerjasama antar pelaku dalam kelembagaan manajemen rantai pasok untuk tujuan pasar

modern, pasar tradisional, dan industri kuliner. Perilaku dalam persaingan dapat

direfleksikan dalam kebijakan penetapan harga, tingkat output yang dihasilkan dan

dipasarkan, pengembangan produk, promosi produk, dan volume penjualan. Perilaku dalam

kemitraan direfleksikan oleh pola interaksi dan koordinasi antar pelaku.

Keragaan Pasar dan Analisis marjin Pemasaran

Keragaan pasar (market performance) mencakup tingkat efisiensi teknis (processes)

dan efisiensi alokatif (inputs, resource use), margin pemasaran, kapasitas penggunaan atau

pemanfaatan, proses inovasi dan insentif (dalam mengurangi biaya, peningkatan produk,

dan kepuasan konsumen). Dahl dan Hamond (1977) menyatakan bahwa marjin pemasaran

menggambarkan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan harga-harga yang

diterima produsen. Termasuk dalam marjin pemaasaran adalah seluruh biaya pemasaran

yang dikeluarkan oleh pelaku tataniaga (marketing cost) dan keuntungan yang diterima

pelaku tataniaga (marketing profit) mulai dari pintu gerbang produsen ke konsumen akhir.

Secara matematis digunakan rumus sebagai berikut:

Page 29: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

29

M =

m

i

n

j

jCi1 1

Dimana : M = marjin pemasaran

Ci = biaya pemasaran I (I = 1,2,3, … , m)

M = jumlah jenis pembiayaan

j = keuntungan yang diperoleh lembaga niaga j (j = 1,2,3, …,;n

n = jumlah lembaga niaga yang ikut ambil bagian dalam proses pemasaran tersebut.

Marjin pemasaran dihitung dengan menggunakan persamaan di atas, di mana rata-

rata Ci dan j dikumpulkan melalui survey. Pangsa yang diterima peternak produsen dari

harga pedagang besar atau pengecer baik untuk tujuan pasar modern maupun pasar

tradisional dapat ditentukan.

Hasil analisis diatas dijadikan dasar untuk merumuskan beberapa alternatif kebijakan

pengembangan kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas sapi dan kerbau lokal

secara terpadu dan berdayasaing.

3.5. Analisis Risiko Dan Solusinya

Tabel 4. Daftar Risiko, Penyebab dan Dampak

No Risiko Penyebab Dampak 1 Rendahnya keterbukaan

informasi pedagang dan pengusaha/industri

Rasa kekhawatiran dari informasi yang diberikan tersebut berdampak kurang baik terhadap usahanya

Data kurang lengkap, akurat, dan rinci

2 Tugas-tugas kantor untuk kegiatan non penelitian bersifat dadakan dan sporadis

Tuntutan pekerjaan dari atas yang kurang terjadwal dengan baik

Mengganggu pelaksanaan kegiatan penelitian

3 Perubahan anggaran DIPA untuk kegiatan penelitian

Perubahan lingkungan yang mengharuskan dilaksanakan justifikasi perubahan anggaran

Ketepatan perencanaan dan pelaksanaan terganggu sehingga dapat memperlambat pelaksanaan

4 Perkembangan agribisnis sapi dan kerbau belum meluas

Pengembangan agribisnis sapi dan kerbau masih terbatas

Kesulitan mencari lokasi untuk bench marking studi manajemen rantai pasok

5 Serangan penyakit atau wabah pada sapi dan kerbau

Pengusahaan dilaksanakan secara tradisional dan menyebar

Banyak sapi dan kerbau di daerah sentra produksi mati secara masal sehingga pengumpulan data terganggu

Page 30: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

30

Tabel 5. Daftar Penanganan Risiko

No Risiko Penanganan 1 Rendahnya keterbukaan informasi

pedagang dan pengusaha/industri Melakukan teknik wawancara secara baik dan benar, melalui pendampingan petugas instansi terkait dan memberikan penjelasan urgensi penelitian ini bagi responden

2 Tugas-tugas kantor yang sporadis Mengatur pembagian tugas dan tanggungjawab diantara tim pelaksana penelitian

3 Perubahan anggaran DIPA untuk kegiatan penelitian

Membuat perencanaan penelitian dengan strategi Plan-A dan Plan-B, sehingga jika terjadi perubahan anggaran tinggal dilaksanakan salah satu dari plan tersebut

4 Pengembangan agribisnis sapi dan kerbau masih terbatas

Akan diusahakan pemilihan lokasi yang telah melaksanakan SCM produk daging sapi dan kerbau secara terpadu

5 Serangan penyakit hewan pada sapi dan kerbau

Pengambilan lokasi pada daerah sentra produksi yang tidak terserang wabah penyakit

 

3.6. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan tahun kalender dari Januari

sampai dengan Desember tahun 2015 dengan rincian jadual sebagai berikut:

Jenis Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Pembuatan proposal

Seminar proposal

Perbaikan proposal

Studi literatur

Penyusunan kuesioner

Pra survei dan pretest kuesioner

Survey utama

Pengolahan dan analisis data

Penulisan laporan kemajuan

Penulisan draft laporan akhir

Seminar hasil peneltitian

Perbaikan laporan akhir

Penggandaan laporan akhir

Page 31: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

31

DAFTAR PUSTAKA

ACIAR. 2012. Membuat Rantai Nilai Lebih Berpihak Pada Kaum Miskin. Australian Centre for International Agricultural Research. Diterjemahkan oleh Mia Hapsari Kusumawardani. Tabros, Indonesia.

Anwarhan, H., and H. Supriadi. 1994. Crop-animal interactions in rubber-based farming sistems in upland transmigration areas. In: Sustainable animal production and the environment. Proceedings of the 7 th AAAP Animal Science Congress, held in Bali, Indonesia, July 11-16, 1994.

Andri, K.B. dan R. Stringer. 2010. Panduan Pedoman Pelaksanaan Penerapan VCA (Analisa Rantai Nilai) untuk Staf Peneliti BPTP dan BBP2TP. Badan Litbang Pertanian, Kementrian Pertanian. Bogor.

Bappenas. 2006. Strategi Peningkatan Pertumbuhan Subsektor Peternakan Mendukung Peningkatan Pendapatan dan Diversifikasi (Draft). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

Chopra, S. dan P. Meindl. 2007. Supply Chain Management : Strategi Planning and Operation. Third Edition. Pearson Prentice Hall, Singapore.

Dahl, D. dan J. W. Hamond. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. Mc. Graw Hill Book Company. USA.

Daryanto, A. 2008. Peningkatan Nilai Tambah Perunggasan Melalui Supply Chain Management. Direktur Program Pasca Sarjana Manajemen dan Bisnis IPB. Institut Pertanian Bogor.

Daryanto, Arief. 2011. Nilai Tambah Peternakan Melalui Agroindustri. TROBOS. No. 137 Februari 2011 Tahun XII.

Djajanegara, Ismail dan Kartaatmadja. 2005. Teknologi dan Manajemen Usaha Berbasis Ekositem., Integrasi Tanaman-Ternak Di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.

Diwyanto., Sitompul., Manti., Mathius dan Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-sapi. Pros. Lokakarya Nasional. Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9 – 10 Sept. 2003. Departemen Pertanian dengan PT Agricinal, Bogor.

Diwyanto dan Haryanto. 2001. Importance of integration in sustainable farming sistem. In: Integration of Agricultural and Environmental Policies in an Environmental Age. Dalam Diwyanto, Prawiradiputra dan Darwinsyah Lubis. Integrasi Tanaman Ternak Dalam Pengembangan Agribisnis Yang Berdaya Saing Berkelanjutan dan Berkerakyatan WARTAZOA , 12 (1): 1-7.

FAO. 2009. Agiculture for Development : Toward a New Padigm and Guidlines for Success A sequel to the World Development Report 2008. Forum on How to Feed the World in 2050, FAO, Rome Oct. 2009.

Gereffi, G., J. Humphrey dan T. Sturgeon, 2005. The Governance of Global Value Chains. Review of Political Economy 13 :1 February 2005 : 78-104. Tylor and Francis Ltd.

Index Mundi. 2004-2012. Agricultural Statistics. United State Agency for international Development.

Ilham, Nyak. 2006. Analisis Sosial Ekonomi dan Strategi Pencapaian Swasembada Daging 2010. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 4 Nomor 2, Hal: 131-145.

Page 32: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

32

Indrajid, R. E. dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep Managemen Suplply Chain: Cara Baru Memandang Rantai Penyediaan Barang. Grasindo, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Janvier, Assey Mbang. 2012. A New Introduction to Supply Chains and Supply Chain Management: Definitions and Theories Perspective. International Business Research Vol. 5, No. 1; January 2012

Kaplinsky, R. 1999. “Globalization and Unequalization: What Can Be Learned from Value Chain Analysis.” Journal of Development Studies 37(2): 117-146.

Kaplinsky, R. and M. Morris. 2001. A Handbook for Value Chain Research. Brighton, United Kingdom, Institute of Development Studies, University of Sussex.

Kariyasa dan Pasandaran. 2005. Struktur Usaha dan Pendapatan Integrasi Tanaman-ternak Berbasis Agroekosistem. Integrasi Tanaman-Ternak Di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.

Marimin et al. 2013. Teknik dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy Dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press. Bogor

Marimin et al. 2011. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Di Jawa Barat. Agritech, Vol. 31, No. 1, Februari 2011

Pasandaran E., Djajanegara A., Kariyasa K., dan Kasryno F. 2005. Kerangka Konseptual Integrasi Tanaman-Ternak Di Indonesia. Integrasi Tanaman-Ternak Di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Parwati, I.M. Rai Yasa dan S. Guntoro. 2009. Tingkat Pendapatan Petani Ternak Dengan Pemberian Limbah Kulit Kopi Pada Ternak Sapi. Prosiding Loka Karya : SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. Pengembangan Jejaring Penelitian dan Pengkajian; Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Poerwanto, R. 2013. Membangun Sistem Baru Agribisnis Hortikultura Indonesia pada Era Pasar Global. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hortikultura Bogor, 10 Oktober 2013.

Prawiradiputra, B. R. 2009. Masih Adakah Peluang Pengembangan Integrasi Tanaman dengan Ternak di Indonesia. Wartazoa, 19 (3): 143-149.

Purba, F.H.K. 2013. Potensi Ampas Tebu dalam Peluang Usaha dan Pemanfaatan Komersial. http://heropurba.blogspot.com/2013/03/potensi-ampas-tebu-dalam-peluang-usaha.html. Diunduh 12 Februari 2014.

Rayhan, M., W. Suryapratama, dan T.R. Sutardi. 2013. Fermentasi Ampas Tebu (Bagasse)

Menggunakan Phanerochaete chrysosporium sebagai Upaya Meningkatkan Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik secara in vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan, 1 (2): 585-589

Romli, M., T. Basuki, J. Hartono, Sudjindro dan Nurindah. 2012. Sistem Pertanian Terpadu Tebu-Ternak Mendukung Swasembada Gula dan Daging. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.

Samuelson P.A. dan W.D. Nordhaus. 1993. Mikro-Ekonomi Edisi Ke Empat Belas. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Subiharta, B. Hartoyo dan H. Anwar. 2006. Teknologi sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak berbasis tanaman pangan di lahan kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.

Saptana dan Arief Daryanto. 2013. Dinamika Kemitraan Usaha Agribisnis Berdayasaing dan Berkelanjutan. Pusat Sosial Ekonomi dan kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Taha, A. F. 2003. The Poultry Sector in Middle-Income Countries and Its Feed Requirement: The Case of Egypt. Agriculture and Trade Report WRS-03-02. United State Department of Agriculture. Hal: 1-42.

Page 33: KAJIAN INDUSTRI PETER NAKAN MEND UKUNG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_04.pdf · 2010, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ... (broiler) ke depan dari

33

Tomeck, W.G. and Kenneth L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices. Cornell University Press. Ithaca and London. Third Edition.

Zurriyati. 2008. Peningkatan Pendapatan Petani Desa Masda Makmur, Rambah Samo-Riau Dari Pembuatan Kompos Asal Kotoran Sapi Pada Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Prosiding. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.