kajian identifikasikajian identifikasi peraturan pusat dan ... · universitas hkbp nomensen untuk...

24
Kajian Identifikasi Kajian Identifikasi Kajian Identifikasi Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Upload: trinhngoc

Post on 06-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kajian IdentifikasiKajian IdentifikasiKajian IdentifikasiKajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan DaerahPeraturan Pusat dan Peraturan DaerahPeraturan Pusat dan Peraturan DaerahPeraturan Pusat dan Peraturan Daerah

Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan MenengahUsaha Mikro, Kecil dan MenengahUsaha Mikro, Kecil dan MenengahUsaha Mikro, Kecil dan Menengah

Kajian IdentifikasiKajian IdentifikasiKajian IdentifikasiKajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan DaerahPeraturan Pusat dan Peraturan DaerahPeraturan Pusat dan Peraturan DaerahPeraturan Pusat dan Peraturan Daerah

Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan MenengahUsaha Mikro, Kecil dan MenengahUsaha Mikro, Kecil dan MenengahUsaha Mikro, Kecil dan Menengah

BIRO KREDIT

BANK INDONESIA

2007

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM i

KATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan

rahmat dan hidayahNya kepada kita, sehingga kajian “Identifikasi Peraturan Pusat dan

Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM” dapat diselesaikan dengan baik.

Kajian ini dilaksanakan di 5 wilayah propinsi dimana masing-masing propinsi diwakili

oleh 2 Kabupaten/Kota, yaitu :

1. Propinsi Banten : Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang

2. Propinsi Sumatera Utara : Kabupaten Simalungun dan Kota Medan

3. Propinsi Jawa Barat : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur.

4. Propinsi Jawa Timur : Kabupaten Malang dan Kota Surabaya

5. Propinsi Nusa Tenggara Barat : Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok

Timur

Penelitian ini bekerjasama dengan 5 (lima) lembaga peneliti di masing-masing wilayah

penelitian, yaitu PT. CESS (Center for Economic and Social Studies) untuk wilayah Banten,

Universitas HKBP Nomensen untuk wilayah penelitian Sumatera Utara, Universitas Islam

Bandung untuk wilayah penelitian Jawa Barat, Universitas Airlangga untuk wilayah penelitian

Jawa Timur dan Universitas Mataram untuk wilayah penelitian Nusa Tenggara Barat.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk melakukan identifikasi Peraturan-peraturan baik di

Pusat maupun di Daerah yang kurang mendukung pengembangan UMKM serta memberikan

rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mengkaji kembali

penerapan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang diidentifikasi

menimbulkan high cost economy bagi iklim pengembangan usaha UMKM apabila dibutuhkan.

Kajian ini merupakan bagian dari Program Kerja Inisiatif Bank Indonesia tahun 2007

“Peningkatan Peran Bank Indonesia Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui

Pengembangan UMKM dan Pemetaan Sektor Ekonomi, dan Pemberdayaan Sektor Riil”. Tim

Penyusun menyadari bahwa penelitian lapangan dan laporan “Identifikasi Peraturan Pusat dan

Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM” ini tidak akan terlaksana dengan baik

tanpa bantuan dan kerjasama dari semua pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini

perkenankanlah Tim Penyusun menyampaikan terima kasih kepada :

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM ii

1. Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Pemerintah Daerah (Pemda) dan lembaga lain yang

pernah melakukan penelitian sejenis (a.l. KPPOD, The Asia Foundation, International

Finance Corporation (IFC) dan Swisscontact) yang telah memberikan masukan, informasi

dan data yang diperlukan.

2. Lembaga Peneliti di 5 (lima) wilayah penelitian yang telah bekerjasama dalam pengumpulan

data primer di lapangan.

3. Para responden, yaitu pengusaha UMKM, Kadinda dan Asosiasi yang telah meluangkan

waktu untuk menjawab pertanyaan dan bertindak sebagai nara sumber.

4. Pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan

yang sangat berharga dalam kajian ini.

Akhirnya besar harapan kami, semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat dan dapat

dijadikan salah satu bahan rujukan dalam pengembangan UMKM di Indonesia.

Jakarta, Desember 2007

Detty H. Agustono

Kepala Biro Kredit - Bank Indonesia

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................................

DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................................

RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................................

1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1.2 Tujuan .................................................................................................................1.3 Kerangka Pemikiran dan Ruang Lingkup Kajian ...................................................

BAB 2 METODE PENELITIAN DAN ANALISIS .......................................................................

2.1 Metode Penelitian ................................................................................................2.2 Penentuan Sampel dan Responden ......................................................................2.3 Teknik Analisis .....................................................................................................2.4 Tahapan dan Metode Analisis Kondisi Terkini Perekonomian Daerah ...................2.5 Diseminasi Temuan Penting Studi ........................................................................2.6 Penulisan Laporan dan Rekomendasi ...................................................................

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................

3.1 Komposisi PDRB Sektoral .....................................................................................3.2 Kondisi Keuangan Daerah ...................................................................................

BAB 4 PEMETAAN PERATURAN DAERAH TERKAIT KEGIATAN USAHA ...........................

4.1 Jumlah dan Jenis Perda Terkait Kegiatan Usaha ...................................................4.2 Perda yang Menjadi ”Burning Issues” dan Menghambat Kegiatan Usaha ............

BAB 5 PROFIL RESPONDEN UMKM DAN USAHANYA .......................................................

5.1 Jabatan dan Jenis Kelamin Responden .................................................................5.2 Tingkat Pendidikan Responden ............................................................................5.3 Lama Usaha .........................................................................................................5.4 Tenaga Kerja .......................................................................................................5.5 Dinamika Usaha ...................................................................................................5.6 Keanggotaan Dalam Asosiasi/Koperasi .................................................................5.7 Perizinan Usaha ...................................................................................................5.8 Akses Ke Sumber Modal ......................................................................................5.9 Kondisi Lingkungan Usaha ...................................................................................

BAB 6 PERSEPSI UMKM TERHADAP LINGKUNGAN USAHA ..............................................

6.1 Tahap Pendirian Usaha ........................................................................................6.2 Tahap Operasional Usaha ....................................................................................

BAB 7 PERINGKAT DAYA SAING USAHA ............................................................................

7.1 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Daerah ......................................................7.2 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Sektor .......................................................

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ..............................................................

8.1 Kesimpulan ..........................................................................................................

8.2 Implikasi Kebijakan ........................................................................................

i

iii

iv

v

ix

1

1 2 3

5

5 7 8 8

10

10

11

11 15

22

22 26

35

35 36 37 38 40 41 42 45 46

49

49 64

93

93 105

113

113 119

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM iv

DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR TABELTABELTABELTABEL

Tabel 3.1 Komposisi PDRB Sektoral di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut, 2005 .....................................................................................................

11

Tabel 3.2 Komposisi PDRB Sektoral di Kabupaten Malang dan Kota Surabaya, 2005 ....................................................................................................

12

Tabel 3.3 Komposisi PDRB Sektoral di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur, 2005 ……………………...…….….......…………...........

13

Tabel 3.4 Komposisi PDRB Sektoral di Kabupaten Simalungun dan Kota Medan, 2005 ....………………………………………..........................................

14

Tabel 3.5 Komposisi PDRB Sektoral di Kabupaten Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang, 2005 .....................................................................

14

Tabel 3.6 APBD Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut (Juta Rupiah), 2005 ..... 16

Tabel 3.7 APBD Kabupaten Malang dan Kota Surabaya (Juta Rupiah), 2005 ......... 18

Tabel 3.8 APBD Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Tengah (Juta Rupiah), 2005 .......................................................................................

19

Tabel 3.9 APBD Kabupaten Simalungun dan Kota Medan (Juta Rupiah), 2005 ...... 20

Tabel 3.10 APBD Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang (Juta Rupiah), 2005 .....................................................................................................

21

Tabel 4.1 Jumlah Perda yang Dianalisis di Masing-Masing Lokasi Studi ................. 22

Tabel 4.2 Jumlah Perda Menurut Kelompok Perizinan, Pajak, Retribusi dan Lainnya di Masing-Masing Lokasi Studi ..................................................

23

Tabel 4.3 Daftar Perda yang bersifat umum (terkait sektor Pertanian, Perdagangan dan Industri) Menurut Lokasi Studi ..................................

25

Tabel 4.4 Perda yang Rujukan Peraturan Nasionalnya Tidak Up To Date di Lokasi Studi ....................................................................................................

32

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM v

DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR GAMBARGAMBARGAMBARGAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran dan Analisis Studi Indentifikasi Peraturan Pusat dan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM .............................

4

Gambar 5.1 Jenis Kelamin Responden Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha . 35

Gambar 5.2 Jabatan Responden Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha ......... 36

Gambar 5.3 Tingkat Pendidikan Responden ....................................................... 37

Gambar 5.4 Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha ................................................................................................

37

Gambar 5.5 Lamanya Berusaha Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha .......... 38

Gambar 5.6 Status Hubungan Tenaga Kerja UMKM Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha ................................................................................

39

Gambar 5.7 Status Pembayaran Tenaga Kerja UMKM Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha ..........................................................................

40

Gambar 5.8 Jumlah UMKM yang Merencanakan Efisiensi Untuk Pengembangan Usaha Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha ............................

40

Gambar 5.9 Jumlah UMKM yang Merencanakan untuk Menginvestasikan Kembali Keuntungannya Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi ..........

41

Gambar 5.10 Kenggotaan UMKM dalam Asosiasi .................................................... 41

Gambar 5.11 Keanggotaan Dalam Asosiasi atau Koperasi berdasarkan skala usaha dan sektor usaha .................................................................................

42

Gambar 5.12 Perizinan yang dimiliki UMKM ........................................................ 42

Gambar 5.13 Perizinan yang Dimiliki UMKM Menurut Skala Usaha dan Sektor Usaha 43

Gambar 5.14 Alasan UMKM Tidak Memiliki Perizinan Usaha .................................... 43

Gambar 5.15 Alasan UMKM Tidak Memiliki Perizinan Usaha Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha .....................................................................

44

Gambar 5.16 Manfaat Kepemilikan Izin Usaha ..................................................... 44

Gambar 5.17 Sumber Permodalan UMKM ........................................................... 45

Gambar 5.18 Akses Ke Sumber Permodalan Berdasarkan Skala Usaha Dan Sektor Usaha .................................................................................................

46

Gambar 5.19 Positioning Usaha UMKM Terhadap Kompetitornya Berdasarkan Penggunaan Teknologi ........................................................................

46

Gambar 5.20 Positioning Usaha UMKM Terhadap Kompetitornya Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha .....................................................................

47

Gambar 6.1 Pengetahuan Tentang Peraturan Pendirian Usaha Menurut Skala Usaha .................................................................................................

50

Gambar 6.2 Pengetahuan Tentang Peraturan Pendirian Usaha Menurut Sektor ...... 50

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM vi

Gambar 6.3 Sumber Informasi Peraturan Pendirian Usaha Menurut Skala Usaha ..... 51

Gambar 6.4 Sumber Informasi Peraturan Pendirian Usaha Menurut Sektor ............. 51

Gambar 6.5 Status Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Skala Usaha .................... 52

Gambar 6.6 Status Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Sektor ............................ 52

Gambar 6.7 Motivasi Memiliki Status Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Skala Usaha .................................................................................................

53

Gambar 6.8 Motivasi Memiliki Status Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Sektor . 53

Gambar 6.9 Cara Pengurusan Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Skala Usaha ... 54

Gambar 6.10 Cara Pengurusan Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Sektor ............ 54

Gambar 6.11 Penggunaan Jasa Perantara Menurut Skala Usaha ............................... 55

Gambar 6.12 Penggunaan Jasa Perantara Menurut Sektor ........................................ 55

Gambar 6.13 Alasan Mengunakan Jasa Perantara Menurut Skala Usaha ................... 55

Gambar 6.14 Alasan Mengunakan Jasa Perantara Menurut Sektor ........................... 55

Gambar 6.15 Alasan Tidak Memiliki Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Skala Usaha .................................................................................................

56

Gambar 6.16 Alasan Tidak Memiliki Badan Hukum/Badan Usaha Menurut Sektor .... 56

Gambar 6.17 Persyaratan Ijin Paling Memberatkan ................................................... 57

Gambar 6.18 Alasan Persyaratan Ijin Paling Memberatkan ........................................ 58

Gambar 6.19 Penilaian Terhadap Birokrasi dan Pelayanan Perijinan ........................... 59

Gambar 6.20 Pernah Memperoleh Informasi Tentang OSS/PPTSP Menurut Skala ...... 60

Gambar 6.21 Pernah Memperoleh Informasi Tentang OSS/PPTSP Menurut Sektor .... 60

Gambar 6.22 Sumber Informasi Tentang OSS/PPTSP Menurut Skala .......................... 60

Gambar 6.23 Sumber Informasi Tentang OSS/PPTSP Menurut Sektor ........................ 60

Gambar 6.24 Sumber Informasi Terbaik Tentang OSS/PPTSP Menurut Skala ............. 61

Gambar 6.25 Sumber Informasi Terbaik Tentang OSS/PPTSP Menurut Sektor ............ 61

Gambar 6.26 Informasi Kebijakan Daerah Menurut Skala ......................................... 62

Gambar 6.27 Informasi Kebijakan Daerah Menurut Sektor ....................................... 62

Gambar 6.28 Keberadaan Program Bantuan Sertifikasi Tanah ................................... 63

Gambar 6.29 Penilaian Terhadap Program Bantuan Sertifikasi Tanah ........................ 63

Gambar 6.30 Sumber Informasi Tentang Pajak ......................................................... 65

Gambar 6.31 Pernah Tidaknya Pengusaha UMKM Membayar Pajak Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi ........................................................

65

Gambar 6.32 Penjelasan Tentang Pajak dan Kejelasan Informasi ............................... 66

Gambar 6.33 Cara Pembayaran Pajak oleh UMKM ................................................... 67

Gambar 6.34 Penilaian terhadap Aspek Pelayanan Pajak ........................................... 67

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM vii

Gambar 6.35 Penggunaan Jasa Perantara menurut Skala Usaha dan Sektor Ekonomi .............................................................................................

68

Gambar 6.36 Alasan Penggunaan Jasa Perantara Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha .......................................................................................

68

Gambar 6.37 Pendapat Mengenai Layanan Jasa Perantara Menurut Skala Usaha dan Sektor Usaha .......................................................................................

69

Gambar 6.38 Merasakan Manfaat Atas Pembayaran Pajak Yang Dilakukan Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha .........................................

69

Gambar 6.39 Pendapat UMKM Tentang Jumlah Jenis Pajak Yang Dibayar Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi .....................................

70

Gambar 6.40 Jenis Pajak Yang Dibayarkan ............................................................... 70

Gambar 6.41 Persepsi responden terhadap tarif pajak terkait usaha ......................... 71

Gambar 6.42 Persepsi Responden Tentang Pajak Bersifat Progressif .......................... 71

Gambar 6.43 Pendapat UMKM Tentang Pajak Berisifat Progressif Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi .................................................................

72

Gambar 6.44 Pendapat responden tentang usulan cara pembayaran pajak ............... 72

Gambar 6.45 Pengetahuan Tentang Retribusi …………………………………………. 73

Gambar 6.46 Sumber Informasi Tentang Retribusi …………………………………….. 74

Gambar 6.47 Kepatuhan UMKM Membayar Retribusi Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi ...................................................................................

74

Gambar 6.48 Keberadaan Lembaga Lain dalam Memungut Retribusi Selain Dinas Teknis PEMDA .....................................................................................

75

Gambar 6.49 Persepsi UMKM Terhadap Pengenaan Retribusi ……………..........…… 76

Gambar 6.50 Tingkat Pengetahuan tentang Peraturan Terkait Ketenagakerjaan ....... 77

Gambar 6.51 Pengetahuan tentang Jenis Peraturan Terkait Ketenagakerjaan ........... 78

Gambar 6.52 Kepatuhan dan Penilaian UMKM terhadap Peraturan Ketenagakerjaan 79

Gambar 6.53 Kebutuhan Terhadap Pinjaman dan Pengajuan Kredit Menurut Skala .. 80

Gambar 6.54 Kebutuhan Terhadap Pinjaman dan Pengajuan Kredit Menurut Sektor 80

Gambar 6.55 Pengalaman Mengajukan Kredit Menurut Skala .................................. 81

Gambar 6.56 Pengalaman Mengajukan Kredit Menurut Sektor ................................ 81

Gambar 6.57 Persyaratan dan Penilaian Terhadap Persyaratan Kredit Menurut Skala 81

Gambar 6.58 Persyaratan dan Penilaian Terhadap Persyarata Kredit Menurut Sektor 81

Gambar 6.59 Pendapat Tentang Jumlah Dokumen Persyaratan Menurut Skala ......... 82

Gambar 6.60 Pendapat Tentang Jumlah Dokumen Persyaratan Menurut Sektor ....... 82

Gambar 6.61 Kebijakan Bank Terhadap Pengajuan Kredit Menurut Skala ................. 83

Gambar 6.62 Kebijakan Bank Terhadap Pengajuan Kredit Menurut Sektor ...............

83

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM viii

Gambar 6.63 Jangka Waktu Menerima Jawaban Atas Permohonan Kredit Menurut Skala ...................................................................................................

83

Gambar 6.64 Jangka Waktu Menerima Jawaban Atas Permohonan Kredit Menurut Sektor .................................................................................................

83

Gambar 6.65 Bentuk Kemudahan yang Diberikan Perbankan Menurut Skala ............ 84

Gambar 6.66 Bentuk Kemudahan yang Diberikan Perbankan Menurut Sektor .......... 84

Gambar 6.67 Pernah Mengalami Masalah Terkait Kredit Menurut Skala ................... 84

Gambar 6.68 Pernah Mengalami Masalah Terkait Kredit Menurut Sektor ................. 84

Gambar 6.69 Tempat Menyampaikan Keluhan Jika Ada Masalah Kredit yang Diajukan Menurut Skala ......................................................................

85

Gambar 6.70 Tempat Menyampaikan Keluhan Jika Ada Masalah Kredit yang Diajukan Menurut Sektor ....................................................................

85

Gambar 6.71 Alternatif Sumber Tambahan Modal Menurut Skala ............................ 86

Gambar 6.72 Alternatif Sumber Tambahan Modal Menurut Sektor .......................... 86

Gambar 6.73 Penilaian UMKM Terhadap Layanan Infrastruktur Listrik ...................... 87

Gambar 6.74 Penilaian UMKM Terhadap Layanan Infrastruktur Air Bersih ................. 89

Gambar 6.75 Penilaian UMKM Terhadap Layanan Infrastruktur Telepon ................... 90

Gambar 6.76 Penilaian UMKM Terhadap Layanan Infrastruktur Jalan ........................ 91

Gambar 7.1 Diagram Radar Daya Saing Pengembangan UMKM di Lima Propinsi .... 94

Gambar 7.2 Diagram Radar Daya Saing Lingkungan Peraturan di Lima Propinsi ...... 96

Gambar 7.3 Diagram Radar Daya Saing Dinamika Usaha UMKM di Lima Propinsi ... 98

Gambar 7.4 Diagram Radar Daya Saing Formalisasi Usaha bagi UMKM di Lima Propinsi ...............................................................................................

100

Gambar 7.5 Diagram Radar Daya Saing Aksesibilitas Kredit bagi UMKM di Lima Propinsi ...............................................................................................

102

Gambar 7.6 Diagram Radar Daya Saing Lingkungan Usaha bagi UMKM di Lima Propinsi ...............................................................................................

104

Gambar 7.7 Diagram Radar Daya Saing Sektoral bagi Pengembangan UMKM ........ 106

Gambar 7.8 Diagram Radar Daya Saing Dinamika Usaha UMKM Antar Sektor ........ 107

Gambar 7.9 Diagram Radar Daya Saing Formalisasi Usaha UMKM Antar Sektor ...... 108

Gambar 7.10 Diagram Radar Daya Saing Akses Terhadap Kredit UMKM Antar Sektor .................................................................................................

109

Gambar 7.11 Diagram Radar Daya Saing Lingkungan Usaha UMKM Antar Sektor .... 111

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM ix

RINGKASAN EKSEKUTIFRINGKASAN EKSEKUTIFRINGKASAN EKSEKUTIFRINGKASAN EKSEKUTIF

Peranan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sangat vital dalam perekonomian.

Hal ini dapat terlihat dari jumlah unit usahanya yang besar, penyerapan tenaga kerja, dan

kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Keberhasilan pengembangan UMKM

ditentukan oleh banyak faktor antara lain adalah regulasi tentang UMKM itu sendiri. Pasca

berlakunya otonomi daerah, Pemerintah Daerah memegang peranan besar dalam penciptaan

kondusifitas iklim usaha yang salah satu indikatornya adalah peraturan daerah yang terkait

dengan kegiatan usaha.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bank Indonesia tahun 2005, salah satu kendala

dalam rangka pengembangan UMKM adalah aspek legalitas dimana UMKM sulit memperoleh

perijinan dalam memulai usaha. Menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, pada tahun 2007

Bank Indonesia telah melakukan identifikasi terhadap peraturan pusat dan peraturan daerah

dalam rangka pengembangan UMKM. Penelitian dilakukan di 5 (lima) provinsi dan masing-

masing propinsi diwakili oleh 2 (dua) Kabupaten/Kota yaitu :

1. Provinsi Banten (Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang);

2. Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur);

3. Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Malang dan Kota Surabaya);

4. Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan dan Kabupaten Simalungun);

5. Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur).

Untuk melengkapi identifikasi terhadap peraturan pusat dan daerah tersebut,

dilakukan pula survei terhadap pelaku UMKM yang masing-masing diwakili oleh 180 UMKM

dan 20 Asosiasi usaha per provinsi yang diwakili oleh sektor pertanian, industri dan

perdagangan. Survei tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan 5 lembaga

peneliti di masing-masing wilayah penelitian. Adapun metode penelitian yang dilakukan

adalah melalui pengumpulan data primer yaitu melakukan wawancara dengan pelaku usaha

dan asosiasi serta focus group discussion dengan Pemda, pelaku usaha, asosiasi, akademisi dan

LSM. Disamping itu pengumpulan data sekunder dilakukan pula melalui dokumentasi perda,

data PDRB dan APBD.

Melalui kajian ini diharapkan dapat diindentifikasi peraturan-peraturan baik di pusat

maupun di daerah yang kurang mendukung pengembangan UMKM dan mengukur daya

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM x

saing daerah sehingga pada akhirnya dapat diberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat

dan pemerintah daerah untuk mengidentifikasi peraturan-peraturan yang berindikasi

menimbulkan mengurangi high cost economy bagi iklim pengembangan usaha UMKM.

Dari hasil kajian diperoleh gambaran berbagai aspek sebagai berikut :

1. Kondisi Keuangan Daerah

Berdasarkan kajian tentang kondisi keuangan daerah, terdapat 6 kabupaten dimana

sektor pertanian menjadi lokomotif perekonomian daerah, yaitu Kabupaten Cianjur,

Garut, Malang, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Kabupaten Simalungun, sedangkan

2 kota yaitu Surabaya dan Medan perekonomiannya didominasi oleh sektor perdagangan,

hotel dan restaurant. Sementara 2 kabupaten lainnya yaitu Tangerang dan Serang

perekonomiannya ditopang oleh sektor industri pengolahan.

Dari aspek penerimaan daerah, seluruh kabupaten/kota yang menjadi fokus dalam studi

memperlihatkan bahwa sumber penerimaan daerah yang terbesar adalah dari dana

perimbangan, yang berkisar antara 51% - 80%. Sedangkan pengeluaran daerah untuk

seluruh kabupaten/kota yang menjadi fokus studi sebagian besar (35% - 65%)

dialokasikan untuk belanja pegawai, dengan demikian rata-rata belanja modal hanya

berkisar 5% - 16%, kecuali untuk Kabupaten Tangerang yang mencapai 30%.

2. Pemetaan Peraturan Daerah Terkait Kegiatan Usaha

a. Jumlah dan Jenis Perda terkait kegiatan usaha

Berdasarkan hasil pemetaan Perda yang terkait kegiatan usaha, dari total 234 Perda

yang dianalisis di 10 (sepuluh) lokasi studi, sebanyak 66% merupakan Perda terkait

dengan retribusi. Hal ini mengindikasikan bahwa Perda yang berlaku dan terkait

kegiatan usaha bersifat memungut uang dari dunia usaha sehingga banyak

membebani dunia usaha. Disamping itu masih banyak Perda retribusi yang dikaitkan

dengan pengurusan ijin tertentu bagi pengusaha seperti retribusi IMB, ijin gangguan,

ijin usaha pariwisata, dll. Hal ini memberatkan kondisi iklim usaha karena sebagian

besar tarif retribusi yang diterapkan tidak semata-mata sebagai balas jasa atas

pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, tetapi cenderung berorientasi untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xi

b. Perda yang menjadi burning issues dan dianggap kurang mendukung kegiatan

usaha

Perda yang menjadi burning issues dan dianggap kurang mendukung kegiatan usaha

di lokasi studi adalah Perda yang terkait dengan perizinan. Hambatan yang muncul

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu tidak jelasnya prosedur, jumlah persyaratan yang

terlalu banyak dan kadang sulit dipenuhi, waktu pengurusan izin lama, tarif yang

dianggap terlalu mahal, serta adanya beban biaya tambahan (illegal) yang dikeluarkan

ketika mengurus izin.

Sementara Perda yang mengatur pajak dan retribusi, secara umum dianggap

memberatkan pelaku usaha. Kondisi tersebut tidak terlepas dari peraturan pusat,

khususnya PP No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 tahun 2001

tentang Retribusi Daerah yang menjadi rujukan Perda. Dua Peraturan Pemerintah

tersebut tidak mengatur semua jenis pajak dan retribusi yang akan dipungut, juga

tidak ditetapkan mengenai waktu, tarif, jumlah syarat, frekuensi serta daftar ulang.

Kesemuanya hal tersebut diserahkan kepada kebijaksanaan Pemda dengan

memperhatikan kondisi daerah. Dengan adanya keleluasaan tersebut Pemda dalam

menetapkan ketentuan dimaksud menjadi cenderung berorientasi pada upaya

peningkatan PAD kurang memperhatikan kepentingan dunia usaha sehingga dianggap

memberatkan bagi dunia usaha.

c. Perda yang terkait kegiatan usaha yang perlu ditinjau kembali

Dari 234 Perda yang dapat dikumpulkan, terdapat 30 Perda yang rujukan peraturan

nasionalnya tidak sesuai dengan peraturan pusat sebagai rujukannya, dalam artian

bahwa peraturan nasional sudah berubah namun rujukan di Perda belum disesuaikan.

Dengan demikian, ketentuan-ketentuan yang ada dalam Perda berpotensi akan

menyalahi atau tidak sesuai dengan peraturan nasional yang seharusnya menjadi

rujukan Perda.

d. Perda yang kurang mendukung kegiatan usaha, kasus spesifik di lokasi studi

1) Kabupaten Lombok Timur. Perda yang dianggap paling kurang mendukung dan

kurang mendukung kegiatan usaha adalah Perda Nomor 13 tahun 2004 tentang

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah. Perda tersebut tidak hanya

memuat peraturan yang berkaitan dengan usaha, tetapi juga memuat retribusi

untuk non usaha. Disamping itu Perda ini juga memuat ketentuan pembayaran

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xii

pajak atas: (i) jasa giro, (ii) jasa atas pembayaran pekerjaan, (iii) denda atas

keterlambatan pekerjaan, (iv) setoran kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga,

(v) kontribusi badan usaha yang melakukan kegiatan badan usaha di daerah, (vi)

kontribusi produksi tembakau virginia, (vii) perizinan/rekomendasi, dan (viii) jasa

pelayanan administrasi dan legalisasi/pengesahan. Dengan demikian Perda ini

dibuat cenderung hanya sebagai alat untuk menggali PAD sebesar-besarnya tetapi

tidak memperhatikan dampaknya terhadap iklim usaha dan investasi di Kabupaten

Lombok Timur.

2) Kabupaten Lombok Tengah. Perda yang dianggap kurang mendukung dan

memberatkan kegiatan usaha adalah Perda No. 31 tahun 1995 tentang

Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Pemerintah Kabupaten Lombok

Tengah. Peraturan daerah ini dianggap kurang mendukung karena peraturan

nasional yang menjadi rujukan dari peraturan daerah tersebut yaitu Undang-

Undang No. 8 tahun 1981 tentang pajak dan retribusi daerah sudah tidak berlaku

lagi. Selain itu sumbangan pihak ketiga merupakan sumber pendapatan di luar

pendapatan yang dibolehkan dalam Undang-undang No. 18 tahun 1997 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah dirubah dalam UU No 34 tahun

2000. Perda tersebut menyebabkan ekonomi biaya tinggi terutama bagi Usaha

mikro dan kecil.

3) Kabupaten Simalungun. Ada dua Perda yang dinilai kurang mendukung di

Kabupaten ini, yaitu :

a) Perda Nomor 32 tahun 2001 tentang Retribusi Izin Usaha Perdagangan. Dalam

Perda tersebut dibedakan tiga SIUP yaitu : (1) SIUP Kecil yaitu kegiatan yang

memiliki kekayaan antara 0 sampai 200 juta rupiah tidak termasuk bangunan

dan tanah tempat berusaha dengan retribusi sebesar Rp.150.000, (2) SIUP

Menengah dengan kekayaan antara 200 juta rupiah hingga 500 juta rupiah

tidak termasuk bangunan dan tanah tempat berusaha dengan retribusi sebesar

Rp.500.000, dan (3) SIUP Besar dengan kekayaan di atas 500 juta rupiah tidak

termasuk bangunan dan tanah tempat berusaha dengan retribusi sebesar

Rp.1.500.000. Berdasarkan ketentuan tersebut, usaha yang harus memiliki SIUP

Kecil adalah usaha mikro dan usaha kecil sedangkan usaha menengah harus

memiliki SIUP menengah atau SIUP Besar. Jumlah retribusi tersebut sangat

memberatkan pelaku UMKM. Walaupun frekuensinya pembayarannya hanya

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xiii

sekali, namun dalam Perda itu juga disebutkan bila ada perluasan

usaha/kegiatan usaha dimungkinkan penggantian SIUP.

b) Perda No. 27 tahun 2001 tentang Retribusi Izin Pengambilan atau Pemanfaatan

Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Menurut PP No. 66 tahun 2001 bahwa hari pengurusannya, jumlah dokumen,

dan frekuensi pembayarannya diserahkan penentuannya kepada daerah.

Tarifnya menurut PP No. 66 tahun 2001 tersebut adalah 20% untuk tarif air

bawah tanah dan 10% untuk air permukaan. Dalam Perda No. 27 tahun 2001

ditetapkan sebagai berikut: (1) tarif eksplorasi sebesar Rp.400.000, (2) tarif

pengeboran pertama sebesar Rp.400.000 dan untuk pengeboran kedua

sebesar Rp.600.000. Kemudian tarif pengambilan air bawah tanah per mata air

untuk tiap pengeboran adalah Rp.150.000 dan perpanjangan izin sebesar

Rp.100.000. Selanjutnya tarif pengambilan air permukaan setiap izin adalah

Rp.150.000 dan perpanjangannya sebesar Rp.150.000. Untuk mengurus

perizinannya harus melampirkan dokumen seperti SIPPAT, izin perusahaan

pengeboran air bawah tanah, serta surat izin juru bor. Frekuensi daftar

ulang/waktu pembayarannya adalah sebagai berikut: (1) eksplorasi selama 6

bulan, pengeboran bawah tanah 3 bulan, dan pengambilan air bawah

tanah/mata air dan permukaan tanah 5 tahun. Ketentuan-ketentuan tersebut

dianggap oleh pelaku usaha di Kabupaten Simalungun sangat memberatkan

dan kurang mendukung pengembangan dunia usaha.

e. Analisis Deviasi antara Perda & Peraturan Nasional yang Menjadi Rujukannya

Analisis Deviasi adalah analisis terhadap substansi Perda yang dibandingkan dengan

peraturan nasional yang dijadikan rujukan utama Perda. Secara umum Perda terkait

kegiatan usaha tidak menyalahi peraturan nasional yang menjadi rujukan utamanya.

Disamping itu karena dalam peraturan pusat tidak secara eksplisit ditetapkan mengenai

waktu, tarif, jumlah syarat, frekuensi serta daftar ulang, maka analisis deviasi tidak

dapat dibandingkan. Masalah yang banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya

kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan jenis

tarif. Dimana Pemda kurang memperhatikan kondisi dan kemampuan pelaku usaha di

daerahnya.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xiv

3. Beberapa profil dari sampel UMKM dalam studi ini adalah sebagai berikut :

a. Jenis kelamin yang mengelola usaha UMKM didominasi oleh laki-laki (76%)

b. Status UMKM dominan sebagai pemilik sekaligus pengelola (48%), dengan rata-rata

tingkat pendidikan adalah SMU (36%).

c. Sebagian besar (71%) pengusaha UMKM telah melaksanakan usahanya lebih 5 tahun,

mempekerjakan sebagian besar (40%) tenaga kerja tetap dari luar keluarga dan

dengan status tenaga kerja dibayar (87%).

d. Sekitar 65% pengusaha UMKM merencanakan efisiensi untuk pengembangan usaha

dan sekitar 19% - 21% pengusaha merencanakan untuk menginvestasikan kembali

keuntungannya, dengan proporsi sekitar 34% - 40%.

e. Sebagian besar (74%) pengusaha UMKM tidak menjadi anggota asosiasi atau koperasi.

f. Dari 7 jenis izin usaha yang harus dimiliki, minimal satu izin dimiliki oleh sebagian besar

(72%) usaha formal UMKM. Terdapat tiga alasan utama yang menyebabkan UMKM

tidak memiliki atau mengurus perizinan usaha yaitu merasa tidak perlu, persyaratan

rumit, dan biaya mahal.

g. Sumber utama permodalan bagi sebagian besar (91%) UMKM berasal dari modal

sendiri, sedangkan 2 sumber permodalan utama lainnya berasal dari kredit bank

umum (27%) dan pinjaman dari teman/saudara (14%). Berbeda dengan usaha mikro

dan usaha kecil, usaha menengah lebih banyak menggunakan kredit dari bank umum

dan LKBB.

h. Ditinjau dari tekonologi yang digunakan sebagian besar (68%) UMKM menyatakan

bahwa mereka tidak berbeda dengan kompetitornya.

4. Beberapa persepsi UMKM dalam tahap pendirian usaha sebagai berikut

a. Semakin besar skala usaha, maka pengetahuan tentang pendirian usaha semakin baik.

Sebanyak 75% Usaha Menengah mengetahui peraturan tentang pendirian usaha.

Sedangkan sumber informasi tentang peraturan pendirian usaha tersebut sebagian

besar (39,46%) diperoleh dari relasi usaha. Sedikitnya UMKM yang memperoleh

informasi tersebut diakibatkan oleh : (1) keterbatasan kemampuan UMKM mengakses

informasi (2) terbatasnya prasarana publik yang mampu memberikan informasi secara

mudah, cepat, dan murah.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xv

b. Semakin besar skala usaha maka kepemilikan badan hukum/badan usaha juga semakin

besar. Sebagai ilustrasi, terdapat sekitar 50% Usaha Mikro yang tidak memiliki badan

usaha/hukum, Usaha Kecil sekitar 20%, dan Usaha Menengah 4%. Tiga alasan utama

UMKM tidak memiliki badan hukum/usaha adalah tidak butuh badan hukum/usaha,

prosedur rumit dan tidak tahu cara mengurus badan usaha/hukum.

c. Sebagian besar (73%) UMKM yang memiliki badan hukum/badan usaha, berstatus

usaha dagang dan perorangan. Dalam pengurusan status hukum badan usaha

tersebut, dapat dilakukan dengan cara pengurusan sendiri atau melalui jasa perantara,

dengan proporsi yang hampir sama. Dua jasa perantara yang paling banyak digunakan

pengusaha adalah jasa perorangan dan PNS di luar tugas utamanya. Sedangkan alasan

menggunakan jasa perantara adalah untuk menghemat waktu dan jasa perantara lebih

menguasai prosedur.

d. Tiga persyaratan yang dinilai paling memberatkan dalam pengurusan ijin usaha adalah

pengurusan akte pendirian usaha (34%), perolehan surat rekomendasi/pengantar

camat/lurah (34%) dan ijin tetangga (31%). Biaya yang paling mahal dan

memberatkan adalah dalam pengurusan dokumen gambar lokasi. Prosedur yang rumit

dirasakan dalam pengurusan akte pendirian usaha dan NPWP. Waktu yang lama

adalah dalam pengurusan ijin tetangga, rekomendasi/pengantar camat/lurah, bukti

pemilikan tanah, bukti SPPT PBB, dan AMDAL/UPL-UKL. Sedangkan informasi yang

tidak jelas dirasakan dalam memperoleh rekomendasi asosiasi.

e. Persepsi UMKM mengenai birokrasi dalam pelayanan perijinan, dinilai cukup bagus

sebagaimana yang digambarkan dalam empat indikator yaitu: (1) keramah-tamahan

petugas pelayanan perizinan (92%), (2) kejelasan prosedur pelayanan (86%), (3)

kemampuan petugas dalam memberikan penjelasan (91%), (4) kelengkapan peralatan

dan kenyamanan kantor perizinan (86%). Sementara itu, empat indiktor lainnya yang

dinilai masih buruk oleh sebagian besar UMKM adalah: (1) adanya pungutan tidak

resmi (70%), (2) tidak adanya sarana penampungan keluhan (53%), (3) tidak adanya

tindak lanjut atas pertanyaan/keluhan (72%), dan (4) duplikasi persyaratan dan

prosedur (50%).

f. Sebagian besar UMKM menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam

merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Kondisi ini relevan dengan

pendapat sebagian besar UMKM bahwa mereka tidak pernah mendengar pengusaha

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xvi

lain/asosiasi dilibatkan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan.

Hal ini mengindikasikan bahwa perumusan kebijakan daerah dan implementasi

peraturan perijinan belum akomodatif dan transparan. Terdapat persepsi yang kuat

bahwa Pemerintah Daerah tidak berpihak kepada UMKM dalam pengurusan ijin usaha

dan cenderung memberikan kemudahan kepada usaha besar daripada kepada UMKM.

g. Salah satu program Pemerintah Daerah untuk membantu akses UMKM kepada bank

umum adalah Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Dalam kenyataannya cukup banyak

UMKM yang tidak tahu tentang adanya Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Dari 29%

UMKM yang mengetahui tentang Program Bantuan Sertifikasi Tanah, hanya 26% yang

memanfaatkan.

5. Persepsi UMKM terhadap lingkungan usaha dalam tahap operasional usaha,

adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar (67%) UMKM telah mengetahui informasi tentang pajak dimana

58%diantaranya memperoleh informasi tersebut langsung dari petugas pajak dan

media masa. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak juga ditunjukkan oleh sebagian

besar (82%) UMKM. Walaupun pengusaha UMKM membayar pajak, namun dalam

kenyataannya pengetahuan mereka mengenai jenis, tarif dan cara perhitungan pajak

masih sangat rendah. Pengetahuan yang rendah terkait dengan pajak diakibatkan

sedikitnya sosialisasi yang dilakukan. Sebagian besar (64%) UMKM belum atau tidak

pernah mendapatkan sosialisasi dan penjelasan tentang pajak. Sedangkan dari 36%

yang pernah mendapatkan sosialisasi/penjelasan, hanya 60% yang menyatakan

sosialisasi tersebut jelas.

b. Sebagian besar (51%) UMKM mendatangi kantor pajak untuk melakukan pembayaran

pajak. Faktor keramah tamahan, kelengkapan dan kenyamanan kantor, skill petugas

dan kejelasan prosedur merupakan faktor-faktor yang dianggap baik oleh UMKM

sehingga mendorong UMKM melakukan pembayaran pajak dengan mendatangi

sendiri kantor pajak. Tetapi, terdapat 4 aspek pelayanan yang mendapat penilaian

buruk yaitu adanya pungutan yang tidak resmi, tidak adanya tindak lanjut keluhan,

adanya prosedur dan persyaratan yang agak rumit, dan tidak adanya sarana

penampungan keluhan. Meskipun tidak sebanyak yang melakukan pembayaran

langsung ke kantor pajak, terdapat 33% UMKM yang menggunakan jasa perantara

dalam pembayaran pajak. Disamping karena lebih mudah, penggunaan jasa perantara

juga disebabkan faktor kecepatan.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xvii

c. Semakin besar skala usaha maka pengetahuan tentang manfaat pembayaran pajak

juga semakin baik. Secara umum Pengusaha Mikro dan Kecil tidak mengetahui

manfaat atas pembayaran pajak yang mereka lakukan. Kondisi ini berbeda pada Usaha

Menengah dimana sebagaian besar telah mengetahui manfaat dari pajak yang

dibayarkan.

d. Meskipun sebagian besar (80%) UMKM berpendapat bahwa tarif pajak yang

dikenakan pada masing-masing jenis pajak termasuk dalam kategori wajar, tetapi

sebagian besar (36%) UMKM tidak tahu apakah pajak yang dibayarkan dikenakan

secara progresif atau tidak.

e. Sebagian besar UMKM mengetahui tentang keberadaan dan jenis-jenis retribusi.

Sedangkan sebagian besar UMKM tidak mengetahui tentang tarif dan tata cara

retribusi. Sumber informasi utama tentang retribusi diperoleh dari petugas pemerintah

dan media. Sedangkan dasar pengenaan tarif retribusi tidak diketahui dengan jelas

oleh UMKM. Sehingga dalam prakteknya, pengusaha membayar retribusi lebih

disebabkan karena kewajiban. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa alasan untuk

harus membayar retribusi, besaran tarif yang sesuai aturan yang harus dibayar, dan

ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur oleh peraturan daerah tidak diketahui dengan

jelas oleh sebagian besar pengusaha UMKM.

f. Meskipun UMKM tidak mengetahui dengan jelas dasar pengenaan retribusi dan hanya

membayar karena kewajiban, sebagian besar (60%) UMKM memiliki kepatuhan yang

cukup tinggi dalam membayarnya. Disamping membayar retribusi kepada petugas

instansi yang berwenang memungut retribusi, terdapat sekitar 20% - 24% UMKM

yang pernah didatangi oleh pihak-pihak selain dinas teknis pemerintah daerah untuk

mengumpulkan pungutan liar.

g. Untuk beberapa aspek yang berkaitan dengan pengenaan retribusi seperti: kepatutan

obyek, kepatutan jenis, keterjangkauan, manfaat retribusi, dan kualitas pelayanan,

sebagian besar (55%) UMKM memiliki persepsi yang baik. Meskipun demikian, untuk

aspek pilihan penyediaan layanan sebagian besar (77%) UMKM menyatakan tidak

baik/layak.

h. Semakin besar skala usaha maka pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan

lebih baik. Tingkat pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan lebih tinggi pada

Usaha Menengah dan Kecil dibanding pada Usaha Mikro. Meskipun demikian, hanya

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xviii

22% UMKM yang mengetahui peraturan dan ketentuan ketenagakerjaan yang terkait

dengan usahanya. Peraturan yang paling banyak diketahui oleh UMKM adalah

peraturan terkait dengan upah seperti upah minimun regional/propinsi, diikuti

peraturan tentang jaminan kesejahteraan bagi pekerja seperti peraturan tentang

jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), dan dianggap memberatkan oleh UMKM.

i. Dari UMKM yang sudah memenuhi ketentuan ketenagakerjaan menilai ketentuan

tersebut memberikan manfaat bagi UMKM.

j. Sekitar 66% - 71% UMKM membutuhkan pinjaman secara proporsional dengan

skala usahanya. Sekitar 90% Usaha Menengah pernah mengajukan pinjaman.

Sedangkan pengajuan kredit Usaha Mikro dan Usaha Kecil relatif lebih rendah dari

Usaha Menengah. Hal ini disebabkan oleh dokumen persyaratan kredit yang sulit

dipenuhi/memberatkan.

k. Beberapa kebijakan kredit perbankan dianggap oleh UMKM cenderung kurang

kondusif, bank dianggap kurang memberi kelonggaran atas pemenuhan dokumen

persyaratan kredit. Perbankan/lembaga keuangan juga dianggap tidak banyak

memberikan insentif bagi UMKM dalam proses kredit yang diterima. Namun demikian

bank dianggap cukup informatif dalam memberikan informasi atas pengajuan kredit

yang dilakukan oleh UMKM. Adapun insentif yang banyak diterima UMKM terutama

dalam bentuk bantuan penyusunan proposal dan adanya unit khusus pelayanan

UMKM. Sebaliknya informasi yang berasal dari pemerintah seperti keberadaan

program penjaminan kredit masih sangat kurang diketahui oleh UMKM.

l. Masalah utama yang dikeluhkan oleh UMKM terutama Usaha Mikro dan Kecil

berkaitan dengan pelayanan infrastruktur adalah kurangnya transparasi tarif contohnya

tarif pelayanan air bersih dan telepon. Masalah lainnya adalah terkait dengan kualitas

jalan yang belum dirasakan secara merata oleh UMKM.

6. Daya Saing Daerah Yang Diteliti

Peringkat daya saing daerah dinilai berdasarkan enam parameter utama yaitu (i)

lingkungan peraturan, (ii) dinamika bisnis, (iii) formalisasi usaha, (iv) akses ke permodalan,

(v) lingkungan usaha, dan (vi) infrastruktur. Perhitungan menggunakan rumus

penghitungan peringkat daya saing yang dikembangkan oleh VNCI (USAID). Masing-

masing provinsi hanya diwakili oleh dua Kabupaten/Kota sehingga tidak menggambarkan

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xix

kondisi provinsi secara keseluruhan. Propinsi Jawa Timur memiliki daya saing yang

paling baik dalam pengembangan UMKM dengan indeks daya saing 6.86 (skala 1 sampai

10). Jawa Timur memiliki keunggulan dalam lingkungan peraturan, kondisi infrastruktur

dan formalisasi usaha yang menunjang untuk pengembangan UMKM. Peraturan daerah

yang ada di kabupaten di Jawa Timur relatif tidak banyak menghambat pendirian maupun

pengembangan usaha bagi UMKM. Proses formalisasi UMKM (mengurus perijinan dan

badan usaha) juga relatif mudah dilakukan sehingga tingkat pemilikan ijin dan status

badan usaha juga lebih tinggi oleh UMKM di Jawa Timur dibandingkan dengan daerah

lain. Sebaliknya, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang paling kurang

kondusif untuk pengembangan UMKM karena daya saing yang paling rendah diantara

lima propinsi sampel (indeks daya saing 3.91). Indeks daya saing yang rendah di Sumatera

Utara terutama disebabkan oleh kondisi lingkungan usaha, akses ke permodalan,

infrastruktur yang buruk, lingkungan peraturan dan formalisasi usaha yang kurang baik.

UMKM di Provinsi Jawa Barat relatif memiliki kemudahan dalam mengurus formalisasi

usaha (perijinan dan badan hukum usaha) dan didukung oleh kondisi infrastruktur yang

memadai. Sementara untuk Provinsi Banten, meskipun tidak ada parameter yang

menunjukkan kondisi menonjol, juga tidak ada parameter yang sangat buruk kondisinya.

Hanya kondisi infrastruktur yang relatif kurang mendukung bagi pengembangan UMKM.

Provinsi NTB menunjukkan keunggulan dalam lingkungan usaha dan akses ke

permodalan, namun relatif lemah dalam lingkungan peraturan. UMKM di NTB tidak

banyak mengalami pungutan dan relatif mudah untuk mengakses sumber permodalan dari

lembaga keuangan. Namun peraturan daerah yang ada di kabupaten di NTB potensial

untuk kurang mendukung pengembangan UMKM.

Dari hasil penelitian dan studi persepsi yang dilakukan, direkomendasikan hal-hal

sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan evaluasi terhadap Perda yang tidak sesuai dengan peraturan

pusat yang menjadi rujukannya.

2. Penyediaan informasi yang terkini dan senantiasa diperbaharui tentang

peraturan-peraturan dan persyaratannya berkaitan dengan formalisasi usaha,

pajak dan retribusi. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa informasi terhadap

peraturan-peraturan yang disebutkan diatas tidak menjadi masalah sejalan dengan

semakin membesarnya skala usaha. Fakta lainnya adalah informasi tentang peraturan-

peraturan tersebut diperoleh oleh skala usaha yang lebih kecil utamanya dari petugas atau

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xx

kantor dinas pemerintah yang ada di daerah. Untuk itu, perlu diperbanyak kegiatan

sosialisasi, ditingkatkan penggunaan media (utamanya dalam bentuk barang cetakan dan

media elektronik), penyediaan informasi peraturan dan persyaratannya dalam bentuk CD,

dan mengupload informasi peraturan dan persyaratannya di website milik PEMDA.

3. Pembentukan Kantor Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP).

Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa persoalan waktu, transparansi biaya, dan

masih merebaknya pungutan liar merupakan persoalanpersoalan yang dominan

dikeluhkan UMKM, khususnya dalam formalisasi usaha. Disisi lain, aksesibilitas terhadap

kredit mensyaratkan sejumlah izin usaha yang harus dimiliki oleh UMKM sebagai

persyaratan administrasi. Sehingga akan semakin mempercepat usaha mikro dan kecil

yang saat ini masih berstatus informal menjadi usaha formal.

4. Pembentukan Kantor Penyampaian Keluhan dan Penyediaan Solusi Masalah.

Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa sebagian besar UMKM tidak memiliki ide

jika menghadapi permasalahan usaha, khususnya yang bersumber dari perilaku birokrasi.

Meskipun praktek terbaik pembentukan kantor penyampaian keluhan masih terbatas di

daerah perkotaan, tetapi diduga kuat bahwa keberhasilan kantor tersebut di daerah

perkotaan dapat direplikasikan di daerah pedesaan (kabupaten).

5. Melembagakan Penilaian Dampak Peraturan Nasional. Studi ini menunjukkan bahwa

secara umum Perda terkait kegiatan usaha tidak menyalahi peraturan nasional yang

menjadi rujukan utamanya. Masalah yang banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya

kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan

beberapa jenis tarif, dimana Pemda dalam menggunakan kewenangannya dalam

menentukan tarif tidak memperhatikan kondisi dan kemampuan pelaku usaha di

daerahnya sehingga dipandang memberatkan dunia usaha. Untuk itu perlu disusun status

legal formal dalam bentuk Peraturan Pusat tentang penilaian dampak peraturan yang

menjadi basis bagi daerah untuk melaksanakan kegiatan penilaian dampak terhadap

peraturan-peraturan terkait kegiatan usaha dan potensial memiliki dampak negatif, baik

yang sudah ada saat ini atau yang direncanakan akan disusun.

6. Melembagakan Penilaian Dampak Peraturan Daerah. Permasalahan peraturan di

daerah banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya kewenangan yang diberikan

pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan beberapa jenis tarif, dimana Pemda

dalam menggunakan kewenangannya dalam menentukan tarif tidak memperhatikan

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xxi

kondisi dan kemampuan pelaku usaha di daerahnya sehingga dipandang memberatkan

dunia usaha. Untuk itu perlu disusun status legal formal dalam bentuk Peraturan Daerah

tentang penilaian dampak peraturan daerah atau peraturan Bupati/Walikota yang

potensial memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha, baik yang sudah ada saat

ini atau yang direncanakan akan disusun.

7. Penguatan Asosiasi Usaha atau Sejenisnya di Daerah. Rekomendasi ini didasarkan

kepada fakta bahwa Asosiasi Usaha atau sejenisnya belum berperan sebagai salah satu

sumber utama informasi kepada UMKM dan media bagi UMKM dalam menyampaikan

persoalan yang dihadapi. Fakta lain juga menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM

menganggap bahwa Asosiasi Usaha tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan

atau evaluasi kebijakan yang berpeluang memberikan dampak negatif terhadap UMKM.

Dengan tidak optimalnya peran asosiasi usaha, dapat dipahami jika sebagian besar UMKM

tidak menjadi anggota asosiasi usaha atau sejenisnya. Penguatan asosiasi dapat dilakukan

dengan beberapa metode, antara lain: pelatihan, studi banding, dan pelibatan secara aktif

asosiasi usaha atau sejenisnya dalam kegiatan mapping dan review peraturan serta

pelaksanaan survey iklim usaha di daerah.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM xxii

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN