isolasi dan identifikasi capsaicin

34
MAKALAH FITOKIMA ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CAPSAICIN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fitokimia Disusun oleh: SABRINA AUFAR SALMA 24030110110016 IRMA YUNITASARI 24030110120021 REZA RADIYATUL JANNAH 24030110130063 LUFTHY NURA SABILA 24030110141011 OKKY TRIANA 24030110141012 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Upload: fequilibrium

Post on 03-Jan-2016

689 views

Category:

Documents


59 download

DESCRIPTION

tugas fitokimia makalah capcaisin

TRANSCRIPT

Page 1: isolasi dan identifikasi Capsaicin

MAKALAH FITOKIMA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CAPSAICIN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fitokimia

Disusun oleh:

SABRINA AUFAR SALMA 24030110110016

IRMA YUNITASARI 24030110120021

REZA RADIYATUL JANNAH 24030110130063

LUFTHY NURA SABILA 24030110141011

OKKY TRIANA 24030110141012

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2013

Page 2: isolasi dan identifikasi Capsaicin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

sangat besar, yang berpotensi dalam mengembangkan obat herbal yang berbasis pada

tumbuhan, berupa obat tradisional yang telah digunakan secara turun temurun oleh

masyarakat. Penelitian-penelitian yang dilakukan selanjutnya menunjukkan bahwa

tumbuhan merupakan sumber yang sangat kaya senyawasenyawa kimia berkhasiat.

Senyawa-senyawa yang potensial ini merupakan senyawa golongan metabolit

sekunder, seperti alkaloid, terpenoid, steroid dan flavonoid (Ahmad, 2004). Senyawa

metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu makhluk hidup

bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi untuk mempertahankan

eksistensinya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Dalam proses interaksi dengan

lingkungan hidupnya, seringkali kadar metabolit sekunder yang disintesis berubah-

ubah. Secara khusus, senyawa metabolit sekunder mempunyai fungsi umum yaitu

sebagai alat pengikat (attactant) bagi serangga atau hewan lainnya untuk membantu

penyerbukan, sebagai alat penolak (repellant) terhadap gangguan hama atau hewan

pemangsanya, dan sebagai alat pelindung (protectant) terhadap kondisi lingkungan

fisik yang ekstrim (Sumaryono, 1996).

Salah satu turunan dari fenilpropanoid yang akan dikupas pada penelitian ini

adalah senyawa fenilpropanoid capsaicin dari tanaman Capsicum annuum yang

merupakan tanaman cabai merah. Dalam penelitian ini, penulis akan melihat prospek

dari capsaicin dari tananaman Capsicum annuum dalam fungsinya sebagai

antikanker.

Capsicum annuum merupakan tanaman penghasil alkaloid dari jenis

capsaicinoid (Kogure, 1999; Blum, 2002; Kirschbaum, 2002) yang diproduksi

Page 3: isolasi dan identifikasi Capsaicin

sebagai senyawa metabolit sekunder dari cabai (Hin, 2008), juga jenis sayuran

komersial yang sejak lama telah dibudidayakan di Indonesia karena produk ini

memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Capsaicinoid meliputi capsaicin, dihydrocapsaicin, norcapsaicin,

nordihydrocapsaicin, homodihydrocapsaicin, homocapsaicin, nonivamide

(Krajewska, 1987). Capsaicin (8-metil–N–vanilil–6-nonenamida) merupakan

komponen aktif cabai yang menghasilkan panas dalam cabai. Capsaicin bersifat iritan

terhadap mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan rasa terbakar dan panas pada

jaringan manapun yang tersentuh. Capsaicin mempunyai nilai ekonomis yang tinggi

pada bidang farmasi. Semakin tinggi kadar capsaicin maka semakin baik kualitasnya

sebagai sediaan farmasi. Selain itu cabai juga mengandung minyak atsiri, yaitu

capsicol. Capsicol juga dapat menggantikan fungsi minyak kayu putih, kandungan

bioflavonoids yang terdapat dalam cabai dapat menyembuhkan penyakit polio serta

menyembuhkan peradangan akibat udara dingin. Dalam bidang farmasi selain untuk

meredakan rasa sakit atau nyeri, capsaicin juga dikenal memiliki aktivitas antikanker

(Surh, 2002). Berdasarkan penelitian oleh The American Association for Cancer

Research, capsaicin diduga dapat membunuh sel kanker prostat dengan menyebabkan

terjadinya apoptosis (Mori, 2006). Dalam makalah ini, diharapkan setelah mengetahui

cara isolasi, identifikasi dan screening dapat diketahui juga aplikasi capsaicin di

kehidupan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana keberadaan senyawa fenilpropanoid capsaicin dalam tanaman

Capsicum annuum ?

2. Bagaimana proses biosintesis dan isolasi senyawa capsiacin dari tanaman

Capsicum annuum?

Page 4: isolasi dan identifikasi Capsaicin

3. Bagaimana cara menganalisis capsainin dari tanaman Capsicum annuum ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari makalah ini, diharapkan didapatkan beberapa hasil dengan tujuan antara lain :

1. Mengetahui keberadaan senyawa capsaicin dalam Capsicum annuum

2. Mengetahui proses biosintesis dan isolasi capsaicin dari tanaman Capsicum

annuum

3. Menganalisis capsainin dari tanaman Capsicum annuum

Page 5: isolasi dan identifikasi Capsaicin

BAB II

ISI

2.1 Senyawa Fenilpropanoid

Senyawa fenilpropanoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol

utama yang berasal dari jalur shikimat.Senyawa fenol ini mempunyai kerangka dasar

karbon yang terdiri dari cincin benzene (C6) yang terikat pada ujung rantai karbon

propane (C3).

Gambar 1. Struktur dasar fenilpropanoid

2.2 Klasifikasi Senyawa Fenilpropanoid

Beberapa jenis senyawa yang termasuk fenilpropanoid ialah :

1. Turunan Sinamat

Gambar 2. Senyawa feilpropanoid turunan asam sinamat

a. Umbeliferon b. Skopoletin

Page 6: isolasi dan identifikasi Capsaicin

2. Turunan Kumarin

3. Turunan Alifenol

4. Turunan Profenil Fenol

Anetol

Struktur beberapa jenis senyawa fenilpropanoid tersebut diatas menunjukkan

kerangka dasar fenilpropanoid yang nyata dan kerangka karbon ini mempunyai

oksidasi maksimal trihidroksida. Kemungkinan lain dari pola oksidasi adalah 3,4-

dihidroksi atau tidak teroksidasi sam sekali.

Page 7: isolasi dan identifikasi Capsaicin

2.3 Biosintesis Fenilpropanoid

Perintis senyawa fenilpropanoid awal adalah asam sinamat dan asam p-

hidroksinamat, yang juga dikenal dengan nama asam p-kumarat. Dalam tumbuhan,

senyawa ini dibuat dari asam aromatis amino fenilalanin dan tirosin, secara

bergantian, dan tersintesis melalui jalur asam sikimat.Dalam bioseintesisnya, dua

metabolit glukosa, erithrosa 4-phosphate dan fosfoenolpiruvat, bereaksi menghasilkan

gula t-karbon keto terfosforilasi, DAHP.Senyawa ini bergabung pada asam-asam 3-

dehidroquinat, yang kemudian berubah menjadi asam sikimat.Asam sikimat melalui

serangkaian reaksi terfosforilasi, menghasilkan asam korismat yang merupakan titik

percabangan yang penting dalam biosintesis.Satu cabang menghasilkan asam

anthranilat dan kemudian menjadi triptofan. Sedangkan cabang yang lain

menimbulkan asam prefenat, senyawa non aromatis terakhir dalam rangkaian

tersebut. Asam prevenat dapat diaromatisasi dengan dua cara. Pertama diproses

dengan dehidrasi dan dekarboksilasi simultan sehingga menghasilkan asam

fenilpiruvat, yang bisa menghasilkan fenilalanin.Yang kedua muncul dengan

dehidrogenasi dan dekarboksilasi menghasilkan asam p-hidroskifenilpiruvat, asal

mula tirosin.

Asam sinamat, asal mula fenilpropanoid, dibentuk dengan deaminasi

enzimatis langsung fenilalanin, dan asam p-kumarat dapat dibiosintesis dalam cara

yang serupa dari tirosin atau hidroksilasi asam sinamat pada posisi para, asam p-

kumarat, juga dikenal sebagai asam p-hidroksisinamant, adalah pusat perantara dalam

biosintesis beberapa fenilpropanoid, termasuk senyawa yang lebih sederhana seperti

asam hidroksisinamat dan alcohol, dan fenilfpopena, contohnya anethol dan eugenol

sebagaimana senyawa kimiawi komplek seperti flavonoid, lignan, neolignan,

danlignin. Flavonoid dihasilkan dari p-kumaril KoA dan tiga molekul malonil

CoA.Lignana dan neolignan dibentuk melalui dimerisasi oksidasi unit koniferil

alcohol.Kedua unit ini digabung melalui berbagai macam hubungan kovalen yang

mungkin dari atom karbon dan oksigen yang ada di dalam rantai samping C3.Reaksi

Page 8: isolasi dan identifikasi Capsaicin

pengganti memuat substitusi cincin aromatis dan produksi senyawa polisiklik. Lignin

adalah polimer dari rangkaian oksidasi fenolik dari jenis unit hidroksinamol alcohol

yang berbeda,yang paling penting menjadi alcohol p-kumarol, alcohol koniferil, dan

alcohol sinapil yang muncul pada biosintesis dari asam hidroksisinamat melalui

esterKoA dan aldehid.

Gambar 3. Biosinteis Fenilpropanoid

2.4 Cabai Merah (Capsicum annuum L)

Capsicum annuum L. Tumbuhan berupa terna atau setengah perdu, dengan

tinggi 45-100 cm, biasanya berumur hanya semusim. Bunga tunggal dan muncul di

bagian ujung ranting, posisinya menggantung; mahkota bunga berwarna putih,

berbentuk seperti bintang. Kelopak seperti lonceng. Buah tunggal pada setiap ruas,

bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna dan tingkat kepedasan; bentuk buah seperti

Page 9: isolasi dan identifikasi Capsaicin

garis, menyerupai kerucut, seperti tabung memanjang, seperti lonceng atau

berbentuk bulat; warna buah setelah masak bervariasi dari merah, jingga, kuning atau

keunguan; posisi buah menggantung. Biji berwarna kuning pucat, C. annuum var.

glabriusculum diduga merupakan nenek moyang liar dari tanaman budidaya C.

annuum var. annuum dan di antara keduanya dapat terjadi persilangan secara bebas

dan cepat. Varietas glabriusculum ini mempunyai ciri-ciri buah dengan rasa sangat

pedas, garis tengah kurang dari 13 mm, posisi buah tegak dan mudah luruh yang

berlawanan dengan ciri-ciri budidayanya.

Walaupun varietas ini juga digunakan sebagai rempah-rempah dan sambal

serta kadang-kadang juga dijual di pasar, tetapi tidak dibudidayakan (Heiser, 1969a).

Varietas tersebut masuk ke Amerika Tengah dan Meksiko dari Amerika Selatan,

dibawa oleh burung yang menyukai buahnya dan menyebarkan biji atau sebagai

gulma yang terbawa oleh manusia dalam melakukan perjalanan ke beberapa tempat.

Kemudian manusia menanam jenis tersebut dan melakukan seleksi dengan

menghilangkan perawakan yang mudah luruh, memunculkan beberapa tipe yang

menggantung serta keanekaragaman bentuk buah, warna dan tingkat kepedasan yang

tinggi. Meksiko Tengah merupakan pusat keanekaragaman bentuk-bentuk budidaya

terbesar, karena banyak ditemukan kultivar-kultivar yang berbeda, sehingga tempat

tersebut dianggap sebagai pusat keanekaragaman kedua di Guatemala (Heiser,

1969a). C. annuum tersebar secara spontan dan luas dari United States bagian selatan,

terus Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara (Purseglove et al.,

1979). Di Indonesia jenis ini tersebar di seluruh kepulauan, hal ini karena hampir

sebagian besar penduduk telah memanfaatkannya secara luas baik sebagai bumbu

maupun sayuran (Djarwaningsih, 1986).

Page 10: isolasi dan identifikasi Capsaicin

Cabai

Capsicum annum L.

Nama umum

Indonesia : cabai, Cabe merah, lombok gede (Jawa) cabe (Sunda)

Inggris : Chili pepper

Philipina : Siling haba

Cina : la jiao

Klasifikasi

Kingdom : plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (suku terung-terungan

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L.

Page 11: isolasi dan identifikasi Capsaicin

2.5 Capsaicin

Capsaicinoid yang menyebabkan rasa pedas dari cabai adalah senyawa

turunan dari fenilpropanoid yaitu capsaicin, dimana senyawa capsaicin merupakan

capsaicin primer yang ada dalam cabai, diikuti oleh dihidrocapsaicin, dan senyawa

lainnya. Capsaicin dan dihidrocapsaicin merupakan capsaicinoid paling banyak

dengan jumlah 90% dari total capsaicinoid dalam cabai. Capsaicin ( trans-8-metil-N-

vanilil-6-nonenamida) adalah sebuah kristalin, lipofilik, tidak berwarna dan tidak

mudah menguap (volatile) dengan rumus molekul C18H27NO3. Berat molekul dari

capsaicin adalah 305,40 g/mol dan merupakan suatu lemak, alkohol juga larut dalam

minyak. Pertama kali dikrisalisasikan pada tahun 1876 oleh Tresh, dan struktur

molekul diselesaikan oleh Nelson dan Dawson pada tahun 1919 (Nelson et al, 1923).

Gambar 4.Senyawa Capsaicin dimana A adalah cincin aromatic, B adalah ikatan

amida dan C adalah rantai hidrofobik

Hubungan struktur-aktivitas (SAR) untuk agonis capsaicin (zat yang mampu

mengikat reseptor dan mendapatkan respon dalam sel), sebelumnya telah

dirasionalisasikan dengan membagi molekul capsaicin menjadi tiga wilayah: A

(cincin aromatik), B (amida bond) dan C (rantai samping hidrofobik) (Gambar

3.2).Hal ini diketahui bahwa substituen pada posisi 3 dan 4 dari A-ring sangat penting

untuk aktivitas agonis kuat, dan fenolik kelompok 4-OH di capsaicin analog adalah

penting, H-ikatan donor / akseptor sifat dari kelompok fenol adalah kunci untuk

aktivitas agonis (Katritzky, A.R et al, 2003). SAR di daerah C di capsaicin analog

Page 12: isolasi dan identifikasi Capsaicin

telah dibahas secara rinci dalam beberapa laporan. Singkatnya, sebuah kelompok

hidrofobik, misalnya, rantai oktil atau tersubstitusi benzil atau kelompok, diperlukan

untuk potensi tinggi. Secara optimal, kelompok aralkil tersebut diganti dalam posisi

para oleh gugus hidrofobik kecil. (Walpole, C.S, et al , 1996), dengan cara lain

Barbero et al., (2010) melaporkan pentingnya panjang rantai lateral bioaktivitas

Capsaicinoids, yang lebih tinggi antara atom karbon 8 dan 9.

Capsaicin merupakan turunan senyawa fenilpropanoid (Govindarajan, 1991;

Sudhakar, 1992; Perucka, 1996) yang memiliki aktifitas biologis yang tinggi,

memberikan efek fisiologi dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa

kimia aktif (Saria, 1981), juga sebagai antioksidan (Hendersen, 1999).

Capsaicinoid meliputi capsaicin, dihydrocapsaicin, norcapsaicin,

nordihydrocapsaicin, homodihydrocapsaicin, homocapsaicin, nonivamide

(Krajewska, 1987). Capsaicin (8-metil–N–vanilil–6-nonenamida) merupakan

komponen aktif cabai yang menghasilkan panas dalam cabai. Capsaicin bersifat iritan

terhadap mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan rasa terbakar dan panas pada

jaringan manapun yang tersentuh. Capsaicin mempunyai nilai ekonomis yang tinggi

pada bidang farmasi. Semakin tinggi kadar capsaicin maka semakin baik kualitasnya

sebagai sediaan farmasi. Selain itu cabai juga mengandung minyak atsiri, yaitu

capsicol. Capsicol juga dapat menggantikan fungsi minyak kayu putih, kandungan

bioflavonoids yang terdapat dalam cabai dapat menyembuhkan penyakit polio serta

menyembuhkan peradangan akibat udara dingin. Dalam bidang farmasi selain untuk

meredakan rasa sakit atau nyeri, capsaicin juga dikenal memiliki aktivitas antikanker

(Surh, 2002). Berdasarkan penelitian oleh The American Association for Cancer

Research, capsaicin didugadapat membunuh sel kanker prostat dengan menyebabkan

terjadinya apoptosis(Mori, 2006). Studi klinik di Jepang dan Cina, menunjukkan

bahwa capsaicindapat menghambat pertumbuhan sel leukimia secara langsung (Ito,

2004). Capsaicin juga diujicobakan sebagai obat diabetes oleh peneliti asal Toronto,

Canada (Razavi, 2006). Capsaicin mempunyai potensi yang tinggi dalam bidang

Page 13: isolasi dan identifikasi Capsaicin

farmasi sebagai anti kanker, anti artritis dan analgesik di samping turut mempunyai

nilai komersil dalam industri makanan (Ramachandra, 2002; Satyanarayana, 2006;

Vanisree, 2004).

2.6 Biosintesis Capsaicin

Biosintesis capsaicin pada tanaman didefinisikan oleh dua jalur:

fenilpropanoid, yang menentukan struktur fenolik, dan metabolisme asam lemak,

yang menentukan molekul asam lemak (Ochoa-Alejo, N.,1993). Konsentrasi

capsaicin meningkat secara bertahap selama perkembangan buah mencapai tingkat

maksimum pada 40 sampai 50 hari (Contreras-Padilla, M.1998), setelah itu

cenderung menurun menjadi senyawa sekunder akibat aktivitas peroksidase (Bernal,

M.A.,1996). Stres hydric dapat meningkatkan kadar capsaicinoid karena defisit air

mempengaruhi jalur fenilpropanoid (Estrada, B.,1999). Stres hydric juga

meningkatkan kadar capsaicin oleh aktivitas dari enzim fenilalanin amonia liase

(PAL) menaikkan, asam-4-hidroksilase sinamat (C4H) dan CS, semua yang terlibat

dalam biosintesis capsaicin . Administrasi prekursor capsaicin asam 8-metil-noneic

dan vanillylamine telah menunjukkan bahwa asam 8-methylnoneic terjadi pada

tingkat lebih rendah dari vanillylamine dan karena merupakan substrat untuk

membatasi sintesis capsaicin . Hasil ini menunjukkan kemungkinan mengendalikan

sintesis capsaicin di pabrik dengan memanipulasi konsentrasi substrat dan

ketersediaan air, yang akan menjadi biaya-efektif, alternatif untuk meningkatkan

produksi capsaicin

Page 14: isolasi dan identifikasi Capsaicin

Gambar 5. Biosintesis Capsaicin

2.7 Pemanfaatan Capsaicin sebagai antikanker

Senyawa Capsaicin (N-vanillyl-8-methyl-1-nonenamide) memiliki banyak kegunaan, salah satunya dapat digunakan sebagai antikanker. Dalam suatu studi kasus, senyawa capsaicin diduga dapat mengurangi prosentase petumbuhan sel CE 81T/VGH (sel kanker esofagus) dengan cara menginduksi pembelahan sel pada fasa G0-G1, sehingga terjadi appoptosis (kematian sel secara alami/normal). Apabila fasa G0-G1 telah terinduksi, maka promosi p53 dan p21 terhenti, dimana inhibitor Cdk2 dan E kompleks dapat meghambat pembentukan sel kanker, sehingga sel kanker tersebut akan mati. Baik tidak nya senyawa capsaicin didukung oleh reaktivitas oksigen intraseluler, produksi ion Ca2+ dan BAPTA sebagai khelatnya.

Page 15: isolasi dan identifikasi Capsaicin

Meskipun penggunaan senyawa capsicin sebagai antikanker

masih kontroversial, namun hasil studi telah membuktikan bahwa

senyawa ini cukup efektif, karena telah diuji pula pada sel leukimia

2.8 Sintesis in vitro Capsaicin

Sebuah alternatif yang menjanjikan untuk sintesis capsaicin dan analog adalah

dalam sintesis vitro. Produksi Capsaicinoid melalui sel atau kultur jaringan dapat

ditambah menjadi penambahan prekursor jalur biosintesis dan perantara sebagai

fenilalanin, asam ferulat dan vanillylamine menunjukkan hasil yang baik (Johnson,

T.S., 1996). Sel suspensi digunakan untuk mempelajari pengaruh fenilalanin dan

phenylpropanoids lainnya, dalam penelitian ini penambahan 100 M dari fenilalanin,

asam sinamat atau asam caffeic tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan

dalam konten Capsaicinoids selama siklus pertumbuhan. Tapi penambahan 100 M

vanili, vanillylamine, asam p-kumarat dan asam ferulat memang meningkat 10, 7.5,

5.2 dan 2.5 kali lipat lebih tinggi produksi capsaicin dibandingkan dengan kontrol,

masing-masing (Nuñez-Palenius, H., 2005).Senyawa lain seperti asam kumarat dan

Elisitor seperti phycocyanin, asam synapinic, asam salisilat dan curdlan hasilnya

Page 16: isolasi dan identifikasi Capsaicin

tingkat produksi capsaicin berbeda (Pandhair, V, 2009). Akumulasi Capsaicinois dan

perantara vanillylamine juga telah dilaporkan dengan penggunaan asam salisilat dan

metil jasmonat dalam kultur suspensi sel . Demikian pula, suplemen asam L-askorbat

dan D-limonene dalam media kultur menghasilkan sekitar tiga kali lipat peningkatan

produksi capsaicin (Veeresham C., 1993). Sebuah peningkatan 45% dalam produksi

capsaicin telah dilaporkan menggunakan kultur kalus tahan terhadap p-

fluorophenylalanine . Penambahan putresin polyamine pada kultur sel suspensi telah

terbukti meningkatkan produksi dan aktivitas capsaicin , juga enzim

terminalbiosintesis capsaicin (Sudha, G., 2003)

Produksi In vitro capsaicin lebih efisien dalam kultur sel amobil dibandingkan

pada kultur suspensi sel karena mantan prekursor digunakan untuk sintesis capsaicin

sedangkan yang kedua menggunakan mereka untuk metabolisme primer. Hal ini

dibuktikan dalam sebuah studi perbandingan kedua jenis kultur yang menggunakan

radioaktif ditandai fenilalanin dan asam sinamat untuk memantau penggabungan

mereka ke capsaicin atau prekursor. Produksi kedua senyawa lebih tinggi pada kultur

sel amobil dibandingkan pada kultur suspensi karena dalam kultur suspensi asam

sinamat fenilalanin dan dimasukkan ke dalam metabolisme protein dan dinding sel,

sehingga produksi capsaicin rendah . Fenomena yang sama telah dilaporkan untuk

kultur jaringan plasenta, dengan produksi lebih tinggi capsaicin dalam amobil

dibandingkan kultur suspensi. Dalam penelitian lain, menggunakan mediayang

berasal dari plasenta Capsicum annuum L. yang mencoba dengan 100%

nitrogen stres meningkat tingkat capsaicin sebesar 9,8 kali lipat dari yang di kontrol

setelah 15 hari dari subkultur. Penambahan 4 mM tirosin 100% fosfor dan kalium

100% stres menyebabkan 8,4 kali lipat dan 7,5 kali lipat. Penambahan prekursor pun

meningkatkan produksi capsaicin, diantaranya, 4 mM asam coumaric, 5 mM ferulic

acid, dan 4 mM vanili yang menunjukkan 6,3, 4,7 dan 2,4 kali lipat meningkat,

masing-masing, menjadi asam kumarat yang paling efektif. Selanjutnya,

menggunakan Elisitor phycocyanin (0,25%), asam sinapic (0,05 mM), asam salisilat

Page 17: isolasi dan identifikasi Capsaicin

(2 mM) dan curdlan (0,0625%), menjadi asam sinapic yang paling efektif yang

meningkat capsaicin hingga 8,9 kali lipat dalam suspensi sel budaya. Meskipun asam

salisilat dan curdlan tidak berpengaruh, curdlan dalam kombinasi dengan tirosin,

meningkatkan akumulasi capsaicin 8.7 kali lipat, dan memiliki efek dalam kegiatan.

2.9 Ekstraksi Capsaicin dari Capsicum annuum sp

Salah satu cara untuk mendapatkan capsaicin adalah ekstraksi secara

berulang. Ekstraksi soklet adalah ekstraksi secara berulang secara automatis.

(Practical Organik Chemistry Tricluden Qualitative Organik Analysis, 1958, h.153).

Pemisahan senyawa capsaicinoid dari cabai dilakukan dengan menggunakan ekstraksi

pelarut dengan metode soxhlet. Sampel sebelum diekstraksi terlebih dahulu

dikeringkan dalam oven temperatur 60oC selama 72 jam kemudian dihaluskan

dengan menggunakan blender sehingga diperoleh sampel bubuk halus. Ekstraksi

dilakukan dengan pelarut etanol selama 3 x 8 jam hingga diperoleh ekstrak berwarna

coklat kemerahan. Ekstrak dipekatkan menggunakan rotavapor yang menghasilkan

ekstrak pekat berbentuk gel berwarna coklat tua kemerahan.Ekstrak pekat kemudian

dilarutkan kembali dalam metanol untuk didekolorisasi dengan karbon

aktif.Dekolorisasi menghasilkan filtrat berwarna lebih jernih yang kemudian

dipekatkan kembali untuk dilakukan karakterisasi dengan menggunakan

spektrofotometer UV dan KCKT. Pada proses karakterisasi ini dengan kedua metode

ini tidak digunakan standar sebagai pembanding sehingga analisis hanya bersifat

kualitatif berdasarkan hasil data sekunder. 

Hasil karakterisasi dengan spektrofotometer UV terhadap ekstrak metanol

menghasilkan spektrum UV dengan 4 puncak dominan pada panjang gelombang

228,78 nm; 246,32 nm; 280,01 nm; dan 321,11 nm. Berdasarkan studi literatur

puncak serapan pada 228,78 nm adalah capsaicin dan pada 246,32 nm merupakan

senyawa analognya yaitu nordihidrocapsaicin. Serapan pada 228,78 dibandingkan

Page 18: isolasi dan identifikasi Capsaicin

dengan ketiga puncak lainnya lebih besar hal ini sesuai bahwa capsaicin merupakan

komponen terbanyak dari golongan capsaicinoid pada ekstrak cabai. Puncak serapan

pada beberapa lainnya dimungkinkan oleh adanya senyawa pengotor yang ikut

terekstrak karena proses purifikasi belum dilakukan secara sempurna. Analisis lebih

lanjut dengan KCKT menggunakan kolom C-18 5mm, sepanjang 25 cm dengan

diameter dalam 4.6mm, sistem pompa tunggal isochratic, Single Wavelength

Detector 280 nm, laju alir 1 mL/menit dan volume sampel yang diinjeksi 20 mL.

Kondisi KCKT di atas dibuat sama dengan kondisi pada data sekunder untuk

memudahkan interpretasi hasil. Capsaicinoid dan senyawa analognya muncul pada

rentang waktu disekitar 10 menit.Berdasarkan komparasi dengan data sekunder

puncak pada kromatogram pada waktu 10 menit adalah capsaicin dan puncak yang

lebih kecil disebelah kiri adalah nordihidrocapsaicin. Dari hasil ke dua karakterisasi

tersebut dapat dikatakan bahwa pemisahan capsaicin masih belum menghasilkan

suatu ekstrak senyawa murni, walaupun telah dihasilkan kristal berwarna putih

kekuningan setelah dilakukan dekolorisasi dengan arang aktif.

2.10 Skrining Fitokimia

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan potensial adalah penapis

senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untukmendeteksi

senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam

mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman.

Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan

sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tani, minyak untuk

industri, dan sebagainya. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya

golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin,

quinon, steroid/terpenoid (Teyler V E., 1998)

Uji Screening Capcaisin

No Hal yang diuji Metode Hasil Keterangan

Page 19: isolasi dan identifikasi Capsaicin

1 Uji Alkaloid Penambahan reagen meyer

Terjadi perubahan warna dan

terbentuknya endapan

+

2 Uji Flavonoid Penambahan reagen NaOH

dan eter

Terjadi perubahan

warna menjadi kuning

+

3 Saponin Pengocokkan dengan kuat kemudian didiamkan

Terbentuk busa-

4 Tanin Penambahan reagen FeCl3

Perubahan warna menjadi

biru, biru kehijauan

ataupun biru kehitaman dan terbentuknya

endapan

+

5 Steroid Penambahan reagen

liebermen-burchard

Terbentuk warna merah

atau ungu-

2.11 Analisa Capsainin

Analisis capsaicin yang sudah dilakukan adalah menggunakan cara

organoleptik (Scoville, 1912) dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

(Poyrazoglu, 2005; Supalkova, 2007). Cara organoleptik dilakukan dengan merasakan

bijinya. Walaupun metode ini cepat dan murah, namun dapat meninggalkan rasa sakit

bagi perasa. Hasil analisa ini digolongkan dalam skala Scoville. Skala Scoville

digunakan untuk mengukur rasa pedas pada cabai. Sebuah skala yang dibuat

Page 20: isolasi dan identifikasi Capsaicin

berdasarkan rasa pedas pada cabai-cabai tersebut. Cara organoleptik memiliki

kelemahan pada akurasi yang rendah dan relatif subjektif (Scoville, 1912).

Analisis menggunakan metode HPLC dilakukan dengan cara biji cabai

dikeringkan, kemudian direndam. Selanjutnya, zat kimia yang bereaksi terhadap panas

diekstrak, dan hasil ekstrak diinjeksikan dalam alat HPLC untuk dianalisa. Metode ini

mengidentifikasi senyawa-senyawa yang menyumbangkan panas. Senyawa-senyawa

ini kemudian diformulasikan secara matematis sesuai besarnya kapasitas relatif

senyawa tersebut menyumbangkan rasa panas. Metode ini tidak lagi dihitung

menggunakan satuan Scoville tetapi dalam satuan kekuatan ASTA (American Spice

Trade Association). Satu ppm sebanding dengan 15 satuan Scoville. Konversi ini

adalah pendekatan seorang ahli dalam rasa panas Donna R. Tainter dan Anthony T.

Grenis mengatakan bahwa terdapat konsensus skala ASTA 20-40% lebih rendah dari

nilai Scoville (Supalkova, 2007). Namun teknik 4HPLC ini juga memiliki kelemahan

dalam hal peralatan dan biaya penelitian yang cukup mahal dan waktu analisis yang

relatif lama (± 1 jam).

Page 21: isolasi dan identifikasi Capsaicin

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari pemaparan mengenai capsaicin diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Capsaicin merupakan senyawa turunan dari fenilpropanoid. Senyawa

capsaicin merupakan capsaicin primer yang ada dalam cabai, diikuti oleh

dihidrocapsaicin, dan senyawa lainnya.

2. Biosintesis capsaicin dilakukan dengan dua jalur. Isolasi capsaicin dilakukan

dengan cara ekstraksi pelarut dengan metode soklet.

3. Analisa capcaisin dilakukan dengan cara uji organoleptik dan HPLC. Uji

organoleptik dengan cara uji sensori atau dengan merasakan rasa capsaicin

ini.namun metode ini dapat meninggalkan rasa sakit bagi panelis.

Page 22: isolasi dan identifikasi Capsaicin

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A., (2004), Kuliah Umum Purnabakti Empat Puluh Tahun dalam Kimia Organik Bahan Alam Tumbuh – Tumbuhan Tropika Indonesia,Relokasi dan Prospek, ITB, Bandung.

Barbero, G.F.; Molinillo, J.M.G.; Varela, R.M.; Palma, M.; Macias, F.A.; Barroso, C.G. Application of Hansch´s model to capsaicinoids and capsinoids: a study using the quantitative structure-activity relationship. A novel method for the synthesis of capsinoids. J. Agric. Food Chem. 2010, 58, 3342-3349.

Hin LK, Zain MS, Abas MR, Mohd MA, (2008) “Classification Of Chilli Sauces: Multivariate Pattern Recognition Using Selected GCMS Retention Time Peaks Of Chilli Sauce Samples” The Malaysian Journal of Analytical Sciences Vol. 12 No. 1.

Kirschbaum-Titze, P., Mueller-Seitz, E., & Petz, M. (2002). Pungency in paprika (Capsicum annuum). 2. Heterogeneity of capsaicinoid content in individual fruits from one plant. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50: 1264 1266.

Krajewska A.M., Powers J.J., (1987) “Gas chromatography of methyl derivatives of naturally occurring capsaicinoids”, J. Chromatogr. 409: 223–233

Katritzky, A.R.; Xu, Y.J.; Vakulenko, A.V.; Wilcox, A.L.; Bley, K.R. Model compounds of caged capsaicin: design, synthesis, and photoreactivity. J. Org. Chem. 2003, 68, 9100-9104.

Mori, A; Lehmann S, O'Kelly J et al. (2006) "Capsaicin, a component of red peppers, inhibits the growth of androgen-independent, p53 mutant prostate cancercells". Cancer Research 66, 6: 3222–3229

Nelson, E.K.; Dawson, L.E. The constitution of capsaicin, the pungent principle of Capsicum. III. J. Am. Chem. Soc. 1923, 45, 2179-2181.

Supalkova V., Stavelikova H., Krizkova S., Adam V., Horna A., Havel L., Ryant P., Babula P., and Kizek R., 2007, Study of Capsaicin Content in Various Parts of Pepper Fruit by Liquid Chromatography with Electrochemical Detection, Acta Chim, Slovakia, 54. 55–59

Sumaryono, W., (1996), “Pengkajian Metabolit Sekunder dan Prospeknya Dalam Perkembangan Industri Nasional”, Kuliah Tamu Pada Forum Himpunan Mahasiswa, FMIPA-ITS, PP 3-4.

Page 23: isolasi dan identifikasi Capsaicin

Surh, Y.J., (2002). More than spice: capsaicin in hot chili peppers makes tumor cells commit suicide, J. Natl. Cancer Inst. 94: 1263–1265.

Walpole, C.S.; Bevan, S.; Bloomfield, G.; Breckenridge, R.; James, I.F.; Ritchie, T.; Szallasi, A.; Winter, J.; Wrigglesworth, R. Similarities and differences in the structure-activity relationships of capsaicin and resiniferatoxin analogues. J. Med. Chem. 1996, 39, 2939-2952.