jeruk

15
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk Jeruk (Citrus sp) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Spiegel-Roy and Goldschmidt (1996) mengatakan bahwa China di percaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Balai Pelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Badan litbang Pertanian di Malang telah mengumpulkan lebih kurang 160 jenis jeruk yang dieksplorasi mulai dari Sabang sampai Merauke serta beberapa jenis jeruk import. Beberapa jenis jeruk diantaranya adalah jeruk keprok Tejakula, Sipirok, Kacang, Siam Banjar, Siompu, Simadu, Bali Merah, Crifta 01, Jemari Taji, Pamelo Ratu, Raja, Magetan, Sri Nyonya, Nambangan, jeruk manis Pacitan dan lain-lainnya dan dapat tumbuh dan berproduksi di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik dilahan sawah maupun tegalan. Dari semua jenis jeruk tersebut, jeruk siam, jeruk baby, jeruk keprok, jeruk Bali, jeruk nipis dan jeruk purut merupakan jenis jeruk lokal paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Sedangkan jeruk yang diintroduksi paling banyak adalah jenis Lemon dan Grapefruit. Sekitar 70-80% pertanaman jeruk di Indonesia adalah jeruk siam, sedangkan jenis jeruk lainnya adalah jeruk keprok, dan pamelo (Badan Litbang Pertanian 2005). Jeruk, merupakan tanaman buah kedua terbesar produksinya di Indonesia, yaitu sekitar 2.479.852 ton dengan sumbangan sebesar 15.34% terhadap produksi buah nasional. Produksi dan luas panen jeruk Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. Luas pertanaman jeruk di Indonesia pada tahun 2005 lebih dari 120.000 ha dengan luas panen 67.883 ha dengan jumlah produksi mencapai 2.214.020 ton. Pada tahun 2006 luas panen jeruk meningkat menjadi 72.390 ha dengan jumlah produksi mencapai 2.565.543 ton (Deptan 2007). Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton, sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan

Upload: eko-nopriansyah

Post on 28-Sep-2015

28 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

fruits

TRANSCRIPT

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Tanaman Jeruk

    Jeruk (Citrus sp) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia.

    Spiegel-Roy and Goldschmidt (1996) mengatakan bahwa China di percaya sebagai

    tempat pertama kali jeruk tumbuh. Balai Pelitian Tanaman Jeruk dan Buah

    Subtropika (Balitjestro), Badan litbang Pertanian di Malang telah mengumpulkan

    lebih kurang 160 jenis jeruk yang dieksplorasi mulai dari Sabang sampai Merauke

    serta beberapa jenis jeruk import. Beberapa jenis jeruk diantaranya adalah jeruk

    keprok Tejakula, Sipirok, Kacang, Siam Banjar, Siompu, Simadu, Bali Merah, Crifta

    01, Jemari Taji, Pamelo Ratu, Raja, Magetan, Sri Nyonya, Nambangan, jeruk manis

    Pacitan dan lain-lainnya dan dapat tumbuh dan berproduksi di Indonesia mulai dari

    dataran rendah sampai dataran tinggi, baik dilahan sawah maupun tegalan. Dari

    semua jenis jeruk tersebut, jeruk siam, jeruk baby, jeruk keprok, jeruk Bali, jeruk

    nipis dan jeruk purut merupakan jenis jeruk lokal paling banyak dibudidayakan di

    Indonesia. Sedangkan jeruk yang diintroduksi paling banyak adalah jenis Lemon dan

    Grapefruit. Sekitar 70-80% pertanaman jeruk di Indonesia adalah jeruk siam,

    sedangkan jenis jeruk lainnya adalah jeruk keprok, dan pamelo (Badan Litbang

    Pertanian 2005).

    Jeruk, merupakan tanaman buah kedua terbesar produksinya di Indonesia,

    yaitu sekitar 2.479.852 ton dengan sumbangan sebesar 15.34% terhadap produksi

    buah nasional. Produksi dan luas panen jeruk Indonesia terus meningkat dari tahun

    ketahun. Luas pertanaman jeruk di Indonesia pada tahun 2005 lebih dari 120.000 ha

    dengan luas panen 67.883 ha dengan jumlah produksi mencapai 2.214.020 ton.

    Pada tahun 2006 luas panen jeruk meningkat menjadi 72.390 ha dengan jumlah

    produksi mencapai 2.565.543 ton (Deptan 2007). Saat ini Indonesia termasuk negara

    pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor

    sebesar 94.696 ton, sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan

  • 10

    Malaysia, Brunei Darussalam, dan Timur Tengah. Ekspor jeruk nasional masih

    sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk lainnya seperti Spanyol, Afrika

    Selatan, China, Yunani, Maroko, Pakistan, Belanda, Turki dan Mesir. Oleh karena

    itu, pemacuan produksi jeruk nasional akan memiliki urgensi penting karena

    disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi

    buah dan juga meningkatkan devisa ekspor nasional (Badan Litbang Pertanian 2005).

    Pertanaman jeruk di Indonesia didominasi oleh jeruk siam dan keporok

    dengan produksi sebanyak 2.15 juta ton dan jeruk pamelo sebanyak 64 ribu ton. Luas

    panen jeruk pada tahun yang sama adalah seluas 68 ribu ha yang terdiri dari 63 ribu

    ha jeruk siam dan keprok serta 5.300 ha dari jeruk pamelo (Hutabarat dan Setyanto

    2007). Jeruk ekspor Indonesia (termasuk mandarin) ditujukan pada pasar di wilayah

    Asia, seperti Timor Leste, Malaysia, India, Hongkong, Iran, Singapura dan

    Afganistan, sementara Indonesia mengimpor jeruk (termasuk Mandarin) dari 29

    negara di dunia, terutama China, Pakistan dan Australia (Hutabarat dan Setyanto

    2007).

    Hambatan pengembangan jeruk di Indonesia antara lain: (1) Desakan

    kebijakan perdagangan multilateral dan diberbagai negara, (2) Desakan terhadap

    kebijakan perdagangan nasional, (3) Marjin keuntungan produsen rendah, (4) Ongkos

    produksi rendah, keberlanjutan usaha tidak pasti, dan (5) Biaya transaksi dan

    pemasaran tinggi.

    Jeruk siam (Citrus nobilis Lour.)

    Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok dengan nama ilmiah Citrus

    nobilis . Dinamakan jeruk siam karena berasal dari Siam (Thailand). Di negara

    asalnya, jeruk ini dikenal dengan nama som kin wan. Sampai saat ini sebenarnya

    belum ada data resmi tentang kapan dan dimana tepatnya jeruk siam pertama kali

    didatangkan ke Indonesia. Meskipun demikian, ada daerah yang mempunyai catatan

    yang cukup tentang kisah awal masuknya jeruk siam di wilayahnya, seperti

    Kalimantan Barat (Deptan 1994).

  • 11

    Jeruk siam hanya merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies dan

    varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Para ahli Botani

    mengelompokkan semua anggota famili Rutaceae ke dalam 7 subfamili dan 130

    genus. Sedangkan yang menjadi induk tanaman jeruk adalah subfamili Aurantioidae

    yang beranggotakan sekitar 33 genus. Subfamili ini masih dibagi lagi dalam beberapa

    kelompok tribe dan subtribe. Jeruk tergolong dalam rumpun Citriae dan subtribe

    Citrinae. Dari subtribe inilah berbagai jenis anggota tanaman jeruk berasal, termasuk

    didalamnya jeruk siam.

    Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Rutales

    Famili : Rutaceae

    Subfamili : Aurantioidae

    Genus : Citrus

    Spesies : Citrus nobilis Lour

    Pada umumnya batang pohon jeruk siam yang dibudidayakan secara

    komersial mempunyai tinggi antara 2.5-3.0 m. Pohon tersebut biasanya berasal dari

    perbanyakan vegetatif (cangkokan atau okulasi). Untuk pohon yang berasal dari

    okulasi, tingginya ditentukan oleh jenis batang bawah yang digunakan. Jeruk siam

    yang menggunakan batang bawah JC (Japanese citroen) biasanya memiliki tinggi

    sekitar 272.5 cm, lingkaran batang 16.8 cm, dan lebar tajuk sekitar 197.5 cm.

    Sedangkan tanaman jeruk siam yang menggunakan RL (Rough lemon) biasanya

    memiliki tinggi sekitar 267.5 cm, lingkar batang 31.9 cm, dan lebar tajuk 217.5 cm.

    Kebanyakan varietas jeruk siam memiliki bentuk dan ukuran daun yang bisa

    di bedakan dari jenis jeruk lainnya. Bentuk daunnya oval dan berukuran sedikit lebih

    besar dari jeruk keprok Garut. Ukuran daunnya sekitar 7.5 cm x 3.9 cm dan memiliki

    sayap daun kecil yang berukuran 0.8 x 0.2 cm. Ujung daunnya agak terbelah,

    sedangkan bagian pangkalnya meruncing. Urat daunnya menyebar sekitar 0,1 cm dari

  • 12

    tepi daun. Antara batang dengan daun dihubungkan oleh tangkai daun dengan

    panjang sekitar 1.3 cm. Tanaman jeruk siam biasanya berbunga sekitar bulan

    September Nopember. Bentuk dan warna bunganya cukup menarik. Ukuran bunga

    kecil dan mungil dengan warna putih segar seperti bunga melati. Bentuk buahnya

    bulat dengan ukuran idealnya sekitar 5.5 cm x 5.9 cm.

    Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya karena

    mempunyai kulit yang tipis sekitar 2 mm, permukaannya halus dan licin, mengkilap

    serta kulit menempel lebih lekat dengan dagingnya. Dasar buahnya berleher pendek

    dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya pendek, dengan panjang sekitar 3 cm dan

    berdiameter 2.6 mm. Biji buahnya berbentuk ovoid, warnanya putih kekuningan

    dengan ukuran sekitar 20 biji. Daging buahnya lunak dengan rasa manis dan harum.

    Produksi buah cukup berat dengan bobot berat perbuah sekitar 75.6 g. Satu pohon

    rata-rata menghasilkan sekitar 7.3 kg buah. Panen biasanya dapat dilakukan pada

    bulan Mei Agustus (Deptan 1994).

    Pada dasarnya jeruk siam mepunyai satu nenek moyang yang berasal dari

    Siam (Muangthai). Orang Siam menyebut jenis jeruk ini dengan nama som kin wan.

    Mungkin karena lidah orang Indonesia sulit untuk menyebutkan nama tersebut

    sehingga terbiasa menyebutnya dengan nama Siam. Kelatahan ini terus berlanjut

    sampai sekarang. Jeruk siam di Indonesia mempunyai banyak jenis tergantung dari

    daerah asalnya seperti: jeruk siam Pontianak, siam Simadu, siam Garut, siam

    Palembang, siam Jati Barang dan lain-lain. Dari berbagai nama tersebut, jeruk siam

    Pontianak dan siam Simadu merupakan jenis jeruk siam yang paling dikenal.

    Macam-macam jeruk siam tersebut tidak jauh berbeda satu dengan lainnya.

    Perbedaannya biasanya dalam hal warna kulit, keharuman dan rasa yang sedikit

    berbeda. Perbedaan ini biasanya timbul karena berbeda daerah penanamannya.

    Tempat penanaman yang berbeda tentunya mempunyai karakteristik faktor alam yang

    berbeda sehingga berpengaruh terhadap karakteristik buahnya.

    Untuk pertumbuhan yang baik, jeruk siam memerlukan iklim dan kondisi

    lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Jeruk siam dapat tumbuh dengan

    baik di dataran rendah pada ketinggian kurang dari 700 m dpl (di atas permukaan

  • 13

    laut) sesuai dengan daerah asalnya di Muangthai. Ketinggian tempat penanaman

    berpengaruh jelas terhadap rasa. Penanaman di atas 900 dpl menyebabkan rasa buah

    jeruk siam menjadi sedikit asam (Deptan 1994).

    Jeruk siam merupakan jenis jeruk yang paling banyak dibudidayakan di

    indonesia. Dominasi pertanaman jeruk siam adalah sekitar 85% dari seluruh

    pertanaman jeruk yang ada di indonesia. Kemudian diikuti oleh jeruk keprok sebesar

    8%, jeruk pamelo 55% dan jenis jeruk lainnya sebesar 3% (Kuntarsih 2007).

    Produksi jeruk siam Indonesia merupakan yang ke 3 terbesar di dunis setelah China

    dan Spanyol, sedang jeruk pamelo adalah urutan nomor 9 di dunia.

    Buah Jeruk Tanpa Biji (Seedless)

    Seedless adalah merupakan sifat buah yang tidak memiliki biji. Sifat seedles

    tersebut dapat diperoleh secara alami pada beberapa jenis tanaman yang mempunyai

    kemampuan membentuk buah tanpa biji tanpa adanya penyerbukan dan pembuahan

    yang disebut dengan buah partenokarpi (Frost and Soost 1968; Spiegel-Roy and

    Goldschmidt 1996). Sifat tersebut merupakan sifat yang mempunyai nilai ekonomi

    tinggi pada tanaman jeruk karena merupakan karakter yang harus dimiliki buah

    jeruk konsumsi segar agar dapat bersaing di pasar global (Spiegel-Roy and

    Goldschmidt 1996 dan Cai 2007). Sifat tersebut juga merupakan salah satu objek

    penelitian yang banyak dilakukan pada program pemuliaan tanaman jeruk, baik

    secara konvensional maupun non konvensional (Nicotra 2007).

    Untuk mendapatkan tanaman jeruk yang mempunyai karakter buah seedless

    pada tanaman jeruk sudah dimulai dilakukan beberapa dekade yang lalu melalui

    pemuliaan konvensional. Satsuma mandarin (C. unshiu Marc.) adalah merupakan

    jenis jeruk berbuah seedless secara alami karena mempunyai sifat partenocarpy

    (Kunittake et al. 1991; Spiegel-Roy and Goldschmidt 1996). Yamamoto et al. (1997)

    telah berhasil membukt ikan bahwa sifat seedless yang terdapat pada jeruk Mandarin

    Satsuma disebabkan oleh pollennya yang steril (male sterility) dan bersifat apomiksis.

    Apomiksis adalah merupakan bentuk reproduksi aseksual dimana biji terbentuk dari

    sel telur tanpa didahului oleh penggabungan gamet jantan dan gamet betina. Sifat

  • 14

    apomiksis pada tanaman jeruk Mandarin Satsuma menyebabkan keragaman

    genetiknya rendah karena kondisi genetik embrio yang dihasilkan sama dengan tetua

    betinanya. Untuk memindahkan sifat tersebut dari jeruk Mandarin Satsuma kepada

    kultivar jeruk lainnya sangat sulit dilakukan melalui pemuliaan konvensional karena

    adanya faktor genetik (inkompatible). Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk

    memindahkan sifat seedless dari jeruk Satsuma mandarin ke kultivar jeruk lainnya.

    Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah teknik fusi protoplas (Grosser et al.

    1996; Moriguchi et al. 1996; Grosser and Gmitter 2005). Teknologi fusi protoplas

    pada tanaman jeruk telah banyak menghasilkan hibrida somatik baru (Kobayashi et

    al. 1988; Grosser and Gemitter 1991; Oiyama et al. 1991). Guo et al. (2004) berhasil

    memasukkan sifat seedless dari Satsuma melalui teknik fusi protoplas. Calixto et al.

    (2004) mendapatkan hibrida somatik dari C. sinensis dengan C. grandis yang toleran

    terhadap virus Citrus tristeza, Phytophthora dan berpotensi digunakan sebagai batang

    bawah. Cai et al. (2007) juga berhasil menggunakan teknologi fusi protoplas untuk

    mendapatkan tanaman jeruk yang seedless hasil fusi protoplas antara C. unshiu Marc

    dengan C. grandis dan C. sinensis.

    Untuk mendapatkan tanaman jeruk yang seedless juga dapat dilakukan

    dengan teknik mutasi. Mutasi secara alami dapat terjadi dengan frekuensi yang sangat

    rendah. Untuk meningkatkan frekuensi terjadinya mutasi dapat diinduksi secara kimia

    maupun fisik. Pemberian sinar X dan panas Neutron pada biji dan tunas dapat

    menginduksi terjadinya mutasi (Broertjes and Van Harten 1988; Spingel-Roy et al.

    1990). Induksi mutasi dengan radiasi dapat menghasilkan buah tanpa biji pada jeruk

    lemon yang mempunyai biji lebih kurang 25 butir per buah (Spingel-Roy et al.

    1990). Buah jeruk tanpa biji juga sudah diperoleh dari mutan kultivar jeruk tangelo

    (Spingel-Roy and Vardi 1989). Pada tahun 1980 an sudah ditemukan mutan-mutan

    jeruk yang menghasilkan buah seedless di Florida (Hearn 1984, 1986) dan di China

    (Zhou 1986). Selain mutan seedless, mutan yang mempunyai buah dengan kandungan

    asam yang rendah dan pematangan buah yang lebih cepat juga sudah diperoleh pada

    tanaman jeruk (Hearn 1986; Gmitter et al. 1992). Gulsen et al. 2007 juga telah

  • 15

    mendapatkan jeruk lemon mutan yang seedless dan toleran terhadap penyakit mal

    secco yang disebabkan oleh jamur Phoma tracheiphila.

    Isolasi Protoplas

    Protoplas merupakan sebagai suatu hasil isolasi sel, yang sudah tidak mempunyai

    dinding sel lagi, mengandung selulosa dan pektin. Isolasi protoplas pertama kali

    dimulai oleh Klercker pada tahun 1892 secara mekanik menggunakan daun Stratiotes

    aloides yang terlebih dulu diplasmolisa, kemudian diiris tipis, dimasukkan dalam

    media cair, sehingga protoplas ada yang terlepas ke dalam medium (Bhojwani and

    Razdan 1983). Isolasi protoplas dengan cara mekanik ini menghasilkan protoplas

    yang rendah, banyak mengandung vakuola dan sel yang dihasilkan tidak bersifat

    meristematik (Veilleux et al. 2005).

    Metode isolasi protoplas dari tanaman mulai banyak digunakan pada tahun 1960

    menggunakan larutan enzim untuk isolasi dan pemurnian dari sel tanaman. Pada

    tahun 1960 Cocking berhasil mengisolasi protoplas yang hidup viable dari jaringan

    akar tomat melalui perlakuan dalam larutan enzim selulase yang diperoleh dari jamur

    Myrothecium verrucaria. Pada tahun 1968, preparasi isolasi dan purifikasi protoplas

    dari jaringan tanaman mulai dilakukan secara komersial menggunakan larutan enzim

    selluase dan maserozim (Veilleux et al. 2005).

    Jenis dan konsentrasi enzim yang dapat dipergunakan untuk mengisolasi

    protoplas sangat bervariasi. Ada 15 jenis enzim yang dapat dipergunakan seperti:

    pektin glikosidase, pektinase, selulase R-10, silanase, maserozim, meiselase, rohamen

    P, selulase onozuka RS, driselase, pektoliase Y-23, hemiselulase, selulisin, naserase,

    dan rozim. Karena enzim bersifat termolabil sehingga sterilisasi tidak bisa dilakukan

    dengan pemanasan. Sterilisai enzim hanya dilakukan dengan millipore filters yang

    mempunyai lobang mesh sebesar 0,22 0,24 mikron atau 0,24 0,45 mikron agar

    tidak rusak. Setiap jenis tanaman, bahkan setiap jenis jaringan yang digunakan

    sebagai sumber protoplas mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap enzim yang

    digunakan sehingga untuk mencapai protoplas yang viabel dalam jumlah optimum

    (104 105 protoplas/ml) sehingga perlu dicari jenis enzim, konsentrasi enzim dan

  • 16

    lama inkubasi yang digunakan untuk jaringan dan tanaman tertentu. Untuk dapat

    menentukan banyaknya jumlah protoplas yang dihasilkan dari isolasi dapat dihitung

    dengan cara tertentu. Menurut Power et al. (1970), densitas protoplas dapat dihitung

    dengan menggunakan alat haemocytometer dengan ruang dobel, protoplas yang

    dihitung adalah protoplas yang berada dalam area one triplelined square.

    Protoplas pada mulanya diisolasi dari bagian tanaman yang tumbuh di tanah.

    Jaringan yang dapat diguanakan adalah akar, daun, nodul akar, coleoptil, jaringan

    buah, tajuk bunga dan serbuk sari. Kemudian berkembang seiring dengan pesatnya

    teknik biak in vitro. Saat ini, tanaman atau bagian tanaman yang baik digunakan

    sebagai sumber protoplas adalah tanaman yang berasal dari biakan in vitro karena

    sudah bebas dari patogen (steril) dan lebih mudah diisolasi karena dinding selnya

    lebih tipis.

    Karena protoplas merupakan sel tanpa dinding, maka bagaimana caranya

    menghasilkan protoplas yang utuh, viabel dan dalam jumlah banyak sehingga

    berfungsi normal dan dapat beregenerasi membentuk dinding sel, tumbuh dan

    berkembang melakukan pembelahan.

    Untuk menentukan protoplas yang dihasilkan bersifat viabel atau tidak dapat

    dilakukan dengan teknik pewarnaan menggunakan FDA (Fluorescein Diacetat).

    Molekul FDA dapat masuk bebas melalui membran plasma ke dalam protoplas yang

    masih hidup. Protoplas yang masih hidup melakukan metabolisme (viable) dapat

    dilihat dengan adanya eksitasi pada fluorescein yang ada dalam protoplas dengan

    penyinaran memakai lampu ultra violet.

    Untuk mencegah pecahnya protoplas biasanya digunakan zat anti pecah (anti

    blastin) yang biasa disebut osmolyticum atau osmotic stabilizer. Zat anti pecah yang

    biasa digunakan adalah gula alkohol, gula, sorbitol, mannitol, atau sakharosa.

    Sihachakr (1998) dan Husni et al. (2004) menggunakan larutan sukrosa tunggal

    (21%) untuk mengapungkan protoplas tanaman terung yang diisolasi dari mesofil

    daun. Grosser and Gmitter (1990) menggunakan kombinasi larutan manitol 13% dan

    larutan sukrosa 26% dan Mendes da Gloria et al. (2000) menggunakan manitol 13%

  • 17

    dengan sukrosa 25% sebagai larutan untuk memurnikan protoplas (furification

    solution) dari kalus dan mesopil daun tanaman jeruk.

    Karena protoplas merupakan sel hidup yang telanjang, hanya dilindungi oleh

    membran plasma, maka protoplas mulai dipergunakan untuk penelitian-pemelitian

    biologi eksperimental, fisiologis dan biokimia, virologi, patologi, fusi protoplas,

    manipulasi genetik dan rekayasa genetika.

    Fusi Protoplas

    Fusi protoplas adalah penggabungan dua genom dari dua tetua sel somatik

    untuk menghasilkan hibrida. Usaha untuk memfusikan sel somatik dimulai pada awal

    abad 20 oleh Winkler, Kuster dan Michel. Michel pada tahun 1937

    mendemonstrasikan fusi protoplas dengan menggunakan NaNO3

    Fusi protoplas dapat terjadi secara spontan atau dapat diinduksi dengan

    beberapa cara antara lain dengan NaNO

    . Kemudian

    berkembang dengan berbagai percobaan untuk memperoleh senyawa kimia yang

    dapat digunakan untuk menginduksi fusi.

    3

    Senyawa yang banyak digunakan untuk induksi fusi saat ini adalah dengan

    penambahan polietilen glikol (PEG) dan arus listrik. Senyawa PEG dapat

    menginduksi terjadinya fusi dengan frekuensi yang tinggi dan dapat tumbuh dan

    berkembang menjadi tanaman hibrida baru. Terjadinya fusi telah dibuktikan

    disebabkan oleh karena PEG dalam air bermuatan sedikit negatif dan mampu

    membentuk ikatan hidrogen dengan membran plasma pada protoplas. Selain itu, PEG

    juga dapat mengikat Ca

    , asam lemak, ion kalsium dan pH tinggi,

    dekstran sulfat, polifenil alkohol (PVP), polietilen glikol (PEG) dan arus listrik. Jika

    dinding sel tanaman dihilangkan secara enzimatik, protoplas yang dihasilkan dapat

    melakukan fusi secara spontan sehingga membentuk multinucleate fusion bodies.

    Kejadian ini biasa terjadi karena adanya plasmodesmata yang menghubungkan sel-sel

    tanaman (Veilleux et al. 2005).

    2+ atau kation lain. Kation Ca2+ membentuk jembatan antara

    membran dan PEG sehingga meningkatkan agregasi (Grosser and Gemitter 1990;

    Veilleux et al. 2005).

  • 18

    Pada tahun 1974, induksi fusi menggunakan arus listrik juga mulai

    diperkenalkan oleh Senda et al. secara manual pada tahun 1979. Kemudian

    diperbaharui oleh Zimmermann dan co-Workers pada tahun 1980 dengan dua sistem

    menggunakan generator AC dan DC. Generator AC berfungsi untuk membuat

    protopla sejajar seperti rantai, kemudian arus DC diberikan untuk membuat celah

    yang dapat balik sehingga protoplas dapat berfusi (Zimmerman dan Scheurich 1981).

    Semenjak hibrida somatik dapat diperoleh dari hasil fusi antara Nicotiana

    glauca dengan N. langsdorfii oleh Carlson et al. pada tahun 1972 maka teknik fusi

    protoplas mulai digunakan untuk menghasilkan hibrida baru baik inter maupun intra

    specifik pada beberapa tanaman.yang secara genetik tidak bisa dilakukan karena

    adanya faktor ketidak sesuaian gen (inkompatibilitas).

    Fusi Protoplas pada Tanaman Jeruk

    Pada tanaman jeruk, teknik fusi protoplas mulai berkembang setelah

    Ohgawara et al. (1985) melaporkan keberhasilannya mendapatkan hibrida somatik

    antara C. sinensis dengan Poncirus tripoliata yang secara genetik inkompatibel.

    Semenjak itu, teknik tersebut banyak digunakan dalam program pemuliaan tanaman

    jeruk di dunia seperti di Jepang oleh Kobayashi et al. (1988), Israel oleh Vardi et al.

    (1987), Amerika Serikat oleh Grosser dan Gemitter (1990), di Prancis oleh Ollitrault

    et al. (1996) dan di Brazil oleh Mendes da Gloria et al. (2000). Pada saat ini telah

    diperoleh lebih dari 250 kombinasi dari 40 tetua jenis jeruk melalui fusi protoplas

    (Grosser et al. 2000; Cabasson et al. 2001; Guo et al. 2004).

    Beberapa hasil penelitian yang telah menggunakan jeruk Mandarin Satsuma

    (C. Unshui) sebagai salah satu tetua dalam teknologi fusi protoplas untuk perbaikan

    tanaman jeruk batang atas (C. sinensis) adalah Yamamoto and Kobayashi (1995),

    Yamamoto et al. (1997), Guo et al. (2004), Xu et al. (2006), dan Cai et al. (2007).

    Teknologi fusi protoplas pada tanaman jeruk juga sudah banyak digunakan

    untuk perbaikan genetik batang bawah. Grosser (1988) memfusikan C. sinensis

    denga Poncirus trifoliata, Mendes da Gloria (2000) memfusikan jeruk Caipira sweet

    orange dengan Rangpur lime, Moore et al. (2001) memfusikan C grandis dengan P.

  • 19

    tripoliata untuk ketahanan terhadap garam dan dingin, Calixo et al. (2004)

    memfusikan C. sinensis dengan C. grandis untuk ketahanan terhadap virus dan

    Phytophthora, Fu et al. ( 2003) memfusikan C. sinensis dengan Clausena lansium.

    Dengan teknologi fusi protoplas dapat dilakukan introgresi gen sifat baik

    dari jeruk Mandarin Satsuma ke jeruk siam Simadu karena jeruk Mandarin

    Satsuma merupakan jeruk tipe mandarin yang mempunyai sifat parthenocarpy yang

    tinggi (seedless), mudah dikupas (easy peeling), pigmented dan telah adaptif di

    Indonesia. Untuk mendapatkan buah jeruk lokal yang mempunyai sifat sesuai

    dengan tuntutan pasar (seedless, pigmented, low acid dan ukuran besar) secara efisien

    dan efektif dapat digunakan dengan cara mengintrogresikan sifat seedless dan

    pigmented dari spesies jeruk lain seperti Mandarin Satsuma. Mandarin Satsuma (C.

    unshiu Marc.) adalah merupakan jeruk introduksi yang termasuk tipe Mandarin yang

    mempunyai sifat parthenocarpy yang tinggi (seedless), mudah dikupas (easy peeling)

    dan pigmented (Yamamoto et al. 1997; Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996). Hasil

    introgresi gen dari fusi protoplas tersebut dihasilkan hibrida dengan level ploidi

    2n=4x=36 (Allotetraploid). Hibrida tersebut juga dapat digunakan sebagai tetua

    yang akan disilangkan dengan jeruk Siam (2n) untuk mendapatkan hibrida yang

    triploid (2n=3x) yang mempunyai sifat parthenocarpy yang tinggi. Strategi ini sudah

    banyak dilakukan para pakar pemulia jeruk di dunia, seperti di Jepang pada tahun

    1985 oleh Ohgawara et al dan Kobayashi and Ohgawara tahun 1988, di Amerika

    pada tahun 1988 oleh Grosser di Pakistan oleh Jaskani (1998) dan di Brazil oleh

    Mendes-da-Gloria et al (1999 dan 2000). Dengan teknologi fusi protoplas tersebut

    telah banyak menghasilkan hibrida-hibrida baru yang mempunyai keunggulan, baik

    karakter buah, morfologi dan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik.

    Bila dibandingkan dengan produk hasil bioteknologi lainnya, khususnya

    rekayasa genetika, fusi protoplas masih sangat diminati walaupun teknologi ini

    tergolong sulit dan rumit. Produk hibrida somatik yang dihasilkan dapat diterima

    oleh masyarakat tidak seperti tanaman transgenik hasil rekayasa genetika.

  • 20

    Daftar Pustaka

    Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 39 h.

    Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue culture. Theory and Practice. Elsevier

    Sciences Publishing Company Inc: 237-238. Broertjes C, Van Harten AM. 1988. Applied Mutation Bbreeding for Vegetatively

    Propagated Crops. Development in Crops Science. V. 12, Oxford:Elsevier, 345 pp.

    Cabasson CM, Luro F, Ollitrault O, Grosser JW. 2001. Non-random inheritance of

    mithocondrial genomes in Citrus hybrids froduced by protoplast fusion. Plant Cell rep 20:604-609.

    Cai XD, Fu J, Deng XX, Guo WW. 2007. Production and molecular

    characterization of potential seedless cybrid plants between pollen steril Satsuma Mandarin and two seedy Citrus cultivars. Plant Cell Tiss Organ Cult. 90:275-283.

    Calixto MC, Filho FFAM, Mendes BMJ, Vieira MLC. 2004. Somatic

    hybridozation between Citrus sinensis (L.) Osbeck and C. grandis (L.) Osbeck. Pesq. Agropec. Bras. 39(7):1-6.

    Departemen Pertanian . 1994. Penuntun Budiddaya Buah-buahan (Jeruk). Direktorat

    Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 269 h. Departemen Pertanian. 2007. Statistik Produksi HortiKultura Tahun 2006. Dirjen

    Hortikultura. Jakarta.

    Fu CH, Guo WW, Liu JH, Deng XX. 2003. Regeneration of Citrus sinensis + Clausena lansium intergeneric triploid ang tetraploid somatic hybrids and their molecular identification. In Vitro Cell Dev. Sci.20:251-255.

    Frost HB, Soost RK. 1968. Seed reproduction development of gametes and embryos .

    In: Reuther W, Webber HJ, Batchelor (eds) The Citrus Industry. Vol. I. University of California Press, Barkley, Calif. Pp. 290-324.

    Gmitter FG Jr, Grosser JW, and Moore GA. 1992. Citrus. In Biotechnology of

    Prennial Fruits Crops, ed. F.A. Hammerschalag and R. E. Litz, pp. 335-369.. Wallingford , Oxon, UK:CAB International.

  • 21

    Grosser JW, 1988. Application of protoplast fusion of citrus scion and rootstock improvement. Proc. Workshop. Scope for citrus breeding in Australia and the use of new breeding techniques, CSIRO, Merbein, Juli 1987, 146-151.

    Grosser JW and Gmitter FG Jr. 1990. Protoplast fusion and citrus improvement. Plant

    Breeding Reviews. Portland, V.8, p.339-374. Grosser JW and Gmitter FG Jr. 1991.Protoplast technology in tropical fruit,

    improvement, with focus on Citrus. Workshop on Agricultural Biotechnology Bogor, May 21-24.

    Grosser JW, Gmitter FG, Tusa N, Reforgiato G, and Cucinotta. 1996. Further

    evidence of a cybridization requirement for plant regeneration from citrus leaf protoplast following somatic fusion. Plant Cell Rep. 15:672-676.

    Grosser JW, Ollitrault P, Olivares-Fuster O. (2000). Somatic hybridization in Citrus:

    an effective tool to facilitate variety improvement. In Vitro Cell Dev Biol Plant 36:434-449.

    Grosser JW and Gmitter FG Jr. 2005. Application of somatic hybridization and

    cybridization in crop improvement, with citrus as a model. In vitro Cell Dev. Biol Plant 39:360-364.

    Gulsen O, Uzun A, Pala H, Canihos E, and Kafa G. 2007. Development of seedless and Mal secco tolerant mutant lemons through budwood irradiation. Science Horticultura.112 (2):184-190.

    Guo WW, Prassad D, Cheng YJ, Serrano P, Deng XX, and Grosser. 2004. Targeted

    cybridization in citrus: transfer of Satsuma cytoplasm to seedy cultivars for potential seedlessness. Plant Cell rep 22:752-758.

    Hearn CJ. 1984. Development of seedless orange and grapefruit cultivars through

    seed irradiation. J. Am. Soc. Hort. Sci., 109:270-273. Hearn CJ. 1986. Development of seedless grapefruit cultivars through budwood

    irradiation. J. Am. Soc. Hort. Sci.,111:304-306. Husni A, Mariska I, dan Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan regenerasi protoplas hasil

    fusi antara Solanum melongena dengan S. torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1):1-8.

    Hutabarat, B dan Setyanto A. 2007. Komoditas jeruk Indonesia di persimpangan

    jalan pasar domestik dan internaional. Prosiding Seminar Nasional Jeruk, Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. 472 h.

  • 22

    Jaskani MJ.1998. Interploid hiybridization and regeneration of kinnow mandarin. A Thesis submitted in partial fulfiment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy in Horticulture Faculty of Agriculture University of Agriculture Faisal Abad, Pakistan.p.169.

    Kobayashi S, Ohgawara T, Ohgawara E, Oiyima I, and Ishii IS.1988. A somatic

    hybirid plant obtained by protoplast fusion between navel orange (Citrus sinensis) and Satsuma mandarin. Plant Cell Tissue and Organ Culture14:63-69.

    Kobayashi S and Ohgawara T.1988. Production of somatic hybrid plants through

    protoplast fusion in Citrus. J. Agric. Rev. Quarterly. 22:181-188. Kunitake H, Kagami H, and Mii M. 1991. Somatic embrtogenesis and plant

    regeneration from protoplasts of Stsuma?mandarin (Citrus unshiu Marc.) Scientia Horticilturae, 47:27-33.

    Kuntarsih S. 2007. Pengelolaan rantai pasok dengan bisnis jeruk (kasus jeruk siam

    Pontianak Kabupaten Sambas). Makalah dalam seminar Nasional jeruk. Yogyakarta, 13-14 Juni 2007.

    Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Demetrio CGBM and Mendes BMJ. 1999.

    Embryogenic calli induction from nucellar tissu of Citrus cultivars. Sci. Agric. (56) 4: 1-11.

    Mendes-da-Gloria FJ, Maurao Filho FA, Camargo LEA, and Mendes BMJ. 2000.

    Caipira sweet orange Rangpur lime: a swomatic hybrid with potential for use as rootstock in the Brazilian citrus industry. Genetic Molecular Biology, V.23, p. 661-665.

    Moore GA. (2001). Oranges and lemons: clues to the taxonomy of Citrus from

    molecular markers. Trends Genet. 17(9):536-540. Moriguchi T, Hidaka T, Omura M, Motomura T, and Akihama T. 1996. Genotypes

    and parental combination influence efficiency of cybrid induction in citrus by electrofusion. Hort Science 31:275-278.

    Nicotra A. 2007.Mandarin-like hybrids of recent interest for fresh consumption.

    Problems and ways of control. Instituto Sperimentale per la Frutticoltura Rme-Italy. 13p.

    Ohgawara T, Kobayashi S, Ohgawara E, Uchi miya H, Ishii S. 1985. Somatic hybrids

    plants obtained by protoplast fusion between (Citrus sinensis and Poncirus tripoliata). Theor Appl Genet. 71: 1-4.

  • 23

    Oiyama I, Kobayashi S, Yoshinaga K, Ohgawara T, and Ishii S, 1991. Use of pollen from a somatic hybrid between Citrus and Poncirus in the production of triploids. Hort.Sci., 26:1082-1087.

    Ollitrault P, Dambier D, and Luro F. 1996. Somatic hybridization in Citrus; some

    new hybrids and alloplasmic plants. Proc. Int. Soc. Citricult.2:907-912. Power JB, Cummins SE, and Cocking EC. 1970. Fusion of isolated plant protoplasts.

    Nature 255:1016-1018. Sihachakr D. 1998. Culture Media and Protocols for Isolation and Fusion of

    Prtoplasts of Eggplant. Universite Paris sud, France (Tidak dipublikasi). Spiege-Roy P and Vardi A. 1989. Induced mutations in citrus:In Proc.6th

    International congres, pp 733-776, Tokyo: SABRAO.

    Spiege-Roy P, Vardi A, and Elhanati A. 1990. Seedless induced mutan in highly seeded lemon (Citrus limon). Mutation Breed. Newsl. 36:11.

    Spiegel-Roy P and Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University Press. 221 p. Vardi A, Breiman A, and Galun E. 1987. Citrus cybrids: production by donor-

    recipient protoplast fusion and verification by mitochondrial-DNA restriction profiles. Theor. Appl. Genet., 75:51-58.

    Veilleux RE, Compton ME, and Saunders JA. 2005. Use of Protoplasts for Plant

    Improvement In R.N. Trigiano and D.J. Gray (Eds) Plant Development and Biotechnology.187-200pp. CRC Press LLC.

    Xu XY, Liu JH, and Deng XX. 2006. Isolations of citoplats from Satsuma mandarin

    (Citrus unshiu Mrc.) and production of alloplasmic hybrid calluses via cytoplast-protoplsat fussion. Plant Cell rep. 25:533-539.

    Yamamoto M, Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Aborted anthers of

    Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic 70:9-14. Zhou J. 1986. Induction of seedless mutation by irradiation citrus seeds with 60 gamma rays. China Citrus. 2:1-4.

    Co

    Zimmermann U and Scheurich P. High frequency fusion of plant protoplast by

    electric field. Planta. 151:26-32.