jannah 6411413047 tugas paper

19
KEEFEKTIVITAS MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PEMILU SECARA BERKWALITAS Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah umum pendidikan kwarganegaraan Dosen pengampu : Natal Kristiono.,S.Pd.,M.H Oleh : Siti Nur Janah 6411413047 Rombel : 048 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014 1

Upload: natal-kristiono

Post on 26-Jul-2015

93 views

Category:

News & Politics


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jannah 6411413047 tugas paper

KEEFEKTIVITAS MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM

MEMUTUS SENGKETA PEMILU SECARA BERKWALITAS

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah umum pendidikan kwarganegaraan

Dosen pengampu : Natal Kristiono.,S.Pd.,M.H

Oleh :

Siti Nur Janah

6411413047

Rombel : 048

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

1

Page 2: Jannah 6411413047 tugas paper

ABSTRACK

Penanganan sengketa pemilukada oleh Mahkamah Konstitusi, sejak dialihkan dari

Mahkamah Agung, menimbulkan tekanan beban kerja yang cukup besar terhadap sembilan

hakim konstitusi. Tekanan ini terjadi akibat banyaknya perkara yang masuk dan singkatnya

waktu penyelesaian yang menurut undang-undang hanya 14 hari kerja sehingga

memunculkan pertanyaan tentang efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada yang

dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Peneltian ini, yang merupakan penelitian hukum

doktrinal atau normatif, mengkaji tiga pertanyaan yakni apakah dengan struktur, prosedur dan

kewenangan yang dimiliki MK sekarang ini berpengaruh terhadap efektifitas

penyelesaian sengkete pemilukada, apa saja kendala yang dihadapi dan rekomendasi apa

yang dibutuhkan agar MK bisa berperan lebih baik di masa yang akan datang. Melalui

pendekatan desktriptif kualitatif penelitian ini menemukan bahwa beberapa persoalan

yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa pemilukada di MK adalah sifat

Mahkamah Konstitusi yang sentralistik menimbulkan masalah access to justice mengingat

wilayah Negara Keastuan Republik Indonesia yang sangat luas, jumlah hakim yang

hanya sembilan orang, waktu penyelesaian yang singkat serta perluasan kewenangan MK

melalui putusannya. Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini sampai pada kesimpulan

bahwa penyelesaian sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi tidak berjalan

efektif. Untuk mengatasi permasalah tersebut, penelitian ini menghasilkan dua

rekomendasi yakni rekomendasi jangka pandek

Kata kunci : pengadilan konstitusi, perselisihan pemilihan umum

ABSTRACT

Settlement of local election dispute by the Constitutional Court, since the transfer of

the authority from the Supreme Court, causes workload pressure to the nine Justices

of the Court which rises the question concerning the effectiveness of the dispute

2

Page 3: Jannah 6411413047 tugas paper

ettlement by the Court. This research found that several factors that causes the

ineffectiveness are the sentralistic nature of the Court which causes the problem of access

to justice considering the Indonesian geographic condition, the short time range for

settling the dispute, the limited number of justices and the extension of the Court’s

auhtority. Based on the findings the research concluded that the settlement of ocal election

dispute at the Constitutional Court is not effective. To solve this, two recommendations are

offered. First, limiting the authority of the Court to settle only the dispute on the election

result. Second, adding the number of current justices with ad hoc local election justices.

Keywords: Constitutional Court, Local Election Dispute.

PEMBAHASAN

Pemilu adalah wujud nyata demokrasi prosedural, meskipun demokrasi tidak sama

dengan pemilihan umum, namun pemilihan umum merupakan salah satu aspek demokrasi

yang sangat penting yang juga harus diselenggarakan secara demokratis. Oleh karena itu,

lazimnya di negara-negara yang menamakan diri sebaga negara demokrasi mentradisikan

Pemilu untuk memilih pejabat-pejabat publik di bidang legislatif dan eksekutif baik di

pusat maupun daerah. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis saling merupakan “qonditio

sine qua non”,the one can not exist without the others.

1. Pemahaman tentang sengketa Pemilu

Kata sengketa pemilu” sebagai salah satu objek yang dianalisa. Untuk itu perlu

dipahami mengenai konsep dan definisi “sengketa pemilu” itu sendiri.Kata sengketa pemilu

apabila dilihat secara etimologis dapat dilihat dari istilah sengketa (dispute). Sengketa

tersebut merupakan implikasi dari timbulnya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

pemilu. Hasil penelitian Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA)

3

Page 4: Jannah 6411413047 tugas paper

mendefinisikan electoral dispute yaitu “any complaint, challenge, claim or contest relating to

any stage of electoral process.” Dari pengertian ini, cakupan electoral dispute pada dasarnya

memang luas dan meliputi semua tahapan pemilihan umum

Masalah hukum (pelanggaran dan sengketa) dalam pemilu menurut Topo Santoso secara

umum dapat dibagi menjadi 6 (enam) bentuk, yang terdiri dari:

1. Pelangaran Administrasi Pemilu;

2. Pelanggaran Pidana Pemilu;

3. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara;

4. Sengketa dalam proses pemilu;

5. Perselisihan hasil Pemilu;

6. Sengketa hukum lainnya.

Dengan demikian sengketa pemilu terdapat tiga macam yaitu sengketa dalam proses

pemilu, sengketa perselisihan hasil pemilu, dan sengketa hukum lainnya. Berbeda dengan

Topo Santoso, Moh. Jamin menyebutkan bahwa sengketa pemilu dibagi menjadi dua yaitu

sengketa dalam proses pemilu yang selama ini menjadi wewenang Badan/Panitia Pengawas

Pemilu dan sengketa atau perselisihan hasil pemilu, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008

menyebut secara eksplisit tiga macam masalah hukum pemilu, yaitu: pelanggaran

administrasi pemilu, pelanggaran pidana pemilu dan perselisihan hasil pemilu. Disebutkan

dalam Pasal 248 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008, bahwa pelanggaran administrasi

pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini yang bukan merupakan

ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU.

Sebagai contoh pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang Pemilu yang bersifat

administratif adalah dalam kampanye tidak boleh melibatkan anak-anak. Sedangkan contoh

pelanggaran administrasi yang merupakan pelanggaran peraturan KPU adalah pemasangan

alat peraga partai politik tertentu tidak boleh menghalangi alat peraga partai politik lainnya.

4

Page 5: Jannah 6411413047 tugas paper

Pelanggaran administrasi ini menjadi wewenang KPU/KPU Daerah untuk mengambil

tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. Pelanggaran administrasi perlu ada pelimpahan dari

Bawaslu/ Panwaslu.

Pelanggaran tindak pidana pemilu hasil temuan Bawaslu/Panwaslu maupun hasil

laporan dari pelapor apabila memenuhi unsur-unsur pidana pemilu disertai bukti-bukti yang

cukup perlu segera diteruskan oleh Bawaslu/ Panwaslu kepada Penyidik Polri untuk segera

ditindaklanjuti. Oleh penyidik Polri diteruskan kepada Jaksa Penuntut Umum dan berakhir di

Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Putusan pengadilan yang dirasakan oleh

terpidana atau oleh Jaksa sebagai putusan yang tidak memuaskan maka dapat diajukan

banding ke pengadilan tinggi yang berwenang. Perlu diketahui bahwa putusan banding

terhadap tindak pidana pemilu merupakan putusan yang terakhir dan mengikat serta tidak

ada upaya hukum lain (Pasal 255 ayat (5) UU Pemilu). Sebagai contoh pelanggaran tindak

pidana pemilu adalah Ketua Rukun Tetangga di suatu kampung, yang dengan sengaja

melarang seorang warganya untuk didaftar sebagai pemilih oleh petugas pendaftar, dengan

alasan yang tidak jelas. Maka ketua RT tersebut melanggar Pasal 260 UU Pemilu,dan

diancam dengan penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan dan denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling

banyak Rp 24.000.000.00 (dua puluh empat juta rupiah).Undang-Undang Nomor 12 tahun

2003 tentang Pemilu mengatur secara tegas sengketa yang terjadi diantara pihakpihak. Ialah

sengketa yang timbul dalam tahapan-tahapan Pemilu. Sengketa itu bukan dikarenakan

pelanggaran administratif maupun pelanggaran pidana. Sebagai contoh adalah ada seseorang

yang memasang alat peraga partai politik tertentu, tanpa ijin pemilik pekarangan. Pemilik

pekarangan tidak menerima kejadian itu dan melaporkan kepada Panwaslu. Maka Panwaslu

diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk menyelesaikan sengketa yang demikian itu.

Dengan cara memanggil pihak-pihak yang bersengketa untuk dipertemukan,diajak

5

Page 6: Jannah 6411413047 tugas paper

musyawarah untuk penyelesaian sengketa tersebut. Namun apabila tidak didapat

kesepahaman antara dua pihak yang bersengketa, maka Panwaslu menawarkan alternatif

untuk penyelesaian sengketa. Namun apabila penawaran alternatif yang diberikan oleh

Panwaslu tidak diterima oleh kedua belah pihak maka panwslu membuat keputusan fi nal

dan mengikat (Pasal 129 UU Pemilu 12/2003). Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam

Undang-undang Pemilu Nomor 10 tahun 2008 yang dijadikan dasar hukum penyelenggaraan

Pemilu 2009.

2. Wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga

Kewenangan terkait memutus perselisihan hasil pemilu oleh MK semula hanya

merupakan pemilihan umum presiden, DPR, DPRD, dan DPD. Namun dalam

perkembangannya kewenangan tersebut bertambah dengan memutus perselisihan hasil

pemilukada. Pengertian “pilkada” diubah menjadi “pemilukada” berdasarkan

UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu.Dalam putusan

Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilukada (PHPU.D) terdapat putusan-

putusan yang kontroversial. MK dengan putusannya seolah-olah telah memperluas

kewenangannya yang semula hanya terkait perselisihan hasil “mathematical count” saja

tetapi juga dapat memeriksa proses-proses selama penyelenggaraan pemilukada.MK

beragumen bahwa “MK harus menegakkan keadilan dan demokrasi dalam proses

pemilukada, sehingga apabila dalam prosesnya terdapat pelanggaran yang telah mencederai

nilai demokrasi yang telah mempengaruhi hasil MK dapat memeriksa perkara”.

Dalam kenyataannya, dengan melihat volume jumlah perkara yang ada,

Mahkamah Konstitusi cenderung akhirnya menjadi Mahkamah Sengketa Pemilu (Election

Court) karena jumlah perkara sengketa pemilu yang ditangani lebih banyak volumenya

dibandingkan pengujian undang-undang (Judicial Review) yang merupakan kewenangan

utama sebuah Mahkamah Konstitusi. Kewenangan baru ini ternyata juga mengubah irama

6

Page 7: Jannah 6411413047 tugas paper

kehidupan dan suasana kerja di MK. Para hakim konstitusi maupun pegawai MK pada bulan

tertentu harus bekerja ekstra keras dan dalam durasi waktu yang panjang untuk

menyelesaikan sengketa pemilukada yang masuk ke MK. Dalam waktu tertentu, sidang

sengketa pemilukada bahkan dilaksanakan dari pagi pukul 09.00 sampai malam hari

pukul 23.00 WIB. Apabila, sebelumnya di MK hanya ada dua persidangan dalam sehari,

sekarang ini jumlah persidangan bisa mencapai lima kali. Kemudian dengan banyaknya

perkara sengketa pemilukada yang harus diselesaikan sembilan hakim MK dalam waktu 14

hari tersebut, maka dikhawatirkan bisa mempengaruhi kualitas putusan MK terhadap

sengketa tersebut dan mengurangi kualitas putusan MK dalam menangani perkara

sengketa hasil pemilukada dan mengganggu peran MK dalam memutus permohonan

judicial review yang sejatinya merupakan domain utama kewenangannya.

Dasar yuridis lainnya adalah UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana secara tegas dijelaskan bahwa

sengketa pemilukada telah dialihkan dari MA ke MK. Kemudian, dalam

perkembangannya penambahan kewenangan itu justru mendatangkan ujian maha berat

bagi MK. Apabila diletakkan dalam kewenangan MK secara keseluruhan, terutama

wewenang menguji undang-undang, kewenangan baru MK dalam penyelesaian sengketa

hasil pemilukada itu telah menggeser volume kerja MK dari fungsi utamanya dalam

pengujian undang-undang menjadi badan peradilan yang lebih banyak menangani sengketa

pemilukada. Dengan kata lain, MK bergeser dari Constitutional Court menjadi seolah-olah

Election Court karena lebih banyak menangani perkara sengketa pemilukada daripada

pengujian undang-undang.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataannya MK

berperan penting dalam penyelesaian sengketa hasil pemilukada. MK mampu

memfasilitasi konflik politik yang merupakan hasil pemilukada dengan membawanya

7

Page 8: Jannah 6411413047 tugas paper

dari konflik yang terjadi, yang bisa memicu konflik horizontal antar pendukung ke gedung

MK. Di tingkat tertentu MK telah memiliki prestasi dalam mendorong pelaksanaan

pemilukada yang demokratis. Akan tetapi, dalam titik tertentu, MK juga memiliki masalah

yang mengganggu perannya sehingga tidak berjalan secara efektif.

Setidaknya, sampai dengan saat ini, pemilukada masih dianggap sebagai the problems

of local democracy, belum menjadi solusi bagi demokrasi lokal. Tidak heran jika kalangan

pesimistik berpendapat bahwa “pemilukada is a problem, not solution.” Hal ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain:

a. Pertama, sistem yang digunakan dalam pemilukada yang disebut two round

system, belum menjamin kompetisi yang fair dan nihil intervensi. Di sisi lain, sistem

ini menimbulkan fenomena “high cost democracy” atau demokrasi berbiaya tinggi;

b. Kedua, partai-partai politik yang menjadi aktor dalam pemilukada lebih

menonjolkan pragmatisme kepentingan dan belum memiliki preferensi politik

yang jelas, sehingga partai politik tersandera oleh kepentingan pemilik modal

dan bahkan partai hanya dijadikan “kuda tunggangan” oleh para kandidat. Prof.

Mahfud ketua MK RI juga berpendapat bahwa pemilukada juga mendorong

berjangkitnya moral pragmatisme, baik calon kepala daerah, penyelenggara

pemilukada, maupun masyarakat

c. Ketiga, KPUD sebagai penyelenggara pemilukada memiliki banyak sekali

keterbatasan. Keterbatasan ini berhubungan dengan tiga hal yang sangat esensial

yaitu: (1) pemahaman terhadap regulasi;

(2) kelembagaan penyelenggaraPemilukada;

(3) tata kelola pemilukada.;

d. Keempat, panwaslu pemilukada menjadi salah satu pilar yang ikut berkontribusi

membuat pemilukada menjadi tidak demokratis. Kasus kecurangan yang sering terjadi

8

Page 9: Jannah 6411413047 tugas paper

dalam pemilukada tidak hanya menampar wajah demokrasi lokal, tetapi juga

mempertanyakan eksistensi panwaslu sebagai penjamin pemilukada bergerak

sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi;

e. Kelima, pemilukada juga tengah menghadirkan fenomena penurunan partisipasi

pemilih dan kenaikan angka golongan putih (golput)

f. Keenam, beberapa kelemahan di tingkat penyelenggara pemilukada tersebut juga

mendorong terjadinya penumpukkan masalah yang akhirnya semuanya

ditumpukkan ke MK. Oleh karena itu, MK akhirnya tidak hanya memeriksa

sengketa hasil penghitungan suara, tapi lebih jauh masuk pada ranah proses

pelaksanaan pemilukada itu sendiri. Akibatnya, MK juga memeriksa sengketa

administrasi dan pelanggaran pidana yang terjadi sehingga sidang MK menjadi

panjang dan menguras tenaga.

Dasar hukum kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai berikut:

1. UUD 1945, Pasal 24 C ayat (1) “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-

undang terhadap Undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga

Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus

pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum”;

2. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003, Pasal 10 ayat (1) huruf d “Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat fi nal

3. untuk a, …, b, …., c, …, d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”;

4. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008. Pasal 258 ayat (1) “Perselisihan hasil Pemilu

adalah perselisihan antara KPU dan Peserta pemilu mengenai penetapan perolehan

suara hasil pemilu secara nasional. Ayat (2) Perselisihan penetapan perolehan suara

9

Page 10: Jannah 6411413047 tugas paper

hasil pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perselisihan Pemilu

mengenai penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi

Peserta Pemilu. Pasal 259 ayat (1) hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara

hasil pemilu secara nasional,Peserta pemilu dapat mengajukan permohonan

pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada

Mahkamah Konstitusi. Ayat (2) Peserta Pemilu mengajukan permohonan kepada

Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 x 24 (tiga

5. kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu

secara nasional oleh KPU. Ayat (3) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota wajib

14 menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi;

6. Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilu Presiden. Pasal 201 ayat (1)

“Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diajukan

keberatan hanya oleh pasangan calon kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu

paling lama 3 ( tiga ) hari setelah penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden

oleh KPU. Ayat (2) Keberatan sebagaimana dimaksud oleh ayat (1) hanya terhadap

hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan Pasangan Calon atau

penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;

7. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan kedua Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 236 C “Penanganan

sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18

(delapan belas) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan”.

3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilu

Mekanisme penyelesaian sengketa pemilihan umum atau Electoral Dispute Resolution

(EDR) dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui jalur formal dan informal. Artinya,

10

Page 11: Jannah 6411413047 tugas paper

EDR dapat berupa jalur prosedural yaitu melalui pengadilan atau semacam komisi bentukan

khusus menangani masalah pemilihan umum atau melalui negosiasi. Mekanisme formal atau

yang bersifat prosedural sebenarnya sangat penting dilakukan guna menjamin penyelesaian

atas kendalakendala yang potensial terjadi selama proses pemilu agar tetap tertangani sampai

upaya terakhir. Setidaknya, terdapat lima mekanisme penegakan hukum untuk penyelesaian

sengketa pemilu, yaitu

1) Pemeriksaan oleh badan penyelenggara pemilu dengan kemungkinan mengajukan

banding ke institusi yang lebih tinggi;

2) Pengadilan atau hakim khusus pemilu untuk menangani keberatan pemilu;

3) Pengadilan umum yang menangani keberatan dengan kemungkinan dapat diajukan

banding ke institusi yang lebih tinggi;

4) Penyelesaian masalah pemilu diserahkan ke pengadilan konstitusional dan/atau

peradilan konstitusional; dan

5) Penyelesaian masalah pemilihan oleh pengadilan

Adapun mekanisme tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1.

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilu

NO Sistem Penyelesaian Perselisihan Negara

1. Pemeriksaan oleh badan penyelenggara pemilu dengankemungkinan untuk mengajukan banding ke institusi yang lebih tinggi

Filipina (Comelec yangbisa mengajukan bandingke Pengadilan Tinggi)

2. Pengadilan atau hakim Khusus untuk menangani keberatan dalam pemilu

Malaysia, Singapura danFilipina

3. Proses pengadilan umum terhadap pemilihan dapatmengajukan permohonan ke institusi yang lebih tinggi

4. Penyelesaian perselisihan hasil pemilu diserahkan kepengadilan konstitusional

Indonesia

5. Penyelesaian perselisihan hasil pemilu oleh pengadilan tinggi

Filipina

11