identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user IDENTIFIKASI POLA ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH DI DAERAH MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER Disusun Oleh: DIMAS NOER KARUNIA M 0208031 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan gelar Sarjana Sains FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Desember, 2012

Upload: nguyendieu

Post on 14-Jan-2017

258 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IDENTIFIKASI POLA ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH

DI DAERAH MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO

DENGAN METODE GEOLISTRIK

KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER

Disusun Oleh:

DIMAS NOER KARUNIA

M 0208031

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

Persyaratan gelar Sarjana Sains

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Desember, 2012

Page 2: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi saya yang

DI

DAERAH MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO DENGAN

METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-

adalah hasil kerja saya dan sepengetahuan saya hingga saat ini isi skripsi tidak

berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau materi

yang telah diajukan untuk mendapatkan gelas kesarjanaan di Universitas Sebelas

Maret atau di Perguruan Tinggi lainnya kecuali telah dituliskan di daftar pustaka

skripsi ini dan segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian

ucapan terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau diphotocopy secara bebas

tanpa harus memberitahu penulis.

Surakarta, Desember 2012

Dimas Noer Karunia

Page 4: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

IDENTIFIKASI POLA ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH DI DAERAH MUDAL, GEBANGHARJO, PRACIMANTORO

DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER

DIMAS NOER KARUNIA Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai identifikasi pola aliran sungai bawah

tanah Luweng Sapen dengan metode geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger

di kawasan Dusun Mudal, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Resistivitymeter OYO model

2119C McOHM-EL dengan panjang lintasan 480 meter dan 800 meter, jarak

antar elektroda potensial 30 meter dan 50 meter, dan faktor pengali elektroda arus

(n) adalah 1,2,3,4,5, dan 6. Data resistivitas semu yang didapat dari pengukuran

diolah menggunakan software Res2Dinv ver 3.56.

Berdasarkan hasil pengolahan dapat diinterpretasikan memiliki

kecenderungan membentuk pola kontur lorong pada rentang resistivitas 69,2

lintasan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 terdapat pola kontur yang berbentuk

menyerupai lorong yang diduga sebagai lorong-lorong sungai bawah tanah.

Lapisan batuan karbonat yang berbentuk lorong tersebut diduga memiliki lapisan

batuan penudung atau capsrock dan memiliki kantong-kantong air (water pocket)

dari struktur sungai bawah tanah.Lorong-lorong dari lapisan batuan karbonat pada

lintasan tersebut diduga memiliki sifat pembawa air yang merupakan jalur dari

sungai bawah tanah Luweng Sapen. Pola aliran sungai bawah tanah Luweng

Sapen diduga Utara pada lintasan 4 dan menuju kearah selatan pada lintasan 6

bercabang menjadi dua lorong, cabang pertama menuju kearah timur pada lintasan

7 dan cabang kedua diduga menuju semakin keselatan menuju lintasan 3 dan 5.

Kata kunci : Karbonat, sungai bawah tanah, geolistrik, resistivitas

Page 5: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

IDENTIFICATION OF RIVER FLOW UNDERGROUND WATER PATTERN IN MUDAL, GEBANGHARJO,

PRACIMANTORO THE GEOELECTRIC METHOD CONFIGURING WENNER-SCHLUMBERGER

DIMAS NOER KARUNIA Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT

This research is to identify the underground river flow patterns, namely

Luweng Sapen in the Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, with geoelectric

methods Wenner-Schlumbeger configuration. The measurement were performed

by using a resistivitymeter OYO type 2119c McOHM-EL with a line length of

480 meters and 800 meters, the distance between the potential electrode are 30

meters and 50 meters, and the curent electrode multiplier factors (n) are 1,2,3,4,5,

and 6. The data processing using Res2dinv ver 3.56 software.After data

processing, it can be said that the result has a tendency to form a contour hallway

2, 3, 4, 5, 6 and 7

have a contour pattern resembling the hallway the alleged as underground river.

Layers of carbonate rock that form the hallway is alleged to have the

capsrock and water pocket of the structure of underground river. The hallways of

the layer of carbonate rocks on the line is alleged to have the properties of the

water carrier which is the path of an underground river Luweng Sapen. The

pattern of underground river flow of Luweng Sapen alleged heading toward to the

North of the line 4 South and branched into two hallways. The first branch,

heading towards to the East of the line 7 and second branch alleged toward to the

South heading the line 3 and 5.

Keywords: Carbonate, underground river, geoelectric, resistivity

Page 6: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

Identifikasi Pola

Aliran Sungai Bawah Tanah di Daerah Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro dengan

Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger

ini menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak

yang telah membantu dengan ikhlas dan tulus hati:

1. Bapak Darsono, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing satu sekaligus

pembimbing akademik yang selalu memberi masukan dan arahan-arahan untuk

terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Darmanto, S.Si., M.Si selaku pembimbing dua yang selalu membantu

memberi penjelasan teori selama ini.

3. Ibu Yofentina Iriani selaku panitia skripsi, terima kasih atas pemberian tata

cara penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Budi legowo serta bapak Sorja Koesuma yang selalu membantu

memberi masukan ilmu-ilmu geofisika untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Teman-teman team geofisika sekaligus sahabat Ardi, Reza, Kinayung, Bugar,

Gilang, Iwan. Tomo, (alm) Alam, Agus, Tidar, Nuril, Caga, Marsudi, Andri

dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangatnya

tanpa kalian penulis bukanlah siapa-siapa.

6. Sahabat-sahabat Arin, Restu, Dian, Serly, Fitri, Ega, Nunul, Atus, Octa dan

Zulfa terimakasih atas semua masukan dan kritik yang telah kalian berikan.

7. Arum Luvita Sari terimakasih atas waktu dan semuanya selama ini.

8. Kedua orang tua Rochmad dan Rini, serta adik-adik Angga, Ajeng, dan Rio

terimakasih atas semuanya, kalian semangat dalam setiap langkahku.

9. Dan semuanya kakak tingkat dan adik tingkat yang tidak bisa penulis sebut

satu persatu terimakasih atas semuanya.

Page 7: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

10. Teman-teman 2008 terimakasih semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis

harap skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Desember 2012

Dimas Noer Karunia

Page 8: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. iv

HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

1.2. Batasan Masalah ........................................................................... 2

1.3. Perumusan Masalah ...................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3

1.5.Manfaat Penelitian ......................................................................... 3

BAB II DASAR TEORI .................................................................................. 4

2.1. Karakteristik Batuan Karst ........................................................... 4

2.2. Akuifer Karst ................................................................................ 5

2.3. Akuifer non Karst ......................................................................... 6

2.3.1. Porositas Batuan ................................................................. 6

2.3.2. Permeabilitas (K) dan Transmisivitas (T) .......................... 9

2.3.3. Zonasi Vertikal ................................................................... 10

2.4. Geologi Regional .......................................................................... 11

2.5. Metode Geolistrik ......................................................................... 12

2.6. Resistivitas Semu ......................................................................... 14

2.7. Aliran Sumber Arus Tunggal ....................................................... 15

2.8. Konfigurasi Wenner-Shlumberger ............................................... 18

Page 9: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 21

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 21

3.2. Alat Penelitian .............................................................................. 21

3.3. Prosedur Penelitian ...................................................................... 22

3.3.1. Survei Lokasi ...................................................................... 22

3.3.2. Pengambilan Data .............................................................. 23

3.3.3. Pengolahan Data ................................................................. 25

3.4. Analisis Data ................................................................................ 26

3.5. Diagram Alir Penelitian ............................................................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 28

4.1. Interpretasi Lintasan ..................................................................... 28

4.1.1. Lintasan Pertama ................................................................ 29

4.1.2. Lintasan Kedua ................................................................... 30

4.1.3. Lintasan Ketiga .................................................................. 31

4.1.4. Lintasan Keempat ............................................................... 33

4.1.5. Lintasan Kelima ................................................................. 34

4.1.6. Lintasan Keenam ................................................................ 35

4.1.7. Lintasan Ketujuh ................................................................ 37

4.2. Analisis Lintasan Pertama hingga Ketujuh .................................. 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 42

5.1. Kesimpulan ................................................................................... 42

5.2. Saran ............................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43

LAMPIRAN .................................................................................................... 45

Lampiran 1. Data Percobaan ............................................................... 45

Lampiran 2. Resistivitas Batuan .......................................................... 59

Lampiran 3. Resistivity Meter ............................................................. 61

Lampiran 4. Data Bor .......................................................................... 64

Page 10: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Porositas Batuan .............................................................................. 8

Page 11: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skema pelarutan batuan Karst / gamping .................................. 5

Gambar 2.2 (a)Diffuse, (b)mixed dan (c)conduit aliran airtanah karst ......... 6

Gambar 2.3 Porositas pada batuan (a) non karst dan (b) batuan karst .......... 9

Gambar 2.4 Water Table ............................................................................... 10

Gambar 2.5 Peta Geologi regional Pracimantoro ......................................... 11

Gambar 2.6 Prinsip pengukuran geolistrik .................................................... 13

Gambar 2.7 Material homogen yang dialiri arus .......................................... 14

Gambar 2.8 Aliran arus pada elektroda tunggal ............................................ 16

Gambar 2.9 Potensial pada jarak r di titik P .................................................. 16

Gambar 2.10 Formasi Elektroda Geolistrik .................................................... 17

Gambar 2.11 Konfigurasi Wenner-Schlumberger .......................................... 19

Gambar 3.1 Lokasi pengambilan data ........................................................... 21

Gambar 3.2 Seperangkat Resistivitymeter .................................................... 22

Gambar 3.3 Lintasan Pengambilan data ........................................................ 23

Gambar 3.4 Konfigurasi Wenner-Schlumberger .......................................... 24

Gambar 3.5 Metode Pengambilan data Wenner-Schlumberger .................... 25

Gambar 3.6 (a) input data resistivitas semu dan (b) input data ketinggian ... 26

Gambar 3.7 Diagram alir prosedur penelitian ............................................... 27

Gambar 4.1 Lintasan Penelitian .................................................................... 28

Gambar 4.2 Hasil pengolahan data lintasan pertama .................................... 29

Gambar 4.3 Hasil pengolahan data lintasan kedua ....................................... 30

Gambar 4.4 Hasil pengolahan data lintasan ketiga ....................................... 31

Gambar 4.5 Hasil pengolahan data lintasan keempat ................................... 33

Gambar 4.6 Hasil pengolahan data lintasan kelima ...................................... 34

Gambar 4.7 Hasil pengolahan data lintasan keenam .................................... 35

Gambar 4.8 Hasil pengolahan data lintasan ketujuh ..................................... 37

Gambar 4.9 Lintasan pengukuran ................................................................. 39

Gambar 4.10 Dugaan pola aliran sungai bawah tanah .................................. 40

Page 12: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Percobaan ........................................................................... 45

Lampiran 2. Resistivitas Batuan ..................................................................... 59

Lampiran 3. Resistivity Meter ......................................................................... 61

Lampiran 4. Data Bor ...................................................................................... 64

Page 13: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan. Hal ini

dikarenakan seluruh makhluk hidup membutuhkan air untuk mempertahankan

hidup. Pada kenyataannya ketersediaan air semakin berkurang terutama pada

musim kemarau. Banyak daerah di dunia khususnya Indonesia mengalami

kekeringan dan kesulitan air, terutama daerah-daerah yang memiliki struktur

geologi mayoritas karst. Daerah karst merupakan daerah yang memiliki formasi

batuan penyusun yang terdiri dari batuan-batuan gamping atau karbonat. Sehingga

warga masyarakat yang tinggal di daerah karst pada musim kemarau terpaksa

harus mencari air dari sumber alami yang terdapat pada struktur karst yang

disebut dengan Luweng atau mengambil air dari daerah yang bukan berstruktur

geologi karst untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

Seperti yang telah diketahui dari struktur geologi wilayah karst memiliki

sistem sungai bawah tanah (akuifer karst). Sistem akuifer karst memiliki sifat

yang anisotropis dan heterogen (Ford and William, 1992). Artinya sistem sungai

bawah tanah memiliki orientasi arah aliran tertentu dan melewati beragam struktur

batuan khas karst. Karakteristik geologi kawasan karst lainnya adalah terdapat

porositas sekunder sebagai akibat dari retakan-retakan berbentuk lorong yang

akan menjalar kesegala arah secara tidak beraturan (Adji, 2006). Sehingga akuifer

karst diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu celah (fissure), rembesan (diffuse), dan

lorong (conduit). Karst dengan sistem akuifer aliran conduit adalah pola paling

sering dijumpai. Hal ini dikarenakan komponen aliran conduit pada saat hujan

apabila dilihat hampir menyerupai sungai bawah tanah, dimana air hujan yang

berada di permukaan masuk ke dalam akuifer karst melalui sinkhole (Adji, 2009)

Daerah Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro merupakan salah satu daerah

di Indonesia yang memiliki struktur geologi mayoritas karst. Sehingga, daerah ini

sering mengalami kesulitan guna memenuhi kebutuhan air sehari-sehari terutama

di musim kemarau. Warga Mudal, Gebangharjo dalam memenuhi kebutuhan air

Page 14: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

hanya mengandalkan sistem tadah hujan yang ada di rumah-rumah. Namun

demikian, daerah mudal terdapat Luweng Sapen, sebagai indikator keberadaan

sungai bawah tanah. Hal ini memerlukan klarifikasi secara geofisika, salah satu

metode geofisika untuk mengidentifikasi sungai bawah tanah adalah metode

geolistrik.

Metode geolistrik merupakan salah satu teknik untuk penentuan

keberadaan air tanah berdasar sifat-sifat listrik yaitu sifat tahanan jenis dari batuan

di lapangan. Pada metode ini, masing-masing lapisan batuan dipresentasikan oleh

variasi nilai tahanan jenis. Nilai tahanan jenis setiap lapisan batuan di tentukan

oleh faktor jenis material penyusunnya, kandungan air dalam batuan, sifat kimia

air dan porositas batuan. Oleh karena itu dengan mengetahui nilai tahanan jenis

dari masing-masing lapisan batuan dapat di pelajari jenis material batuan dan

kondisi air tanahnya. Metode ini dapat memetakan anomali air sehingga

didapatkan daerah air tanah-dalam yang mempunyai banyak kandungan air dan

dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Penelitian ini merupakan pendeteksian bawah permukaan karst dengan

metode geolistrik konfigurasi wenner-schlumbereger. Metode konfigurasi wenner

schlumbereger ini dilakukan dengan bentangan sejauh 800 meter dengan jarak a

sejauh 50 meter, selanjutnya dilakukan penginjeksian arus ke dalam permukaan

karst dengan menggunakan 4 buah elektroda yang terdiri dari 2 buah elektroda

potensial dan 2 buah elektroda arus. Metode konfigurasi ini berguna untuk

memetakan permukaan bawah tanah secara 2D dengan berdasar tahanan jenis

yang terukur sehingga dapat diidentifikasi material-material apa saja penyususun

bawah permukaan (Satriani dan Loperte, 2011).

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan di daerah karst yang berada di Pracimantoro,

Wonogiri. Metode konfigurasi yang digunakan dalam pendeteksian sungai bawah

tanah ini adalah Wenner-Schlumberger.

Page 15: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan ulasan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah

1. Bagaimana mendeteksi sungai bawah tanah daerah karst di Pracimantoro?

2. Bagaimanakah aplikasi metode geolistrik digunakan mendeteksi

kedalaman akuifer daerah karst?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mencari keberadaan

sungai bawah tanah dan mengidentifikasi pola aliran sungai bawah tanah daerah

karst di Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, Wonogiri.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi tentang dugaan keberadaan sungai bawah tanah pada

daerah karst di Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro, Wonogiri.

2. Berdasarkan pola penyebaran aliran sungai bawah tanah pada daerah karst

sehingga dapat dibangun instalasi yang dapat dimanfaatkan untuk

kebutuhan sehari-hari pada musim kemarau.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian

lain tentang air tanah dalam.

Page 16: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Batuan Karst

Karst merupakan suatu istilah yang diadaptasi dari bahasa Slovenia yang

berarti lahan gersang berbatu. Beberapa peneliti mengatakan bahwa karst

merupakan suatu lahan yang memiliki suatu karakteristik medan lahan yang khas,

hal ini dikarenakan kawasan karst memiliki kondisi hidrologi yang terbentuk

akibat dari batuan yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder yang

berkembang dengan baik (Ford and Wiliam, 1992). Batuan karst memiliki

karakteristik sebagai berikut :

1. terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai

ukuran dan bentuk,

2. langkanya atau tidak terdapatnya drainase/ sungai permukaan, dan

3. terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah.

Karst tidak hanya terjadi di daerah berbatuan karbonat, tetapi terjadi juga

di batuan lain yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder (kekar dan

sesar intensif), seperti batuan gipsum dan batugaram. Namun demikian, karena

batuan karbonat mempunyai sebaran yang paling luas,karst yang banyak dijumpai

adalah karst yang berkembang di batuan karbonat. Kawasan karst yang

berkembang di batuan karbonat berdasarkan proses pembentukannya, didominasi

oleh pelarutan batuan dimana batuan kapur (gamping) diawali oleh larutnya CO2

di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H-

dan HCO32-. Ion H- inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi Ca2+ dan

HCO32-. Perumusan reaksi dari proses pelarutan batuan sebagai berikut (Haryono

dan Adji, 2004) :

CaCo3+ H2O+CO2 Ca2+ + 2HCO3

Proses pelarutan batuan diatas diakibatkan oleh 2 faktor, dua faktor tersebut terdiri

dari faktor pendorong dan faktor pengontrol. Kedua faktor tersebut memegang

peranan penting pada proses pelarutan dan pembentukan karst, sehingga tanpa

Page 17: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

kedua faktor tersebut lahan karst tidak dapat terbentuk.berikut merupakan skema

pelarutan batuan karst,

Gambar 2.1 Skema pelarutan batuan Karst / gamping (Trudgil,1985)

Faktor pengontrol merupakan faktor yang menentukan dapat tidaknya proses

karstifikasi berlangsung (proses pembentukan lahan karst). Faktor pengontrol

antara lain :

1. Batuan mudah larut, kompak, tebal, dan mempunyai banyak rekahan

2. Curah hujan yang cukup (>250 mm/tahun)

3. Batuan terekspos di ketinggian yang memungkinkan perkembangan

sirkulasi air/drainase secara vertikal.

Selanjutnya, faktor pendorong merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan

dan kesempurnaan proses karstifikasi. Pada faktor pendorong ini terdiri dari

temperatur dan penutupan hutan.

2.2. Akuifer Karst

Akuifer merupakan lapisan yang berada dibawah permukaan tanah dan

mengandung air, sehingga merupakan suatu bentuk formasi geologi yang dapat

menyimpan dan mengalirkan air pada periode tertentu (Acworth, 2001). Pada

akuifer karst memiliki karakteristik dimana adanya sistem conduit dan diffuse

: Hasil Pelarutan

Page 18: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

yang hampir tidak terdapat pada akuifer jenis lain (White, 1988). Ada kalanya

suatu formasi karst didominasi oleh sistem conduit dan ada kalanya pula tidak

terdapat lorong-lorong conduit tetapi lebih berkembang sistem diffuse, sehingga

hanya mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap sirkulasi air tanah karst.

Tetapi, pada umumnya suatu daerah karst yang berkembang baik mempunyai

kombinasi dua element tersebut. Gambar 2.2 menunjukkan sistem conduit,

diffuse, dan campuran pada formasi karst. Selain itu terdapat satu lagi sistem

drainase di daerah karst yaitu sistem rekahan (fissure) (Gillieson,1996).

Gambar 2.2 (a) Diffuse, (b) mixed dan (c) conduit aliran air tanah karst

(Domenicoand Schwartz, 1990)

2.3. Akuifer Non Karst

Berdasarkan dari geohidrolika terdapat beberapa istilah yang membedakan

sifat-sifat dan karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan akuifer satu

dengan yang lainnya. Pembagian berdasarkan geohidrolika sendiri antara lain

porositas, permeabilitas, transmisivitas, dan zonasi vertikal.

2.3.1 Porositas Batuan

-pori

batuan dengan total volume batuan, seperti yang dinotasikan pada rumus

ini :

Page 19: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

(2.1)

Besar kecilnya porositas tergantung dari jenis batuan dan matrik pada

batuan itu sendiri. Berbicara mengenai besarnya porositas batuan karbonat

pada daerah karst tidak semata-mata tergantung dari matriks batuan, tetapi

lebih tergantung dari proses lanjutan setelah batuan itu terbentuk atau

muncul di permukaan bumi. Secara umum porositas batuan dibedakan

menjadi dua tipe yaitu:

a) Porositas primer, yaitu porositas yang tergantung dari matriks

batuan itu sendiri; dan

b) Porositas sekunder, yaitu porositas yang lebih tergantung pada

proses sekunder seperti adanya rekahan ataupun lorong hasil proses

solusional.

Dalam hal ini, jika dikatakan bahwa batuan karbonat di daerah karst

mempunyai porositas yang besar adalah lebih signifikan karena adanya

percelahan hasil proses pelarutan sehingga lebih cocok digolongkan

sebagai porositas sekunder. Kesimpulannya, batuan gamping yang belum

terkarstifikasi akan mempunyai nilai porositas yang jauh lebih kecil

dibandingkan dengan batuan gamping yang telah terkarstifikasi dengan

baik. Tabel 2.1 menyajikan porositas pada beberapa jenis batuan termasuk

pada batuan gamping/karbonat.

Page 20: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Tabel 2.1 Porositas Batuan (Acworth, 2001)

Material (%)

Sedimen tidak kompak

Kerikil Sand Silt Lempung

25 40 25 50 35 50 40 70

Batuan

Fractured basalt Gamping terkarstifikasi Sandstone Gamping, dolomit Shale Fractured crystalline rock Dense crystalline rock

5 50 5 50 5 30 0 20 0 10 0 10 0 5

Batuan gamping dan juga dolomit yang belum terkarstifikasi

mempunyai kisaran nilai porositas yang sangat kecil (maksimal 10%).

Sebaliknya, jika jika batuan gamping telah terkarstifikasi akan mempunyai

nilai porositas yang tinggi (mencapai 50%) Selanjutnya, Gambar 2.3

mengilustrasikan perbedaan tipe porositas pada daerah karst dan non karst.

Berdasarkan Gambar 2.3 terlihat bahwa tipe porositas pada batuan non-

karst biasanya bersifat teratur dan intergranuler (saling berhubungan ke

segala arah), sementara pada batuan karst sangat tergantung dari arah dan

kedudukan percelahan (cavities) yang terbentuk karena proses solusional.

Proses solusional merupakan proses terbentuknya sebuah lahan yang

diakibatkan oleh pelarutan material batuan karbonat yang disebabkan oleh

air. Dari waktu ke waktu, jika sistem percelahan masih memungkinkan

untuk terus berkembang, maka besarnya porositas sekunder ini juga akan

bertambah besar.

Page 21: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Gambar 2.3 (a) Porositas pada batuan non karst dan (b) Porositas pada

batuan karst (Adji, 2006)

2.3.2 Permeabilitas (K) dan Transmisivitas (T)

Permeabilitas atau konduktivitas hidraulik (K) secara sederhana dapat

diartikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk meloloskan air/cairan.

Nilai ketergantung dari media (batuan) dan independen terhadap jenis

cairan. Transmissivitas (T) adalah sejumlah air yang dapat mengalir

melewati satu unit luas akuifer secara 100% horizontal. Nilai T ini

merupakan suatu fungsi berbanding lurus dengan konduktivitas hidraulik

(K) dan tebal akuifer (b),

sehingga :

(2.2)

dimana T= transmissivitas akuifer (m2/hari)

K= permeabilitas akuifer (m/hari)

b = tebal akuifer (m)

Nilai K dan T tergantung dari besar kecilnya porositas, sortasi batuan,

tekstur batuan, deformasi dan rekahan. Akibatnya, karena lorong-lorong

solusional yang dihasilkan pada batuan gamping yang terkarstifikasi

(a) (b)

Page 22: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dengan baik mengakibatkan nilainya menjadi cukup signifikan pula

dibanding jenis batuan lain.

2.3.3 Zonasi Vertikal

Pada akuifer non karst, zonasi vertikal mempunyai pola sebagai berikut :

a. lapisan paling atas dibawah tanah adalah zona tak jenuh (aerasi)

b. lapisan ditengah adalah zona intermediate yang dibagi lagi menjadi

zone vadose dan zone kapiler. Zona vadose merupakan zona tanah

yang berada di antara permukaan tanah dan muka airtanah. Zona

vadose merupakan zona yang berada pada kedalaman 0 hingga

lebih dari 100 meter dan terletak diantara zona air tanah dengan

zona kapiler. Zona kapiler merupakan zona naik karena pengaruh

kapiler tanah dari muka air tanah. Tinggi zona ini sangat tergantung

struktur tanah dibagian tersebut.

c. lapisan di bawah muka air tanah (water table) dikenal sebagai zone

jenuh air Sifat dan kedudukan akuifer non-karst secara vertikal ini

cenderung tetap dan hanya berfluktuasi menurut musim sepanjang

tahun.

Gambar 2.4 Water Table

Page 23: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Sementara itu, sifat agihan vertikal akuifer pada batuan karbonat

cenderung berubah dari waktu ke waktu tergantung dari cepat lambatnya

tingkat pelarutan dan lorong-lorong yang terbentuk. Pada akhirnya,

penurunan muka airtanah akan stabil setelah mencapai kedudukan yang

sama dengan water level setempat (local base level) jika batuan karbonat

terletak di atas formasi batuan lain.

2.4. Geologi Regional

Gambar 2.5 Peta Geologi regional Pracimantoro (Lembaga Penelitian Tanah,

1996)

Dusun Mudal, Desa Gebangharjo merupakan salah satu daerah yang

berada di Kecamatan Pracimantoro dimana memiliki lahan seluas 27.972.3 Ha.

Lahan daerah Pracimantoro material penyusunnya didominasi oleh batu kapur dan

napal. Berdasarkan fisiografi permukaan daerah Pracimantoro merupakan daerah

bukit lipatan dan macam tanahnya dalam kode TMWL merupakan wilayah dalam

formasi Wonosari Punung dimana struktur batuan terdiri atas batu gamping, batu

PETA GEOLOGIKABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH

Page 24: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

gamping napalan-tufan, batu gamping konglomerat, batu pasir tufan dan

batulanau.

2.5. Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan suatu cabang metode geofisika yang

digunakan dalam eksplorasi dangkal pada permukaan tanah, contohnya penentuan

kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, dan juga digunakan dalam

eksplorasi georhermal. Metode ini dilakukan dengan mengukur tahanan jenis

material yang ada didalam bumi. Tahanan jenis atau disebut dengan resistivitas

merupakan besaran yang digunakan untuk mengukur tingkat hambatan material

terhadap kuat arus listrik. Metode geolistrik dilakukan dengan menginjeksikan

arus listrik kedalam tanah kemudian mengukur besaran tegangan dan kuat arus

yang digunakan untuk menghitung resistivitasnya.

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang didasarkan

pada penerapan konsep kelistrikan kebumian. Metode geolistrik digunakan untuk

memperkirakan sifat kelistrikan dari suatu formasi batuan bawah permukaan

dalam kemampuannya menghantarkan (konduktivitas) atau menghambat listrik

(resistivitas). Listrik yang mengalir pada suatu formasi batuan terjadi karena

adanya fluida elektrolit pada pori-pori atau rekahan batuan, sehingga suatu

formasi batuan bergantung pada porositas batuan serta jenis fluida yang mengisi

pada pori-pori tersebut. Formasi batuan porous yang berisi air asin atau berisi air

tentu lebih konduktif dibanding batuan yang hanya berisi udara atau kosong,

selain itu temperatur yang tinggi juga mempengaruhi penurunan nilai resistivitas

batuan keseluruhan karena meningkatnya mobilitas ion-ion penghantar muatan

listrik pada fluida yang bersifat elektrolit (Hani, 2009).

Cara kerja metode geolistrik dapat diibaratkan dengan rangkaian listrik,

arus yang berasal dari suatu sumber dialirkan pada suatu medium beban listrik

misalkan kawat, maka besarnya resistansi dapat diperkirakan berdasarkan

besarnya potensial sumber dan besarnya arus yang mengalir. Besarnya nilai

resistansi tidak dapat digunakan untuk memperkirakan jenis material karena jenis

material masih bergantung dengan ukuran atau geometri. Prinsip pengukuran

Page 25: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

geolistrik adalah dengan mengalirkan arus listrik ke dalam bumi melalui kontak

dua elektroda arus (C1-C2), kemudian diukur distribusi potensial (P1-P2) yang

dihasilkan. Resistivitas batuan bawah permukaan dapat dihitung dengan

mengetahui besar arus yang dipancarkan melalui elektroda tersebut dan besar

potensial yang dihasilkan seperti Gambar 2.6. Untuk mengetahui struktur bawah

permukaan yang lebih dalam, maka jarak masing-masing elektroda arus dan

elektroda potensial ditambah secara bertahap. Semakin besar spasi atau jarak

elektroda arus maka efek penembusan arus ke bawah makin dalam, sehingga

batuan yang lebih dalam akan dapat diketahui sifat-sifat fisisnya.

Gambar 2.6 Prinsip pengukuran geolistrik

Pengukuran Resistivitas batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti homogenitas batuan, kandungan air, porositas, permeabilitas, dan

kandungan mineral. Berdasarkan hasil-hasil pengukuran yang sudah diolah

kemudian dikorelasikan dengan pengetahuan geologi sehingga akan memberikan

informasi mengenai keadaan geologi bawah permukaan secara logis pada daerah

penelitian. Prinsip kerja dari metode resistivitas adalah mengalirkan arus listrik ke

dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian beda potensialnya diukur

melalui dua elektroda potensial, sehingga nilai resistivitasnya dapat dihitung.

Resistivitas (tahanan jenis) merupakan suatu besaran yang menunjukkan tingkat

hambatan terhadap arus listrik dari suatu bahan, yang diberi simbol . Hambatan

Page 26: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

listrik R suatu bahan berbanding lurus dengan panjang penghantar L dan

berbanding terbalik dengan luas penampang penghantar A seperti Gambar 2.7,

yang didefinisikan sebagai berikut (Zohdy dkk., 1980).

Gambar 2.7 Material homogen yang dialiri arus memiliki luas penampang A,

panjang L dan ujung-ujung permuk V (Zohdy,

dkk., 1980)

Harga tahanan jenis batuan diperoleh dari persamaan berikut :

(2.3)

Dengan R

L = panjang (meter)

A = Luas penampang (meter2)

2.6. Resistivitas semu

Tujuan survey geolistrik tahanan jenis adalah untuk mengetahui

resistivitas bawah permukaan bumi dengan melakukan pengukuran di permukaan

bumi. Resistivitas bumi berhubungan dengan mineral, kandungan fluida dan

derajat saturasi air dalam batuan. Metode yang bisa digunakan pada pengukuran

resistivitas secara umum yaitu dengan menggunakan dua elektroda arus (C1

dan C2),dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua elektroda

tegangan (P1 dan P2), hal ini dapat diartikan bahwa bumi homogen isotropis,

sehingga tahanan jenis yang diperoleh merupakan tahanan jenis yang sebenarnya

dan tidak tergantung pada spasi elektroda.

Page 27: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Pada kenyataannya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas

yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh lapisan-

lapisan tersebut. Harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga

resistivitas untuk satu lapisan saja, padahal terdiri dari beberapa lapisan. Sehingga

resistivitas yang terukur adalah resistivitas semu ( ), yang besarnya ditentukan

dengan penurunan persamaan berikut:

(2.4)

(2.5)

Dengan

V = Tegangan terukur (mV)

I = Arus (mA)

L = Panjang Material (m)

A = Luas Penampang (m2)

2.7. Aliran sumber arus tunggal

Potensial di suatu titik yang ditimbulkan oleh arus pada medium homogen

isotropis hanya ditentukan oleh jarak dari sumber arus ke titik pengukuran, maka

potensial akan berkurang sepanjang r. Apabila panjang lapisan homogen dalam

persamaan 2.8 dianggap menuju nol dengan mendefinisikan Shell tipis dengan

ketebalan dr ( Gambar 2.8) maka persamaan 2.9 dapat ditulis sebagai berikut:

(2.9)

(2.6)

(2.7)

(2.8)

Page 28: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Gambar 2.8 Aliran arus pada elektroda tunggal (Reynolds, 2002 dalam Asmanto,

2003)

arus I dialirkan ke dalam medium Gambar 2.9, maka arus selanjutnya mengalir

secara radial dan seketika terdistribusi merata (uniform) membentuk setengah

bola. Pada jarak r r2

maka rapat arus J menjadi :

Persamaan 2.8 disubstitusi ke dalam persamaan 2.11, maka diperoleh:

dengan mengintegralkan persamaan 2.11, diperoleh:

Potensial pada jarak r di titik P dalam Gambar 2.9 dari titik sumber arus C adalah

dengan mempertimbangkan syarat batas, bila r ~ , maka V = 0 dan C = 0.

persamaan 12 menjadi:

Gambar 2.9 Potensial pada jarak r di titik P. (Sarma, 1997 dalam Asmanto,2003)

Page 29: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Gambar 2.10 Formasi elektroda geolistrik

K merupakan faktor geometri, dimana besarnya faktor geometri ini bergantung

pada konfigurasi elektroda yang digunakan. Berdasarkan persamaan 2.11 dapat

diturunkan untuk potensial yang ditimbulkan oleh dua elektroda arus (I+ dan I-), di

titik P1 seperti gambar 2.10 adalah sebagai berikut :

Sedangkan P2 sebagai berikut :

Maka beda potensial diantara dua elektroda P1 dan P2 adalah :

P1 VP2 (2.16)

Sehingga diperoleh :

Besar resisivitas semu adalah

C1 C2 P1 P2

Page 30: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Dimana K merupakan faktor geometri, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai K adalah

2.8. Konfigurasi Wenner-Schlumberger

Metode konfigurasi Wenner-Schlumberger merupakan salah satu metode

konfigurasi dalam geolistrik. Pada konfigurasi ini digunakan dua buah elektroda

yang bertindak sebagai arus dan dua buah elektroda bertindak sebagai potensial

(satriani,2011). Metode konfigurasi ini sebenarnya merupakan modifikasi dari

bentuk konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger, kedua konfigurasi

ini dapat digunakan pada sistem konfigurasi yang menggunakan aturan spasi yang

konstan dengan catatan faktor untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak

antara elektroda C1-P1 dan C2-P2 dengan spasi antara elektroda P1-P2. Dimana, a

adalah jarak antara elektroda P1-P2. Konfigurasi ini secara efektif menjadi

konfigurasi Schlumberger ketika faktor n menjadi 2 dan seterusnya. Sehingga ini

sebenarnya merupakan kombinasi antara konfigurasi Wenner-Schlumberger yang

menggunakan spasi elektroda yang konstan.

Metode konfigurasi Wenner-Schlumberger dalam cakupan horizontal

dibandingkan dengan metode konfigurasi Wenner, konfigurasi Wenner-

Schlumberger jauh lebih baik hal ini dikarenakan penetrasi konfigurasi ini 15%

lebih baik dibanding konfigurasi Wenner (Novan, 2010). Pada konfigurasi

Wenner-Schlumberger dalam memperoleh kedalaman yang lebih maka jarak

antara elektroda P1-P2 ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi untuk n

yang sama sampai pada elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda P1-

P2 ditingkatkan menjadi 3a, dan seterusnya.

Page 31: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Gambar 2.11 Konfigurasi Wenner-Schlumberger (Suhendra, 2007)

Berdasarkan konfigurasi diatas dapat diperoleh nilai dari K dengan persamaan :

(2.21)

(2.22)

(2.23)

(2.24)

Page 32: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

(2.28)

(2.29)

Persamaan faktor geometri berdasarkan konfigurasi Wenner-Schlumberger

didapat nilai faktor geometri yakni :

(2.30)

Page 33: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2012. Lokasi

pengambilan data dilakukan di daerah Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro,

Wonogiri.

Gambar 3.1 Lokasi pengambilan data (Peta Geologi)

3.2. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resistivity meter

OYO model 2119C McOHM-EL, sebagai sumber tegangan dari Resistivity meter

digunakan accumulator sebesar 12 V. Penghubung instrumen antara Resistivity

meter dengan elektroda digunakan empat buah rol kabel yang masing-masing

memiliki panjang sekitar 400 meter, serta dalam pengecekan kondisi kabel

Pracimantoro

Page 34: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

digunakan multimeter apabila terjadi kabel putus. Elektroda memiliki fungsi

sebagai media pentransmisian arus listrik ke dalam bumi dan mengukur beda

potensial yang timbul yang selanjutnya dapat dihitung resistivitas semu dengan

bantuan kalkulator. Media yang digunakan dalam menancapkan elektroda ke

dalam tanah digunakan palu.

Gambar 3.2 Seperangkat Resistivitymeter

Peralatan pendukung lain yang digunakan dalam penelitian yakni rol

meteran yang berfungsi untuk mengukur jarak bentangan dan spasi antar elektroda

yang akan diambil datanya. Global Potisioning System (GPS) Garmin Model II

plus untuk menentukan posisi letak titik ukur lintang dan bujur. Pengontrol

kelurusan lintasan pengambilan data digunakan kompas, selain pengontrol

kelurusan lintasan, kompas juga digunakan untuk menentukan arah pengambilan

data. Alat komunikasi diperjalanan pengambilan data anatara operator dengan

pengambil data pada elektroda digunakan Handy Talky.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Survei Lokasi

Survei lokasi merupakan tahapan awal sebelum dilakukannya pengambilan

data yang dilakukan bulan januari 2012, tahapan awal meliputi pegamatan lokasi-

lokasi dilakukannya penelitian, sehingga dengan tahapan ini dapat diperkirakan

sejauh mana lintasan data yang akan diambil dan arah bentangan berdasarkan

Page 35: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

tujuan pengambilan data. Pendugaan awal keterdapatan sungai bawah tanah pada

daerah pengambilan data berdasarkan kemunculan ke permukaan luweng sapen

pada daerah pengambilan data.

Gambar 3.3 Lintasan Pengambilan data

3.3.2. Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan data konfigurasi

Wenner-Schlumberger. Berdasarkan metode konfigurasi ini diperoleh data

penelitian antara lain a (datum point), K (faktor geometri), n (perulangan), V (

beda potensial), I (arus), dan (resistivitas/tahanan jenis). Pengambilan data

dilakukan dengan beberapa panjang lintasan, panjang lintasan pertama sepanjang

800 meter dengan a = 50 meter dan spasi elektroda sebanyak 54 kali dan panjang

lintasan kedua sepanjang 480 meter dengan a = 30 meter, spasi elektroda

sebanyak 54 kali. Banyak titik yang diambil adalah sebanyak 7 titik dengan pola 5

titik memotong pendugaan jalur aliran dari Luweng Sapen dan 2 titik sebagai

pengontrol aliran.

Page 36: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 3.4 Konfigurasi Wenner-Schlumberger

Pada pengambilan data geolistrik terdapat 4 buah elektroda antara lain C1,P1,P2,

dan C2. C1 dan C2 merupakan elektroda yang bekerja sebagai elektroda arus,

sedangkan P1 dan P2 merupakan elektroda yang bekerja sebagai elektroda

potensial.

Page 37: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Gambar 3.5 Metode Pengambilan data Wenner-Schlumberger

3.3.3. Pengolahan Data

Pengolahan data geolistrik menggunakan software computer antara lain

Microsoft Excel yang digunakan untuk membuat form pengambilan data, notepad

digunakan untuk input data, dan Res2Dinv yang digunakan untuk pengolahan data

dua dimensi sehingga didapatkan peta lateral bawah permukaan bumi. Input data

pada notepad dapat dilihat pada Gambar 3.6a

Page 38: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

(a)

(b)

Gambar 3.6 (a) Cara input data resistivitas semu dan (b) Cara input data

ketinggian

3.4. Analisis Data

Analisa merupakan tahap interpretasi data geolistrik hasil dari pengolahan

software res2dinv yang berupa peta lateral 2 dimensi penampang bawah

Nama data

Jarak antara eletroda potensial dalam meter

Kode wenner-schlumberger

Jarak elektroda arus dengan pusat Banyak perulangan (n)

Resistivitas semu batuan

Banyak data

Kode input data ketinggian

Banyak data ketinggian

(Jarak titik pengambilan, ketinggian)

Page 39: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

permukaan. Interpretasi data geolistrik diartikan sebagai penerjemah bahasa fisis

berupa nilai tahanan jenis (resistivitas) menjadi bahasa geologi yang lebih

umum untuk mengetahui potensi akifer.

3.5. Diagram Alir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tahapan prosedur kerja seperti pada gambar

sebagai berikut :

Gambar 3.7 Diagram alir prosedur penelitian

Pengambilan data

Pengukuran Data Resistivity meter

Pengolahan Data Dengan Res2Dinv

Interpretasi data inversi berdasar Peta Geologi, data bor, dan literatur resistivitas

Tahanan Semu

Penampang 2 Dimensi

Kesimpulan

Survai Lokasi

Page 40: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

BAB IV HASIL DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Interpretasi Lintasan

Penelitian identifikasi pola aliran sungai bawah tanah ini dilakukan di

daerah Dusun Mudal, Kelurahan Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro.

Kecamatan Pracimatoro berdasarkan peta geologi, memiliki formasi batuan

penyusun Wonosari-Punung meliputi Batu gamping, Batu gamping napalan-tufan,

Batu gamping konglomerat, batu pasir tufan, dan batulanau. Penelitian ini

dilakukan sebanyak 7 lintasan dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi

Wenner-Schlumberger. Lintasan pengambilan data ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Data mapping yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan informasi secara

vertikal dan horizontal bawah permukaan tanah.

Gambar 4.1 Lintasan penelitian

Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah Res2Dinv.

Prosedur dalam pengolahan yaitu input data dengan memasukkan lebar jarak antar

elektroda potensial, faktor pengali elektroda arus, jarak elektroda arus, nilai

resistivitas semu yang didapat dari pengambilan data dilapangan, dan data

ketinggian posisi pengambilan data. Faktor pengali elektroda arus yaitu 1 hingga

6, hal ini merujuk panjang lintasan pengambilan data. Langkah selanjutnya

menginversi data tersebut sehingga didapatkan peta lateral 2 dimensi dengan

informasi nilai resistivitas batuan-batuan penyusun, dan data topografi. Data-data

Page 41: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

setiap lintasan hasil pengoalahan selanjutnya dilakukan interpretasi sebagai

berikut :

Lintasan Pertama

Gambar 4.2 Hasil pengolahan data lintasan pertama

Lintasan pertama diambil pada koordinat S 08o o

Pengambilan data dimulai dari arah utara menuju selatan. Panjang lintasan

pengambilan data adalah 800 meter dengan jarak antar elektroda potensial 50

meter dan faktor pengali elektroda arus adalah 1 hinga 6. Hasil inversi

pengolahan data diperoleh kedalaman hingga 200 meter dan terdapat beberapa

lapisan batuan penyusun. Hasil resitivitas yang didapat dari pengolahan Gambar

4.2. Lapisan pertama paling dekat dengan permukaan tanah memiliki rentang

resistivitas 32, , retasikan sebagai

batu pasir tufan yang telah bercampur dengan batulanau. Batuan ini letaknya

tersebar dari pusat lintasan hingga 800 meter. Batu pasir tufan merupakan batu

pasir yang bersifat massif dengan porositas baik dan cenderung merupakan sisipan

dalam lapisan penyusun batuan. Sedangkan batulanau merupakan batuan sedimen

klastik yang cenderung menyerupai lempung dan berukuran lanau, yaitu sekitar

1/256 hingga 1/16 mm (Noor, 2009). Lapisan-lapisan ini bukan merupakan akifer

yang baik. Hal ini dikarenakan batuan penyusun tersebut memiliki nilai porositas

25-50% (Acworth, 2001) dan letaknya tersebar.

Lapisan batuan penyusun berada pada rentang resistivitas antara 4,

hingga 32, .

Lapisan ini bersifat massif dan berupa sisipan berada pada kedalaman 150 meter

hingga 200 meter.

Elevation (m)

Page 42: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Pada lapisan selanjutnya pada Gambar 4.2 adalah batuan karbonat atau

batuan kapur. Batuan ini mulai dijumpai berada pada kedalaman sekitar 40 meter.

Hasil pengolahan data memperlihatkan dua buah anomali, anomali pertama pada

jarak 370-430 meter dan anomali yang kedua berada pada jarak sekitar 600-720

meter dari pusat panjang lintasan. Nilai resistivitas batuan berkisar antara 438

ivitas penampang lapisan tersebut dapat diduga

bahwa lapisan batuan tersebut merupakan batuan karbonat atau Batu gamping.

Lapisan batuan karbonat tersebut merupakan batuan yang kedap air dan diduga

berbentuk seperti lorong sungai bawah tanah. Sekitar lorong terdapat lapisan yang

merupakan struktur penyusun sungai bawah tanah. Lapisan ini memiliki

resistivitas sekitar yang memiliki sifat masif, porositas baik, dan biasanya hadir

sebagai sisipan (Hani, 2009). Lapisan di bawahnya memiliki resistivitas batuan

konglomerat. Batu gamping jenis ini memiliki struktur butir batuan berbentuk

bulat. Lapisan ini merupakan batuan penudung (capsrock) dari struktur sungai

bawah tanah. Batu gamping yang berada di bawah lapisan batu napalan-tufan

memiliki ketebalan sekitar 70 meter, sehingga lapisan ini dapat menyimpan air

yang cukup dan mengalirkan melalui rongga yang diduga terbentuk melalui

proses karstifikasi (Adji, 2009). Proses karstifikasi merupakan proses pelarutan

batuan-batuan karbonat yang disebabkan oleh air.

Lintasan kedua

Gambar 4.3 Hasil pengolahan data lintasan kedua

Elevation (m)

Page 43: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Pengambilan data pada lintasan kedua dilakukan pada koordinat S

08o o47,262. Pengambilan data dimulai dari arah barat menuju

timur. Panjang lintasan dalam proses pengambilan data sejauh 800 meter dengan

jarak antar elektroda potensial 50 meter dan faktor pengali elektroda arus adalah 1

hingga 6. Hasil pengolahan data pada lintasan kedua ini dapat diduga lapisan yang

berada paling atas terdiri dari beberapa macam struktur batuan. Berdasarkan

Gambar 4.3, pada jarak sekitar 73-675 meter dari pusat lintasan memiliki

resistivitas batuan sekitar 4,91-49,

batu pasir tufan dan batulanau. Lapisan ini diduga bukan merupakan akifer yang

baik. Hal ini dikarenakan memiliki nilai porositas sekitar 25-75%. Sehingga pada

lapisan seperti ini tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan air dan

cenderung hanya melewatkan air (Acworth, 2001).

Interpretasi selanjutnya pada lapisan penampang Gambar 4.3 dijumpai

lapisan b

lapisan ini berupa batu gamping napalan tufan yang cenderung hadir sebagai

sisipan. Pada permukaan, nampak struktur batuan karbonat pada jarak dari pusat

sekitar 710 meter dengan pendugaan lebar 30 meter. Batuan tersebut memiliki

resistivitas

kecil disekitar permukaan tanah. Batuan karbonat ini tidak berpotensi sebagai

akifer yang baik. Hal ini diduga karena belum mengalami proses karstifikasi

dengan baik. Sehingga dapat dikatakan pada lapisan ini hanya memiliki sedikit

rongga-rongga untuk mengalirkan air.

4.1.3. Lintasan Ketiga

Gambar 4.4 Hasil pengolahan data lintasan ketiga

Elevation (m)

Page 44: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Pengambilan data lintasan ketiga dilakukan dengan panjang lintasan

sejauh 800 meter. Jarak antar elektroda potensial 50 meter dan faktor pengali

elektroda arus adalah 1 hingga 6. Lokasi lintasan ketiga yang diambil pada

koordinat S 08o o ri arah

timur menuju barat. Pada lintasan ketiga ini nampak pada Gambar 4.4, terdapat

lapisan batuan yang memiliki nilai resistivitas berkisar antara 22,8 hingga 49,9

-batuan penyusun pada rentang resistivitas tersebut diduga merupakan

batu pasir tufan (sandstone) dan batulanau (Telford, 1976). Lapisan batuan

tersebut tersebar sekitar 75 meter hingga 275 meter dari pusat panjang lintasan

dengan ketebalan sekitar 50 meter. Batuan jenis ini memiliki struktur masif, dan

memiliki porositas yang baik.

Diduga merupakan lapisan batuan gamping napalan tufan yang tersebar hampir

diseluruh penampang lateral. Batu gamping napalan tufan yang memiliki sifat

batuan yang hadir sebagai sisipan batu gamping (Hani, 2009). Batu gamping

napalan-tufan ini bersifat massif dan memiliki porositas yang baik. Sehingga

dapat dikatakan dapat mengalirkan air ke lorong sungai bawah tanah melalui

rongga-rongga pori yang berada pada batuan karbonat (Noor, 2009). Pada Gambar

merupakan Batu gamping konglomerat. Batu gamping konglomerat memiliki sifat

batuan yang berstruktur bulat massif, dan memiliki porositas yang baik sehingga

dapat bertindak sebagai batuan penudung atau capsrock (Satuti, 2010).

Berdasarkan Gambar 4.4 terdapat dua buah pola kontur yang diberi tanda

kotak seperti lorong (conduit). Diduga merupakan salah satu bentuk porositas

sekunder. Pola kontur lorong pertama berada pada daerah sekitar permukaan

dengan jarak 710 meter dari pusat lintasan dan memiliki lebar rongga sekitar 10

diidentifikasi batuan ini merupakan batuan karbonat. Anomali yang kedua berada

pada jarak berkisar 475 meter hingga 575 meter dari pusat panjang lintasan. Pada

lapisan batuan karbonat ini mulai nampak pada kedalaman sekitar 20 meter dari

permukaan. Lapisan ini berbentuk seperti lorong yang cukup lebar berkisar 80

Page 45: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

meter dan memi

Pada lapisan karbonat kedua ini dengan resistivitas batuan karbonat yang cukup

besar. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa batuan karbonat tersebut belum

mengalami karstifikasi secara baik namun apabila dilihat dari rongga atau lorong

yang cukup besar. Dapat dikatakan lapisan ini berpotensi akuifer yang nantinya

akan dapat menampung air dalam jumlah yang cukup dan dapat mengalirkan

melalui lorong atau rongga-rongga yang terbentuk akibat proses karstifikasi.

4.1.4. Lintasan Keempat

Gambar 4.5 Hasil pengolahan data lintasan keempat

Pengambilan lintasan keempat dilakukan dengan panjang lintasan sejauh

480 meter. Jarak antar elektroda potensial 30 meter dan faktor pengali elektroda

arus adalah 1 hingga 6. Lintasan keempat ini diambil pada koordinat S

08o o

menuju barat. Berdasarkan hasil pengolahan data Gambar 4.5, dapat

diinterpretasikan lapisan penyusun batuan yang memiliki rentang resistivitas

antara 5,89-

ini letaknya tersebar antara 75-725 meter dari pusat lintasan.

Pada lapisan-lapisan batuan penyusun lintasan keempat ini beradasarkan

nilai resistivitas batuan dan kemunculan letak batuan, terdapat batuan dengan

dari pusat lintasan. Diduga batuan ini merupakan batu gamping napalan tufan

dengan struktur batuan massif dan cenderung memiliki letak dengan arah vertikal.

Lapisan batuan napalan tufan ini diduga mengalirkan air yang berasal dari

permukaan. Selanjutnya masuk melalui pori-pori batuan karbonat sebagai pengisi

lorong-lorong pada struktur sungai bawah tanah. Hal ini dikarenakan batuan

gamping napalan tufan memiliki porositas yang baik.

Elevation (m)

Page 46: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Pada Gambar 4.5 yang diberi tanda kotak terdapat pola kontur memiliki

nilai resistivi

berbentuk lorong pada jarak sekitar 195-215 meter dari pusat panjang lintasan

dengan kedalaman 85 meter dari permukaan. Lapisan karbonat ini memiliki

resistivitas jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai resistivitas pada lapisan

karbonat lintasan ketiga. Sekitar lorong juga terdapat lapisan-lapisan dengan

Batu gamping konglomerat. Batu gamping konglomerat ini memiliki struktur

batuan bulat bersifat massif dan memiliki porositas yang baik. Pada lapisan

karbonat ini dapat dikatakan telah mengalami proses karstifikasi jauh lebih baik

dibandingkan dengan daerah lintasan ketiga. Sehingga lapisan karbonat ini dapat

dikatakan berpotensi sebagai akifer, yang dapat menampung air yang cukup dalam

waktu tertentu dan dapat mengalirkan melalui rongga atau lorong dari batuan

karbonat.

4.1.5. Lintasan kelima

Gambar 4.6 Hasil pengolahan data lintasan kelima

Pengambilan data pada lintasan kelima dilakukan pada koordinat lokasi S

08o o

menuju timur. Panjang lintasan yang digunakan pada lokasi kelima ini adalah

sejauh 800 meter dengan jarak antar elektroda potensial 50 meter dan faktor

pengali elektroda arus adalah 1 hingga 6. Hasil pengolahan data resistivitas semu

yang didapat dari data lapangan seperti nampak pada Gambar 4.6. hal ini dapat

diinterpretasikan bahwa mayoritas lapisan penyusun batuan memiliki nilai

yang didapat dapat diinterpretasikan bahwa batuan penyusun tersebut merupakan

Elevation (m)

Page 47: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

batu pasir tufan (sandstone) dan batu lanau. Lapisan ini tersebar dari 75-675

meter dari pusat lintasan dan nampak hingga kedalaman sekitar 130 meter.

Pada lokasi ini nampak lapisan penyusun dengan resistivitas berkisar 50

sebagai Batu gamping napalan-tufan yang berstruktur massif dan berporositas

baik. Pada panjang lintasan 475-485 meter dari pusat lintasan terdapat pola kontur

batuan karbonat yang menyerupai lorong kecil yang memiliki nilai resistivitas

dak berpotensi sebagai

akifer hal ini disebabkan memiliki lebar rongga atau lorong yang hanya sekitar 10

meter dan diduga belum terkarstifikasi dengan baik. Sehingga lapisan ini tidak

memiliki kemampuan untuk cukup menampung air dan mengalirkannya.

Pola kontur lorong kedua seperti pada Gambar 4.6, mulai nampak sekitar

jarak 710-725 meter dari pusat panjang lintasan. Pada lapisan ini memiliki nilai

resistivitas berkisar 376-

gamping yang berbentuk lorong yang merupakan struktur sungai bawah tanah.

Namun, lapisan ini memiliki lorong yang kecil dan berada di permukaan.

Sehingga diduga lapisan ini belum mengalami proses kartifikasi batuan karbonat

dengan baik dan hanya memiliki rongga-rongga kecil.

4.1.6. Lintasan keenam

Gambar 4.7 Hasil pengolahan lintasan keenam

Lintasan keenam diambil pada koordinat S 08o o46,960.

Pengambilan data dimulai dari arah barat menunu timur. Pengambilan pada

lintasan keenam ini berada sekitar 400 meter dari lintasan lintasan pertama dan

panjang lintasan keenam memotong lintasan pertama. Panjang lintasan yang

digunakan adalah 480 meter dengan jarak antar elektroda potensial 30 meter dan

Elevation (m)

Page 48: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

faktor pengali elektroda arus adalah 1 hingga 6. Hasil pengolahan data pada

lintasan keenam pada Gambar 4.7 dapat diinterpretasikan bahwa lintasan keenam

ini memiliki lapisan penyusun batuan. Pada rentang resistivitas berkisar antara

Acworth (2001) lapisan batuan ini hadir sebagai sisipan yang berporositas tinggi

25-70%. Sehingga air yang mengenai lapisan ini hanya akan dilewatkan tanpa

ditampung. Berdasarkan Gambar 4.7 lapisan batuan ini tersebar hampir diseluruh

lapisan pada jarak 45 hingga 435 meter dari pusat pengambilan data. Jenis batuan

ini nampak hingga kedalaman sekitar 110 meter.

Pada lintasan keenam ini pada Gambar 4.7 yang diberi tanda kotak

nampak dua buah pola kontur berbentuk lorong. Lapisan batuan penyusun hasil

pengolahan yang memi

resistivitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa lapisan tersebut merupakan

batuan karbonat. Pada gambar 4.7 nampak lapisan batuan karbonat tersebut

membentuk lorong-lorong. Diduga sebagai batuan penudung atau capsrock yang

merupakan struktur penyusun sungai bawah tanah. Batuan penudung tersebut

terdiri beberapa lapis batuan penyusun. Berdasarkan nilai resistivitas yang

batuan ini merupakan Batu gamping konglomerat karena lapisan batuan ini hadir

dengan struktur batuan yang bulat dan memiliki porositas yang baik.

Struktur lapisan batuan ini bersifat masif sehingga bertindak sebagai

batuan penudung dalam struktur sungai bawah tanah. Anomali berbentuk pola

kontur lorong batuan karbonat pertama nampak pada jarak 180-200 meter dari

pusat pengambilan data. Pada anomali ini dapat dikorelasikan dengan

pengambilan data pada lintasan pertama dan dapat dikatakan merupakan lorong

yang sama hal ini dikarenakan diperoleh bentuk lorong dan rentang yang hampir

sama.

Pada anomali yang kedua nampak pada jarak 280-350 meter dari pusat

lintasan pengambilan data. Anomali kedua ini nampak lorong yang lebih lebar

dari lorong yang pertama. Berdasarkan lebar lorong dan nilai resistivitas dapat

diduga bahwa lapisan karbonat ini telah mengalami proses karstifikasi dan dapat

Page 49: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

dikatakan lapisan ini berpotensi sebagai akifer yang baik yang dapat menampung

air pada jumlah yang cukup dan mengalirkannya pada waktu tertentu.

4.1.7. Lintasan ketujuh

Gambar 4.8 Hasil pengolahan data lintasan ketujuh

Pengambilan data pada lintasan ketujuh dilakukan dengan panjang lintasan

480 meter. Jarak antar elektroda potensial 30 meter dan faktor pengali elektroda

arus adalah 1 hingga 6. Lintasan pengambilan data berada pada koordinat S

08o o . Pengambilan data dimulai dari arah utara menuju

selatan. Hasil pengolahan data pada lintasan ketujuh ini didapatkan penampang

lateral dua dimensi seperti nampak pada Gambar 4.8. Berdasarkan Bambar 4.8

nampak bahwa lapisan ketujuh juga terdiri dari beberapa lapisan batuan penyusun.

Pada hasil pengolahan nampak rentang resistivitas berkisar 8,61 hingga 49,9

dapat diinterpretasikan sebagai lapisan batuan penyusun yang terdiri dari batu

pasir tufan dan batu lanau. Lapisan-lapisan batuan penyusun ini hadir sebagai

sisipan diantara lapisan batuan karbonat dan tersebar antara jarak 45 hingga 435

meter dari pusat pengambilan data. Lapisan-lapisan ini bukan merupakan akifer

yang baik. Hal ini dikarenakan memiliki porositas yang relatif tinggi 25-70%

(Acworth, 2001). Sehingga lapisan ini tidak dapat menyimpan air dan cenderung

air mudah lolos.

Pada jarak sekitar 280 meter dari pusat pengambilan data dijumpai pola

kontur berbentuk seperti lorong dengan resistivitas batuan sebesar 82,

seperti nampak pada Gambar 4.8 yang diberi tanda kotak. Berdasarkan resistivitas

nilai batuan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa batuan tersebut merupakan

batuan karbonat. Anomali berbentuk lorong yang cukup lebar ini dan memiliki

batuan penudung atau capsrock. Pada batuan yang diduga sebagai lapisan batuan

Elevation (m)

Page 50: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Batu gamping konglomerat. Batu gamping konglomerat memiliki struktur batuan

berbentuk bulat dan berstruktur masif, lapisan ini merupakan satuan dari sistem

sungai bawah tanah. Lapisan batuan karbonat yang berbentuk seperti lorong

tersebut memiliki resistivitas relatif kecil sekitar 82,

lapisan karbonat berisi banyak air, sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan

oleh Telford, dkk (1976), yang menyatakan bahwa batuan bertipe karbonat

apabila dalam keadaan basah memiliki rentang nilai resistivitas yang lebih rendah

daripada batuan bertipe karbonat dalam keadaan kering. Sehingga dapat dikatakan

bahwa lapisan batuan karbonat ini merupakan akifer yang baik. Hal ini karena

diduga menyimpan air yang cukup dan dapat mengalirkan air pada waktu tertentu

yang terbentuk dari proses karstifikasi.

4.2. Analisis Lintasan Pertama Hingga Ketujuh

Hasil dari pengambilan dan pengolahan data dari lintasan pertama hingga

ketujuh dapat diambil kesimpulan bahwa disetiap lintasan diperoleh lapisan-

lapisan batuan penyusun yang hampir sama. Hal ini merujuk peta geologi wilayah

Pracimantoro. Mayoritas lapisan yang berisikan batu pasir tufan dan batulanau

berada tersebar diseluruh permukaan penampang 2 dimensi. Lapisan ini memiliki

porositas yang cukup tinggi sekitar 25-75 % sehingga air yang meresap kedalam

tanah yang melewati lapisan ini hanya akan dilewatkan saja tanpa ditampung

(Acworth, 2001). Selain lapisan batu pasir tufan dan lanau terdapat Batu gamping

napalan tufan, batuan ini hadir sebagai sisipan vertikal dan berporositas baik.

Sehingga air-air akan melewati rongga-rongga pada batuan ini dan diduga akan

diteruskan menuju lorong-lorong sungai bawah tanah.

Pada lorong-lorong sungai bawah tanah dikelilingi oleh lapisan batu

gamping konglomerat yang berstruktur batuan bulat dan massif. Sehingga batuan

yang diduga Batu gamping konglomerat ini bertindak sebagai capsrock sebagai

penudung dalam struktur sungai bawah tanah. Pendugaan adanya sistem akuifer

sungai bawah tanah apabila dihubungkan dengan nilai resistivitas. Batuan

karbonat yang dalam keadaan menampung air dalam jumlah yang cukup dan

dapat mengalirkannya. Maka batuan karbonat tersebut akan mengalami penurunan

Page 51: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

nilai resistivitas atau memiliki nillai resistivitas lebih rendah dibandingkan nilai

resistivitas pada batuan karbonat dalam keadaan kering.

Pada keadaan batuan karbonat berstruktur massif memiliki rentang

resistivitas berkisar 3,5 X 102 5 X 103

yaitu lintasan 1,4,6, dan 7 yang memiliki lorong yang diduga merupakan struktur

penyusun sungai bawah tanah dengan resistivitas sekitar 50 -

dapat dikatakan bahwa lapisan batuan karbonat pada lintasan-lintasan tersebut

telah mengalami proses karstifikasi dengan baik. Lokasi-lokasi lintasan tersebut

dapat dikatakan berpotensi menjadi akuifer yang baik sebab berdasarkan sistem

pola akuifer karst, pada daerah karst memiliki tipe akifer diffuse dan conduit.

Sehingga air masuk berupa rembesan pada permukaan batuan karbonat (diffuse),

rembesan air selanjutnya tertampung ke dalam lorong-lorong (conduit) dan air

diteruskan masuk ke dalam sungai bawah tanah Luweng Sapen.

Gambar 4.9 Lintasan pengukuran (a) lintasan pertama (b) lintasan kedua (c) lintasan ketiga (d) lintasan keempat (e) lintasan kelima (f) lintasan keenam

(g) lintasan ketujuh

Identifikasi pola aliran sungai bawah tanah Luweng Sapen dilakukan

dengan pendugaan berdasarkan nilai rentang resistivitas dan ketinggian lokasi

lorong sungai bawah tanah hasil pengolahan data. Pada Gambar 4.9 nilai rentang

Page 52: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

resistivitas antara lintasan satu dengan yang lain dipilih dengan rentang berkisar

69,2

pengolahan data memiliki kecenderungan membentuk pola kontur lorong. Diduga

sebagai batuan penudung sebagai struktur penyusun sungai bawah tanah. Sungai

bawah tanah diduga memiliki aliran yang berhubungan satu dengan yang lain,

pada aliran pertama air yang berasal dari Luweng Sapen diduga mengalir kearah

utara. Selanjutnya mengisi lorong pada lintasan keempat yang memiliki

kedalaman 100 meter sementara Luweng Sapen memiliki kedalaman 48 meter.

Pendugaan ini muncul berdasarkan dari pola aliran air yang mengalir dari tempat

tinggi ke tempat yang lebih rendah maka air bergerak melewati lorong-lorong

yang saling berhubungan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan alirannya

bersifat turbulen (Hani, 2009).

Gambar 4.10 Dugaan pola aliran sungai bawah tanah

Pada Gambar 4.10, aliran yang berasal dari Luweng Sapen berikutnya

bergerak ke selatan pada lintasan 6 dan lintasan 3. Pada lintasan 6 memiliki

anomali batuan karbonat yang diduga lorong dari sungai bawah tanah bercabang

menjadi dua. Kedua lorong berada pada kedalaman sekitar 70 meter dari

permukaan sehingga aliran yang berasal dari Luweng Sapen dapat dikatakan

Page 53: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

bergerak menuju lorong pada lintasan keenam. Selanjutnya bergerak semakin ke

selatan menuju lorong pada lintasan ke 3 dengan dasar lorong berada pada

kedalaman 120 meter. Diduga pada lintasan lima juga terdapat lorong aliran

sungai bawah tanah namun letaknya lebih dalam dari lorong lintasan sebelumnya

sehingga tidak tercakup dalam penampang lateral 2 dimensi. Selain aliran yang

bergerak ke selatan aliran air sungai bawah tanah yang berasal dari Luweng

Sapen. Diduga juga bergerak menuju bergerak kearah timur yakni lintasan 7

dengan lorong berada pada kedalaman 60 meter.

Penelitian menggunakan metode geolistrik konfigurasi Wenner-

Schlumberger ini, dapat digunakan sebagai survei awal untuk menambah referensi

dalam melakukan pengeboran untuk mencari sumber-sumber mata air baru yang

dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Adanya survei awal ini dapat memperbesar

kemungkinan didapatkan letak-letak keberadaan akifer sebagai tempat kesarangan

air pada daerah ini.

Page 54: identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di daerah mudal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi dapat diambil kesimpulan

bahwa pada Dusun Mudal, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro diduga

terdapat sistem sungai bawah tanah. Potensi akifer berdasarkan nilai rentang

resistivitas hasil pengolahan data berada pada rentang 50-

resistivitas batuan karbonat tersebut diduga batuan karbonat dalam keadaan basah

dan berisi air sehingga dapat mensuplai sungai bawah tanah Luweng Sapen. Pada

lintasan ketujuh lapisan batuan karbonat berbentuk seperti lorong yang berada

pada kedalaman sekitar 60 meter dari permukaan dengan jarak 280-360 meter dari

pusat pengambilan data dan memiliki resistivitas batuan karbonat sekitar 82,8

karbonat dalam

keadaan basah sehingga dapat dikatakan lorong tersebut berpotensi sebagai akifer

yang dapat menampung dan mengalirkan air pada waktu tertentu. Pola aliran

sungai bawah tanah Luweng Sapen diduga menuju kearah utara pada lintasan

empat dan kemudian ke selatan bercabang menjadi dua lorong, cabang pertama

menuju kearah timur lintasan tujuh dan cabang kedua diduga menuju semakin ke

selatan menuju lintasan tiga dan menuju lorong yang lebih dalam pada lintasan

lima.

5.2. Saran

Dilakukan penelitian dengan panjang lintasan dan datum point lebih

panjang, agar didapat kedalaman dan cakupan area yang lebih dalam dan luas,

serta pengambilan data yang lebih banyak dengan jarak lintasan satu dengan yang

lain lebih rapat agar diperoleh informasi bawah permukaan lebih detail akurat.