gerakan politik dan spritual parmalim dalam rangka ... · pdf filedan kepercayaan kuno suku...
TRANSCRIPT
Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan
Eksistensi Agama Suku Di Tanah Batak
Corry Purba
Dosen Prog. Studi Pendidikan Sejarah FKIP-USI
Abstrak
Gerakan parmalim mulai berkembang sekitar tahun 1883, menjelang kematian Raja Sisingamangaraja XII.
Gerakan mesianisme ini dipelopori oleh Guru Somalaing Pardede. Gerakan ini mengkultuskan Sisingamangaraja
XII sebagai pemimpin tertinggi agama mereka. Hal ini memicu perlawanan politik dan teologis terhadap zending
Eropa. Kelompok parmalim terus melakukan perlawanan terhadap Belanda, meskipun Sisingamangaraja XII telah
wafat.
Mesianisme menurut Parmalim, lahir ketika masyarakat mengalami krisis multi-dimensional. Dalam konteks
kolonialisme dan imperialisme pada abad ke-19-20, represi dan restriksi itu berasal dari pemerintah asing. Pada
masa inilah gerakan mesianisme tumbuh subur di daerah jajahan. Di Tanah Batak, tiga gerakan mesianis lahir
sebagai bentuk perlawanan berciri politis-religius terhadap pemerintah kolonial Belanda. Ketiga gerakan tersebut
yakni Parmalim, Na Siak Bagi, dan Parhudamdam, yang lahir setelah Si Singamangaraja XII kalah berperang
melawan Belanda.
Berbagai stigma kemudian dilekatkan Belanda kepada para pengikut Parmalim untuk mengerem laju gerakan ini,
mulai dari sebutan kaum pembangkang, penyembah pagan (berhala), hingga pelaku kanibalisme atau pemakan
sesama manusia. Para penganut Parmalim diburu dan berbagai kegiatan upacara keagamaan mereka pun
dilarang.
Komunitas keagamaan ini secara substansial belum memperoleh kebebasan mengekspresikan identitasnya dalam
ranah sosial politik. Permasalahan yang dialami Parmalim merepresentasikan gambaran politik identitas yang
terjadi di Indonesia. Dalam kondisi ini, Parmalim tampil menggunakan internet sebagai medium komunikasi
cyberspace untuk mengartikulasikan dan mengkomunikasikan eksistensi identitasnya.
-----------------------------------------------------------------------------
Kata kunci: Parmalim, Mesianisme, Sisingamangaraja XII, Belanda, Batak
PENDAHULUAN
Parmalim awalnya merupakan gerakan
spiritual untuk mempertahankan adat istiadat
dan kepercayaan kuno suku Batak Toba yang
terancam dengan masuknya agama baru yang
dibawa oleh orang-orang Eropa, utamanya
Belanda dan Jerman. Gerakan ini akhirnya
menyebar ke seluruh Tanah Batak, serta menjadi
gerakan politik atau parhudamdam yang
menyatukan orang Batak dalam rangka
menentang kolonialisme Belanda.
Gerakan parmalim ini memunculkan
hadirnya seorang mesianis yang mulai
berkembang sekitar tahun 1883, sebelum
kematian Si Singamangaraja XII, dengan
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2015
2
pelopornya Guru Somalaing Pardede. Dalam
perkembangannya, gerakan yang menempatkan
Si Singamangaraja sebagai pemimpin tertinggi
agama ini telah memicu perlawanan politik
dalam bentuk pertempuran-pertempuran kecil di
berbagai kawasan Batak Toba, sekaligus pula
merupakan bentuk perlawanan teologis terhadap
zending-zending Barat. Gerakan parmalim ini
ternyata terus melakukan perlawanan terhadap
Belanda, meskipun SiSingamangaraja XII telah
wafat.
Mesianisme yang diharapkan oleh kaum
Parmalim, lahir ketika masyarakat mengalami
krisis multi dimensional. Krisis multi-
dimensional yang menyebabkan keresahan
kolektif merupakan imbas dari kebijaksanaan
politis yang represif dan restriktif yang awalnya
dilakukan oleh pemerintah asing (penjajah).
Namun kemudian dilanjutkan tindakan tersebut
juga dilanjutkan oleh pemerintahan sendiri,
pascakemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Dalam konteks kolonialisme dan im-
perialisme pada abad ke-19 dan ke-20, represi
dan restriksi itu berasal dari pemerintah asing.
Pada masa inilah gerakan mesianis tumbuh
subur di daerah jajahan. Di Tanah Batak, tiga
gerakan mesianis lahir sebagai bentuk
perlawanan berciri politis-religius terhadap
pemerintah kolonial Belanda. Ketiga gerakan
tersebut yakni Parmalim, Na Siak Bagi, dan
Parhudamdam, yang lahir setelah Si
Singamangaraja XII kalah berperang melawan
Belanda.
Ketiganya berkiblat kepada dinasti Si
Singamangaraja dan mengharapkan kembalinya
tokoh imam dan raja tersebut sebagai mesias
untuk membebaskan Tanah Batak (Toba) dari
pemerintah kolonial Belanda dan merestorasi
tatanan sosial, politik dan religius di Toba.
Dalam perjuangannya, ketiga gerakan tersebut
ternyata memiliki gambaran yang berbeda
tentang Si Singamangaraja.
Gerakan Parmalim menyakini bahwa
kelak Sisingamangaraja akan datang lagi untuk
mengakses sumber kekuatan Eropa yaitu
Yahweh. Gerakan Na Siak Bagi meyakini Si
Singamangaraja yang baru sedang dalam
pengembaraan dan dalam rupa seorang yang
hina - dina. Gerakan Parhudamdam meyakini Si
Singamangaraja sebagai permilik ilmu kebal
yang unggul dan tiada taranya.
Berbagai stigma kemudian dilekatkan
Belanda kepada para pengikut Parmalim untuk
mengerem laju gerakan ini, mulai dari sebutan
kaum pembangkang, penyembah pagan
(berhala), hingga pelaku kanibalisme atau
pemakan sesama manusia. Para penganut
Parmalim diburu dan berbagai kegiatan upacara
keagamaan mereka pun dilarang.
Pada tahun 1895, Guru Somalaing
Pardede ditangkap Belanda dan kemudian
dibuang ke Kalimantan ada tahun berikutnya.
Gerakan Parmalim pun mulai memudar walau
tidak habis. Raja Mulia Naipospos, tokoh
spiritual, yang disebut-sebut mendapat restu dari
Si Singamangaraja XII, kemudian memegang
tongkat kepemimpinan Parmalim.
Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah
Batak ………………………………………………………………………………………………………………………………………..Corry Purba
3
Gerakan Parmalim pun kembali memu-
satkan diri pada spiritual dan tata cara hidup
berdasarkan adat Batak Toba. Tongkat
kepemim-pinan ini diwariskan turun-temurun
dan kini dipegang oleh Raja Marnakkok
Naipospos, cucu dari Raja Mulia. Saat ini pusat
kegiatan keberagamaan kaum Parmalim
dipusatkan di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti,
Kabupaten Toba Samosir (pemekaran dari
kabupaten Tapanuli Utara), Sumatera Utara.
1. Resistensi Belanda Terhadap
Munculnya Gerakan Parmalim
Asal usul kata malim bagi masyarakat
Melayu berasal dari bahasa Arab “mualim”
yang artinya pintar dalam pengetahuan
agama. Kata parmalim sendiri bisa dipi-
sahkan dalam dua kata, yaitu “par” dan
“malim”. “Par” dalam bahasa Batak Toba
merupakan awalan aktif yang berarti orang
yang mengerjakan atau menganut sesuatu.
“Malim” sendiri berasal dari kata bahasa
masyarakat di pesisir pantai yang beragama
Islam, baik Melayu Aceh maupun
Minangkabau, yang berarti pemuka agama.
Parmalim juga berkonotasi dengan
para malim atau sekumpulan orang yang
pengetahuan agamanya luas. Munculnya
kosa kata parmalim ditengarai karena
adanya interaksi antara Guru Somalaing
Pardede dengan orang-orang Melayu dan
Aceh, yang ketika itu banyak membantu
peperangan Si Singamangaraja XII melawan
Belanda di Tanah Batak.
Parmalim sendiri, menurut Raja
Marnakkok Naipospos, yang saat ini menja-
di Raja Ihutan atau pemimpin tertinggi kaum
Parmalim, adalah ajaran tradisional Batak.
Sebelum kedatangan agama Islam dan
Kristen di Tanah Batak, nenek moyang
orang Batak telah memiliki ajaran keper-
cayaan tersendiri. Inti ajarannya adalah,
bagaimana bisa mempersembahkan hidup
kepada Mula Jadi Nambolon (Tuhan), dan
bagaimana cara hidup bermasyarakat dengan
baik. Prinsip-prinsip ajaran klasik inilah
yang diajarkan oleh Raja Si Singamangaraja
sesama hidupnya.
Ciri khas dari kepercayaan Parmalim
adalah kearifan lokal mereka dalam menjaga
alam. Para pengikut Parmalim dilarang
menebang pohon, kecuali menanam tunas
baru dengan jumlahlebih banyak. Mereka
juga tidak boleh merusak tunas-tunas kecil
saat merobohkan pohon besar. Mereka
berprinsip bahwa manusia telah diberi hak
untuk mengelola alam, manusia telah
didukung alam untuk hidup, maka manusia
juga harus mendukung alam untuk hidup.
Namun hingga kini, prinsip- prinsip
kepercayaan Parmalim sering disalah taf-
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2015
4
sirkan oleh masyarakat luas. Parmalim
masih dianggap sebagai ancaman atas
kemapanan. Hingga kini, para pengikut
Parmalim belum bisa memperoleh akta
catatan sipil sebagaimana warga negara
yang lain. Mereka tak mendapatkan akta
catatan sipil untuk kelahiran dan pernikahan,
sehingga kesulitan menyesuaikan diri
dengan sistem kemasyarakatan yang ada.
Upaya diskriminasi terhadap pengikut
Parmalim yang awalnya dilakukan oleh
penjajah karena Si Singamangaraja XII
melakukan perlawanan terhadap Belanda,
ternyata diteruskan pemerintah Indonesia
hingga saat ini. Sejak itulah Belanda
mendiskreditkan Parmalim dengan citra
buruk, termasuk disebutkan sebagai orang
tidak beradab yang makan manusia.
Padahal, makan babi, anjing, atau darah saja
kaum Parmalim sangat dilarang.
Selama ini mereka menjadi warga
negara yang terpinggirkan karena hak-
haknya selaku warga negara belum ter-
penuhi. Pemerintah Kabupaten Toba
Samosir sendiri tidak mau memberikan
catatan sipil kepada mereka, dengan alasan
pencatatan terhadap warga penghayat
kepercayaan tidak ada dalam perundang-
undangan. Seakan penghayat kepercayaan
Parmalim berada di luar bingkai hukum
Indonesia. Padahal, golongan Tionghoa
malah sudah bisa mendapatkannya.
Berdasarkan identitas yang tertera
dalam milis parmalim@yahoogroups dan
situs www.parmalim.com nyata bahwa ko-
munitas Parmalim maupun penganut agama
Malim tidak terdiri atas suatu rumpun marga
Batak tertentu. Tetapi mereka berasal dari
rumpun marga-marga Batak yang cukup
beragam. Mereka tidak hanya bermukim di
tanah Batak melainkan menyebar diberbagai
daerah di Indonesia bahkan di luar negeri.
Identitas sosial mereka pun tampak sangat
variatif.
Menurut data yang dilansir dapat
diakses dari internet ini, jumlah pengikut
Parmalim di Tobasa mencapai 1.500 ke-
luarga atau sekitar 6.000 jiwa. Sebagian
besar pengikut Parmalim itu belum
mendapat akta catatan sipil. Pengikut
Parmalim yang mendapatkan akta kelahiran
biasanya harus mencantumkan salah satu
dari enam agama yang diakui pemerintah
dalam identitas mereka.
2. Mempertahankan Eksistensi
Budaya Batak Dari Pengaruh
Kolonialisme
Agama atau kepercayaan yang ada di
Indonesia hampir dapat dikatakan tidak
terlepas dari pengaruh agama Hindu, tidak
Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah
Batak ………………………………………………………………………………………………………………………………………..Corry Purba
5
terkecuali agama kepercayaan suku Batak,
Sipelebegu, Parbaringin, Parmalim dan lain-
lain. Dalam perkembangannya agama-
agama suku ini kemudian bersentuhan de-
ngan pengaruh agama Islam Pro-
testan/Katolik.
Agama Permalim ini merupakan
sebuah kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang tumbuh dan berkembang di
Sumatera Utara sejak dahulukala. Tuhan
Debata Mulajadi Nabolon adalah pencipta
manusia, langit, bumi dan segala isi alam
semesta yang disembah oleh Umat Ugamo
Malim (Parmalim).
Mengutip penelitian Profesor Dr. Uli
Kozok, MA dari University of Hawaii,
Minoa, USA, Raja Sisingamangaraja XII
bukan beragama Islam, Kristen maupun
Parmalin melainkan beragama Batak Asli.
“Selama ini banyak kontroversi yang terjadi
dimasyarakat tentang agama yang dianut
Sisingamangaraja XII. Ada yang menga-
takan dia beragama Kristen, maupun Islam,
bahkan tidak sedikit yang menyebut dia
beragama Parmalin, yang menurut sebagian
orang merupakan agama aslinya orang-
orang Batak,” katanya, sebagaimana dimuat
dalam Harian Analisa Online.
Menurutnya, Parmalin bukanlah
agama asli orang Batak. Parmalin merupa-
kan agama kombinasi atau perpaduan dari
agama Islam dan Kristen. Ketika agama
Parmalin berkembang di Tanah Batak,
Sisingamangaraja XII sendiri sudah berada
di wilayah Dairi dalam pengungsian
menghindari serbuan-serbuan tentara Belan-
da. “Jadi agama Sisingamangaraja XII
adalah Batak asli yang usianya jauh lebih
tua dari agama Parmalin,” katanya. Menge-
nai bukti-bukti yang ditunjukkan dalam
stempel Sisingamangaraja XII yang meng-
gunakan aksara campuran Batak Mandailing
Angkola, Arab Melayu dan Kawi juga tidak
membuktikan bahwa ia telah memeluk
agama Islam.
Sebagai seorang yang mengklaim
dirinya penguasa di tanah Batak, sudah
selayaknya Sisingamangaraja XII memilik
sebuah stempel sebagai lambang kebe-
sarannya dan wajar saja jika dia meng-
gunakan aksara Arab Melayu dalam
stempelnya kerena saat itu Bahasa Melayu
sudah menjadi bahasa pengantar di
Sumatera.
Dari pernyataan Prof.Dr.Uli Kozok
MA itu, agama Parmalim adalah bagian dari
agama asli Batak (agama dari Sisinga-
mangaraja), yang awalnya bergerak sebagai
gerakan politik atau parhudamdam yang
dipelopori oleh Guru Somalaing Pardede
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2015
6
untuk menggalang kekuatan menentang
Belanda, namun kemudian berkembang
menjadi benteng untuk mempertahankan
adat istiadat Batak yang mulai tertekan
dengan agama baru disponsori Belanda
yakni agama Kristen.
Parmalim dengan kekuatan yang mulai
berkembang menjadi suatu kepercayaan
dengan sentuhan - sentuhan Islam dan
Kristen. Dengan kata lain agama Parmalim
percaya kepada Tuhan yang Esa yang
disebut “Debata Mulajadi Nabolon”. Oppu
Mula Jadi Nabolon dipercaya sebagai
pencipta alam semesta yang tak berwujud.
Dia mengutus manusia sebagai
perantaranya, yaitu Raja Sisingamangaraja,
yang juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi.
Raja Nasiak Bagi adalah istilah untuk
kesucian atau hamalimon serta jasa-jasa
sang raja hingga akhir hayat yang tetap setia
mengayomi Bangsa Batak.
Dengan begitu, agama Parmalim
meyakini Raja Sisingamangaraja dan
utusan-utusannya mampu mengantarkan
Bangsa Batak kepada Debata atau Tuhan.
Ada 3 (tiga ) tokoh yang sangat berperan
dalam agama Parmalim yaitu:
Sisingamangaraja XII: (Raja Nasiak Bagi)
adalah tokoh yang diyakini sebagai utusan
Mulajadi Na Bolon untuk orang Batak.
Guru Somalaing Pardede: adalah
tokoh karismatik spritual, politik ahli
strategi dan selalu nekad melakukan aksi
pengorganisasian hamalimon. Karenanya
Sisingamangaraja XII lebih memper-
cayainya sebagai penasehat perang.
Disamping itu Guru Somalaing Pardede
memiliki wawasan dan ilmu yang luas, oleh
karenanya seorang ilmuawan dari Italia
bernama Modigliano sangat mengharap
bantuan Guru Somalaing Pardede untuk
mendampinginya dalam perjalanan nya
keliling Tapanuli hingga Asahan. Tidak
mustahil ilmu dan wawasan Guru Somalaing
Pardede bertambah baik dibidang obat-
obatan, dan spritual, serta pengenalannya
akan ajaran Kristen. Begitu juga sebelumnya
beliau lebih dahulu mengenal kespritualan
Islam, karena Guru Somalaing pernah
menuntut ilmu perang di Aceh dengan
rekomindasi Panglima Aceh yang
diperbantukan pada Sisingamangaraja.
Raja Mulia Naipospos: Sebelum
menjadi pemimpin Parmalim Huta Tinggi,
beliau adalah Raja Parbaringin bius
Laguboti. Raja Mulia memegang teguh
peranannya untuk tidak muncul sebagai
sosok perlawanan anti kolonial, sehingga
lebih didekatkan kepada missionaris
Nommensen di Sigumpar. Ini merupakan
pengkaderan secara terselubung agar tidak
Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah
Batak ………………………………………………………………………………………………………………………………………..Corry Purba
7
segera dipatahkan oleh gerakan misi Kristen
dan penjajah. Dengan sikapnya yang
kooperatif terhadap Belanda dan misionaris
Kristen ketika itulah, makanya agama
Parmalim dapat eksis hingga saat ini.
Jadi Parmalim sebagai agama
monoteis (menurut keyakinan penganutnya)
juga mempunyai sekte-sekte yaitu:
Parmalim sekte rasulnya Guru Somalaing
Pardede berkedudukan di Balige, Parmalim
sekte di Huta Tinggi Laguboti, yang
dipimpim Rasul Raja Mulia Naipospos.
Sekte dengan Rasul Guru Mangantar
Manurung di Si Gaol Huta Gur-gur, Porsea.
Sekte lain yang sudah pudar adalah Agama
Putih dan Agama Teka. Meskipun demikian
sekarang agama Parmalim yang berpusat di
Huta Tinggi Laguboti adalah agama
Parmalim yang sangat menonjol.
3. Tumbuhnya Kesadaran Politik dan
Nasionalisme Parmalim
Perjuangan terakhir dari Raja
Sisingamangaraja XII adalah komitmennya
yang menyatakan menolak kolonialisme
Belanda di Tanah Batak, karena dinilai telah
merusak tatanan kehidupan masyarakat adat
dan budaya. Masuknya tatanan baru, seiring
dengan menyusupnya ‘kepercayaan baru”
yang bukan hanya meninggalkan, tetapi juga
tidak mengakui lagi Mulajadi na Bolon.
Bahkan kata Ompu sudah beralih kepada
manusia sebagai seorang pemimpin, bukan
lagi kepada Tuhan.
Begitu Indonesia merdeka, Parmalim
langsung mendukung kemerdekaan itu.
Mendukung bukan hanya dengan cakap atau
dengan perjuangan peperangan melawan
Belanda dalam agresi pertama dan kedua
saja. Parmalim langsung menyerahkan
Parmalim Schoole kepada pemerintah
menjadi Sekolah Rakyat (SR). Parmalim
Schoole adalah sekolah pemerintah yang
pertamadi tanah Batak.
Sedangkan sekolah-sekolah yang
dibangun oleh berbagai zending Kristen
masih mempertahankan sekolah itu dan
tidak menyerahkan kepada pemerintah untuk
dikelola oleh pemerintah. Rasa nasionalisme
mereka sebagai bagian dari bangsa, terlihat
pada saat Pemilu pertama tahun 1955.
Mereka tidak ikut pada Partai Lokal yang
ada di tanah Batak, seperti Partai Sibual-
buali, PRN, Lubuk Raya, Silindung Jaya,
Samosir Bersatu dan sebagainya. Para
pengikut Parmalim, memilih bersatu dengan
Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan
ideologi Marhaenisme-nya.
Marhaenisme menurut mereka lebih
tepat untuk kaum Parmalim. Kegotong-
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2015
8
royongan, ada lah hidup dan kehidupan
orang Parmalim. Hal ini rasanya perlu
menjadi catatan penting bagi kaum
Marhaenis yang sekarang berkoak-koak
tentang Marhaenisme di Tanah Batak, tapi
tidak mengetahui bagaimana sejarah
Marhaenisme berkembang di tanah Batak.
Sejak itulah Marhaenisme berkem bang di
Batak.
Memasuki era Orde Baru, hujatan
terhadap Parmalim semakin dahsyat.
Hujatan itu datangnya justru dari para
pemuka-pemuka agama, untuk mengem-
bangkan ajarannya. Mereka mengatakan
kepada para umatnya, bahwa Parmalim itu
ajaran sesat, tidak beragama, tidak
berbudaya, tidak memiliki peradaban dan
banyak hujatan lainnya. Bahkan ada sumber
yang mengatakan, banyak orang-orang
Parmalim ditangkap dengan tuduhan terlibat
PKI, karena tidak menganut agama seperti
Kristen, Katolik dan Islam. Sejak peristiwa
G.30.S/PKI, Parmalim yang diperkirakan
mempunyai pengikut lebih 30% di Tanah
Batak, terpaksa “harus menyeberang” ke
agama lain.
4. Pantang Surut Berjuang Meski
Terus Mendapat Tekanan
Kehidupan kaum Parmalim terus
mendapat tekanan, namun dengan hati,
mereka terus berjuang. Penguasa negeri ini,
mulai era kolonial dan sekarang tetap tidak
mengakui ajaran Hamalimon/Parmalim.
Pemerintah pun melebur ajaran Sisinga-
mangaraja itu pada Aliran Kepercayaan di
bawah naungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, bukan di Departemen Agama.
Baru setelah tahun 2006 dengan
lahirnya UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan, mereka mendapat kesem-
patan untuk dicatatkan sebagai warga
negara, melalui catatan sipil dan berhak
mendapat Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kehidupan mereka sangat sedih karena
adanya diskriminasi sejak dulu hingga
sekarang. Sejak 17 Agustus 1945, baru
tahun 2006 mereka “diakui” sebagai warga
negara, padahal mereka telah turut berjuang
untuk mengusir penjajah dari bumi Indo-
nesia.
Beberapa kali masyarakat Batak
dengan bangga ikut melakukan napak tilas
perjalanan perjuangan Sisingamangaraja XII
dalam melawan Belanda. Napak tilas itu,
hanya sebuah seremonial perjalanan
perjuangan saja. Pendiskreditan terhadap
Parmalim, seperti tiada berujung. Baik dari
kalangan pemuka agama, maupun dari
kalangan masyarakat yang bukan Parmalim.
Bertahun-tahun mereka menunggu dan
menunggu agar rumah ibadah mereka di
Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah
Batak ………………………………………………………………………………………………………………………………………..Corry Purba
9
Jalan Air Bersih Ujung di Medan, tak bisa
dibangun. Hanya karena ulah beberapa
rumah tangga yang nota bene adalah etnis
Batak juga.
Beberapa etnis Batak yang berdekatan
dengan rumah ibadah Parmalim mengata-
kan, mereka takut anak-anak mereka bisa te-
rikut menjadi Parmalim. Sebuah alasan yang
sagat menggelikan. Bukankah setiap kepala
rumah tangga wajib mendidik anak-anak
mereka agar kokoh pada imannya masing-
masing?
Setelah perjuangan dan doa yang tak
pernah henti-hentinya, akhirnya rumah
ibadah mereka di Jalan Air Bersih Medan
pun bisa diresmikan. Nyatanya tidak ada
warga setempat yang terindi kasi beralih ke
agama Parmalim. Kenapa? Mereka
beribadah, penuh dengan keheningan. Tidak
memakai mic atau pengeras suara dengan
loudspeaker untuk mengeluarkan suara yang
membahana. Mereka juga tidak ada
pendakwahan atau semacam penginjilan
kepada orang yang bukan Parmalim.
Jelasnya, tidak ada syiar-syiar agama dari
mereka.
Lalu bagaimana mereka menyampai-
kan kepada masyarakat tentang kepar-
maliman itu? Ternyata tidak dengan kata-
kata, melainkan dengan tingkah laku saja.
Dengan tingkah laku/perbuatan, mereka
menyampaikan syiar agama mereka kepada
siapa saja. Berbicara dengan lemah lembut
dan tidak pernah menyakiti hati orang lain.
Mereka adalah orang yang sangat mudah
memaafkan orang lain atas kesalahan yang
mereka perbuat.
Pernah ada cerita, saat pergi ke Huta
Tinggi Laguboti dalam upacara ritual Sipaha
Lima, ada seorang wartawan yang
ketinggalan camera yang harganya berkisar
Rp. 60 juta karena kelupaan. Dua jam
kemudian sang wartawan menjadi pucat pasi
karena camera milik kantor itu tinggal di
sebuah kedai minuman.
Apa yang terjadi? Camera yang
tertingal tetap berada di tempatnya semula di
atas meja, bahkan ada beberapa banyak yang
minum di sana, malah tidak berani
mendekati meja yang di atasnya ada camera
mahal. Camera tidak hilang, bahkan
bergeser sedikit saja pun tidak. Para
pengikut Parmalim justru menjaga camera
itu dari kejauhan, karena mereka takut ada
orang yang bukan pengikut Parmalim
mencuri camera yang tertingal itu.
Semua upacara ritual yang
dilaksanakan oleh Parmalim, tidak seperti
upacara-upacara yang dilaksanakan oleh
etnis Batak lainnya yanag penuh dengan
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2015
10
hiruk-pikuk bahkan teriakan-teriakan keras.
Mereka penuh dengan senyum dan tegur
sapa yang sopan dan lemah lembut.
Mengerjakan pekerjaan dengan tertib dan
teratur tanpa disuruh. Mereka sudah tahu
fungsi masing-masing apa yang harus
dilakukan.
Tidak seperti dalam bayangan banyak
orang yang tak pernah menyaksikan upacara
ritual Parmalim, tapi mampu memberikan
opini. Mengatakan Parmalim ikut menyem-
bah begu-begu/hantu, menyembah berhala
dan tidak bertuhan serta ucapan yang
menyakitkan lainnya.
Nyatanya tidak demikian. Mereka
mengenal Tuhan dengan sebutan Ompu
Mulajadi na Bolon. Mereka memiliki nabi,
memiliki Kitab Suci, memiliki rumah
ibadah, memiliki tata ibadah, memiliki
imam dan memiliki pengikut. Tujuh persa-
yaratan yang ditetapkan oleh convensi
Jeneva bila terpenuhi, maka dapat
dinyatakan sebuah agama. Convensi Jeneva
itu berlaku untuk semua negara yang ada di
dunia dan Indonesia adalah salah satu negara
yang menyetujui isi dari Convensi Jeneva
itu. Sebuah convensi yang kita setujui dan
sudah dipenuhi oleh Parmalim, namun kita
belum juga mengakui mereka sebagai
sebuah agama resmi di Indonesia?.
PENUTUP
Parmalim merupakan suatu identitas
individu dari penganut agama Malim yang
berpusat di Hutatinggi, Laguboti, Sumatera
Utara. Secara historis, religi Parmalim
pertama kali diprakarsai oleh seorang datu
bernama Guru Somaliang Pardede, seorang
yang sangat dekat dengan Sisingamangaraja
XII (raja terakhir dari dinasti Sisinga-
mangaraja). Menurut beberapa penulis
Barat, ajaran ini dijalankan oleh para pengi-
kut Sisingamangaraja (khususnya oleh dua
orang pemimpin perangnya, Guru Soma-
liang dan Raja Mulia Naipospos), dengan
tujuan untuk melindungi kepercayaan dan
kebudayaan tradisional Batak Toba dari
pengaruh Kristen, Islam, dan kolonialis
Belanda.
Si Raja Batak, dan kelompok masya-
rakat tradisional yang tidak memeluk satu
pun dari keduanya. Setelah agama Kristen
dan Islam masuk ke Tanah Batak, sebagian
masyarakat menerima dan berpindah ke
salah satu dari kedua agama tersebut.
Meskipun mereka telah menganut salah satu
agama, berbagai konsep berasal dari
kepercayaan tradisional tetap dipraktekkan,
khususnya pada masyarakat yang berdiam
di pedesaan.
Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah
Batak ………………………………………………………………………………………………………………………………………..Corry Purba
11
Kebanyakan masyarakat menganggap,
konsep maupun perilaku tradisional tersebut
hanya sebagai ‘adat’. Kenyataannya, sulit
untuk membedakan/memisahkan antara
‘adat’ dan ‘religi’ dalam kehidupan orang
Batak Toba. Kedua aspek tersebut menyatu
di dalam kebudayaan spiritualnya Komu-
nitas keagamaan ini secara substansial
belum memperoleh kebebasan meng-
ekspresikan identitasnya dalam ranah sosial
politik. Permasalahan yang dialami Parma-
lim merepresentasikan gambaran politik
identitas yang terjadi di Indonesia. Dalam
kondisi ini, Parmalim tampil menggunakan
internet sebagai medium komunikasi
cyberspace untuk mengartikulasikan dan
mengkomunikasikan eksistensi identitasnya.
Mereka, dalam milis dan situsnya,
merepresentasikan serangkaian pengalaman
dan pandangan hidupnya. Teks-teks berupa
tulisan, artikel dan foto yang disajikan
mengabtrasikan identitas Parmalim sebagai
bagian integral peradaban Batak, sebagai
pengampu otensititas ajaran leluhur, sebagai
pejuang kesetaraan identitas, dan sebagai
komunitas yang mengadaptasi modernitas
dengan bersikap positif terhadap kemajuan
jaman, tentu dengan ikhtiar tanpa
mengorbankan esensi ajaran agama Malim.
Parmalim terus berupaya membangun citra
komunitas keagamaannya yang niscaya
dapat pula mencerahkan persepsi khalayak
tentang urgensi mewujudkan kesetaraan
identitas.
KEPUSTAKAAN
Gultom, Ibrahim., 2010, Agama Malim di
Tanah Batak, Jakarta: Bumi
Aksara. Hutauruk, JR., 2011,
Lahir, berakar dan Bertumbuh di
Dalam Kristus: Sejarah 150
Tahun HKBP (7 Oktober 1861-7
Oktober 2011), Pearaja: Kantor
Pusat HKBP.
Perret, Daniel, 2010, Kolonialisme dan
Etnisitas: Batak dan Melayu di
Sumatera Timur Laut (terjemahan
Saraswati Wardhany), Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Schreiner, Lothar., 1996, Adat dan Injil:
Perjumpaan Adat dengan Iman
Kristen di Tanah Batak
(terjemahan P.S. Naipospos, Th.
van den End, J.S. Aritonang),
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Severin, Werner J., dan Tankard, James W.,
2007, Teori Komunikasi: Sejarah,
Metode, dan Terapan di dalam
Media Massa (terjemahan Sugeng
Haryanto), Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2015
12
Sijabat, W.B., 1983, Ahu Si
Singamangaraja, Jakarta: Sinar
Harapan.
Sinaga, Anicetus B., 2007, Imamat Batak
Meyongsong Katolik, Medan:
Bina Media Perintis.
Situmorang, Sitor, 2009, Toba Na Sae:
Sejarah Lembaga Sosial Politik
Abad XIII-XX, Jakarta:
Komunitas Bambu.
Naipospos, Monang., 2007, “Mengenal
Parmalim” dalam pdf, diakses 13
Oktober 2013.
Robert Sibarani, 2007, “Sisingamangaraja
XII, Nilai Budaya dan Nilai-nilai
Keluarga”. Makalah pada Seminar
Nasional Peringatan 100 Tahun
Gugurnya Pahlawan Raja
Sisingamangaraja XII, tahun 2007
dalam
http://images.sibabiat.multiply.mu
ltiplycontent. com, diakses 23
Oktober 2013.
Sihaloho, Limantina., 2010, “Parmalim
dalam Benak Batak Kristen,
dalam http://agama.
kompasiana.com/2010/09/19/par
malimdan-benak-batak-kristen/,
diakses 2 Nopember 2013.
Catatan : Tulisan ini telah dimuat dalam
Jurnal Sejarah Historica
Tahun II Nomor 6 Mei 2013,
ISSN 2252-5521. Hal. 5-10