gdlhub-gdl-s1-2013-sofalinade-27002-11.bab-2
DESCRIPTION
farmasikimiaTRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius)
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka tanaman yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Masyarakat Indonesia sejak
jaman dahulu telah mengenal dan memanfaatkan tanaman yang mempunyai
khasiat obat atau menyembuhkan penyakit. Tanaman tersebut dikenal dengan
sebutan tanaman obat tradisional atau obat herbal. Salah satu tanaman
tersebut adalah daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) (Dalimartha,
2000).
2.1.1. Morfologi Daun Pandan Wangi
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) atau biasa disebut
pandan saja adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae.
Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan
Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di beberapa
daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan
Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau, Pandan
Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda,
Pondago (Sulawesi); Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni,
Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak
(Nusa Tenggara) (Rohmawati, 1995).
5
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
6
Pandan wangi merupakan tanaman perdu, tingginya sekitar 1-
2 m. Tanaman ini mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di
tepi-tepi selokan yang teduh. Batangnya bercabang, menjalar, pada
pangkal keluar akar tunjang. Daun pandan wangi berwarna hijau,
diujung daun berduri kecil, kalau diremas daun ini berbau wangi.
Daun tunggal, dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga
dalam garis spiral. Helai daun tipis, licin, ujung runcing, tepi rata,
bertulang sejajar, panjang 40-80 cm, lebar 3-5 cm, dan berduri tempel
pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya.
Beberapa varietas memiliki tepi daun yang bergerigi (Dalimarta,
2000).
Gambar 2.1. Tanaman Pandan Wangi (Dalimarta, 2000).
2.1.2. Taksonomi Daun Pandan Wangi
Berikut ini merupakan klasifikasi dari pandan wangi
(Pandanus amarylifolius) :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
7
Bangsa : Pandanales
Suku : Pandanaceae
Marga : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius (Rohmawati, 1995).
2.1.3. Manfaat Daun Pandan Wangi
Daun pandan wangi banyak memiliki manfaat, sebagai
rempah-rempah dalam pengolahan makanan, pemberi warna hijau
pada masakan, dan juga sebagai bahan baku pembuatan minyak
wangi. Daunnya harum kalau diremas atau diiris-iris. Selain itu daun
pandan wangi juga memiliki banyak manfaat dalam bidang
pengobatan, antara lain (Tsalies, 2004):
1. Pengobatan lemah saraf
2. Pengobatan rematik dan pegal linu
3. Menghitamkan rambut dan mengurangi rambut rontok
4. Menghilangkan ketombe
5. Penambah nafsu makan
6. Mengatasi hipertesi.
2.1.4. Kandungan Daun Pandan Wangi
Hasil pemeriksaan terhadap kandungan kimia daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius), menunjukkan bahwa daun tanaman
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
8
tersebut mengandung flavonoid, polifenol, saponin, minyak atsiri dan
alkaloid (Dalimarta, 2000).
2.1.5. Mekanisme Zat Aktif Daun Pandan Wangi sebagai Penurun
Kadar Glukosa Darah
Salah satu senyawa yang telah diketahui berkhasiat sebagai
antidiabetes pada daun pandan wangi adalah flavonoid. Flavonoid
tersebut dalam tubuh bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan
merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain.
Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang banyak,
sehingga jika terjadi paparan radikal bebas yang berlebih, tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Kekhawatiran terhadap efek
samping antioksidan sintetik menjadikan antioksidan alami seperti
flavonoid menjadi alternatif yang terpilih (Winarsi, 2009).
Kuersetin (Quercetin) adalah salah satu zat aktif kelas
flavanoid yang secara biologis memiliki aktivitas antioksidan yang
sangat kuat. Kuersetin mempunyai kemampuan mencegah proses
oksidasi dengan cara menetralkan radikal bebas, dengan kata lain
antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat
tejadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat
menimbulkan stress oksidatif. Setelah radikal bebas tersebut stabil
maka radikal bebas tersebut tidak akan berikatan dengan ion lain yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
9
terdapat dalam sel normal sehingga dapat mencegah terjadinya
gangguan homeostasis sel yang merupakan awal dari kematian sel
(Suharmiati, 2003; Cairns, 2004).
2.2. Diabetes Melitus
2.2.1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme
karbohidrat yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah yang
terus-menerus, glukosuria dan kadang-kadang disertai gejala haus,
sering kencing, penurunan berat badan, akan menyebabkan
komplikasi dan meninggal bila tidak diobati (Sacher dan Mc.Pherson,
2008).
Penderita diabetes melitus mengalami peningkatan kadar
glukosa darah secara terus-menerus karena glukosa dalam darah tidak
dapat digunakan oleh tubuh. Orang yang sehat, karbohidrat dalam
makanan yang dimakan akan diubah menjadi glukosa yang kemudian
didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan
bantuan insulin (Turzyniecka et.al., 2009). Orang yang menderita
diabetes melitus, kadar glukosa darah yang tinggi dan kelainan
biokimiawi terjadi akibat dari kurangnya produksi atau aksi insulin
yaitu suatu hormon yang mengatur metabolisme glukosa, lemak dan
asam amino, sehingga glukosa sulit masuk ke dalam sel. Tidak semua
keadaan hiperglikemi dan glukosuria disebut diabetes melitus, namun
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
10
defisiensi insulin baik relatif maupun absolut serta gangguan aktivitas
insulin menunjukkan kelainan klinis diabetes melitus (Robianto,
2006).
2.2.2. Tipe Diabetes Melitus dan Etiologinya
Diabetes melitus secara klasik dapat dibagi menjadi dua tipe
utama yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.
2.2.2.1. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 (disebut juga insulin-independent
diabetes mellitus / IDDM) disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin sebagai akibat dari kerusakan sel β pankreas. Infeksi
virus, kelainan autoimun dan toksin dari lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya diabetes tipe 1 karena dapat
merusak sel β pankreas, meskipun faktor herediter juga
berperan penting menentukan kerentanan sel β pankreas
terhadap gangguan-gangguan tersebut. Diabetes tipe 1
biasanya terdiagnosa pada anak-anak atau dewasa muda,
yang dikenal juga dengan nama juvenile diabetes (Guyton
dan Hall, 2006; Sylvia, 2008).
Perawatan diabetes tipe 1, karena pada diabetes tipe
1 disebabkan oleh pankreas yang kesulitan menghasilkan
insulin, maka insulin harus ditambahkan setiap hari,
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
11
umumnya dengan cara suntikan insulin. Cara lain adalah
dengan memperbaiki fungsi kerja pankreas. Jika pankreas
bisa kembali berfungsi dengan normal, maka pankreas bisa
memenuhi kebutuhan insulin yang dibutuhkan tubuh
(Munden, 2007).
2.2.2.2. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 (disebut juga non insulin-
independent diabetes mellitus / NIDDM) disebabkan oleh
penurunan sensitifitas jaringan terhadap insulin. Obesitas
yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja
insulin, merupakan faktor resiko yang biasanya terjadi pada
diabetes tipe 2. Kelainan metabolisme ini disebabkan oleh
mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan
disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi
sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka
terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh
otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.
Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang
ditemukan pada manusia (Guyton dan Hall, 2006).
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin. Penurunan
sensitifitas insulin menyebabkan sel β pankreas mensekresi
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
12
insulin dalam jumlah tinggi sehingga terjadi peningkatan
insulin plasma (hyperinsulinemia). Hiperglisemia dapat
diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan
sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi
glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi
insulin pun semakin berkurang, sehingga terapi dengan
insulin juga dibutuhkan (Misnadiarly, 2006).
Obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi
terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan
kira-kira 90% dari pasien dunia yang didiagnosis diabetes
melitus. Faktor lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di
dekade yang terakhir terus meningkat jumlahnya dan mulai
menyerang remaja dan anak-anak juga. Diabetes tipe 2 lebih
banyak prevalensinya daripada tipe 1, sekitar 90%-95% dari
semua penderita diabetes. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa
ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 pada
tahap awal diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik
(olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat),
dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang
berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetik
drugs (Lanywati, 2011).
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
13
2.2.3. Diagnosa Diabetes Melitus
Pemeriksaan kadar glukosa darah diperlukan untuk
mengetahui apakah kadar glukosa darah normal atau menderita
diabetes melitus. Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu kadar glukosa darah puasa dan kadar glukosa
darah 2 jam setelah makan atau kadar glukosa darah acak. Tes ini bisa
dilakukan di laboratorium atau klinik, namun sekarang terdapat alat
yang praktis untuk mengukur kadar glukosa darah yang disebut
glukometer sehingga pengukuran kadar glukosa darah tidak lagi harus
dilakukan di laboratorium atau klinik. Rentang normal kadar glukosa
darah untuk pemeriksaan kadar glukosa darah adalah sebagai berikut
(Misnadiarly, 2006):
a. Kadar glukosa darah puasa:
Normal: < 100 mg/dl
Pradiabetes: 100 - 126 mg/dl
Diabetes: > 126 mg/dl
b. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan atau kadar glukosa
darah acak :
Normal: < 140 mg/dl
Pradiabetes: 140 - 199 mg/dl
Diabetes: ≥ 200 mg/dl
Pemeriksaan diabetes melitus tidak hanya dari pemeriksaan
kadar glukosa darah saja, namun bisa juga melalui tes urine. Pada tes
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
14
urine ini, urine atau air kencing diperiksa kadar albumin, gula dan
mikroalbuminurea untuk mengetahu apakah seseorang menderita
diabetes melitus atau tidak. Tes ini juga dilakukan di laboratorium
atau klinik (Lanywati, 2011).
2.2.4. Gejala Diabetes
Penderita diabetes melitus memiliki kadar glukosa yang
tinggi dalam darah, maka beberapa gejala yang umum bagi penderita
diabetes baik tipe 1 maupun tipe 2 antara lain (Lanywati, 2011):
a. Sering buang air kecil
b. Sering merasa sangat haus
c. Sering lapar karena tidak mendapat cukup energi sehingga tubuh
memberi sinyal lapar
d. Penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada usaha
menurunkan berat badan. Hal ini karena sewaktu tubuh tidak
dapat menyalurkan glukosa ke dalam sel-selnya, tubuh membakar
lemak dan proteinnya sendiri untuk mendapatkan energi.
e. Sering kesemutan pada kaki atau tangan.
f. Mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok.
g. Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh.
h. Perubahan perilaku seperti mudah tersinggung. Penyebabnya
karena penderita diabetes sering terbangun pada malam hari untuk
buang air kecil sehingga tidak dapat tidur nyenyak.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
15
i. Mudah merasa lelah.
2.2.5. Bahaya dan Komplikasi Diabetes Melitus dalam Rongga Mulut
Hiperglikemik kronis pada diabetes melitus mengakibatkan
komplikasi kronis kerusakan atau kegagalan bermacam organ,
terutama pada mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah
(Misnadiarly, 2006):
a. Kerusakan pada Mata (Retinopati)
Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan
sebagian atau seluruh penglihatan. Pasien dengan retinopati
diabetik mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan.
b. Kerusakan pada Ginjal (Nefropati)
Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal,
akibatnya efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien
dengan nefropati menunjukkan gambaran gagal ginjal menhun
seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat
penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan
kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2-
7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang persisten
tanpa adanya kelainan ginjal yang lainnya merupakan salah satu
tanda awal nefropati diabetik.
c. Kerusakan Saraf (Neuropati)
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
16
Gula darah itnggi menghancurkan serat saraf dan satu
lapisan lemak di sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa
mengirimkan sinyal ke otak dan dari otak dengan baik, sehingga
akibatnya bisa kehilangan indra perasa, meningkatnya indra perasa
atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh
lebih sering terjadi. Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta
berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki yang menimbulkan
mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk, atau
kram pada otot kaki.
d. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri
menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian
dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki bisa
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah
yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat
berjalan. Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus
dalam waktu lama maka bisa terjadi kematian pada jaringan.
Diabetes melitus, selain itu juga memberikan sejumlah
komplikasi pada rongga mulut yang dapat dijadikan indikator tingkat
keparahan dan perkembangan penyakit diabetes melitus. Komplikasi
tersebut antara lain : gingivitis dan periodontitis; penyakit mukosa
rongga mulut seperti ulcer, linchen planus, dan recurrent aphthous
stomatitis; candidiasis; burning mouth dan gangguan persepsi rasa;
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
17
dan meningkatnya resiko karies serta gigi goyang (Greenberg dan
Glick, 2003; Schobie, 2007; Wolfe, 2007). Keadaan rongga mulut
yang dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus (Misnadiarly,
2006):
a. Lidah
Lidah penderita diabetes melitus sering membesar dan
terasa tebal sehingga terjadi gangguan pengecapan pada lidahnya.
b. Saliva
Saliva penderita diabetes melitus sering kali menjadi lebih
kental, disebut xerostomia diabetic dengan gejala mulut terasa
kering dan seperti terbakar serta mukosa terlihat kemerahan. Gejala
seperti ini sering timbul pada penderita DM yang tidak terkontrol.
Pada xerostomia, laju aliran salivanya rendah, bahkan bila terjadi
nekrosis kelenjar liur maka tidak akan mensekresi saliva. Selain
itu, neuropati sistem otonom juga dapat menyebabkan perubahan
sekresi saliva karena aliran saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan
parasimpatis. Penurunan laju aliran saliva dapat menyebabkan
permukaan mukosa menjadi kering dan mudah teriritasi serta dapat
dihubungkan dengan sindroma mulut terbakar. Hal ini juga
mendukung lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan organisme
jamur. Beberapa penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan
insiden kandidiasis pada penyandang diabetes.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
18
c. Mukosa Rongga Mulut
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah menyebabkan
sirkulasi darah menjadi kurang baik, juga sering ditemukan banyak
ulkus atau ulcer. Selain itu, jika mengalami luka menjadi sukar
sembuh sehingga akan lebih mudah terkena infeksi dan
menimbulkan lesi pada mukosa rongga mulut.
d. Gigi dan Gingiva
Diabetes melitus menyebabkan jaringan periodontium atau
jaringan penyangga gigi mudah rusak, akibatnya gigi penderita
diabetes melitus mudah goyang dan mudah lepas, gusi
membengkak sehingga gigi tampak keluar atau menonjol keluar.
Pada penderita DM terdapat peningkatan kerentanan
terhadap infeksi yang berkaitan dengan efek hiperglikemia
terhadap respon peradangan dan respon imun humoral, yakni
dengan rusaknya kemotaksis dan fagositosis. Perubahan pada aliran
dan komposisi saliva pada penderita DM dapat menjadi
predisposisi terhadap infeksi oral. Rusaknya fungsi fagosit dan
makrofag tampak pada penyandang DM terkontrol buruk. Hal ini
mengakibatkan tertundanya proses penyembuhan. Perubahan aliran
dan komposisi saliva mengurangi faktor-faktor tersebut dalam
meningkatkan proses penyembuhan di dalam rongga mulut.
Peningkatan keparahan periodontitis pada penderita DM
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
19
disebabkan oleh kerusakan kontrol metabolisme sehingga
menurunkan resistensi jaringan periodontal dalam melawan bakteri.
Laju aliran saliva yang rendah pada penderita DM juga
dapat menyebabkan gigi menjadi mudah terkena karies. Hal itu
disebabkan karena fungsi saliva sebagai buffer, yaitu berfungsi
sebagai penstabil pH dari rongga mulut. Laju aliran saliva rendah
menyebabkan pH rongga mulut menjadi lebih asam. Selain itu
fungsi saliva juga sebagai anti bakteri, jika laju aliran saliva rendah
maka sistem pertahanan rongga mulut terhadap infeksi akan
berkurang. Kedua hal tersebut menyebabkan gigi menjadi lebih
mudah terkena karies. pH rongga mulut yang asam dan proteksi
dari saliva yang berkurang dapat menyebabkan Streptococcus
mutans akan lebih mudah berkoloni dalam rongga mulut dan
menjadi patogen.
2.3. Streptozotocin sebagai Diabetogen
Streptozotocin adalah suatu antibiotik antineuplastik dari kelompok
nitrosourea yang diporoleh dari isolasi kultur bakteri Streptomyces
achromogenes atau diproduksi melalui sintesis. Zat ini pada mulanya
digunakan sebagai anti bakteri serta tumor. Kemudian diketahui bahwa
streptozotocin ini memiliki efek diabetik yang efektif. Jika dilihat dari
asalnya, streptozotocin termasuk dalam golongan nitrosourea yang artinya
kelompok senyawa larut lemak yang memiliki fungsi sebagai agen
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
20
pengalkilasi. Streptozotocin terdiri dari 2-deoxy-2-(3-(methyl-3-
nitrosoureido)-Dglucopyranose dengan rumus kimia C8H15N3O7 adalah
kombinasi dari glucosamine-nitrosourea. Berat molekul streptozotocin
adalah 265, tidak berwarna, mengalami dekomposisi pada suhu 115�C
membentuk gas, larut dalam air, bentuk padat. Substansi ini tidak stabil pada
suhu kamar dan temperatur lemari es (seharusnya disimpan pada suhu
dibawah 20�C seperti di dalam freezer), stabil dalam larutan pH 4 dan
temperatur rendah (Nugroho, 2006).
Gambar 2.2. Rumus kimia Streptozotocin (Szkudelski dan Raharja, 2001).
Menurut Kusumawardhani (2005), streptozotocin adalah agen
yang sudah umum digunakan dalam penelitian diabetes. Damayanti (2006)
menambahkan, bahan ini digunakan untuk menginduksi diabetes,
hiperglikemia, dan stress oksidatif pada hewan pengerat. Injeksi
streptozotocin secara intramuskular dan subkutan tidak dianjurkan, karena
obat dianggap mengalami degradasi di dalam tubuh sebelum mencapai
target organ yaitu pankreas (Szkudelski dan Raharja, 2001).
Streptozotocin menimbulkan pengaruh diabetogenik dengan merusak
sel β pankreas, dengan demikian mengurangi atau mencegah produksi insulin
(Turner dan Bagnara, 1976). Streptozotocin secara cepat dapat mencapai
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA
21
pankreas, aksinya diawali oleh pengambilan yang cepat oleh sel β pankreas.
Struktur streptozotocin mirip dengan glukosa sehingga mudah
ditransportasikan ke dalam sel dengan menembus membran sel melalui
protein transpor glukosa GLUT 2, tetapi tidak dapat ditransportasikan melalui
transpor glukosa yang lain (Mellado-Gil dan Diosdado, 2004). Alkilasi DNA
dan pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel
tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi
streptozotocin dalam sel β pankreas. (Szkudelski dan Raharja, 2001)
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ... DESITA AYU SOFALINA