bab 2 tinjauan pustaka 2.1 tinjauan umum...

36
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Virus Virus adalah suatu partikel yang mengandung bahan genetik berupa DNA atau RNA yang diselubungi oleh protein yang disebut kapsid dan pada beberapa virus juga ada komponen lain, misalnya lemak. Satuan dasar virus disebut virion. Virus hanya dapat memperbanyak diri jika berada di dalam suatu sel inang yang sesuai. Jika berada di luar sistem selular, virus tidak mampu memperbanyak diri karena tidak mempunyai sistem enzim yang dapat digunakan untuk sintesis partikel virus yang baru. Oleh karena itu, virus disebut sebagai parasit obligat dan seringkali juga dianggap sebagai batas antara jasad hidup dan jasad mati. Diameter virus bervariasi dari 200-300nm sehingga ukurannya lebih kecil dari sel prokaryot yang paling kecil. Pada awalnya virus diklasifikasikan berdasarkan atas inang yang ditumpanginya, sehingga ada tiga kelompok virus yaitu : 1. Virus hewan 2. Virus tumbuhan 3. virus bakteri (bakteriofag) Sedangkan sistem klasifikasi Baltimore, membagi virus berdasarkan mekanisme produksi mRNA. Virus harus memproduksi mRNA dari genom mereka untuk memproduksi protein dan bereplikasi, namun berbagai macam mekanisme berbeda digunakan untuk memenuhi hal tersebut. Genom viral mungkin single- standed (ss) atau double-stranded (ds), RNA atau DNA, menggunakan atau tidak ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Upload: hoangkhanh

Post on 13-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Virus

Virus adalah suatu partikel yang mengandung bahan genetik berupa DNA

atau RNA yang diselubungi oleh protein yang disebut kapsid dan pada beberapa

virus juga ada komponen lain, misalnya lemak. Satuan dasar virus disebut virion.

Virus hanya dapat memperbanyak diri jika berada di dalam suatu sel inang yang

sesuai. Jika berada di luar sistem selular, virus tidak mampu memperbanyak diri

karena tidak mempunyai sistem enzim yang dapat digunakan untuk sintesis

partikel virus yang baru. Oleh karena itu, virus disebut sebagai parasit obligat dan

seringkali juga dianggap sebagai batas antara jasad hidup dan jasad mati.

Diameter virus bervariasi dari 200-300nm sehingga ukurannya lebih kecil

dari sel prokaryot yang paling kecil. Pada awalnya virus diklasifikasikan

berdasarkan atas inang yang ditumpanginya, sehingga ada tiga kelompok virus

yaitu :

1. Virus hewan

2. Virus tumbuhan

3. virus bakteri (bakteriofag)

Sedangkan sistem klasifikasi Baltimore, membagi virus berdasarkan mekanisme

produksi mRNA. Virus harus memproduksi mRNA dari genom mereka untuk

memproduksi protein dan bereplikasi, namun berbagai macam mekanisme

berbeda digunakan untuk memenuhi hal tersebut. Genom viral mungkin single-

standed (ss) atau double-stranded (ds), RNA atau DNA, menggunakan atau tidak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

9

menggunakan reverse transcriptase (RT). Pada dasarnya klasifikasi ini dibagi

menjadi 7 kelompok (Van Regenmortel, 2004; Mayo, 1999; de Villiers et.al.,

2004).

Tabel 2.1 Klasifikasi virus berdasarkan sistem klasifikasi Baltimore

No. Klasifikasi Contoh virus

I. Virus dsDNA Adenovirus,

Herpesvirus,Poxvirus

II. Virus ssDNA (+) sense DNA Parvovirus

III. Virus dsRNA Reovirus

IV. Virus (+) ssRNA (+) sense RNA Picornavirus, Togavirus

V. Virus (-) ssRNA (-) sense RNA Orthomyxovirus,

Rhabdovirus

VI. Virus ssRNA-RT (+) sense RNA dengan DNA

intermediate pada siklus hidup

Retrovirus

VII. Virus dsDNA-RT Hepadnavirus

Bahan genetik virus ada yang berupa molekul DNA dan ada yang berupa

RNA. Molekul DNA dan RNA tersebut ada yang berupa molekul untai-tunggal

(single stranded) dan ada yang berupa molekul untai ganda (double stranded).

Ekspresi genetik virus dilakukan dengan menggunakan sistem enzim yang ada

didalam sel inang. Meskipun virus bersifat parasit, namun perkembangan dalam

genetika molekular telah memungkinkan eksploitasi virus untuk kepentingan-

kepentingan praktis. Bahan genetik virus tertentu telah dipelajari secara rinci dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

10

dimanipulasi untuk digunakan dalam eksperimen genetik (rekayasa genetik)

(Yuwono, 2005)

2.2 Tinjauan Tentang Avian Influenza

2.2.1 Struktur virus avian influenza

Virus influenza merupakan virus RNA bersegmen dan memiliki envelope,

termasuk dalam family Orthomyxoviridae. Virus influenza diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu influenza A, B, dan C (Rahardjo dan Nidom, 2004). Virus

influenza A memiliki kemampuan untuk menginfeksi mamalia dan unggas,

sedangkan virus influenza B dan C hanya menginfeksi manusia. Virus influenza A

sampai saat ini telah diketahui mempunyai 16 protein Hemaglutinin (HA) (H1-

H16) dan 9 macam protein Neuraminidase (NA) (N1-N9) (Horimoto dan

Kawaoka, 2001). Virus avian influenza memiliki delapan gen yang terdiri dari gen

Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) yang merupakan gen eksternal, gen

Matiks (M), Nukleoprotein (NP), Polymerase A (PA), Polymerase B2 (PB2) dan

gen Non-struktural (NS) yang merupakan gen internal. Kedelapan gen ini masing-

masing mempunyai Open Reading Frame (ORF), sehingga proses ekspresi

proteinnya tidak tergantung satu sama lainnya (Nidom, 2005). Gen HA dan NA

memiliki peranan terhadap proses masuknya virus ke dalam sel melalui

perlengkatan reseptor asam sialik pada sel hospes, dan memberikan fasilitas

penggabungan antara virus dengan membran sel. Selain itu, determinan antigenik

utama menentukan kunci terhadap vaksin influenza (Vines et al, 1998).

Berdasarkan bentuknya virus avian influenza atau virus influenza A

subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

atas 8 segmen atau gen dengan untai tunggal RNA negatif. Virus avian influenza

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

11

memiliki mRNA yang bersifat monosistronik yang mengkode 10 protein. Genome

RNA dari virus flu burung terdiri atas gen nukleoprotein (NP) dan 3 subunit RNA

polimerase kompleks (PA, PB1, dan PB2) yang memiliki peranan penting di

dalam proses replikasi dan bergabung bersama dengan komplek ribonukleoprotein

(RNP). Bagian dalam kapsul terdiri atas protein Matriks (M1) dan chanel ion

protein M2 dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Selain itu, juga terdapat

protein non-struktural yaitu protein NS2 dan NS1. Protein NS2 memiliki peranan

yang penting dalam mengambil RNP (Ribonucleoprotein complex) dari nukleus

dan berinteraksi dengan protein M1. Protein NS1 memiliki berbagai peranan

antara lain mengatur pemisahaan dan pengambilan bahan-bahan yang dibutuhkan

dari nukleus menuju mRNA seluler dan memiliki peranan yang penting dalam

menstimulasi terjadinya translasi untuk umpan balik terhadap aktifitas interferon

pada hospes. Untuk protein HA dan NA yang terletak pada permukaan virus

memiliki peranan dalam proses: 1) perlekatan, 2) penggabungan dan masuk ke

dalam sel hospes, 3) perkembangbiakan virus dari sel hospes yang terinfeksi oleh

virus flu burung. Selain itu, protein HA dan NA merupakan dua protein yang

bertanggungjawab secara langsung terhadap mekanisme netralisasi antibodi oleh

respon imun yang dihasilkan oleh hospes yang terinfeksi oleh virus H5N1

(Suzuki, 2005).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

12

Gambar 2.1 Morfologi virus avian influenza subtipe H5N1 terdiri dari 8 segmen (Neumann et al, 2009)

2.2.2 Penularan virus avian influenza

Pada awalnya avian influenza hanya ditemukan pada burung-burung liar,

namun saat ini sudah ditemukan pada ayam, puyuh, itik, kalkun, dan babi. Virus

avian influenza dapat terbawa dalam saluran gastrointestinal burung liar ke

seluruh dunia. Penularan secara langsung dapat terjadi karena adanya kontak

langsung dengan kotoran secara oral atau melalui saluran pernafasan. Udara yang

kotor bercampur dengan feses kering ayam yang terjangkit avian influenza akan

terhirup oleh ayam lain dan manusia yang hidup di lokasi peternakan, seperti

pekerja kandang dan peternak (Soejoedono dkk, 2006).

Resiko penularan dari burung liar ke unggas peliharaan terutama terjadi

kalau unggas peliharaan tersebut dibiarkan bebas berkeliaran. Sebuah penelitian

menemukan bahwa virus AI H5N1 dapat disebarkan melalui burung yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

13

bermigrasi di daerah Asia Tenggara (Whittaker, 2001). Manusia jarang terpapar

virus AI sehingga manusia memiliki imunitas yang lebih sedikit dibanding unggas

atau hewan lain. Hal ini menyebabkan virus AI menjadi ganas apabila terjadi

penularan terhadap manusia dan dapat menyebabkan pandemik.

2.2.3 Patogenisitas virus avian influenza

Berdasarkan patogenisitasnya virus AI dibagi menjadi dua yaitu virus AI

yang sangat pathogen atau HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) dan virus

AI yang tidak pathogen atau LPAI (Low Patoghenic Avian Influenza). Virus

dikategorikan HPAI apabila virus tersebut memiliki kemampuan menimbulkan

mortalitas sebesar 75% pada ayam 4-8 minggu yang diinfeksi secara intavena.

Virus AI juga dikategorikan HPAI jika isolat tersebut dapat membunuh 1-5 ekor

ayam walaupun tidak termasuk subtipe H5 atau H7. Kategori lain yang dipakai

yaitu jika tejadi pertumbuhan virus dalam kultur sel dengan pembentukan CPE

atau plaque tanpa menggunakan tripsin. Virus LPAI bereplikasi terutama di dalam

usus dan organ respirasi yang selanjutnya dapat dikeluarkan melalui feses burung

yang terinfeksi, sehingga transmisi virus melalui rute faecal-contaminated-water-

oral yang merupakan mekanisme penularan virus diantara burung air. Infeksi oleh

virus HPAI konsentrasi tinggi yang bereplikasi secara sistemik pada unggas yang

juga dikeluarkan melalui feses. Namun virus HPAI akan ditransmisikan diantara

spesies unggas melalui rute nasal dan oral yang kontak dengan material yang

terkontaminasi virus (Horimoto and Kawaoka, 2005)

Virus LPAI menyebabkan infeksi lokal di dalam saluran pernafasan atau

saluran pencernakan yang akan menimbulkan infeksi sedang/asimptomatik. Ayam

yang terinfeksi virus HPAI menimbulkan gejala klinis umum seperti swelling

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

14

endotel dari pembuluh darah kecil, hemorraghi dan thrombosis. Virus HPAI dapat

bereplikasi dengan efisien di dalam sel endotel pembuluh darah dan sel parenkim

perivaskular sehingga dapat menimbulkan infeksi sistemik (Horimoto and

Kawaoka, 2005).

2.2.4 Epidemiologi virus avian influenza

Kasus avian influenza pada ayam diyakini muncul pertama kali pada bulan

Agustus tahun 2003 di beberapa peternakan ayam ras komersial di Jawa Barat dan

Jawa Tengah. Kasus tersebut cepat meluas ke berbagai daerah di Jawa Tengah,

Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Bali, dan

beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2003, wilayah yang

terjangkit penyakit tersebut mencakup 9 propinsi, yang terdiri dari 51

kabupaten/kota dan jumlah ayam/unggas yang mati mencapai 4,13 juta ekor. Jenis

unggas yang terserang meliputi ayam ras petelur, pedaging, ayam bibit, ayam

buras, ayam arab, itik, entog, burung puyuh, burung merpati, burung perkutut, dan

burung merak. Sampai dengan bulan Desember 2004, jumlah kumulatif kasus

kematian ternak unggas akibat virus avian influenza mencapai 6,27 juta ekor yang

berasal dari 16 propinsi yang mencakup 100 kabupaten/kota. Angka kematian

akibat virus avian influenza pada ternak unggas terutama ditemukan di Jawa

Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Lampung dengan jumlah kematian masing-

masing lebih dari satu juta ekor. Sekitar bulan Februari 2005 terjadi perluasan

kasus avian influenza ke daerah baru, yaitu Sulawesi Selatan dan selanjutnya

menyebar ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat, dan terakhir telah di

laporkan juga di Nangroe Aceh Darussalam. Jumlah kematian unggas akibat

serangan virus avian influenza sejak bulan Agustus 2003 sampai dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

15

November 2005 diperkirakan telah mencapai 10,45 juta ekor. Jumlah kematian

unggas pada tahun 2005 cenderung menurun drastis dibandingkan dengan tahun

2003 maupun tahun 2004, walaupun daerah yang terserang cenderung lebih luas

(Rahardjo dan Nidom,2004)

Gambar 2.2 Daerah endemis virus avian influenza Subtipe H5N1 di Seluruh Indonesia (Sumber WHO, 2009)

2.2.5 Vaksinasi H5N1

Kebutuhan vaksin avian influenza untuk peternakan domestik mengalami

peningkatan. Ini disebabkan adanya kebijakan penggunaan vaksin untuk

peternakan dan merupakan keputusan yang penting yang dikeluarkan oleh dinas

peternakan seperti Thailand dan Vietnam yang merupakan negara pengeskpor

untuk unggas. Vaksin yang baik adalah vaksin yang mampu melindungi dari

infeksi, memiliki kesamaan antara antigen yang digunakan pada vaksin dengan

strain yang sedang bersirkulasi dan mampu mengurangi jumlah virus dibawah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

16

tingkat yang memiliki kemampuan untuk menular pada organisme lain.

Sebaliknya vaksin yang tidak baik adalah vaksin yang tidak memiliki kemampuan

untuk mencegah infeksi dan gejala klinis yang muncul namun tidak mampu

mencegah terjadinya ekspresi virus pada tingkat yang mampu menularkan virus

pada organisme lain. Selain itu, vaksin yang tidak baik memicu penyebaran virus

pada peternakan yang tidak terdeteksi atau silent virus, pada pasar yang menjual

unggas hidup dan memicu terjadinya penularan. China dan Indonesia mengadopsi

vaksinasi pada peternakan untuk mengendalikan virus avian influenza dan

Vietnam telah lebih dulu mencoba vaksin pada peternakan namun yang menjadi

permasalahaan adalah di Indonesia, virus avian influenza menyerang pada unggas

dan babi. Sedangkan di China, virus avian influenza terdeteksi pada unggas yang

sehat di pasar unggas hidup. Ini memberikan gambaran bahwa beberapa vaksin

memiliki kualitas yang kurang optimal dan kemungkinan terjadi ko-infeksi

dengan agen penyakit lainnya. Strategi vaksin juga digunakan di Meksiko tahun

1980 dan vaksin yang digunakan adalah vaksin H5N2. Vaksin H5N2 mampu

mereduksi timbulnya infeksi namun tidak mampu mengeliminasi virus H5N2 dan

memberikan kontribusi terhadap penyebaran virus secara luas di Amerika Tengah

dan menyebabkan terjadinya antigenic drift (Webster et al, 1992).

Sejak 24 Januari 2004, Dirjen Produksi Peternakan menetapkan penyakit

avian influenza (AI) pada hewan dan unggas berstatus wabah. Pada awal

terjadinya wabah tahun 2003, banyak vaksin ilegal asal China yang beredar.

Vaksin ini mengandung virus AI dengan yang berbagai macam tipe dan terkadang

tidak jelas tipe virus AI yang terkandung di dalamnya. Efektifitas vaksin ini di

lapangan juga bermacam-macam. OIE meragukan kualitas dari beberapa vaksin

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

17

produksi China. Tetapi laporan FAO (Food and Agriculture Organization) dari

Vietnam menunjukkan bahwa vaksin China sudah memberikan dampak pada

pengendalian wabah AI pada unggas. Untuk saat ini vaksin avian influenza yang

digunakan di lapangan dan diuji coba di laboratorium meliputi vaksin inaktif,

vaksin konvensional dengan menggunakan virus utuh, vaksin inaktif dengan

menggunakan teknologi reverse genetik, vaksin sub unit dengan menggunakan

baculovirus dan mengekspresikan antigen H5 secara secara invitro, vaksin

rekombinan dengan menggunakan fowl pox virus secara invivo, virus ND, vektor

virus infectious laryngotracheitis dan DNA vaksin. Vaksin-vaksin tersebut

memiliki kemampuan untuk melindungi dan mengeliminasi virus avian influenza.

Selain itu juga, memiliki kemampuan untuk mereduksi virus yang dikeluarkan

setelah diuji tantang (Harder and Warner, 2006). Di Indonesia terdapat 2 jenis

vaksin AI untuk menangani virus flu burung yaitu vaksin homolog dan vaksin

heterolog. Vaksin homolog inaktif pada umumnya digunakan untuk

mengendalikan wabah AI di Indonesia pada tahun awal ditemukannya wabah

penyakit ini. Vaksin semacam ini juga sudah diproduksi di Indonesia dan peternak

unggas di lapangan umumnya menyatakan bahwa efektifitas vaksin ini cukup

baik, ditinjau dari pemeriksaan serologis sebelum dan sesudah vaksinasi dan juga

daya proteksinya terhadap serangan penyakit AI. Vaksin homolog ini

mengandung virus mati dengan tipe H5N1, yaitu tipe yang sama dengan penyebab

wabah AI di Indonesia. Bibit virus untuk pembuatan vaksin ini juga berasal dari

isolat lokal virus penyebab wabah AI di Indonesia. Vaksin heterolog adalah

vaksin inaktif dengan kandungan virus AI dari tipe yang berbeda dari virus

penyebab wabah AI di Indonesia. Vaksin heterolog yang telah beredar adalah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

18

vaksin yang mengandung tipe virus H5N2, vaksin inaktif yang mengandung tipe

virus H5N9 dan sebagainya (Harder and Warner, 2006; Nidom, 2005;

Jamalludin, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti

Laboratorium Avian Influenza Universitas Airlangga (Vienansyah 2010, Mutti dan

Rizkyawan 2011) menunjukan bahwa titer antibodi pada ayam baik broiler dan

layer dengan hasil uji Heamaglutinasi Inhibisi lebih dari 27 mampu menetralisasi

virus berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan uji netralisasi baik

dengan menggunakan kultur sel maupun dengan menggunakan TAB (telur ayam

berembrio). Selain itu juga ditemukan bahwa tidak adanya kesesuaian antara

antibodi protektif dari vaksin H5N1 terhadap infeksi virus flu burung pada

unggas (OIE menetapkan antibodi protektif terhadap vaksin H5N1 23 berdasarkan

hasil uji Haemaglutinasi Inhibisi). Terjadinya kesenjangan antara pengujian

secara serologis maupun dengan pengujian secara netralisasi terhadap virus H5N1

membutuhkan kajian yang lebih mendalam dari sudut pandang yang berbeda

misalnya proteomik sehingga memberikan solusi terhadap vaksin H5N1 dan

memotong penyebaran virus avian influenza di Indonesia.

Saat ini masih belum banyak dilakukan vaksinasi H5N1 pada manusia.

Sebagai upaya pencegahan, WHO merekomendasikan untuk orang-orang yang

mempunyai risiko tinggi kontak dengan unggas atau orang yang terinfeksi, dapat

diberikan terapi profilaksis dengan 75 mg oseltamivir sekali sehari, selama 7

sampai 10 hari (WHO, 2005).

Beberapa negara lain yang juga tengah mengembangkan vaksin H5N1

antara lain adalah Jepang, China, Hongaria,dan lain-lain. (WHO, 2005). Menurut

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

19

penelitian Koopmans (2004) Lebih dari 56% dari infeksi H7 yang dilaporkan

muncul sebelum vaksinasi dan program pengobatan. Setelah 19 orang telah

didiagnosa menderita infeksi, semua pekerja menerima vaksinasi influenza virus

dan pengobatan dengan oseltamivir.

Vaksin yang saat ini dikembangkan adalah vaksin yang dibuat dengan

modifikasi molekuler yang lebih efektif. Selain memungkinkan pengembangan

vaksin dengan pendekatan berbasis peptida akan memiliki keuntungan untuk

menghindari penggunaan virus influenza hidup yang berbahaya selama produksi

massal. Salah satu penelitian menemukan bahwa peptida urutan DTVQIIKLL

hadir dalam protein PB2 dari virus H5N1, diperkirakan akan mengikat HLA-A26

yang dibatasi reseptor sel sistem kekebalan tubuh permukaan. Oleh karena itu,

peptida terikat mungkin mampu merangsang perlindungan dari sitotoksik limfosit

T. kemudian dikonfirmasi dalam penelitian laboratorium, dan vaksin yang efektif

dikembangkan untuk individu mengekspresikan HLA-A26 reseptor. Karena PB2

memiliki laju mutasi jauh lebih rendah dari H dan N, sehingga dapat mengatasi

masalah pada pembuatan vaksin dengan virus utuh (Gillis, 2005).

2.2.6 Spesifisitas reseptor virus avian influenza

Virus avian influenza memiliki afinitas yang tinggi terhadap asam sialid

α2-3 dan memiliki jumlah yang banyak di jaringan epitel daerah endodermik

(usus dan paru-paru) pada unggas yang merupakan target dari virus avian

influenza. Hal ini berbeda dengan virus influenza yang berasal dari manusia yaitu

lebih banyak memiliki residu α 2-6 yang lebih predominan pada sel epitel pada

saluran pernafasan manusia. Perbedaan reseptor menyebabkan terhambatnya

penularan virus flu burung dari unggas ke manusia. Namun berdasarkan beberapa

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

20

hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa sel epitel bersilia pada

trakea manusia memiliki reseptor virus avian influenza dari unggas dalam jumlah

yang sedikit. Hal sebaliknya juga terdapat pada ayam, memiliki reseptor yang

berasal dari virus influenza dari manusia (α 2-6) (Beare dan Webster 1991;

Harder and Warner,2006).

Pada babi dan unggas air kedua reseptor yaitu α 2-3 dan α 2-6 memiliki

densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan lain sehingga memberikan

kesempatan pada kedua hewan tersebut untuk terjadinya mixing vessel antara

virus flu burung dengan virus influenza yang menginfeksi pada manusia

(H1N1,H3N2).

2.2.7 Siklus infeksi virus avian influenza

Infeksi virus diawali dengan terjadinya perlekatan protein HA virus ke

reseptor asam sialat sel host (Swyne, 2008). Pengikatan virus influenza ke

reseptor akan diikuti dengan endositosis melalui celah yang dilapisi clathrin dan

vesikel. Fusi antara virus dengan membrane sel berlangsung pada kompartemen

endosomal yang selanjutnya akan memicu transfer nukleokapsid virus ke dalam

sitoplasma untuk bermigrasi ke dalam inti sel tempat transkripsi dan replikasi

RNA virus. Pada awal replikasi, virus memerlukan pH asam dari endosom melalui

pompa proton sel ( Cross et al., 2001). Bagian dalam virus juga mengalami

penurunan pH menjadi asam dengan bantuan M2 (protein membrane integral)

yang menyebakan ion H+ masuk ke dalam virion sehingga memicu perubahan

konformasi protein HA yang menyebabkan domain fusi pada protein HA menjadi

aktif. Suasana asam di dalam virus juga memicu nukleokapsid virus berdisosiasi

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

21

dari protein matriks virus (M1) sehingga segmen gen virus dapat masuk ke dalam

inti sel tempat replikasi dan transkripsi RNA virus berlangsung (Swyne, 2008).

Pada proses transkripsi RNA virus akan terbentuk mRNA yang

selanjutnya dikeluarkan dari inti sel menuju sitoplasma untuk proses translasi

membentuk protein virus. Protein virus yang terbentuk (early protein viral) yang

diperlukan untuk proses replikasi dan transkripsi di dalam inti sel akan ditransport

kembali ke dalam inti sel (Neumann et al., 2009).

Gambar 2. 3. Siklus infeksi virus avian influenza (dikutip dari Neumann et al., 2009)

Pada akhir siklus infeksi virus influenza, protein M1 dan NS2 membantu

keluarnya ribonukleoprotein virus (vRNP) baru terbentuk dari inti sel menuju

sitoplasma, sedangkan PB1-F2 akan berasosiasi dengan mitokondria (Neumann et

al, 2009). Virus influenza baru hasil replikasi dalam sel host selanjutnya akan

dirakit dan keluar dari sel host melalui proses budding pada bagian apical

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

22

membrane plasma sel yang terpolarisasi (sel epitel paru dari host terinfeksi). Hal

ini memiliki peran penting pada patogenesis serta tissue tropism virus karena virus

yang budding dari permukaan dalam sel cenderung menyebabkan penyakit

sistemik, sedangkan virus influenza yang budding dari permukaan external sel

pada umumnya memiliki tissue tropism yang terbatas (Swyne, 2008).

2.2.8 Replikasi virus avian influenza

Genoma virus influenza A berisi delapan segmen virus (vRNA) untai

negatif. Selama siklus replikasi virus, genoma vRNA mengalami transkripsi

menjadi untai positif mRNA dan RNA komplementer (cRNA) dalam inti sel.

Mekanisme ini yang membedakan dengan virus RNA lainnya. Sebagai promoter

sintesis mRNA diletakkan pada bagian struktur untai ganda RNA yang dibentuk

dari urutan ujung 5’ dan 3’ dari segmen genoma vRNA (Honda et al, 2002;

Mikulasova et al, 2000)

Selama replikasi, virus influenza memerlukan aktivitas glikoprotein

permukaan yaitu protein HA dan NA. Glikoprotein HA bertanggung jawab untuk

berikatan dengan asam sialat yang terletak pada glikokonjugat permukaan sel, dan

glikoprotein NA yang berfungsi dalam aktivitas enzimatis terhadap pelepasan

asam sialat dari glikokonjugat sel dan juga dalam sintesis protein untuk

memfasilitasi virion baru dalam budding sel (Kobasa et al, 2001).

Setelah berikatan dengan reseptor tropism cell, virus influenza A akan

masuk ke dalam sel melalui proses endositosis. Adanya pH yang rendah pada

endosom akan menginduksi perubahan konformasi dalam protein HA

menghasilkan fusi antara membran virus dengan membran endosom. Di dalam

endosom, saluran proton M2 terbuka dan RNP akan keluar ke sitoplasma. Proses

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

23

ini dapat berlangsung beberapa saat. Berdasarkan pengamatan di laboratorium,

dalam waktu 10 menit, proses endositosis sudah berlangsung 50%. Proses

endositosis ini berlangsung sampai semua genoma RNA virus ke luar dan masuk

ke dalam sitoplasma (Horimoto and Kawaoka, 2001; Raharjo dan Nidom, 2004).

Proses selanjutnya genoma RNA akan masuk ke dalam inti sel dan

megalami transkripsi, guna mengubah bentuk polaritas negatif (-) menjadi

polaritas positif (+). Sebagian genoma keluar kembali masuk sitoplasma

mengambil cap RNA sel inang dan poli A guna melakukan translasi untuk

menghasilkan berbagai protein termasuk protein selubung yang selanjutnya

digunakan oleh virus baru. Protein tersebut meliputi protein hemaglutinin (HA),

neuraminidase (NA), matriks (M) dan non struktural (NS) (Horimoto and

Kawaoka, 2001; Raharjo dan Nidom, 2004).

Genoma RNA sebanyak delapan segmen yang berada dalam inti sel

melakukan replikasi. Setelah melakukan replikasi dalam inti sel, kedelapan

segmen RNA ini akan dibungkus dengan protein HA, NA, M dan NS. Untuk

keperluan pelepasan (budding) virus akan terjadi penempelan pada reseptor di

permukaan luar sel yang akan dilakukan oleh protein NA. Proses replikasi virus

ini dapat berlangsung selama dua jam sejak terjadinya penempelan virus influenza

pada reseptor sel (Horimoto dan Kawaoka, 2001; Raharjo dan Nidom, 2004).

2.2.9 Transmisi virus avian influenza A pada manusia

Menurut WHO (2007), infeksi virus AI H5N1penularan ke manusia dapat

terjadi melalui penularan dari unggas ke manusia, mungkin dari lingkungan ke

manusia dan penularan dari manusia ke manusia secara terbatas. Sedangkan

menurut Knipe (2007) transmisi virus AI dari manusia ke manusia belum pernah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

24

dilaporkan. Pada umumnya virus AI tidak bereplikasi secara efisien pada manusia,

sehingga transmisi langsung virus AI ke manusia sangat jarang terjadi. Penularan

virus AI ke manusia memerlukan paparan jumlah virus yang banyak untuk

menimbulkan tingkat replikasi virus yang cukup pada manusia. Kemampuan

pertumbuhan virus AI yang terbatas pada manusia diperkirakan sebagai barier

munculnya pandemik virus AI melalui transmisi langsung dari unggas ke manusia

(Horimoto and Kawaoka, 2005)

Kasus infeksi virus AI di Hongkong tahun 1997 telah terjadi penularan

langsung dari ayam ke manusia. Berdasarkan dari hasil analisisnya ternyata

delapan segmen virus tersebut berasal dari virus unggas dan masih terikat ke

reseptor unggas SA α-2,3. Kemudian diketahui juga bahwa donor gen HA virus

tersebut adalah A/goose/Guangdong/I/96 (H5N1) masih bersirkulasi di Cina

(Lipatov, 2004). Berdasarkan studi epidemiologi menunjukkan bahwa transmisi

langsung virus dari burung dan kejadian transmisi dari manusia ke manusia hanya

terjadi pada beberapa kasus saja, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa virus

masih belum beradaptasi penuh pada host manusia (Horimoto and Kawaoka,

2005).

Pada tahun 2002 terjadi kasus infeksi H5N1 lain di Hongkong yang

menunjukkan bahwa terjadi mutasi antigenic drift yang bersifat highly pathogenic

pada bebek serta unggas air lain. Hal ini terus berlanjut pada awal tahun 2003

dimana virus H5N1 telah menginfeksi satu keluarga di Hongkong yang

mengakibatkan kematian pada tiga orang dalam satu keluarga ( Horimoto and

Kawaoka, 2005).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

25

Virus AI tidak menyebabkan infeksi persisten atau laten pada manusia,

tetapi virus influenza dipertahankan pada populasi manusia melalui penyebaran

langsung dari manusia ke manusia selama infeksi akut (Knipe, 2007). Namun

demikian penularan virus AI H5N1 ke manusia dikhawatirkan dapat memicu

terjadinya pandemic influenza, apalagi bila penularan tersebut disertai dengan

perubahan spesifitas reseptor yang mengarah SA α-2,6 (Mansfield, 2006)

Pada prinsipnya flu pandemik terjadi ketika suatu virus influenza dari

unggas memiliki protein permukaan HA yang tidak dapat dieliminasi oleh respon

imun tubuh manusia (Nichol et al.2000). Beberapa kemungkinan terjadinya

penularan H5N1 pada manusia dan terjadinya flu pandemik, karena terjadi

penularan antar manusia. Kemungkinan pertama menggunakan peran babi

sebagai hewan perantara atau “mixing vessel”. Tubuh babi akan terinfeksi oleh

dua macam virus influenza yang berbeda, virus avian influenza dan virus human

influenza, kemudian terjadi penataan ulang dari keduanya pada saat melakukan

replikasi pada tubuh babi. Hasil replikasinya berupa sebuah virus dengan protein

permukaan HA dari virus human influenza sedangkan genoma lainnya berasal dari

virus avian influenza. Pada saat terjadi wabah Spanish flu, terjadi perubahan

spesifitas reseptor virus avian influenza H1N1 selama replikasi dalam tubuh babi,

sehingga virus menjadi teradaptasi dalam tubuh babi dan tidak memerlukan virus

human influenza untuk menginfeksi manusia.

Kemugkinan lainnya terjadi penularan langsung pada tubuh manusia. Pada

kejadian wabah di Hong Kong pada tahun 1997 dan Vietnam, Thailand dan

Kamboja pada tahun 2004 dan 2005, menunjukkan model baru penularan dari

unggas ke tubuh manusia. Mekanisme yang dimungkinkan adalah terjadinya

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

26

penataan ulang antara virus avian influenza dengan virus human influenza pada

tubuh manusia tersebut, kemudian virus avian influenza ini memiliki gen HA dari

virus human influenza. Mekanisme lain yaitu terjadinya adaptasi virus avian

influenza pada tubuh manusia (Nichol et al.,2000).

2. 3 Tinjauan Tentang Protein Virus

Protein adalah senyawa kompleks yang memiliki berat molekul tinggi

yang merupakan polimer dari asam amino yang dihubungkan satu sama lain

dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen,

nitrogen, sulfur, serta fosfor. Virus influenza A termasuk virus avian influenza

subtipe H5N1 memiliki 10 protein yang terdiri dari dua protein eksternal (HA dan

NA) dan delapan protein internal (PA, PB1, PB2, M1, M2, NS1, NS2, dan NP).

Protein tersebut berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk

hidup dan virus.

2.3.1. Protein hemaglutinin (HA)

Protein HA merupakan protein utama pada virus influenza A dan B,

sedangkan pada virus Influenza C berupa Hemaglutinin-esterase (HE) yang

merupakan protein homolog dengan protein HA (Suzuki, 2002). Protein HA

disintesis sebagai polimer 580-585 asam amino, kemudian mengalami modifikasi

pasca translasi berupa glikosilasi pada posisi 5-7 saat transit di reticulum

endoplasmic dan sitoplasma sebelum ke membrane sel (Knipe, 2007). Selanjutnya

protein HA akan dipecah menjadi dua bagian oleh suatu signal peptidase yang

memiliki 20 asam amino. Kedua bagian protein HA ini terdiri dari protein HA1

yang terdiri dari 320 asam amino dan protein HA2 yang terdiri dari 220 asam

amino. Protein HA1 yang akan berikatan dengan reseptor pada sel tropisma dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

27

merupakaan target utama untuk respon imun, sedangkan protein HA2 sebagai

protein jangkar (anchor) pada envelope dan berfungsi sebagai perantara terjadinya

fusi antara envelope dan membran endosomal sel (Suzuki, 2002). Pembelahan HA

merupakan penentu awal untuk fusi virus dengan membran endosomal serta

infektivitas virus (Neumann and Kawaoka, 2006).

Meskipun virulensi virus influenza A ini merupakan poligenik, tetapi

protein HA mempunyai peran penting. Pada awal infeksi akan berikatan dengan

reseptor sel dan melepaskan protein ribonukleoprotein. Aktivasi proteolitik post

translasi dari perkusor HA (HA0) menjadi HA1 dan HA2 oleh protease inang

akan menghasilkan bagian fusogenik di bagian terminal HA2 yang akan

memfasilitasi fusi antara envelope virus dengan membran endosomal. Oleh karena

itu, aktivasi proteolitik molekul HA merupakan hal yang penting untuk

infektivitas dan penyebaran virus ke seluruh tubuh (Suzuki, 2002).

Protein HA dari virus avian influenza yang avirulen biasanya dipecah

secara terbatas oleh protease beberapa sel, sehingga virus hanya menyebabkan

infeksi yang bersifat lokal pada saluran pernafasan atau pencernakan saja dan sifat

infeksinya ringan atau asimptomatik. Sebaliknya protein HA dari virus avian

influenza yang virulen dapat dipecah oleh protease sel inang dalam jumlah dan

jangkauan yang lebih luas sehingga mampu menimbulkan penyakit sistemik dan

mematikan pada ayam (Horimoto and Kawaoka, 2001).

Pada gen HA terdapat suatu region yang disebut cleavage site yaitu suatu

region dimana pada bagian tersebut terjadi pembelahan gen HA saat infeksi virus

AI ke sel inang. Secara struktur berdasarkan jumlah asam amino yang menyusun

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

28

tempat pembelahan gen HA maka hal ini akan membedakan virus influenza yang

avirulen dan virulen. Virus AI yang avirulen biasanya mempunyai satu basic

amino acid yaitu arginin (R) yang terdapat pada tempat pembelahan, sedangkan

untuk virus yang virulen mempunyai beberapa basic amino acid yang terletak

dekat tempat pembelahan. Pada umumnya virus influenza mempunyai asam

amino arginin (R) pada ujung karboksil protein HA1 dan glisin pada ujung amino

protein HA2 yang diikuti oleh asam amino lisin (L) (Horimoto and Kawaoka,

2001).

2.3.2 Protein neuraminidase (NA)

Gen NA (Neuraminidase) mengekspresikan protein NA yang merupakan

protein membran berupa tetramer tipe II dengan aktivitas sialidase yang

membelah residu asam sialat dari glikokonjugat sel inang dan HA, sehingga NA

dikenal sebagai enzim penghancur reseptor. Aktivitas sialidase ini sangat penting

untuk pelepasan progeni virion dari permukaan sel inang dengan tujuan untuk

mencegah agregasi progeni virus berkenaan dengan aktivitas pengikatan HA virus

dengan glikoprotein virus yang lain. Maka aktivitas pengikatan reseptor HA virus

dengan aktivitas penghancuran reseptor NA harus dalam keadaan seimbang agar

replikasi virus influenza A berjalan efisien (Hughes, 2001). Gen NA mempunyai

urutan serta panjang yang bervariasi tergantung dari virusnya. Jika terjadi

pemendekan sekuen NA maka aktivitas pelepasan virus menjadi kurang efisien

(Horimoto and Kawaoka, 2001). Namun pada penelitian Korteweg (2008) virus

AI subtipe H5N1 yang diisolasi pada wabah tahun 1997 di Hongkong ditemukan

telah terjadi delesi 19 asam amino pada gen NA (stalk NA) yang menyebabkan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

29

virus tersebut dapat beradaptasi sehingga menular dari unggas air ke unggas

domestik. Hal ini juga sesuai dengan penyataan Swyne (2008) bahwa delesi pada

region stalk NA merupakan tanda adaptasi virus AI pada unggas. Delesi tersebut

juga menimbulkan penurunan aktivitas NA dengan membuat perubahan pada

protein HA yang akan menurunkan afinitas pengikatan ke asam sialat melalui

penambahan tempat glikolisasi dekat dengan reseptor binding site. Menurut

Hughes (2001) mutasi gen NA virus akan meningkatkan kemampuan virus

Influenza A beradaptasi pada lingkungan baru. Seperti yang dinyatakan Horimoto

dan Kawaoka (2001) ketika virus influenza asal unggas yang memiliki gen NA

dari subtipe N2 dikenalkan ke populasi manusia ternyata aktivitas pembelahan

SAα-2,6 meningkat, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi adaptasi NA virus

ke spesifitas reseptor SAα-2,6 dari HA manusia.

Fungsi lain dari protein NA yaitu dapat membantu proses masuknya virus

influenza ke dalam sel target pada saluran pernafasan melalui aktivitas degradasi

mucus (Matrosovich, 2004). Peranan NA pada saat infeksi virus influenza sangat

penting. Menurut Knipe (2007), protein NA juga berperanan untuk mengeluarkan

asam sialat dari lapisan musin sehingga memudahkan virus influenza mencapai

permukaan sel epitel. Protein NA juga berpengaruh terhadap host restriction virus

influenza karena aktivitas NA dari virus influenza asal unggas lebih resisten

terhadap pengaruh pH rendah didalam saluran pencernakan bagian atas dibanding

virus asal manusia atau babi. Disebutkan pula bahwa aktivitas NA dapat

mempengaruhi patogenitas virus karena jika terjadi kehilangan rantai karbohidrat

pada posisi 146 dari NA akan menyebabkan protein NA lebih mudah terikat ke

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

30

plasminogen (suatu prekusor plasmin) sehingga hal tersebut dapat membantu

pembelahan HA dan berefek terhadap peningkatan patogenitas virus.

NA merupakan glikoprotein utama kedua serta protein membran integral II

dari virus influenza A dengan ujung N-nya berorientasi ke bagian dalam virus.

Antibodi yang mengarah terhadap NA biasanya tidak dinetralisasi, tetapi

imunisasi dengan aktivitas enzimatik protein NA diperlukan untuk mengeluarkan

asam sialat dan akhirnya mengeluarkan asam sialat dari karbohidrat yang terdapat

pada glikoprotein virus sehingga tidak terjadi agregasi antar virus (Swyne, 2008).

2.3.3 Protein matriks (M1 dan M2)

Virus Influenza pada RNA segmen 7 yang bisistronik, mengkode protein

M1 dan M2. Protein M1 merupakan komponen mayor dari virion yang termasuk

dalam rangkaian di dalam amplop dan terlibat dalam pembentukan virus baru.

Protein matrik memiliki bentuk tetramer dan memiliki aktifitas chanel ion H+ dan

akan teraktifasi oleh pH yang rendah dalam endosom, terjadinya pengasaman di

dalam virion akan memberikan fasilitas terhadap pelepasan virus di dalam sel

hospes. Protein M1 berada pada envelope dan berfungsi sebagai

perkembangbiakan dan pertunasan virus. Selain protein HA dan NA juga terdapat

protein M2 yang tergabung dalam virion. Protein M2 merupakan protein integral

membran yang merupakan saluran ion dari sambungan RNA yang memfasilitasi

migrasi RNP virus di dalam sel (Webster et al, 1992).

Selain protein M1 dan M2, juga terdapat protein NP (nukleoprotein) dan 3

subunit polimerase yaitu (PB1,PB2 dan PA). Keempat protein tersebut

membentuk sebuah komplek RNP (ribonukleoprotein) yang berfungsi dalam

replikasi RNA dan transkripsi. Protein NS2 berada di virion dan memiliki

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

31

peranan yang penting dalam pengeluaran RNP (ribonukleoprotein) melalui

interaksi dengan protein M1(Webster et al, 1992).

2.3.4 Protein non struktural (NS1 dan NS2)

RNA segmen 8 mengkodekan dua protein nonstruktural yaitu NS1 dan

NS2. mRNA NS1 colinear dengan vRNA, sedangkan mRNA NS2 adalah

diperoleh dari splicing. Protein ini, khususnya NS1, jumlahnya banyak dalam sel

yang terinfeksi (NS1 terutama terdapat dalam inti, NS2 terutama terdapat dalam

sitoplasma) tetapi tidak masuk dalam progeni virion. Kedua protein berfungsi

dalam replikasi virus, tetapi fungsinya belum sepenuhnya didefinisikan. NS2

muncul untuk sintesis NS. Protein NS1 merupakan protein nonstruktural virus

Influenza A dan memiliki fungsi yang bermacam-macam meliputi pengaturan

pemisahaan dan pengeluaran nukleus dari mRNA seluler yang merupakan hasil

rangsangan translasi (Webster et al, 1992).

2.3.5 Protein polymerase basic (PB1 dan PB2)

Protein PB1 dikodekan oleh RNA segmen 2, berfungsi dalam RNA

polimerase sebagai protein yang bertanggung jawab untuk pemanjangan virus

mRNA dan untuk perpanjangan untuk template RNA dan sintesis vRNA. Protein

PB1 ada dalam inti sel yang terinfeksi.

Protein PB2 dikodekan oleh RNA segmen 1. Protein ini adalah protein

kompleks yang membantu RNA aktivitas polimerase. Protein ini berfungsi selama

transkripsi mRNA virus sebagai protein yang mengikat 5 ' mRNA sel inang

sebagai transkripsi mRNA virus primer. Protein PB2 berperan pada proses sintetis

RNA, yaitu, sintesis template full-length dan vRNA, sejak proses ini tidak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

32

memerlukan primer karena disintesis protein PB2 sehingga virus bermigrasi ke

inti sel terinfeksi (Webster et al, 1992).

2.3.6 Protein polymerase A (PA)

Protein PA dikode oleh RNA segmen 3. Letak dari protein ini ada di

dalam inti sel yang terinfeksi dan merupakan RNA polimerase kompleks bersama

dengan PB1 dan PB2 namun perannya dalam sintesis RNA virus tidak diketahui.

Fungsi protein PA adalah berikatan dengan RNA dan protein polimerase dan

membentuk komponen utama virus (Webster et al, 1992)

2.3.7 Protein nukleoprotein (NP)

NP dikode oleh RNA segmen 5. Protein NP masuk ke dalam inti sel yang

terinfeksi, di mana ia mengikat RNA virus. NP berperan dalam pertukaran RNA

polimerase virus pada proses sintesis mRNA untuk cRNA dan sintesis vRNA.

Dalam jumlah yang banyak NP disintesis dalam sel yang terinfeksi dan

merupakan protein yang banyak di virion virus influenza. NP juga merupakan

target utama respon imun dari sitotoksik T-sel (Webster et al, 1992).

2.4. Mutasi Virus Influenza A

Virus influenza mengalami evolusi secara terus menerus, terutama pada

glikoprotein permukaan. Variabilitas pada virus merupakan hasil dari akumulasi

perubahan molekuler dari delapan segmen RNA yang dapat terjadi melalui

mekanisme mutasi titik (antigenic drift) dan reassortment gen (antigenic shift)

(Webster, 1992). Mutasi yang meliputi substitusi, delesi, dan insersi adalah salah

satu mekanisme yang paling penting yang menyebabkan variasi dalam virus

influenza. Enzim polymerase virus ini tidak memiliki proofreading sehingga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

33

diperkirakan berperan dalam kesalahan replikasi sekitar 1 basa dalam setiap 104

basa (Metreveli, 2006).

Antigenic drift merupakan mutasi yang dialami oleh virus influenza A

yang berjalan lambat. Antigenic drift terjadi karena perubahan kecil pada gen HA

dan NA yang disebabkan akumulasi mutasi titik secara random dan hal ini

merupakan penyebab terjadinya masa interpandemik serta permasalahan ketika

produksi vaksin dilakukan secara massal. Sedangkan antigenic shift merupakan

hasil reassortment antara virus Influenza A yang berasal dari unggas (H5N1) dan

virus Influenza dari manusia (H3N2, H1N1) sehingga menimbulkan perubahan

pada gen HA dan tidak dikenali oleh respon imun manusia. Virus hasil

reassortment antara virus yang berasal dari unggas dan manusia memiliki

kemampuan untuk menyebar secara cepat dan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi (Treanor, 2004; Knipe, 2007). Namun perlu diketahui

bahwa kapan mutasi terjadi pada virus yang menyebabkan virus menjadi lebih

virulen tidak dapat diprediksi dan biasanya mutasi bisa segera terjadi setelah virus

menular dari inang alaminya (Knipe, 2007).

Dari analisis filogenetik diperoleh bahwa semua subtipe virus Influenza A

terdapat pada spesies unggas, sehingga semua virus influenza A pada mamalia

berasal dari unggas. Pada level nukleotida dan asam amino tingkat evolusi virus

avian influenza sangat rendah. Kenyataannya, dalam tubuh unggas air liar virus

influenza tampak dalam tahap evolusi. Hal ini menunjukkan bahwa adaptasi

optimal virus tersebut pada host alaminya. Sehingga substitusi asam amino

mungkin tidak memberikan keuntungan seleksi. Maka, walaupun mutasi terjadi

dengan frekuensi yang sama hal tersebut tidak menimbulkan perubahan asam

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

34

amino. Sebaliknya, semua segmen gen dari unggas peliharaan dan mamalia terus

mengakumulasi substitusi asam amino (Knipe, 2007).

Untuk virus influenza A, tingkat evolusinya berbeda diantara segmen yang

dimiliki. Hal ini mungkin menunjukkan perbedaan dalam seleksi tekanan host.

Sebagai contoh, tingkat evolusi gen HA dari virus H3 lebih cepat dibanding gen

PB2, PB1, PA, NP, dan M1. Terjadi rasio silent mutation yaitu total perubahan

berbeda secara signifikan diantara gen-gen yang berbeda. Untuk gen HA virus H3

manusia hanya 57% dari semua perubahan yang terjadi merupakan silent mutation

sedangkan untuk gen PB2 lebih dari 90%. Variasi mutasi yang terjadi pada gen

HA mungkin terseleksi karena mutasi pada gen HA dapat menyebabkan virus

mampu menghindar dari respon imun host. Sebaliknya gen PB2 pengaruh tekanan

respon imun hanya sedikit (Knipe, 2007).

2.4.1. Antigenic drift dan antigenic shift

Antigenic drift adalah perubahan kecil dari virus yang kontinyu dan gradual

melalui akumulasi mutasi spontan yang terjadi di tempat pengikatan antibodi pada

HA, NA atau keduanya yang dapat meniadakan pengikatan antibodi (Treanor,

2004; CDC, 2005).

Enzim polymerase virus influenza tidak mempunyai kemampuan proof

reading sehingga diperkirakan berperan dalam kesalahan replikasi yaitu sekitar 1

basa dalam setiap 104 basa. Hal inilah yang mengakibatkan seringnya terjadi

mutasi pada virus influenza. Mutasi yang meliputi subsitusi, delesi dan insersi

adalah salah satu mekanisme yang paling penting dalam menyebabkan variasi

pada virus influenza. (Holland et al., 1982; Stainhauer dan Holland, 1987).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

35

Mutasi titik dapat terjadi pada berbagai posisi tertentu dari nukleotida

genom penyandi dua glikoprotein permukaan virus influenza yaitu HA dan NA.

Pada mamalia, antigenic drift sebagai akibat dari seleksi positif dari mutan

spontan oleh antibodi penetralisir. Perubahan kecil dan gradual dari virus yang

sering terjadi ini menimbulkan strain virus baru yang mungkin tidak dikenali oleh

antibodi dari strain virus influenza sebelumnya pada tubuh manusia (CDC, 2004;

Kamps et al., 2006, Knipe et al., 2007).

Frekuensi mutasi pada asam amino HA dan NA dari virus influenza

manusia kurang dari 1 % pertahun. Meski begitu, antigenic drift dapat

menghasilkan varian atau strain baru dan dapat menimbulkan epidemik serta

bertahan hinggga 2-5 tahun sebelum digantikan oleh strain atau varian baru

(Knipe et al., 2007). Proses yang terjadi adalah sebagai berikut : seseorang yang

terinfeksi dengan strain virus influenza tertentu akan memproduksi antibodi untuk

melawan virus tersebut dan ketika strain baru muncul maka antibodi yang

digunakan untuk melawan virus influenza sebelumnya tidak lagi mengenali virus

yang baru. Itulah sebabnya kenapa seseorang bisa terkena flu lebih dari sekali.

Strain baru dari virus influenza sebagai hasil dari antigenic drift ini dapat

menyebabkan epidemi yang muncul setiap 1-2 tahun sekali. Hal ini yang menjadi

dasar vaksinasi influenza harus diperbarui setiap tahun (CDC, 2004).

Contoh kasus dari hasil antigenic drift virus influenza adalah perubahan

susunan 13 asam amino dari subunit HA1 virus influenza A/Fujian/411/2002 bila

dibandingkan dengan strain H3 sebelumnya yakni A/Panama/2007/99. Perubahan

ini mempengaruhi pengikatan antibodi dengan HA, dimana pada penelitian

didapatkan data kadar antibodi yang meningkat bila diuji dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

36

A/Panama/2007/99 akan menurun hingga seperempat titer ketika diuji dengan

A/Fujian/411/2002 (Treanor, 2004).

Antigenic shift adalah perubahan yang besar dan drastis, yang dapat terjadi

pada virus influenza A, menghasilkan virus influenza A subtipe baru yang dapat

menginfeksi manusia dan memiliki protein HA dan atau kombinasi protein HA

dan NA yang belum pernah dijumpai sebelumnya pada populasi manusia dalam

jangka waktu yang lama (CDC, 2004).

Pandemi merupakan kejadian langka yang muncul setiap 10-50 tahun. Pada

abad ke-20, sudah terjadi 5 kali pandemi influenza A; Spanish flu (1918-1919)

yang menelan korban jiwa lebih dari 50 juta orang, Asian flu (1957), Hong Kong

flu (1968), Russian flu (1977) dan yang terbaru adalah Swine flu (2009) (Neumann

et al., 2009; Novel S-OIV investigation team, 2009).

Terdapat tiga cara terjadinya antigenic shift, yaitu : 1) Terjadi reassortment

– subtipe virus baru yang muncul merupakan reassortant dari infeksi ganda,

sehingga kedelapan segmen RNA dari masing-masing virus akan melakukan

reassortment. Virus yang melakukan reassortment biasanya berasal dari spesies

inang yang berbeda bukan dari spesies inang yang sama, misalnya antara virus

manusia dengan virus avian. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut :

unggas air akan “memberikan” virus influenza A strain avian ke inang perantara

seperti babi atau ayam. Manusia juga “memberikan” virus influenza A strain

manusia ke inang perantara yang sama. Jika kedua jenis virus ini menginfeksi sel

yang sama maka proses reassortment akan terjadi. Virus baru ini menyebar dari

inang perantara tersebut ke manusia kembali. 2) Virus influenza A strain avian,

tanpa mengalami perubahan dapat “melompat” langsung dari unggas air / burung

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

37

ke manusia. Strain yang baru dapat berevolusi sehingga bisa menyebar antar

manusia. 3) Virus influenza A strain avian, tanpa mengalami perubahan dapat

“melompat” langsung dari unggas air / burung ke inang perantara seperti babi lalu

ke manusia (Kamps et al, 2006).

Antigenic shift dapat menghasilkan subtipe virus influenza A yang baru.

Jika subtipe baru ini ‘dikenalkan’ pada populasi manusia atau jika manusia tidak

atau sedikit memiliki proteksi terhadap virus baru ini, dan jika virus ini dapat

dengan mudah menyebar antar manusia, maka pandemi dunia akan terjadi (CDC,

2005).

Antigenic shift umumnya disebabkan oleh reassortment, seringkali antara

virus manusia dan virus avian. Melalui analisis filogenetik, virus influenza yang

menyebabkan Spanish flu disebabkan oleh ‘pengenalan’ virus avian pada populasi

manusia. Demikian pula dengan pandemik influenza tahun 1957 dan 1968,

keduanya merupakan hasil reassortment dari virus manusia dan virus avian (Guan

et al., 2004).

2.5 Tinjauan tentang Monyet (Macaca fascicularis)

Monyet mempunyai nama umum yang sangat bervariasi, misalnya kera

ekor panjang atau monyet, monyet pemakan kepiting (Cynomolgus macaque).

Macaca mulata monyet yang berasal dari India dan monyet ekor babi (Macaca

nemestrina) dari Asia Tenggara, tetapi nama ilmiahnya adalah Macaca

fascicularis (Nidom, 2010; Gardner, 2008). Hewan ini termasuk ordo primatas,

famili cercopithecidae, genus macaca, spesies Macaca fascicularis. Bentuk fisik

secara umum memiliki panjang tubuh dewasa 38-55 cm, ekor lebih panjang dari

tubuhnya sekitar 40-65 cm, dengan berat badan monyet jantan 5-9 kilogram,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

38

monyet betina 3-6 kilogram. Monyet merupakan hewan social yang berkelompok,

omnivora fakultatif dan mencapai umur dewasa untuk betina sekitar lima sampai

enam bulan (Nidom, 2010).

Gambar 2. 4 Monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis)(koleksi foto AIRC-Unair)

Macaca merupakan hewan primata yang banyak digunakan sebagai model

untuk penelitian biomedik selama lebih dari 70 tahun guna meneliti penyakit-

penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit dan prion.

Melalui studi eksperimental pada macaca, maka para peneliti dapat mengamati

tentang mekanisme patogenik serta pendekatan vaksin dan pengobatan baru

berbagai penyakit karena dianggap macaca memiliki kedekatan dengan manusia.

Keunggulan lain dari macaca sebagai hewan coba adalah karena bersifat

omnivora, mudah beradaptasi pada lingkungan yang beragam (Gardner, 2008).

Kemiripan genetik dan fisiologis antara manusia dan hewan primata maka

macaca merupakan hewan model yang memiliki respon sangat dekat dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

39

manusia terhadap infeksi virus influenza dibanding hewan mamalia lain seperti

mencit dan ferret. Oleh karena itu hewan primata banyak digunakan untuk

penelitian infeksi virus influenza yang Highly pathogenic seperti virus avian

influenza H5N1. Primata sangat peka terhadap infeksi sejumlah virus influenza A

yang tidak beradaptasi pada manusia seperti H1N1 pandemi 2009, virus pandemi

1918, H3N2 dan H5N1. Infeksi pada rhesus macaca secara intranasal dengan

virus PR8 tidak nampak gejala infeksi seperti demam, anoreksia atau gejala

pernafasan, hanya menampakkan gejala leucopenia serta netralisasi antibodi

terhadap virus yang diinfeksikan pada hari ke sepuluh. Lain halnya jika virus

diinokulasikan langsung ke dalam trakea akan menunjukkan gejala serta symptom

yang sama seperti infeksi influenza paling tidak selama dua hari setelah infeksi.

Sedangkan macaca yang diinfeksikan dengan virus HPAI H5N1 akan

menunjukkan gejala demam dua hari setelah infeksi serta menunjukkan gejala

seperti batuk, anoreksia, dan cyanosis perifer (Bouvier, 2010).

2.6 Tinjauan tentang ayam (Gallus gallus)

Ayam merupakan host virus influenza A (H5N1), sehingga ayam dapat

digunakan sebagai hewan coba infeksi virus H5N1 untuk mendapatkan gambaran

klinis maupun patogenisitas infeksi virus H5N1. Menurut Haga dan Horimoto

(2010), dalam bidang penelitian veteriner host alami dapat digunakan sebagai

hewan coba penelitian infeksi secara eksperimental.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

40

Gambar 2.5 Ayam (Gallus gallus)(koleksi foto AIRC-Unair)

Infeksi virus HPAI pada ayam akan menimbulkan gejala berupa swelling

endotel pembuluh darah, kongesti yang bersifat sistemik, hemoragi, infiltrasi sel

mononuclear di pervaskular dan thrombosis. Virus HPAI akan bereplikasi secara

efisien di dalam endotel pembuluh darah, dan sel parenkim perivaskuler sehingga

dapat menimbulkan gejala infeksi sistemik. Infeksi virus HPAI dosis tinggi akan

menyebabkan replikasi virus secara sistemik pada unggas yang akan dikeluarkan

melalui feses (shedding virus). Sebaliknya infeksi pada ayam dengan virus LPAI

terutama akan bereplikasi dalam usus dan organ respirasi selanjutnya akan

dikeluarkan melalui feses unggas yang terinfeksi. Virus akan ditransmisikan

melalui rute fecal-contaminated water oral ke unggas yang lain (Haga and

Horimoto, 2010)

2.7 Tinjauan tentang Ferret (Mustela putorius)

Ferret adalah mamalia dari jenis Mustela putorius furo. Ferret jantan lebih

besar dibanding dengan ferret betina. Mereka biasanya memiliki warna coklat,

bulu hitam, putih, atau campuran. Mereka memiliki panjang rata-rata 20 inci (51

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

41

cm) termasuk 5 inci (13 cm) ekor, berat sekitar 1,5-4 kg (0,7-2 kg), dan berumur

antara 7 sampai 10 tahun.

Gambar 2.6 Ferret (Mustela pustorius)(koleksi foto AIRC-Unair)

Taksonomi dari ferret adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Phylum:

Chordata, Class: Mammalia, Order: Carnivora, Family: Mustelidae, Genus:

Mustela, Species: Mustela putorius, Subspecies: Mustela pustorius furo.

Ferret menjadi hewan coba untuk influenza sejak tahun 1933 dimana terjadi

kasus influenza yang disebabkan rhinitis. Sejak saat itu ferret digunakan sebagai

hewan coba untuk mempelajari berbagai aspek infeksi virus influenza pada

manusia. Menurut Maher (2004) ferret telah terbukti menjadi hewan coba yang

baik untuk mempelajari influenza karena alasan sebagai berikut: 1) Infeksi

influenza pada ferret memiliki tanda-tanda klinis, patogenesis, dan imunitas

menyerupai pada manusia. 2) Virus influenza tipe A dan B pada manusia secara

alami dapat menginfeksi ferret, sehingga dapat diamati interaksi penularan, infeksi

penyakit, dan variasi urutan asam amino dalam glikoprotein dari virus influenza.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

42

3) Ferret memiliki karakteristik fisik lainnya yang menjadikannya hewan coba

yang ideal untuk menguraikan manifestasi dari penyakit.

Ferret diyakini menjadi hewan coba yang baik untuk penelitian virus HPAI

karena transmisi langsung dari virus HPAI H5N1 dari unggas ke manusia. Hal ini

diamati pada kasus di Hong Kong pada tahun 1997 dimana virus yang diisolasi

dari manusia dievaluasi pada ferret ternyata memiliki kemampuan untuk meniru

dan menyebabkan penyakit di ferret. Tahun 1997 wild type H5N1 pada manusia

virus dari Hong Kong yang sangat virulen pada ferret , tidak seperti patogenitas

diferensial dihasilkan pada tikus. Wildtype tahun 2004 virus H5N1 manusia dari

Vietnam dan Thailand menyebabkan penyakit yang fatal bagi ferret saat

diinokulasi intranasal. Gejala yang tampak adalah demam tinggi, penurunan berat

badan, anoreksia, lesu ekstrim, dan diare yang diamati (Haga and Horimoto,

2010).

2.8 SDS PAGE

SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel

Electrophoresis) merupakan salah satu teknik pemisahan protein berdasarkan

massa molekul relatifnya (Da atau kDa) dalam suatu medan listrik. Teknik ini

dapat digunakan untuk menentukan massa molekul relatif suatu protein,

penentuan kemurnian suatu protein, penentuan konsentrasi protein, penentuan

adanya proteolisis dan deteksi adanya modifikasi pada protein.

Protein yang akan dipisahkan terlebih dahulu direaksikan dengan SDS,

suatu detergen anionic yang mampu mendenaturasi struktur sekunder dan tersier

tanpa ikatan disulfida protein, serta memberikan muatan negatif terhadap masing-

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/545/gdlhub-gdl-s2-2013...subtipe H5N1 memiliki bentuk spherical dengan diameter 100-200 nm dan terdiri

43

masing protein. Protein dengan berat molekul yang sama akan mengalami migrasi

gel jika struktur tersiernya berbeda. Dengan adanya SDS, protein akan berada

dalam bentuk liniernya sehingga pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan berat

molekulnya.

Ketika dialiri suatu medan listrik, protein yang bermuatan negatif akan

bermigrasi sepanjang gel menuju kutub positif. Protein akan mempunyai

pergerakan yang berbeda sesuai berat molekulnya, protein yang lebih kecil akan

lebih mudah melewati pori gel sehingga terletak pada bagian bawah gel

sedangkan protein yang lebih besar relatif bermigrasi lebih lama sehingga terletak

pada bagian atas. Untuk mengetahui hasil pemisahan protein maka setelah proses

elektroforesis gel harus diwarnai dengan larutan pewarna (Bollag, 1996).

2.9 Western Blot

Western blot adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk

mendeteksi protein spesifik dari sampel suatu jaringan tertentu. Sebelumnya

protein pada sampel dipisahkan menggunakan gel electrophoresis. Kemudian

hasil electrophoresis di transfer ke membran nitrocellulos atau PVDF, dimana

probe digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik untuk protein target tertentu.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tesis DETEKSI MUTASI SHEDDING ..... RATNANI SRI HAYATI