gambaran patologi trakea pada ayam petelur … · gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang...

56
GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI ANDI FUTRI FEBRIANI O 111 11 263 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Upload: dangnhu

Post on 14-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG

TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG

PUTIH (Allium sativum linn).

SKRIPSI

ANDI FUTRI FEBRIANI

O 111 11 263

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

i

GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG

TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG

PUTIH (Allium sativum linn).

ANDI FUTRI FEBRIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 3: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

ii

Page 4: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Andi Futri Febriani

NIM : O111 11 263

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

a. Karya skripsi saya adalah asli.

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil

dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan

dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, 25 November 2015

Andi Futri Febriani

Page 5: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

iv

Abstrak

ANDI FUTRI FEBRIANI (O111 11 263) Gambaran Patologi Trakea Ayam

Petelur yang Terserang Coryza Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih

(Allium Sativum Linn). Di bawah bimbingan drh. A.Magfirah Satya Apada dan

Dr. drh. Dwi Kesuma Sari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran patologi secara

makroskopik pada trakea ayam petelur yang terserang coryza setelah pemberian

ekstrak bawang putih. Dua puluh lima ekor ayam petelur yang terserang coryza

dibagi dalam lima kelompok, yaitu kelompok kontrol positif menggunakan

antibiotik (Enrofloxacin) atau kelompok X0, kelompok kontrol negatif

menggunakan NaCMC atau kelompok X1, kelompok perlakuan ekstrak bawang

putih 2,5% (X2), ekstrak bawang putih 5% (X3), dan ekstrak bawang putih 7,5%

(X4). Pemberian ekstak bawang putih 2,5%, 5% dan 7,5% dosis 1 ml per ekor

diberikan secara oral menggunakan spoit selama 2 minggu pada ayam petelur

yang terserang coryza. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran

patologi makroskopik trakea ayam kelompok X0, X1, X2, X3 dan X4 berupa

hemorragi dan tidak ditemukan adanya eksudat serous. Kelompok X1

menunjukkan gambaran patologi terburuk dari kelompok lainnya berupa

hemorragi yang terlihat jelas dan mencolok. Berdasarkan analisis skoring

(kuantitatif), menunjukkan bahwa X1 berbeda dibandingkan dengan X0, maupun

dengan X4. Kelompok X0 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan X4,

begitupun kelompok X1 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok

X2 dan berbeda jika dibandingkan dengan kelompok X3. Kesimpulan dari

penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih pada ayam

petelur yang terserang coryza mampu mengurangi kerusakan organ trakea akibat

bakteri Avibacterium paragallinarum (Apg). Dosis ekstrak bawang putih yang

efektif dan memberikan hasil yang lebih baik adalah dosis 7,5%.

Kata kunci : ayam petelur, coryza, patologi, dan bawang putih.

Page 6: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

v

Abstract

ANDI FUTRI FEBRIANI (O111 11 263) Overview Of Laying Hens

Tracheal Pathology Attacked by Coryza After Giving The Extract of Garlic

(Allium Sativum Linn). Under the guidance of drh. A. Magfirah Satya Apada

dan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari. This study aims to describe macroscopic pathology on laying hens trachea

attacked coryza after giving the extract of garlic. Twenty-five laying hens were

attacked by coryza divided into five groups, namely the positive control using

antibiotics (Enrofloxacin) or X0 group, negative control group using NaCMC or

X1 group, the treatment group garlic extract 2.5% (X2 ), garlic extract 5% (X3),

and garlic extract 7.5% (X4). Giving ekstrak garlic 2.5%, 5% and 7.5% dose of 1

ml per cow given orally using spoit for 2 weeks in laying hens were attacked

coryza. The results showed that macroscopic pathology of laying hens trachea

X0, X1, X2, X3 and X4 groups in the form of Hemorrhagic and there were no

serous exudate. Patolohi X1 group showed a picture of the worst of other groups

such as hemorragi obvious and striking. Based on the scoring analysis

(quantitative), shows that different than X0 X1, or with X4. X0 groups were not

significantly different when compared to X4, as well as X1 groups was not

significantly different when compared with a different group of X2 and X3 when

compared with the group. The conclusion from this study showed that the extract

of garlic in laying hens were attacked coryza can reduce tracheal organ damage

due to bacteria Avibacterium paragallinarum. The dose of garlic extract which

effectively uses and provides better results is 7.5%.

Keywords: laying hens, coryza, pathology, and garlic.

Page 7: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

vi

Kata Pengantar

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi

Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran Patologi Trakea ayam

Petelur yang Terserang Coryza Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium

Sativum Linn)” ini. Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah proses dan

perjalanan panjang yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak, penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. drh. A. Magfirah Satya Apada dan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasihat penuh

kesabaran dan rasa semangat selama penelitian penyusunan skripsi ini.

2. Ayahanda Andi Rizal Wawo, ibunda Lismayani, nenek saya Marwah dan

alm. Sri Wahyuningsih, adik saya Andi Rico Febrian Saputra. dan Andi

Nadia Pratiwi yang selalu memberikan dukungan moril, doa, kasih sayang,

dan tentunya material sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.

3. drh. Farida Nur Yuliati, M.Si. dan drh. Muhammad Fadhlullah Mursalim,

M.Kes sebagai dosen pembahas dan penguji dalam seminar proposal dan

hasil yang telah memberikan masukan-masukan dan penjelasan untuk

perbaikan penulisan ini.

4. drh I Gede yang telah membantu menyediakan sampel ayam petelur yang

terserang coryza atau snot dan membantu saat proses nekropsi.

5. Teman tim penelitian Nurwahidah Adnin dan Nursyamsi Asheri yang

telah membantu dalam pembuatan ekstrak bawang putih, mencari sampel

yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan membantu saat proses

penelitian.

6. Seluruh staf Dosen dan Pegawai di PSKH FK UNHAS yang telah

membantu dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

7. Ardhy yang telah memberikan semangat dan membantu selama proses

penyusunan hingga skripsi ini selesai.

8. My Lovely Sista ( Andi Rafika Angreni, Sherlyana Sultan, Hastuti Lohe,

Fitra Utami Ismail, Kiki Amalia, Andi Anita Arfial, dan Evi Amilia) yang

selalu ada menemani, memberi dukungan, dan kesegaran di waktu

senggang.

9. Teman Seangkatan 2011, “Clavata”, terutama kepada Bahenil team

(Nursyamsi asheri, Nurwahidah Adnin, Asnelly Asri dan Umikalsum

Yakub) yang selalu menemani selama kuliah di PSKH UNHAS dan

menghadirkan canda tawa setiap harinya serta semangat saat penyusunan

skripsi ini.

10. Kakak-kakak angkatan 2010 “V-Gen” yang selalu memberi masukan-

masukan berharga, terkhusus buat kak Aswan yang telah memberi nasihat,

masukan dan semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

11. Adik-adik angkatan 2012 ‘Akestor AnWelf’ dan angkatan 2013 O-Brev

yang telah memberikan penulis kesempatan untuk belajar kembali materi

sebelumnya sebagai asisten Fisiologi Veteriner.

Page 8: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

vii

Penulis sadar tulisan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan

ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Makassar, November 2015

Andi Futri Febriani

Page 9: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ............................................................................................... ii

Pernyataan Keaslian .............................................................................................. iii

Abstrak .................................................................................................................. iv

Kata Pengantar ...................................................................................................... vi

Daftar Isi .............................................................................................................. viii

Daftar Gambar .......................................................................................................... x

Daftar Tabel ........................................................................................................... xi

Daftar Lampiran .................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

I.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2

I.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2

I.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

1.6 Hipotesis ........................................................................................... 3

1.7 Keaslian Penelitian ........................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Ayam Petelur .................................................................................... 4

2.2 Penyakit Coryza ............................................................................... 5

2.2.1 Etiologi Coryza ................................................................................ 5

2.2.2 Isolasi dan Identifikasi ..................................................................... 5

2.2.3 Sifat Biokimia .................................................................................. 6

2.2.4 Gejala klinis Coryza .......................................................................... 6

2.2.5 Perubahan Patologi Organ................................................................ 7

2.3 Sistem Pernapasan Unggas .............................................................. 8

2.4 Trakea ............................................................................................... 9

2.5 Bawang Putih ................................................................................. 10

2.5.1 Kandungan Bawang Putih .............................................................. 10

2.5.2 Manfaat Bawang Putih ................................................................... 11

2.5.3 Mekanisme Kandungan Bawang Putih Sebagai Antibiotik ........... 12

BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 13

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 13

3.2 Materi Penelitian ............................................................................ 13

3.2.1 Populasi dan Sampel ...................................................................... 13

A. Populasi Penelitian ................................................................... 13

B. Sampel Penelitian .................................................................... 13

3.2.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 13

A. Persiapan Kandang dan Perawatan Selama Penelitian ............. 13

B. Perlakuan .................................................................................. 13

C. Nekropsi ................................................................................... 13

D. Pembuatan Preparat Patologi ................................................... 13

3.3 Metode Penelitian........................................................................... 14

3.3.1 Desain Penelitian ............................................................................... 14

3.3.2 Variabel Penelitian ............................................................................ 15

A. Variabel Dependen ................................................................... 15

B. Variabel Independen ................................................................ 15

Page 10: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

ix

3.3.3 Jumlah Sampel ............................................................................. 15

3.3.4 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih ................................................. 15

3.3.5 Perlakuan ....................................................................................... 15

3.3.6 Euthanasia ...................................................................................... 16

3.3.7 Nekropsi ........................................................................................ 16

3.3.8 Parameter Penelitian ...................................................................... 16

A. Makroskopik ............................................................................ 16

B. Mikroskopik ............................................................................. 16

3.4 Hasil Pengamatan ................................................................................. 16

3.5 Alur Penelitian ..................................................................................... 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 19

4.1 Hasil .................................................................................................... 19

4.1.1 Kondisi hewan Sebelum Penelitian .................................................. 19

4.1.2 Gejala klinis ....................................................................................... 20

4.1.3 Pengamatan Gambaran Patologi Trakea .......................................... 23

4.4 Pembahasan ......................................................................................... 26

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 31

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 31

5.2 Saran .................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

Page 11: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

x

Daftar Gambar

Gambar 1 Bakteri Avibacterium paragallinarum .................................................... 6

Gambar 2 Trakea yang Hemorragi ........................................................................... 7

Gambar 3 Paru-paru yang Hemorragi ...................................................................... 7

Gambar 4 Sel-sel mengalami acanthosis, parakeratosis, dan inflamasi pada

hidung ...................................................................................................................... 8

Gambar 5 Sel hyperplasia dan obstruksi kelenjar mukosa pada hidung ............... 8

Gambar 6 Sistem Pernapasan Unggas...................................................................... 9

Gambar 7 Bawang Putih ........................................................................................ 11

Gambar 8 Kontrol Positif antibiotik ...................................................................... 24

Gambar 9 Kontrol Negatif NaCMC ...................................................................... 25

Gambar 10 Ekstrak Bawang Putih 2,5% ................................................................ 25

Gambar 11 Ekstrak Bawang Putih 5% ................................................................... 26

Gambar 12 Ekstrak Bawang Putih 7,5% ................................................................ 26

Page 12: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

xi

Daftar Tabel

Tabel 1. Kondisi hewan sebelum dilakukan perlakuan .......................................... 19

Tabel 2. Kontrol Positif antibiotik (enrofloxacin) ................................................. 20

Tabel 3. Kontrol Negatif (NaCMC 0,5%) .............................................................. 20

Tabel 4. Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 2,5% ................................... 21

Tabel 5. Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 5% ...................................... 22

Tabel 6. Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 7,5% .................................. 22

Tabel 7. Gambaran patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza .............. 24

Tabel 8. Kriteria Skoring Lesio Patologi Organ Trakea ........................................ 24

Tabel 9. Hasil Skoring Lesio Patologi Organ Trakea ............................................ 24

Page 13: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

xii

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Penentuan Sampel Ayam Petelur yang Terserang Coryza ................. 37

Lampiran 2 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih ...................................................... 38

Lampiran 3 Kultur Bakteri Avibacterium Paragallinarum .................................... 39

Lampiran 4 Pemberian Perlakuan Ekstrak Bawang Putih ..................................... 40

Lampiran 5 Euthanasia ........................................................................................... 41

Lampiran 6 Proses Nekropsi .................................................................................. 42

Page 14: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam petelur dijadikan pilihan dalam beternak karena mampu

menghasilkan telur dalam jumlah yang cukup dengan waktu yang cepat.

Pengembangan usaha ternak unggas jenis ras layer (ayam petelur) di Indonesia

masih memiliki prospek yang bagus, terlebih lagi konsumsi protein hewani masih

kecil. Hal ini dikaitkan dengan perkembangan jumlah penduduk yang selalu

meningkat dari tahun ke tahun terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting

peningkatan gizi dalam kehidupan, sehingga berimplikasi pada pola konsumsi

makanan yang juga akan terus meningkat. Usaha peternakan ayam petelur

merupakan usaha yang dapat menghasilkan perputaran modal yang cepat dan

harga telurnya yang relatif murah sehingga mudah terjangkau oleh lapisan

masyarakat (Kusnadi et al., 2001).

Infeksius Coryza merupakan suatu penyakit saluran pernapasan pada

ayam, yang disebabkan oleh bakteri dan dapat berlangsung akut sampai kronis.

Secara umum Coryza dikenal sebagai penyakit yang menyebabkan kematian

rendah tetapi morbiditasnya tinggi, penyakit ini bersifat sangat infeksius dan

terutama menyerang saluran pernapasan (Tabbu, 2000). Kejadian penyakit

pernapasan pada peternakan ayam broiler dan layer terjadi di lima wilayah yaitu,

di Jabar, Jabotabek, D I di Yogyakarta, Jateng dan Jatim. Hasil pengamatan pada

30 peternakan ayam broiler (selama tiga periode pemeliharaan) ditemukan lima

jenis penyakit pernapasan yaitu Chronic Respiratory Disease (CRD), Coryza,

Swollen Head Syndrome (SHS), Newcastle Disease (ND) dan Kolera unggas.

Kejadian Coryza juga telah menyerang beberapa peternakan ayam di Kabupaten

Pinrang provinsi Sulawesi Selatan. Tingkat kejadian penyakit coryza lebih tinggi

pada ayam petelur dibandingkan pada ayam broiler, penyakit ini menimbulkan

kerugian bagi peternak karena dapat menurunkan produksi telur dan bersifat

sangat infeksius. Penetapan jenis penyakit pernapasan tersebut dilakukan dengan

pendekatan patologi diagnostik (Tabbu, 1996).

Infeksius Coryza merupakan penyakit yang mempunyai dampak ekonomik

yang merugikan industri perunggasan, sehubungan dengan peningkatan jumlah

ayam yang diafkir, penurunan berat badan, penurunan produksi telur (10%-40%),

dan peningkatan biaya pengobatan (Tabbu, 2000).

Kemampuan bawang putih sebagai antibakteri didukung oleh penelitian

Yamada dan Azama (1977) yang menyatakan bahwa selain bersifat antibakteri,

bawang putih juga bersifat antijamur. Kemampuan bawang putih ini berasal dari

zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Komponen kimia tersebut adalah

Allicin. Allicin berfungsi sebagai penghambat atau penghancur berbagai

pertumbuhan jamur dan bakteri (Anonim, 2004). Kandungan Allicin yang terdapat

pada bawang putih, bila bergabung dengan enzim allinase akan bereaksi sebagai

antibakteri. Dilaporkan bahwa bawang putih lebih efektif daripada penisilin

terhadap penyakit tipes (demam thypimurium) dan mempunyai efek yang baik

terhadap Streptococcus, Staphylococcus, dan mikroorganisme yang berpengaruh

dalam menyebabkan penyakit kolera, disentri dan enteritis (Anonim, 2004).

Coryza merupakan penyakit saluran pernapasan pada ayam yang

disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum, trakea merupakan organ

respirasi bagian atas dan organ target dari penyakit coryza. Pendekatan patologi

Page 15: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

2

diagnostik merupakan suatu tindakan yang umum dilakukan dalam manajemen

kesehatan hewan, dengan pemeriksaan bedah bangkai (nekropsi), maka diagnosa

penyakit (tentatif) dapat ditetapkan. Lesi yang menciri (patognomonis) pada

organ/jaringan tubuh akibat penyakit tertentu memiliki tingkat ketepatan diagnosa

yang tinggi, dengan melihat gambaran patologi, maka dapat membuktikan adanya

perubahan kondisi jaringan pada hewan yang terserang coryza setelah pemberian

ekstrak bawang putih.

Berdasarkan latar belakang tersebut dan belum pernahnya dilakukan

survey atau penelitian tentang Gambaran Patologi Trakea Pada Ayam Petelur

yang Terserang Coryza Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih”. Oleh karena

itu diperlukan penelitian tentang “ Gambaran Patologi Trakea Pada Ayam Petelur

yang Terserang Coryza Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium

Sativum Linn)”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini, antara lain:

1.2.1 Bagaimana gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang terserang

penyakit coryza.

1.2.2 Bagaimana gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang terserang

penyakit coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

1.3.2 Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang

terserang coryza.

- Untuk mengetahui gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

- Hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang

patologi kedokteran hewan.

- Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dalam penelitian

selanjutnya, dan dapat mengetahui dosis ekstrak bawang putih yang efisien

terhadap perubahan gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang

terserang coryza.

1.4.2 Manfaat aplikasi

Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi para mahasiswa/mahasiswi

kedokteran hewan dan juga para tenaga veteriner dan masyarakat agar memiliki

pengetahuan yang lebih baik terhadap pemanfaatan bawang putih sebagai

alternatif pengganti obat antibiotik pada ayam petelur yang terserang coryza.

1.5 Hipotesis Penelitian

Terdapat perubahan gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang

terserang coryza setelah pemberian ekstrak bawang putih (Allium Sativum Linn).

Page 16: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

3

1.6 Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “Gambaran Patologi Trakea Pada Ayam Petelur

yang Terserang Coryza Setelah Pemberian Ekstrak Bawang Putih” belum pernah

dilakukan sebelumnya. Penelitian yang serupa pernah dilakukan pada ayam

petelur yang terserang coryza, tapi dengan perlakuan yang berbeda yaitu

pemberian kaldu, dengan judul “Pathogenesis Of infectiuos Coryza In chicken

(Gallus gallus) by Avibacterium Paragallinarumn Isolate of Bangladesh pada

tahun 2013. Dan telah dilakukan juga penelitian yang serupa menggunakan

Ekstrak Bawang Putih pada ayam petelur, tapi pada penyakit yang berbeda yaitu

aflatoksikosis, dengan judul “ Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum

Linn) dalam Penanggulangan Aflatoksikosis Pada Ayam Petelur tahun 2013.

Page 17: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Petelur

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus

untuk diambil telurnya. Ayam ini tubuhnya relatif lebih kecil, produksi telurnya

antara 250 sampai 280 butir per tahun. Telur pertama dihasilkan pada saat

berumur 5 bulan dan akan terus menghasilkan telur sampai umurnya mencapai

umur 2 tahun, produksi telur yang terbaik akan diperoleh pada tahun pertama

ayam mulai bertelur (Anonim, 1982). Pemeliharaan ayam petelur membutuhkan

penanganan khusus dan sangat penting untuk diperhatikan, karena dengan

pemeliharaan yang baik akan menghasilkan pertumbuhan ayam yang baik, kondisi

ayam yang sehat dan tingkat mortalitas yang rendah, pada akhirnya akan

menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur yang tinggi (Zulfikar, 2009).

Menurut Charlton et al. (2000), pemeliharaan ayam terutama layer dapat

dikelompokkan dalam empat periode umur, yaitu periode anak (0-2 minggu),

pertumbuhan (2-8 minggu), pullet (8-20 minggu) dan periode bertelur (>20

minggu), setiap periode bisa muncul gangguan/penyakit pernapasan yang sama

atau berbeda. Jenis-jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe: 1) Tipe Ayam

Petelur Ringan, tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur

ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus/kecil dan mata bersinar.

Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur

murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan

komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Ayam ini mampu

bertelur lebih dari 260 telur per tahun. Ayam tipe ini memang khusus untuk

bertelur saja sehingga semua kemampuan diarahkan pada kemampuan bertelur,

karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadap cuaca

panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget dan bila kaget produksinya akan

cepat turun, begitu juga bila kepanasan. 2) Tipe Ayam Petelur Medium, bobot

tubuh ayam ini cukup berat, meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat

ayam petelur ringan dan ayam broiler, oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam

petelur medium.

Menurut Rasyaf (2008), nilai konversi pakan yang baik untuk ayam

petelur adalah kurang 1, pada nilai tersebut pakan dapat digunakan sebaik-baiknya

dan konversi lebih dari satu artinya konversi buruk. Tingkat konversi pakan pada

ayam petelur berbeda-beda tergantung dari kadar protein dan energi metabolisme

pakan, suhu lingkungan, umur ayam, kondisi kesehatan dan komposisi pakan,

apabila nilai konversi pakan semakin kecil maka konversi pakan baik, artinya

ayam petelur dapat menggunakan pakan dengan baik dan dapat menghasilkan

produksi telur dengan baik. Kandungan dalam pakan ayam terdiri dari 40 senyawa

kimia essensial, ayam membutuhkan senyawa kimia tersebut dan harus dalam

jumlah yang cukup untuk perbandingan optimum satu dengan yang lainnya serta

dalam bentuk yang mudah di dapat untuk merangsang pertumbuhan laju

maksimum produksi telur, apabila hal tersebut kurang di perhatikan maka

pertumbuhan ayam, produksi telur akan turun dan ayam akan mudah terserang

penyakit (Anggrodi, 1985).

Page 18: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

5

2.2 Coryza

2.2.1 Etiologi Coryza

Tahun 1930 sampai tahun 1960, agen penyebab coryza disebabkan oleh

bakteri Haemophillus gallinarum, organisme tersebut membutuhkan faktor x

(haemin) dan faktor v (nicotinamide adenin dinucleotide (NAD)) untuk

pertumbuhan secara in vitro. Tahun 1960 sampai 1980 semua isolat agen penyakit

yang ditemukan hanya membutuhkan faktor v untuk pertumbuhan yang disebut

dengan Avibacterium paragallinarum. Isolate Avibacterium paragallinarum

hanya membutuhkan faktor v juga telah dilaporkan dikedua negara yaitu Afrika

dan Mexiko. Taksonomi bakteri tersebut adalah spesies Haemophillus

paragallinarum, famili pasteurellaceae, genus Haemophillus, dan merupakan

genus baru dari avibacterium. Famili lainnya adalah A.v gallinarum, A.v avium

dan A.v volantium. Maka agen penyebab infeksius coryza adalah Avibacterium

paragallinarum yang memerlukan faktor v atau NAD untuk pertumbuhan

(Alexander, 2008).

Penyebab penyakit coryza pada ayam adalah Avibacterium

paragallinarum (Apg) yang secara in vitro memerlukan faktor x atau Hemin dan

faktor v atau NAD. Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa yang menyebabkan

coryza pada ayam hanya yang memerlukan NAD pada kultur in vitro, dan

dinamakan Avibacterium paragallinarum (Blackall et al., 1997). Tahun 1989, di

Afrika telah ditemukan yang tidak memerlukan faktor NAD. Mouahid et al.

(1992) melaporkan bahwa bakteri penyebab coryza yaitu Apg yang terdiri dari 2

jenis yaitu, Apg yang pertumbuhannya tergantung NAD dan Apg yang tidak

tergantung NAD.

2.2.2 Isolasi dan Identifikasi.

Poernomo et al. (1997a) mengisolasi dan mengidentifikasi Avibacterium

paragallinarum dari isolat-isolat yang diasingkan dari ayam penderita Infeksius

Coryza pada tahun 1987-1989, yang berasal dari Kabupaten Bogor, Kabupaten

Sukabumi, Kodya Jakarta Selatan dan isolat-isolat yang diasingkan pada tahun

1991-1994 dari Kabupaten Bogor, Ciamis, Karang Anyar, dan Lampung. Isolat

dari Ciamis diasingkan dari ayam Kampung/buras, dan terbukti bahwa Infeksius

Coryza dapat menyerang berbagai jenis ayam. Hasil survai Infeksius Coryza pada

ayam yang dilakukan oleh Takagi et al. (1991) pada beberapa lokasi di Jawa Barat

telah ditemukan 2 serotipe Avibacterium paragallinarum yaitu A dan C. Serotipe

A pada ayam petelur lebih banyak yang bereaksi positif pada test HI.

Medium yang digunakan untuk isolasi bakteri Avibacterium

paragallinarum (Apg) dari eksudat ayam yang menderita coryza memakai agar

darah dengan Staphylococcus hycus sebagai feeder culture. Biakan pada medium

cair (TM/SN tanpa agar), disimpan secara aerobik, sedangkan medium padatnya

(agar) disimpan dengan kondisi CO, yang dinaikkan -+ 5% (Blackall, 1983 ;

1988). Hasil isolasi bakteri Apg setelah diinkubasi selama 24 jam menunjukkan

koloni pada agar darah berwarna coklat, bersifat non-hemolisis dan tidak

ditemukan adanya pertumbuhan koloni pada media McConkey. Pewarnaan Gram

menunjukkan bakteri Apg merupakan bakteri Gram negatif, coccobacil, nonmotil,

fakultatif anaerob, dan tidak membentuk spora (Kerala, 2012).

Page 19: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

6

Gambar 1 Avibacterium paragallinarum, Bakteri

Gram negatif berbentuk batang, basil. Sumber: Islam, 2007

2.2.3 Sifat Biokimia Uji biokimiawi bakteri Avibacterium paragallinarum (Apg) menggunakan

medium yang mengandung karbohidrat kemudian disimpan pada suhu 37°C

selama 48 jam. Hasil uji biokimiawi adanya pembentukan asam yang ditunjukkan

oleh zona warna kuning disekeliling dan dibawah pertumbuhan bakteri Apg.

Karbohidrat yang diuji adalah galaktosa, sorbitol, sukrosa, glukosa, laktosa,

maltosa, mannitol, sukrosa, trehalosa dan xilosa. Uji biokimiawi Apg

menunjukkan katalase negatif, oksidase negatif, H2S negatif, dan fermentasi

glukosa menunjukkan laktosa, sukrosa, mannitol posItif dan galaktosa negatif

(Kerala, 2012).

Haemophillus avium mempunyai sifat-sifat biokimiawi yang heterogen,

maka perlu diteliti lebih lanjut tentang sifat-sifat fisiologik termasuk

biokimiawinya (dengan karbohidrat yang lain) dari 21 isolat yang katalase-positif,

sehingga dapat dikonfirmasikan secara pasti pada klasifikasi Haemophilus dari

ayam. Menurut peneliti di luar negeri Haemophilus spp. yang katalase-positif

tidak patogenik, sedangkan 21 isolat Haemophilus spp. yang katalase positif

dalam penelitian ini diasingkan dari ayam sakit, karena itu perlu dilakukan uji

patogenisitas. Menurut Blackall (1983) uji biokimiawi dengan metode medium

padat lebih akurat bila dibandingkan dengan menggunakan medium cair yang

biasa dilakukan sebelumnya, apalagi jika bakteri yang diuji jumlahnya besar,

karena dapat memakai aplikator. (Blackall, 1988).

2.2.4 Gejala Klinis Gejala-gejala klinis secara umum dari penyakit Coryza, yaitu terjadi

penurunan nafsu makan dan diare, sehingga pertumbuhan ayam menjadi

terhambat dan kerdil (Anonim, 1980; Hardjoutomo, 1985; Gordon dan Jordan,

1982; Blackall et al., 1997), adanya eksudat yang keluar dari hidung yang lama

kelamaan menjadi kuning kental, muka dan pialnya bengkak, kesulitan bernafas

(Dharma dan Putra, 1997). Bagian paruh di sekitar hidung tampak kotor atau

berkerak karena sisa pakan yang menempel pada eksudat. Sinus infraorbitalis

membengkak, yang ditandai dengan pembengkakan sekitar mata dan wajah,

kadang-kadang suara ngorok terdengar dan ayam penderita agak sulit bernapas.

Gejala khas dari penyakit coryza yaitu, cairan mukoid dari rongga hidung

yang berbau busuk dan sedikit berbusa, kadang-kadang cairan hidung yang

Page 20: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

7

mengering terlihat di sekitar rongga hidung sampai di bagian atas paruh (Tabbu,

2000).

2.2.5 Perubahan Patologi

Perubahan makroskopik akibat penyakit coryza yaitu adanya sinusitis,

tracheitis, akumulasi darah pada trakea dan paru-paru, obstruksi paru-paru,

eksudat pada kantong udara, dan trakea, keradangan catharralis acute membrana

mucosa cavum nasi dan sinus, conjunctivitis catharralis dan edema subcutan

pada daerah facialis dan pial. Tanda-tanda lain yang terlihat yaitu pembengkakan

sinus, edema pada wajah dan pial serta penurunan produksi telur (Saravanabava,

2008).

Gambar 2. Trakea mengalami hemorragi. Sumber: Islam, 2007

Gambar 3. Paru-paru mengalami hemorragi. Sumber: Islam, 2007

Perubahan mikroskopik akibat coryza yaitu, pada bagian hidung, sinus

infraorbital dan trakea terdapat eksudasi mucopurulen, terdapat decilliasi dan sel

epitel menjadi bengkak, vacuola, edema pada lamina propria, kelenjar mucosa

hiperplasia dengan lendir juga jelas. Cellulitis fibrinopurulent diamati pada

kelopak mata, peradangan pada dermis dan subcutis infiltrasi fibrin dan

heterophilic yang paling banyak pada subcutis, kemudian eksudat dan massa

cassousa yang dikelilingi oleh sel-sel raksasa, kantung udara menunjukkan

penebalan, edema, hiperplasia mesothelial, deposisi fibrin dan infiltrasi

heterophilic di stroma, kadang-kadang eksudat fibrinopurulent dapat menumpuk

pada permukaan kantung udara, dan lesi kantung udara terlihat di sekitar 25%

kasus. (Droual, R. et al, 1990, Avian Dis, 34:. 1009).

Page 21: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

8

Gambar 4. Sel-sel mengalami acanthosis, parakeratosis,

dan inflamasi pada hidung, Islam, 2007

Gambar 5. Sel hiperplasia dan obstruksi kelenjar mukosa

pada hidung, Islam, 2007

2.3 Sistem Pernapasan Pada Unggas

Sistem pernapasan pada unggas berfungsi sebagai tempat pertukaran

antara oksigen masuk kedalam tubuh dan karbondioksida yang dikeluarkan dari

tubuh unggas, serta berfungsi untuk mengatur suhu tubuh. Anatomi pernapasan

pada unggas terdiri dari rongga hidung atau sinus, trakea, bronkus, paru dan

kantong udara. Unggas menghirup udara masuk ke paru-paru, diteruskan ke dalam

kantong udara. Perubahan tekanan dalam kantong udara menyebabkan udara

dapat keluar masuk paru-paru. Tempat berdifusinya gas pernapasan pada unggas

hanya terjadi di paru-paru. Paru-paru unggas berjumlah sepasang dan terletak

dalam rongga dada yang dilindungi oleh tulang rusuk. Dalam Rongga hidung

udara masuk kemudian diteruskan pada faring yang menghubungkan ke trakea.

Bentuk trakea unggas panjang berupa pipa bertulang rawan yang berbentuk

cincin, dan bagian akhir trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus

kanan dan bronkus kiri. Bronkus pada pangkal trakea terdapat sirink bagian

dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang dapat bergetar. Selaput

tersebut menimbulkan suara. Bronkus bercabang menjadi mesobronkus yang

merupakan bronkus sekunder dan dapat dibedakan menjadi ventrobronkus (di

bagian ventral) dan dorsobronkus (di bagian dorsal) (Franson, 1993).

Page 22: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

9

Ressang (1984) menyebutkan bahwa alat pernapasan merupakan organ

tubuh yang mudah terserang penyakit, karena adanya hubungan langsung antara

lubang/rongga hidung dengan alveoli di dalam paru-paru. Unggas memerlukan

energi yang sangat banyak untuk terbang, maka unggas memiliki sistem respirasi

yang memungkinkan untuk berlangsungnya pertukaran oksigen yang sangat besar

per unit hewan. Anatomi dan fisiologi sistem respirasi unggas sangat berbeda

dengan mammalia. Perbedaan utama adalah fungsi paru-paru, pada mammalia,

otot diafragma berfungsi mengontrol ekspansi dan kontraksi paru-paru, dan pada

unggas tidak memiliki diafragma sehingga paru-paru tidak mengembang dan

kontraksi selama ekspirasi dan inspirasi. Paru-paru hanya sebagai tempat

berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah (Sembiring, 2009).

Gambar 6. Sistem Pernapasan Unggas. Sumber: Setijanto, 1998.

2.4 Trakea

Menurut Setijanto (1998), trachea unggas disusun oleh cincin cartilago

yang sempurna dan ditautkan oleh ligament yang rapat dan sempit. Jumlah cincin

cartilago sangat bervariasi pada jenis unggas. Menurut Myers (1917) dalam

penelitiannya menemukan bahwa empat cincin cartilago trachea pertama

menyatu dengan sempurna untuk membentuk tympanum. Bagian caudal setelah

tympanum terdapat empat cartilago syrinx intermediet yang melekat secara

ventral pada pessulus dan secara dorsal tidak melekat. Cartilago pertama dari

bronchi berukuran besar dan melekat pada pessulus secara ventral maupun dorsal.

Pessulus merupakan bagian terbesar dari sturktur skeletal pada organ syrinx.

Pessulus terletak di percabangan bronchi secara dorsovental. Trakea merupakan

tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago, melingkar berbentuk O

yang mencegah collaps dari tekanan negatif paru-paru (McLelland, 1990). Sistem

pertahanan yang terdapat pada sistem pernapasan ayam adalah adanya cilia pada

permukaan dalam trachea. Cilia mampu menangkap partikel tertentu yang

terdapat di dalam udara, selain itu ada mucus yang diproduksi oleh epitel

respiratorius di trachea. Sekresi mucus dan aktivitas cilia sangat berkembang

pada ayam. Keduanya saling bekerja sama dalam menangkap partikel berbahaya

Page 23: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

10

yang terdapat di udara yang dihirup. Sekresi mucus yang terlalu encer,

menyebabkan cilia tidak dapat berfungsi dengan baik (Jacob dan Pescatore.

[tahun tidak diketahui]).

Perubahan patologi anatomi pada penyakit coryza dapat dilihat dari muka

asimetris serta sinus infraorbital dan trakea terdapat hemorragi dan eksudat

serous (Prasetyo, 2014). Perubahan mikroskopik pada trakea meliputi

deskuamasi, desintegrasi dan hiperplasia lapisan mukosa dan glandularis, edema,

hipermia, infiltrasi heterofil, mast cell dan makrofag di daerah tunika propria.

2.5 Bawang Putih

2.5.1 Kandungan Bawang Putih

Bawang putih merupakan genus allium yang mempunyai karakteristik

utama, yaitu memiliki metabolit sekunder yang berupa senyawa organosulfur

yang tinggi. Senyawa organosulfur mengandung belerang yang menyebabkan

rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih (Wargovich, 1994). Bawang

putih mengandung lebih dari 100 metabolit sekunder yang secara biologi sangat

berguna (Challem, 1995). Senyawa ini mengandung belerang yang berfungsi

memberi rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih (Ellmore dan

Fekldberg, 1994). Dua senyawa organosulfur paling penting dalam umbi bawang

putih, yaitu asam amino non-volatil γ-glutamil-Salk(en) il-L-sistein dan minyak

atsiri S-alk(en) iL-sistein sulfoksida atau alliin. Dua senyawa di atas menjadi

prekursor sebagian besar senyawa organosulfur lainnya. Kadar senyawa dapat

mencapai 82% dari keseluruhan senyawa organosulfur di dalam umbi (Zhang,

1999). Senyawa γ-glutamil-S-alk(en) il-L-sistein merupakan senyawa

intermediet biosintesis pembentukan senyawa organosulfur lainnya, termasuk

alliin. Senyawa ini dibentuk dari jalur biosintesis asam amino.

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar,

umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen. Alkaloid seringkali beracun dan sering digunakan secara luas

dalam bidang pengobatan. Tanin bereaksi dengan protein membentuk kopolimer

yang tidak larut dalam air. Tannin dalam sel mengganggu penyerapan protein oleh

cairan tubuh karena menghambat proteolitik menguraikan protein menjadi asam

amino. Saponin adalah zat yang dapat membentuk busa dari suatu ekstrak tumbuhan.

Kadar saponin yang tinggi dalam tumbuhan membuat ekstrak alkohol-air sukar pekat.

Saponin mampu menghemolisis sel darah (Harborne, 1996).

Page 24: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

11

Gambar 7. Bawang Putih di Dataran Tinggi Bandung. Sumber :Hilman Yusdar,

Hidayat Achmat, Suwandi.1997.

2.5.2 Manfaat Bawang Putih

Ekstrak segar umbi bawang putih dapat disimpan lama dalam ethanol 15–

20%. Penyimpanan selama 20 bulan pada suhu kamar akan menghasilkan AGE

(aged garlic extract). Kandungan allisin selama penyimpanan akan menurun dan

sebaliknya diikuti naiknya konsentrasi senyawa-senyawa baru. Senyawa yang

banyak terkandung adalah S-alil sistein dan S-allilmerkaptosistein (SAMC)

(Banerjee dan Maulik, 2002; Amagase et al., 2001). Umbi bawang putih

berpotensi sebagai agen anti-mikrobia. Kemampuan menghambat pertumbuhan

mikrobia sangat luas, mencakup virus, bakteri, protozoa, dan jamur (Nok et al.,

1996; Zhang, 1999; Ohta et al., 1999; Pizorno dan Murray, 2000; Yin et al.,

2002). Ajoene yang terdapat dalam ekstrak maserasi bawang putih, mempunyai

aktivitas antivirus paling tinggi dibandingkan senyawa lain, seperti allisin, allil

metil tiosulfinat, dan metil allil tiosulfinat. Ajoene juga menghambat pertumbuhan

bakteri gram negatif dan positif, serta khamir Naganawa, et al., 1996).

Penghambatan ini sangat efektif pada mutasi tipe transisi (Agarwal, 1996).

Bawang putih dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan zat antibakteri.

Allicin merupakan senyawa derivat sulfur, memberikan aroma yang khas pada

bawang putih dan bermanfaat melawan mikroba dan serangga (Maidment, et al

2001). Tanaman yang memiliki potensi sebagai tanaman obat salah satunya

adalah bawang putih yang memiliki nama ilmiah Allium Sativum Linn. Bawang

putih mempunyai berbagai macam efek antioksidan yaitu kandungan asam

sulfenat dibentuk dari dekomposisi allicin yang terdapat didalam bawang putih,

selain sebagai antioksidan bawang putih juga mempunyai sifat antibakteri yang

berasal dari kandungan senyawa sulfur organik yaitu alliin (S-allyl-cysteine

sulphoxide) yang disintesis dari asam amino sistein (Kemper, 2000; Milner 2001).

Ekstrak bawang putih yang telah diuji dengan menggunakan tes difusi

agar, mampu menghambat pertumbuhan 7 macam bakteri patogen. Bakteri

tersebut antara lain E. Coli 0124, E. Coli 0111, S. Typhimurium, S. Havana, S.

Para A, Shigella flexneri dan Shigella dysentriae. Kadar MIC ekstrak bawang

Page 25: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

12

putih yang digunakan untuk melawan bakteri patogen adalah 11.25-360 ug/ml

dimana bakteri tersebut merupakan bakteri yang resisten pada kebanyakan

antibiotik. Daya hambat ekstrak bawang putih berkurang seiring dengan waktu

(Mehrabian, 1992).

2.5.3 Mekanisme kandungan bawang putih sebagai antibiotik

Bawang putih setelah diiris-iris dan dihaluskan dalam proses pembuatan

ekstrak atau bumbu masakan, enzim allinase menjadi aktif dan menghidrolisis

alliin menghasilkan senyawa intermediet asam allil sulfenat. Kondensasi asam

tersebut menghasilkan allisin, asam piruvat, dan ion NH4+. Satu miligram alliin

ekuivalen dengan 0,45 mg allisin. Pemanasan dapat menghambat aktivitas enzim

allinase. Suhu di atas 60oC menyebabkan enzim ini inaktif (Song dan Milner,

2001). Asam amino alliin akan segera berubah menjadi allisin begitu umbi

diremas. Allisin bersifat tidak stabil, sehingga mudah mengalami reaksi lanjut,

tergantung kondisi pengolahan atau faktor eksternal lain seperti penyimpanan,

suhu, dan lain-lain. Ekstraksi umbi bawang putih dengan etanol pada suhu di

bawah 0oC, akan menghasilkan alliin. Ekstraksi dengan etanol dan air pada suhu

25oC akan menghasilkan allisin dan tidak menghasilkan Alliin, sedangkan

ekstraksi dengan metode distilasi uap (100oC) menyebabkan seluruh kandungan

alliin berubah menjadi senyawa allil sulfida. Pengolahan ekstrak dengan

microwave selama 1 menit menyebabkan hilangnya 90% kinerja enzim allinase.

Pemanasan dapat menyebabkan reaksi pembentukan senyawa allil-sulfur terhenti

(Song dan Milner, 2001).

Allicin merupakan prekursor pembentukan allil sulfida, misalnya diallil

disulfida (DADS), diallil trisulfida (DATS), diallil sulfida (DAS), metallil sulfida,

dipropil sulfida, dipropil disulfida, allil merkaptan, dan allil metil sulfida.

Kelompok alllil sulfida memiliki sifat dapat larut dalam minyak. Oleh karena itu,

untuk mengekstraknya digunakan pelarut non-polar (Gupta dan Porter, 2001).

Allicin adalah komponen sulfur teroksigenasi, terbentuk ketika siung bawang

putih dihancurkan. Alliin adalah prekursor stabil dari allicin dan tersimpan dalam

ruangan pada tanaman yang memisahkannya dari enzim alliinase (juga

dinamakan alliin lyase), ketika dihancurkan kemudian bercampur dan alliin

diubah dengan cepat menjadi allicin oleh aktivitas dari enzim ini. Aktivitas

antibakteri dari allicin telah dikemukakan oleh Ankri dan Mirelman pada 1999.

Page 26: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

13

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015, di Kecamatan

Wattangsawitto, Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Nekropsi dan pembuatan

preparat patologi dilakukan di Laboratorium Bedah dan Radiologi Dinas

Peternakan Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Populasi dan Sampel

A. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ayam petelur yang terserang

coryza di Kecamatan Wattangsawitto Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan .

B. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu sebagian

dari ayam petelur yang terserang coryza pada Kecamatan Wattangsawitto,

Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Dengan jumlah sampel 25 ekor ayam

petelur yang terserang coryza .

3.2.2 Alat dan Bahan

A. Persiapan Kandang dan Perawatan Selama Penelitian:

Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan kandang dan perawatan

selama penelitian adalah 25 buah kandang baterai, tempat pakan, tempat minum,

kabel, lampu, air, dan pakan.

B. Perlakuan :

Alat dan bahan yang digunakan selama perlakuan adalah ekstrak bawang

putih dengan dosis 2,5%, 5%, dan 7,5%, wadah pencampur, dan spoit.

C. Nekropsi

Alat dan bahan yang digunakan selama nekropsi adalah satu spuit

berukuran 10 ml untuk proses euthanasia; satu set alat bedah nekropsi yaitu,

gunting, scalpel, penggaris, pinset anatomis, dan pinset chirurgis; ketamin,

D. Pembuatan Preparat Patologi

Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat Patologi adalah

gunting, scalpel, dan pinset anatomis.

Page 27: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

14

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Desain penelitian

Keterangan :

X = Subjek penelitian

X0 = Kelompok kontrol positif pemberian antibiotik enrofloxacin

X1 = Kelompok kontrol negatif (tanpa ekstrak bawang putih, hanya pemberian

NaCMC 0,5%)

X2 = Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak bawang putih dosis 2,5%.

X3 = Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak bawang putih dosis 5%.

X4 = Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak bawang putih dosis 7,5%.

Y0 = Pengamatan derajat perubahan trakea pada kelompok kontrol positif

Y1 = Pengamatan derajat perubahan trakea pada kelompok kontrol negatif

Y2 = Pengamatan derajat perubahan trakea pada kelompok perlakuan dosis 2,5%

.

Y3 = Pengamatan derajat perubahan trakea pada kelompok perlakuan dosis 5%.

Y4 = Pengamatan derajat perubahan trakea pada kelompok perlakuan dosis 7,5%

Desain penelitian yang dilakukan adalah Experimental, yaitu satu kelompok

kontrol positif dengan pemberian antibiotik enrofloxacin, satu kelompok sebagai

kelompok kontrol negatif tanpa pemberian ekstrak bawang putih, dan tiga

kelompok sebagai kelompok perlakuan diberikan ekstrak bawang putih, kemudian

akan dilihat perubahan patologi yang terjadi.

X

Xo X1

X3 X2

Yo

Y1 Y2

Y3

Mengamati perubahan yang terjadi

X4

Y4

Page 28: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

15

3.3.2 Variabel Penelitian

A. Variabel dependen: Gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang

terserang coryza.

B. Variabel Independen : Pemberian ekstrak bawang putih (Allium Sativum

Linn).

3.3.3 Jumlah sampel

Penelitian ini menggunakan uji coba dengan metode pemberian ekstrak

bawang putih kepada ayam petelur yang terinfeksi coryza, maka jumlah sampel

dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor ayam petelur. Jumlah sampel ditentukan

dengan menggunakan rumus federer yaitu: (n-1)(t-1) > 15. Dalam penelitian ini

terdapat 1 kelompok kontrol positif, 1 kelompok kontrol negatif dan 3 kelompok

perlakuan. Bila dimasukkan dalam rumus federer maka dapat ditentukan besar

pengulangan per kelompok yaitu :

(n-1)(t-1) > 15

(n-1)(5-1) > 15

(n-1)(4) > 15

(n-1) > 15 : 4

(n-1) > 4

n > 4+1

n > 5

Keterangan: n= jumlah sampel

t= jumlah kelompok

Maka jumlah sampel per kelompok minimal 5 ekor ayam petelur yang

terserang coryza. Sehingga dalam penelitian ini dipakai 25 ekor ayam petelur

yang terserang coryza.

3.3.4 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih

Bawang putih yang telah dirajang kemudian ditimbang sebanyak 1 kg, lalu

dikeringkan dengan menggunakan herbs dryer setelah dikeringkan kemudian

dimaserasi dalam ethanol 70% dengan menggunakan alat sonikator selama 60

menit. Dalam sonikator, dimasukkan satu bagian bawang putih yang telah

dirajang dan sepuluh bagian ethanol 70%, maserat dipisahkan kemudian diulangi

dengan proses dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan

dimasukkan ke dalam rotari evopator dengan suhu 500C dan kecepatan 30 rpm

untuk menguapkan ethanol. Selanjutnya, filtrat yang tersisa diuapkan

menggunakan cawan penguap didalam waterbath pada suhu 500C hingga

diperoleh ekstrak kental.

3.3.5 Perlakuan

Terdapat 3 kelompok perlakuan dengan dosis yang berbeda yaitu 2,5%,

5%, dan 7,5%. Pemberian ekstrak bawang putih dengan cara dicekokkan pada

ayam yang terserang coryza. Berdasarkan referensi, penggunaan ekstrak bawang

putih dengan taraf 2,5%, 5%, dan 7,5% memiliki tingkat kerusakan yang

berbeda-beda sesuai dengan taraf pemberian bubuk bawang putih, semakin tinggi

taraf yang diberikan maka semakin rendah tingkat kerusakan (Hastuti, 2008).

Perlakuan diberikan selama 7 hari (Hossain, 2013). Perlakuan tersebut yaitu:

X0= Kelompok kontrol positif dengan pemberian antibiotik enrofloxacin

X1= Kelompok kontrol negatif (tanpa pemberian ekstrak bawang putih, hanya

Na CMC 0,5%).

X2= 2,5% Ekstrak bawang putih

Page 29: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

16

X3= 5% Ekstrak bawang putih

X4= 7,5% Ekstrak bawang putih

3.3.6 Euthanasia

Ayam di euthanasia dengan menginjeksikan ketamine dengan dosis 67,9

mg/kg BB secara intravena (McGrath et al,. 1984). Metode euthanasia pada

hewan dengan injeksi agen kimiawi tidak boleh dilakukan melalui intramuscular

berdasarkan American Veterinary Medical association (AVMA) Guidelines on

Euthanasia (2007).

3.3.7 Nekropsi

Setelah ayam di euthanasia, rongga dada kemudian dibuka dengan hati-

hati, mulut dibuka kemudian trakea dipisahkan dari tubuh untuk pengamatan.

Pengamatan dilakukan pada organ trakea yang menempel pada tubuh.

Pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan kamera digital dari

berbagai sudut yaitu ventral dan lateral. Trakea hingga bronkus beserta otot yang

melekat kemudian diangkat dan dipisahkan dari tubuh secara hati-hati

menggunakan pisau bedah.

3.3.8 Parameter Penelitian

Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap ayam petelur yang

terserang coryza dan mengamati pengaruh pemberian ekstrak bawang putih dari 3

perlakuan pemberian dosis yang berbeda dan 2 perlakuan kontrol. Parameter yang

diamati adalah perubahan patologi trakea pada ayam petelur yang terserang

coryza.

A. Makroskopik

Perubahan patologi anatomi pada penyakit coryza dapat dilihat dari

muka asimetris serta sinus infraorbital, dilakukan penciuman pada bau eksudat

(sangat busuk, busuk dan agak busuk) dan trakea terdapat hemorragi dan eksudat

serous (Prasetyo, 2014).

3.4 Hasil Pengamatan Hasil pengamatan dilakukan dengan deskriptif kualitatif berdasarkan foto

hasil pengamatan perubahan patologi dan kuantitatif berdasarkan hasil skoring

perubahan patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza setelah pemberian

ekstrak bawang putih.

Page 30: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

17

3.5 Alur Penelitian

Populasi

Sampel

Kultur bakteri

Kelompok kontrol negatif

(dengan pemberian Na

CMC)

Kelompok perlakuan

dengan pemberian ekstrak

bawang putih

2,5% 5% 7,5%

Euthanasia

Nekropsi

Perubahan gambaran

patologi trakea

Hasil Pengamatan

Perlakuan

Pembuatan preparat patologi

trakea

Kelompok kontrol positif

dengan pemberian antibiotik

Page 31: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

18

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

Penelitian menggunakan ekstrak bawang putih dilakukan untuk

menentukan aktivitasnya sebagai obat antibiotik. Bawang putih mengandung

minyak atsiri dan allisin yang diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri

dan antiseptik. Allicin merusak protein bakteri penyakit dalam tubuh, sehingga

bakteri penyakit tersebut mati. Allicin merupakan zat aktif yang mempunyai daya

antibiotika yang cukup ampuh (Amiruddin, 2014). Ekstrak bawang putih secara

maserasi dengan pelarut polar etanol 96% merupakan cara yang paling efektif

karena senyawa allisin yang terdapat dalam bawang putih yang bersifat sebagai

antibiotik larut dalam beberapa pelarut organik yang bersifat polar salah satunya

adalah pelarut etanol. Konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5% dengan setiap dosis

emulsi yang dibuat, diberikan secara oral bertujuan untuk melihat pengaruh

ekstrak bawang putih terhadap gambaran patologi trakea ayam petelur yang

terserang coryza. Penelitian ini menggunakan Na CMC 0,5% sebagai pembawa

ekstrak bawang putih. Ekstrak bawang putih yang diberikan dalam bentuk larutan.

Efek antibiotik diwujudkan oleh tingkat hemorragi pada ayam yang terserang

coryza.

Hewan coba yang digunakan memiliki keseragaman jenis kelamin

(betina), keseragaman berat badan (1,8 kg), umur (1,5 tahun), dan kandang yang

sama. Hal ini bertujuan untuk memperkecil variasi biologis antar hewan coba

yang digunakan sehingga dapat memberikan respon relatif seragam (Tuhu, 2008).

Parameter penilaian gambaran patologi trakea antara lain perubahan patologi

anatomi dapat dilihat dari pembengkakan daerah wajah, eksudat pada sinus

infraorbital dan eksudat serous serta hemorragi pada trakea (Prasetyo, 2014).

4.1.1 Kondisi Hewan Sebelum Perlakuan

Tabel 1. Kondisi hewan sebelum dilakukan perlakuan

Kelompok

Ayam

Bau

Eksudat

Air Mata Pembengkakan Leleran dari

hidung

Kontrol Positif

(Enrofloxacin)

+++ ++

Kontrol Negatif

(NaCMC)

+++ ++

Perlakuan

(2,5%)

+++ ++

Perlakuan (5%) +++ ++

Perlakuan

(7,5%)

+++ ++

Keterangan : Bau eksudat : +++ (sangat bau), ++ (bau), + (sedikit bau)

Pembengkakan: ++ (bengkak), + (sedikit bengkak).

Pemeriksaan kondisi ayam yang dilakukan sebelum penelitian

memberikan hasil yang hampir sama untuk setiap ekor ayam petelur yaitu bau

eksudat +++ (sangat bau), air mata selalu keluar sehingga daerah sekitar mata

menjadi lembab, tingkat pembengkakan dibagian wajah ++ (bengkak) dan hidung

terlihat lembab akibat leleran yang keluar.

Page 32: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

19

4.1.2 Gejala Klinis

Tabel 2. Kontrol Positif antibiotik (Enrofloxacin)

Kelompok Hari-ke Eksudat Produksi

Telur

Pembengkakan Air mata Leleran

hidung

X0 1 +++ N=2 ++

2 +++ N=2 ++

3 +++ N=3 ++

4 +++ N=3 ++

5 +++ N=2 ++

6 +++ N=3 ++

7 +++ N=3 ++

8 ++ N=4 ++

9 ++ N=4 ++

10 ++ N=3 ++

11 ++ N=3 ++

12 + N=3 +

13 + N=4 +

14 + N=4 +

Keterangan : Bau eksudat : +++ (sangat bau), ++ (bau), + (sedikit bau)

Pembengkakan: ++ (bengkak), + (sedikit bengkak)

N= produksi telur tiap ekor/hari

Gejala klinis ayam kelompok kontrol positif atau kelompok X0 yaitu: bau

eksudat daerah pembengkakan yaitu +++ (sangat bau), saat dilakukan penciuman

pada hari pertama sampai hari ke-7 yang berasal dari perkejuan berisi nanah. Hari

ke-8 sampai hari ke-11 menurun hingga ++ (bau) dan hari ke-12 sampai hari ke-14

hanya + (sedikit bau). Produksi telur tiap ekor ayam setiap harinya tidak menentu,

peningkatan terlihat pada hari ke-8, 9, 13 dan 14. Pembengkakan hari pertama

sampai hari ke-11 ++ (bengkak) dan pada hari ke-12 yaitu + (sedikit bengkak). Air

mata selalu keluar sehingga menyebabkan daerah sekitar mata lembab. Leleran

hidung selalu keluar sehingga hidung terlihat lembab.

Tabel 3. Kontrol Negatif (NaCMC 0,5%)

Kelompok Hari-

ke

Eksudat Produksi

Telur

Pembengkakan Air mata Leleran

hidung

X1 1 +++ N=2 ++

2 +++ N=2 ++

3 +++ N=2 ++

4 +++ N=2 ++

5 +++ N=2 ++

6 +++ N=2 ++

7 +++ N=2 ++

8 +++ N=3 ++

9 +++ N=2 ++

10 +++ N=3 ++

11 +++ N=2 ++

12 +++ N=2 ++

13 +++ N=3 ++

14 +++ N=3 +

Page 33: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

20

Keterangan : Bau eksudat : +++ (sangat bau), ++ (bau), + (sedikit bau)

Pembengkakan: ++ (bengkak), + (sedikit bengkak)

N= produksi telur tiap ekor/hari

Gejala klinis ayam kelompok kontrol negatif (NaCMC 0,5%) atau

kelompok X1 yaitu: bau eksudat hari pertama sampai hari ke-14 memiliki bau yang

sama yaitu +++ (sangat bau) yang berasal dari perkejuan berisi nanah, tidak ada

perubahan yang signifikan pada bau eksudat tersebut. Produksi telur tidak

mengalami peningkatan selama 14 hari pengamatan. Pembengkakan hari pertama

sampai hari ke-13 ++ (bengkak) dan pada hari ke-14 menurun hingga + (sedikit

bengkak). Air mata selalu keluar sehingga menyebabkan daerah sekitar mata

lembab. Leleran hidung selalu keluar sehingga hidung terlihat lembab.

Tabel 4. Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 2,5%

Kelompok Hari-

ke

Eksudat Produksi

Telur

Pembengkakan Air mata Leleran

hidung

X2 1 +++ N=2 ++

2 +++ N=2 ++

3 +++ N=2 ++

4 +++ N=2 ++

5 +++ N=2 ++

6 +++ N=3 ++

7 +++ N=3 ++

8 +++ N=3 ++

9 +++ N=2 ++

10 ++ N=3 ++

11 ++ N=3 ++

12 ++ N=2 ++

13 ++ N=3 +

14 ++ N=3 +

Keterangan : Bau eksudat : +++ (sangat bau), ++ (bau), + (sedikit bau)

Pembengkakan: ++ (bengkak), + (sedikit bengkak)

N= produksi telur tiap ekor/hari.

Gejala klinis ayam kelompok perlakuan (2,5%) atau kelompok X2 yaitu: bau

eksudat hari pertama sampai hari ke-9 yaitu +++ (sangat bau) yang berasal dari

perkejuan berisi nanah. Hari ke-10 sampai hari ke-14 mengalami penurunan yaitu ++

(bau), ekstrak bawang putih pada dosis 2,5% dapat menurunkan bau, nanah berasal dari

bakteri dan leukosit. Produksi telur tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Pembengkakan hari pertama sampai hari ke-12 yaitu ++ (bengkak) dan hari ke-13

sampai ke-14 menurun hingga + (sedikit bengkak). Air mata selalu keluar sehingga

menyebabkan daerah sekitar mata lembab. Leleran hidung selalu keluar sehingga

hidung terlihat lembab.

Page 34: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

21

Tabel 5. Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 5%

Kelompok Hari-

ke

Eksudat Produksi

Telur

Pembengkakan Air mata Leleran

hidung

X3 1 +++ N=2 ++

2 +++ N=2 ++

3 +++ N=3 ++

4 +++ N=2 ++

5 +++ N=2 ++

6 +++ N=3 ++

7 +++ N=3 ++

8 +++ N=3 ++

9 ++ N=3 ++

10 ++ N=3 ++

11 ++ N=3 ++

12 ++ N=3 ++

13 + N=3 +

14 + N=3 +

Keterangan : Bau eksudat : +++ (sangat bau), ++ (bau), + (sedikit bau)

Pembengkakan: ++ (bengkak), + (sedikit bengkak)

N= produksi telur tiap ekor/hari

Gejala klinis ayam kelompok perlakuan (5%) atau kelompok X3 yaitu: bau

eksudat hari pertama sampai hari ke-8 yaitu +++ (sangat bau) yang berasal dari

perkejuan nanah. Hari ke-9 sampai hari ke-12 mengalami penurunan yaitu ++ (bau),

hari ke-13 dan hari ke-14 hanya + (sedikit bau), ekstrak bawang putih pada dosis 5%

lebih efektif daripada dosis 2,5% karena dapat menurunkan bau eksudat. Produksi telur

mengalami peningkatan dibandingkan dosis 2,5%, peningkatan terjadi pada hari ke-6

sampai hari ke-14 pengamatan. Pembengkakan hari pertama sampai hari ke-12 yaitu ++

(bengkak) dan pada hari ke-13 menurun hingga + (sedikit bengkak). Air mata selalu

keluar sehingga menyebabkan daerah sekitar mata lembab. Leleran hidung selalu keluar

sehingga hidung terlihat lembab.

Tabel. 6 Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 7,5%

Kelompok Hari-

ke

Eksudat Produksi

Telur

Pembengkakan Air mata Leleran

hidung

X4 1 +++ N=2 ++

2 +++ N=2 ++

3 +++ N=3 ++

4 +++ N=2 ++

5 +++ N=2 ++

6 +++ N=3 ++

7 +++ N=3 ++

8 +++ N=3 ++

9 ++ N=3 ++

10 ++ N=3 ++

11 + N=4 ++

12 + N=4 +

13 + N=4 +

14 + N=4 +

Page 35: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

22

Keterangan : Bau eksudat : +++ (sangat bau), ++ (bau), + (sedikit bau)

Pembengkakan: ++ (bengkak), + (sedikit bengkak)

N= produksi telur tiap ekor/hari

Gejala klinis ayam kelompok perlakuan (7,5%) atau kelompok X4 yaitu: bau

eksudat hari pertama sampai hari ke-8 yaitu +++ (sangat bau) yang berasal dari

perkejuan berisi nanah. Hari ke-9 dan hari ke-10 mengalami penurunan ++ (bau). Hari

ke-11 sampai hari ke-14 hanya + (sedikit bau), ekstrak bawang putih pada dosis 7,5%

lebih efektif daripada dosis 5% karena dapat menurunkan bau eksudat. Semakin tinggi

dosis ekstrak bawang putih yang diberikan, semakin banyak zat aktif antibakteri yang

terkandung. Produksi telur mengalami peningkatan yang signifikan pada hari ke-11

sampai hari ke-14. Pembengkakan hari pertama sampai hari ke-11 yaitu ++ (bengkak)

dan pada hari ke-12 menurun hingga (sedikit bengkak). Air mata selalu keluar sehingga

menyebabkan daerah sekitar mata lembab. Leleran hidung selalu keluar sehingga

hidung terlihat lembab.

4.1.3 Gambaran Patologi Trakea Ayam Petelur yang Terserang Coryza Setelah

Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum linn). A. Pengamatan Makroskopik

Pengamatan makroskopik bertujuan untuk melihat perubahan yang terjadi pada

trakea setelah pemberian antibiotik golongan Enrofloxacin , NaCMC 0,5% dan

ekstrak bawang putih dosis 2,5%, 5% dan 7,5%. Pengamatan makroskopik berupa

hemorragi dan eksudat serous pada trakea.

Page 36: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

23

Tabel 7. Gambaran patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza

Kelompok Ayam Nekropsi

hari-ke

Hemorragi Eksudat

serous

Kontrol Positif (Enrofloxacin) 1 Hari ke-8 -

2 Hari ke-8 -

3 Hari ke-11 -

4 Hari ke-14 -

5 Hari ke-14 -

Kontrol Negatif (NaCMC 0,5%) 1 Hari ke-8 -

2 Hari ke-8 -

3 Hari ke-11 -

4 Hari ke-14 -

5 Hari ke-14 -

Perlakuan (2,5%) 1 Hari ke-8 -

2 Hari ke-8 -

3 Hari ke-11 -

4 Hari ke-14 -

5 Hari ke-14 -

Perlakuan (5%) 1 Hari ke-8 -

2 Hari ke-8 -

3 Hari ke-11 -

4 Hari ke-14 -

5 Hari ke-14 -

Perlakuan (7,5%) 1 Hari ke-8 -

2 Hari ke-8 -

3 Hari ke-11 -

4 Hari ke-14 -

5 Hari ke-14 -

Tabel 8. Kriteria Skoring Lesio Patologi Organ Trakea

Skor Keterangan

0 Normal

1 Sebagian Hemorragi

2 Seluruh Bagian Hemorragi

3 Eksudat Serous dan Hemorragi

Tabel 9. Hasil Skoring Lesio Patologi Organ Trakea

Kelompok Keterangan Skoring

Xo Pemberian Enrofloxacin 1

X1 Pemberian NaCMC 0,5% 2

X2 Pemberian Ekstrak

Bawang Putih 2,5%

2

X3 Pemberian Ekstrak

Bawang putih 5%

2

X4 Pemberian Ekstrak

Bawang Putih 7,5%

1

Page 37: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

24

Berdasarkan hasil pengamatan patologi, bahwa hasil skoring patologi

trakea kelompok ayam yang tidak diberi ekstrak bawang putih tapi diberikan

antibiotik enrofloxacin tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam yang diberi

ekstrak bawang putih 7,5%. Hasil pengamatan patologi trakea ayam kelompok Xo

memperlihatkan adanya hemorragi pada trakea bagian bawah, bentuk hemorragi

mengikuti bentuk cincin cartilago trakea dan tidak terdapat eksudat serous

(Gambar 8). Perubahan patologis yang terjadi pada trakea kelompok Xo

dikarenakan trakea merupakan salah satu organ target penyakit Coryza (Tabbu,

2000). Berbeda dengan kelompok Xo, gambaran patologi pada kelompok X1

secara umum memperlihatkan kerusakan yang parah pada trakea, berupa

hemorragi pada seluruh bagian cincin cartilago trakea bagian atas dan bagian

bawah serta tidak ditemukan adanya eksudat serous (Gambar 9). NaCMC

merupakan cairan pembawa untuk membuat ekstrak dan tidak mengandung zat

kimia yang berfungsi sebagai antibiotik.

Gambar 8. Kontrol positif antibiotik Enrofloxacin

Gambar 9. Kontrol negatif Na CMC

Gambaran patologi trakea kelompok ayam yang diberi ekstrak bawang

putih 2,5% atau disebut kelompok X2 (Gambar 10 ), menunjukkan kerusakan

berupa hemorragi pada seluruh bagian trakea, hemorragi mengikuti bentuk cincin

cartilago trakea. Skoring patologi trakea ayam kelompok X2 tidak berbeda nyata

dengan kelompok X1. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang diakibatkan

oleh bakteri Avibacterium paragallinarum setelah diberi ekstrak bawang putih

2,5% tidak memberikan perubahan yang besar dalam mengurangi hemorragi yang

Page 38: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

25

timbul akibat bakteri Apg, dikarenakan dosis ekstrak bawang putih yang rendah

tapi hemorragi pada kelompok X2 lebih rendah dibandingkan kelompok X1.

Gambar 10. Ekstrak Bawang Putih 2,5%

Gambaran Patologi trakea kelompok ayam yang diberi ekstrak bawang

putih dosis 5% atau disebut dengan kelompok X3 (Gambar 11) memberikan

perbedaan jika dibandingkan dengan kelompok X2, tapi perbedaan yang nyata

dan jelas terlihat jika dibandingkan dengan kelompok X1. Kelompok X3

mempunyai gambaran patologi yang lebih baik berupa hemorragi yang hanya

terjadi pada ½ bagian trakea dan jelas terlihat pada trakea bagian bawah, bentuk

hemorragi mengikuti bentuk cincin cartilago trakea, namun kondisi kelompok ini

tidak mampu menyamai kondisi kelompok X0, hal ini dikarenakan ekstrak

bawang putih mampu memberikan perubahan pada gambaran patologi trakea

ayam yang terserang coryza, bawang putih mengandung senyawa yang bersifat

antibakteri dan antioksidan ,senyawa tersebut adalah allicin dan asam sulfenat.

Gambar 11. Ekstrak Bawang Putih 5%

Gambaran patologi trakea ayam kelompok yang diberikan ekstrak bawang

putih 7,5% atau disebut dengan kelompok X4 (Gambar 12) memberikan

perbedaan jika dibandingkan dengan kelompok X3. Kelompok X4 mempunyai

gambaran patologi yang lebih baik dibandingkan X3 berupa hemorragi yang

terjadi hanya pada trakea bagian bawah, bentuk hemorragi mengikuti bentuk

cincin cartilago trakea, kondisi kelompok ini mampu menyamai kondisi

kelompok X0 dan tidak memberikan perubahan yang nyata terhadap kelompok

X0. Perubahan gambaran patologi yang lebih baik disebabkan oleh ekstrak

Page 39: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

26

bawang putih yang diberikan mengandung senyawa kimia yang bersifat sebagai

antibakteri, semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin banyak allicin

sebagai senyawa antibiotik yang terkandung, sehingga gambaran patologi akan

lebih baik.

Gambar 12. Ekstrak Bawang putih 7,5%

4.2 Pembahasan

Gambaran patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza belum

banyak dideskripsikan. Penelitian ini menunjukkan perubahan patologi yang

terjadi pada trakea ayam petelur yang terserang coryza setelah pemberian ekstrak

bawang putih. Trakea merupakan salah satu organ target bakteri Avibacterium

paragallinarum. Sistem pertahanan yang terdapat pada sistem pernapasan ayam

adalah adanya cilia pada permukaan dalam trachea. Cilia mampu menangkap

partikel tertentu yang terdapat di dalam udara, selain itu ada mucus yang

diproduksi oleh epitel respiratorius di trachea. Sekresi mucus dan aktivitas cilia

sangat berkembang pada ayam. Keduanya saling bekerja sama dalam menangkap

partikel berbahaya yang terdapat di udara yang dihirup. Sekresi mucus yang

terlalu encer, menyebabkan cilia tidak dapat berfungsi dengan baik (Jacob dan

Pescatore. [tahun tidak diketahui]).

Wibawan et al. (2009), menyatakan bahwa ayam memiliki sistem

pertahanan atau sistem imunitas yang cukup berkembang, sehingga sangat

responsif terhadap antigen yang memaparnya. Harada et al. (1999) menjelaskan

bahwa zat toksik dapat mengganggu sistem sirkulasi sehingga sel-sel kekurangan

oksigen dan zat-zat makanan. Carlander, 2002, menyatakan ayam memiliki

sensitifitas tinggi terhadap protein asing, sehingga dengan jumlah sedikit dapat

memberikan respon pembentukan antibodi, setelah bakteri masuk ke dalam tubuh

maka terjadi reaksi homeostasis tubuh untuk mengeluarkan dan memusnahkan

benda asing yang masuk.

Coryza merupakan penyakit saluran pernapasan pada unggas yang

disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum (Apg) (Eliot dan Lewis,

1994). Penyakit coryza dapat menyebabkan muka dan pial bengkak, kesulitan

bernafas, adanya eksudat yang keluar dari hidung yang lama kelamaan menjadi

kuning kental (Dharma dan Putra, 1997). Tabbu (2000), menyatakan bahwa

infeksius coryza biasanya menyebabkan morbiditas tinggi, tetapi mortalitas

rendah, walaupun demikian, beberapa strain Apg yang sangat virulen telah

dilaporkan menyebabkan mortalitas yang tinggi. Berbagai faktor tertentu,

Page 40: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

27

misalnya sistem perkandangan yang kurang memadai, dan keadaan nutrisi yang

kurang baik akan meningkatkan derajat keparahan dan lamanya proses penyakit.

Ayam yang sembuh dari infeksi akan mempunyai kekebalan tertentu terhadap

infeksi ulangan Apg. Pullet yang telah terinfeksi dengan bakteri tersebut selama

periode grower akan mempunyai antibodi tehadap Apg yang dapat mencegah

penurunan produksi telur.

Berdasarkan gambaran klinis semua kelompok, kelompok kontrol postitif

tampak bahwa pemberian antibiotik jenis enrofloxacin dapat menurunkan bau

eksudat dan pembengkakan, air mata dan leleran hidung selalu keluar.

Enrofloxacin adalah obat antibakteri derivat Fluoroquinolon yang bekerja luas

membasmi bakteri (Takagi, et al 1991). Kelompok kontrol negatif pemberian

NaCMC tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap gejala klinis, bau

eksudat dan pembengkakan tidak menurun, air mata dan leleran hidung selalu

keluar. Na CMC tidak berfungsi sebagai obat, tetapi merupakan zat dengan warna

putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula

yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis dan berfungsi sebagai pengental,

stabilisator, pembentuk gel dan sebagai pengemulsi (Potter, 1996). Kelompok

perlakuan ekstrak bawang putih 2,5%, 5% dan 7,5% memberikan perubahan

terhadap gejala klinis yaitu menurunkan bau eksudat dan pembengkakan, air mata

dan leleran hidung selalu keluar. Dosis ekstrak bawang putih yang baik dan lebih

cepat memberikan perubahan yang signifikan adalah dosis 7,5%, karena lebih

banyak mengandung zat antibakteri yang dapat menghancurkan protein bakteri.

Berdasarkan Gambaran patologi semua kelompok, kelompok kontrol

postitif tampak bahwa pemberian antibiotik golongan enrofloxacin dapat

menurunkan tingkat hemorragi pada trakea. Kelompok kontrol negatif tampak

bahwa pemberian Na CMC 0,5% tidak menurunkan tingkat hemorragi pada

trakea. Kelompok perlakuan ekstrak bawang putih 2,5% atau X2, dapat

menurunkan tingkat hemorragi pada trakea meskipun perubahan tidak terlalu

signifikan dibandingkan dengan kelompok X1. Kelompok perlakuan X3

pemberian ekstrak bawang putih 5% dapat menurunkan tingkat hemorragi pada

trakea, perubahan jelas terlihat dibandingkan dengan kelompok X1 dan X2.

Kelompok perlakuan X4 pemberian ekstrak bawang putih 7,5% memberikan

perubahan yang signifikan terhadap gambaran patologi trakea yaitu menurunkan

tingkat hemorragi pada trakea dibandingkan dengan kelompok X1, X2, X3 dan

tidak berbeda nyata dengan kelompok X0. Hal ini dibuktikan oleh Ramadanti

(2008), menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih memiliki aktivitas antibakteri

terhadap E coli, yaitu sebagai pembunuh pertumbuhan bakteri (bakterisidal), hal

ini dapat dijelaskan dari sisi bakteri dan zat aktif yang terkandung dalam bawang

putih. Ekstrak bawang putih mengandung allicin sebagai zat aktif yang bersifat

antibakteri dan dapat merusak protein bakteri di dalam tubuh, sehingga bakteri

tersebut mati (Amiruddin, 2014). Allicin merupakan zat aktif yang mempunyai

daya antibiotika yang cukup ampuh. Semakin tinggi dosis ekstrak bawang putih,

semakin banyak zat antibakteri dan antioksidan yang terkandung didalamnya dan

gambaran patologi yang terlihat semakin membaik.

Gambaran patologi trakea ayam pada semua kelompok, baik kelompok

kontrol maupun kelompok perlakuan, menunjukkan adanya hemorragi. Hemorragi

yang terjadi dimungkinkan karena konsentrasi protein plasma lebih rendah,

tegangan permukaan alveolar yang tinggi, kerusakan pada trakea akibat bakteri

Page 41: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

28

Avibacterium paragallinarum yang bereplikasi di trakea, dan hypervolemia

(Loacimescu, 2008). Tabbu (2000) menyatakan bahwa perubahan makroskopik

biasanya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas. Penyakit ini akan

menyebabkan keradangan kataralis akut pada membrana mukosa kavum nasi dan

sinus. Kerapkali akan ditemukan adanya konjungtivitis kataralis dan edema

subkutan pada daerah fasialis dan pial, serta terjadi hemorragi pada trakea. Pada

penyakit ini, jarang ditemukan adanya keradangan pada paru dan kantong udara

Gambaran patologi trakea kelompok X4 menunjukkan hasil yang hampir

sama dengan kelompok X0, hal ini merupakan pengaruh efektifitas dari tanaman

ekstrak bawang putih 7,5% yang diberikan. Menurut Tsao et al., (2001)

menyebutkan bahwa allisin yang terkandung dalam bawang putih adalah senyawa

yang memiliki aktifitas antibakteri, allisin adalah produk dari aktifitas enzim

allisinase (sistein sulfoksida liase) setelah penggerusan bawang putih. Rustama et

al (2005) telah membuktikan bahwa bawang putih sangat potensial sebagai

antibakteri baik terhadap bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif.

Kelompok X0 menggunakan antibiotik enrofloxacin yang sering digunakan oleh

peternak sebagai obat penyakit coryza, hasil gambaran patologi trakea tidak

berbeda nyata dengan kelompok X4, hal ini dikarenakan enrofloxacin adalah obat

antibakteri derivat Fluoroquinolon yang bekerja luas membasmi bakteri. Daya

kerjanya berdasarkan hambatan terhadap enzim DNA gyrase yang diperlukan

untuk pembelahan inti sel bakteri. Enrofloxacin efektif membasmi Mycoplasma

sp., Escherichia coli, Avibacterium paragallinarum (Apg) dan Pasteurella

multocida. Intensifnya pemakaian antibiotika untuk pencegahan dan pengobatan

penyakit, telah dilaporkan adanya bakteri Apg yang resisten terhadap beberapa

antibiotika dan preparat sulfa secara in vitro (Poernomo et al., 1997b; Takagi et

al., 1991). Pemberian ekstrak bawang putih dan enrofloxacin masing-masing

memiliki kelebihan dan kekurangan. Ekstrak bawang putih dapat diberikan dalam

jangka waktu yang lama karena terdiri dari bahan alami dan tidak menimbulkan

efek resistensi karena belum banyak digunakan sehingga tubuh belum dapat

mendeteksi zat aktif tersebut, namun efek yang diberikan tidak secepat obat

antibiotik. Enrofloxacin hanya dapat diberikan maksimal 5 hari pemberian karena

dapat menimbulkan resistensi jika pemberiannya dalam jangka waktu yang lama,

namun efek yang diberikan lebih cepat.

Penelitian tentang pemanfaatan ekstrak bawang putih pernah dilakukan

oleh Suharti (2004) menunjukkan bahwa bawang putih dengan konsentrasi 2.5 %,

5 %, 7.5 %, dan 10 % mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium

dengan zona hambat masing-masing sebesar 4.0 mm, 6.0 mm, 7.0 mm, 7.5 mm,

dan 8.0 mm. Rani Pudjiastuti melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak

bawang putih terhadap performa ayam yang diinfeksi ascaridia galli, dosis yang

diberikan 2,5%, 5% dan 7,5% selama 14 hari menunjukkan hasil ekstrak bawang

putih dapat meningkatkan konsumsi pakan ayam yang terinfeksi cacing ascaridia

galli. Penelitian yang dilakukan oleh Islam, 2007 menggunakan 100 ekor ayam

petelur kemudian dipelihara dan diinfeksikan bakteri Avibacterium

paragallinarum, sampel yang digunakan sebanyak 24 ekor ayam. Hari ke-3

setelah infeksi diberikan kaldu selama 7 hari kemudian di nekropsi pada hari ke 3,

5 dan 7 untuk melihat gambaran patologi. Hasil gambaran patologi pada

kelompok kontrol (tanpa infeksi Avibacterium paragallinarum) hari ke-3, 5 dan 7

menunjukkan hasil yang sama yaitu bagian hidung dan organ dalam ± (hampir

Page 42: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

29

tidak ada lesi inflamasi). Kelompok perlakuan (Inokulasi Avibacterium

paragallinarum) hari ke-3 yaitu eksudat mucous pada hidung + (lesi inflamasi

ringan), hari ke-5 eksudat mucous pada hidung + (lesi inflamasi ringan) dan

hemorragi pada trakea + (lesi ringan). Hari ke-7 eksudat mucous pada hidung ++ (

lesi inflamasi moderate), conjunctivitis ++ (lesi moderate), pembengkakan pada

sinus dan wajah ++ (lesi moderate), kongesti dan pneumonia pada paru-paru ++

(lesi moderate). Hasil penelitian menggunakan ekstrak bawang putih jika

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Islam (2007) menggunakan

kaldu, tampak bahwa perubahan patologi yang terjadi lebih rendah yaitu setiap

kelompok hanya mengalami pembengkakan, bau eksudat dan hemorragi pada

trakea, hal tersebut bisa dikarenakan bawang putih mengandung allicin sebagai

zat aktif yang bersifat antibakteri dan dapat merusak protein bakteri di dalam

tubuh, sehingga bakteri tersebut mati (Amiruddin, 2014). Waktu pemberian juga

dapat mempengaruhi gambaran patologi, perlakuan pada penelitian ini selama 14

hari dan penelitian yang dilakukan oleh Islam selama 7 hari. Semakin lama

pemberian perlakuan semakin banyak zat antibakteri yang dikonsumsi, sehingga

gambaran patologi semakin membaik.

Ressang (1984) menyatakan bahwa alat pernapasan merupakan organ

tubuh yang mudah terserang penyakit, karena adanya hubungan langsung antara

lubang/rongga hidung dengan alveoli di dalam paru-paru. Infeksius coryza

merupakan penyakit pernapasan bagian atas pada unggas, terutama ayam, yang

bersifat akut. Penyakit ini telah menyebar luas di seluruh dunia, dan kejadiannya

sering pada musim dingin atau udara jelek. Penyebaran penyakit dalam kandang

sangat cepat, baik secara kontak langsung dengan ayam-ayam sakit, maupun tidak

langsung melalui air minum, udara, dan peralatan yang tercemar (Hinz, 1991).

Lingkungan dan cara pemeliharaan juga diduga memberikan pengaruh terhadap

ketahanan tubuh ayam pada serangan bakteri Avibacterium paragallinarum, selain

dipengaruhi oleh efektifitas ekstrak bawang putih. Gejala yang ditimbulkan akibat

infeksi bakteri Apg sangat bervariasi, hal tersebut tergantung pada bakteri,

spesies, umur, intercurrent infeksi, lingkungan, dan status imun inang (Easterday

dan Hinshaw 1991). Ketepatan dosis pemberian ekstrak bawang putih untuk

menanggulangi infeksi bakteri Apg juga mempengaruhi kinerja ekstrak tanaman

ini. Menurut Maksum (2006), aktivitas bakteri mendapatkan perlawanan dari sel

pertahanan tubuh, baik yang spesifik maupun non spesifik, maka pengaruh bakteri

dalam tubuh ditentukan oleh kekebalan tubuh inangnya.

Page 43: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

30

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Gambaran patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza setelah

pemberian ekstrak bawang putih dosis 2,5%, 5% dan 7,5% lebih efektif

dan memberikan perubahan terhadap gambaran patologi trakea pada dosis

7,5% yang diberikan selama 14 hari, tingkat hemorragi yang terjadi pada

trakea lebih rendah dibandingkan dosis 2,5% dan 5%.

b. Pemberian NaCMC 0,5% sebagai kontrol negatif selama 14 hari pada

ayam petelur yang terserang coryza tidak memberikan perubahan terhadap

gambaran patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza.

c. Pemberian antibiotik golongan enrofloxacin sebagai kontrol positif

sebanyak 0,1ml perekor yang diamati pada hari ke-8, 11 dan 14, saat

dilakukan nekropsi pada hari ke-14 terjadi perubahan terhadap gambaran

patologi trakea ayam petelur yang terserang coryza, tingkat hemorragi

lebih rendah dibandingkan hari ke-8 dan 11.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diambil adalah

sebagai berikut :

a. Dapat dilakukan penelitian sejenis dengan meningkatkan dosis ekstrak

bawang putih yang digunakan untuk ayam petelur yang terserang coryza.

b. Dapat dilakukan penelitian sejenis dengan pemberian obat antibiotik

golongan lain untuk pengobatan coryza.

Page 44: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

31

Daftar Pustaka

Amagase, H., B.L. dkk. 2001. Intake of garlic and bioactive components. Journal

of Nutrition 131 (3): 955S– 962S.

Agarwal, K.C. 1996. Therapeutic actions of garlic constituents. Med. Res. Rev.

16: 111 – 114.

Alexander, Dennis J. Dkk, 2008. Poultri disease. Penerbit Sanders Elsevier

Anonim. 1982. Pedoman Beternak Ayam Negeri. Yogyakarta: Kanisius

Anonim. 2004. Garlic (Allium sativum). Diakses dari http://www.

Dietsite.com/dt/alternativenutrition/Herbs/garlic.asp. Tanggal 24

Desember 2004. .

Ankri Serge, Mirelman David. 1999. Antimicrobial Properties Of Allicin From

Garlic.Departemen of Biological Chemistry. Israel.

Anggrodi, R., 1985. Kemajuan Mutahir Dalam Ilmu Makanan Ternak Indonesia.

UUI Pres. Jakarta.

Blackall, P . J . and G. G. Reid. 1982. Further characterization of Haemophilus

paragallinarum and Haemophilus avium. Vet. Microbiol. 7: 359-366.

Blackall, P.J. 1988. Biochemical properties of catalasepositive avian Haemophili.

J. Gen. Microbiol. 134: 2801-2805

Blackall, P.J. 1990 . Queensland Department of Primary Industries, Animal

Research Institute, Yeerongpilly 4105, Australia (Komunikasi pribadi) .

Blackall, P.J., J.M. Matsumoto and R. Yamamoto, 1997. Infectious coryza. In:

Diseases of poultry. 10th Edition. Calnek B.W. et al. (Eds). Iowa State

University Press. pp. 179 – 90.

Carlander D. 2002. Avian IgY Antibody In Vitro and In Vivo. Comprehensive

Summaries of Uppsala Dissertations from Faculty of Medicine 119.

ACTA Universitatis Uppsala, Center Texas A & M University

Kingsville.

Charlton, B.R ., A.B. Bermudez, M. Boulianne, D.A . Halvorson, J.S .Jeffrey, L.J.

Newman, J .E . Sander and P.S. Wakenell. 2000 . Avian Disease Manual.

Fifth Edition. American Association of Avian Pathologists. Pennsylvania.

USA. pp . 204-231.

Challem, J. 1995. The Wonders of Garlic. http://www.jrthorns. com/

Challem/garlic.html.

Dreidger, S. 1996. Ode to garlic: The stinky rose can be good for you. Maclean 's

109: 62-64.

Dharma, DMN dan Putra, AA.G. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. Penerbit CV

Bali Media Adhikarsa. Denpasar. Bali. Hal 218.

Droual, R., A.A. Bickford, B.R. Chariton, G.L. Cooper and S.E. Channing. 1990.

Infection coryza in meat chickens in the San Joaquin Valley of

California. Avian Dis. 34: 1009 – 1016.

Eliot, C.P. and M.R. Lewis. 1994. A Haemophilic bacterium as the cause of

Infectious coryza in the fowl. J. Am. Vet. Med. Ass. 84: 878-888.

El Houadfi, M. and J. Vanmarcke, 1991. Evaluation of the efficacy of avian

coryza vaccine (Haemovax) in a layer flock in Morocco. Maghreb

Veterinaire, 5: 17- 20.

Ellmore, G. and R. Feldberg. 1994. Alliin lyase localization in bundle sheaths of

garlic clove (Allium sativum). American Journal of Botany 81: 89-95.

Page 45: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

32

Endoh, E.K.M dkk, 2013. Analisis titk impas usaha ternak ayam ras petelur

“Dharma Gunawan’ di Kelurahan Paniki bawah Kecamatan Mapanget

Kota Manado. Fakultas peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Jurnal Zootek (“Zootek”Journal), Vol.33 No.1 : 11–20 (Juli 2013) ISSN

0852-2626 11

Easterday BC and VS Hinshaw. 1991. Avian influenza In: Disease of Poultry 9th

ed. B. Calnek, H. Barnes, C. Beard, W. Reid and H. Yoder (Jr) (Eds.).

Iowa State University Press, Ames. pp. 532-551.

Franson , R.D . 1993 . “Anatomi dan Fisiologi Ternak” . Gadjah Mada University

press: Yogyakarta.

Gupta, N. and T.D. Porter. 2001. Garlic and garlic-derived compounds inhibit

human squalene monooxygenase. Journal of Nutrition 131: 1662–1667.

Gore Ann R, Hodgin E Clay, Donald G dan Simmons, 1980. Altered immune

function in turkey poults infected with alcaligenes faecalis, the etiologic

agents of turkey rhinotracheitis (coryza). Avian Disease Vol 2 No 3.

Gordon, R.F. and F.T.W. Jordan (ed.).1992. Infectious coryza (Haemophilus

gallinarum; H. paragallinarum). In: Poultry Disease. 2th. ed. Bailliere

Tindal. London. 48-50.

Glisson, John R, 2002. Bacterial Respiratory Diseases of Poultry. Department of

Avian Medicine, University of Georgia, Athens, Georgia 30602-

4875199.

Harborne. 1996. Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua.

Terjemahan : K. Padmawinata dan I. Soediro. Bandung : Penerbit ITB

Harada T, Akiko E, Gary AB, Robert M.1999. Liver and Gallbladder. Di dalam :

Maronpot RR, editor. Pathology of the Mouse : Reference and Atlas.

United States of America: Cache River Press.

Hilman Yusdar, Hidayat Achmat, Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih di

Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Dan

Pengembangan Hortikultura. Bandung.

Hinz, K.H. 1981. Serological differentiation of Haemophilus paragallinarum

strains by their heat stable antigens. In: Haemophilus, Pasteurella and

Actinobacillus. M. Kilian, W. Fredicksen and E.L. Biberstein (ed.).

Academic Press. London. 1-10.

Hofstad, M.S'., H.J . Barnes, B.W. Calnek, W.M. Reid, and H.W. Yoder JR . 1984

. Diseases of Poultry. 8th Ed. Iowa State Univ. Press, Ames, Iowa, USA.

Hossain, M.M, Ali M, Hossain M.S, Akter S, dan Khan M.A.H.N.A, 2013

Pathogenesis of Infectious Coryza in Chickens (Gallus gallus) by

Avibacterium paragallinarumn Isolate of Bangladesh

Hughes, B.G. and L.D. Lawson. 1991. Antimicrobial Effects of Allim sativum L.

(garlic), Allium ampeloprasum L. (elephant garlic), and Allium cepa L.

(onion), Garlic Compounds and Commercial Garlic Supplement

Products. Phytother. Res. 5: 154 –158.

Inayah Tsaqif, Rahmaniah Eka, dan Nur Fakhrizal A. Pengaruh Ekstrak Bawang

Putih Dengan Dosis Yang Berbeda Terhadap Mortalitas Kutu Ikan

(Argulus sp) Yang Menginfeksi Ikan Mas Koki (Carassium Auratus

Linn). Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Islam M.S, Rahman M.M dan Rahman A.Z, 2007. Bacterial Disease Of Poultry

Prevailing In Bangladesh. Journal of Poultry Science, Vol; 1; No; 1-6.

Page 46: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

33

Ishikawa, K., R. Naganawa, H. Yoshida, N. Iwata, H. Fukuda, T. Fujino, and A.

Suzuki. 1996. Anitmutagenic effects of ajoene, an organosulfur

compound derived from garlic. Bioscience, Biotechnology, and

Biochemisry 60: 2086-2088.

Jacob J and Pescatore T. [tahun tidak diketahui]. Avian Respiratory System.

University of Kentucky

Kemper,K.J. 2000. Garlic (Allium sativum). Longwood Herbal Task Force.

(Diakses pada tanggal 19 November 2013).

Kerala, 2012. Isolation and identification of avibacterium paragallinarum from

ornamental birds in trissur. Journal of life sciences vol.1 no. 3 pp 87-88.

Kurniasih, Utami M.M.D, Agus Ali, Wihandoyo, 2007. Studi Efektivitas Bawang

Putih Terhadap Hambat Aflatoksin B1 Pada Pertumbuhan Koloni

Bacillus Megaterium. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Yogjakarta.

Kusnadi, U., A. Gozali, H. Resnawati, S.N. Jarmani, dan S. Iskandar. 2001.

Evaluasi potensi sumber pakan lokal dan sistim kelembagaan dalam

mendukung keberlangsungan usaha ayam buras. Prosiding Hasil

Penelitian Bagian Proyek “Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP

II”. Puslitbang Peternakan. Bogor.

Loachimescu, O. C.; Stoller, J. K. 2008. "Diffuse alveolar hemorrhage:

Diagnosing it and finding the cause". Cleveland Clinic journal of

medicine 75 (4): 258, 260, 264–5 passim.

Maidment, D.C.J.Z. Dembny and D.I. Watz, 2001. The antibacterial activity of 12

allium against eschericia coli. Nutrit and food sci. 31 (S); 238-241

Maksum R. 2006. Avian Influenza A (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan, dan

Penyebaran pada Manusia dalam Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III,

No.2 : 55 – 65.

McGrath CJ, Lee JC, and Campbell VL. 1984. Dose-response Anesthetic Effects

of Ketamine in the Chicken. Am J Vet Res Mar 45 (3): 531-534.

McLelland J.1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publisihing,

England.

Mehrabian S. and H. Larry-Yazdy. 1992. Antimicrobial activity of Allium sativum,

Allium cepa, Allium porrum, (Liliaceae) against enteric pathogens

(Enterobacteriacea). ISHS Acta Holticulturae 319: International

Symposium on Transplant Production System.

Miharja, Maryam Romsyah, Sani Yulvian, Juariah Siti, Firmansyah Rahmat,

2003. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum Linn) dalam

Penanggulangan Aflatoksikosis pada Ayam Petelur. Balai Penelitian

Veteriner Bogor, PO Box 151, Bogor 16114 (Diterima dewan redaksi 12

September 2003). .

Mouahid, M., M. Bisgard, A.J. Morley, R. Mutters and W. Mannheim. 1992.

Occurance V-factor (NAD) independent strains of Haemophilus

paragallinarum. Avian Dis. 31: 363 – 368.

Myers JA. 1997. Studies on The Syrinx of Gallus Domesticus. Journal of

Morphologi (1924): 165-216.

Naganawa, R., N. dkk. 1996. Inhibition of microbial growth by ajoene, a sulfur-

containing compound derived from garlic. Applied and Environmental

Microbiology 62: 4238-4243.

Page 47: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

34

Nelson John B, 1939. Growth Of Tissue Fowl Coryza Bodies In Tissue Culture

And In Blood Agar. Rocketfeller University Press. Vol 69 No; 2 199-209.

Page, L.A. 1962 . Haemophilus infection in chickens. 1. Characteristics of 12

Haemophilus isolates recovered from diseased chickens . Am. J. Vet.

Res. 85-95.

Poernomo Sri dan Kusumaningsih Anni. Infeksius Coryza atau Snot Pada Ayam

di Indoneisa. Balai Penelitian Veteriner Bogor.

Poernomo, S. 1975. Haemophilus gallinarum pada ayam. I. Isolasi Haemophilus

gallinarum pada ayam. Bull. LPPH. 8 – 9: 11 – 13.

Poernomo, S. 1975. Haemophilus paragallinarum pada ayam di Indonesia. I.

Isolasi Haemophilus paragallinarum dari ayam. Bulletin Lembaga

Penelitian Penyakit Hewan. 8-9: 13-23.

Poernomo, S., Sutarma, dan Y. Nazarudin. 1997a. Haemophilus paragallinarum

pada ayam di Indonesia. II. Sifat-sifat fisiologik dan biokimia isolat

Haemophilus spp. Dari ayam sakit. J. Ilmu Ternak Veteriner. 2(4): 263-

266.

Purwaningsih, eko. (tahun belum dipublikasikan). Bawang Putih. Bekasi: Ganeca.

Ramadanti, Irmudita Ari, 2008. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang putih

(allium sativum linn) Terhadap Bakteri eschericia voli InVitro. Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Reece, R.L.V.D. Beddome and D.A. Barr, 1986. Diseases diagnosed in

replacement layer and breeder chicken flocks in Victoria, Australia, 1977

to 1985. Vet. Record. 119: 471-475.

Reid, G.G. and P .J . Blackall . 1984 . Pathogeniciyt of Australian isolates of

Haemophilus paragallinarum and Haemophilus avium in chickens . Vet.

Biol. 9:77-82.

Rehman H, Hasan S, Ahmad K, Fawad N, dan Siddique B, 2007. Current

Respiratory Disease Problem And The Probes In Chicken. Poultry

Research Institute, Murre road, Rawalpindi.

Ressang, A.A. 1984 . Patologi Khusus Veteriner. IFAD Project : BCDIU,

Denpasar, Bali.

Rustama, Mia Miranti dan Lingga Martha Erselina. Uji Aktivitas Antibakteri dari

Ekstrak Air dan Ethanol Bawang Putih (Allium Sativum l.) Terhadap

Bakteri Gram positif dan Gram Negatif yang Diisolasi dari Udang Dogol

(Metapenaus monoceros). Udang Lobster (Panulirus sp), dan Udang

Rebon (Mysis dan Acetes). Fakultas MIPA Universitas Padjajaran,

Sumedang.

Rustama MM, Sri RR, Joko K, Ratu S. 2005. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak

air dan etanol bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri Gram

negatif dan Gram positif. Biotika. 2: 1- 8.

Saravanabava, Kulandaivelu, dkk. 2008 Pathogenic bacteria related to

respiratory diseases in poultry with reference to Ornithobacterium

rhinotracheale isolated in India. Veterinararski Arhiv 78 (2), 1310140.

Sartika Tike, Iskandar Sofian, Sopiyana Soni, dan Susanti Triana, 2007. Pengaruh

Pemberian Bawang Putih (Allium Sativum Linn) Dalam Ransum Pada

Produksi dan Kualitas Telur Ayam Wareng-Tangerang. Balai Penelitian

Veteriner, Bogor.

Page 48: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

35

Sembiring, P. 2009. Buku Ajar dan Penuntun Dasar Ternak Unggas. USU

press, Medan.

Setijanto H. 1998. Anatomi Unggas. IPB Press, Bogor.

Sigit, S.H dan Hadi U.K, 2009. Analisis faktor-faktor resiko infeksi cacing pita

pada ayam ras petelur komersial di Bogor. Jurnal Veteriner September

2009 Vol. 10 No. 3 : 165-172.

Schalm, O.W. and J.R. Beach. 1936 . Cultural requirements ofthe fowl coryza

bacillus . J. Bact . 31 :161-169..

Silawatriz S.A.D, Poernomo Sri, dan Sutarmai, 1997. Haemophilus

Paragallinarum Pada Ayam di Indoneisa III. Uji Sensivitas

Haemophillus Paragallinarum Dari Ayam Penderita Snot Terhadap

Obat Antimikroba. Balai Penelitian Veteriner, Fakultas Biologi,

Universitas Nasional, Jakarta, Indonesia (Diterima dewan redaksi 2

Maret 1997).

Soedibyo, B.M. 1992. Pendayagunaan Tanaman Obat. Prosiding Forum

Komunikasi Ilmiah. Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya

Tanaman Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Bogor.

Song, K. and J. A. Milner. 2001. The influence of heating on the anticancer

properties of garlic. Journal of Nutrition 131: 1054S–1057S

Supar, dan Ariyanti Tati, 2007. Pengendalian Coryza Infeksius Pada ayam.

Wartazoa Vol. 17 No. 4 Th. 2007 185.

Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe, bawang putih terhadap

bakteri Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap

performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor: Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tabbu, C .R. 1996. Dampak ekonomis dari penyakit unggas . Pros. Temu Ilmiah

Hasil-Hasil Penelitian Peternakan . Ciawi-Bogor, 9-Il Januari 1996 .

Puslitbangnak . Badan Litbang Pertanian. him. 49-58.

Tabbu, 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penerbit Kanisius

Yogjakarta.

Takagi, M., T. Takahashi, N. Hirayana, Istianingsih, S. Mariana, K. Zarkasie,

Sumadi, M. Ogata, and S. Ohta. 1991. Survey of Infectious coryza of

chicken in Indonesia. J. Vet. Med. Sci. 53(4): 637-642.

Tardmiji, Penyakit Pernafasan Pada Ayam, Ditinjau Dari Aspek Klinik Dan

Patologik Serta Kejadiannya Di Indoneseia. Balai Penelitian Veteriner.

Tilman et al. (1998) menyatakan bahwa konsumsi ransum yang rendah bisa

menyebabkan berkurangnya bobot badan ternak.

Tsao, SM, Yin MC. In vitro antimicrobial activity of four diallyl sulfhides

occuring naturally in garlic and chinese leek oil. J Med Microbiol. 2001;

50: 646-649.

Wibawan I, Murtini S, Soejoedono RD, Mahardika I. 2009. Produksi IgY

Antivirus Avian Influenza H5N1dan Prospek Pemanfaatannya dalam

Pengebalan Pasif. J. Veteriner September 2009 Vol. 10 No. 3 : 118- 124

ISSN : 1411 – 8327.

Yamada, Y and K.Azama. 1977. Antimicrobe. Agents Chemotheraphy., 743 : 1.

Diakses dari

Page 49: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

36

Younus, A.W., Nasir, M.K. Faroq, V. AND Bhum, J., 2008. Prevalence of poultry

diseases and their interaction with mycotoxicosis in District Chakwal:

effects of age and flock size J. Anim. PI. Sci.,18 (4):107-113.

Zhang, X. 1999. WHO Monographs on Selected Medicinal Plants: Bulbus Allii

Sativii. Geneva: World Health Organization.

Page 50: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

37

Foto Lampiran 1

Penentuan sampel ayam petelur yang terserang coryza

a. Sampel ayam dalam satu kandang

b. Gejala klinis muka bengkak

c. Penciuman bau eksudat

Page 51: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

38

Foto Lampiran 2

Pembuatan ekstrak bawang putih

a. Maserasi dengan alat sonikator

b. Maserasi dengan ethanol

c. Proses penyaringan

Page 52: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

39

Foto Lampiran 3

Kultur Bakteri Avibacterium Paragallinarum

a. Apg dengan staphylococcus aureus sebagai feeder culture.

b. Pewarnaan Bakteri Avibacterium paragallinarum

c. Bakteri Avibacterium paragallinarum berbentuk batang, basil

Page 53: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

40

Foto Lampiran 4

Pemberian Perlakuan Ekstrak Bawang Putih

a. Ekstrak bawang putih 2,5%

b. Ekstrak bawang putih 5%

c. Ekstrak bawang putih 7,5%

Page 54: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

41

Foto Lampiran 5

Euthanasia

a. Menggunakan ketamine

b. Persiapan penyuntikan

c. Penyuntikan secara intravena

Page 55: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

42

Foto Lampiran 6

Proses nekropsi

a. Bagian rongga dada

\

b. Bagian kepala

c. Pemisahan organ trakea

Page 56: GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR … · GAMBARAN PATOLOGI TRAKEA PADA AYAM PETELUR YANG TERSERANG CORYZA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum linn). SKRIPSI

43

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Februari 1993

di Sidrap, Sulawesi Selatan, dari ayahanda Andi

Rizal Wawo dan ibunda Lismayani. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Neg 3

Panca Rijang pada tahun 2005, kemudian penulis

melanjutkan pendidikan ke SMP Neg 1 Panca

Rijang dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011

penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Neg 1

Panca Rijang. Penulis diterima di Program Studi

Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran,

Universitas Hasanuddin pada tahun 2011 melalui

ujian lokal.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu

Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat

sebagai anggota divisi Pendidikan dan Penelitian pada periode 2012-2013. Selain

itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh

Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH dan telah

menjadi asisten pada mata kuliah Fisiologi Veteriner selama 2 tahun