eksistensi dan urgensi akhlak dalam kehidupan
DESCRIPTION
Tugas Pendidikan Agama Islam Jurusan Arsitektur, Universitas PalangkarayaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak
berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan
meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat
Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat
berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada
kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat
dari kekhusuannya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya,
ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana
dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan,
bukan apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari
Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi,
sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai
aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia.
Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata
kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada
perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran
(sunat) dan larangan anjuran (makruh).
Apalagi pada zaman sekarang ini, banyak diantara kita kurang
memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita mengutamakan tauhid yang
memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan
mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan,
sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari
kalangan awam, seperti ungkapan, “wah…udah ngerti agama kok kurang ajar
1
sama orang tua”, atau ucapan: “dia sih agamanya bagus, tapi sama tetangga tidak
pedulian…..”, dan lain-lain.
Seharusnya, ucapan-ucapan seperti ini atau pun semisal dengan ini
menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak Islam,
bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan Islam mementingkan akhlak.
Yang perlu diingat, bahwa tauhid sebagai sisi pokok/inti, Islam yang memang
seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara
penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat, Tauhid
merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap ALLAH, dan ini merupakan
pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya,
berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang, maka
semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seseorang mywahhid memiliki
akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembahasan akan dititikberatkan
pada “Eksistensi dan Urgensi Akhlak dalam Kehidupan Umat Islam”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Akhlak dan apa saja jenis-jenis akhlak itu?
2. Apa Eksistensi akhlak dalam Kehidupan Umat Islam?
3. Apa Urgensi Akhlak dalam Kehidupan Umat Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Akhlak dan jenis-jenis akhlak
2. Untuk mengetahui Eksistensi akhlak dalam Kehidupan Umat Islam
3. Untuk mengetahui Urgensi Akhlak dalam Kehidupan Umat Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Akhlak
Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya
tabiat, budi pekerti, watak, atau kesopanan. Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama,
kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia), moral, ethic (Bahasa Inggris), ethos,
ethikos (Bahasa Yunani).
Untuk mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a. Ibnu Maskawaih mendefinisikan, Akhlak adalah sikap jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan (terlebih dahulu);
b. Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan, sementara orang membuat definisi
Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan.
Artinya “bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan
Itu dinamakan Akhlak”.
c. Al-Qurthuby mendefinisikan, Akhlak adalah suatu perbuatan manusia
yang bersumber dari adab kesopanannya yang disebut Akhlak, karena
perbuatan itu termasuk bagian darinya;
d. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan, Akhlak adalah suatu
pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik,
dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain);
e. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan, Akhlak adalah bentuk
kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan
baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja;
3
B. Tujuan Akhlak
Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang
tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk yang lainnya.
Akhlak hendak menjadikan manusia/ orang yang berkelakuan baik, bertindak baik
terhadap manusia, terhadap sesama makhluk, dan terhadap Allah, Tuhan yang
menciptakan kita.
Sedangkan pelajaran akhlak atau ilmu akhlak bertujuan mengetahui
perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik dan buruk, agar manusia dapat
memegang dengan perangai-perangai yang baik dan menjauhkan diri dari
perangai-perangai yang jahat, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan
masyarakat dimana tidak ada benci-membenci, curiga-mencurigai antara satu
dengan yang lain, dimana tidak ada perkelahian, persengketaan dan tidak ada
pukul-memukul antara sesama hamba Allah yang hidup di muka bumi ini.
Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir manusia, tetapi
karena tindakan lahir itu tidak akan terjadi jika tidak didahului oleh gerak-gerik
bathin, yaitu tindakan hati, maka tindakan bathin dan gerak-gerik hati pun
termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak manusia.
Tidak akan terjadi perkelahian kalau tidak didahului oleh tindakan bathin
atau gerak-gerik hati, yaitu benci. Karena hal-hal tersebut diatas, dalam akhlak
setiap orang diwajibkan menguasai hatinya, dan mengontrol hatinya sendiri,
karena anggota bathin adalah sumber dari segala tindakan lahir. Jika setiap orang
dapat menguasai tindakan bathinnya, maka dapatlah ia menjadi orang yang
berakhlak baik.
Tegasnya baik-buruk itu tergantung kepada tindakan hatinya. Dalam hal ini Nabi
bersabda:
4
Artinya:
“Ketahuilah dan bahwasannya, didalam tubuh itu ada sepotong daging yang
apabila baik dia, baik pula tubuh seluruhnya, dan apabila rusak dia, rusaklah
tubuh seluruhnya, yaitu dia hati”
Hati ini menunjukkan, bahwa hati itulah yang menguasai segenap tubuh
manusia dan sekalian anggota mengikut pada perintahnya, meskipun anggota itu
sudah terlalu payah. Dalam hal ini dapatlah diibaratkan bahwa jasad it bagaikan
pemerintahan dalam diri kita, sedangkan hati menjadi pusat pemerintahan.
Seseorang yang mempunyai hati keras, meskipun badannya tidak begitu kuat,
lebih diharapkan akan beroleh hasil pekerjaannya daripada seorang yang berbadan
kuat tetapi hatinya lemah.
Untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, perlu sekali tiap-tiap
anggota masyarakatnya berakhlak yang baik. Kita ini sebagai anggota masyarakat
tak dapat memisahkan diri dari masyarakat. Karena itu kita masing-masing pun
mempunyai tugas tertentu dalam masyarakat. Tugas yang harus dilaksanakan
untuk keselamatan masyarakatnya. Tugas yang tak boleh dihindarinya, tiap-tiap
anggota masyarakat bertanggungjawab atas keselamatan masyarakat.
Karena itu Ibnu Rusyd mengungkapkan dalam sya’ir-nya sebagai berikut:
Artinya:
“Bangsa-bangsa itu hanya tegak dan jaya selama ada akhlak-nya, dan kalau
mereka kehilangan akhlak, mereka pun punah-lah”
Betapa pentingnya keberadaan akhlak bagi kehidupan manusia, maka tepat
sekali ungkapan Ibnu Rusyd tersebut diatas. Berkenaan dengan pentingnya akhlak
itu, maka Allah mengurus seorang Rasul untuk menyempurnakan akhlak yang
telah dibawakan oleh Nabi-Nabi terdahulu, sesuai dengan Sabda Nabi SAW:
5
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
Bertolak dari kemuliaan akhlak bagi seseorang dalam hidup di tengah-tengah
masyarakat, maka bagi setiap orang mukmin ingin mencapai derajat sebagai
mukmin yang paling utama, haruslah menyempurnakan akhlaknya, sesuai dengan
tuntunan Islam.
C. Akhlak Ikut Menjaga Kelangsungan Hidup Manusia
Akhlak yang baik dapat menjaga kelangsungan hidup manusia, karena
akhlak yang baik itu antara lain dapat:
a. Menciptakan manusia sebagai makhluk berkelakuan mulia, baik dihadapan
Allah, maupun sesama manusia dan sesama makhluk lainnya;
b. Membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain (melalui perangainya);
c. Menciptakan manusia mencapai kedudukan yang tinggi dan sempurna
menurut fitrah kemanusiaannya;
d. Menjaga kelangsungan hidup manusia, dengan menciptakan masyarakat
yang tentram, sejahtera. Keadaan seperti ini benar-benar dapat terwujud
manakala mereka berakhlak baik.
Betapa pentingnya keberadaan akhlak bagi kehidupan manusia, maka tepat
sekali ungkapan Ibnu Rusyd tersebut, berkenaan dengan pentingnya akhlak itu,
maka Allah mengutus seorang Rasul untuk menyempurnakan akhlak, yang telah
dibawakan oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul dengan maksud utama untuk
membina dan menyempurnakan akhlak. Tugas Nabi yang telah digariskan itu
dalam sejarah hidupnya cukup menarik simpatik manusia untuk mengikuti dan
melaksanakan ajaran Risalahnya.
6
Ajaran risalah yang diajarkan Nabi memberikan kejelasan tentang faktor-
faktor keutamaan akhlak, lengkap dengan menjelaskan segala segi kehidupan.
Bila kita memperhatikan segala ajaran yang dibawa oleh junjunan kita Nabi
Muhammad S.A.W., maka kita mengerti bahwa Islam menghendaki manusia
muslim yang sempurna akhlaknya, menghargai kemanusiaan yang melaksanakan
kebajikan sebagai tugas hidupnya.
Adapun akhlak yang menjadikan manusia muslim yang sempurna ialah
tersimpul dalam:
a. Budi pekerti yang dipraktekkan untuk diri sendiri dan untuk keluarga;
b. Budi pekerti yang diwujudkan kea lam kenyataan untuk kemaslahatan dan
kesejahteraan masyarakat pergaulan;
c. Budi pekerti yang diperjuangkan untuk kemakmuran dan kejayaan Negara,
tanah air, dan pemerintahnya. Tiap-tiap muslim harus dapat mewujudkan
kepada masyarakat dengan amal bakti bagi diri sendiri, bagi masyarakat
dan bangsa. Jika semua telah dipenuhi oleh tiap-tiap muslim, maka akan
tercapailah terwujud cita-cita yang selalu diidam-idamkan yaitu
masyarakat yang adil dan makmur yang senantiasa mendapat ridha dari
Allah S.W.T.
D. Eksistensi dan Urgensi Akhlak Dalam Kehidupan Umat Islam
1. Eksistensi Akhlak
Islam menempatkan akhlak pada tempat yang sangat strategis, hal ini
terwujud dalam beberapa hal diantaranya;
Rasulullah Saw. diutus kepada umatnya dengan membawa risalah yang
telah diwahyukan Allah swt. melalui Jibril, diantaranya yaitu untuk
menyempurnakan akhlaq. Sebagai mana sabda Rasulullah Saw. dalam salah satu
haditsnya;
7
“Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak.
(HR. Malik).
Mendefenisikan agama sebagai akhlaq yang baik. Dalam sabda Rasulullah saw.
ketika beliau ditanya tentang makna agama, beliau menjawab;
“bahwa agama adalah akhlak yang baik“.
Timbangan yang paling berat pada hari Kiamat adalah akhlak mulia. Rasulullah
Saw. besabda;
“Timbangan yang berat pada hari perhitungan nanti adalah takwa kepada Allah
dan akhlak mulia“.
Orang-orang mukmin yang bagus keimanannya dan lebih baik diantara
mereka adalah yang paling mulia akhlaknya. Dan masih banyak lagi dalil yang
menunjukkan bahwa Islam menempatkan akhlaq di posisi yang sangat tinggi.
Sebagaimana qudwah kita, Nabi Muhammad Saw. memiliki akhlak yang
baik dan sifat-sifat mulia. Dengan sifat-sifat tersebut, beliau mampu membawa
risalah yang Allah Swt. amanatkan kepadanya dengan membuahkan hasil yang
memuaskan, diantaranya dengan melahirkan generasi-generasi yang tangguh dan
memiliki iman serta ketakwaan kepada Allah Swt. Sehingga, tak jarang beliau
mendapat acungan jempol dari musuh-musuhnya dikarenakan akhlaknya yang
mulia.
Dan setelah kita mengetahui akan pentingnya akhlak mulia dalam Islam,
timbul pula satu pertanyaan, adakah kita mampu membentuk akhlak yang mulia
dalam kepribadian kita sehari-hari ? dan mampukah kita merubah tabiat buruk
seseorang dan membimbingnya untuk berakhlak baik ?.
Ada beberapa hal yang harus diketahui;
8
Akhlak yang baik secara umum dapat dibentuk didalam diri kita, karena
Allah Swt. memerintahkan kita untuk berakhlak yang mulia dan menjauhi akhlak
yang buruk. Dan jikalau hal ini tidak mungkin ditetapkan kepada manusia pasti
Allah tidak akan mentaklifkan kepada manusia karena Islam tidak memerintahkan
hal-hal yang mustahil kepada umatnya. Dan hal ini berdasakan kemampuan yang
dimiliki setiap individu dan juga ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Umumnya
manusia itu telah dianugerahi oleh sebagian akhlak, dan akhlak-akhlak ini bisa
terlihat dalam kehidupan sehari-hari.
Sabda Rasulullah Saw. kepada Abdul Qais;
“Sesungguhnya pada engkau ada dua sifat yang Allah Swt. dan Rasul-Nya
menyukai keduanya yaitu kelembutan dan kesabaran“;
kemudian ia bertanya kepada Rasulullah;
“saya akan berakhlak dengan keduanya, apakah Allah Swt. telah menciptakan
keduanya kepadaku ?”. Rasulullah Saw. bersabda “bahkan kedua-duanya
diciptakan kepada engkau”, maka ia menjawab; “alhamdulillah Allah Swt. telah
menciptakan kedua sifat kepadaku yang mana Allah dan Rasul-Nya menyukai
keduanya“.
Adapun cara-cara dalam membentuk akhlak yang baik :
a. Mengetahui macam-macam akhlak yang baik yang telah ditetapkan dalam
agama Islam dan juga macam-macam akhlak yang buruk yang telah
dilarang oleh Islam. Hal ini sangat penting sekali karena jikalau tidak
diketahui oleh seseorang muslim bagaimana ia bisa membedakan akhlak
yang baik dan akhlak yang tidak baik.
b. Seseorang muslim juga harus mengetahui dan menyadari akan pentingnya
ia berakhlak yang baik karena hal ini berhubungan dengan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah Swt. sebagaimana ia juga harus mengetahui akan
bahayanya berakhlak yang buruk.
9
c. Tidak cukup hanya dengan mengetahuinya saja, tapi juga harus
direalisasikan dalam prilaku sehari-hari sebagai bukti nyata dari keimanan
dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. karena akhlaq yang buruk itu
menunjukkan lemahnya keimanannya kepada sang Khalik, tapi akhlak
yang mulia menunjukkan tingginya iman dan takwa kepada Allah Swt.
d. Memelihara ma’ani-ma’ani aqidah Islam dalam diri karena ia merupakan
kunci keimanan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya yang bisa membuka
jiwa dalam menerima akhlak-akhlak Islami serta merealisasikannya
didalam kehidupan sehari-hari.
Dan masih banyak lagi cara-cara dalam membina dan membentuk akhlak
yang Islami. Sekarang kita telah mengetahui bahwa akhlak merupakan sesuatu
yang terbuka untuk pengembangan, yang memerlukan pendidikan dan latihan
secara kontinyu sehingga menjadi tabiat dan karakter yang melekat
dalamkehidupan sehari-hari yang tentunya kita tetap berqudwah kepada baginda
kita nabi Muhammad Saw. Wallahu A’lam.
2. Urgensi Akhlak
Benarkah akhlak menjadi kunci sukses seseorang dunia akhirat? Apakah
akhlak mempunyai eksistensi dalam Islam? Apakah akhlak menjadi penentu bagi
seseorang untuk masuk syurga? Bukankah cukup hanya dengan Iman, dan banyak
beribadah kita dapat masuk syurga? Apakah benar tujuan dari berbagai ibadah
dalam Islam, seperti puasa, shalat, zakat, dan haji untuk membentuk akhlak
mulia? Apakah tanpa akhlak mulia ibadah kita sia-sia?.
Untuk menjawab semua pertanyaan diatas, perlu kita telusuri dalam Al-
Quran dan Hadits, ternyata banyak hadits dan ayat yang secara langsung maupun
tidak langsung menghubungkan antara ritual/ibadah pembentukkan akhlak mulia,
hal ini dapat kita perhatikan dari berbagai ritual dalam Islam, tenryata semuanya
selalu berhubungan dengan pembentukkan akhlak mulia. Allah mengutus
10
Rasulullah untuk menyempurnakan akhlak manusia,” sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. (H.R. Ahmad).
Hadits tersebut dapat dipahami bahwa Rasulullah diutus untuk
memperbaiki akhlak manusia, mungkin kita akan bertanya, apakah Rasulullah
diutus hanya untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak? Tentu tidak
hanya itu saja, tetapi pada dasarnya syariat yang dibawa para Rasul bermuar pada
pembentukkan akhlak. Apakah manusia tidak mampu memperbaiki akhlaknya
sendiri, sehingga perlu diutus seorang Rasul? Bukankah manusia dibekali akal?
Dengan akalnya manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk? Mungkin disatu sisi argument tersebut ada benarnya, tetapi akal manusia
terbatas, kalau akal dapat menentukan baik dan buruk, tentunya Allah tidak perlu
lagi menurunkan kita-kitabnya, tidk perlu mengutus para Nabi untuk menjelaskan
Ayat-ayat-Nya.
Allah sangat peduli kepada manusia, Allah sangat tahu kemampuan
manusia, meskipun diberi akal manusia tetap makhluk yang lemah
pengetahuannya terbatas. Sehingga Allah perlu mengutus Nabi dan Rasul untuk
menjelaskan Kitab-Kitab-Nya dan menunjukkan manusia jalan yang lurus, dan
akhlak yang mulia.
Berbagai ritual diperintahkan Allah melalui para Nabi dan Rasul, ternyata
banyak bermuara pada pembentukkan akhlak, seperti dalam perintah Shalat,” dan
dirikanlah shalat, sesungguhnya Shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar,”
(Q.S. Al-Ankabut:45). Ayat tersebut secara jelas menyatakan, bahwa muara dari
ibadah Shalat adalah terbentuknya pribadi yang terbebas dari sikap keji dan
munkar, pada hakikatnya adalah terbentuknya manusia berakhlak mulia, bahkan
kalau kita telusuri proses ritual Shalat selalu dimulai dengan berbagai persyaratan
tertentu, seperti harus bersih badan, pakaian dan tempat, dengan cara mandi dan
wudhu, intinya Shalat dipersiapkan untuk membentuk sikap manusia selalu
bersih, patuh, tata peraturan, dan melatih seseorang untuk tepat waktu.
11
Dalam hadits Qudsi Allah berfirman,” sesungguhnya Aku menerima shalat
dari seseorang yang mengerjakannya dengan khusuk karena kebesaran-Ku, dan ia
tidak mengharapkan anugerah dari Shalatnya.
Sebagai hamba-Ku, ia tidak menghabiskan waktu malam karena
bermaksiat kepada-Ku, menghabiskan waktu siangnya untuk berdzikir kepada-
Ku, mengasihi orang miskin, Ibnu Sabili, mengasihi diri, dan menyantuni orang
terkena musibah. Ternyata, Allah menerima shalat seseorang bukan karena
sebagai hamba, tetapi lebih kepada kemuliaan akhlaknya, seperti ikhlas tanpa
pamrih, tidak bekerja karena atasan, menyantuni anak yatim, orang miskin, orang
yang terkena musibah, tidak bermaksiat. Bila akhlak kita belum baik, maka shalat
belum diterima, bahkan ada kemungkinan kita termasuk orang-orang tidak
berakhlak, lebih dari itu, jika kita belum mampu mencegah diri dari perbuatan keji
dan munkar, sebenarnya kita telah gagal dalam ritual shalat, dan kepribadian kita
diragukan.
Selanjutnya, akhlak juga dapat menentukan beriman atau tidaknya
seseorang,” demi Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak beriman, demi Allah
ia tidak beriman. Para sahabat bertanya, siapakah mereka wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab: orang yang tidak menyimpan rahasia kejelekan
tetangganya (H. R. Muslim). Hadits tersebut secara nyata mengandung arti bahwa
secara meyakinkan orang yang berakhlak buruk kepada tetangganya oleh
Rasulullah dianggap tidak beriman, selama ini mungkin kita menganggap
perbuatan jahat kita kepada orang lain atau tetangga sebagai sesuatu yang biasa,
sesuatu yang tidak akan berpengaruh pada eksistensi keimanan, padahal kalau kita
mengetahui, ternyata berakhlak jelek sangat besar pengaruhnya terhadap
keimanan.
Bahkan manusia paling jelek disisi Allah pada hari kiamat adalah manusia
berakhlak jelek,” sesungguhnya manusia paling jelek disisi Allah pada hari kiamat
adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain, karena menghindari
kejelekannya.” (H.R. Bukhari). Ternyata Allah menggolongkan manusia yang
12
tidak berakhlak termasuk manusia yang paling jelek dihadapan-Nya. Sebaliknya
orang yang paling dicintai oleh Rasulullah adalah yang paling baik akhlaknya,
sesungguhnya orang yang paling aku cintai dia yang paling dekat tempat
duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (H.R. At-
Tirmidzi).
Ternyata orang mukmin yang sempurna imannya bukan karena banyak
ibadahnya, tetapi yang baik akhlaknya,” orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (H.R. Abu Daud). Dalam ayat
lain, Allah menyatakan bahwa kita belum sampai kepada kebajikan yang
sempurna sebelum kita menafkahkan harta yang kita cintai, menafkahkan harta
kepada orang yang sangat memerlukan adalah wujud dari kesantunan dan
kedermawanan seseorang, dan sikap itu merupakan bukti kemuliaan akhlaknya,
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran:92).
Demikian juga orang bertakwa dan berakhlak mulia dijamin masuk
syurga,” penyebab utama masuknya manusia ke syurga, karena bertakwa kepada
Allah dan kemuliaan akhlaknya.” (H. R. Tirmidzi). Biasanya orang bertakwa akan
berbuat dan bersikap baik dan mengutamakan akhlak mulia, perbuatan baik
merupakan wujud kemuliaan akhlaknya, sedangkan perbuatan baik akan
menghapus perbuatan-perbuatan buruk,” sesungguhnya perbuatan-perbuatan
(akhlak) yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk.” (Q.S.
Hud:114). Ternyata keberhasilan ritual seseorang disisi Allah dilihat dari
sejauhmana ia telah menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.
13
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari sekian banyak uraian yang kami kemukakan, maka kami dapat
menyimpulkan bahwa:
a. Akhlak itu artinya tabiat, budi pekerti, watak, tatakrama, kesusilaan, sopan
santun, dan moral. Sedangkan jenisnya terbagi kepada dua bagian yaitu
akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) dan akhlak tercela (akhlakul
mazmumah);
b. Akhlak bertujuan untuk menciptakan manusia sebagai makhluk yang
tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk yang
lainnya. Sedangkan sumbernya akhlak itu dapat dibedakan atas dua
bagian, yaitu akhlak yang bersumber keagamaan dan akhlak yang
bersumber tanpa agama;
c. Akhlak terhadap sesama manusia itu antara lain akhlak terhadap orang tua,
akhlak terhadap saudara, akhlak terhadap tetangga, akhlak terhadap
sesama muslim, dan akhlak terhadap kaum lemah;
B. Saran
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas kelompok
pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan pokok bahasan mengenai
“Eksistensi dan Urgensi Akhlak dalam kehidupan Umat Islam”, maka kami ingin
menyampaikan saran sebagai berikut:
a. Kita sebagai manusia jangan sekali-kali melakukan akhlak yang buruk,
tetapi perbanyaklah melakukan akhlak yang baik;
b. Sebagai orang muslim, kita harus berbuat baik terhadap sesama manusia
yaitu kepada saudara, orang tua, kaum lemah dan tetangga. Walau pun
kaum lemah dan tetangga itu bukan orang muslim atau berlainan agama.
14
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Rifai, 1994, Aqidah Akhlak MA Kelas I, Semarang : CV.WICAKSANA;
H. Atjep Effendi, 1994, Aqidah Akhlak MTs Kelas III, Bandung : CV.ARMICO;
Mahyuddin, 1999, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta : KALAM MULIA
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1975
Rachmat Djatnika, Akhlak Mulia, Pustaka, Jakarta, 1996
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Raja Grafindo
http://al-bhustomy.blogspot.com/2009/02/eksistensi-akhlak-dalam-islam.html
http://riwayat.wordpress.com/2008/05/01/urgensi-akhlak-dalam-ritual-islam/
http://copypst.wordpress.com/makalah-akhlaq-buat-you/
15