ec 50 1

Upload: nur-hayati

Post on 10-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 EC 50 1

    1/31

    9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Anting-anting (Acalypha I ndica L.)

    Anting-anting merupakan tumbuhan perdu semusim, tumbuh tegak dan

    berambut, tinggi 30-50 cm. Batangnya bercabang dengan garis memanjang kasar.

    Letak daun berseling, bentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal lancip, tepi

    bergerigi, panjang daun 2,5-8 cm, lebar daun 1,5-3,5 cm. Bunga keluar dari ketiak

    daun, berupa bunga majemuk, kecil-kecil, tersusun dalam rangkaian malai,

    bentuknya mengerucut seperti anting-anting hingga disebut tumbuhan Anting-

    anting.

    Dalam satu tangkai terdiri dari 5-7 bunga. Buahnya kecil, akar dari

    tumbuhan ini sangat disukai kucing sehingga disebut juga tumbuhan kucing-

    kucingan. Tumbuhan ini tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan rumput, lereng

    gunung dan sebagainya. Perbanyakan tumbuhan ini dengan biji. Tumbuhan

    Anting-anting disebagian daerah Indonesia memiliki warna yang berbeda-beda,

    misalnya Sumatera disebut ceka mas, di Jawa disebut rumput bolong-bolong,

    telantang atau rumput kekosongan dan kucing-kucingan (Wijayakusuma, 2006).

    Klasifikasi tanaman Anting-anting adalah sebagai berikut (Kartesz dalam

    Halimah, 2000):

    Kerajaan : Plantae

    Subkerajaan : Tracheobionta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    9

  • 7/22/2019 EC 50 1

    2/31

    10

    Subkelas : Rosidae

    Bangsa : Euphorbiales

    Suku : Euphorbiaceae

    Marga :Acalypha L.

    Jenis :Achalypha indica L.

    Gambar 2.1 Tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.)

    Tanaman Anting-anting dibeberapa daerah dikenal dengan sebutan berikut

    ceka mas (Melayu), lelatang (Jakarta), rumput kokosongan (Sunda), rumput

    bolong-bolong (Jawa), dan anting-anting (Malang, Jawa Timur). Nama asing

    tanaman ini adalah Tie xian (Cina), copperleaf harb (Inggris) (Azarningsih,

    2009).

    MargaAcalypha menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, amida,

    glukosida dan sterol (Wei-Feng et al, 1994). Kartika (2004) menyebutkan bahwa

  • 7/22/2019 EC 50 1

    3/31

    11

    tanaman Anting-anting mengandung saponin, tanin, flavonoid, acalyphine dan

    minyak atsiri. Tanaman Anting-anting mengandung senyawa alkaloid, acalyphine

    dan asam galat (Wijayakusuma, 2006).

    Hasil-hasil penelitian tanaman Anting-anting adalah sebagai berikut

    Halimah (2010) melakukan uji fitokimia dan toksisitas pada tanaman Anting-

    anting, yang mana pada ekstrak etanol, kloroform, dan n-heksana didapatkan nilai

    LC50 berturut-turut 71,5390 ppm, 149,819 ppm, dan 58,8791 ppm. Wahyuni

    (2010) melakukan uji fitokimia dan toksisitas pada tanaman Anting-anting yang

    didapatkan hasil pada ekstrak etil asetat mengandung senyawa tanin dan alkaloid,

    ekstrak diklorometana mengandung senyawa triterpenoid, ekstrak petroleum eter

    mengandung senyawa steroid menunjukkan nilai LC50 berturut-turut 21,006 ppm,

    17,6495 ppm, 11,8547 ppm. Berdasarkan hasil uji toksisitas penelitian tanaman

    Anting-anting dilanjutkan dengan uji antimalaria dan antibakteri. Zamrodi (2011)

    melakukan uji antibakteri pada tanaman Anting-anting yang menunjukkan bahwa

    ekstrak etanol mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Staphylococcus

    aureus danEscherchia coli. Husna (2011) mengidentifikasi senyawa pada ekstrak

    etil asetat dan uji antimalaria in vivo pada hewan uji, yang menunjukkan bahwa

    ekstrak etil asetat berpotensi sebagai antimalaria dengan % penghambatan parasit

    sebesar 8587 %. Inayah (2011) isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari

    ekstrak metanol tanaman Anting-anting, didapatkan hasil senyawa flavonoid

    golongan flavonol yang menggunakan eluen metanol:kloroform (1:39) sebagai

    eluen terbaik untuk pemisahannya. Hal ini juga dilakukan Zahro (2011) yaitu

    isolasi dan identifikasi senyawa triterpenoid pada ekstrak n-heksana tanaman

  • 7/22/2019 EC 50 1

    4/31

    12

    Anting-anting yang menunjukkan bahwa senyawa yang triteroenoid pada ekstrak

    n-heksana adalah golongan triterpenoid asam karboksilat.

    Tanaman Anting-anting merupakan salah satu tumbuhan ciptaan Allah

    SWT. Tumbuhan yang diciptakan Allah SWT memiliki manfaat yang sangat

    banyak terhadap manusia . Al-Quran menyebutkan bahwa sejumlah buah-

    buahan yang menurut ilmu pengetahuan modern memiliki khasiat untuk

    mencegah beberapa penyakit. Bahkan tanaman yang dianggap liar pun juga

    mempunyai potensi dalam bidang farmakologi (Mahran dan Mubasyir, 2006).

    Umat Islam diperintahkan dalam al-Quran untuk mempelajari setiap

    kandungan ayatnya. Kita perlu meningkatkan pemahaman mengenai ayat-ayat al-

    Quran, karena di dalamnya terkandung pengetahuan yang banyak terhadap alam

    semesta. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Jaatsiyah ayat 13 yaitu:

    "Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumisemuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian

    itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang

    berfikir."

    Ayat ini menyatakan bahwa di jagad raya ini semua makhluk diciptakan

    bermacam-macam jenis dan ukurannya yang ditundukkan untuk kepentingan

    manusia atas kehendak Allah SWT. Segala nikmat ini merupakan bukti kekuasaan

  • 7/22/2019 EC 50 1

    5/31

    13

    Allah bagi kaum yang memikirkan ayat-ayat, mengkajinya dan melakukan

    penelitian ilmiah (Mahran, 2006).

    Salah satu nikmat Allah SWT adalh meciptakan tanaman-tanaman yang

    baik dan bermanfaat. Seperti yang dijelaskan pada ayat al-Quran surat Luqman

    ayat 10 berikut ini:

    Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia meletakkan

    gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan

    kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. dankami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya segala macam

    tumbuh-tumbuhan yang baik.

    Berdasarkan ayat-ayat tersebut tergambarkan betapa besarnya kekuasaan

    Allah SWT jika kita memikirkanya. Semua yang diciptakaNya tidak ada yang sia-

    sia,baik dilangit maupun dibumi. Ciptaan-ciptaan Allah SWT memiliki maksud

    yang telah dijelaskan oleh al-Quran agar manusia dapat mengetahuinya. Salah

    satu contoh nyata adalah tanaman Anting-anting yang memiliki khasiat sebagai

    tanaman obat. Pada kenyataannya tanaman Anting-anting ini merupakan tanaman

    perdu yang tumbuh liar disekitar masyarakat.

    2.2 Maserasi

  • 7/22/2019 EC 50 1

    6/31

    14

    Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana (Ansel, 1989 dalam

    baraja, 2008). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisa dalam

    cairan penyari (pelarut). Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

    rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut, karena adanya

    perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,

    maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga

    terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Pada

    penyarian dengan maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan untuk

    meratakan konsentrasi larutan di luar serbuk simplisa, sehingga dengan

    pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang

    sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Halimah

    (2010) menyebutkan hasil maserasi serbuk tanaman Anting-anting dengan

    perendaman selama 24 jam dan kecepatan shaker 150 rpm adalah sebagai

    berikut:

    Tabel 2.1. Hasil maserasi serbuk tanaman Anting-anting

    Pelarut Volume

    (mL)

    Perubahan filtrat Warna

    ekstrak pekat

    Rendemen

    (%)

    Etanol 1200 Hijau tua pekatmenjadi hijau pucat

    Hijau tuakecokelatan

    4,397

    Kloroform 900 Hijau kecoklatan

    menjadi hijau

    kecokelatan pucat

    Hijau tua

    0,876

    n-heksana 900 Kuning pekatmenjadi kuning

    pucat

    Kuningkehijauan

    0,109

    Sumber (Halimah, 2010)

  • 7/22/2019 EC 50 1

    7/31

    15

    2.3 Metode DPPH

    Radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) adalah suatu senyawa organik

    yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada panjang

    gelombang maksimum (max) 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi

    dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan

    berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan

    spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson, 2007).

    Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan

    rangkap terkonjugasi pada DDPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya

    penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya

    kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi. Metode DPPH merupakanmetode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk skrening aktivitas penangkap

    radikal beberapa senyawa (Koleva et al., 2001 citMarxen et al., 2007), selain itu

    metode ini terbukti akurat, reliabel dan praktis (Prakash et al., 2001).

    Yen dan Chen (1995) Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode

    DPPH 1,1-difenil 2- pikrilhidrazil yang merupakan radikal bebas, yang jika

    direaksikan dengan ekstrak tanaman yang mengandung antioksidan maka akan

    terjadi reaksi penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH

    (ungu) yang kemudian berubah 1,1-difenil 2- pikrilhidrazin (kuning). Mekanisme

    reaksi metode DPPH adalah sebagai berikut :

  • 7/22/2019 EC 50 1

    8/31

    16

    O2N

    N-N(C6H5)2

    NO2

    NO2

    + AH

    O2N

    N-N(C6H5)2

    NO2

    NO2

    H

    + A

    1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-Difenil-2-picrilhidrazin

    Gambar 2.2 Mekanisme reaksi DPPH dengan antioksidan

    Reduksi DPPH menjadi DPPH-H disebabkan adanya donor hidrogen dari

    senyawa hidroksil baik di dalam ekstrak etanol maupun di dalam fraksi hasil

    pemisahan. Oleh karena itu terjadi pengurangan jumlah hidrogen yang dapat

    didonorkan dari fraksi hasil pemisahan pada DPPH. Pada senyawa standar

    quersetin peredaman warna terjadi lebih efektif jika dibanding ekstrak etanol

    maupun fraksi hasil pemisahan. Hal ini dikarenakan dalam molekul quersetin

    mempunyai lima gugus hidroksil. Jumlah ini cukup banyak pada setiap

    molekulnya untuk mereduksi DPPH. Berikut ini orientasi besarnya reduksi DPPH

    oleh gugus hidroksil (Rahayu, dkk, 2010) :

    1OH 2OH 3OH 4OH 5OH

    Reduksi DPPH semakin besar

    Gambar 2.3 Orientasi besarnya reduksi DPPH oleh gugus hidroksil

  • 7/22/2019 EC 50 1

    9/31

    17

    Mardawati (2008) menyebutkan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak

    kulit manggis menggunakan DPPH pada fraksi metanol memberikan nilai EC50

    sebesar 8,00 mg/L. EC50 adalah suatu bilangan yang menunjukkan konsentrasi

    ekstrak yang mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%. Secara spesifik,

    suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai EC 50 kurang

    dari 50 ppm, kuat untuk EC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika EC50 bernilai 100-

    150 ppm, dan lemah jika EC50 adalah 150-200 ppm. Sistem pertahanan

    antioksidan secara fisiologis dan farmakologis bekerja dalam tiga kategori yaitu

    pencegahan, pencegatan, dan pemulihan. Sebagian besar antioksidan bekerja pada

    tingkat pencegatan, dengan menyingkirkan prooksidan, terutama dari bagian sel-

    sel sensitif (Hidajat, 2005).

    2.4 Antioksidan

    Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi

    elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah

    senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak oksidan dalam tubuh.

    Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa

    yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat

    (Winarsi, 2007). Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam

    struktur molekulnya (Sunarni dalam Kuncahyo, 2007).

    Antioksidan sebenarnya didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja

    menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif

    membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Tetapi mengenai radikal

  • 7/22/2019 EC 50 1

    10/31

    18

    bebas yang berkaitan dengan penyakit, akan lebih sesuai jika antioksidan

    didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya

    radikal bebas oksigen reaktif. Contoh antioksidan yaitu vitamin E, vitamin C,

    kelompok karetonoid (beta karoten, likopen, dan lutein), serta kelompok

    flavonoid. Sedangkan contoh mineral antioksidan yaitu selenium dan seng. Secara

    alami, antioksidan dapat diperoleh dari sayur dan buah yang kita konsumsi setiap

    hari (Anonymous, 2010).

    2.4.1 Mekanisme Kerja Antioksidan

    Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama

    merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.

    Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai

    antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat

    keradikal lipida (R, ROO) atau mengubahnya dalam bentuk lebih stabil,

    sementara turunan radikal antioksidan (A) tersebut memiliki keadaan lebih stabil

    dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan,

    yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar

    mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida

    kebentuk lebih stabil (Gordon,1993).

    Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada

    lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.

    Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi

    maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A) yang terbentuk pada reaksi

  • 7/22/2019 EC 50 1

    11/31

    19

    tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi

    dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon,1993) :

    Inisiasi : R + AH ----------> RH + A

    Radikal lipid

    Propagasi : ROO + AH -------> ROOH + A

    Gambar 2.4 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida(Gordon, 1993).

    Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi

    lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan

    perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri

    dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi

    terjadi pembentukan radikal asam lemak yaitu suatu senyawa turunan asam lemak

    yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom

    hidrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak

    akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2).

    Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan

    hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3) (Nugroho, 2009).

  • 7/22/2019 EC 50 1

    12/31

    20

    Inisiasi : RH- R* + H* (1)

    Propagasi : R* + O2ROO* (2)

    ROO* + RHROOH +R* (3)

    Gambar 2.5 Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemakmenghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru.

    Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih

    lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan

    keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa adanya

    antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui reaksi

    antara radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4) (Nugroho,

    2009).

    Terminasi : ROO* +ROO*- non radikal (reaksi 4)

    R* + ROO*- non radikal

    R* + R* non radikal

    Gambar 2.6 Reaksi antara radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal

  • 7/22/2019 EC 50 1

    13/31

    21

    2.5 Radikal Bebas

    Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang

    radikal bebas (free radical) dan antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar

    penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh.

    Tampaknya oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial dalam kehidupan.

    Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi

    pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu

    keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degenaratif,

    seperti aging, artritis, kanker, dan lain-lain (Marx dalam Winarsi, 2007).

    Sering kali pengertian oksidan dan radikal bebas dianggap sama karena

    keduanya memiliki kemiripan sifat. Kedua jenis senyawa ini juga memiliki

    aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui

    proses yang berbeda (Winarsi, 2007). Dalam ilmu kimia, pengertian oksidan ialah

    senyawa penerima elektron (electron acceptor), yaitu senyawa yang dapat

    menarik elektron.

    Menurut Soeatmaji (1998), yang dimaksud radikal bebas (free radical)

    adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron

    tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari

    pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada

    disekitarnya. Jika elektron yang terikat oleh senyawa radikal yang bersifat ionik,

    dampak yang timbul memang tidak begitu bahaya. Akan tetapi, bila elektron yang

    terikat radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen, akan sangat

    berbahaya karena ikatan digunakan secara bersama-sama pada orbital terluarnya.

  • 7/22/2019 EC 50 1

    14/31

    22

    2.6 Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atas

    distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fase. Menurut pengertian ini

    kromatografi selalu melibatkan dua fase yaitu fase diam (stationari phase) dan

    fase gerak (mobilephase). Fase diam dapat berupa padatan atau cairan yang

    terikat pada permukaan padatan (kertas atau adsorben), sedangkan fase gerak

    dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut atau gas pembawa yang inert.

    Gerakan fasa ini mengakibatkan terjadi migrasi diferensial komponen-komponen

    dalam sampel (Soebagio, 2002).

    Kromatografi lapis tipis mirip dengan kromatografi kertas. Bedanya kertas

    digantikan lembaran kaca atau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben

    seperti alumina, silika gel, selulosa atau materi lainnya. Kromatografi lapis tipis

    lebih bersifat reprodusibel (bersifat boleh ulang) dari pada kromatografi kertas

    (Soebagio, 2002).

    Media pemisahanya adalah lapisan dengan ketebalan sekitar 0,1 sampai

    0.3 mm. Lempeng yang paling umum digunakan berukuran 8 2 inci. Zat padat

    yang umum digunakan adalah alumina, gel silika dan selulosa (Day dan

    Underwood, 2001).

    Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis

    menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut:

    Harga Rf = Jarak senyawa yang terelusi ..........................(2.1)

    Jarak pelarut yang mengelusi

  • 7/22/2019 EC 50 1

    15/31

    23

    Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan

    dengan harga-harga Rf standart. Harga Rf dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

    yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT diantaranya adalah struktur kimia

    dari senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya,

    jenis eluennya serta jumlah cuplikan yang digunakan tidak terlalu berlerbihan

    (Sastrohamidjojo,1991).

    Nurhayati, dkk (2006) menyebutkan isolat ekstrak etil asetat dari rimpang

    lenkuas merah dengan eluen metanol dan etil asetat memiliki nilai Rf yaitu 0,87

    dan 0,85. Hasil isolasi diperoleh 1 noda oranye dengan Rf 0,65 menggunakan

    eluen etil asetat : n-heksana (7:5). Setelah diuji fitokimia ternyata isolat positif

    adanya flavonoid dengan memberikan warna merah yang khas setelah direaksikan

    dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Proses isolasi terhadap fraksi n-butanol dengan

    menggunakan cairan pengembang I, didapatkan 5 (lima) bercak senyawa

    flavonoid yang mempunyai Rf 0,22; 0,29; 0,37; 0,48 dan 0,60. Bercak dominan

    adalah yang mempunyai Rf 0,37 dan 0,48 (Wijono, 2003).

    Sukadana, dkk (2004) hasil pemisahan kromatografi kolom dan

    kromatografi lapis tipis ekstrak kental n-heksana batang tumbuhan brotowali

    mempunyai nilai Rf yaitu fraksi A 0,04 dan 0,08, sedangkan fraksi B 0,05; 0,08;

    0,16 dan fraksi C 0,09. Karena pada uji kemurnian menggunakan kromatografi

    lapis tipis dengan berbagai campuran fase gerak menunjukkan bahwa pada fraksi

    C hanya terkandung 1 noda. Dengan nilai Rf fase gerak n-heksana : kloroform

    (2:1) 0,71, metanol : kloroform (5:2) Rf 0,42, n-heksana : kloroform (1:1) Rf 0,86

  • 7/22/2019 EC 50 1

    16/31

    24

    dan fase gerak metanol kloroform (1:2) Rf 0,26. Dari hasil uji fitokimia isolat

    fraksi C positif triterpenoid dengan memberikan warna hijau menjadi merah ungu

    2.7 Identifikasi Senyawa Aktif

    2.7.1 Spektroskopi UV-Vis

    Spektroskopi UV (Ultra-Violet) merupakan spektroskopi yang

    menggunakan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang daerah UV-Vis.

    Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak merupakan

    salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk

    gelombang. Panjang gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu

    gelombang yang berdekatan (Rohman, 2009).

    Penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa organik didasarkan

    pada transisi n- * ataupun - *. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum

    sekitar 200 ke 700 nm yang digunakan dalam eksperimen dan karenanya

    memerlukan gugus kromofor dalam molekul itu (Day dan Underwood, 1999).

    Kromofor merupakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi

    dalam daerah-daerah UV dan Vis, pada senyawa organik dikenal pula gugus

    auksokrom yaitu gugus jenuh yang terikat pada kromofor. Terikatnya gugus

    auksokrom pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas

    serapan maksimum (Sastrohamidjojo, 2001).

    Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum Ultra Violet dan

    terlihat tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra Ultra Violet

    terlihat dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi diantara

  • 7/22/2019 EC 50 1

    17/31

    25

    tingkatan tenaga elektronik. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperoleh bila

    elektron-elektron dalam ikatan tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam

    daerah Ultra Violet dari 120 sampai 200 nm (Sastohamidjojo, 2007).

    Suatu Spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang

    continue, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan

    suatu alat untuk mengukur perbedaan absorsi sampel dan blangko (Khopkar,

    2005).

    Isolat F2.6 dari ekstrak n-butanol positif mengandung senyawa golongan

    flavonoid. Dari spektrum Ultra Violet-Visibel, dapat diduga bahwa senyawa

    flavonoid tersebut merupakan golongan flavanon atau dihidroflavanol, yang dapat

    dilihat dari rentang panjang gelombangnya yaitu antara 275295 nm (pita II) dan

    350 400 nm berupa bahu (pita I). Penambahan pereaksi geser menunjukkan

    tidak adanya gugus hidroksi pada atom C-3 dan C-5, adanya gugus hidroksi pada

    atom C-7, dan tidak adanya gugus orto dihidroksi pada cincin A, B maupun C,

    serta terdapatnya gugus Oglikosida pada atom C-7 (Astiti dan Setiawan, 2010).

    Menurut literatur spektrum khas flavonoid terdiri dari dua pita yaitu 240-

    295 nm (pita II) dan 300-350 nm (pita I) (Markham,1988; Mabry, 1970).

    Identifikasi dengan UV menunjukkan bahwa isolat ekstrak etil asetat rimpang

    lengkuas merah termasuk golongan senyawa flavonoid karena spektrumnya

    berada pada rentangan panjang gelombang tersebut. Rentangan pita serapan

    senyawa hasil isolasi dalam pelarut metanol berada pada panjang gelombang 235-

    270 nm (pita II) dan 300-345 nm (bahu / pita I). Pita serapan tersebut berada

    daerah serapan senyawa flavanon. Flavanon mempunyai pita serapan pada

  • 7/22/2019 EC 50 1

    18/31

    26

    rentangan panjang gelombang 270-295 nm (pita II) dan 310-350 nm (pita I /bahu)

    (Markham,1988; Mabry, 1970). Sehingga diperkirakan senyawa hasil isolasi

    termasuk senyawa flavonoid jenis flavanon (Nurhayati, dkk, 2006).

    Rita (2010) menyebutkan bahwa ekstrak etanol dan n-heksana rimpang

    temu putih yang mana dari uji fitokimia ekstrak positif mengandung senyawa

    triterpenoid. Hasil analisis isolat dalam etanol dengan menggunakan

    spektrofotometer UV-Vis memberikan dua puncak serapan. Munculnya serapan

    maksimum pada panjang gelombang 242 nm diduga diakibatkan oleh adanya

    transisi elektron dari n * yang disebabkan oleh adanya suatu kromofor C=O.

    Hal ini didukung dari hasil analisis spektrofotometri inframerah yang

    menunjukkan isolat mempunyai gugus fungsi C=O pada daerah bilangan

    gelombang 1728,22 cm-1. Serapan landai pada panjang gelombang 280 nm

    kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya transisi elektron dari n * yang

    disebabkan oleh adanya ikatan rangkap C=O. Analisis isolat aktif antimakan dari

    ekstrak n-heksana batang tumbuhan brotowali dengan spektrofotometer UV-Vis

    menghasilkan dua serapan pada panjang gelombang 288,6 nm dan 310,6 nm.

    Serapan pada panjang gelombang 288,6 nm kemungkinan diakibatkan oleh

    terjadinya transisi elektron dari *. Hal ini didukung oleh adanya serapan dari

    gugus fungsi C=O pada spektrum IR. Serapan pada panjang gelombang 310,6 nm

    kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya transisi elektron n * karena pada

    spektrum IR juga menunjukkan serapan C=C alifatik (Sukadana, 2004).

  • 7/22/2019 EC 50 1

    19/31

    27

    2.7.2 Spektroskopi IR

    Pada dasarnya spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)

    adalah sama dengan spektrofotometer infrared dispersi, yang membedakannya

    adalah pengembang pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infrared melewati

    contoh (anonymous, 2009).

    Spektrum inframerah senyawa organik biasanya terlalu rumit untuk jenis

    analisis lengkap yang dapat dicapai oleh spektrum NMR (Nucleomagnetic

    Resonance). Akan tetapi informasi yang sangat berguna didapat dengan

    mengamati frekuensi gugus yang khas. Korelasi frekuensi gugus khas telah

    dikumpulkan dari sejumlah besar senyawa. Pada dasarnya semua senyawa organik

    akan mempunyai beberapa puncak serapan inframerah pada daerah 2800 dan 3300

    cm-1, karena ini merupakan daerah terjadinya frekuensi rentangan khas C-H.

    Frekuensi rentang O-H alkohol menghasilkan puncak serapan besar di daerah

    3200-3600 cm-1. Sebuah gugus hidroksil bebas memberikan puncak tajam

    disekitar 3600cm-1 dan puncak lebar yang biasanya terlihat adalah akibat interaksi

    ikatan hidrogen (Pine, 1988). Pada daerah bilangan gelombang 1450,47 cm-1

    dan

    1381,03 cm-1

    yang merupakan serapan CH2 dan CH3 bending. Serapan tajam

    dengan intensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 1728,22 cm

    -1

    diduga

    karena adanya gugus fungsi C=O dari suatu asam karbosilat (Lambert, dkk, 1976).

    Sedangkan munculnya pita serapan tajam dengan intensitas kuat pada daerah

    bilangan gelombang 1620,21 cm-1

    menunjukkan adanya gugus fungsi C=C

    alifatikstretching(Silverstein, dkk, 1981).

  • 7/22/2019 EC 50 1

    20/31

    28

    Sukadana (2007) data spektrum inframerah isolat ekstrak n-heksana

    batang tumbuhan brotowali yang mana dari uji fitokimia positif senyawa

    triterpenoid dengan timbulnya warna hijau-merah ungu ketika diuji dengan

    pereaksi Liebermann-Burchard menunjukkan adanya serapan melebar dengan

    intensitas kuat pada daerah bilangan 3435,9 cm-1

    yang diduga serapan O-H dan

    didukung dengan adanya serapan tajam dengan intensitas kuat pada daerah

    bilangan gelombang 1241,2 cm-1

    dan 1108,1 cm-1

    yang diduga merupakan gugus

    C-O stretching. Adanya pita tajam dengan intensitas kuat pada daerah bilangan

    gelombang 2921,3 cm-1 dan 2850,3 cm-1 C-H stretching alifatik yang didukung

    adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1495,9 cm -1 dan 1457,3 cm-1

    yang diduga menunjukkan adanya gugus C-H bending alifatik. Serapan tajam

    dengan intensitas kuat juga terjadi pada bilangan gelombang 1717,7 cm-1 yang

    menunjukkan adanya gugus C=O stretching. Adanya serapan pada daerah

    bilangan gelombang 1654,4 cm-1 diduga gugus C=Cstretchingalifatik.

    Adfa (2007) spektrum inframerah isolat hasil isolasi daun kemuning

    memberikan serapan pada angka gelombang KBrMaks cm-1

    : 3260; 1660; 1620;

    1520; 1440; 1365; 1285; 1260; 1225; 1200; 1175; 1145; 1125; 1080; 1040; 1010;

    940; 860; 835; 780 dan 745 yang menunjukkan adanya senyawa golongan

    flavonoid dengan serapan yang khas pada daerah 3260 cm-1 yang diduga

    merupakan serapan OH fenol. Cincin aromatis ditunjukkan oleh puncak yang

    muncul pada daerah 1650-1450 cm-1

    , senyawa hasil isolasi memberikan puncak

    sekitar 1620 cm-1

    dan 1520 cm-1

    yang merupakan regangan C=C aromatis dan

    didukung oleh pita serapan pada 860 cm-1; 835 cm-1; 940 cm-1 serta pada daerah

  • 7/22/2019 EC 50 1

    21/31

    29

    1440 cm-1

    terdapat pita yang sangat kuat dan tajam yang merupakan regangan

    cincin aromatis. Senyawa hasil isolasi memperlihatkan serapan pada angka

    gelombang 1660 cm-1 yang mengindikasikan serapan untuk gugus karbonil C=O,

    didukung oleh puncak 1145 cm-1. Menurut literatur regang C=O yang karaktristik

    untuk senyawa-senyawa flavonoid adalah 1700-1750 cm-1

    yang didukung oleh

    adanya puncak pada daerah sidik jari dengan angka gelombang 1158 cm-1

    .

    Serapan karbonil senyawa hasil isolasi ini lebih kecil karena adanya konjugasi

    ikatan rangkap. Senyawa karbonil disini adalah golongan ester yang diperkuat

    oleh puncak puncak yang kuat pada daerah 1300-1000 cm-1 (Adfa, 2007).

    2.8 Senyawa Hasil Metabolik Sekunder

    2.8.1 Triterpenoid

    Terpena merupakan senyawa organik bahan alam yang terdapat dalam

    metabolit sekunder tanaman, mencakup mono, seskui, di, tri dan senyawa

    politerpena. Senyawa terpena dikaitkan terhadap bentuk strukturnya yang

    merupakan kelipatan satuan lima atom karbon (isoprena) (Sastrohamidjojo, 1996).

    Berikut merupakan struktur dari isoprena :

    Gambar 2.7 Struktur isoprena

  • 7/22/2019 EC 50 1

    22/31

    30

    Senyawa terpenoid bebas dalam jaringan tanaman, tidak terikat dengan

    senyawa lain, tetapi banyak diantaranya terdapat sebagai glikosida dan ester dari

    asam organik (Robinson, 1995).

    Terpenoida merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan

    dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri

    (Lenny, 2006). Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal

    dari 6 satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30

    asiklik yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang kebanyakan berupa

    alkohol, aldehida, atau asam karboksilat (Harborne, 1987). Berbagai macam

    aktivitas biologis yang menarik dapat ditunjukkan oleh beberapa triterpenoida,

    dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat.

    Gambar 2.8 Skualena (Robinson, 1995)

    Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan

    senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.

    Triterpenoid pentasiklik yang umum terdapat dalam tanaman berbiji. Senyawa

    triterpenoid terutama terdapat dalam lapisan malam daun dan dalam buah, dan

  • 7/22/2019 EC 50 1

    23/31

    31

    juga terdapat dalam damar, kulit batang dan getah. Triterpenoid berfungsi sebagai

    pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne, 1987).

    Gambar 2.9 Kerangka cincin triterpenoid pentasiklik (A) Ursan (B) Oleanana

    (Robinson, 1995)

    Sebagian besar senyawa triterpenoid mempunyai kegiatan fisiologi yang

    menonjol sehingga dalam kehidupan sehari-hari banyak dipergunakan sebagai

    obat (Robinson, 1995).

    Gunawan dkk (2008) menyatakan bahwa eluen kloroform : metanol (3 : 7)

    dengan pereaksi Lieberman-Burchard dapat memisahkan ekstrak herba meniran

    (Phyllanthus niruri Linn) yang isolatnya positif mengandung triterpenoid dengan

    menghasilkan warna ungu muda. Eluen kloroform : metanol (10:1) dengan

    pereaksi Carr-Price (larutan antimon klorida 20% dalam kloroform) dapat

    memisahkan isolat yang mengandung triterpenoid (Harborne, 1987).

    Hasil identifikasi dengan KLT senyawa terpenoid dalam ekstrak etanol

    dan n-heksana dengan eluen n-heksana-etil asetat (2:8) (listiani dalam Halimah,

    2006) dengan penyemprot pengenal yaitu reagen Lieberman-Burchard. Dari hasil

    pemisahan dengan eluen n-heksana-etil asetat (2:8) diperoleh 7 noda yang terpisah

  • 7/22/2019 EC 50 1

    24/31

    32

    dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm dari ekstrak etanol.

    Sedangkan ekstrakn-heksana terbentuk 3 noda yang terpisah dibawah sinar UV

    dengan panjang gelombang 366 nm. Hasil KLT dari senyawa triterpenoid pada

    ekstrak etanol dan ekstrak n-heksana ditunjukkan pada tabel 2.2 dan tabel 2.3

    (Halimah, 2010):

    Tabel 2.2 Hasil KLT senyawa triterpenoid pada ekstrak etanol

    No Rf tiap

    noda

    Warna noda di bawah sinar UV pada 366 nm

    Sebelum disemprot reagen

    Lieberman-Burchard

    Setelah disemprot reagen

    Lieberman-Burchard

    1 0,16 Merah muda Merah muda

    2 0,39 Merah muda Merah keunguan

    3 0,66 Merah muda Merah muda

    4 0,73 Merah muda Merah muda

    5 0,79 Kuning Kecokelatan Cokelat

    6 0,80 Merah keunguan Merah keunguan

    7 0,87 Merah sedikit kecokelatan Merah cokelat

    Sumber (Halimah, 2010)

  • 7/22/2019 EC 50 1

    25/31

    33

    Tabel 2.3 Hasil KLT senyawa triterpenoid pada ekstrakn-heksana

    No Rf tiap

    noda

    Warna noda di bawah sinar UV pada 366 nm

    Sebelum disemprot reagen

    Lieberman-Burchard

    Setelah disemprot reagen

    Lieberman-Burchard

    1 0,14 Merah muda Merah muda

    2 0,36 Merah terang Merah keunguan

    3 0,82 Merah kehitaman Merah kecokelatan

    Sumber (Halimah, 2010)

    Golongan senyawa triterpenoid hasil KLT setelah disemprot dengan

    reagen Lieberman-Burchard ditunjukkan dengan terbentuknya bercak noda merah

    ungu (violet) (Listiani dkk dalam Halimah, 2010), coklat ( Rita dkk, 2008) ungu

    tua (Bawa dalam Halimah, 2010).

    2.8.2 Flavonoid

    Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan

    keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga

    daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Markham, 1988).

    Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik

    yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Saat ini lebih dari 6000 senyawa yang

    berbeda masuk ke dalam golongan flavonoid. Flavonoid merupakan bagian

    penting dari diet kita karena banyak manfaatnya bagi kesehatan. Fungsi

    kebanyakan flavonoid dalam tubuh kita adalah sebagai antioksidan. Manfaat

    flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan

    sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi,

  • 7/22/2019 EC 50 1

    26/31

    34

    mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik. Dalam banyak kasus flavonoid

    dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari

    mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Fungsi flavonoid sebagai antivirus

    telah banyak dipublikasikan, termasuk untuk virus HIV (AIDS) dan virus herpes.

    Selain itu, flavonoid juga dilaporkan berperan dalam pencegahan dan pengobatan

    beberapa penyakit lain seperti asma, kataraks, diabetes, encok/rematik, migren,

    wasir, dan periodontitis (radang jaringan ikat penyangga akar gigi). Kemampuan

    sarang semut untuk pengobatan berbagai jenis kanker/tumor, TBC, dan

    encok/rematik berkaitan erat dengan kandungan flavonoidnya (Subroto, 2006).

    Kandungan flavonoid pada pada ekstrak daun kemuning memiliki nilai

    IC50 sebesar 126 g/mL (Rohman dan Riyanto, 2005). Sedangkan kandungan

    flavonoid pada fraksi hasil pemisahan ekstrak etanol daun ketapang memiliki

    aktifitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 172,523 ppm (Rahayu, dkk, 2010).

    Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mempunyai struktur C6-C3-C6.

    tiap bagian C6 merupakan cincin benzen yang terdistribusi dan dihubungkan oleh

    atom C3 yang merupakan rantai alifatik (Robinson, 1995).

    Gambar 2.11 Struktur inti senyawa flavonoid (Robinson, 1995)

    Flavonoid dipisahkan dengan pengembang paling populer adalah butanol-

    asam asetat air (4:1:5). Pelarut yang bersifat basa cenderung menguraikan

  • 7/22/2019 EC 50 1

    27/31

    35

    flavonoid, sedangkan untuk pelarut asam dapat menyebabkan asilasi bagian gula

    sehingga menimbulkan bercak jadian (Robison, 1995). Hasil KLT golongan

    senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol dengan eluen butanol-asam asetat-air

    (4:1:5) (Purwaningsih dalam Halimah, 2006) yang diuapi dengan uap amoniak

    menunjukkan 4 noda terpisah di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 366

    nm. Hasil KLT ekstrak etanol tanaman anting-anting dengan eluen butanol-asam

    asetat-air (4:1:5) ditunjukkan pada tabel 2.4 berikut ini :

    Tabel 2.4. Hasil KLT senyawa flavonoid pada ekstrak etanol

    No Rf tiap

    noda

    Warna noda di bawah sinar UV pada 366 nm

    Sebelum diuapi amoniak Setelah diuapi amoniak

    1 0,26 - Biru kehijauan

    2 0,4 Ungu Biru kehijauan

    3 0,56 Ungu Ungu

    4 0,82 Merah kecokelatan Merah keunguan

    Sumber (Halimah, 2010)

    2.8.3 Steroid

    Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh

    yang dinamakan siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti dengan 3

    cincin sikloheksana terpadu dan 1 cincin siklopentana yang tergabung pada ujung

    cincin sikloheksana tersebut. Beberapa turunan steroid yang penting ialah steroid

  • 7/22/2019 EC 50 1

    28/31

    36

    CH3

    CH3

    R

    alkohol atau sterol. Steroid lain antara lain asam-asam empedu, hormon seks

    (androgen dan estrogen) dan hormon kortikosteroid (Poedjiadi, 1994).

    Gambar 2.12 Struktur inti senyawa steroid (Poedjiadi, 1994)

    Reaksi warna yang digunakan untuk uji warna pada steroid adalah dengan

    reaksi Lieberman-Burchard yang menghasilkan warna hijau biru. Reaksi warna

    yang lain pada steroid dilakukan dengan Brieskorn dan Briner (asam klorosulfonat

    dan Sesolvan NK) menghasilkan warna coklat (Robinson, 1995).

    Uji yang banyak digunakan adalah Lieberman-Burchard yang dengan

    kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau biru (Harborne, 1987).

    Handayani dkk (2008) menyatakan bahwa hasil pemonitoran dengan metoda KLT

    pada isolat spon laut memperlihatkan pemisahan noda yang sangat baik

    menggunakan fase gerak n-heksana: etil asetat (7 : 3) dengan lampu UV254.Isolat

    diduga termasuk golongan steroid karena hasil uji dengan pereaksi metanol atau

    H2SO4 10 % berwarna merah muda dan pereaksi Liebermann-Burchard berwarna

    hijau, sedangkan dengan vanilin asam sulfat berwarna hijau kebiruan.

    Halimah (2006) senyawa steroid pada ekstrak kloroform tanaman anting-

    anting dengan eluen n-heksana-etil asetat (7:3) yang disemprot dengan pereaksi

    Lieberman-Burchard menunjukkan terbentuknya 4 noda yang terpisah dibawah

  • 7/22/2019 EC 50 1

    29/31

    37

    sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Hasil KLT dari senyawa steroid

    ditunjukkan oleh tabel 2.5 berikut ini :

    Tabel 2.5. Hasil KLT senyawa steroid pada ekstrak kloroform (Halimah, 2010)

    No Rf tiap

    noda

    Warna noda di bawah sinar UV pada 254 nm

    Sebelum disemprot reagen

    Lieberman-Burchard

    Setelah disemprot reagen

    Lieberman-Burchard

    1 0,57 Hijau Terang Hijau terang

    2 0,76 Hijau kekuningan Hijau terang

    3 0,94 Hijau Hijau kekuningan

    4 0,96 Cokelat Kekuningan Hijau kecokelatan

    2.8.4 Alkaloid

    Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya

    bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dar i

    cincin heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu

    dikaji dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang

    ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam

    nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid (Achmad

    dalam Widodo, 2007).

    Sebagian besar alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk

    cicin heterosiklik nitrogen serta mengandung subtituen yang tidak terlalu

  • 7/22/2019 EC 50 1

    30/31

    38

    bervariasi. Atom nitrogen alkaloida hampir selalu berada dalam bentuk gugus

    amin (-NR2) atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus

    nitro (NO2) atau gugus diazo. Sedangkan Subtituen oksigen biasanya ditemukan

    sebagai gugus fenol (-OH), metoksi (-OCH3) atau gugus metilendioksi (-O-CH2-

    O) substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri sebagian besar

    alkaloida (Lenny, 2006).

    Hanani (2005) menyebutkan bahwa hasil identifikasi kimia menunjukkan

    bahwa ekstrak Callyspongia sp mengandung senyawa alkaloid. Pada uji dengan

    pereaksi DPPH, bercak dari pemisahan ekstrak Callyspongia sp memberikan

    aktivitas peredaman radikal bebas. Senyawa yang memberikan aktivitas

    antioksidan dalam ekstrak adalah senyawa golongan alkaoid.

  • 7/22/2019 EC 50 1

    31/31

    39