digdo-sudigyo-8941-b-acara-6-comment(1)

20
BORANG No. Dokumen FO-UGM-BI-02- 15 Berlaku sejak 03 Maret 2008 LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00 LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI Halaman 1 dari 8 Mata Kuliah : Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan ACARA VI AKLIMATISASI PADA TANAMAN ANGGREK Dendrobium hybrid Nama : Digdo Sudigyo NIM : 12/334066/BI/08969 Golongan : B Asisten : Asri Fajar Milasari

Upload: digdo-sudigyo

Post on 12-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

,k

TRANSCRIPT

BORANGNo. DokumenFO-UGM-BI-02-15

Berlaku sejak03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUMRevisi00

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGIHalaman8 dari 8

Mata Kuliah

: Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan

ACARA VIAKLIMATISASI PADA TANAMAN ANGGREK Dendrobium hybrid

Nama

: Digdo SudigyoNIM

: 12/334066/BI/08969Golongan: BAsisten: Asri Fajar MilasariFAKULTAS BIOLOGIUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2015ACARA VIAKLIMATISASI PADA TANAMAN ANGGREK Dendrobium hybrid

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Teknik kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu teknik atau metode dalam menumbuhkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan serta organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik tersebut dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Dengan menggunakan eksplan yang telah di tumbuhkan dalam medium tertentu akan tumbuh sebagai indivudu baru yang disebut planlet. Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi merupakan aktivitas memindahkan tanaman dari lingkungan heterotrof menuju ke lingkungan autotrof, atau pemberian perlakuan hormon pertumbuhan dan penjagaan suhu tanaman kultur yang telah dibiakkan dalam botol kultur dengan nutrisi yang terjamin yang kemudian tanaman tersebut dipindahkan ke media tanah (Torres, 1989). Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Perlakuan ini dimaksudkan agar tanaman mampu mensintesis makanan sendiri tanpa bergantung pada nutrisi dalam media kembali. Tanaman yang tidak dlilakukan tahapan aklimatisasi akan mengalami kekurangan nutrisi karena kandungan atau unsur-unsur hara dalam media akan habis. Hal tersebut disebabkan kandungan hara yang terbatas.Walaupun sering ditemukan tanaman yang dalam tahapan aklimatisasi sebagian besar tidak dapat tumbuh, hal tersebut diduga karena tanaman hasil kultur relatif lebih rentan terhadap lingkungan yang suhunya tidak tetap atau fluktuatif,dan faktor ketrampilan peneliti juga menjadi salah satu penentu atas keberhasilan tahap aklimatisasi. Adapun tanaman yang paling baik untuk aklmatisasi adalah plantet anggrek. Faktor dan syarat-syarat untuk aklimatisasi yang dilakukan lebih mudah dan baik dibandingkan dengan plantet dari tanaman yang lainnya. Berdasarkan peristiwa tersebut, diperlukan percobaan maupun praktikum aklimatisasi tanaman plantet hasil kultur agar dapat mempelajari tahapan-tahapan dan faktor-faktor yang dapat menciptakan aklimatisasi yang sesuai bagi tanaman hasil kultur. b. PermasalahanBerdasarkan latarbelakang diatas maka dapat dirumuskan permasahan yaitu bagaimana tahapan-tahapan aklimatisasi yang sesuai untuk mendapatkan planlet yang mampu beradaptasi pada lingkungan dengan baik ? Serta faktor- faktor apa yang perlu diadaptasikan dari lingkungan in vitro ke lingkungan luar pada proses aklimatisasi?c. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mempelajari cara aklimatisasi yang sesuai untuk mendapatkan planlet yang mampu beradaptasi dengan lingkungan serta untuk mempelajari faktor faktor yang perlu diadaptasikan dari lingkungan in vitro dengan kondisi lingkungan luar. 2. Tinjauan PustakaKarakteristik fisiologis dan anatomi plantlet hasil kultur jaringan atau mikropropagasi perlu secara bertahap diadaptasikan dari lingkungan in vitro dengan alam terbuka. Untuk itu, suatu teknik yang disebut aklimatisasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan keadaan tanaman hasil kultur terhadap lingkungan luar sebelum ditanam di alam terbuka. Aspek yang diadaptasikan dalam teknik aklimatisasi yaitu kelembaban udara, suhu, intensitas cahaya, pertumbuhan autotrofik, dan lingkungan aseptik (Aitken et al., 1995). Di dalam aspek pertumbuhan autotrofik, tanaman harus dikondisikan agar tidak lagi menyerap nutrisi yang sudah ada dalam medium (heterotrof), melainkan memproduksi makanan sendiri dengan memanfaatkan cahaya melalui proses fotosintesis (autotrof) (Sathyanarayana & Varghese, 2007). Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989). Aklimatisasi dilakukan dengan cara memindahkan plantlet dari kondisi in vitro (botol) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol (in vivo) dengan menggunakan media tanah, atau pakis untuk tumbuhan anggrek, sehingga plantlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Aklimatisasi perlu dilakukan secara bertahap agar tanaman tidak kaget atau mengalami stress akibat perubahan yang terjadi secara mendadak, misalnya perubahan suhu yang relatif stabil ke suhu yang fluktuatif. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi (Kumar & Arya, 2007). Proses aklimatisasi dapat dimulai sementara plantlet masih in vitro dengan menurunkan kelembaban udara yang dapat dicapai dengan menggunakan desiccant dalam wadah atau botol kultur (Sathyanarayana & Varghese, 2007).

Masa aklimatisasi adalah masa yang kritis bagi plantlet di mana ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu lapisan kutikula yang tidak berkembang dengan baik dikarenakan kelembaban lingkungan in vitro yang cukup tinggi, sel-sel palisade daun hanya terbentuk dalam jumlah sedikit dan berukuran kecil sehingga kurang efektif dalam melakukan fotosintesis, jaringan vaskuler dari akar ke pucuk kurang berkembang yang menyebabkan penyerapan air kurang sempurna, dan morfologi daun yang abnormal akibat stomata yang seringkali tidak berfungsi (Pierik, 1997). Perbanyakan tanaman secara kultur in vitro saat peralihan dari heterotrhop ke autotroph juga rentan terhadap masa aklimatisasi. Organisme heterotroph adalah organisme yang kebutuhan makanannya memerlukan satu atau lebih senyawa karbon organik, makanannya tergantung pada hasil sintesis organisme lain. Adapaun organisme autotroph adalah organisme yang membuat makanannya dari zat-zat anorganik (Tripton et al, 2006).

Kondisi lingkungan yang khas pada kultur in vitro mengakibatkan plantlet tumbuh abnormal secara morfologi, anatomi, dan fisiologi. Setelah dilakukan transfer ex vitro, plantlet akan sangat mudah untuk dipengaruhi perubahan lingkungan. Dalam melakukan transfer ex vivo, diperlukan tahapan-tahapan aklimatisasi untuk mengimbangi abnormalitas pada plantlet. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam transfer ex vitro yaitu perubahan pada struktur daun, kelembaban udara, dan perubahan fisiologis dalam proses fotosintesis plantlet (Maschinski et al., 2012).Kriteria plantlet yang siap untuk diaklimatisasi di antaranya organ tubuhnya yang meliputi akar, batang dan daun telah lengkap, warna pucuk batang terlihat segar, pertumbuhan akar memenuhi media, serta ukuran tanaman proporsional dan normal (Bhojwani & Rasdan, 1996). ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 4 akar dengan panjang 1,5 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi (Gupta & Ibaraki, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plantlet ketika aklimatisasi di antaranya

1.Suhu

Dalam keadaan in vitro suhu optimal 21-25C dan suhu pada keadaan in vivo yaitu 30C. sehingga agar planlet tidak mati maka ketika aklimatisasi, suhu di tempat aklimatisasi harus dijaga agar tanaman atau planlet dapat beradaptasi dengan suhu pada keadaan in vivo (Yusnita, 2004).

2. Kelembaban

Dalam keadaan in vitro kelembaban udara 95% dan pada keadaan in vivo kelembaban udara 80% sehingga agar planlet dapat tumbuh ketika aklimatisasi maka secara bertahap udara diturunkan deri 95% in vitro menjadi 70-80% pada kondisi in vivo. Dengan ini lapisan kutikula terbentuk dan stomata mulai berfungsi(Wardiyati,1998).

3. Cahaya

Dalam keadaan in vitro intensitas cahaya sebesar 1000-3000 lux dan pada keadaan in vivo yaitu 4000 lux, sehingga ketika sklimstisasi berlangsung intensitas cahaya yang masuk berkisar antara 20-40% (Wardiyati,1998)Dalam praktikum ini digunakan plantet anggrek yang biasa digunakan untuk aklimatisasi tanaman dengan menggunakan kompot (komunitas pot). Adapun yang digunakan adalah tanaman anggrek hibrida. Ciri-ciri plantlet anggrek yang bagus adalah plantlet tidak berjamur, ukurannya seragam, komposisi daun dan akar seimbang, plantlet tidak kerdil, daun hijau segar tidak menguning, pseudobulb tampak dan mengeluarkan tunas baru (Yusnita, 2004).Kompot atau community pot adalah pot biasa yang dipakai untuk menyemai seedling anggrek secara kelompok. Adapun syarat penanamannya.yaitu pot diisi denga arang dan batu sampai 1/3 tinggi pot, digunakan kombinasi pupuk N, P dan K, ditaruh di tempat yang teduh dengan intensitas sinar matahari sekitar 20% (Wardiyati, 1998).3. Metode

a. Alat

Pada praktikum aklimatisasi ini alat yang digunakan adalah Kawat pengait yang digunkan untuk menarik bibit anggrek keluar dari botol, baskom yang digunakan untuk tempat untuk mencelupkan bibit yang berisis fungisida, serta kertas koran yang berfungsi untuk mengkering-anginkan bibit yang telah di celup pada fungisida,sedangkan pot berfungsi untuk menanam bibit.b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bibit anggrek dalam botolan, Fungisida, potongan pakis dan arang sebagai media tanam anggrek.

c. Cara Kerja

Langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum aklimatisasi yaitu adalah dengan persiapan bibit dan penanaman bibit. Pada tahap persiapan bibit , botol yang berisi bibit diisi dengan air dan digoyang-goyang untuk melunakkan agar. Kemudian bibit anggrek ditarik keluar menggunakkan kawat pengait. Selanjutnya bibit dicuci dari sisa media. Kemudian bibit dicelup ke dalam baskom yang berisi fungisida. Bibit diletakkan diatas koran kemudian dikering-anginkan. Tahapan selanjutnya adalah penanaman bibit. Pot diisi dengan arang sampai 2/3 volume pot, kemudian 1/3-nya diisi dengan pakis (yang telah direndam dengan pupuk NPK (1:1:1) selama 1 hari). Bibit ditanam berderet-deret rapat dengan bagian akar tertimbun. Kemudian Compot (community pot) diberi label (nama jenis anggrek, tanggal dan nama penanam). 4. Hasil dan Pembahasan a. HasilBedasarkan pengamatan selama 4 minggu terhadap aklimatisasi tanaman Dendrobium hibrida, maka hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah :

Gambar 1. Diagram rerata hasil aklimatisasi tanaman anggrek Dendrobium hibrida. golongan B pada minggu ke-4 setelah compoting.Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa rerata jumlah eksplan yang hidup setelah dilakukan aklimatisasi adalah hingga minggu ke-4 adalah sebesar 92%, sedangkan jumlah rerata eksplan yang mati setelah di aklimatisasi adalah sebesar 8%. Pengamatan dilakukan terhadap 6 pot ( 6 kelompok planlet) yang diamati selama 4 minggu dan diambil rerata tanaman yang mati dan yang hidup dari ketiga pot tersebut

Sedangkan kenampakan morfologi Dendrobium hibrida yang terlihat sebelum dan setelah 4 minggu compoting dtampilkan alam table berikut ini :

(a) (b)

Gambar 2. Morfologi Dendrobium sp. a) sebelum compot dan b) minggu ke-4 setelah compoting.

Seperti yang terlihat pada gambar 2 morfologi tanaman anggrek setelah di lakukan compoting memiliki daun dan akar lebih banyak. Namun dari gambar Namun pada selama IV minggu terdapat 4 tanaman yang membusuk sehingga tanaman tersebut tidak dapat digunakan. b. PembahasanAklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan plantlet agar dapat hidup di lapangan sehingga mampu menjadi tanaman yang normal. Planlet hasil kultur jaringan masih bersifat aseptik dan heterotrof karena terbiasa di lingkungan yang telah diatur untuk petumbuhannya, daunnya belum mampu berfotosintesis, sangat rentan terhadap respirasi berlebih, dan dimungkinkan mengalami kematian jika langsung ditanam di lapangan tanpa adanya proses aklimatisasi terlebih dahulu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, aklimatisasi sebaiknya dilakukan di dalam green house dikarenakan kondisi green house yang meliputi kelembaban, suhu, dan intensitas cahaya, yang telah diatur sedemikian rupa sehingga memperbesar kemungkinan keberhasilan planlet dalam beradaptasi dari lingkungan in vitro ke lapangan.

Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengeluarkan bibit dari botol kultur adalah mengisi botol dengan air lalu kemudian menggojognya. Tujuannya adalah melunakkan medium agar supaya planlet mudah dikeluarkan dari botol dan juga untuk membersihkan planlet dari agar. Perlakuan ini didasarkan pada sifat air yang mampu melarutkan senyawa-senyawa bersifat polar. Dalam mengeluarkan bibit dari botol harus dengan hati-hati agar tidak putus dan perlu dipastikan bibit tersebut telah berakar. Selanjutnya medium agar yang menempel pada akar planlet juga perlu dihilangkan dengan air bersih supaya tidak ada kemungkinan nutrisi dari medium terserap oleh bibit dan juga menghindarkan pertumbuhan jamur pada bibit.

Bibit direndam di dalam larutan fungisida selama 10 menit untuk mengurangi kemungkinan bibit terserang oleh kontaminan (jamur) selama aklimatisasi berlangsung. Media yang digunakan untuk menanam bibit anggrek adalah pakis dan arang yang sebelumnya telah disterilkan kemudian diisikan ke dalam community pot (compot) dengan ukuran 2/3 volume pot yang diisi dengan arang dan 1/3 nya diisi dengan pakis, pemindahan ke compot bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman yang heterotrof menjadi autotrof. Pemilihan arang yaitu karena arang mengandung Carbon (C) yang memiliki kemampuan menyerap air rendah namun memiliki aerasi dan drainase yang bagus, sehingga sifat ini menguntungkan jika digunakan untuk media tanam selain itu arang tidak mudah lapuk sehingga sulit ditumbuhi jamur atau cendawan yang dapat merugikan tanaman. Kemudian diatas arang diberi cacahan batang pakis, hal ini digunakan untuk media karena pakis memiliki sifat mudah mengikat air, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah ditembus oleh akar tanaman. Kemudian plantlet ditanam secara seragam yaitu plantlet yang besar ditaruh di pinggir dan yang kecil ditengah hai ini dimaksudkan agar plantlet yang besar dapat melindungi plantlet yang kecil. Penanaman plantlet juga diatur jaraknya agar plantlet tidak tumpang tindih yang dapat menyebabkan plantlet membusuk.Kemudian dilakukan perendaman media di dalam pupuk NPK (1:1:1) supaya media yang nantinya akan digunakan untuk menanam bibit sudah mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bibit. Bibit ditanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat dan dengan ukuran yang seragam untuk menyeragamkan penyerapan nutrisi, di mana bibit yang berukuran lebih besar ditanam pada posisi lebih di pinggir dibanding bibit berukuran kecil. Hal ini dimaksudkan supaya planlet yang besar dapat melindungi planlet yang kecil.

Community pot yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai diameter sekitar 7 cm. Sebelumnya compot diisi arang dan pakis yang volumenya telah ditentukan untuk selanjutnya ditanami bibit anggrek sebanyak kurang lebih 12 bibit. Tujuan penanaman dalam compot adalah untuk mempersiapkan kondisi pertumbuhan bibit-bibit kecil yang perkembangannya belum optimal hingga kemudian ditanam pada pot yang sesungguhnya.Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi adalah

1.Suhu

Dalam keadaan in vitro suhu optimal 21-25C dan suhu pada keadaan in vivo yaitu 30C. sehingga agar planlet tidak mati maka ketika aklimatisasi, suhu di tempat aklimatisasi harus dijaga agar tanaman atau planlet dapat beradaptasi dengan suhu pada keadaan in vivo (Yusnita, 2004).

2. Kelembaban

Dalam keadaan in vitro kelembaban udara 95% dan pada keadaan in vivo kelembaban udara 80% sehingga agar planlet dapat tumbuh ketika aklimatisasi maka secara bertahap udara diturunkan deri 95% in vitro menjadi 70-80% pada kondisi in vivo. Dengan ini lapisan kutikula terbentuk dan stomata mulai berfungsi(Wardiyati,1998). Kelembaban relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. Kelembaban relatif sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan.

3. Cahaya

Dalam keadaan in vitro intensitas cahaya sebesar 1000-3000 lux dan pada keadaan in vivo yaitu 4000 lux, sehingga ketika sklimstisasi berlangsung intensitas cahaya yang masuk berkisar antara 20-40% (Wardiyati,1998). Intensitas cahaya yang optimal dapat mempertinggi embriogenesis dan organogenesis.

Hasil yang didapatkan dari percobaan ini yaitu sebanyak 92% tanaman hidup sedangkan 8% sisanya mati. Prosentase tanaman yang hidup sangat besar, hal ini dikarenakan hampir semua tanaman dapat tumbuh optimal setelah ditanam di compot, selain itu akar tanaman anggrek bisa beradaptasi secara maksimal, dan bisa menyerap nutrient dari tanah secara sempurna. Hal tersebut dikarenakan akar dan daun banyak terbentuk sehingga tanaman tumbuh segar. Adapun tanaman yang mati membusuk karena tidak dapat menyerap nutrient dengan baik, dan terlalu menyerap banyak air. Tanaman yang ditumbuhkan pada medium buatan masih bersifat heterotrof sehingga apabila ditanam di green house mungkin akan mengalami stress. Rata-rata tanaman yang hidup masih memiliki warna daun yang hijau dan dalam keadaan segar, sedangkan tanaman yang mati ditandai dengan warnanya yang berubah menjadi coklat dan layu.

5. KesimpulanAklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan planlet agar dapat hidup di lapangan sehingga mampu menjadi tanaman yang normal dan bersifat autotrof. Planlet yang dapat bertahan hidup sejumlah 92% dan planlet yang mati ada 8%. Tanaman yang hidup berwarna hijau dan mampu tumbuh dengan baik, karena daun dan akar banyak terbentuk. Prosedur atau teknik yang digunakan untuk aklimatisasi meliputi penambahan air dan penggojokan dalam medium kultur, pencucian eksplan dari sisa medium, perendaman dala larutan pupuk dan fungisida, serta penanaman eksplan dalam kompot dengan medium arang dan potongan pakis kering. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi antara lain suhu, kelembaban, dan cahaya.

6. Daftar Pustaka

Aitken, J., T. Kozai, & M.A.L. Smith. 1995. Automation and Environmental Control in Plant Tissue Culture. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. p.501.

Bhojwani, S.S. & M.K. Razdan. 1996. Plant Tissue Culture: Theory and Practice. Elsevier Science. Amsterdam. p.498.Gupta, S.D. & Y. Ibaraki. 2008. Plant Tissue Culture Engineering. Springer publishers. Dordrecht. p. 412.Kumar, A. & H.C. Arya. 2009. Plant Tissue Culture and Molecular Markers. International Publishing House, Ltd. New Delhi. p.117.

Maschinkski,J and Kristin.E.H.2012.Plant Reintroduction in a Changing Climate.Island Press.USA. p:256.Pierik, L.M. 1997. In Vitro Culture of Higher Plants. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. p 127Sathyanarayana, B.N. & D.B. Varghese. 2007. Plant Tissue Culture: Practices and New Experimental Protocols. International Publishing House, Ltd. New Delhi. p.200. Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman and Hall. New York. London.p.35.Tripton ,C.M. Michael N.S.2006.ACSMS Advanced Exercise Plant Physiology.Lippincot William&Wilkins.USA. pp : 546-547.Wardiyati, Tatik. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Fakultas Pertanian. Malang, hal 34. Yusnita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta, hal 51.