cover dan lp farkol[1]

23
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KEMOTERAPI “ABSORPSI” Tanggal Praktikum : 7 November 2015 Kelas : E Kelompok: 1 Ketua : Shelby Febriyani Rahayu (0661 13 164) Anggota : 1. Handriana (0661 13 ) 2. Anggita Julia Putri (0661 13 151) Dosen Pembimbing : 1. Ir. E. Mulyati Effendi., MS 2. Yulianita, M.Farm 3. Nissa Najwa, M.Farm., Apt 4. Lusi Agus S., M.Farm.,Apt Asisten Dosen : 1. Ardiliyas Chaniago 2. Vevy Helpida Jaffarelli 3. Jenny Aditya

Upload: shelby-febriyani-rahayu

Post on 12-Feb-2016

251 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

farkol

TRANSCRIPT

Page 1: Cover Dan Lp Farkol[1]

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI KEMOTERAPI

“ABSORPSI”

Tanggal Praktikum : 7 November 2015

Kelas : EKelompok: 1

Ketua :Shelby Febriyani Rahayu (0661 13 164)

Anggota :

1. Handriana (0661 13 )

2. Anggita Julia Putri (0661 13 151)

Dosen Pembimbing :

1. Ir. E. Mulyati Effendi., MS

2. Yulianita, M.Farm

3. Nissa Najwa, M.Farm., Apt

4. Lusi Agus S., M.Farm.,Apt

Asisten Dosen :

1. Ardiliyas Chaniago

2. Vevy Helpida Jaffarelli

3. Jenny Aditya

LABORATORIUM FARMASIPROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR2015

Page 2: Cover Dan Lp Farkol[1]

LEMBAR PENGESAHANFARMAKOLOGI KEMOTERAPI

ABSORPSIKELOMPOK I

TanggalPraktikum : 7 November 2015

DOSEN PEMBIMBING :1. Ir. E. Mulyati Effendi., MS

2. Yulianita, M.Farm

3. Nissa Najwa, M.Farm., Apt

4. Lusi Agus S., M.Farm., Apt

KETUA :

…………Shelby Febriyani

(066113164)

ANGGOTA :

……………… ………………….

Handriana Anggita Julia Putri

(0661131 (066113151)

Page 3: Cover Dan Lp Farkol[1]

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Tujuan Percobaan

a. Mempelajari faktor yang mempengaruhi absorpsi obat yang mempengaruhi

intensitas efek obat yang timbul

b. Memahami bahwa media yang mempengaruhi absorpsi obat, mempunyai peran

penting dalam menentukan potensi suatu sediaan obat

c. Mempelajari pengaruh pH media terhadap kecepatan absorbsi di lambung

I.2 Latar Belakang

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan konstituen.

Proses interaksi obat didalam tubh sering disingkat dengan ADME yaitu absorpsi,

distribusi, metabolisme dan ekskresi. Absorpsi adalah suatu proses masuknya bioaktif

kedalam sirkulasi darah menuju target organ melalui berbagai mebran penghalang.

Kecepatan dan banyaknya obat yang diabsorpsi menentukan onset dan durasi suatu

sediaan. Bebrapa ffaktor penting yang berpengaruh pada jumlah dan kecepatan zat

untuk terabsorpsi yaitu rute pemberian obat, konsentrasi dan lamanya kontak dengan

tempat absorpsi. Sifat kimia dam fisika dari xenobiotik.

Bebagai mekanisme terlibat dalam proses ini diantaranya adalah absorpsi

secara pasif tanpa memerlukan adanya energi dan proses yang memerlukan energi

yang disebut dengan transport aktif. Selain dua mekanisme ini dikenal juga

mekanisme absorpsi lainnya diantaranya adalah absorpsi dengan teransport konvektif,

berfasilitas, pasangan ion dan pinositosis. Mekanisme absorbsi ini juga terjadi pada

lambung. Umunya obat yang bersifat mudah larut lemak akan mudah diabsorpsi oleh

tubuh karena membran barier tempat masuknya zat aktif sebagian besar tersusun dari

lemak pada bagian luarnya sehingga bersifat hidrofob. Kemampuan obat larut dalam

lemak atau air menentukan banyaknya jumlah obat yang diabsorpsi, pernyataan

tersebut disebut koefisien partisi.

Page 4: Cover Dan Lp Farkol[1]

1.3 Hipotesis

a. persentase absorpsi asam salisilat dalam suasana larutan asam lebih tinggi dari suasana

larutan basa

Page 5: Cover Dan Lp Farkol[1]

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Absorpsi

Proses absorpsi merupakan dasar penting dalam menentukan aktivitas

farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan

mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Faktor

mempengaruhi kecepatan dan besarnya absorbsi, termasuk bentuk dosis, jalur/rute

masuk obat, aliran darah ketempat pemberian, fungsi saluran pencernaan

(Gastrointestinal),  adanya makanan atau obat lain, dan variable lainnya (Abrams,

2005).

Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke

dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologic.

Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas

obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau

organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya,

membrane sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid

semipermeabel (Shargel and Yu, 1988). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat

itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan

banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama

adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membrane biologis obat masuk

keperedaran sistemik (Joenoes, 2002).

Obat pada umumnya diabsorpsi dari saluran pencernaan secara difusi pasif me

lalui membrane selular. Obat-obat yang ditranspor secara difusi pasif hanyalah yang

larut dalam lipid. Makin baik kelarutannya dalam lipid, maka baik absorpsinya. Obat-

obat yang digunakan sebagian besar bersifat asam atau basa organik lemah.

Absorpsi obat dipengaruhi derajat  ionisasinya  pada  waktu  zat  tersebut

berhadapan dengan membran. Membran sel lebih permeable terhadap bentuk obat

yang tidak terionkan dari pada bentuk obat yang terionkan. Derajat ionisasi tergantung

Page 6: Cover Dan Lp Farkol[1]

pada pH larutan dan pKa obat seperti terlihat pada persamaan Henderson-

Hasselbach sebagai berikut :

(Watson, 2007).

Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari

sistem ADME (Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat

dari bentuk sediaannya sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama,

sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).

2.2  Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat

a.        Ukuran partikel obat

Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang

kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas

permukaan total, bertambah mudah larut

b. Pengaruh daya larut obat

Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:

1. Sifat kimia: modfikasi kimiawi obat

2. Sifat fisik: modifikasi fisik obat

3. Prosedur dan teknik pembuatan obat

4. Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien 

c. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.

- Temperatur

- pKa dan derajat ionisasi obat (Joenoes, 2002).

Page 7: Cover Dan Lp Farkol[1]

  2.3 Mekanisme Lintas Membran

            Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi, meliputi

mekanisme pasif dan aktif (Syukri, 2002).

a.  Difusi pasif melalui pori

Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air dapat

melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran seluler epitel usus

halus dan lain-lain) berukuran kecil yaitu 4-7 Å dan hanya dapat dilalui oleh senyawa

dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat,

atau lebih kecil dari 400 jika senyawanya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2002). 

b.  Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran

Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut  dalam komponen penyusun

membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau elektrokimia

tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan pada kedua sisi

membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti

hukum difusi Fick (Syukri, 2002).

c.   Tranpor aktif

Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran  yang

sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya pembawa.

Pembawa ini dengan molekul obat dapat membentuk kompleks pada permukaan

membran. Kompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan

pada permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya

(Syukri, 2002).

Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan adanya suatu

kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. Oleh sebab itu dapat

terjadi persaingan beberapa molekul berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi

transpor dari molekul berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi

membran yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor

ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat (ATP)

dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2002). 

Page 8: Cover Dan Lp Farkol[1]

d.      Difusi terfasilitasi

Difusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan suatu

pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan kompetitif).

Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif, tetapi pada transpor ini

perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan tanpa pembebasan energi (Syukri,

2002).

e.       Pinositosis

Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-

molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan

pembentukan vesikula (bintil) yang melewati membran (Syukri, 2002). 

f.   Transpor oleh pasangan ion

Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari suatu

senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik. Perlintasan terjadi dengan

pembentukan kompleks yang netral (pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti

musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut

melalui membran (Syukri, 2002). 

Studi absorpsi in vitro dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang

mekanisme absorpsi suatu bahan obat, tempat terjadinya  absorpsi yang

optimal, permeabilitas membrane saluran pencernaan terhadap berbagai obat,

serta pengaruh berbagai faktor terhadap absorpsi suatu obat.

2.4 Uji Permeasi Usus Terbalik

Biasanya menggunakan usus tikus kecil untuk parameter kinetic menentukan

transportasi yang handal dan direproduksi. Metode ini mutlak diperlukan untuk

mempertahankan oksigenasi jaringan kelangsungan jaringan usus yang hanya

berlangsung selama maksimal 2 jam. Awalnya, studi ini hanya digunakan untuk

mempelajari pengangkutan molekul makro dan liposom, namun kini telah

mengembangkan penelitian untuk transportasi para seluler obat – obat yang hidrifil

dan mempelajari efek dari enhancer dalam penyerapan obat.

Page 9: Cover Dan Lp Farkol[1]

Keuntungan dari metode ini adalah karena dapat digunakan untuk menentukan

transportasi di berbagai segmen dari usus kecil, sebagai studi awal untuk transportasi

obat, dan untuk memperkirakan tingkat level first pass metabolism obat pada sel

epitelusus. Sementara kerugian adalah  karena adanya mukosa muskularis

menyebabkan obat untuk berpindah dari lumen kedalam lamina propria dan

menembus mukosa muskularis, menyebabkan obat – obat tertentu dapat terikat

dengannya dan menyebabkan transportasi lebih rendah dari yang seharusnya diukur

(Keperawatan, 2011).

2.5 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus.

Tikus (Rattusnor vegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah

dipelihara, dan merupakan hewan yang relative sehat dan cocok untuk berbagai

penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattusnor vegicus antara lain memiliki berat 150-600

gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan

lebih pendek dari ekornya, serta telinga relative kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm.

2.6 Usus Halus

Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum pada

manusia memiliki panjang sekitar 25 cm terikat erat pada dinding dorsal abdomen dan

sebagian besar terlatak retroperitoneal. Jalannya berbentuk sepertihuruf C yang

mengitari pancreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejunum yang terikat pada

dinding dorsal rongga melalui mesenterium. Jejunum dapat bergerak bebas pada

mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus halus. Sedangkan

ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. Dinding usus halus terdiri atas empat lapis

konsentris yaitu mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (Leeson et al. 1990).

Lapisan mukosa terdiri dari lamina epitel, lamina propia, dan muskularis mukosa.

Bentuk mukosa tersusun dari tonjolan berbentuk jari yang disebut vili yang digunakan

untuk memperluas permukaan. Pada permukaan epitel vili terdapat mikrovili yang

dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi. Pada usus halus jugater dapat sel

goblet yang menghasilkan mucus sebagai pelindung mukosa usus.

Membran mukosa adalah lingkungan yang unik dimana banyak spesies

mikroorganisme yang berbeda dapat hidup dan berekspresi. Terdapat 1014

Page 10: Cover Dan Lp Farkol[1]

mikroorganisme dari 200 spesies, 40-50 genus hidup pada permukaan tersebut, dan

99% dari populasi mikroorganisme pada membrane mukosa terjadi di bagian distal

usus halus dan di bagian proksimal kolon. Membran mukosa dalam suatut ubuh

berkontak langsung dengan lingkungan luar dan membrane mukosa juga terkolonisasi

oleh mikroorganisme yang berbeda dalam jumlah yang besar.

2.7 Asam Salisilat

Asam salisilat atau nama dagangnya orthohydroxybenzoid acid, berbentuk

padat, serbuk kristal tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau. Berat molekul

138,1 ; rumus molekuol C7H6oO3. Titik sublimasi 76, titik lebur 159, kelatutan

dalam air 0,2 gram/100 ml pada 20, kerapatan relative (air=1) ; 1,4 (BPOM. 2011)

Paparan jangka pendek dan panjang bila asam salisilat tertelan adalah dering

di telinga, mual, muntah , diare , pusing, kesulitan bernafas, sakit kepala, mengantuk,

disorientasi, gangguan pendegaran, gangguan penglihatan, kongesti paru, kerusakan

ginjal, kejang dan koma. Gejala awal keracunan salisilat antara lain mual dan muntah,

nyeri epigastrium dan kadang-kadang hematemesis. Pada intoksikasi ringan hingga

sedang dapat menimbulkan gejala hipersalivasi, berkeringat, demam, iritabilitas,

tinnitus dan hilangnya pendengaran. Pada keracunan berat kemungkinan terjadi

hipoventilasi, pingsan, halusinasi, kejang, papiloedema dan koma. Dapat pula terjadi

metabolic asidosis, non-kardionergik paru edema, hepatoksisitas dan distritmia

jantung. Keracunan salisilat kronis terjadi akibat penggunaan yang berlebihan selam

ajngka waktu 112 jam atau lebih. Jalur metabolisme asam salisilat menjadi jenuh

dengan demikian konsentrasi plasma mengalami peningkatan sehingga menghasilkan

rcun. Tanda-tanda keracunan kronis melipti metabolic asidosis, hipoglikemia, lesu

dan koma (BPOM, 2011)

Page 11: Cover Dan Lp Farkol[1]

BAB III

METODOLOGI KERJA

3.1. Alat dan Bahan

- Alat

Alat bedah

Alat suntik dengan stopcock dan selangkaret plastic

Tabung reaksi

Timbangan

- Bahan

Asam salisilat dalam HCL0,1 N

Asam salisilat dalam NaHCO3 0,3 M

Deretan konsentrasi asam salisilat

Larutan FeCl3 dalam HNO3 0,1 %

Larutan garam faali

Tikus putih yang telah dipuasakan

3.2. Cara kerja

- Hewan dipuasakan selama 24 jam

- Dianastesi hewan percobaan dengan uretan 25% dosis 1,8/kg BB

- Setelah teranastesi ditelentangkan hewan coba diatas papan fiksasi

- Dicukur bulu- bulu disekitar abdomen

- Disayat kulit di daerah linea alba dibelakang kartilago xipoideus kearah belakang

kira – kira 3-4 cm. disayat juga bawahnya

- Dikeluarkan lambung, diikat esophagus dengan benang

- Dibuat sayatan didaerah pylorus, dimasukkan pipa gelas dan fiksasi

- Dihubungkan pipa dengan alat suntik mealui stopcock.

- Dibersihkan lambung dengan larytan garam faali

- Dimasukkan salisilat sebanyak 4-6 ml

- Dicatat waktu mulaiasam salisilat dimasukkan dan dikocok melalui spoit adiambil 2

ml sebagai konsentrasi awal (C0)

- Dimasukkan kembali lambung kedalam rongga perut

Page 12: Cover Dan Lp Farkol[1]

- Diamkan selama satu jam, kemudian diambil cairan yang tersisa di dalam lambung

(Ct1)

Cara menentukan konsentrasi asam salisilat

- Ditambahkan ke dalam 1 ml filtrate 5 ml reagen (FeCl3 dalam HNO3 0,1 N)

- Dibandingkan warna yang terbentuk dengan deretan konsentrasi standar asam

salisilat pada tabung reaksi

- Dihitung prosentase absorpsi :

CT0 – Ct1

Ct0

BAB IV

Page 13: Cover Dan Lp Farkol[1]

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan

Tabel 1. Data Biologis hewan coba

Pengamatan

Hewan Coba

Tikus

Bobot Badan 67,8 gram

Frekuensi Jantung(x/menit) 80/menit

Laju nafas(x/menit) 100/menit

Refleks + + +

Tonus otot + + +

Kesadaran + + +

Rasa nyeri + + +

Gejala lain :

- Defekasi

- Salivasi

- Urinasi

- Kejang

+

-

+

-

Table 2. Hasil pengamatan

Kelompok Ct0 Ct1 % Absorpsi Rata-rata1 25 10 60% 43,125%2* 40 15 62,5%3* 40 20 50%4* 40 - -5* 25 10 60% 46,25%6* 20 10 50%7 20 10 25%8 20 15 50%Keterangan : * = tikus mati Ct0 = konsentrasi awal

Ct1 = konsentrasi setelah 1 jam

4.2. Perhitungan

Page 14: Cover Dan Lp Farkol[1]

Perhitungan dosis

Urethan ( 1,8 mg/kg BB) 25 %

BB mencit = 67,8 gram

Dosis konversi = 1,8 g

1000 g ~ X

67,8 g

= 67,8 g X 1,8 g

1000 g

= 0,12204 g

Dosis pemakaian = 25 g

100 ml ~ 0,12204 g

x

= 0,12204 g X 100 ml

25 g

= 0,48816 mL ~ 0,5 mL

Perhitungan persentase absorpsi

Ct0 =25

Ct1 = 10

%absorpsi = Ct 0−Ct 1

Ct 0 x 100%

= 25−10

25 x 100%

= 60%

4.3. pembahasan

Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan percobaan mengenai Absorpsi . Absorpsi itu sendiri merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi :Kecepatan disolusi obat, Ukuran partikel, Kelarutan dalam lipid atau air, Ionisasi, Aliran darah pada tempat absorpsi, Kecepatan pengosongan lambung, Motilitas usus, Pengaruh makanan atau obat lainnya, serta Cara pemberian .

pada percobaan absorpsi ini dilakukan pada organ lambung, adapun obat yang kami uji adalah asam salisilat dalam HCL 0,1 N (asam) dan asam salisilat dalam NaHCO3 0,3 M (basa).dari hasil pengamatan yang didapat asam salisilat dalam HCL 0,1 N (asam) memiliki rata-rata absorpsi sebesar 43,125 % dan nilai rata- rata absorpsi asam salisilat dalam NaHCO3 0,3 M (basa) sebesar 46,25% . absorpsi pada asam salisilat dalam HCL 0,1 N (asam) lebih kecil dibandingkan asam salisilat dalam NaHCO3 0,3 M (basa).

Page 15: Cover Dan Lp Farkol[1]

Menurut hipotesis persentase absorpsi asam salisilat dalam suasana larutan asam akan

lebih tinggi dari suasana larutan basa. Itu dikarenakan obat yang bersifat asam lemah hanya

sedikit sekali terurai menjadi ion dalam lingkungan asam kuat dilambung, sehingga

absorpsinya baik sekali dalam lambung. Sedangkan, obat yang bersifat basa lemah akan

terionisaisi dengan baik didalam lambung jadi nilai absorpsi akan rendah. Namun hasil

percobaan yang telah dilakukan tidak sesuai hipotesis ini kemungkinan hasil yang tidak

sesuai ini dapat diakibatkan oleh mekanisme kerja yang tidak sesuai dan kondisi fisiologis

hewan. Hewan coba yang mati juga mempengaruhi absorpsi karena semua metabolismnya

berhenti jadi yang ada didalam tubuh semua tidak bisa diserap lagi jika adapun itu hanya sisa

saja.

Adapun adanya perbedaan persentase tiap- tiap kelompok tersebut dikarenakan factor

biologis dari hewan coba (tikus) yang digunakan seperti variasi keasaman (pH) saluran cerna,

sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung, serta

banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi yang berbeda – beda pada setiap hewan

coba yang digunakan.

Page 16: Cover Dan Lp Farkol[1]

BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi :Kecepatan disolusi obat, Ukuran partikel, Kelarutan dalam lipid atau air, Ionisasi, Aliran darah pada tempat absorpsi, Kecepatan pengosongan lambung, Motilitas usus, Pengaruh makanan atau obat lainnya, serta Cara pemberian .

2. dari hasil pengamatan yang didapat asam salisilat dalam HCL 0,1 N (asam) memiliki rata-rata absorpsi sebesar 43,125 % dan nilai rata- rata absorpsi asam salisilat dalam NaHCO3 0,3 M (basa) sebesar 46,25%

3. hasil percobaan yang telah dilakukan tidak sesuai hipotesis ini kemungkinan hasil yang tidak sesuai ini dapat diakibatkan oleh mekanisme kerja yang tidak sesuai dan kondisi fisiologis hewan

Page 17: Cover Dan Lp Farkol[1]

DAFTAR PUSTAKA

Anief,Moh,1993,Farmasetika,Gadjahmada University Press,Yogyakarta

Anonim,1995,Farmakope Indonesia edisi IV,Depkes RI,Jakart

Ansel, H. C, 1986, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.

Mutschler,Ernest,1991,Dinamika Obat edisi V,Penerbit ITB,Bandung

Nugroho, Agung Endro. 2012. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh. Pustaka Pelajar

: Yogyakarta