bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

20
Bai'at Kepada Jamaah Minal Muslimin Bukan BId'ah Apr 21, '09 2:22 AM for everyone Apakah Berbaiat Kepada Jamaah Minal Muslimin Merupakan Bid’ah? Raddusy Syubuhat 25/12/2006 | 3 Dhul-Hijjah 1427 H | Oleh: Abi AbduLLAAH (Hal Al-Bay’ah Lil Jama’ah Minal Muslimin Hiyal Bid’ah?) Bai’ah Menurut Arti Lughah Berasal dari kata ba-ya-’a yang artinya menjual atau juga membeli. Dikatakan bi’tu-syai’in artinya syaraytuhu (aku telah menjualnya); ia juga bisa berarti isytaraytuhu (aku telah membelinya), sehingga ia memiliki arti ganda [1]. Juga dapat bermakna ketaatan, al-bay’ah (Indonesia: bai’ah atau bai’at) artinya al-mutaba’ah (mengikuti) wa ath-tha’ah (mentaati) [2]. Disebut Al-Bay’ah karena kesiapan sang penerima bay’ah tersebut untuk mengikuti & taat [3]. Juga berarti akad atau janji, al-aqdu / al-’ahdu, sebagaimana dalam hadits disebutkan: Dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar adalah kalian memerangi kaum yang ada perjanjian dengan kalian [4]. Ia juga dapat berarti gereja, al-bii’ah, sebagaimana dalam kitab Shahih Al-Bukhari, dalam bab “Ash-Shalatu fil Bi’ah (Hukum Shalat di dalam Gereja) [5]” Bai’ah Dalam Al-Qur’an Kedua makna bai’ah di atas dapat kita temukan dalam Al- Qur’an Al-Karim, sementara makna yang ketiga kita dapatkan

Upload: ibnumaulay

Post on 14-Jun-2015

244 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sekte salafi irja'i sering menyebarkan syubhat dalam hal ini. Menyudutkan bai'at dan membuatnya seram.

TRANSCRIPT

Page 1: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

Bai'at Kepada Jamaah Minal Muslimin Bukan BId'ahApr 21, '09 2:22 AMfor everyone

Apakah Berbaiat Kepada Jamaah Minal Muslimin Merupakan Bid’ah?

Raddusy Syubuhat

25/12/2006 | 3 Dhul-Hijjah 1427 H |

Oleh: Abi AbduLLAAH  (Hal Al-Bay’ah Lil Jama’ah Minal Muslimin Hiyal Bid’ah?)

Bai’ah Menurut Arti Lughah

Berasal dari kata ba-ya-’a yang artinya menjual atau juga membeli. Dikatakan bi’tu-syai’in artinya syaraytuhu (aku telah menjualnya); ia juga bisa berarti isytaraytuhu (aku telah membelinya), sehingga ia memiliki arti ganda [1].

Juga dapat bermakna ketaatan, al-bay’ah (Indonesia: bai’ah atau bai’at) artinya al-mutaba’ah (mengikuti) wa ath-tha’ah (mentaati) [2]. Disebut Al-Bay’ah karena kesiapan sang penerima bay’ah tersebut untuk mengikuti & taat [3].

Juga berarti akad atau janji, al-aqdu / al-’ahdu, sebagaimana dalam hadits disebutkan: Dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar adalah kalian memerangi kaum yang ada perjanjian dengan kalian [4].

Ia juga dapat berarti gereja, al-bii’ah, sebagaimana dalam kitab Shahih Al-Bukhari, dalam bab “Ash-Shalatu fil Bi’ah (Hukum Shalat di dalam Gereja) [5]”

Bai’ah Dalam Al-Qur’an

Kedua makna bai’ah di atas dapat kita temukan dalam Al-Qur’an Al-Karim, sementara makna yang ketiga kita dapatkan dalam Al-Hadits.Dalam makna pertama (jual-beli), seperti dalam QS Al-Baqarah 2/282 berikut ini:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mendiktekan, maka hendaklah walinya mendiktekan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu) jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang

Page 2: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

seorang mengingatkannya, janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya, yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan, jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Dalam makna kedua (ketaatan & mengikuti perintah) terbagi menjadi 2, yaitu bay’ah-nisa’ (hanya mendengar & taat) sebagaimana dalam QS Al-Mumtahanah 60/12 sbb:

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam QS Al-Fath 48/10 dan ayat 18-nya sbb:

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia [6] kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah di atas tangan mereka [7], maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”“Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) [8].”

Bai’ah Dalam As-Sunnah

Bai’ah yang disebutkan dalam As-Sunnah adalah sangat banyak, di antaranya adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits shahih & hasan berikut ini:

1. “Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh ALLAH SWT pada Hari Kiamat… dan orang yang telah mem-bai’at seorang Imam lalu jika Imam itu memberi kepadanya maka iapun setia dan jika Imam itu tidak memberinya maka iapun tidak setia kepadanya. [9]”

2. “Barangsiapa mem-bai’at seorang Imam lalu Imam tersebut memberikan buah hatinya dan mengulurkan tangannya, maka hendaklah ia mentaatinya sedapat mungkin dan apabila ada Imam lain yang menyainginya maka hendaklah mereka memukul leher Imam

Page 3: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

yang datang belakangan itu. [10]”

3. “Adalah Bani Isra’il dipimpin oleh para Nabi, tiap kali sang nabi wafat, maka digantikan oleh Nabi berikutnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi setelahku, tetapi akan ada para Khalifah, mereka banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya: Apa yang Anda perintahkan kepada kami? Nabi SAW bersabda: Patuhilah bai’ah pertama, berikanlah hak mereka, karena ALLAH akan menanyakan kepada mereka apa yang menjadi tanggungjawab mereka. [11]”

4. “… Lalu apa yang anda perintahkan kepadaku wahai RasuluLLAH? Maka Nabi SAW bersabda: Penuhilah bai’ah yang pertama karena itulah yang utama dan berikanlah pada mereka hak mereka, karena sesungguhnya ALLAH SWT akan menanyakan pada mereka tentang tanggungjawab mereka. [12]”

5. “Barangsiapa mem-bai’at seorang Amir tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin, maka tidak ada bai’at baginya dan tidak ada bai’at bagi yang mem-bai’at-nya. [13]”

6. “Apabila di-bai’at 2 orang Khalifah, maka bunuhlah Khalifah yang terakhir dari keduanya. [14]”

7. “Barangsiapa yang meninggal dan di lehernya tidak ada bai’ah maka ia mati dalam keadaan Jahiliyyah. [15]”

Bai’ah Boleh Dilakukan Kepada Selain Imamah-’Uzhma Pada Masa As-Salafus-Shalih

1. Sebagian kaum muslimin mem-bai’ah Mu’awiyah – semoga ALLAH meridhoinya - saat Ali bin Abi Thalib – semoga ALLAH meridhoinya - masih menjabat sebagai khalifah yang sah [16], dan hal ini tidak diingkari oleh Nabi – semoga shalawat & salam selalu tercurah pada beliau -, beliau hanya menyebut Ali – semoga ALLAH meridhoinya -  “lebih dekat pada kebenaran” [17].

2. Bahkan sebagian Ulama yang tajam bashirahnya, menyatakan bahwa terdapat hikmah besar dari peristiwa peperangan di masa Ali – semoga ALLAH meridhoinya - karena dengan keluhuran & keluasan ilmunya sebagai sahabat generasi pertama kita dapat meletakkan dasar-dasar & kaidah-kaidah syariat yang amat berharga tentang jika terjadi perselisihan antara 2 kelompok kaum muslimin serta hukum-hukum fiqh di sekitar peperangan antara sesama Ahli Kiblat [18].

3. Sebagian kaum muslimin ber-bai’ah pada Ummul Mu’minin Aisyah – semoga ALLAH meridhoinya - dan berperang bersamanya melawan Khalifah Ali – semoga ALLAH meridhoinya - dan Nabi – semoga shalawat & salam selalu tercurah pada beliau - tidak mencaci Aisyah – semoga ALLAH meridhoinya - bahkan meminta Ali – semoga ALLAH meridhoinya - agar memperlakukannya dengan halus [19].

4. Sebagian kaum muslimin juga mem-bai’ah Al-Hasan bin Ali – semoga ALLAH meridhoinya - di masa pemerintahan Mu’awiyyah – semoga ALLAH meridhoinya -

Page 4: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

masih berkuasa, dan tidak diingkari oleh para shahabat yang lainnya – semoga ALLAH meridhoinya [20]. Dan Nabi – semoga shalawat & salam selalu tercurah pada beliau - menamakan kedua kelompok tersebut keduanya muslim, sebagaimana dalam sabdanya: “Cucuku ini adalah pemimpin pemuda Ahli Syurga, semoga ALLAH mendamaikan 2 kelompok kaum muslimin yang berselisih melalui dirinya. [21]”

5. Sebagian kaum muslimin juga mem-bai’ah Yazid bin Mu’awiyah, sementara sebagiannya mem-bai’ah Al-Husein bin Ali – semoga ALLAH meridhoinya [22].

6. Kaum muslimin mem-bai’ah para tokoh selain Khalifah, seperti yang dilakukan oleh qabilah Nakha’i terhadap Al-Asytar, menjelang perang Shiffin [23].

Menolak Ber-Bai’ah Pada Penguasa Yang Sah Karena Sesuatu Hal Juga Tidak Diingkari Oleh As-Salafus-Shalih

1. Ali – semoga ALLAH meridhoinya - berkata pada Sa’ad bin Abi Waqqash – semoga ALLAH meridhoinya: “Ber-bai’atlah Engkau!” Sa’ad menjawab: “Aku tidak akan ber-bai’at sebelum orang-orang semua ber-bai’at. Tapi demi ALLAH tidak ada persoalan apa-apa bagiku.” Mendengar itu Ali – semoga ALLAH meridhoinya - berkata: “Biarkanlah dia.” Lalu Ali – semoga ALLAH meridhoinya - menemui Ibnu Umar – semoga ALLAH meridhoinya - dan berkata yang sama, maka jawab Ibnu Umar – semoga ALLAH meridhoinya: “Aku tidak akan ber-bai’at sebelum orang-orang semua ber-bai’at.” Jawab Ali – semoga ALLAH meridhoinya: “Berilah aku jaminan.” Jawab Ibnu Umar – semoga ALLAH meridhoinya: “Aku tidak punya orang yang mampu memberi jaminan.” Lalu Al-Asytar berkata: “Biar kupenggal lehernya!” Jawab Ali – semoga ALLAH meridhoinya: “Akulah jaminannya, biarkan dia. [24]”

2. Imam Al-Waqidi mencatat ada 7 orang shahabat besar – semoga ALLAH meridhoinya - yang tidak memberikan bai’at pada Khalifah Ali – semoga ALLAH meridhoinya - yaitu: Sa’d bin Abi Waqqash, AbduLLAH bin Umar, Shuhaib bin Sinan, Zaid bin Tsabbit, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Aqwa’ dan Usamah bin Zaid – semoga ALLAH meridhoinya [25].Keluar dari Ketaatan dan Memberontak Kepada Imamah ‘Uzhma Juga Dibenarkan Oleh As-Salafus-Shalih Sepanjang Bisa Menghasilkan Mashlahat Da’wah yang Lebih Besar

1. Sa’id bin Jubair, Syurahbil bin Amir Asy-Sya’biy, dan Al-Asy’ats bin Qays memerangi Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafiy, di antaranya pada peperangan yang terkenal sebagai peristiwa Dairul Jamahim [26].

2. Bahkan di dalam kitab-kitab Ash-Shahih selain hadits-hadits tentang perintah agar kaum muslimin bersabar kepada penguasa yang zhalim, dibolehkan juga memberontak kepada Khalifah jika telah ditemui tanda-tanda kekufuran yang terang-terangan [27].Batasan Sahnya Jumlah Orang yang Mem-Bai’at Menurut Para Ulama Ushul

1. Sebagian Ahli Ushul berpendapat bahwa bai’ah shah dilakukan oleh minimal 5 orang, baik kelimanya yang mengusulkan maupun salah satu mengusulkan dan disepakati oleh

Page 5: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

yang lainnya, hal ini berdasarkan dalil pengangkatan Abubakar – semoga ALLAH meridhoinya - dilakukan oleh 5 orang shahabat. Bahkan para fuqaha Kufah berpendapat 3 orang sudah sah, karena didasarkan pada sahnya akad nikah [28].

2. Imam Al-Mawardi berkata bahwa pengangkatan Imam ini hukumnya fardhu kifayah, dan kewajiban ini sejajar dengan kewajiban jihad & menuntut ilmu. Sehingga jika seseorang telah melakukannya dan ia memang mememnuhi syarat sesuai syari’ah, maka lepas kewajiban masyarakat pada umumnya [29].

Bahayanya Berpegang Kepada Zhahir Hadits Saja dan Mengabaikan Fiqh Maqashid-Syari’ah dalam Masalah Ini

Disebutkan dalam hadits-hadits shahih bahwa jika kaum muslimin saling berperang maka kedua kelompok yang berperang tersebut masuk neraka, sbb:

1. “Apabila 2 orang muslim berhadapan dengan pedangnya masing-masing maka yang membunuh & terbunuh di neraka.” [30]

2.  “Dunia ini tidak akan Kiamat sebelum datang pada manusia suatu zaman saat pembunuh tidak tahu kenapa ia membunuh & yang dibunuh pun tidak tahu kenapa ia dibunuh. Tanya para sahabat – semoga ALLAH meridhoinya: “Bagaimana nasib mereka wahai RasuluLLAH?” Jawab Nabi – semoga shalawat & salam selalu tercurah pada beliau: “Binasa! Pembunuh & yang dibunuh akan masuk neraka.” [31]

Jelaslah jika kita hanya berpegang kepada zhahir hadits saja, tanpa mendalami ilmu fiqh, maka berdasarkan zhahir hadits di atas kedua kelompok para sahabat – semoga ALLAH meridhoinya - yang berperang sebagaimana disebutkan di atas, keduanya akan masuk neraka, kita berlindung kepada ALLAH – Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi - dari pemahaman seperti ini..

Wahai ikhwan wa akhwat fiLLAH, takutlah kepada ALLAH dari sikap su’uzhan kepada sesama kaum muslimin yang berijtihad, dan hendaklah kita berperasangka baik kepada saudara-saudara kita dari kelompok muslimin yang lain, karena ilmu itu bukan monopoli seseorang atau sekelompok orang saja, wa fawqa kulla dzii ‘ilmin ‘aliim..

WaLLAHu a’lam bish Shawab

Catatan Kaki:

[1] Ash-Shihhah fil Lughah, Al-Jauhary, I/60; Lisanul Arab, Ibnu Manzhur, VIII/23; Tajul ‘Arus, Az-Zubaidi, I/5119

[2] Al-Mukhashshish, Ibnu Sayyidihi, I/276

[3] Tahdzibu Al-Lughah, Al-Azhariy, I/392

Page 6: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

[4] Al-Qamus Al-Fiqhi, I/213

[5] Al-Jami’us-Shahih, Al-Bukhari, II/213

[6] Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan ‘umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang Karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman Telah dibunuh. Karena itu nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai’ah (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan janji setia kepada nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama nabi sampai kemenangan tercapai. perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, Karena itu disebut Bai’atur Ridwan. Bai’atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.

[7] Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan, caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu, hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya.

[8] Yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.

[9] HR Al-Bukhari, V/9; lih. juga dalam Al-Fath, XIII/35

[10] HR Muslim III/1472-1473; Nasa’i, VII/152-153; Abu Daud, IV/97; Ibnu Majah, II/1306

[11] HR Bukhari, V/401; Muslim, III/1471; Ibnu Majah, II/958; Ahmad, II/297

[12] HR Muslim, III/1472 ini adalah lafazh-nya; Bukhari, V/403; Al-Fath, VI/495; Ibnu Majah, II/958-959; Ahmad, II/297

[13] HR Ahmad dalam Al-Musnad, dan ini adalah lafzh-nya; Al-Fath, XII/145

[14] HR Muslim, III/1480; Ahmad, III/95

[15] HR Muslim, III/1478

Page 7: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

[16] Usud Al-Ghabah, Ibnul Atsir, I/113

[17] HR Muslim, VII/168

[18] At-Tamhid fi Ar-Radd ‘alal Mulhidah, Al-Baqillani, hal. 229

[19] HR Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala Shahihain, III/119

[20] Ibid, I/265

[21] HR Al-Bukhari, VIII/94

[22] Ibid, II/193

[23] HR Ibnu Abi Syaibah & Al-Hakim, dari Umar bin Sa’id An-Nakha’i

[24] Al-Milal wa An-Nihal, Ibnu Hazm, IV/103 dari riwayat Imam At-Thabari

[25] Tarikh Ar-Rusul, Al-Waqidi, IV/429

[26] Tarikh Ar-Rusul wal Mulk, At-Thabary, VI/346

[27] HR Al-Bukhari, VIII/88

[28] Tarikh Ar-Rusul wal Mulk, At-Thabary, IV/497-498

[29] Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Al-Mawardi, hal. 4

[30] Fathul Bari’, Ibnu Hajar, XIII/34

[31] Fathul Bari’, XIII/34

http://www.al-ikhwan.net/apakah-ber-baiat-kepada-jamaah-minal-muslimin-merupakan-perbuatan-bidah-108/

Bai’at dan Kedudukannya Dalam Islam 

Mukadimah                 Kita patut bergembira atas bergairahnya kehidupan berislam hari ini, di pelosok dunia, termasuk di negeri kita baik desa maupun kota , kesadaran beragama menunjukkan kemajuan. Walau kita akui, kekuatan kejahiliyahan juga mengalami peningkatan.                 Hal ini ditunjukkan oleh maraknya acara-acara keislaman di sekolah-sekolah, berbagai kajian keislaman di kampus-kampus dan perkantoran, gelombang jilbabisasi, kesadaran terhadap ekonomi

Page 8: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

syariah,  keinginan yang tinggi untuk menerapkan syariat Islam, dan maraknya kelahiran kelompok-kelompok keislaman yang hendak memperjuangankan Islam.                 Di tengah rasa syukur tersebut, terbersit juga rasa khawatir, yakni ketika semangat beragama tidak dibarengi oleh ilmu yang memadai yang akhirnya justru membawa kerusakan dibanding manfaat. Di antaranya adalah sikap saling menyerang sesama aset umat, sesama aktifis Islam, hanya karena tidak sejalan, sepemikiran, dan beda kelompok.                 Fitnatut Takfir (fitnah pengkafiran) ini sering dilakukan oleh orang atau kelompok muslim yang memiliki pemahaman agama secara tidak utuh (juz’i), dalam menyikapi berbagai teks agama. Di antaranya adalah pemahaman yang tidak utuh terhadap bai’at. Kita melihat, ada dua kelompok umat ini yang telah bersikap zalim terhadap bai’at. Pertama, ada di antara mereka yang menyalahgunakan bai’at, menjadikan bai’at sebagai upaya mensucikan diri sendiri dan mengkafirkan orang lain yang belum berbai’at dengan pemimpinnya. Kedua, ada pula di antara umat Islam yang sama sekali anti bai’at, bahkan sangat alergi dan ketakutan dengan istilah ini. Keduanya sama-sama keliru, tidak seimbang dan keluar dari manhaj Ahlus Sunnah wa Jamah yang pertengahan. 

 Penulis Syarh al Aqidah al Wasithiyah mengatakan, “Umat Islam adalah pertengahan antara agama-agama (milal), sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan kami jadikan kalian sebagai umat pertengahan (umatan wasathan).” (QS. Al Baqarah:143), sedangkan Ahlus Sunnah adalah pertengahan antara firaq (kelompok-kelompok) yang disandarkan kepada Islam. (Said bin Ali bin Wahf al Qahthany, Syarh al Aqidah al Wasithiyah Lisyaikhil Islam Ibni Taimiyah rahimahullah, hal.48. muraja’ah. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Jibrin. Cet.2, Rabiul Awal 1411H. Penerbit: Ri-asah Idarat al Buhuts al ‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad) 

 Lalu bagaimanakah sebenarnya bai’at itu? 

Definisi (Arti) 1. Secara Bahasa �

A. � أ�يضا الشراء والب�ي�ع الشراء ضد� Al Bai’u (menjual), lawan)   البيع�dari membeli (Asy Syira’) dan juga berarti jual beli) (Lisanul ‘Arab, Juz. 8, Hal. 23. Al Maktabah As Syamilah)

B.   عقدها و At Tauliyah wa ‘aqduha artinya menjadikannya sebagai wali (pemimpin)التوليةdan ikatan terhadapnya (Munjid Fil Lughah wal A’lam, Hal. 57)

C. Perjanjian dan saling bersepakat, dikatakan باي�عة م� عليه baaya’ahu)  باي�عه

‘alahi mubaaya’atan) yakni saling mengadakan perjanjian. (Lisanul ‘Arab, Juz. 8, hal. 23. Al Maktabah Asy Syamilah)

 2. Makna Menurut Syariat

Imam Ibnu Khaldun berkata: “Ketahuilah bahwasanya bai’at adalah berjanji dalam ketaatan, seakan seorang yang berbai’at tidak akan menentang sedikitpun serta akan selalu mentaatinya dalam semua perkara yang dibebankan baik dalam keadaan giat maupun malas. Dan mereka ketika berbai’at kepada seorang pemimpin serta mengokohkan ikatan janjinya meletakkan tangan mereka dalam tangannya sebagai penguat atas janji mereka, yang demikian itu sama dengan perilaku penjual dan pembeli, maka disebutkan bai’at yang merupakan bentuk masdar dari baa’a, sehingga proses bai’at akhirnya selalu dilakukan dengan berjabat tangan. Inilah landasan bai’at dalam dalam konteks bahasa dan syari’at sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits bai’at. Lafadz ini juga tampak dalam beberapa riwayat di antaranya bai’atul Khulafa (pembaiatan para pengganti Rasulullah) dan Aimaanul Bai’ah (sumpah setia bai’at) seakan-akan para pengganti Rasulullah bersumpah setia dalam janji dan mereka memahami bahwasanya sumpah setia seluruhnya hanyalah untuk baiat itu, pemahaman inilah yang akhirnya dikenal dengan sebutan Aimaanul Bai’ah.” (Imam Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Hal. 229)Hukum Bai’at

Page 9: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

                Tidak ragu lagi bai’at memiliki masyru’iyah (pensyariatan) yang kuat di dalam Islam. Bai’at merupakan salah satu proses penting dari pengangkatan seorang pemimpin di dalam Islam, baik kepemimpinan kubra (Khalifah) atau sughra (selain khalifah). Hal ini di tunjukkan oleh berbagai dalil sebagai berikut.                Allah Ta’ala berfirman:

               

�    Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia

kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (QS. Al Fath : 10)

Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kaum Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.

Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya.                Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ب�ي�ع�ة" ه# ع�ن�ق# ف#ي ل�ي�س� و� م�ات� يت�ة و�م�ن� م# ل#ي*ة� م�ات� اه# ج� �            “Barangsiapa yang mati dan dilehernya tidak ada bai’at maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim, Juz. 9, Hal. 393, No. 3441. Al Maktabah Asy Syamilah)

Hadits ini menunjukkan kewajiban berbai’at jika telah ada imamatul ‘uzhma yakni khalifah bagi seluruh umat Islam, bukan amir sebuah jamaah yang umat Islam secara umum tidak mengenalnya.Mati Jahiliyah = Kafir?                Banyak manusia dan kelompok Islam teracuni pemikiran takfir (mudah mengkafirkan) gara-gara permasalahan ini. Hal ini terjadi karena penafsiran mereka yang keliru  dan menyimpang terhadap makna hadits tersebut, dan tidak merujuk kepada penafsiran para Ahli, yakni para ulama, tapi merujuk tafsiran guru ngaji mereka dan bujuk rayuan yang membius.                Kita lihat, apa sih makna miitatan jahiliyah (mati dalam keadaan jahiliyah) dalam hadits tersebut. Apakah orang yang belum berbai’at lalu dia mati, matinya terhukum kafir. Sebagaimana sangkaan sebagian kelompok?                Saya akan kutip syarah (penjelasan) yang dilakukan bebeapa imam terpercaya umat ini, di antaranya  Al Imam An Nawawi dalam Syarah-nya atas Shahih Muslim, tentang makna miitatan jahiliyah  berikut:

: م� ه� ي�ث� ح� م#ن� و�تهم� م� ة ف� ص# ع�ل�ى ي�أ� ، ال�م#يم ر# ب#ك�س� ه#ي�

م� ل�ه� ام إ#م� ال� و�ض�ى ف�

       Dengan huruf mim dikasrahkan (jadi bacanya miitatan bukan maitatan), artinya kematian

mereka disifati sebagaimana mereka dahulu tidak memiliki imam (pada masa jahiliyah). (Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, Juz. 6, Hal. 322, No. 3436. Al Maktabah Asy Syamilah)                Sekarang penjelasan Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar ,sebagai berikut:

Page 10: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

ال�ه� ح� ي�ك�ون� أ�ن� يم# ال�م# ر# ب#ك�س� و�ه#ي� ل#ي*ة# اه# ال�ج� يت�ة# ب#ال�م# اد� ر� ال�م� و�ام" إم� ل�ه� ل�ي�س� و� ل� ال� ض� ع�ل�ى ل#ي*ة# اه# ال�ج� أ�ه�ل# و�ت# ك�م� و�ت# ال�م� ف#ي

ي�م�وت� أ�ن� اد� ر� ال�م� ل�ي�س� و� ، ذ�ل#ك� ي�ع�ر#ف�ون� ال� ك�ان�وا م� �ن*ه� أل# م�ط�اع"ي�ا . ع�اص# ي�م�وت� ب�ل� ا ر� ك�اف#

Dan yang dimaksud dengan miitatan jahiliyah dengan huruf mim yang dikasrahkan adalah dia mati dalam keadaan seperti matinya ahli jahiliyah yang tersesat di mana dia tidak memiliki imam yang ditaati karena mereka tidak mengenal hal itu, dan bukanlah yang dimaksud matinya kafir tetapi mati sebagai orang yang bermaksiat. (Imam Asy Syaukani, Nailil Authar, Juz. 11, Hal. 399. Al Maktabah Asy Syamilah)                Saya kutipkan Fatwa Lajnah Da’imah (Komisi Tetap Fatwa) di Saudi Arabia , tentang makna hadits di atas:

 ) : ولي الحاكم على الخروج يجوز ال أنه الحديث ومعنىالحديث) في ذلك جاء كما ا، بواح� ا كفر� منه يرى أن إال األمرا أمير� عليهم يؤمروا أن األمة على يجب أنه كما الصحيح،

. حقوقهم ويحفظ مصالحهم يرعى            “Makna hadits tersebut: bahwa tidak boleh keluar dari kepemimpinan Al hakim (waliyul amri - pemimpin) kecuali jika dilihat dari pemimpin itu perilaku kufur yang jelas, sebagaimana diterangkan hal itu dalam hadits shahih, sebagaimana wajib pula bagi umat untuk mengangkat amir (pemimpin) bagi mereka supaya terjaga maslahat mereka dan hak-hak mereka.” (Al Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts wal Ifta’, Juz. 6, Hal, 323, No fatwa.  8225)                Dengan demikian, jika ada umat Islam yang tidak berbai’at kepada khalifah yang sah, maka jika dia mati, matinya seakan manusia jahiliyah yang dahulu tidak miliki imam, dan bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Bukan kafir sebagaimana tuduhan sebagian manusia. Itu pun jika berbai’at kepada khalifah yang sah dan diakui seluruh dunia Islam, lalu bagimana dengan pemimpin sebuah kelompok dari umat Islam, yang kita tidak mengenalnya? Tentu berbai’at kepada mereka tidak wajib!Kepada Siapa Kita Wajib Berbai’at?                Sebelumnya, akan saya bagi dulu, bahwa kepemimpinan dalam Islam ada dua macam.1.        Imamah Al Kubra,yakni Khalifah yang memimpin seluruh umat Islam.2.        Imamah Al Sughra, yakni pemimpin selain itu seperti pemimpin rombongan haji (Amirul Haj), pemimpin dalam safar, pemimpin dalam jihad, pemimpin dalam organisasi. Dalil untuk ini sangat banyak.Imamah Al Kubra                Kepada pemimpin yang menaungi seluruh umat Islam, maka bai’at hukumnya wajib berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim di atas. Dan penjelasan atas hadits tersebut sudah kami paparkan. Namun, apakah saat ini ada khalifah yang menaungi seluruh umat Islam? Jawabannya: tidak! Karena itu, bai’at jenis ini, untuk realita saat ini belum bisa dijalankan, karena ketiadaan khalifah. Yang mejadi kewajiban kita saat ini adalah bahu-membahu agar kekhilafahan kembali terwujud. Bagaimana bisa bai’at, khalifahnya saja belum ada?                 Maka, pemikiran yang mengkafirkan sesama umat Islam sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa kelompok Islam –semoga Allah meluruskan mereka- dengan alasan umat Islam saat ini belum berbai’at kepada pemimpin mereka, adalah pemikiran yang keliru, menyimpang, bahkan menyesatkan. Mereka telah mewajibkan yang Allah Ta’ala tidak wajibkan. Tidak memiliki dasar dan pijakan atas Al Quran dan As Sunnah, perjalanan sejarah Islam, dan pandangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.                Berkata Al Imam Abul hasan al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam As Sultahniyah:

ة# ي�اس� و�س# الدUين# ة# اس� ر� ح# ف#ي النWب�و*ة# ة# ف� ال� ل#خ# وع�ة" و�ض� م� ة� ام� #م� اإل�اع# م� #ج� ب#اإل� ب" و�اج# ة# �م* األ� ف#ي ا ب#ه� وم� ي�ق� ل#م�ن� ا د�ه� و�ع�ق� ، الدWن�ي�ا

            “Al Imamah (kepemimpinan) merupakan tema yang diadakan dalam rangka mengambil peran kenabian dalam upaya menjaga agama dan mengatur dunia. Menegakkan kepemimpinan bagi siapa yang mampu melakukannya untuk umat adalah wajib menurut ijma’ (kesepakatan).” (Al Ahkam As Sulthaniyah, Hal. 3. Al Maktabah Asy Syamilah)

Page 11: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

                Nah, sekarang kita harus tahu bagaimana kriteria seorang khalifah? Hal ini penting saya sampaikan agar kelompok-kelompok Islam itu mau menyadari kekeliruan mereka. Bahwa pemimpin yang mereka anggap khalifah itu, bukan khalifah sesungguhnya, hanya sekedar pemimpin jamaah saja.                Demikian ini syarat-syarat Khalifah:

ب�ع�ة" :             س� م� يه# ف# ة� ع�ت�ب�ر� ال�م� وط� ر� Wالش ف� ة# ام� #م� اإل� أ�ه�ل� ا م*� أ و�

ع�ة# : . ام# ال�ج� ا وط#ه� ر� ش� ع�ل�ى ال�ع�د�ال�ة� ا د�ه� أ�ح�از#ل# : الن*و� ف#ي اد# ت#ه� ج� اال# إل�ى ؤ�دUي ال�م� ال�ع#ل�م� الث*ان#ي و�

ك�ام# . �ح� األ� و�ح* ل#ي�ص# ان# اللUس� و� ر# ال�ب�ص� و� ع# م� الس* م#ن� Uو�اس ال�ح� ة� م� ال� س� الث*ال#ث� و�

ا . ب#ه� ك� ي�د�ر� ا م� ة� ر� ب�اش� م� ا ع�ه� م�اء# : ت#يف� اس� ع�ن� ن�ع� ي�م� ن�ق�ص� م#ن� اء# �ع�ض� األ� ة� م� ال� س� اب#ع� الر* و�

النWه�وض# . ع�ة# ر� و�س� ك�ة# ر� ال�ح�ت�د�ب#ير# : و� ي*ة# ع# الر* ة# ي�اس� س# إل�ى ض#ي ال�م�ف� ي�

أ� الر* ام#س� ال�خ� و�ال#ح# . ال�م�ص�

ة# : ال�ب�ي�ض� اي�ة# م� ح# إل�ى دUي�ة� ؤ� ال�م� د�ة� الن*ج� و� اع�ة� ج� الش* اد#س� و�الس*. Uال�ع�د�و اد# ه� و�ج#

يه# : ف# Uالن*ص ود# ل#و�ر� ي�ش� ر� ق� م#ن� ي�ك�ون� أ�ن� و� و�ه� ب� الن*س� اب#ع� الس* و�ا ه� و*ز� ج� ف� ذ* ش� ين� ح# ار� ر� ب#ض# اع�ت#ب�ار� و�ال� ، ع�ل�ي�ه# اع# م� #ج� اإل� اد# ان�ع#ق� و�

ت�ج* اح� ع�ن�ه� الل*ه� ي� ض# ر� دUيق# Uالص ب�ك�ر� �ب�ا أ �ن* أل# ، الن*اس# يع# م# ج� ف#يا ل�م* ة# ف� ال� ال�خ# ع�ن� م� ع#ه# د�ف� ف#ي ار# �ن�ص� األ� ع�ل�ى ة# يف� ق# الس* ي�و�م�

ع�ل�ي�ه# الل*ه� ل*ى ص� Uالن*ب#ي و�ل# ب#ق� ا ع�ل�ي�ه� ع�ب�اد�ة� ب�ن� ع�د� س� ب�اي�ع�واع�وا } { ج� و�ر� ا ب#ه� د# Wر الت*ف� ع�ن� ل�ع�وا أ�ق� ف� ي�ش� ر� ق� م#ن� ة� �ئ#م* األ� ل*م� و�س�

ا ل#يم� ت�س� ير" أ�م# ن�ك�م� م# و� ير" أ�م# ن*ا م# ال�وا ق� ين� ح# ا يه� ف# ك�ة# ار� ال�م�ش� ع�ن��ن�ت�م� : أ و� اء� ر� �م� األ� ن� ن�ح� ل#ه# و� ب#ق� وا ض� و�ر� ب�ر#ه# ل#خ� ا د#يق� ت�ص� و� اي�ت#ه# ل#ر#و�

دUم�وا : } ق� ل*م� و�س� ع�ل�ي�ه# الل*ه� ل*ى ص� Wالن*ب#ي ال� و�ق� ، اء� ر� ز� ال�و�ا { . د*م�وه� ت�ق� و�ال� ا ي�ش� ر� ق�

و�ل" ق� و�ال� يه# ف# ن�از#ع� ل#م� ة" ب�ه� ش� ل*م# ال�م�س� Uالن*ص ذ�ا ه� م�ع� ل�ي�س� و�ل�ه� . ال#ف� خ� ل#م�

             Ada pun syarat-syarat Imamah yang legal, yang harus ada pada mereka ada tujuh:1.        Adil dengan syarat-syaratnya yang menyeluruh2.        Berilmu yang membuatnya dapat berijtihad terhadap permasalahan dan hukum-hukum3.        Sehatnya inderawi (telinga, mata, dan mulut), yang dengan itu dia bias langsung menangani permasalahan yang telah diketahuinya4.        Sehat organ tubu dari cacat yang bias menghalanginya bertindak secara sempurna dan cepat5.        Pandangan yang luas yang dengannya mampu memimpin rakyat dan mengurus kemaslahatan mereka6.        Berani dan berwibawa, yang dengannya dia mempu melindungi wilayah Negara dan mampu melawan musuh7.        Keturunan dari Quraisy berdasarkan nash-nash yang ada dan ijma’ (kesepakatan) ulama. Kita tidak perlu hiraukan kerusakan yang disampaikan dengan pendapat yang janggal  yang membolehkan imamah (khalifah) dipegang oleh setiap orang. Karena Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu meminta kaum Anshar

Page 12: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

(bukan Quraisy) yang telah mebai’at Sa’ad bin Ubadah untuk mundur dari jabatan imamah (khalifah)  pada peristiwa saqifah, karena Abu Bakar berdalil dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:“Pemimpin-pemimpin itu berasal dari Quraisy.”

Kemudian kaum Anshar mengurungkan keinginan terhadap jabatan khalifah dan mundur darinya. Mereka berkata: “ Para gubernur dari kami, dan pemimpin  dari kalian.” Mereka menerima riwayat dari Abu Bakar dan membenarkan informasinya. Mereka menerima dengan lapang dada ucaoan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu, “ Para pemimpin berasal dari kami, sedangkan menteri-menteri berasal dari kalian.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:“Dahulukanlah Quraisy, dan jangan kalian mendahuluinya.”Terhadap nash yang kuat ini, kita tidak menerima pengaburan dan pendapat orang yang

menentangnya. (Imam Abul Hasan al Mawardi, Al Ahkam As Sulthaniyah, Hal. 5. Al Maktabah As Sulthaniyah)

Sekarang bandingkan kriteria khalifah di atas, dengan ‘khalifah’ jadi-jadian zaman sekarang. Mereka majhul (tidak dikenal identitasnya, nama, kecerdasan, keberanian, fisiknya, bahkan bisa jadi tetangganya sendiri tidak tahu kalau dia itu dianggap ‘khalifah’ oleh jamaahnya sendiri, dan ditambah lagi dia bukan Quraisy). Dari sini maka jelaslah kesalahan yang dilakukan jamaah-jamaah tersebut. Seandainya satu saja yakni syarat ketujuh, mereka bukan orang Quraisy tetapi orang Indonesia , sudah cukup untuk menyingkap kekeliruan (bahkan kebohongan mereka). Maka tertipulah orang-orang awam yang masuk ke dalamnya …Imamah Ash Shughra                Yakni kepemimpinan tidak setaraf khalifah. Seperti pemimpin haji, jihad, perjalanan, organisasi, jamaah, atau direktur, kepemimpinan seperti ini diakui keberadaannya oleh syariat, karena mereka hakikatnya bukanlah negara di dalam Negara. Kita mengetahui bahwa pegawai ketika awal memasuki masa kerja pun memiliki sumpah jabatan, yang hakikatnya adalah bai’at. Nah, bai’at kepada mereka hukumnya mubah, bukan wajib. Ada beberapa dalil yang menunjukkan pengakuan syariat atas kepemimpinan Ash Shughra ini, yakni:

ع�ف� : } ال�م�ض� ال� ق� ن*ه�� أ ل*م� و�س� ع�ل�ي�ه# الل*ه� ل*ى ص� Uالن*ب#ي ع�ن� و#ي� و�ر�

أ�ن� { و�م# ال�ق� ع�ل�ى ك�ان� د�اب*ت�ه� ت� ع�ف� ض� م�ن� أ�ن* ي�ر#يد� ة# ق� ف� Wالر ير� أ�م#ي�ر#ه# . ب#س� وا ير� ي�س#

          Dan diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa dia bersabda: “Yang dianggap lemah adalah menjadi pemimpin bagi teman seperjalanan.”  Maksudnya: barangsiapa yang membawa kendaraan hewan yang lemah, hendaknya manusia berjalan mengikuti jalannya hewan tersebut. (Ibid, Hal. 59)                Hadits di atas berbicara tentang pengangkatan pemimpin dalam perjalanan.                 Adapun tentang Amirul Haj (pemimpin haji) Imam Abul Hasan al Mawardi berkata:

ع�ل�ى : ت�ك�ون� أ�ن� ا م� د�ه� أ�ح� ب�ان# ر� ض� Uج ال�ح� ع�ل�ى ي�ة� ال�و#ال� ذ#ه# ه�يج# . ج# ال�ح� ي#ير# ت�س�

ي�ة� : و#ال� و� ه� ف� يج# ج# ال�ح� ي#ير� ت�س� ا م*أ� ف� ، Uج ال�ح� ة# ام� إق� ع�ل�ى الث*ان#ي و�

ت�د�ب#ير� . و� ة� ع�ام� و�ز� ة� ي�اس� س# : ي�

أ� ر� ذ�ا م�ط�اع�ا ي�ك�ون� أ�ن� ل*ى و� ال�م� ف#ي ة� ع�ت�ب�ر� ال�م� وط� ر� Wو�الش د�اي�ة� . و�ه# ي�ب�ة� و�ه� اع�ة� ج� و�ش�

            Kepemimpinan haji ini ada dua wewenang: Pertama, memudahkan para jamaah haji. Kedua, menyelenggarakan haji. Adapun memudahkan para jamaah haji itu merupakan kekuasaan  poltik dan kepemimpinan. Syarat yang harus ada pada amirul haj agar dia ditaati adalah cerdas, berani, berwibawa, dan memiliki kemampuan untuk membimbing. (Ibid, Hal. 193)                Nah, dari dua contoh ini jelaslah bahwa Imamah Ash Shughra memang diakui syariat Islam. Namun, bai’at kepada mereka bukan wajib syariat, melainkan boleh boleh saja. Sekali pun wajib, itu hanyalah kewajiban yang sifatnya administratif organisasi, seperti kontrak kerja dengan perusahaan, pada hakikatnya itu adalah bai’at seorang pegawai terhadap pimpinan perusahaannya.

Page 13: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?

                 Realita saat ini                Kenyataan hari ini tidak ada Jama’atul Muslimin (Jamaah seluruh kaum muslimin) yang hakiki, yang ada hanyalah jamaah minal muslimin (jamaah dari kelompok umat Islam), seperti adanya Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Ansharus Sunnah Muhamamdiyah, Nahdhatul Ulama’, Jamaatul Muslimin (dulunya Hizbullah) dan lain-lain.                 Berbai’at kepada mereka dalam rangka beramal memperjuangkan Islam dan berjihad, boleh-boleh saja, selama tidak dianggap berbai’at sebagaimana Imamatul Kubra. Namun, demikian juga tidak ada kewajiban. Tetapi, jika sudah membai’at maka dia wajib memnuhi tuntutannya yakni memperjuangankan Islam dan berjihad. Maka, sikap sebagian jamaah yang mengkafirkan jamaah lain karena tidak membai’at pemimpinnya adalah tindakan keliru, melampaui batas, dan tidak mamahami syariat, dan membawa benih perpecahan umat.                Semua itu merupakan perjanjian (mubaya’ah) antar manusia yang harus ditepati,  dalam rangka ketaatan kepada Allah dan RasulNya.                 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

؛ النWذ�ور# و� ، ال�و�ق�وف# و� ، ب�ات# ال�ه# و� ، ال�ب�ي�وع# وط# ر� ش� ف#ي ك�ذ�ا و�ود# و�ع�ق� ؛ ة# �ئ#م* ل#أل� ال�ب�ي�ع�ة# ود# اي#خو�ع�ق� ، ال�م�ش� ي�ي�ن# ت�آخ# ال�م� ود# و�ع�ق� ؛ #

ب� ي�ج# #ن*ه� إ ف� ؛ ذ�ل#ك� ث�ال# م�� أ و� ، ب�ائ#ل# ال�ق� و� اب# �ن�س� األ� أ�ه�ل# ود# و�ع�ق�

ت�ن#ب� ي�ج� و� ؛ ء� ي� ش� Uك�ل ف#ي ول�ه� س� و�ر� الل*ه� ي�ط#يع� أ�ن� د� أ�ح� Uك�ل ع�ل�ىف#ي ل�وق# خ� ل#م� ط�اع�ة� و�ال� ؛ ء� ي� ش� Uك�ل ف#ي ول#ه# س� و�ر� الل*ه# ي�ة� ع�ص# م�ن� . م# إل�ي�ه# ب* أ�ح� ول�ه� س� و�ر� الل*ه� ي�ك�ون� أ�ن� ب� ي�ج# و� ال#ق# ال�خ� ي�ة# ع�ص# م�

أ�ع�ل�م� . . �لل*ه� ا و� ول#ه# س� و�ر� ب#ا�لل*ه# آم�ن� م�ن� إال* ي�ط#يع� و�ال� ، ء� ي� ش� Uك�ل“Demikian juga dalam syarat-syarat jual beli, hibah, wakaf, nazdar, baiat kepada para imam dan

para masyayikh (para tokoh agama), perjanjian persaudaraan, akad anggota keluarga, suku atau kabilah serta perkara-perkara yang lain, semua itu wajib dalam kerangka mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam segala hal, serta menjauhi kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk mendurhakai Khaliq. Dan wajib mencintai Allah dan RasulNya lebih dicintainya di atas segalanya. Dan tidak ada ketaatan kecuali bagi siapa saja yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Wallahu A’lam (Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al Fatawa’, Juz. 9, Hal. 211. Al Maktabah Asy Syamilah)                Dari keterangan Imam Ibnu Taimiyah ini, menunjukkan bolehnya berbai’at dan bermu’ahadah  kepada selain khalifah, namun sekedar boleh. Karena itu, sekali lagi, tidak benar dan melampaui batas jika ada sekelompok jamaah mengkafirkan umat Islam lainnya yang tidak masuk dan berbai’at dengan pemimpin kelompoknya.        

يه# �خ# أل# ال� ق� ر#ئ� ام� ا �يWم� أ ل*م� و�س� ع�ل�ي�ه# الل*ه� ل*ى ص� الل*ه# ول� س� ر� ال� ق�ك�اف#ر ع�ت� ي�ا ج� ر� إ#ال* و� ال� ق� ا ك�م� ك�ان� إ#ن� ا م� د�ه� أ�ح� ا ب#ه� ب�اء� د� ق� ف� �

ع�ل�ي�ه#                        Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, “Wahai Kafir,” maka itu akan kembali kepada satu dari mereka berdua jika benar seperti yang dia katakan, jika tidak benar maka kekafiran itu kembali kepada yang mengatakannya.” (HR. Muslim, Juz.1, Hal. 195, No. 92. Ahmad, Juz. 10, Hal. 328, No. 4792. Al Maktabah Asy Syamilah)Wallahu A'lam

Sumber:

http://abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/36

Page 14: Bai'at kepada selain khalifah, bid'ah?