bahan isian modul perkemihan 1
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
1/7
Tinjaaan
Pustaka
Inkontinensia
Urin
pada
Perempuan
Budi Iman
Santoso
Departemen
Obstetri
dan Ginekologi
Fakultas
Kedoheran
Universitas
Indonesia/
RS Dx
Cipto
Mangunkusumo,
Jakarta
Abstrak: Inkontinensia
Urirc
(IU)
merupakan
gangguan yang
dapat
terjadi pada perempuan
semua
usia
dengan derajat
dan perjalanan
penyakit yang
bervariasi.
Walaupun
jarang
mengancam
iiwa,
IU dapat
memberikan
dampak
serius pada
kesehatan
fisik,
psikologi,
dan
sosial. IUiuga
menurunkan
kaalitas hidup
karena pasien
mengalami
isolasi
sosial,
mungkin
depresi dan
malu sehingga
mempengaruhi
qktivitqs
sehari-hari,
mengalami
stigmatisasi,
gangguan
hubungan
seksaal,
dan
gangguan
tidur
Prevqlensi
IU
pada perempuan
berkisar
antara
3-55% bergantung
pada
batasan
dan kelompok
usie
dalam
studi populasi.
Prevalensi
IU
meningkat
dengan
pertambahan
usiq. Prevs[ensi
ILI
pada
perempuan
di
atas usia
80 tahun
mencapai
1696.
Secarq
sederhana
menjadi IU
stres atau
It) urgensi,
sedangkan
secara
praktis
dibedqkan
4 kategori yaitu
IU urgensi,
IU
stres,
overflow
incontinence
(OI),
dan
IU
totat.
Banyak
faktor
risiko yang
memicu
IU
antara
lqin
kehamilan,
persalinan,
obesitas, proses
penuaan,
dan
histerektomi.
Langkah
awal
dalam tata
laksanq
I(l
adalah
identifikasi
dampak
IU
pada
pasien
dan menjajagi
harapan
pasien
dalam
penatalaksanaan.
Langkah
beriLatnya
adalah
identifikasi
jercis
IU dan gejala
terkait.
Tata
laksana
IU
dapat
konservatifatau
bedah.
Tata
laksana bedah
dianjurkan
bila tata laksana
konservatif
IU tidak
berhasil.
Mengingat
Iu
sangat
erat kaitannya
dengan
morbiditas
fisik,
fungsional,
dan
psikologi
maka
identifikasi
dini
etiologi
IU
meniadi
sangat
penting
sebagai dasar
tata laksona pasien
atau
perujukan pasien
ke
pusat
kesehatan spesialistik.
Dengan demikiarc
biaya
pengobatan
dapat drtekan
dan
kualitas
hidup pasien
dapat lebih
ditingkatkan.
Ksta kunci: inkorctinensia
urin, pelatihsn
otat
da.sar
panggul,
antimuskarinik
Maj
Kedokt Indon, Volum:
58, Nomor: ?, Juli
2008
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
2/7
Inkantinensia
Urin
pada
Perempuan
Urinary
Incontinence
in
Female Patients
Budi Iman
Santoso
Department of Obstetrics and
Gynecology Faculty of Medicine
University
of
Indonesia/
Dr
Cipto
Mangunkasumo Hospitdl, Jolcarta
Abstru.t:
Urinaryincontinence
(JI)
is
acommon
condition thatruayaffectwomenof
allages,
with
a
wide
rarzge
of
severity and nature- Although rarely
lifelhreatening,
UI
may
end
up with serious
physical,
psychobgical
and social
problem.
UI
may
also develop impact on the
quality
of
the
patientb
life. The
patientmay
experience
social
isolation
and
psychiatric
disorder
sueh as
depres-
sion and
steep disorder,
and
bear
social
stigma-The prevalence
ofUI rangesfrom 3 to
55o/o
depending
on the
definition
used
and
the age
ofpopulation
studied.
The
prevalence
ofUI
increases
with
advancing age.
The
prevalence
in
women above
80
years
of
age
mq'
reach
4604. UI
is
defined by
the
International
Continence Sociely
as
any involuntary
leakage
of
urine.
Many
elini-
cians have simp$t
categorized UI
in women as
stres UI and urge UI. Practically
UI
is classified
into
4
categoies,
i.e.
urge UI,
stress
UI,
wertlow
izconlinence (OI),
and
totnl
UL
Riskfactors
includes
pregnancy,
childhirth, obesig, ,*erropttuse,
eging, ltysterectamy
and
ehronie
diseases.
Initial
assessment
in UI rnanagemmt is identifying
the
impact
of UI on
pdients
and exploring the
patientb
expectalionfor treatment- This shoild befollowed
by
determination of
the type
ofUI
and
associated symptoms. Management
af UI
consists
of
consemative and
surgical
treafunent.
The
consetative
beabnent includes education on intervetzing
W
styk,
pehic
floor
muscle
tuaining
and
pharmacological
treatment.
Surgical
treahnent
is recommended
when patienk
are not re-
sponded
to
consewative treatment. Considering
the
strong associations between
UI
and
physiccl,
functional
and psychological
morbidily,
early
identification
oJ
UI etiologt
has
become a very
important
step
for_detetmination
wether to refer
the
patimt
to
the
higfter
level eare unit. By doing
so, one
can
reducE
the health eost
and increase
the patientb
quatity
af
tife.
Keywotds:
urinaty
incontinence,
pelvicfloar
muscle
training,
antimascarinic
Pendahuluan
Inkontinensia
urin dapat mengenai
perempuan pada
semua usia dengan
derajat dan
perjalanan penyakit
yang
bervariasi.
Walaupun
jarung
mengaRcam
jiwa
IU
dapat
memberikan
dampak
s€dus
pada
kesehatan
fisik,
psikologi,
dan sosial
pasien.
Selain
itu IU
juga
dapat
berdampak bagi
keluarga
dan
karier
pasien.l
Prevalensinya
pada
wadla
berkisar antara 3-55ya
bergantung
pada
batasan dan
kelompok
usia. Prevalensi
ru
meningkat
seiring dengan
pertambahax
usia.z
Prevalensi
pada percmpuan
usia
di
atas
80
tahun
menc apal
46Yo.3
IU
berhubungan
dengan
penurunan
kualitas hidup
pasien
seperti isolasi
sosial,
kesendirian,
dan
kesedihan;
gangguan
psikiatri
seperti
depresi;
rasa
malu
yang
mem-
pengaruhi
aktivitas
sehari-hari; stigmatisasi;
ganagguan
pada
hubungan
seksual;
dan
gangguan
tidur.3 Mengingat
IU
sangat
erat
kaitannya
dengan
morbiditas
fi
silq
fungsional,
dan
psikologi
maka
upaya
identifikasi
dini
penyebabnya
menjadi
sangat
penting
sebagai dasar tata laksana atau
rujukan
ke
pusat
kesehatan
spesialistik.4s
Definisi
Menurut
Intern
ati
on
al
C
ont
in
en
ce
So
ci
ety, inkon-
Maj
Kedokt Indon, Yolum:
58,
Nomor:
7,
Juli
2008
tinensia
urin
adalah
keluhan
berkemih tanpa disadari
(involunter)
akibat
gangguan
fungsi
saluran
kemih
bagian
bawah
yang
dipicu oleh
sejumlah
penyakit
sehingga
menyebabkan
pasien
berkemih
pada
situasi
yang
berbeda.t-
3
Selain
IU,
dikenatjuga istilahoveractive
bladder syndrome
(OAB)
yang
menrpakan
desakan untuk
segera berkemih
(urgensi)
dengan/tanpa
IU
dan
biasanya disertai sering
berkemih
(frekuensi)
dan
nokturia
sehingga
IU
urgensi
disebut
juga
sebagai
*OAB
basah
'.
OAI}
yang
terjadi tanpa
IU disebut
sebagai
OAB kering.
Kombinasi
gejala
tersebut
menyokong
gambaran
urodinamik aktivitas
detrusor
yang
berlebih
atau
sebagai dampak
disfungsi
uretrovesika.l
Klasifikasi
Banyak
klinisi mengelompokkan
ru
pada pcrempuan
secara
sederhana menjadi IU
stres
dan
IU
urgensi, tetapi
lebih
praktis
membagi IU menjadi
4
kategori
di bawah
ini.a
1. IUurgensi
yaitu
IUyangberhubungan
dengan aktivitas
detrusor,
disebut
juga
instabilitas
detrusor.
Bila
penye-
babnya neurologik maka
disebut
sebagai
hiperefleksia
detrusor.a
Kasus
IU
urgensi tersebut
paling
sering
dijumpai
pada
perempuan
usia
la4jut.5
2.
IUstlesialah
keluarnyaurinsecaratidakdisadari
selama
259
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
3/7
Inkantinensia
Urin
pada
Perempuan
proses
batuk, bersin, tertawa, atau
aktivitas
fisik lainnya
yang
meningkatkan
tekanan
intraabdominal.
Keadaan
ini
dapal
terjadi
sekunder
akibat
hipermobilitas
uretra,
kelemahan
otot sfingter
intrinsik
uretra
maupun ke-
duanya.o
IU
stres
paling
sering dijumpai
pada
perem-
puan
dewasaterutarna
perempuan
lanjut
usia.5
3. Overflow Incontinence
(OI)
merupakan hilangnya
kendali miksi involunter
yang
berhubungan
dengan
distensi
kandung
kemih
yang
berlebihan.
Hal ini
dapat
terjadi secara
sekunder
dari
kemsakan
otot
detrusor
yang
memicu
kelemahan
detrusor. Selain
itu
obstruksi
uretra
juga
dapat
memicu
distensi
kandung kemih
dan
overflow incontinence.a
4.
IU
tatal
merupakan
bilangnya
kendali miksi
secara
menetapa
dengan
pengosongan
kandung kemih
yang
tidak lengkap
akibat
gangguan
kontraktilitas detrusor
atau
obstmksi kandung kemih. Kebocoran
urinbiasanya
sedikit dan volume
residual
pascakemih
Qtostvai[1
biasanya
meningkat.5
Inkontinesia
urin
stres dapat dibedakan
dalam
4
jenis
yaitu:
1.
Tipe 0:
pasien
mengeluh
kebocoran
urin tetapi
tidak
dapatdibuktikan
melalui
pemeriksaan.
Z.
Tipe l: IU
terjadi
pada
pemeriksaan
dengan
memuver
stres
dan adanya
sedikit
penurunan
uretra
pada
leher
vesika
urinaria.
3. Tip
2:
IU
terjadi
pada
pemeriksaan
deng;an
penurunan
uretra
pada
leher
vesika
urinaria
2
crn atau
lebih
4.
Tipe
3 :
uretra
te$uka
(lead
pipe)
danarea leher
kandung
kemih
tanpa
kontraksi kandung kemih. Leher
uretra
dapat menjadi fibrotik
(riwayat
trauma atau
bedah
sebelumnya)
dengan
gangguar.
neurologik
atau
keduanya. Tipe ini
disebut
juga
defisiensi sfingter
intrinsik.4
FaktorRisiko
Di
bawah
ini
adalah
faktor risiko
yang
berpranan
memicu
IU
pada
perempuan.3
1.
Faktorkehamilandanpersalinan
-
Efek kehamilan
pada
IU
tampaknya
bukan sekedar
proses
mekanik, IUpada
perempuan
hamil
dapat
teqadi
dari
awalkehamilan
hingga masa nifas,
jadi
tidak berhubungan
dengan
penekanan
kandung
kemih
oleh besarnya
uterus.
-
Prevalensi
IU meningkat
selama
kehamilan
dan
beberapa
minggu
setelah
persalinan
-
Pemakaianforsepsselamapermlinandapatmemicu
IU
-
BilaIUtimhil lebihdaritigabulan
pascasahn(post-
partum\
lr,tiakaini
dapat dipandang
s$agai
indikator
prognostik
untuk
masalah kontinensia
di
masa
depan.
-
Tingginya
usia,
paritas,
dan berat
badan bayi
tampaknya berhubungan dengan
IU.
2.
Perempuan
dengan
indefts massa
tr$uh
lebih
tinggi akan
cenderung lebih
banyak
mengalami
IU.3
3. Menopause
cenderung
bertindak
sebagai
kontributor
(turut
menambah
risiko)
daripada faktor kausatif.3
Ada
mitos
menetap
yang
menganggap bahwa
IU
pada
perempuan
merupakan konsekuensi
proses
penuaan (arzgl-
na) narmal.
Walaupun
proses penuaan
bukanlah
penyebab
inkontinensi4
penibahan
fungsi saluran
kemih
bawah
terjadi
seiring
dengan
proses penuaan
dan
ini menjadi faktor
predisposisi
IU
.Yxker
et al,6
melaporkanbahwa
faktor
risiko
IU
mencakup
pnambahan
usia,
obesitas,
histerektomi,
dan
penyakit
kronis
yang
menyertai.
Usia
pada perempuan
merupakan faktor
independen
penting
yang
berhubungan
dengan
prevalensi
IU
tetapi sangat
sulit
untuk
membedakan
apakah
IU
timbul akibat efek independen
dari
pertambahan
usia
itu
sendiri
atau akibat menopause.
Selain
faktor
yang
telah
disebu&a&
ada
faktor
lain
yang
perlu
dipertimbangkan
dan
seringkali terlewatkan.
Seorang
klinisi
perlu
mempertimbangkankausa
multipel
yang
dapat
memicu
IU.
Penyebab
lain
IIJ
dikenal dengan
akronim
DIA-
PER.S.4
D
adalah
kependekan
dari delirium
yalg
menunjukkan
kegagalan
kendali kandung
kemitl
I
adalah
infeksi
dan
inflamasi
yang
dapat
memicu
disuria
dan
aktivitas
kandung
kemih
yangberlebihan.
A
adalah
kependekan
dari
atrophic vaginitis
yang
dapat
menyebabkan
status anatomi
yang
memicu
IU.
P
adalah kependekan
dari
farmakologi dan psikologi.
Beberapa
obat seperti
hipnotik,
diuretik, antikolinergik
dan
penyekat
alfa(alpha
blocker)
dapat
menyebabkan
perubahanyang
memicu IU.
Depresi
juga
merupakan
kondisi
yang perlu
dipertimbangkan
sebagai
pemicu
inkontinensia.
E
mengandung
arti
produksiurinyangberlebihan(exces-
sive
urin
production).
.
R
adalah
restrilcsi
mobilitas
lang
memicu
akses toilet
yang
terbatas, sedangkan
S
adalah
staol
impaction
atau
impaksi
tinja
yang
dapat
memicu
urgensi
atau
overflow
incontinence.a
Patofisiologi
Kemajuan
dan
keberhasilan
tata
laksana
ru tentu
saja
tidak
akan
lepas
dari
pemahaman
akan
patofisiologi
IU
yang
makin
mendalam. Dalam makalah
ini
dibahas
patofisiologi
IU
stres
mengingat IU
stres merupakan
jenis
IU
yang
paLing
banyak dijumpai
pada perempuan.
Sejumlah
penelitian,
diawali oleh
penelitian
Marshall et al, Nchndson
dan
McGuire,
melaporkan
bahwa
IU
stres ternyata
tidak
hanya
disebabkan
oleh
kegagalan
penyokong
uretra tetapi
juga
karena
penutupan
leher vesika
yang
tidak
adekuat dan
gangguan pada
sistem
kendali kontinensia
urin
(neuro-
muskular). Pemalaman itu
memicu
kesimpulan
bahwa
tata
laksana
yang diberikan
pada
perempuan
dengan
IU
harus
Maj Kedold Indon, Volum:
5t,
Nomor: ?, JuIi
2008
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
4/7
Inkantinensis
Urin
pada
Perempuan
disesuaikan
dengan
jenis
IU
dan
penyebab
kerusakan;
sebaikrya tata
laksana
ini tidak disamaratakan untuk
semua
kasus
IU.?Untuk
lebih memahami
patofisiologiny4
IU
akan
dibahas dengan
pendekatan
anatomi
dan fi
siologi.
Gambar
1.
Tampak
Lateral
Mekanisme Kontinensia
yang
Mem-perlihatkan
Pendesakan
Fasia Endopelvis
Menuju
Fasia
Arkus
Tendinosus
Pelvis dan Otot
Levator Ani.
Irisan lateral
organ
panggul pada
Gambar
1
menunjukkan
anatomi
yang
berkaitan dengan sistem kendali kontinensia.
Beberapa
komponen
penting
yang
berperanan
ialah
otot
leva-
tor ani
yang
berjalan dari tulang
pubis
menuju
ke
sfingter ani
di
balik
rektum
untuk
menyokong organ
pelvis.
Otot
itu
be{alan di
sebelah
lateral fasia
arkus tendinosus
pelvis
yang
merupakan
fasia endopelvis
yang
menghubungkan
tulang
pubis
dengan
spina
isiadika. Fasia
tersebut cenderung
berperanan
pasif
dalam mekanisme kontinensia tetapi
hubungan
fasia inr
dengim otot
levator
ani
menrpakan
elemen
penting
dalam sistem
kendali
ini.
Hubungan
tersebut
memungkinkan
kontraksi
aktif
otot
pelvis
unfirk
memicu
elevasi leher
vesika, dan
relaksasinya
menyebabkan
penurunan
leher
vesika.
Aktivitas konstan
normal
otot
leva-
tor ani menyokong leher
vesika
dalam
proses
miksi
normal.7
Salah
satr
pertanyaanpenting
ialah
bagaimana
aparahrs
ihr
dapat menjaga
uetra
tertutup
rapat
walaupun tekanan
dalam
vesika
meningkat
pada
waktubatuk
keras tanpa
dapat
mendesak
urin
keluar melalui
uretra
(bagaimana
mem-
pertahankan
gradien
tekanan
positif
saat
tekanan
penutupan
uretra
lebih
besar
daripada tekanan kandung keniih).?
Pada
model konseptual
dijelaskan
bahwa stabilitas
lapisan
penyokong
cendenrng
lebih mempengaruhi
terja-
dinya
kontinensia
dibandingkan dengan tinggi uretra.
Individu
dengan
lapisan
penyokongyang
kuat,
uretra
akan
ditekan
antara
tekanan abdominal
dan
fasia
pelvis
pada
arah
yang
sama.
Kondisi
tersebut
diibaratkan
saat seseorang
dapat
menghentikan
aliran
air
yang
melalui
selang
taman
dengan
mengrnjak
selang
dan
menekan ke arah lantai keras
yang
Maj Kerlokt Indon, Volum:
58,
Nomor:
7,
Juli
2008
mendasarinya.
Jika
lapisan
di bawah uretra tidak stabil
dan
tidak
memberikan
tahanan
yang
kokoh
terhadap tekanan
abdominal
yang
menekan
rretra, maka
tekanan
yang
ber-
lawanan akan menyebabkan
hilangnya
penutupan
dan
kerja
oklusi
akan
krkurang.
Kondisi yang
terjadi
selanjutnya
dapat
diibaratkan
seperti
saat seseorang
mencoba
meng-hentikan
aliran
air
melalui
selang taman dengim
menginjak
selang
yang
berada
di
atas
tanah liat.?
Analog
tersebut
juga
dapat
menjelaskan mengapa
pada
IU
dapat terbentuk sistoureterokelyang besar, dan
pada
pasien
dengan uretra
yang
terletakjauh di bawah
posisi
normalnya
sering
kali
tidak dapat
menjalankan fungsi
kontinensia
dengan
baik.
Jika lapisan suburetral dapat
mempertahankan
stabilitasnya
maka mekanisme itu
dipertahaill€n efektif
(Gambar
2),?
Gambar 2. A.
Tekanan abdominal
mendesak uretra
terhadap
penyokong
uretra. B.
Pada
gambar
ini
jaringan
penyokong
tidak
stabil
sehingga
tidak
memben-
ttk
laplsan
kokoh
saat
uretra ditekan. C.
Sisto-
uretrokel terbentuk
saat uretra terletak Iebih
rendah
dari
normal
letapi memiliki lapisan
pe-
nyokong kuat yang
memungkinkan kompresi
uretra.
Gnnggaan Koordinasi
Tidak
ada struktur ftrnggal
yang
menyokong
ruefia.
Fungsi
itu
dijalankan melalui kerja
yang
terkoordinasi
antara
fasia
dan otot di bawah
kendali
saraf
dalam
satu unit
integrasi.
Ototpelvis berkontraksi ketikatekanan
abdominal
meningkat.
Hal itu menunjukkan
perarurn
serta
potensinya
dalam
mencegah
keluarnya
urin.
Perubahan
frrngsi
saraf pelvis
berhubungan
erat dengan
patofi
siologi
inkontinensia karena
akan
terjadi kelemahan
otot
atau
kegagalan koordinasi
otot.
Selain
itu,
walaupun
otot
dan
fimgsi
saraf
utuh,
adanya
defek
pada
hubungat
fasia
y
ang
meny
okong uretra dan
adany a
kerusakan
setiap elemen
sistem
kontrol kontinensia
akan
melemahkankenxlmprumperempuan
dalammempertahankan
keadaan
kontinensia
saat tekanan
abdominal
meningkat.?
Masalah SJingter
Leher
vesika dan struktur uretra berperanan
penting
dalam
kontinensia. Leher
vesika
(veslca
I
neck) merupakan
satu
kesatuan
regional
dan
fungsional
yang
tidak
mengacu
-*.rer,gA .ttr
,a&**-.-,"-'."
A*'nxWd;,
U*.M.r,
LE|#M*11
-
-blrdtfia
ii{i,flelefis1
+hineisr'---**
261
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
5/7
Inkontinensia
Urin
pada
Perempuan
pada
satu
fokus
anatomi tunggal.
Lehervesika merupakan
area di dasar
kandung kemih
tempat
lumen uretra
menembus
lapisan
otot
kandung kemihyang tebal.
Hilangnya
stimulasi
adrenergik
atau
kerusakanpada
area
ini
menyebabkan
leher
vesika
gagal
menutup rapat
sehingga
memicu inkontinensia
stres; dan bila
faktor
ini
merupakan
penyebab
inkontinensia
stres, maka suspensi uretra sederhana
seringkali tidak
efektif
untuk
menangani
kasus ini.7
Pengarah
Gangguan
puda Uretra
Dalam
praktik
klinis,
seringkali
pemnan
metra dalam
memprtahankan kontinensia
ini
diabaikan
karena
suspensi
uretra
dapat
memperbaiki
IU
tanpa
mengubah
tekalan
penufirpar
uretm.
Mekanismekontinensia artifisial tidak
serta
merta memungkinkan klinisi
menyimpulkan bahwa
kontinensia normal. Beberapa observasi di bawah
ini men-
dukung
konsep bahwa
uretra memangberperanan
penting
dalamkontinensia.
1. Perempuan
dengan
IU
stres
memiliki
tekananpenutupan
uretral
yang
lebih
rendah
(3a
cmilo) dibandingkan
dengan
kelompok usianya
yang
normal
(68
cmHro).
2.
Eksisi
uretra
distal
dapat
memicu inkontinensia stres
pada perempuan
tanpa
riwayat
IU.
3.
Sekitar
507o
perempuan
kontinensia
normal,
urin
mencapai
tingkat
lehervesika
sebagai
respons
terhadap
batuk
kemudian
dikembalikan
masuk
dalam
kandung
kemih
oleh
lapisan
otot uretra.T
Tabel 1,
Topografi
Stnrl
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
6/7
Inkontinensia Urin
pada
Perempuan
Tabel 2. Perbedaan Manifestasi
Klinis
IU Stress dan IU Urgensi
Stress Incontinence
Urge
Incontinenee
Sylnptom
(patient
history)
Sigr
(observation
on exam)
Condition
(proven
by urodynamics)
Lenk with activities
which increase
abdominal
pressure
(e,g.,
coughing)
Leak of urine
through urethra which
exacity coincides
with cough or strain
Leak of urine
when abdominal
pressure
is
elevalr,d,
and detrusor is not
con-
tracting.
When urge to void occures, she leaks
before she can
get
to
the
toilet
Spontaneous leak
(without
cough
or
leak which
persists
a.fter cough
is finished)
Involuntary detrusor contractions
associa-
ted wfth urine leak.
54
yang
utuh. Sfingter anal
yang
lemas memberikan
kecurigaan fungsi otot detrusor
yang
lemah.
Fungsi otot
pelvisjuga
harus
dinilai.
Terakhir,
pemeriks:an
status
mental
pasien
perlu
dilakukan untuk
menyingkirkan demensia
sebagai salah satu
pemicu
ixkontinensia.4
Berdasarkan anamnesis
dan
pemeriksaan
fisik
saat
pemeriksaan
awal,
IU
pada perempuan
sebaiknya
ditentukan
kategorinya
apakah termasuk
IU
stres,
IU
urgensi/OAB
atau
IU
kombinasi. Dalam
pemeriksaan
klinis harus segera
diidentifikasi
faktor
predisposisi yang
memicu
gejala
paling
dominan.t
Bila
pada pemeriksaan
fisik, dijumpai
kandung
kemih
yang
dapat
dipalpasi
pada
pemeriksaan
bimanual
atau
pemeriksaan
aMominal
pascakemih,
maka
pasien
sebaiknSa
dirujuk
ke
pelayanan
spesialistik.t
Pada
pemeriksaan
fisik,
selainpemeriksaan abdomen,
rekhrm,
saraf,
dan status
men-
tal,
pemeriksaan
vagira
juga
merupakan
pemeriksaan
yang
tidak boleh dilewatkan dan dilakukan dengan
indikasi
tertentu.4
Pada
pemeriksaan
laboratorium,
pemeriksmn
tes
celup
(dipstick)
urin
harus
dilakukan
pada
semua
perempual
dengan
IU
untuk mendeteksi darah,
glukosa, protein,
leukosit,
dan
nitrit
dalam urin.
Pada
perempuan
dengan
leukositatau
nitriturin
positifatau
negatif,
dengankecurigaan
gejala
infeksi
saluran
kemih seharusrya dilakukan
pemeriksaankultur
dan sensitivitas
antibiotikpada
spesimen
urin
pancar
tengah
(mi
dstre am)
wfiikmenjamin
tata
lal$am
antibiotik
yang
akurat.
I
Perhatian khusus
perlu
ditujukan
pada pasien yang
menderita
polidipsia
atau kelainan
konsentrasi
ginjal.
Hema-
turia
mikroskopik
dan/atau
piuria
memberikan kecurigaan
inflamasi, infeksi,
atau
neoplasia.
Bila
dicurigai
neoplasia
sebaikrrya
diperfimbangkan sitologi
urin.
a
Penatalaksana*n
Iangkah
aral
tata
laksana IU adalah identifikasi darnpak
IU
pada pasien
dan eksplorasi
keinginan
pasien
akan
tata
laksana yang
diberikan.
Langkah berikutnya adalah
mengidentifikasi
jenis
IU
dan
gejalaterkail.
7
Tala Laksan a Kon sew
atif
1.
Edukasi intervensi
gaya
hidup berupa
mengurangi
asupan
kafei&
modtfikasi asrpan
cairan
yang
tinggi
atau
Maj
Kedokt
Indon, Volum: 58, Nomor:
7, Juli 2008
rendah
dapat dianjurkan
pada
perempuan
dengan
IU
atau
OAB.
Perempuan dengan
indeks massa tubuh
lebih
dari
30
disarankan
meqialani
progam penurunanberat
badan.'
2. Terapi fisik dengan
pelatihan
otot dasar
panggul.
Setiap
program pelatihan otot
dasar
pangul
sebaiknya
dapat
mencapai 8 kali kontraksiyang dilakrftan
3 kali
setiap
hari. Jikabermanfaag
pelatihan
tersSut sebaiknya
dilaksanakan
beninambung.
t
Pada
perempuan
dengan
IU
stres atau
kombinasi,
pela-
tihan
otot
dasar
panggul
di
bawah
panduan
sedikitnya
selama
3
bulan
merupakantata
laksanalini
pertamayang
aman dan efektif.
Pada IU
urgensi atau
kombinasi,
pelatihan
kandung kemih
ini
dilalarkan
sedikitnya selama
6bulan.t
Stimulasi elektrik
danJatau
biafeedback dapat diper-
timbangkan
pada perempuanyang
tidak dapat
melalaftan
kontraksi
aktif
otot
dasar
panggul.
Stimulasi itu
ditujukan
sebagai
bantuan
motivasi
dan tidak
boleh diberikan
secam
rutin
dalam
pelatihan
otot.t
3.
Terapimedikametosa
Setidaknya ada empat
antimuskarinik
yaitu
oksibutinin,
tolterodin, frospium
dan
proviperinyang
cukup efektif
dalam
menekan
aktivitas detmsor berlebihan
yang
memicu
urgensi dan
inkontinensiaurgensi.
Obattersebut
menekan
kontraksi detrusor volunter dan
involunter
dengan
memblok
reseptor
muskarinik
pada
otot
polos
kandung
kemifu cukup efektif
untuk
pasien
lanjut
usia
pasca
transurethral
rese
ction
pto*at.3
Oksibutinin
rrc
mediate
release pada perempuan
dengan
OAB
atau
IU
kombinasi
dapat
diberikan
sebagai tata
laksana
medikamentosa lini
pertama
bila
pelatihan
kandung kemih
ternyatatidak efektif.
Jika
oksibutinin
lepas
segera
(immedi-
ate
re
le ase)
tidak
dapat
ditoleransi
maka
sebagai
alternatif
dapat
dipertimbangkan darifenasin, solifenasi&
tolterodin,
troryium
dan
forrnulasi
transdermal
olsibutinin.
Efek
samping
antimuskarinik
sebaiknya
dikomunikasikan
dengan
pasien.
I
Efek samping
obat
antimuskarinik
meliputi
mulut kering,
pandangan
kabuq
dan
nausea. Dapat
terjadi
retensi urin
yang
berpotensi
serius, tetapijarang.
Insiden
efek
samping
paling
banyak drlaporkan
dai
penggnnaan
oksibutinin
lepas
segera.3
263
-
8/17/2019 Bahan Isian Modul Perkemihan 1
7/7
Inkantinensia Urin
pada
Perempuan
Pharmacological
Pharmacological
Surgical
Pelvic floor
muscle
trainilg
Bladder training
Prcmpted
volding
Solifenasin dan dariferiasin
adalah antimuskarinik
seleLtif
reseptorM3. Bukti
penelitian
klinis
fase
II
menun-
jukkan
bahwa
solifenasin
sama
efektif
dengan
tolteridon
dengan
insiden
efek samping
lebih
kecil.3
Sejumlah antidepresi dilaporkan
berkhasiat
untuk
inkontinensia
tetapi
hanya
imipramin
yang
biasanya
diberikan. Estrogenjangka
pendek
(l4bulan)
secara
statistik
lebihbaik
daripada
plasebo
dalam
memperbaiki
inkontinensi4
tetapi
tidak
banyak data
mengenai
tipe
estrogen,
cara
pem-
berian,
dan
durasi
serta
manfaatnya dalantatalaksana
IU.
Oleh
lcarena
ltu
estrogen
tidak
direkomendasikan
urtuk
tata
laksanaIU.3
Propiverin harus
dipertimbangkan
sebagai
pilihan
dalam
tata
laksana
frekuensi
miksi
pada
perempuan
dengan
OAB
tetapi
tidak diart'urkanuntuklU.
Flavoksat,
FopantetrL
dan
imipramin
tidak direkomendasikan
untuk
tata
laksana
IU
atau
OABpadaperemprnn.r
Tabel 3. Tatalaksana IU
yang
Efektif
pada
Petempuan
Nonpharmaco- Stresslncontinesce
Urgelncontinence
logical
3. Infeksi
saluran
kemih
rekuren
atau
persisten
dengan
hematuria
pada pasien
berusia
40
tahun
atau
lebih
4.
Massa keganasanyangterdapatpada
salurankemih
Perempuan
dengan
IU berikut
ini
perlu dipertimbangkan
untuk
segera
dirujuk untuk
mendapatkan
pelayanan
kese-
hatan
spesialistik.l
1.
Nyeri
uretra alaukandungkemihyang
menetap
2. Massajinakpanggul secaraklinis
3. Disertaiinkontinersiraalvi
4.
Diarigaiadaryaperryakitsaraf
5.
Gejalakesrititanberkemih
6. Dicurigaifistulaurogenital
7. Riwayatbedahkontinensia
8. Riwayat
bedah
keganasan
pelvis
9. Riwayat tata
laksana
radioterapi
pelvis
Penutup
Seperti
halnya
kondisi
medis
lainnya,
keberhasilan
tata
laksana IU
pada perempuan
sangat
bergantung
pada
diag-
nosis,
tata
laksana yang
akurat,
identifikasi
penyebab
sejak
dini,
identifikasi indikasi rujuk
ke
pelayanan
kesehatan
spesialistik. Denagn
demikian
mortiditas
pasien
dapat lebih
ditekan
dan
kualitas
hidup
pasien
dapat
lebih
ditingkatkan.
DaftarPustaka
1.
National Institute
for
Health
and
Clinical
Excellence
(NICE).
Urinary Incontinence:
the
managernent
of urinary incontinence
in
woman.
Diunduh
dari
URL:
http://www.nice.ors.uk.
pada
tanggal 10 Fetrrumi
2008.
7.
Holroyd-Leduc JM, Straus SE. Maaagement
of urinary
inconti-
nence in wornen: Scieatific Review. JAMA 2004;291(8):986-5.
Scottisg Intercollegiate Guidelines Network.
Management of uri-
nary incontinence
in
primary
care: a national
clinical
guideline.
Edisi
pertama.
Edinburgb: SIGN 2004. Diunduh
dari LIRL: http:/
/www.sisr.ac.ulL
pada
tanggal 10 Februari 2008
Petrou SP, Baract F. Evaluation of urinary incontilence
in women.
Braz J
Urol,
2O0L27:165-0.
Siddiqi S, Kausar S. Urinary incontinence in
women. Medicine
Today 2005;3(4):164-9.
Vinker S, Kaplan B, Nakar S,
Samuels
Q
Shapira G, Kitai E.
Urinary incontinence in women:
prevalenoe,
characteristics
and
effect on
quality
cf life. A
primary
care
clinic
study IMAJ
2001;3:663-6.
Delancey
JO. The pathophysiology
of
stres
urinary
inconti-
neoce
in
women and
its
implications
for
surgical treatrnent.
World
J
Urol
199?;15:268-74.
Holroyd-Leduc JM, Straus SE. Management
of urhary inconti-
nence in women: clinical application. JAMA
2004l'291(8):996-
9.
@rt
Pelvic
floor muscle
training
Bladder
training
Prompted
voiding
Anticholinergic
drugs
(anlimuscarinic)
Tolterodine
Oxybutynin
Open
retropubic
colposuspensron
Suburethral sling
procedure
Tda Laksana Bedah
Pada
perempuan
yang
ru-nya tidak dapat ditata
laksana
seara
konservatif
akibat
aktivitas
detrusor
yang
berlebihan,
stimulasi saraf sakralis
perlu
dipetimbangftan
dengan
dasar
respons
terhadap evaluasi sarafpff
kutaneus. Pada
kasus
itu
perlu
dilakukan
tindak lanjutjangka
pa4iang.
Prosedur
retrapubic
mid-urethral
tape
dengan
pendekatan
bottom-
up dengan mesh ma€roporoas
polypropylene
luga
dianjurkan bila
tata
laksana
konservatif IU
stres
mengalami
kegagalan.l
Rujukan
Perempuan
dengan
IU
berikrt
ini harus
segera dirujuk.t
1.
Hematuria mikroskopik
pada
usiapasien
50
tahun
atau
lebih
2. HematuriayangkAsatmata
2.
4.
8.
264
Maj
Kedokt Indon,
Vohmr: 58, Nomor:
7' JuIi
2008