bab2 tinjauanteoritis 2.1.1.1 anatomisistempencernaan

25
7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Medis 2.1.1 Anatomi Fisiologis 2.1.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan Gambar 2.1. Anatomi sistem pencernaan (Sumber: Sridianti, 2013) Menurut Pierce (2011), “sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagian- bagian berikut: mulut, faring, esophagus, kerongkongan, lambung, ventrikulus, usus halus dan usus besar”. Menurut Suratun dan Lusianah dalam buku Asuhan Keperawatan Gastrointestinal (2010), Menyatakan “sistem pencernaan terdiri dari cavum oris, dentis, faring, esophagus, gaster, intestine tenue, intestine crasum, dan rektum. Selain itu dibahas juga hepar, kandung empedu, dan pancreas”.

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

7

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Medis

2.1.1 Anatomi Fisiologis

2.1.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 2.1. Anatomi sistem pencernaan(Sumber: Sridianti, 2013)

Menurut Pierce (2011), “sistem pencernaan berurusan

dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk

diasimilasi tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagian-

bagian berikut: mulut, faring, esophagus, kerongkongan,

lambung, ventrikulus, usus halus dan usus besar”.

Menurut Suratun dan Lusianah dalam buku Asuhan

Keperawatan Gastrointestinal (2010), Menyatakan “sistem

pencernaan terdiri dari cavum oris, dentis, faring, esophagus,

gaster, intestine tenue, intestine crasum, dan rektum. Selain

itu dibahas juga hepar, kandung empedu, dan pancreas”.

Page 2: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

8

2.1.1.2 Fisiologi Sistem Pencernaan

a. Oris (Mulut)

Mulut terdiri dari: bibir, lidah, gigi, kelenjar ludah.

Terdapat pula kelenjar submandibularis, parotis,

sublingualis, dan sedikit bucalis. Sekresi mulut

berfungsi untuk meningkatkan pencernaaan zat tepung,

mengatur pemasukan cairan, merangsang nafsu makan

dengan cara melarutkan bahan sehingga kontak dengan

bintik-bintik rasa dan melicinkan makanan agar mudah

ditelan.

b. Dentis (Gigi)

Gigi dewasa (gigi sekunder) terdapat 32 buah

sedangkan gigi primer/gigi susu pada anak-anak

terdapat 20 buah. Pada umumnya gigi susu mulai

tanggal (lepas) dan diganti gigi sekunder sekitar 6-7

tahun dan selesai umur 12 tahun.

c. Lingua (Lidah)

Lidah tersusun oleh otot-otot serat lintang dan dilapisi

oleh selaput lendir. Otot lidah dapat digerakkan ke

seluruh arah. Lidah tersusun oleh 3 komponen yaitu:

1) Radiks lingua (Pangkal lidah)

2) Dorsum lingua (Punggung lidah)

3) Apeks lingua (ujung lidah)

a) Otot-otot lidah

b) Saliva (kelenjar liur)

d. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga

mulut dengan kerongkongan dan merupakan peralihan

rongga mulut dan system pernafasan serta system

pencernaan. Saluran ototnya dilapisi dengan selaput

lendir. Lengkung faring mengandung tonsil yang

Page 3: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

9

merupakan kumpulan kelenjar limfe. Kelenjar limfe

tersebut mengandung limfosit dan berfungsi dalam

pertahanan terhadap infeksi. Dalam faring terdapat

sfingter pharingoesofageal yang berfungsi mencegah

makanan dari esophagus masuk faring.

Lapisan dinding faring terdiri dari 3 bagian yaitu:

1) Lapisan mukosa

2) Lapisan fibrosa

3) Lapisan berotot

e. Esofagus (kerongkongan)

Esofagus terdiri dari saluran muskuler dan lentur yang

dipengaruhi oleh tekanan intrathorakal dan

intraabdomen. Esofagus adalah saluran yang

menghubungkan tekak dengan lambung. Panjangnya

±25 cm dengan diameter 1 inchi, terletak di bagian

posterior jantung dan trachea, anterior vertebrae dan

menembus hiatus hernia tepat di anterior aorta.

Fungsi esophagus adalah menggerakkan makanan dari

faring ke lambung melalui gerakan peristaltic. Mukosa

esophagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk

melumasi makanan dan melindungi esophagus.

f. Gaster (Lambung)

Lambung terletak dibagian superior kiri rongga

abdomen, terletak obliq dari kiri ke kanan di bawah

diafragma, berbentuk tabung seperti huruf J dengan

kapasitas normal 2 liter. Secara anatomis, lambung

terdiri fundus, korpus, antrum pilorikum (pylorus),

kurvatura minor, sfingter cardia (mengalihkan makanan

masuk ke lambung dan mencaegah fefluks isi lambung

masuk ke esophagus), kardia dan sfingter pylorus

(mencegah aliran balik isi duodenum ke lambung).

Page 4: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

10

Struktur lambung memiliki lapisan-lapisan. Susunan

lapisan dari dalam keluar, terdiri dari:

1) Tunika serosa (luar)

2) Tunika mukosa

3) Sub mukosa

4) Mukosa (lapisan dalam)

Fungsi lambung adalah sebagai berikut:

1) Menampung makanan, menghancurkan,

menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltik

lambung dan getah lambung dan mengosongkan

lambung.

2) Menghasilkan getah cerna lambung yang

mengandung pepsin (berfungsi mencegah albumin

dari pepton menjadi asam amino), HCL berfungsi

mengasamkan makanan, antiseptic dan desinfektan,

dan merubah pepsinogen menjadi pepsin serta

merangsang pengeluaran empedu di usus dan

mengatur katup sfingter pylorus.

3) Memproduksi renin.

4) Mensintesis dan mensekresi gastrin.

5) Mensekresi bikarbonat yang bersama-sama mukus

melindungi dinding lambung terhadap autodigesti

oleh pepsin dan asam lambung.

g. Intestine Tenue (Usus halus)

Usus halus merupakan saluran yang berlipat-lipat,

terletak di umbilicus, dengan diameter ± 2,5 cm dan

panjang 3-5 m. Berdasarkan fungsinya usus halus, di

bagi menjadi:

1) Duodenum : panjangnya ¼ m.

2) Jejenum : panjangnya 7 m.

3) Ileum : panjangnya 1 m.

Page 5: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

11

Lapisan dinding usus terdiri dari:

1) Lapisan luar.

2) Lapisan berotot.

3) Mukosa.

4) Dinding submukosa.

h. Pergerakan usus halus

Normalnya gerakan usus halus ke arah anal yang terdiri

dari:

1) Kontraksi tonik: 12 x/m di jejenum sampai dari

ileum ± 9x/m bertujuan untuk mengabsorbsi atau

mencampur dan menambah pergerakan dengan

mukosa.

2) Gerak segmentasi: gerakan kontraksi muskulus

sirkularis untuk mencampur dan menambah

pergeseran dengan mukosa.

3) Geak pendulum/ayunan: merupakan gerak

memanjang dan memendek kontraksi muskulus.

Longitudinal usus untuk mencampur kimus.

4) Gerak peristaltik: gerak mendorong/ menggerakkan

kimus sepanjang usus. Respon terhadap regangan

ini disebut “Refleks Mienterik”.

5) Gerak vili: vili bergetar dipengaruhi oleh “Hormon

Vilikinin” (disekresi mukosa usus).

Faktor-faktor yang mengubah gerakan usus antara lain

ostruksi usus,kurangnya aliran darah,empedu yang

berlebihan, makanan yang mengandung banyak

selulosa dan stimulasi parasimpatis (kraniosakral)

menstimulasi kontraksi, sedangkan saraf simpatik

mengistirahatkan. Kosongnya usus halus:

normalnya4,5-9 jam sesudah makan.

Page 6: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

12

i. Intestinum Crasum (Usus Besar)

Usus besar terdiri dari caccum (2-3 inchi pertama

kolon). Colon (asenden, tranversum, desenden,

sigmoid), rectum (sfingter ani). Fungsi usus besar yaitu

mengabsorbsi air dan elektrolit dari kimus tempat

terjadinya proses pembusukan, tempat pembentukan

vitamin K, terdapat sfingter ileosekal yang yang

membatasi usus halus dan usus besar yang berfungsi

untuk menjaga makanan yang sudah masuk ke dalam

usus besar.

1) Pergerakan usus besar meliputi :

a) Gerakan hautrasi/mencampur. Pergerakan

lambat seperti diaduk dan diputar.

b) Gerakan massa/ mass movement. Gerakan

mendorong, menetap (10-30 menit).

2) Sekresi kolon

Kriptus liberkuhn mengandung banyak sel goblet

yang berfungsi untuk mensekresi mukus dan tidak

ada enzimnya.

Mukus tersebut berfungsi melindungi mukosa dari

bakteri dan perekat bahan feses. Gerakan dinding

ususbesar terdiri dari gerakan haustrasi dan

peristaltik.

3) Absorpsi kolon

Terdapat sekitar ± 500 – 1000 mi/hari kimus yang

masuk ke kolon. Hanya ± 600 ml yang diabsorpsi,

± 100 -200 ml akan dikeluarkan bersama feses.

4) Kerja bakteri

Bakteri komensal (sehat) dalam kolon berfungsi

menerima sejumlah kecil selulosa, dan bila

Page 7: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

13

terdapat sisa protein berperan dalam proses

pembusukan.

5) Defekasi

Rangsangan defekasi terjadi karena membesarnya

rectum oleh kumpulan feses, kontraksi otot di

dinding abdomen dan otot pelvis, adanya gerakan

peristaltik usus dan terangsangnya saraf sensori

dalam rectum. Muskulus sfingter ani tidak akan

membuka bila fesesnya sedikit.

j. Apendiks vermiformis

Apendiks mempunyai kedudukan yang tidak tetap di

dalam rongga abdomen. Posisi pangkal apendiks

dengan sekum relative konstan, sedangkan ujung

apendiks dapat berada pada posisi retrosekal, pelvikal,

subsekal, preileal atau parokolika kanan.

Apendiks juga berperan sebagai immune pada system

gastrointestinal. Sekresi immunoglobin A diproduksi

oleh Gut Asso-ciated Lymphoid Tiissue (GALD) yang

berfungsi untuk mencegah proliferasi bakteri,

netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin

dan antigen intestinal lainnya. Bila terjadi inflamasi

pada otot apendiks maka kontraksi apendiks akan

terganggu.

k. Rektum

Panjangnya 10-13 cm, tersusun oleh sfingter ani

internus dan sfingter ani eksternus (otot sadar) serta

pleksus hemmoroidalis (anyaman pembuluh darah).

Rektum dapat berkontraksi yang aktivitasnya dapat

menimbulkan terjadinya defekasi. Panjang rektum

bervariasi menurut umur :

1) Infant : 2,48 cm.

Page 8: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

14

2) Toddler : 4 cm.

3) Prasekolah :7,6 cm.

4) Sekolah :10 cm.

2.1.2 Definisi

Peritonitis adalah Inflamasi peritonium-lapisan membran serosa

rongga abdomen dan meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi

bakteri. Organnisme yang berasal dari penyakit saluran

gagastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal

(Nurarif dan Kusuma, 2015).

Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan

komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ

abdomen (apendiksitis, pankreatitis, dan lain-lain) rupture saluran

cerna dan luka tembus abdomen (Padila, 2012).

Peritonitis adalah inflamasi peritonium yaitu lapisan membrane

serosa rongga abdomen dan meliuti visera merupakan penyulit

berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun

kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri

lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum

inflamasi (Rudi, 2012)

Peritonitis is one of the most common cause of acute abdomen,which is an abdominal emergency. Peritonitis is usuallyaccompanied by bacteremia or sepsis that can cause mortality. Theobjective of this study was to know something that associated withperitonitis in order to prevent and to respond immediately to thiscase. This retrospective descriptive study was conducted fromSeptember 2014 to October 2014 using a total sampling technique.Data was taken from cases of hospitalized patients with peritonitis inSurgery Ward of RSUP Dr. M. Djamil Padang, selected by oninclusion and exclusion criteria. There were 98 medical records bythe period from 1st of January 2013 to 31th of December 2013.(Aiwi, 2016).

Page 9: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

15

Peritonitis prevalence in men (68,4%) was higher than women(31,6%). Most common age group is 10-19 years old (24,5%).Secondary peritonitis due to perforation of the appendix is the mostcommon type of peritonitis (53,1%). Most patients with peritonitisget a surgical procedure of exploratory laparotomy andappendectomy (64,3%). Most hospitalization length was 4-7 days(45,9%). The frequency of peritonitis patients based on conditionswhen discharged from hospital is mostly alive (85,7%).Conclusionfrom this study is that peritonitis may be influenced by age, sex,cause of peritonitis, the surgical procedure, hospitalization, andcondition when discharged from hospital (Aiwi, 2016).

Terjemahan peritonitis adalah salah satu penyebab paling umum dari

perut akut, yaitu keadaan darurat abdomen. Peritonitis biasanya

disertai oleh bakterimia atau sepsis yang dapat menyebabkan

kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sesuatu

yang berhubungan dengan peritonitis untuk mencegah dan segera

merespons kasus ini. Penelitian deskriptif rektrospektif ini dilakukan

dari bulan september 2014 sampai oktober 2014 dengan

menggunakan teknik sampling total. Data diambil dari kasus pasien

gawat rawat jalan yang dirawat dirumah sakit RS bedah Dr. M.

Djamil padang, dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi. Ada

98 catatan medis oleh priode dari 1 januari 2013 sampai 31 desember

(aiwi, 2016).

Prevalensi peritonitis pada pria (68,4%) lebih tinggi dari pada wanita

(31,6%) kelompok usia paling umum adalah 10-19 tahun (24,5%),

peritonitis sekunder jenis peritonitis yang paling umum (53,1%)

sebagian besar rawat inap 4-7 hari (45,9%) frekuensi pasien

peritonitis berdasarkan kondisi ketika dari rumah sakit sebagian

besar hidup (85,7%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa

peritonitis dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, penyebab

peritonitis, prosedur operasi, rawat inap dan kondisi saat dikeluarkan

dari rumah sakit (aiwi, 2016).

Page 10: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

16

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum dan mungkin disebabkan

oleh bakteri (misalnya dari perforasi usus) atau akibat pelepasan

iritan kimiawi, misalnya empedu, asam lambung, atau enzim

pancreas (Brooker, 2009).

Klasifikasi

2.2.2.1. Peritonitis Primer

Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga

peritoneum, kuman masuk kedalam rongga peritoneum

melalui aliran darah / pada pasien perempuan melalui

genital

2.2.2.2. Peritonitis Sekunder

Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam

jumlah yang cukup banyak

2.2.2.3. Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga

peritoneum misalnya pemasangan kateter.

Kateter ventrikula – peritoneal

Kateter peritoneal – jugular

(Padila, 2012).

2.1.3 Etiologi

Penyebab peritonitis menurut (Hughes, 2012) adalah :

2.1.3.1. Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran

gastrointestinal

b. Appendicitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak peptic (lambung/duodenum)

d. Tukak thypoid

e. Tukak disentri amuba / colitis

f. Tukak pada tumor

g. Salpingitis

Page 11: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

17

h. Diverticulitis (radang usus)

Kuman yang paling sering ialah bakteri coli, streptokokus U

dan B hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang

paling berbahaya adalah clostrdiumwechii.

2.1.3.2. Secara langsung dari luar

a. Operasi yang tidak steril

b. Tercontaminasi talcum venetum, lycopodium,

sulfonamide, terjadi peritonitis yang disertai

pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon

terhadap benda asing, disebut juga peritonitis

granulomatosa serta merupakan peritonitis local.

c. Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa dan

rupture hati

d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius

vermikularis, terbentuk pula peritonitis granulomatous.

2.1.3.4 Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit

akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis

media, mastoiditis, glomerulonephritis, penyebab utama

adalah streptokokus atau pnemokukus.

2.1.4 Patofisiologi

Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah

steril tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.

Akibatnya timbul edema jaringan dan pertahanan eksudat. Cairan

dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya

sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak. Respon

yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh

ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus

besar.

Page 12: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

18

Timbulnya peritonitis peradangan menimbulkan akumulasi cairan

karena kapiler dan membrane mengalami kebocoran. Jika defisit

cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti

misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,

sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan

banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi

dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginja. Takikardi

awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu

terjadi hipovolemia.

Organ-organ di dalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh

darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan

didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem

seluruh organ intraperitoneal dan oedem dinding abdomen termasuk

jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia bertambah

dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih

lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha

pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan

peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis

umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltic

berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi

atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen

usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan

oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus

yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus

dan mengakibatkan obstruksi usus.

Page 13: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

19

Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh

bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah

(abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel

menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi (Padila, 2012).

Page 14: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

20

Pathway Peritonitis

Gambar 2.2 Pathway Peritonitis

(Sumber: Padila, 2012)

Mikroorganisme, apendiksitis, tukakpeptic, disentri, divertilikus dan

operasi yang tidak steril

Inflamasi padaperitoneum

Peritonitis

Reaksi mual dan muntah

Gangguan pada lambung(meningkatkan HCI)

Depolarisasi bakteridan virus kesistem GE

Ketidak seimbangan nutrisikurang dari kebutuhan tubuh

Kehilangan sejumlah besarcairan

Menyebabkan edema pada dinding abdomen

Pengumpulan cairan di rongga peritoneum

Pelepasan berbagai mediator kimiawi(histamine, bradikin, serotonin)

Dehidrasi

Kekurangan volumecairan

Merangsang sarafperasa nyeri

Nyeri

Perangsangan pirogendi hipotalamus

Memicu pengeluaran prostaglandin

Suhu tubuh meningkat

Memacu kerja thermostathipotalamus

Hipertermi

Distensi abdomenke paru

Ketidakefektifanpola napas

Page 15: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

21

2.1.5 Manifestasi Klinis (Suratun dan Lusianah, 2010).

2.1.5.1 Ransangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan

defans muskular : akibat adanya darah dalam cavitas

peritonium.

2.1.5.2 Psoas sign positif, tenderness pada palpasi (pada saat

pemeriksaan pasien, posiis lutut sebaikanya lebih tinggi

agar dinding abdomen lebih relaks).

2.1.5.3 Pekak hati bisa menghilang: udara bebabs di bawah

diafragma.

2.1.5.4 Peristaltik usus menurun sampai dengan hilang.

2.1.5.5 Hipertermia, hipotermia (sepsis berat)

2.1.5.6 Takikardia ( terjadi akibat mediator inflamasi dan

hipovolemia vaskuler karena anoreksia dan vornitus,

demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal).

2.1.5.7 Muntah, proses patologis organ visceral (obstruksi usus)

secara sekunder akibat iritasi peritoneal.

2.1.5.8 Keluahn nyeri sepertI pada setiap gerakan seperti jalan,

bernafas, batuk, atau mengejan.

2.1.5.9 Klien mengeluh muntah dan merasa nyeri tumpul di

perutnya.

2.1.5.10 Terdapat abses

2.1.5.11 Dehidrasi berat, kehilangan cairan dan elektrolit, hipotensi

(dehidrasi yang progresif)

2.1.5.12 Syok (ditandai dengan tanda-tanda syok: mencakup TD

yang rendah, nadi abnormal, dan kulit sianosis)

2.1.5.13 Letargik

2.1.5.14 Kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah

yang menyebar.

Page 16: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

22

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah : gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit, sesak napas akibat desakan

distensi abdomen ke paru, pembentukan luka dan pembentukan

abses (Rudi, 2012).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

2.1.7.1 Pemeriksaan Laboratorium

a. Complete Blood Count (CBC). Dapat terjadi

leukositosis karena adanya infeksi intraabdomen

(lekosit > 20.000 sel/ul) terjadi leukopenia pada pasien

yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang

menderita infeksi jamur, serta cytomegalovirus, sel

darah merah meningkat (hemokonsentrasi)

b. Tes fungsi hati jaka ada dugaan gangguan liver,

peningkatan SGOT/SGPT

c. Serum amilase dan lipase meningkat jika adanya

dugaan pankreatitis.

d. Serum protein/albumin, menurun, karena keluar ke

intersisiel.

e. Elektrolit serum : hipokalemia

f. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada

saluran kemih

g. Analisa gas darah: asidosis metabolik dan alkolisis

respiratorik.

2.1.7.2 Radiografi abdomen, dapat terjadi distensi usus dengan

akumulasi cairan, distensi gas pada abdomen karena ada

udara bebas pada abdomen, penebalan lumen, ileus paralitik,

dan terdapat perforasi usus, radiografi kemungkinan

terdapat elevagi diaphragma.

Page 17: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

23

2.1.7.3 USG pelvis, mendiagnosa peritonitis yang disebabkan oleh

ruptur apendiks.

2.1.7.4 Parasintesis abdomen, bertujuan untuk mengambil sampel

cairan peritonium.

2.1.7.5 CT Scan, scintigrafhy, MRI

(Suratun dan Lusianah, 2010)

2.1.8 Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan pasien peritonitis penggantian cairan, koloid

dan elektrolit adalah focus utama. Analgetik diberikan untuk

mengatasi nyeri antiemetic dapat diberikan sebagai terapi untuk

mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker

akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang

intubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan. Terapi

medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi

hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan

terapi modulasi respon peradangan.

Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil

di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli

bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia

harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi

pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.Semua

luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus di eksplorasi terlebih

dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi

diperlukan. Prolapse visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya

bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum,

adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif

juga merupakan indikasi melakukan laparatomi. Bila tidak ada,

pasien harus di observasi selama 24 – 48 jam. Sedangkan pada

Page 18: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

24

pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparatomi (Rudi,

2012)

2.2 Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

2.2.1 Pengkajian

2.2.1.1 Aktivitas/istirahat

a. Kelemahan

b. Kesulitan ambulasi

2.2.1.2 Sirkulasi

Takikardia, diaphoresis, pucat, hipotensi (tanda-tanda syok),

edema jaringan.

2.2.1.3 Eliminasi

a. Ketidak mampuan untuk defekasi, diare

b. Cegukan, distensi abdomen, bising usus menurun,

menurunnya uot put urine, urine berwarna gelap,

menurun atau tidak adanya bising usus, kadang-kadang

bunyi bising usus meningkat dan keras.

2.2.1.4 Makanan/cairan

a. Anoreksia, muntah, haus

b. Muntah, membran mukosa kering, turgor kulit lemah,

lidah yang membengkak

2.2.1.5 Nyeri

a. Nyeri abdomen akut, hebat/berat, umum atau

terlokalisasi, menyebar kebahu, dan bertambah nyeri

dengan pergerakan.

b. Distensi, kaku, nyeri lepas, perilaku distraksi gelisah,

fleksi lutut.

2.2.1.6 Respirasi : pernafasan dangkal, takipne

2.2.1.7 Kenyaman

a. Keluhan nyeri yang tiba-tiba, sakit yang sangat hebat

pada perut, nyeri lepas pada perut, nyeri lokal/umum

Page 19: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

25

b. Demam menggigil

2.2.1.8 Keamanan

Riwayat inflamasi organ pelvis, infeksi puerpuralis, aborsi

sepsis, abses retroperitneal.

2.2.1.9 Pengajaran/pembelajaran

Riwayat trauma dengan penetrasi abdomen seperti trauma

abdomen, perforasi kandung kemih/kandung empedu,

perforasi Ca lambung, ulkus deudenum, hernia starngulasi.

(Suratun dan Lusianah, 2010)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agens-agens penyebab

cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis)

2.2.2.2 Hipertemi berhubungan dengan dehidrasi, penyakit atau

trauma, ketidakmampuan atau penurunan kemampuan

untuk berkeringat

2.2.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

(actual/risiko) berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient

akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi

2.2.2.4 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

volume cairan aktif, kegagalan mekanisme pengaturan,

asupan cairan yang tidak adekuat sekunder

2.2.2.5 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas,

hiperventilasi, obesitas, nyeri, kelelahan otot-otot

pernapasan

2.2.3 Intervensi Keperawatan

2.2.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan agens-agens penyebab

cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis)

a. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :

Page 20: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

26

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15

menit Maka klien mampu toleransi terhadap nyeri dan

mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :

1) Data subjektif : klien mengatakan / melaporkan

nyeri berkurang

2) Data objektif : ekspresi wajah tampak rileks, skala

nyeri (0-3).

b. Intervensi keperawatan dan rasional :

1) Observasi kualitas nyeri pasien (skala, frekuensi,

durasi) : mengidentifikasi kebutuhan untuk

intervensi dan tanda-tanda komplikasi

2) Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien : pengalaman nyeri akan

menaikan resistensi terhadap nyeri

3) Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi :

memudahkan drainase cairan / luka karena

gravutasi dan membantu meminimalkan nyeri

karena gerakan

4) Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan

punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau

visualisasi : meingkatkan relaksasi dan mungkin

meningkatkan kemampuan koping pasien dengan

memfokuskan kembali perhatian.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

analgetik : nyeri biasanya berat dan memerlukan

pengontrol nyeri narkotik, analgetik, dihidrasi dari

proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.

2.2.3.2 Hipertemi berhubungan dengan dehidrasi, penyakit atau

trauma, ketidakmampuan atau penurunan kemampuan

untuk berkeringat

a. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :

Page 21: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

27

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam

Maka suhu tubuh klien mulai normal dengan kriteria

hasil:

1) Warna kulit normal

2) Suhu tubuh normal seperti semula

Data subjektif : klien mengatakan tidak demam

Data objektif : suhu tubuh normal (36-37oC)

b. Intervensi keperawatan dan rasional :

1) Monitor warna dan suhu kulit : tindakan ini sebagai

dasar untuk menentukan intervensi

2) Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan

lipatan paha : kompres hangat memberikan efek

vasodilatasi pembuluh darah, sehingga

mempercepat penguapan tubuh.

3) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian tipis :

untuk mengontrol panas

4) Berikan cairan parental sesuai program medis :

penggantian cairan akibat penguapan panas tubuh

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

antipiretik : untuk menurunkan panas.

2.2.3.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

(actual/risiko) berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient

akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi

a. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24

jam di harapkan kebutuhan nutrisi teratasi dengan

kriteria hasil:

1) Intake makanan dan cairan

2) Energy

3) Berat badan

Page 22: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

28

Data subjekti : klien mengatakan nafsu makan

meingkat

Data objektif : tidak terjadi mual dan muntah,

turgor kulit baik

b. Intervensi keperawatan dan rasional

1) Kaji kebutuhan nutrisi pasien : sebagai informasi

dasar untuk perencanaan awal dan palidasi data

2) Atur posisi semi fowler selama pemberian nutrisi :

menghindari terjadinya muntah

3) Tingkatkan intake pemberian nutrisi dan sajikan

dalam kondisi hangat : untuk meningkatkan intake

dan menghindari mual

4) Tingkatkan intake nutrisi, sedikit tapi sering :

meningkatkan intake makanan

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

antiemetic : menurunkan mual/muntah yang dapat

meningkatkan tekanan / nyeri intra abdomen

6) Kalaborasi dengan ahli gizi dalam diet : agar dapat

memberikan nutrisi yang tepat pada klien.

2.2.3.4 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

volume cairan aktif, kegagalan mekanisme pengaturan,

asupan cairan yang tidak adekuat sekunder

a. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam

di harapkan klien dapat mempertahankan cairan tubuh

secara adekuat dengan kriteria hasil :

Data subjektif : asupan dan keluaran cairan seimbang,

produksi urin normal

Data objektif : membrane mukosa lembab, tanda-tanda

dehidrasi menurun

Page 23: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

29

b. Intervensi keperawatan dan rasional

1) Monitor TTV : membantu dalam mengabservasi

dan mengevaluasi deficit / keefektifan penggantian

terapi cairan dan respon terhadap pengobatan

2) Monitor status dehidrasi kelembaban membrane

mukosa, turgor kulit dan balance cairan : tanda-

tanda tersebut menunjukan kehilangan cairan

berlebih

3) Peratahankan intake dan output yang adekuat :

untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit

4) Kolaborasi untuk pemberian cairan IV : untuk

memperbaiki cairan yang hilang

2.2.3.5 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas,

hiperventilasi, obesitas, nyeri, kelelahan otot-otot

pernapasan

a. Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24

jam di harapkan pola napas klien efektif dengan kriteria

hasil :

1) Menunjukan Pola Pernapasan Efektif, yang

dibuktikan oleh status Pernapasan: Status Ventilasi

dan Pernapasan yang tidak terganggu: Kepatenan

Jalan Napas dan tidak ada penyimpangan tanda

vital dari rentang normal.

2) Menunjukan Status Pernapasan : Ventilasi tidak

terganggu, yang dibuktikan oleh indikator

gangguan sebagai berikut (gangguan ekstrem, berat,

sedang, ringan, dan tidak ada gangguan) :

3) Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas

4) Ekspansi dada simetris

Page 24: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

30

5) Menunjukan tidak adanya gangguan Status

Pernapasan: Ventilasi, yang dibuktikan oleh

indikator berikut (gangguan ekstrem, berat, sedang,

ringan, dan tidak ada gangguan) :

a) Penggunaan otot aksesorius

b) Suara napas tambahan

c) Pendek napas

b. Intervensi keperawatan dan rasional

1) Manejemen Jalan Napas : Memfasilitasi kepatenan

jalan napas

2) Pengisapan Jalan Napas : Mengeluaran sektret

jalan napas dengan cara memasukan kateter

penghisap keladam jalan napas oral atau trakea

pasien

3) Manajemen Anafilaksis : Meningkatkan ventilasi

dan perfusi jaringan yang adekuat untuk individu

yang mengalami reaksi alergi berat (antigen-

antibodi)

4) Manajemen Jalan Napas Buatan : Memeliahara

slang endotrakea dan slang trakeostomi serta

mencegah komplikasi yang berhubungan dengan

penggunaannya

5) Manajemen Asma: Mengidentifikasi, mengobati,

dan mencegah reaksi inflamasi/konstriksi di jalan

napas

6) Ventilasi Mekanis : Menggunakan alat buatan

untuk membantu pasien bernapas

7) Penyapihan Ventilator mekanis : Membantu pasien

untuk bernapas tanpa bantuan ventilator mekanis

8) Pemantauan Pernapasan : Mengumpulan dan

menganalisis data pasien untuk memastikan

Page 25: BAB2 TINJAUANTEORITIS 2.1.1.1 AnatomiSistemPencernaan

31

kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang

adekuat

9) Bantuan Ventilasi : Meningkatkan pola pernapasan

stpontan yang optimal sehingga memaksimalkan

pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam

paru

10) Pemantauan Tanda Vital : Mengumpulkan dan

menganalisis data kardiovaskular, pernapasan, dan

suhu tubuh pasien untuk menentukan dan

menecegah komplikasi.