bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 hasil belajar 2.1.1.1 pengertian … · 2012. 11....

19
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu istilah yang tidak asing bagi kita karena setiap orang di dunia ini dari lahir hingga meninggal dunia pernah mengalami yang namanya belajar sehingga muncul istilah belajar sepanjang hayat. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian tentang belajar berdasarkan argumennya masing-masing. Antara definisi dari pakar pendidikan yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan tetapi ada juga yang mempuyai persamaan, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Menurut Slameto (2003) dalam bukunya Belajar dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhinya. Beliau menjelaskan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau perilaku (behavior). Sementara itu, menurut The Liang Gie (2000) belajar adalah segenap kegiatan fikiran seseorang yang dilakukan secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang alam semesta, kehidupan masyarakat, perilaku menusia, gejala bahasa, atau perkembangan sejarah. Jadi, seorang siswa yang sedang belajar berarti mengerahkan seluruh kemampuan pikiran secara sungguh–sungguh untuk menggali dan memahami pengetahuan mengenai berbagai pokok soal dari alam semesta sampai perkembangan sejarah.

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Hasil Belajar

    2.1.1.1 Pengertian Belajar

    Belajar merupakan suatu istilah yang tidak asing bagi kita karena

    setiap orang di dunia ini dari lahir hingga meninggal dunia pernah mengalami

    yang namanya belajar sehingga muncul istilah belajar sepanjang hayat. Para

    pakar pendidikan mengemukakan pengertian tentang belajar berdasarkan

    argumennya masing-masing. Antara definisi dari pakar pendidikan yang satu

    dengan yang lainnya memiliki perbedaan tetapi ada juga yang mempuyai

    persamaan, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu

    setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan

    dalam dirinya.

    Menurut Slameto (2003) dalam bukunya Belajar dan Faktor–Faktor

    yang Mempengaruhinya. Beliau menjelaskan “belajar adalah suatu proses

    usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

    laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

    dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar sebagai suatu proses artinya

    kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan

    terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat

    berupa pengetahuan (knowledge) atau perilaku (behavior).

    Sementara itu, menurut The Liang Gie (2000) belajar adalah segenap

    kegiatan fikiran seseorang yang dilakukan secara penuh perhatian untuk

    memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang alam semesta,

    kehidupan masyarakat, perilaku menusia, gejala bahasa, atau perkembangan

    sejarah. Jadi, seorang siswa yang sedang belajar berarti mengerahkan seluruh

    kemampuan pikiran secara sungguh–sungguh untuk menggali dan memahami

    pengetahuan mengenai berbagai pokok soal dari alam semesta sampai

    perkembangan sejarah.

  • 7

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu

    aktivitas/kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku baru

    dalam diri siswa yang meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif,

    maupun psikomotorik, baik itu yang dapat diamati maupun tidak dapat

    diamati sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.

    2.1.1.2 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

    Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang.

    Faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri individu sendiri maupun berasal

    dari luar individu. Slameto (2003) lebih rinci menggolongkan faktor-faktor

    yang dapat mempengaruhi belajar ke dalam dua jenis, yaitu:

    a. Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

    belajar.

    Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor:

    1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat

    tubuh.

    2) Faktor Psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat,

    motif, kematangan, kesiapan.

    3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

    b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu.

    Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat

    dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:

    1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota

    keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

    tua, latar belakang kebudayaan.

    2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru

    dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

    pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan

    gedung, metode belajar, tugas rumah.

    3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat,

    teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

  • 8

    2.1.1.3 Pengertian Hasil Belajar

    Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil

    belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan

    dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap

    proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil

    belajar yang dicapai siswa.

    Menurut Purwanto (2008) hasil belajar adalah perubahan perilaku

    yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

    pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat

    dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif dan

    psikomotorik. Belajar mengusahakan perubahan perilaku dalam domain-

    domain tersebut sehingga hasil belajar merupakan perubahan perilaku dalam

    domain kognitif, afektif dan psikomotorik.

    Benyamin Bloom (Sudjana, 2010) secara garis besar membagi

    menjadi tiga ranah hasil belajar yakni :

    1. Ranah kognitif; berkenan dengan hasil belajar intelektual.

    2. Ranah afektif; berkenan dengan sikap.

    3. Ranah psikomotorik; berkenaan dengan hasil belajar dan kemampuan

    bertindak.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil

    belajar merupakan perubahan perilaku dari proses kegiatan belajar siswa dari

    seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima

    suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu. Perubahan perilaku

    disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang

    diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas

    tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan

    dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

    2.1.1.4 Pengukuran Hasil Belajar

    Untuk mengetahui hasil belajar siswa dan keberhasilan proses

    digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah

  • 9

    ditetapkan tercapai atau tidak. Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar

    dapat diukur dengan menggunakan tes dan non tes. Sistem penilaian yang

    digunakan untuk penelitian ini untuk mengukur hasil belajar menggunakan

    PAP (penilaian acuan patokan). PAP adalah penilaian yang diacukan kepada

    tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian,

    derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya

    dicapai, bukan dibandingkan dengan rata–rata kelompoknya (Sudjana, 2010).

    Hasil belajar merupakan perwujudan kemampuan akibat perubahan

    perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan. Kemampuan tersebut

    menyangkut domain kognitif, afektif dan psikomotorik.

    Penilaian hasil pembelajaran dan penilaian proses yang dilakukan

    pada kegiatan ini adalah menggunakan beberapa sumber, yaitu :

    a. Penilaian hasil belajar dengan tes. Tes yang digunakan ini termasuk dalam

    tes formatif yang dilaksanakan pada akhir siklus. Sumber penilaian ini

    ditekankan pada hasil pembelajaran dilihat dari aspek kognitif mengacu

    pada indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Aturan penilaian dari

    aspek kognitif ini menggunakan skala 0-100 dan acuan yang digunakan

    adalah patokan. Sedangkan standar minimal ketuntasan belajar/KKM

    pada mata pelaran IPA di SD 2 Bangsri adalah 62,50. Sehingga dapat

    dikatakan jika siswa yang mendapat nilai kurang dari batas KKM

    dinyatakan belum tuntas.

    b. Penilaian hasil belajar dengan non tes. Sumber penilaian ini untuk

    mengukur proses pada pembelajaran dilihat dari aspek afektif dan

    psikomotor. Penilaian proses dilakukan pada saat siswa mengikuti

    kegiatan belajar mengajar yaitu keterlibatan dan keaktifan siswa serta

    partisipasi siswa dalam pembelajaran.

    2.1.1.5 Tes Formatif

    Tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada

    siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pelajaran. Hasil tes formatif

    dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang baru saja

  • 10

    dilaksanakan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

    dalam rencana pembelajaran atau belum (Suryanto, 2009).

    Sudjana (2010) juga menyebutkan bahwa penilaian formatif adalah

    penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk

    melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan

    demikian, penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program

    pengajaran dan strategi pelaksanaannya.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah suatu tes yang

    digunakan memantau keberhasilan belajar siswa selama kegiatan belajar

    mengajar berlangsung dalam waktu tertentu dan digunakan untuk memonitor

    kemajuan siswa.

    Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, aspek yang diperhatikan

    dalam penggunaan tes formatif adalah dari aspek bentuk tes. Dilihat dari

    bentuknya, tes formatif dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1) tes objektif dan

    (2)tes uraian. (diunduh pada http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009//11

    sinopsis_disertasi_ratu_ilma_unsri_20101.pdf).

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk tes objektif yang

    penyusunan soalnya berbentuk pilihan jamak (multiple choice) dan

    penyusunan soal jawaban singkat (short answer). Di bawah ini akan diuraikan

    mengenai bentuk tes tersebut.

    Persoalan dalam tes objektif sudah distruktur, sehingga jawaban

    terhadap soal-soal tersebut sudah dapat ditentukan secara pasti. Pada tes

    objektif ini cenderung dapat mengungkap bahan ajar secara luas, karena

    waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan setiap soal relatif singkat. Proses

    penyekoran dan pemeriksaan hasilnya juga lebih mudah, sehingga dalam

    waktu yang relatif singkat dapat diselesaikan pemeriksaan terhadap pekerjaan

    siswa dalam jumlah relatif banyak (Rahmat, 1999)

    Penyusunan soal bentuk pilihan jamak (multiple choice) terdiri dari

    pokok soal (stem) dan kemungkinan jawaban (option). Persoalan bisa

    dirumuskan dalam bentuk pertanyaan tidak lengkap disamping dalam bentuk

    pertanyaan lengkap. Bentuk pilihan jamak dipandang lebih fleksibel. Jenis ini

  • 11

    mampu mengungkapkan jenjang kemampuan siswa yang komplek

    sekalipun (Rahmat, 1999).

    Penyusunan soal jawaban singkat (short answer) dirumuskan dalam

    kalimat pertanyaan. Kelebihan tes objektif ini adalah tidak ada kesempatan

    untuk menebak, karena jawaban harus dicari sendiri oleh testi. Meski

    jawabannya dicari oleh testi, tetapi jawabannya sudah pasti sehingga tidak

    akan menimbulkan variasi jawaban benar (Rahmat, 1999).

    2.1.2 Tinjauan Tentang Belajar IPA di SD

    2.1.2.1 Hakikat Pembelajaran IPA

    IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan

    belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

    Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan

    kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

    menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Depdiknas

    (Samatowa, 2010) menyatakan pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari

    tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh

    pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

    Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata–kata dalam

    bahasa Inggris yaitu natural science artinya ilmu pengetahuan alam (IPA)

    berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science itu

    pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang

    mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2010).

    Dapat dikatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang

    sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala–gejala alam, lahir

    dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen

    serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan

    sebagainya (Trianto, 2010).

    Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses

    ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010) dalam bukunya Model

    Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu

  • 12

    pengetahuan yang mempelajari gejala–gejala melalui serangkaian

    proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap

    ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga

    komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara

    universal.

    2.1.2.2 Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah Dasar

    Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di

    sekolah dasar. Menurut Samatowa (2010) ada berbagai alasan yang

    menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukkan ke dalam kurikulum suatu

    sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu :

    a. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan

    panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali

    tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA

    merupakan dasar teknologi, sering disebut–sebut sebagai tulang punggung

    pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi adalah IPA.

    b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu

    mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis. Contoh IPA

    diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini

    anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan

    suatu masalah demikian “Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak

    diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.

    c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan–percobaan yang dilakukan sendiri

    oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat

    hafalan saja.

    d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai–nilai pendidikan yaitu mempunyai

    potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

    IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang

    benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran

    ilmu yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis,

  • 13

    sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui

    panca indera.

    2.1.3 Pembelajaran Kooperatif

    2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

    Pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar

    siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

    dirumuskan. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar

    dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

    kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap

    anggota kelompoknya harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

    memahami materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif ini diajarkan

    keterampilan–keterampilan khusus agar siswa dapat bekerja sama dengan

    baik dalam kelompoknya, menjadi pendengar yang baik, dan diberi lembar

    kegiatan berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.

    Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan

    (Hamdani, 2010).

    Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

    pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil

    siswa untuk belajar bersama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk

    mencapai tujuan belajar.

    2.1.3.2 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

    Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta

    harapan masa depan yang berbeda–beda. Karena perbedaan itu, manusia

    dapat saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif

    menciptakan interaksi yang asah, asih dan asuh sehingga tercipta masyarakat

    belajar (Learning Community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi

    juga dari sesama siswa. Jadi dasar pembelajaran kooperatif yaitu

    pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang

    silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang

  • 14

    dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat

    (Mulyono, 2010).

    2.1.3.3 Ciri–Ciri Pembelajaran Kooperatif

    Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya

    terdapat elemen–elemen yang saling terkait. Elemen–elemen pembelajaran

    kooperatif menurut Anita Lie (Mulyono, 2011) adalah :

    a. Saling ketergantungan positif

    Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar

    siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan

    inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih

    hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai

    melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling

    ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan

    bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling

    ketergantungan hadiah.

    b. Interaksi tatap muka

    Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling

    bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya

    dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu

    memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga

    sumber belajar lebih bervariasi.

    c. Akuntabilitas individual

    Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

    Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan

    siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara

    individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok

    agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok

    mengetahui siapa anggota yang memerlukan bantuan dan siapa anggota

    kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan

    atas rata-rata hasil belajar semua anggotannya, dan karena itu tiap anggota

  • 15

    kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian

    kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas

    individual.

    d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

    Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,

    mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan

    pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat

    lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi

    (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja

    diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan anta pribadi tidak

    hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

    2.1.4 Pembelajaran dengan Model Picture and Picture

    2.1.4.1 Pengertian Model Picture and Picture

    Picture and picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan

    gambar yang dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis (Hamdani,

    2010). Model pembelajaran picture and picture ini merupakan salah satu

    model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan

    suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.

    Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun

    siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut

    keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk

    melancarkan hubungan kerja dan tugas.

    Model picture and picture ini menggunakan media pembelajaran

    berupa gambar. Penekanan pada media picture and picture ini adalah pada

    proses dan cara mereka berpikir dan mengurutkan yang tersedia. Gambar–

    gambar yang tersedia menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran.

    Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang

    akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk charta dalam

    ukuran besar. Atau jika disekolah sudah menggunakan ICT (information

    comunication technology) dapat menggunakan power point atau software

  • 16

    lainnya (Diakses dari http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-

    pembelajaran-picture-and-picture.html).

    Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa model picture and

    picture penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar mengutamakan

    kelompok-kelompok dan menggunakan media berupa gambar, dimana

    gambar tersebut dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan yang logis. Dari

    gambar tersebut dipersepsikan menjadi simbol-simbol supaya lebih mudah

    diterima/dipahami dan lebih mudah diingat siswa. Kemudian dari gambar

    tersebut jika siswa sudah lebih mudah memahami dan mengingat maka

    pembelajaran tentang materi tersebut akan lebih mudah disimpan dalam

    ingatan mereka sehingga jika siswa mendapat pertanyaan atau soal-soal

    tentang materi tersebut akan lebih mudah menjawab dan berdampak pada

    hasil belajar khususnya mapel IPA dapat meningkat.

    2.1.4.2 Kaitan Model Picture and Picture dengan Teori Memori

    Model picture and picture ini bermanfaat supaya materi yang

    dipelajari dapat disimbolkan atau jika dalam teori memori dengan istilah

    encoding. Model picture and picture ini didukung oleh teori memori.

    a. Pengertian Memori

    Secara etimologi, memori atau memory (Inggris), memoire

    (Prancis) adalah keberadaan tentang pengalaman masa lalu yang hidup

    kembali, catatan yang berisi penjelasan, alat yang dapat menyimpan atau

    merekam informasi (Ahmadi, 2003).

    Ilmu Psikologi mendefinisikan memori sebagai sebuah proses

    pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi (retrieval)

    oleh manusia dan organisme lainnya. Pengkodean berkaitan dengan presepsi

    awal dan pengenalan. Menurut perspektif psikologi terutama psikologi

    kognitif bahwa memori atau ingatan merupakan kekuatan jiwa untuk

    menerima, menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan. Jadi ada tiga unsur

    perbuatan ingatan yaitu menerima kesan-kesan, menyimpan dan

    mereproduksikan. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada

  • 17

    manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu untuk

    menyimpan dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang pernah dialami

    (Ahmadi, 2003).

    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa memori atau

    ingatan tidak hanya kemampuan menyimpan saja tetapi juga termasuk

    kemampuan untuk menerima, menyimpan dan menimbulkan kembali apa

    yang dilihat. Kemampuan tersebut lebih dikenal dengan istilah Encoding

    (pengkodean apa yang dipersepsikan yaitu proses penerimaan), Storage

    (penyimpanan), Retrieval (menimbulkan kembali apa yang di simpan).

    b. Teori-Teori Memori

    Ahmadi (2003) berpendapat teori yang paling banyak diterima oleh

    para ahli adalah teori tentang tiga proses memori, seperti yang telah

    disebutkan diatas, yaitu :

    1. Proses Encoding (pengkodean apa yang dipersepsikan dengan cara

    mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik

    tertentu sesuai dengan perangkat yang ada pada organisme). Proses

    pengubahan informasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu sengaja dan

    tidak sengaja.

    2. Proses Storage (penyimpanan terhadap apa yang telah diproses dalam

    encoding). Proses ini disebut juga retensi yaitu suatu proses pengendapan

    informasi yang diterimanya. Penyimpanan informasi merupakan

    mekanisme yang sangat penting dalam memori. Setiap proses belajar

    meninggalkan jejak-jejak (traces) dalam diri seseorang, meskipun jejak

    ingatan tersebut memungkinkan untuk mengingat lagi tetapi tidak semua

    jejak ingatan tersebut dapat hilang.

    3. Proses Retrieval (pemulihan kembali apa yang telah disimpan

    sebelumnya). Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu

    organisme dalam menghadapi persoalan sehari-hari. Hilgard

    menyebutkan tiga jenis proses mengingat, yaitu : recall, recognition dan

    redintegrative.

  • 18

    Teori tentang memori yang melibatkan proses encoding, storage,

    dan retrieval ini paling banyak disetujui oleh para ahli. Teori yang umum

    digunakan adalah teori Information-Processing. Teori ini dikembangkan oleh

    Richard Atkinson dan Richard Shiffrin menurut teori mereka, memori juga

    melalui proses encoding, storage, dan retrieval.

    2.1.4.3 Langkah–Langkah Model Picture and Picture

    Hamdani (2010) menyebutkan model pembelajaran picture and

    picture mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :

    a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

    Pada langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apa yang

    menjadi kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan

    demikian siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus

    dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indikator-

    indikator ketercapaian kompetensi dasar, sehingga sampai dimana KKM

    yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

    b. Menyajikan materi sebagai pengantar.

    Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini.

    Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa

    yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam

    pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh

    tentang materi yang dipelajari.

    c. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar–gambar kegiatan

    berkaitan dengan materi.

    Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat

    aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang

    ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dengan gambar kita akan

    menghemat energi kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi

    yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya sebagai guru dapat

    memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau

  • 19

    demontrasi yang kegiatan tertentu seperti membuat kopi, menggoreng

    tempe dan sebagainya

    d. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang atau

    mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis

    Pada langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena

    penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa

    terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa

    memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan. Gambar-gambar

    yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan, dibuat, atau

    dimodifikasi. Jika menyusunan bagaimana susunannya. Jika melengkapi

    gambar mana gambar atau bentuknya, panjangnya, tingginya atau

    sudutnya.

    e. Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan gambar tersebut

    Setelah itu ajaklah siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar

    dengan indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi

    berlangsung dengan tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu

    mengendalikan situasi yang terjadi sebagai moderator utamanya dengan

    memberikan sedikit penjelasan jika terdapat kendala dalam diskusi

    sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.

    f. Dari alasan atau urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan

    konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

    Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus

    memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta

    siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan

    siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian

    kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan.

    g. Kesimpulan atau rangkuman

    Kesimpulan dan rangkuman dilakukan bersama dengan siswa.

    Guru membantu dalam proses pembuatan kesimpulan dan rangkuman.

  • 20

    2.1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Picture and Picture

    Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan

    kelemahan. Begitu pula pada model pembelajaraan kooperatif tipe picture

    and picture.

    Kelebihan Model Picture and Picture antara lain :

    a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing–masing siswa.

    b. Melatih berfikir logis dan sistematis.

    c. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.

    d. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.

    e. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

    Model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture menitikberatkan pada

    gambar. Sebagai media gambar pada model ini juga mempunyai kelemahan,

    antara lain :

    a. Memakan banyak waktu dan banyak siswa yang pasif.

    b. Tafsiran orang yang melihat gambar akan berbeda akan terjadi

    ketidaksamaan dalam penafsiran gambar.

    c. Gambar hanya menampilkan persepsi indera mata.

    d. Gambar hanya disajikan dalam ukuran kecil mengakibatkan kurang efektif

    untuk proses pengajaran.

    2.2 Penelitan Yang Relevan

    Penelitian oleh Dewi Diansari (2011) dengan judul “Penerapan Model

    Picture and Picture Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV

    SDN Gampingan 01 Pagak” menyimpulkan bahwa model penggunaan

    pembelajaran model Picture and Picture dapat meningkatkan pembelajaran

    aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I diperoleh rata-rata aktifitas

    belajar siswa yaitu 54,65 meningkat menjadi 75,8 pada siklus II.

    Pembelajaran dengan menggunakan model picture and picture juga

    meningkatkan hasil belajar siswa, pada siklus I diperoleh rata-rata nilai

    evaluasi siswa 69,1 meningkat menjadi 85,8 pada siklus II.

  • 21

    Penelitian oleh Musnaini (2011) dengan judul “Pengunaan Model

    Pembelajaran Picture and Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA

    Kelas III SD Negeri 04 Lubuk Pinang Mukomuko”. Hasil penelitian

    menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran picture and picture dapat

    meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA pada

    siswa kelas III SD Negeri 04 Lubuk Pinang Mukomuko. Ini ditunjukkan dari

    peningkatan minat dan interaksi siswa serta hasil belajar siswa pada setiap

    siklusnya, jika dibandingkan dengan tes awal siswa yang rata-rata nilainya

    45,8. Setelah diterapkan model pembelajaran picture and picture, nilai rata-

    rata siswa meningkat dari 60,50 pada siklus I dan menjadi 67,83 pada siklus

    II. Selain itu, juga tampak dari meningkatnya jumlah siswa yang mencapai

    ketuntasan belajar dari siklus pertama hingga kedua.

    Beberapa hasil penelian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran

    dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture dapat

    meningkatkan hasil belajar IPA. Dengan analisis tersebut maka peneliti

    melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran picture and

    picture untuk meningkatkan hasil belajar khususnya mata pelajaran IPA.

    2.3 Kerangka Berpikir

    Pada KBM di kelas V SD 2 Bangsri dalam mengajarkan materi pada

    pokok bahasan sifat–sifat cahaya guru menggunakan metode yang

    konvensional dan kurang melibatkan siswa sehingga hasil belajar IPA rendah.

    Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan siswa pada pokok bahasan sifat–sifat

    cahaya dari 34 siswa yang mendapat nilai di atas atau sama dengan KKM

    hanya 14 siswa sedangkan 20 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM.

    Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi antara guru

    kelas dan peneliti. Peneliti sebagai pemberi ide dan meminta bantuan guru

    kelas VI sebagai observer saat guru yang melaksanakan KBM. Penelitian

    dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe picture

    and picture, sehingga diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan

  • 22

    hasil belajar mereka dalam mata pelajaran IPA khususnya pokok bahasan

    sifat–sifat cahaya.

    Penerapan pembelajaran pada penelitian ini berdasarkan skema

    kerangka berpikir. Adapun skema itu adalah sebagai berikut:

    Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

    KONDISI AWAL

    Strategi pembelajaran yang konvensional

    Hasil belajar IPA pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya masih rendah.

    TINDAKAN Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran

    Siklus I Menggunakan model pembelajaran picture and picture

    KONDISI AKHIR

    Diduga hasil belajar IPA siswa kelas V meningkat dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture

    Siklus II Menggunakan model pembelajaran picture and picture

  • 23

    2.4 Hipotesis

    Hipotesis yang akan digunakan untuk memberi arahan pada

    penelitian ini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe picture and

    picture dalam pembelajaran IPA pokok bahasan sifat–sifat cahaya dapat

    meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri 2 Bangsri

    Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Semester Genap Tahun Ajaran 2011/

    2012.

  • 23