bab iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum daerah...

48
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Teluk Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk yang terletak di Kabupaten Sukabumi dan berbatasan langsung dengan 4 kecamatan yakni Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, dan Kecamatan Simpenan. Teluk Palabuhanratu berada pada koordinat 06 o 57’ - 07 o 07’ LS dan 106 o 22’ – 106 o 33BT. Teluk Palabuhanratu merupakan teluk terbesar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Panjang garis pantainya mencapai 112 km. Peta Teluk Palabuhanratu dapat dilihat pada Lampiran 2. Teluk Palabuhanratu memiliki gelombang yang cukup besar yang bisa mencapai 1,5 m pada bulan November s/d Maret. Perairan Teluk Palabuhanratu dikelilingi oleh pegunungan dengan kemiringan tanahnya yang terus berlanjut ke dasar perairan sehingga pada beberapa bagian perairan ini cukup dalam. Kedalaman perairan bisa mencapai 200 meter pada jarak sekitar 1 km dari garis pantai. Bagian tengahnya merupakan lereng kontinental (continental shelf) dengan kedalaman 600 m. Teluk ini memiliki bentuk hampir segitiga yang terbuka dengan titik sudutnya terletak pada PPN Palabuhanratu. Mulut Teluk yang menghadap arah barat daya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Secara topografi, daratan yang mengelilingi Teluk Palabuhanratu berupa daerah berbukit, lereng pegunungan, dataran rendah yang sempit dan banyak daerah aliran sungai. Sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu terdiri dari Sungai Cimandiri, Sungai Cibareno, Sungai Cimaja, Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, dan Sungai Cipatuguran. Di wilayah Teluk Palabuhanratu terdapat 8 pelabuhan perikanan yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cipatuguran di Kecamatan Palabuhanratu, PPI Cisolok, PPI Cibangban, PPI Cikembang, dan PPI Legonpari di Kecamatan Cisolok, dan PPI Loji serta PPI Sangrawayang di Kecamatan Simpenan. PPN Palabuhanratu merupakan pelabuhan perikanan terbesar yang menjadi tempat berlabuh kapal dari

Upload: lekhue

Post on 12-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

Teluk Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk yang terletak di

Kabupaten Sukabumi dan berbatasan langsung dengan 4 kecamatan yakni

Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, dan Kecamatan Simpenan. Teluk

Palabuhanratu berada pada koordinat 06o 57’ - 07

o 07’ LS dan 106

o 22’ – 106

o 33’

BT. Teluk Palabuhanratu merupakan teluk terbesar di sepanjang pantai selatan

Pulau Jawa. Panjang garis pantainya mencapai 112 km. Peta Teluk Palabuhanratu

dapat dilihat pada Lampiran 2.

Teluk Palabuhanratu memiliki gelombang yang cukup besar yang bisa

mencapai 1,5 m pada bulan November s/d Maret. Perairan Teluk Palabuhanratu

dikelilingi oleh pegunungan dengan kemiringan tanahnya yang terus berlanjut ke

dasar perairan sehingga pada beberapa bagian perairan ini cukup dalam.

Kedalaman perairan bisa mencapai 200 meter pada jarak sekitar 1 km dari garis

pantai. Bagian tengahnya merupakan lereng kontinental (continental shelf) dengan

kedalaman 600 m. Teluk ini memiliki bentuk hampir segitiga yang terbuka

dengan titik sudutnya terletak pada PPN Palabuhanratu. Mulut Teluk yang

menghadap arah barat daya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.

Secara topografi, daratan yang mengelilingi Teluk Palabuhanratu berupa

daerah berbukit, lereng pegunungan, dataran rendah yang sempit dan banyak

daerah aliran sungai. Sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu terdiri

dari Sungai Cimandiri, Sungai Cibareno, Sungai Cimaja, Sungai Citepus, Sungai

Cipalabuhan, dan Sungai Cipatuguran.

Di wilayah Teluk Palabuhanratu terdapat 8 pelabuhan perikanan yakni

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan

Ikan (PPI) Cipatuguran di Kecamatan Palabuhanratu, PPI Cisolok, PPI

Cibangban, PPI Cikembang, dan PPI Legonpari di Kecamatan Cisolok, dan PPI

Loji serta PPI Sangrawayang di Kecamatan Simpenan. PPN Palabuhanratu

merupakan pelabuhan perikanan terbesar yang menjadi tempat berlabuh kapal dari

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

32

berbagai ukuran. Selain pelabuhan perikanan, terdapat pula tiga tempat pelelangan

ikan (TPI) di sekitar Teluk Palabuhanratu yakni TPI Palabuhanratu di Kecamatan

Palabuhanratu yakni di kompleks PPN Palabuhanratu dan TPI Cisolok serta TPI

Cibangban di Kecamatan Cisolok. TPI Palabuhanratu merupakan tempat

pelelangan ikan terbesar di Teluk Palabuhanratu.

4.2 Alat Tangkap Ikan Peperek

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan peperek di Teluk

Palabuhanratu terdiri dari tiga jenis yakni payang, bagan, dan purse seine. Namun

alat tangkap yang banyak digunakan hanya payang dan bagan. Fishing base dari

payang adalah di PPN Palabuhanratu, PPI Cisolok dan PPI Cibangban, sementara

fishing base bagan adalah di PPN Palabuhanratu dan PPI Cibangban saja. Di PPI-

PPI lain tidak terdapat bagan maupun payang, alat tangkap yang ada umumnya

adalah pancing ulur untuk menangkap ikan layur. Sementara itu, kapal purse seine

yang beroperasi di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu tidak berasal dari

pelabuhan perikanan di Teluk Palabuhanratu, melainkan berasal dari daerah lain

namun pada waktu-waktu tertentu datang, menangkap ikan di Teluk

Palabuhanratu dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu (TPI

Palabuhanratu). Purse seine yang beroperasi di Teluk Palabuhanratu biasanya

berasal dari Binuangeun (Banten) dan Bengkulu. Pada kenyatannya berlabuhnya

kapal purse seine ke PPN Palabuhanratu jarang terjadi, dan yang menangkap ikan

peperek tidak setiap tahun ada. Dalam rentang tahun 2002-2012 tercatat hanya

pada tahun 2004, 2005, dan 2007 saja terdapat kapal purse seine yang menangkap

ikan peperek di Teluk Palabuhanratu dan mendaratkannya ke TPI Palabuhanratu.

4.2.1 Payang

4.2.1.1 Gambaran Umum

Payang merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menangkap ikan

peperek di Teluk Palabuhanratu. Unit penangkapan payang terdiri atas alat

tangkap jaring payang, perahu payang, dan nelayan payang. Jaring payang atau

payang merupakan pukat kantong lingkar dan secara sederhana terdiri atas bagian

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

33

kantong, badan, pelampung, pemberat, tali ris, dan tali selambar (Lampiran 5).

Panjang satu lingkaran payang (tidak termasuk kantong) bervariasi mulai 206

depa (±340 m) sampai 262 depa (±430 m).

Ada dua jenis perahu payang, yakni perahu kayu dan perahu fiber (perahu

kincang). Perahu payang yang fishing base-nya di PPN Palabuhanratu dan PPI

Cibangban hampir semuanya merupakan perahu kayu. Perahu kayu ini berdimensi

10,9×2,65×1 m. Perahu ini menggunakan tenaga penggerak motor tempel Yamaha

40 PK. Perahu payang tidak memiliki rumah-rumahan (house deck) agar luasan di

atas dek cukup luas dan tidak mengganggu proses setting dan hauling payang.

Khusus di PPN Palabuhanratu, terdapat pula sedikit kapal kayu bermesin diesel

yang menggunakan alat tangkap payang. Pada tahun 2013 hanya tersisa 1 kapal

diesel yang mengoperasikan jaring payang. Selain itu, baik di PPN palabuhanratu

maupun PPI Cibangban ada pula sedikit perahu kincang yang menggunakan

payang.

Payang yang dioperasikan dengan perahu kincang banyak terdapat di PPI

Cisolok. Perahu kincang ini berdimensi 8×1,8×0,5 m. Perahu ini dilengkapi

tenaga penggerak motor tempel berkekuatan 25 PK. Menurut keterangan nelayan,

dulunya perahu payang di Cisolok adalah perahu kayu sama seperti di PPN

Palabuhanratu dan PPI Cibangban. Namun pada tahun 2010 nelayan payang

beralih pada perahu kincang. Pada tahun 2013, di PPI Cisolok tersisa 4 unit

perahu payang yang terbuat dari kayu. Gambar perahu payang (kayu) dapat dilihat

pada Lampiran 11.

Satu perahu payang lazimnya membawa 15 nelayan yang terdiri dari 1 juru

mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan tetapi, pada

saat-saat kelimpahan ikan rendah, tidak semua ABK ikut melaut sehingga jumlah

nelayan dalam 1 perahu payang kurang dari 15. Selain itu ada pula beberapa

perahu payang yang membawa lebih dari 15 nelayan (Lampiran 4).

Walaupun ikan peperek banyak ditangkap dengan payang sebenarnya ikan

peperek bukanlah target utama penangkapan payang. Hal itu karena ikan peperek

tidak bernilai ekonomis tinggi. Target utama payang adalah ikan-ikan ekonomis

seperti tongkol atau cakalang bahkan tuna atau paling tidak koyo/eteman atau

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

34

tembang. Namun demikian, ikan peperek bukanlah by catch dari operasi

penangkapan payang. Ikan peperek tetap dengan sengaja ditangkap ketika nelayan

payang tidak berhasil menangkap jenis ikan target atau hanya mendapatkan

sedikit ikan target.

Lokasi penangkapan payang pada hari-hari biasa terbatas di wilayah Teluk

Palabuhanratu yang mencakup perairan Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cikakak,

Kecamatan Palabuhanratu, dan perairan Kecamatan Simpenan. Dalam aktivitas

menangkap ikan, nelayan dari PPN Palabuhanratu, Cisolok, dan Cibangban

berbaur di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu. Kadang-kadang pada saat-saat

sulit menangkap ikan di wilayah Teluk, nelayan payang mencari ikan ke luar

Teluk, sampai ke Ujung Genteng atau Binuangeun (Banten). Ketika musim ikan

hal ini tidak dilakukan. Pada saat–saat musim puncak ikan operasi penangkapan

bahkan hanya dilakukan di perairan sekitar pelabuhan darimana perahu payang

tersebut berasal.

Penangkapan ikan peperek sendiri tidak dilakukan di perairan yang jauh,

melainkan di perairan pinggir. Hal itu karena habitat ikan peperek yang memang

berada di pinggir perairan. Perahu payang biasanya menangkap peperek pada sore

hari yakni setelah selesai melakukan pencarian ikan lain dan tidak berhasil

menangkap jenis ikan lain atau tangkapan jenis ikan lain dirasa belum cukup.

Perkembangan jumlah payang yang beroperasi di Teluk Palabuhanratu dari

tahun ke tahun dalam rentang tahun 2002-2012 dapat dilihat pada Gambar 6. Pada

Gambar 6 terlihat bahwa pada rentang tahun 2002 sampai 2006 jumlah perahu

payang mengalami peningkatan. Namun, mulai tahun 2007 terjadi penurunan

jumlah perahu payang. Penurunan terjadi hampir setiap tahun sampai tahun 2012.

Pada tahun 2012 tersisa 104 unit perahu payang di Teluk Palabuhanratu, 51 unit di

PPN Palabuhanratu, 35 unit di PPI Cisolok, dan 18 unit di PPI Cibangban.

Menurut pengakuan nelayan payang, penurunan jumlah perahu payang terjadi

karena usaha penangkapan payang dirasa tidak lagi menguntungkan. Menurut

nelayan, hal itu terjadi seiring banyaknya pemasangan rumpon di dekat Teluk

Palabuhanratu. Nelayan beranggapan bahwa ikan-ikan tongkol dan cakalang yang

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

35

biasanya bermigrasi ke perairan Teluk terhalang oleh rumpon dan sulit tertangkap

oleh payang.

Gambar 6. Grafik jumlah unit perahu payang

(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun

2002-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)

4.2.1.2 Metode Pengoperasian

Operasi penangkapan dengan payang di Teluk Palabuhanratu lazimnya

dilakukan selama satu hari (one day fishing) mulai pukul ± 06.00 WIB dan

berakhir pada pukul ±18.00 WIB. Namun, bila hasil tangkapan dirasa cukup,

perahu payang bisa mendarat lebih awal, paling dini pada pukul 13.00 WIB.

Sebaliknya bila hasil tangkapan dirasa belum cukup perahu bisa mendarat pada

malam hari, paling larut adalah pada pukul 22.00 WIB.

Pengoperasian payang dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap

persiapan, tahap pencarian ikan, tahap penurunan alat tangkap (setting), dan tahap

penarikan (hauling).

a. Tahap persiapan

Tahap persiapan terdiri dari persiapan perbekalan untuk konsumsi

selama melaut, bahan bakar, es, pemeriksaan mesin dan alat tangkap.

Persiapan mesin dan alat tangkap biasanya dilakukan setengah jam sebelum

perahu melaut.

119

153 159

264 270243

146 141

110133

104

0

50

100

150

200

250

300

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h P

era

hu

Pa

ya

ng

Tahun

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

36

b. Tahap pencarian ikan

Setelah persiapan selesai perahu payang berangkat mencari

gerombolan ikan. Pada operasi penangkapan payang, lokasi penangkapan

biasanya tidak ditentukan sebelumnya, ke titik mana saja kapal bergerak

sepenuhnya bergantung pada situasi dan kondisi dimana ditemukan

gerombolan ikan. Selama nelayan tidak melihat gerombolan ikan, kapal akan

terus bergerak menjelajahi wilayah Teluk Palabuhanratu dengan

mempertimbangkan cadangan bahan bakar yang dibawa.

c. Tahap penurunan alat tangkap payang (setting)

Tahap ketiga dalam pengoperasian alat tangkap payang adalah

penurunan jaring payang. Ketika nelayan melihat gerombolan ikan dengan

cepat kapal mendekat dan dilakukan penurunan jaring. Payang diturunkan

dalam keadaan kapal bergerak cepat. Payang diturunkan dari bagian kiri

dimana perahu bergerak melingkar ke kiri. Tahap ini dimulai dengan

menurunkan tali dan pelampung pada satu ujung jaring payang. Berikutnya

badan jaring diturunkan perlahan-lahan dengan cara menurunkan satu per satu

kuluh (pelampung bambu) dan pemberat pada jaring. Setelah seluruh badan

jaring diturunkan, tali selambar (ujung jaring yang lain) yang tertinggal di

perahu segera diikatkan pada tiang di perahu. Perahupun bergerak menuju

ujung tali selambar lain yang mengapung di air. Ujung tali ini dikait dari air

kemudian juga diikat ke tiang. Gerombolan ikan terkurung dalam lingkaran

payang yang ujung-ujungnya terikat di perahu. Waktu yang dibutuhkan untuk

proses setting adalah sekitar 10 menit.

d. Tahap penarikan alat tangkap payang (hauling)

Setelah gerombolan ikan terkurung oleh lingkaran payang, dilakukan

tahap penarikan jaring payang (hauling). Sebelum jaring benar-benar ditarik

harus dipastikan bahwa posisi awal tali selambar yang ditarik berjarak sama

terhadap pelampung pertama. Karena itu, sebelum tahap hauling, dilakukan

penarikan tali pada ujung jaring yang satu (yang diturunkan belakangan) yang

lebih panjang daripada tali selambar yang diturunkan pertama. Dalam tahap

ini perahu berbalik 180o sehingga posisi perahu di dalam lingkaran jaring.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

37

Setelah itu, perahu kembali berbalik 180o sehingga kembali pada posisi awal.

Hauling-pun dilakukan pada kedua ujung jaring dari depan dan belakang

perahu. Posisi nelayan adalah berdiri bersaf dari depan sampai ke belakang

perahu. Nelayan ini dibagi dua kelompok dengan jumlah yang sama, satu

kelompok menarik sisi jaring yang satu (sebelah kiri), kelompok lain menarik

sisi jaring yang lain (sebelah kanan). Nelayan pada posisi paling depan

menarik bagian atas jaring sebelah kanan (tali dan kuluh) dan yang paling

belakang menarik bagian atas jaring sebelah kiri. Nelayan pada posisi lebih

tengah dari perahu menarik bagian tengah jaring, sementara dua nelayan

paling tengah menarik bagian bawah dari jaring (pemberat). Kedua kelompok

nelayan diusahakan menarik kedua sisi jaring payang dengan kecepatan sama

sehingga jumlah kuluh yang terangkat ke perahu untuk kedua sisi sama

banyak dan pada akhirnya penarikan sampai kepada bagian tengah jaring

(kantong) pada saat yang sama. Ikan yang tertangkap terjebak dalam kantong

payang. Waktu yang dibutuhkan untuk proses hauling sekitar 20 menit.

4.2.2 Bagan

4.2.2.1 Gambaran Umum

Bagan yang terdapat di Perairan Teluk Palabuhanratu hampir seluruhnya

merupakan bagan apung. Fishing base dari bagan apung ini sebagian besar adalah

di PPN Palabuhanratu dan sebagian kecil di PPI Cibangban. Di PPI Cisolok tidak

terdapat bagan karena ada larangan dari pemerintah setempat karena kekhawatiran

“berbenturan” dengan jaring tembang. Bagan apung yang berasal dari PPN

Palabuhanratu hampir semuanya merupakan bagan rakit (blong), sementara bagan

apung yang berasal dari PPI Cibangban kebanyakan merupakan bagan perahu.

Pada hari-hari biasa bagan relatif terlokalisasi di perairan sekitar

pelabuhan darimana bagan tersebut berasal. Untuk bagan apung yang fishing

base-nya di PPN Palabuhanratu bagan terkumpul di perairan sekitar Kecamatan

Palabuhanratu dan yang fishing base-nya di PPI Cibangban bagan relatif

terkumpul di perairan sekitar Cibangban. Namun demikian, bagan apung bisa

dipindahkan ke bagian perairan lain biasanya ke selatan sampai Kecamatan

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

38

Simpenan, namun hal ini jarang dilakukan. Hal ini karena alasan jauhnya

pendaratan ikan. Bagan baru dipindahkan ketika di perairan sekitar pelabuhan

sedang jarang ikan sementara di daerah lain sedang musim ikan, biasanya ikan

tongkol.

Di Perairan Teluk Palabuhanratu bagan rakit berukuran 7×7 m - 10×10 m,

yang terbanyak berukuran 9×9 m. Namun demikian, ada pula bagan rakit yang

berukuran 6×6 m atau 11×11 m (Lampiran 4). Sementara itu, bagan perahu

kebanyakan berukuran 12×12 m. Konstruksi bagan rakit terdiri atas anjang-

anjang (pelataran), rumah bagan, tiang pancang, waring, jangkar, alat penggulung

(roler), lampu, dan pelampung (Lampiran 5). Pada bagan rakit pelampung terbuat

dari drum plastik (blong) sementara pada bagan perahu terbuat dari perahu kayu.

Sebagian besar konstruksi ini terbuat dari bambu. Pada awalnya untuk menarik

ikan berkumpul digunakan lampu petromak, tetapi saat ini telah digantikan

dengan lampu neon dengan tenaga genset. Bagan rakit dioperasikan oleh 1-2

orang ABK, sementara bagan perahu dioperasikan oleh 3-4 ABK.

Walaupun ikan peperek banyak tertangkap dengan bagan, tidak setiap

operasi bagan menangkap ikan peperek. Bagan merupakan alat tangkap pasif yang

menuggu ikan yang datang kepadanya, sifatnya untung-untungan. Jenis ikan apa

yang akan ditangkap tidak bisa ditarget seperti halnya payang. Ikan-ikan yang

biasa tertangkap dengan bagan antara lain tongkol kecil, tembang, teri, peperek,

dan udang rebon. Jenis ikan yang tertangkap berbeda-beda bergantung musimnya.

Perkembangan jumlah bagan apung dari tahun ke tahun pada rentang tahun

2003-2012 di Perairan Teluk Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah

ini.

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

39

Gambar 7. Grafik jumlah unit bagan

(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun

2003-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)

Berdasarkan Gambar 7 jumlah bagan yang beroperasi di Perairan Teluk

Palabuhanratu berfluktuasi setiap tahunnya. Jumlah tertinggi terjadi pada tahun

2005 yang tidak berbeda jauh dengan tahun 2006, 2007, 2011, dan 2012. Tahun

2006 sampai 2009 jumlah bagan mengalami penurunan tetapi tahun-tahun

berikutnya mengalami kenaikan. Menurut keterangan nelayan, bagan apung di

Teluk Palabuhanratu memang cenderung bertambah setiap tahunnya. Hal itu

karena bagan relatif tidak “berebut” hasil tangkapan dengan alat tangkap lain

karena sasaran bagan umumnya adalah ikan-ikan kecil yang tidak ditangkap alat

tangkap lain. Hal ini amat berbeda dari payang yang jumlahnya terus menurun

karena kalah bersaing dengan nelayan rumpon.

Selain terdapat bagan terdapat pula angkutan bagan. Angkutan bagan

adalah kapal yang digunakan untuk menjemput hasil tangkapan bagan ke dermaga

sekaligus mengantar jemput nelayan ke bagan. Di PPN Palabuhanratu kapal yang

digunakan sebagai angkutan bagan adalah kapal kayu berukuran 6 GT dan

berdimensi 10×2,6×1,2 m. Sebagian besar kapal ini ditenagai oleh mesin diesel

Yanmar berkekuatan 33 PK atau 22 PK, ada juga yang menggunakan mesin mobil

Mitsubishi 120 PS. Jumlah bagan untuk satu angkutan bagan di PPN

Palabuhanratu umumnya 15 bagan dengan jumlah ABK 15-30 orang ditambah

124111

316297 299

232

165 175

286301

0

50

100

150

200

250

300

350

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h B

ag

an

Tahun

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

40

satu tekong (juru mudi) dan satu juru batu. Namun, pada saat-saat dimana

kelimpahan ikan menurun, tidak semua bagan beroperasi sehingga jumlah bagan

untuk satu angkutan bagan kurang dari 15. Selain itu, beberapa angkutan bagan

juga ada yang hanya terdiri dari maksimal 12 bagan.

Berbeda dari PPN Palabuhanratu di PPI Cibangban angkutan bagan adalah

identik dengan perahu payang yakni perahu kayu berukuran 5 GT dan berdimensi

10,9×2,65×1 m. Mesin yang digunakan umumnya adalah motor tempel bermerk

Johnson atau Yamaha berkekuatan 40 PK. Angkutan bagan ini diisi oleh 6-28

nelayan bagan (3-5 bagan). Jumlah bagan per satu angkutan bagan di PPI

Cibangban memang lebih sedikit daripada di PPN Palabuhanratu karena ukuran

bagan di PPI Cibangban lebih besar daripada di PPN Palabuhanratu.

Sama halnnya seperti bagan apung, jumlah angkutan bagan juga berubah

dari tahun ke tahun. Perkembangan jumlah angkutan bagan yang ber-fishing base

di PPN Palabuhanratu dan PPI Cibangban dalam rentang tahun 2002-2012 dapat

dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8. Grafik jumlah unit angkutan bagan

(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun

2002-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)

Dari Gambar 8 dibandingkan dengan Gambar 7 terlihat bahwa pola naik

dan turunnya jumlah angkutan bagan mirip dengan pola naik-turunnya jumlah

13

1719

25 2426

21

18

2624

26

0

5

10

15

20

25

30

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h A

ng

ku

tan

Ba

ga

n

Tahun

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

41

bagan apung meskipun tidak persis sama. Hal itu masuk akal karena ketika jumlah

bagan apung meningkat maka diperlukan jumlah angkutan bagan yang lebih

banyak untuk mengangkut nelayan dan hasil tangkapannya, demikian sebaliknya.

4.2.2.2 Metode Penngoperasian

Sama halnya seperti payang, bagan apung di Teluk Palabuhanratu juga

dioperasikan tidak melebihi 1 hari (one day fishing) tepatnya satu malam. Untuk

menuju bagannya masing-masing sekelompok nelayan bagan diantarkan oleh

sebuah kapal angkutan bagan. Angkutan bagan yang digunakan satu kelompok

nelayan adalah tetap, tidak berpindah-pindah ke angkutan bagan yang lain.

Nelayan biasanya berkumpul di sekitar dermaga pada pukul 15.00 – 16.30 WIB

sambil menunggu nelayan bagan lain yang belum datang.

Pengoperasian alat tangkap bagan rakit dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu

tahap persiapan, tahap penurunan waring (setting), dan tahap pengangkatan

waring (hauling).

a. Tahap persiapan

Perlengkapan yang dipersiapkan untuk operasi penangkapan dengan

bagan rakit antara lain genset, lampu neon, carangka (keranjang ikan dari

bambu), dan konsumsi. Genset, lampu, dan keranjang biasanya dibawa ke

darat setiap bagan selesai beroperasi, tidak ditinggal di bagan, karena alasan

keamanan. Oleh karenanya ketika akan beroperasi lagi semua perlengkapan

ini dibawa kembali dari darat oleh ABK bagan bersangkutan menggunakan

angkutan bagan. Pada saat yang sama, juru mudi dan juru batu dari angkutan

bagan juga mempersiapkan kapal angkutan bagan yang akan digunakan

membawa nelayan. Pada sekitar pukul 16.30 – 17.00 WIB angkutan bagan

berangkat menghantarkan para ABK bagan ke bagannya masing-masing.

Nelayan bagan apung tiba di bagannya masing-masing pada saat yang

berbeda bergantung pada jauh dekatnya jarak bagan dari dermaga. Nelayan

yang bagannya paling dekat ke dermaga akan tiba paling awal di bagan,

selanjutnya angkutan bagan meneruskan perjalanan ke bagan berikutnya.

Nelayan yang bagannya paling jauh akan tiba paling akhir. Namun demikian,

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

42

biasanya seluruh nelayan sudah tiba di bagannya masing-masing sebelum

pukul 18.00 WIB. Usai mengantar seluruh nelayan bagan angkutan bagan

biasanya tidak kembali ke dermaga melainkan merapat ke salah satu bagan

apung, juru mudi dan juru batu beristirahat di kapal atau menumpang di salah

satu bagan.

b. Tahap penurunan waring (setting)

Ketika hari mulai gelap (pukul 17.30-18.00 WIB) nelayan bagan

memulai operasi penangkapan. Beberapa set lampu (satu set terdiri dari 1

baskom warna silver dengan 2 buah lampu neon) dipasang di bawah pelataran

dekat permukaan air. Genset dihidupkan dan lampu menyala. Waring

diturunkan menggunakan roler. Selanjutnya nelayan menunggu ikan

berkumpul di atas waring.

c. Tahap penngangkatan waring (hauling)

Ketika ikan sudah terlihat berkumpul di atas waring (di bawah

pelataran bagan) waring siap dangkat (hauling). Sebelumnya keempat set

lampu diganti dengan 1 set lampu yang lebih redup agar gerombolan ikan

memusat di tengah-tengah waring. Satu set lampu pengganti ini tersusun atas

sebuah ember yang bagian dalamnya dilakban metalik, sebuah lampu, dan

keranjang yang berfungsi lebih membatasi jangkauan cahaya lampu. Waring

diangkat dengan cepat menggunakan roler dan roler dikunci agar posisi

waring tidak berubah. Hasil tangkapan diserok dan dimasukkan ke dalam

carangka (keranjang).

Lamanya waktu dari tahap setting ke hauling sepenuhnya bergantung

pada ada tidaknya ikan berkumpul di atas waring. Kalau ikan sedang banyak

hanya diperlukan setengah sampai satu jam dari saat setting, waring sudah

bisa diangkat. Oleh karenanya ketika sedang banyak ikan proses hauling bisa

mencapai 10 kali dalam semalam. Sebaliknya, apabila tidak ada ikan, waring

bisa dibiarkan semalaman di dalam air dan baru diangkat pagi-pagi ketika

akan pulang.

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

43

Pada saat hari mulai terang nelayan bagan apung beserta hasil

tangkapannya dijemput oleh angkutan bagan, dibawa kembali ke pelabuhan.

Angkutan bagan mendarat di dermaga pada pukul 06.00-06.30 WIB.

4.3 Analisis Produksi, Upaya Penangkapan, dan CPUE Ikan Peperek

4.3.1 Analisis Produksi Ikan Peperek

Sumberdaya ikan peperek di wilayah Teluk Palabuhanratu adalah

melimpah yang diindikasikan dari hasil tangkapannya yang tinggi setiap

tahunnya. Di TPI Palabuhanratu dari semua jenis ikan yang didaratkan (baik yang

berasal dari dalam maupun luar teluk), ikan peperek selalu menjadi salah satu ikan

dominan setiap tahunnya. Hasil tangkapan ikan peperek di Teluk Palabuhanratu

didapatkan dari alat tangkap payang yang didaratkan di TPI Palabuhanratu, TPI

Cisolok, dan TPI Cibangban, dari bagan yang didaratkan di TPI Palabuhanratu

dan TPI Cibangban, dan kadang-kadang purse seine yang didaratkan di TPI

Palabuhanratu. Perkembangan produksi ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Grafik produksi ikan peperek tiap tahun

(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun

2002-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)

178.8 159.2

427.9388.0

266.0

530.0

234.7

164.6

424.0

210.0

151.7

0.0

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

600.0

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pro

du

ksi

(to

n)

Tahun

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

44

Berdasarkan Gambar 9 jumlah produksi peperek berfluktuasi dari tahun ke

tahun. Produksi yang tertinggi terjadi pada tahun 2007, sementara produksi yang

rendah terjadi pada tahun 2002, 2003, 2009, dan 2012. Pada tahun 2007 produksi

ikan peperek paling tinggi disebabkan oleh upaya penangkapan pada tahun

tersebut yang juga paling tinggi (Gambar 16).

4.3.2 Analisis Upaya Penangkapan Ikan Peperek

Penangkapan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu dilakukan

dengan alat tangkap bagan, payang, dan sesekali purse seine. Satu trip operasi

penangkapan untuk ketiga jenis alat tangkap ini masing-masing adalah satu hari

(one day fishing).

Biasanya dalam penelitian-penelitian yang melibatkan Model Produksi

Surplus upaya penangkapan yang digunakan adalah jumlah trip keseluruhan

semua alat tangkap yang menangkap jenis ikan yang diteliti di suatu wilayah

perairan. Akan tetapi, dalam penelitian ini ada pertimbangan tertentu yang

menjadikan jumlah trip keseluruhan tidak tepat digunakan. Ikan peperek bukan

merupakan target utama penangkapan, terutama alat tangkap payang. Oleh

karenanya, tidak semua trip payang mendapatkan hasil tangkapan ikan peperek.

Pada kenyatannya, trip payang yang menangkap ikan peperek hanya sebagian

kecil dari jumlah trip keseluruhan (Gambar 10). Tidak jauh berbeda dari payang,

bagan juga tidak selamanya mendapatkan hasil tangkapan ikan peperek.

Walaupun tidak menargetkan secara khusus jenis ikan apa yang akan ditangkap

karena sifatnya lebih untung-untungan, trip bagan yang mendapatkan ikan

peperek jauh lebih kecil dibandingkan jumlah trip bagan keseluruhan.

Jumlah trip keseluruhan bagan dan payang dalam satu tahun tidak cukup

mewakili upaya penangkapan ikan peperek. Yang lebih tepat digunakan sebagai

upaya penangkapan adalah data jumlah trip efektif dari payang, bagan, dan purse

seine. “Trip efektif” berarti hanya trip yang menangkap ikan peperek saja yang

diperhitungkan. Untuk perahu payang dan angkutan bagan yang fishing base-nya

di PPN Palabuhanratu, trip efektif pada rentang waktu 2002-2012 tercatat pada

buku hasil tangkapan harian PPN Palabuhanratu. Akan tetapi, untuk perahu

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

45

payang yang fishing base-nya di PPI Cisolok serta perahu payang dan angkutatan

bagan di PPI Cibangban tidak tersedia data harian lengkap. Oleh karenanya, trip

efektif payang dan angkutan bagan di PPI Cibangban dan PPI Cisolok didapatkan

dari estimasi berdasarkan persentase rata-rata trip efektif payang dan angkutan

bagan dari trip keseluruhan di PPN Palabuhanratu. Di PPN Palabuhanratu trip

efektif payang rata-rata 5% dari trip keseluruhan tiap tahunnya dan trip efektif

angkutan bagan 15% dari trip keseluruhan.

Pada Gambar 10 di bawah ditampilkan grafik trip efektif dan trip

keseluruhan payang di Perairan Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan Gambar

tersebut terlihat bahwa pada hampir setiap tahun jumlah trip payang yang benar-

benar menangkap ikan peperek sangatlah rendah dibandingkan jumlah trip payang

yang menangkap ikan lain.

Gambar 10. Grafik jumlah trip payang yang menangkap dan tidak menangkap

ikan peperek

(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2003-2012 dan DKP Kab.

Sukabumi 2013)

Secara lebih jelas, perkembangan jumlah trip efektif payang di Perairan

Teluk Palabuhanratu tiap tahun ditampilkan kembali pada Gambar 11.

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

Pa

ya

ng

Tahun

Non-Peperek

Peperek

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

46

Gambar 11. Grafik jumlah trip payang yang menangkap ikan peperek

(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2002-2012 dan DKP Kab.

Sukabumi 2013)

Pada alat tangkap bagan, hasil tangkapan dan jumlah trip yang didata

bukanlah hasil tangkapan dan jumlah trip bagan apungnya melainkan hasil

tangkapan yang dibawa dan jumlah trip dari “angkutan bagan”. Oleh karenanya

jumlah trip angkutan baganlah yang digunakan sebagai satuan upaya penangkapan

ikan peperek oleh bagan di Perairan Teluk Palabuhanratu dalam penelitian ini.

Perkembangan jumlah trip angkutan bagan di Perairan Teluk

Palabuhanratu disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

Pa

ya

ng

Tahun

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

47

Gambar 12. Grafik jumlah trip angkutan bagan yang mendaratkan dan tidak

Mendaratkan ikan peperek

(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2003-2012 dan DKP Kab.

Sukabumi 2013)

Gambar 13. Grafik jumlah trip angkutan bagan yang mendaratkan ikan peperek

(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2002-2012 dan DKP Kab.

Sukabumi 2013)

Sama halnya seperti payang, jumlah trip angkutan bagan yang berhasil

menangkap ikan peperek jauh lebih kecil dibanding jumlah trip angkutan bagan

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

An

gk

uta

n B

ag

an

Tahun

Non-Peperek

Peperek

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

An

gk

uta

n B

ag

an

Tahun

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

48

yang menangkap ikan lainnya. Hal itu terjadi karena ikan-ikan yang biasa

tertangkap dengan bagan ada berbagai macam yakni tongkol kecil, tembang,

peperek, udang rebon, dll. Jenis ikan apa yang tertangkap tergantung musimnya.

Ketika sedang musim tongkol misalnya bisa jadi yang tertangkap adalah ikan

tongkol saja, tanpa ada ikan lain yang tertangkap. Demikian juga ketika sedang

musim ikan-ikan jenis lain. Karena ikan peperek hanya satu dari banyak jenis ikan

yang kemungkinan tertangkap, maka jumlah trip angkutan bagan yang berhasil

menangkap ikan peperek hanya sebagian kecil dari trip keseluruhan.

Pada beberapa tahun dalam rentang tahun 2002-2012 terdapat kapal purse

seine yang menangkap ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu dan

mendaratkannya ke PPN Palabuhanratu. Pada Gambar 14 dan Gambar 15

ditampilkan jumlah trip kapal purse seine dalam rentang tahun 2002-2012.

Gambar 14. Grafik jumlah trip purse seine yang menangkap dan tidak menangkap

ikan peperek

(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2003-2012)

0

50

100

150

200

250

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

Pu

rse

Sei

ne

Tahun

Non-Peperek

Peperek

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

49

Gambar 15. Grafik jumlah trip purse seine yang menangkap ikan peperek

(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2002-2012)

Sama seperti dua alat tangkap sebelumnya, trip purse seine yang

beroperasi di Perairan Teluk Palabuhanratu juga hanya sebagian kecil yang

menangkap ikan peperek. Dari rentang tahun 2002-2012 hanya pada tiga tahun

purse seine menangkap ikan peperek yakni tahun 2004, 2005, dan 2007. Hal itu

karena kebanyakan kapal purse seine yang datang ke PPN Palabuhanratu

berukuran besar (>20 GT) dan menangkap ikan di perairan tengah sementara ikan

peperek habitatnya di pinggir Teluk. Beberapa kapal purse seine yang menangkap

ikan peperek adalah kapal kecil berukuran <10 GT yang biasanya datang dari

Binuangeun, Banten.

Untuk mendapatkan upaya penangkapan ikan peperek total tahunan, data-

data jumlah trip payang, angkutan bagan, dan purse seine yang menangkap ikan

peperek (trip efektif) pada tahun yang sama dijumlahkan setelah sebelumnya

dilakukan standardisasi menjadi setara payang (Lampiran 7). Payang ditetapkan

sebagai alat tangkap standar dengan melihat rata-rata hasil tangkapan per trip atau

catch per unit of effort (CPUE) payang lebih tinggi dibanding angkutan bagan.

Walaupun purse seine memiliki rata-rata CPUE paling tinggi, purse seine tidak

digunakan sebagai standar karena purse seine bukan merupakan alat tangkap

0

1

2

3

4

5

6

7

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

Pu

rse

Sei

ne

Tahun

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

50

dominan di Teluk Palabuhanratu. Jumlah trip total tiap tahun ditampilkan pada

Gambar 16.

Gambar 16. Grafik jumlah trip terstandardisasi (setara payang) yang menangkap

ikan peperek

4.3.3 Analisis Catch per Unit of Effort (CPUE) Ikan Peperek

Catch per Unit of Effort (CPUE) atau hasil tangkapan per satuan upaya

diperoleh dengan cara membagi hasil tangkapan ikan peperek dengan upaya

penangkapannya. Hasil tangkapan adalah dalam ton dan upaya penangkapannya

dalam jumlah trip.

Grafik CPUE untuk angkutan bagan, payang, dan purse seine dari tahun

2002-2012 disajikan berturut-urut pada Gambar 17, Gambar 18, dan Gambar 19.

Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa CPUE angkutan bagan, payang, dan

purse seine mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Untuk angkutan bagan, CPUE

yang tinggi terjadi pada tahun 2002, 2007, dan 2010 dengan nilai CPUE berturut-

turut 0,532 ton/trip, 0,514 ton/trip, dan 0,536 ton/trip. Untuk payang, CPUE yang

tinggi terjadi tahun 2002 dan 2009 berturut-turut sebesar 0,552 ton/trip dan 0,513

ton/trip. Produktivitas yang tinggi dari kedua alat tangkap ini terjadi tahun 2002

karena sama-sama menghasilkan CPUE yang tinggi. Sementara itu untuk purse

seine, hanya pada tahun 2004, 2005, dan 2007 saja terdapat penangkapan ikan

327

510

1038 1059

733

1094

768

377

1010

601

373

0

200

400

600

800

1000

1200

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

mla

h T

rip

Sta

nd

ar

Tahun

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

51

peperek dan pada tahun-tahun lainnya tidak ada penangkapan ikan peperek. Oleh

karenanya perkembangan CPUE tiap tahun tidak diketahui.

Gambar 17. Grafik CPUE tahunan angkutan bagan

Gambar 18. Grafik CPUE tahunan payang

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Tahun

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Tahun

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

52

Gambar 19. Grafik CPUE tahunan purse seine

Pada Gambar 20 ditampilkan grafik CPUE dari semua alat tangkap di

Perairan Teluk Palabuhanratu.

Gambar 20. Grafik CPUE tahunan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

Berdasarkan Gambar 20 nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2002

yakni sebesar 0,547 ton/trip. Sedangkan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Tahun

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Tahun

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

53

2008 sebesar 0,306 ton/trip. Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas

tertinggi dari upaya penangkapan ikan peperek dalam rentang tahun 2002-2012

adalah pada tahun 2002. Hal itu terjadi diduga karena pada tahun 2002 upaya

penangkapan paling kecil. Ini sesuai dengan asumsi awal Model Produksi Surplus

bahwa CPUE meningkat dengan menurunnya upaya penangkapan.

4.4 Analisis Model Produksi Surplus

4.4.1 Model Schaefer

Pada Model Schaefer plot antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan

membentuk kurva parabola yang simetris. Nilai hasil tangkapan maksimum lestari

atau MSY berada pada titik puncak kurva parabola ini, sedangkan upaya

penangkapan optimum (fopt) berada pada tengah-tengah sumbu horizontal.

Sementara itu, plot hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dengan upaya

penangkapan memiliki hubungan linier.

Regresi antara CPUE (Yt/ft) dan upaya penangkapan (ft) ditampilkan pada

Gambar 21.

Gambar 21. Regresi linier antara CPUE (ton/trip) dan upaya penangkapan (trip)

pada Model Schaefer

R² = 0.011

0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

0 200 400 600 800 1000 1200

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya Penangkapan (trip)

Yt

ft

= 0,41908 − 0,00003ft

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

54

Regresi pada Gambar 21 menghasilkan persamaan linier sebagai berikut:

Yt

ft= 0,41908 − 0,00003ft

Sehingga persamaan umum Model Schaefer untuk sumberdaya ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu menjadi:

Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2

Berdasarkan persamaan (62), maka dapat digambarkan kurva yield-effort

yakni kurva yang menghubungkan hasil tangkapan ikan peperek dan upaya

penangkapannya di Perairan Teluk Palabuhanratu yakni sebagai berikut (Gambar

22):

Gambar 22. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model Schaefer

Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan

maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model Schaefer adalah sebagai berikut:

fopt =a

2b=

0,41908

2(0,00003)= 8.008 trip/tahun

MSY =a2

4b=

0,419082

4(0,00003)= 1.678,0 ton/tahun

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

0 5000 10000 15000 20000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n/t

ah

un

)

Upaya penangkapan (trip/tahun)

fopt=8.008 trip/tahun

MSY=1.678,0 ton/tahun

Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2

(61)

(62)

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

55

Nilai ini dapat diterjemahkan bahwa menurut Model Schaefer untuk

menjamin kelestarian sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu,

jumlah maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang

adalah 1.678,0 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum untuk

mendapatkan jumlah tangkapan maksimum tersebut adalah 8.008 trip efektif

setara payang/tahun.

4.4.2 Model Gulland

Untuk menentukan persamaan Model Gulland, data-data yang diregresikan

adalah data CPUE (Yt/ft) dan upaya penangkapan rata-rata tiap tahun (f ). Upaya

rata-rata pada suatu tahun diperoleh dari upaya pada tahun tersebut dengan upaya

dari beberapa tahun sebelumnya yakni sesuai jumlah tahun rentang hidup ikan

yang diteliti. Ikan peperek yang dominan ditangkap di Perairan Teluk

Palabuhanratu terdiri dari dua jenis yakni peperek regang/torongtong (Eubleekeria

rapsoni) dan peperek calingcing (Equulites leuciscus). Menurut www.fishbase.org

rentang hidup maksimum Eubleekeria rapsoni adalah 1,6 tahun dan Equulites

leuciscus mencapai 2,5 tahun. Dalam analisis Model Gulland, ikan pada stok yang

telah dieksploitasi dianggap memiliki rentang hidup yang lebih pendek daripada

rentang hidup potensialnya, biasanya diasumsikan sekitar setengah atau sepertiga

dari rentang hidup potensial. Demikian juga untuk stok ikan peperek di Perairan

Teluk Palabuhanratu, dianggap rentang hidup rata-rata ikan peperek lebih pendek

dari rentang hidup potensialnya. Asumsi ini didukung misalnya dari data panjang

ikan yang tertangkap. Menurut Lamatta (2012) dan www.fishbase.org ikan

peperek jenis calingcing (Equulites leuciscus) dapat mencapai panjang maksimum

25 cm. Akan tetapi dari penelitian Hazrina (2010) di Teluk Palabuhanratu ikan

peperek yang tertangkap maksimum panjangnya hanya 12,5 cm. Oleh karenanya,

untuk keperluan analisis Model Gulland adalah masuk akal untuk mengasumsikan

rentang hidup ikan peperek di Teluk Palabuhanratu adalah 1 tahun.

Apabila asumsi umur ikan peperek 1 tahun ini digunakan, maka rata-rata

upaya penangkapan diganti dengan upaya penangkapan pada satu tahun saja. Ini

berarti dalam kasus sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

56

regresi pada Model Gulland sama dengan pada Model Schaefer, yakni seperti

pada Gambar 23.

Gambar 23. Regresi linier antara CPUE (ton/trip) dan upaya penangkapan (trip)

pada Model Gulland

Regresi pada Gambar 23 menghasilkan persamaan linier sebagai berikut:

Yt

ft= 0,41908 − 0,00003ft

Persamaan Model Gulland untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan

Teluk Palabuhanratu identik dengan persamaan Model Schaefer yakni sebagai

berikut:

Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2

Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

berdasarkan Model Gulland adalah sebagai berikut (Gambar 24):

R² = 0.011

0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

0 200 400 600 800 1000 1200

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya Penangkapan (trip)

Yt

ft

= 0,41908 − 0,00003ft

(63)

(64)

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

57

Gambar 24. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model Gulland

Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan

maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model Gulland adalah sebagai berikut:

fopt =a

2b=

0,41908

2(0,00003)= 8.008 trip

MSY =a2

4b=

0,419082

4(0,00003)= 1.678,0 ton

Kesimpulannya, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan peperek di

Teluk Palabuhanratu, maka menurut Model Gulland jumlah maksimum ikan

peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah 1.678,0 ton/tahun.

Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan untuk mendapatkan

hasil tangkapan maksimum tersebut adalah 8.008 trip efektif setara payang/tahun.

4.4.3 Model Pella dan Tomlinson

Pada Model Pella dan Tomlinson terdapat parameter m yang bisa diubah-

ubah bergantung yang mana yang paling cocok. Perbedaan nilai parameter m pada

persamaan Model ini akan mengubah kecekungan dari kurva yield-effort Model

Pella dan Tomlinson.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

0 5000 10000 15000 20000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n/t

ah

un

)

Upaya penangkapan (trip/tahun)

fopt=8.008 trip/tahun

MSY=1.678,0 ton/tahun

Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

58

Beberapa nilai m telah dicobakan ke dalam persamaan Model Pella dan

Tomlinson. Nilai-nilai m yang dicobakan adalah 1,1; 1,2; ... 3,9; dan 4,0. Dari

percobaan ini diperoleh nilai parameter m yang menghasilkan koefisien

determinasi (R2) tertinggi, yakni m=1,1.

Untuk mengetahui persamaan Model Pella dan Tomlinson dengan m=1,1

dari sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu dilakukan regresi

linier sederhana antara CPUE (Yt/ft) dan f0,1

yang ditampilkan pada Gambar 25.

Gambar 25. Regresi linier antara CPUE dan f0,01

pada Model Pella dan Tomlinson

Dari regresi linier pada Gambar 25 diperoleh persamaan antara CPUE dan

ft0,1

sebagai berikut:

Yt

ft= 0,75069 − 0,18300ft

0.1

Sehingga persamaan Model Pella dan Tomlinson untuk ikan peperek di Perairan

Teluk Palabuhanratu menjadi:

Yt = 0,75069ft − 0,18300ft1.1

Berdasarkan persamaan (66) maka kurva yield-effort ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu berdasarkan Model Pella dan Tomlinson adalah

sebagai berikut (Gambar 26):

R² = 0.048

0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

1.750 1.800 1.850 1.900 1.950 2.000 2.050

CP

UE

(to

n/t

rip

)

f0,1

Yt

ft

= 0,75069 − 0,18300ft0.1

(65)

(66)

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

59

Gambar 26. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model Pella & Tomlinson

Upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan maksimum lestari

(MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu menurut Model

Pella dan Tomlinson diduga sebagai berikut:

fopt = 10a

11b

10

= 10 × 0,75069

11 × 0,18300

10

= 520.176 trip/tahun

MSY = 0,75069 520.176 − 0,18300 520.176 1,1

MSY = 35.499,1 ton/tahun

Hal ini berarti agar sumberdaya ikan peperek tetap lestari, maka menurut

Model Pella dan Tomlinson jumlah maksimum ikan peperek yang boleh

ditangkap di Perairan Teluk Palabuhanratu dalam jangka panjang adalah 35.499,1

ton per tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang boleh dikerahkan untuk

mendapatkan jumlah maksimum ikan peperek tersebut adalah 520.176 trip efektif

setara payang per tahun.

Dari hasil percobaan beberapa nilai m, penulis menyimpulkan bahwa

untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu semakin rendah

nilai m semakin tinggi nilai koefisien determinasi dan semakin tinggi nilai dugaan

MSY dan fopt-nya, demikian juga sebaliknya. Dibandingkan model-model lain,

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

0 500000 1000000 1500000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n/t

ah

un

)

Upaya penangkapan (trip/tahun)

fopt=520.176 trip/tahun

MSY=35.499,1 ton/tahun

Yt = 0,750689ft − 0,18300ft1.1

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

60

nilai MSY dan fopt yang diramalkan Model Pella dan Tomlinson dengan m=1,1

sangatlah tinggi. Model lain meramalkan MSY semuanya <10.000 ton/tahun,

sedangkan Model Pella dan Tomlinson >30.000 ton/tahun. Namun sayangnya

dalam hal ini tidak ada cara untuk mengevaluasi hasil dugaan dari model-model

ini apakah mendekati kenyataan atau jauh dari kenyataan, apakah MSY

sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu yang sebenarnya pada

kisaran ratusan ton, ribuan ton, puluhan ribu ton, atau ratusan ribu ton. Satu-

satunya patokan dalam penelitian ini adalah parameter-parameter statistik

khususnya koefisien determinasi. Jadi, tidak perduli berapapun hasil dugaan dari

model Pella dan Tomlinson pokoknya persamaan model dengan suatu nilai m

yang menghasilkan koefisien determinasi tertinggi dipilih sebagai yang paling

cocok.

Sebagai pembanding, pada Model Pella dan Tomlinson nilai m yang

menghasikan ramalan MSY mendekati ramalan model lain yang tertinggi adalah

m=1,2 dimana ramalan MSY adalah 11.661,2 ton/tahun yang mendekati ramalan

MSY dari Model CYP.

4.4.4 Model Fox

Model Fox mengikuti model eksponensial. Plot hasil tangkapan terhadap

upaya membentuk kurva parabola yang tidak simetris.

Untuk mendapatkan persamaan Model Fox dari sumberdaya ikan peperek

di Perairan Teluk Palabuhanratu, dilakukan analisis regresi antara ln CPUE dan

upaya penangkapan (ft) seperti pada Gambar 27.

Dari regresi pada Gambar 27 dihasilkan persamaan linier antara ln CPUE

dan upaya penangkapan (ft) sebagai berikut:

ln Yt

ft = −0,89795 − 0,00005ft

Sehingga persamaan Model Fox untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan

Teluk Palabuhanratu menjadi:

Yt = fte−0,89795−0,00005 ft

(67)

(68)

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

61

Gambar 27. Regresi linier antara ln CPUE dan upaya penangkapan (trip) pada

Model Fox

Berdasarkan persamaan (68) maka hubungan antara hasil tangkapan dan

upaya penangkapan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu berdasarkan

Model Fox ditampilkan pada Gambar 28 dalam bentuk yield-effort curve:

Gambar 28. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model Fox

R² = 0.005

-1.400

-1.200

-1.000

-0.800

-0.600

-0.400

-0.200

0.000

0 200 400 600 800 1000 1200

ln C

PU

E

Upaya Penangkapan (trip)

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n/t

ah

un

)

Upaya penangkapan (trip/tahun)

fopt=22.466 trip/tahun

MSY=3.367,0 ton/tahun

ln Yt

ft

= −0,89795 − 0,00005ft

Yt = fte−0,89795−0,00005 ft

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

62

Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan

maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model Fox adalah sebagai berikut:

fopt =1

b=

1

0,00005= 22.466 trip/tahun

MSY =1

bea−1 =

1

0,00005e−0,89795−1 = 3.367,0 ton/tahun

Hal ini berarti untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu, maka menurut Model Fox jumlah maksimum ikan

peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah 3.367,0 ton/tahun.

Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan untuk mendapatkan

jumlah maksimum ikan peperek tersebut adalah 22.466 trip efektif setara payang

per tahun.

4.4.5 Model Walters dan Hilborn

Persamaan Model Walters dan Hilborn dihasilkan dari regresi linier

berganda antara nilai U t+1

U t− 1, CPUE (Ut), dan upaya penangkapan (ft). Sebagai

variabel independen adalah Ut dan ft dan sebagai variabel dependen adalah

U t+1

U t− 1. Salah satu asumsi klasik yang penting dipenuhi oleh model regresi linier

berganda yang baik adalah tidak adanya hubungan multikolinieritas pada model.

Hubungan mltikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel

independen persamaan regresi dan hal ini merupakan tanda awal tidak

signifikannya salah satu variabel independen. Untuk menghasilkan persamaan

regresi yang bisa diterima, dilakukan uji multikolinieritas Model Walters dan

Hilborn yakni dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF untuk Model Walters dan

Hilborn adalah 1,011 yang mana lebih kecil dari 10. Artinya tidak terjadi

hubungan multikolinieritas pada model ini, tidak ada hubungan linier yang kuat

antara nilai-nilai Ut dan ft sehingga persamaan yang dihasilkan dari regresi cukup

baik.

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

63

Berdasarkan analisis regresi diperoleh persamaan Model Walters dan

Hilborn dari sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu sebagai

berikut:

Yt = 1,67941 − 3,71141X1t − 0,00024X2t

dimana: Yt =U t+1

U t− 1, X1t = Ut , dan X2t = ft .

Dari persamaan tersebut diperoleh konstanta dan koefisien persamaan

Model Walters dan Hilborn α = 1,67941, β1 = −3,71141, β2 = −0,00024.

Nilai-nilai parameter Model Produksi Surplus dapat diduga sebagai berikut:

Tingkat pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth) r = α = 1,67941

Koefisien kemampuan tangkap (catcabilility coefficient) q = −β2 = 0,00024

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) K = −r

qβ1= 1.849,2

Berdasarkan persamaan (69) maka kurva yield-effort ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu menurut Model Walters dan Hilborn adalah sebagai

berikut (Gambar 29):

Gambar 29. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model Walters dan Hilborn

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

0 2000 4000 6000 8000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n)

Upaya penangkapan (trip)

fopt=3.432 trip/tahun

MSY=776,4 ton/tahun

Yt = 0,45250ft − 0,00007ft2

(69)

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

64

Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan

maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model Walters dan Hilborn adalah sebagai berikut:

fopt =r

2q=

1,67941

2(0,00024)= 3.432 trip/tahun

MSY =rK

4=

1,67941 × 1849,2

4= 776,4 ton/tahun

Hal ini berarti menurut Model Walters dan Hilborn untuk menjamin

kelestarian sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, maka

jumlah maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang

adalah 776,4 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat

dikerahkan untuk mendapatkan jumlah maksimum ikan peperek tersebut adalah

3.432 trip efektif setara payang/tahun.

4.4.6 Model Schnute

Persamaan Model Schnute dihasilkan dari regresi linier berganda antara

nilai ln U t+1

U t (variabel dependen),

U t +U t+1

2 dan

ft +ft+1

2 (variabel independen).

Sama seperti Model Walters dan Hilborn, karena merupakan model regresi linier

berganda, pada Model Schnute perlu dilakukan uji multikolinieritas sebelum

dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan uji multikolinieritas nilai VIF dari Model

Schnute adalah 1,024 (kurang dari 10). Artinya tidak terjadi hubungan

multikolinieritas pada persamaan Model Schnute atau tidak ada hubungan linier

yang kuat antara nilai-nilai U t +Ut+1

2 dan

ft +ft+1

2. Analisis regresi Model Schnute

cukup baik untuk dilanjutkan.

Dari analisis regresi maka persamaan Model Schnute dari sumberdaya

ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu adalah sebagai berikut:

Yt = 2,03307 − 5,11787X1t − 0,00007X2t

dimana: Yt = ln U t+1

U t , X1t =

U t +U t+1

2,danX2t =

ft +ft+1

2.

Dari persamaan tersebut diperoleh konstanta dan koefisien persamaan

Model Schnute α = 2,03307, β1 = −5,11787, β2 = −0,00007. Dengan cara

(70)

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

65

yang sama seperti pada Model Walters dan Hilborn, nilai-nilai parameter-

parameter model produksi surplus diduga dari nilai α, β1, dan β2:

Tingkat pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth) r = α = 2,03307

Koefisien kemampuan tangkap (catcabilility coefficient) q = −β2 = 0,00007

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) K = −r

qβ1= 5.627,3

Berdasarkan persamaan (70) maka hubungan antara hasil tangkapan dan

upaya penangkapan (kurva yield-effort) ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model Schnute dapat digambarkan sebagai berikut

(Gambar 30):

Gambar 30. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model Schnute

Dugaan upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan

maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model Schnute adalah sebagai berikut:

fopt =r

2q=

2,03307

2(0,00007)= 14.400 trip/tahun

MSY =rK

4=

2,03307 × 5.627,3

4= 2.860,2 ton/tahun

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n/t

ah

un

)

Upaya penangkapan (trip/tahun)

fopt= 14.400 trip

MSY=2.860,2 ton/tahun

Yt = 0,39725ft − 0,00001ft2

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

66

Hal ini berarti menurut Model Schnute untuk menjamin kelestarian

sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, maka jumlah

maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah

2.860,2 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan

untuk mendapatkan jumlah maksimum tersebut adalah 14.400 trip efektif setara

payang per tahun.

4.4.7 Model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP)

Persamaan Model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP) diperoleh dengan

meregresikan data-data ln Ut+1 (variabel dependen), ln Ut dan ft + ft+1 (variabel

independen). Berdasarkan uji multikolinieritas nilai VIF dari Model CYP adalah

1,000 (kurang dari 10). Oleh karenanya tidak terjadi hubungan multikolinieritas

pada persamaan Model CYP atau tidak ada hubungan linier yang kuat antara nilai-

nilai ln Ut dan ft + ft+1. Analisis regresi Model CYP cukup baik untuk

dilanjutkan.

Persamaan Model CYP untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu adalah sebagai berikut:

Yt = −1,49434 − 0,59325X1t − 0,00001X2t

dimana: Yt = ln Ut+1 , X1t = ln Ut , dan X2t = (ft + ft+1).

Dari persamaan tersebut diperoleh konstanta dan koefisien persamaan

Model CYP α = −1,49434, β1 = −0,59325, β2 = −0,00001. Nilai parameter-

parameter Model Produksi Surplus dapat diduga berdasarkan nilai-nilai α, β1, dan

β2 tersebut:

Tingkat pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth) r =2(1−β1)

1+β1= 7,83402

Koefisien kemampuan tangkap (catcabilility coefficient) q = −β2 2 + r =

0,00001

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) K =eα (2+r )

2r

q= 2.777,3

Berdasarkan persamaan (71) maka kurva yield-effort ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu menurut Model CYP adalah sebagai berikut

(Gambar 31):

(71)

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

67

Gambar 31. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

menurut Model CYP

Dugaan upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan

maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu menurut Model CYP adalah sebagai berikut:

fopt =r

q= −

7,83402

0,00014= 55.584 trip/tahun

MSY =rK

e=

7,83402 × 2.777,3

e= 8.004,2 ton/tahun

Hal ini berarti menurut Model CYP untuk menjamin kelestarian

sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, maka jumlah

maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah

8.004,2 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan

untuk mendapatkan jumlah maksimum tersebut adalah 55.584 trip efektif setara

payang per tahun.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

Ha

sil

tan

gk

ap

an

(to

n/t

ah

un

)

Upaya penangkapan (trip/tahun)

fopt=55.584 trip/tahun

MSY=8.004,2 ton/tahun

Yt = fte−0,93792−0,00002 ft

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

68

4.5 Perbandingan Model-model Produksi Surplus

Pada Gambar 32 disajikan perbandingan kurva hubungan antara CPUE

dan upaya penangkapan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu untuk

ketujuh Model Produksi Surplus.

Gambar 32. Hubungan antara CPUE dan upaya penangkapan tiap Model

Produksi Surplus

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 10000 20000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 10000 20000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0 1000000 2000000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 50000 100000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 5000 10000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 20000 40000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 100000 200000 300000

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Upaya penangkapan (trip)

Keterangan:

: Schaefer

: Gulland

: Pella dan Tomlinson

: Fox

: Walters dan Hilborn

: Schnute

: Clarke Yoshimoto

Pooley CYP)

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

69

Pada Gambar 32 terlihat bahwa hubungan antara CPUE dengan upaya

penangkapan pada beberapa Model Produksi Surplus adalah linier sehingga

membentuk garis lurus. Hal ini terjadi pada Model Schaefer, Gulland, Walters dan

Hilborn, dan Model Schnute. Pada model-model ini peningkatan upaya

penangkapan akan proporsional dengan penurunan CPUE, demikian juga bila

upaya penangkapan diturunkan CPUE akan naik secara proporsional.

Sementara itu, pada Model Fox dan Model CYP hubungan antara CPUE

dan upaya penangkapan membentuk garis yang melengkung. Pada model-model

ini peningkatan upaya penangkapan memang akan menurunkan CPUE dan

sebaliknya penurunan upaya penangkapan akan meningkatkan CPUE tapi

penurunan atau peningkatan CPUE yang terjadi tidak proporsional dengan

peningkatan dan penurunan upaya penangkapan. Pada kedua model ini, pada

upaya penangkapan yang sangat rendah, peningkatan upaya penangkapan yang

kecil akan menurunkan CPUE sangat besar. Pada upaya penangkapan sangat

tinggi peningkatan upaya penangkapan yang tinggi sekalipun hanya menurunkan

CPUE dengan sangat kecil.

Pada Model Pella dan Tomlinson, untuk kasus sumberdaya ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu hubungan antara CPUE dan upaya penangkapan

membentuk garis yang melengkung ke bawah sama seperti Model Fox dan Model

CYP. Sehingga dampak peningkatan dan penurunan upaya penangkapan terhadap

CPUE sama seperti pada Model Fox dan CYP. Ini terjadi karena nilai m<2.

Apabila nilai m=2 maka garis yang terbentuk adalah garis lurus yang identik

dengan Model Schaefer. Apabila m>2 maka hubungan antara CPUE dan upaya

penangkapan membentuk garis yang melengkung ke atas.

Pada Gambar 33 disajikan kurva-kurva yield-effort dari Model Schaefer,

Gulland, Pella dan Tomlinson, Fox, Walters dan Hilborn, Schnute, dan Model

CYP. Pada Gambar 33 terlihat bahwa hubungan antara hasil tangkapan dan upaya

penangkapan pada semua model produksi surplus membentuk kurva parabola. Hal

ini berarti, sampai batas tertentu peningkatan upaya penangkapan akan

meningkatkan hasil tangkapan walaupun peningkatan hasil tangkapan lebih

rendah dibandingkan peningkatan upaya (tidak berbanding lurus). Peningkatan

Page 40: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

70

hasil tangkapan hanya terjadi sampai batas hasil tangkapan maksimum lestari

(MSY) yakni ketika upaya penangkapan mencapai upaya optimum (fopt), setelah

itu peningkatan upaya penangkapan akan menurunkan hasil tangkapan.

Gambar 33. Kurva yield-effort tiap Model Produksi Surplus

0

500

1000

1500

2000

0 10000 20000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

0

500

1000

1500

2000

0 10000 20000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

0

10000

20000

30000

40000

0 1000000 2000000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

0

1000

2000

3000

4000

0 50000 100000 150000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

0

200

400

600

800

1000

0 5000 10000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

0

1000

2000

3000

4000

0 20000 40000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

0

2000

4000

6000

8000

10000

0 200000 400000

Y (

ton

/tah

un

)

f (trip/tahun)

Keterangan:

: Schaefer

: Gulland

: Pella dan Tomlinson

: Fox

: Walters dan Hilborn

: Schnute

: Clarke Yoshimoto

Pooley CYP)

Page 41: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

71

Pada Model Schaefer, Gulland, Walters dan Hilborn, dan Model Schnute

hubungan antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan membentuk kurva

parabola simetris. Kurva Model Gulland identik dengan kurva Model Schaefer

karena dalam kasus sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu

persamaan keduanya sama. Pada model-model ini ketika upaya penangkapan terus

ditingkatkan pada akhirnya akan tiba pada titik upaya penangkapan dimana hasil

tangkapan sama dengan nol. Upaya penangkapan optimum adalah setengah dari

upaya penangkapan ini.

Pada Model Pella dan Tomlinson hubungan antara hasil tangkapan dan

upaya penangkapan pada kasus sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu membentuk kurva parabola yang tidak simetris yakni sedikit

miring ke kiri. Hal ini terjadi karena parameter m yang lebih kecil dari 2. Pada

kurva yield-effort Model Pella dan Tomlinson ini, upaya penangkapan yang

ditingkatkan terus akan tiba pada titik dimana hasil tangkapan sama dengan nol,

sama seperti kurva Model Schaefer, Gulland, Walters dan Hilborn, dan Schnute.

Namun pada Model Pella dan Tomlinson nilai upaya penangkapan optimum yang

didapat adalah kurang dari setengah upaya penangkapan yang mengahasilkan

tangkapan nol.

Pada Model Fox dan Clarke Yoshimoto Pooley (CYP) kurva parabola

yang terbentuk asimetris dan asimtotik pada upaya penangkapan yang tinggi.

Artinya, walaupun upaya penangkapan ditingkatkan terus sebanyak-banyaknya

hasil tangkapan hanya mendekati nol tetapi tidak pernah mencapai nol.

Perlu ditekankan bahwa kurva-kurva di atas berlaku dalam keadaan

ekuilibrium yakni ketika stok ikan selalu menyesuaikan pertumbuhannya sama

dengan laju penangkapan. Untuk Model Schaefer, Gulland, Pella dan Tomlinson,

dan Model Fox kurva berlaku setiap saat karena model-model ini memang

didasarkan pada asumsi ekuilibrium. Namun pada Model Walters dan Hilborn,

Schnute, dan Model CYP kurva ini baru berlaku dalam jangka panjang ketika stok

ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu sudah menyesuaikan diri pada

tingkat upaya penangkapan yang konstan dalam jangka waktu cukup panjang.

Sebagai contoh, pada Model Walters dan Hilborn (bila ini yang digunakan sebagai

Page 42: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

72

patokan), bila upaya penangkapan yang diterapkan pada suatu tahun 100 trip

setara payang maka berdasarkan kurva yield-effort Model Walters dan Hilborn

hasil tangkapan ikan peperek pada tahun tersebut haruslah sekitar 44,6 ton. Hal ini

baru terjadi apabila upaya penangkapan selama beberapa tahun dipertahankan

konstan sebesar 100 trip setara payang/tahun. Apabila upaya penangkapan setiap

tahun fluktuatif hasil tangkapan yang didapat mungkin bukan 44,6 ton.

Pada Gambar 34 disajikan perbandingan antara hasil tangkapan prediksi

Model Produksi Surplus dan hasil tangkapan aktual tiap tahun pada rentang tahun

2002-2012. Berdasarkan Gambar tersebut terlihat bahwa semua Model Produksi

Surplus menghasilkan ramalan hasil tangkapan yang mendekati hasil tangkapan

aktual tiap tahun. Namun demikian, Model Walters dan Hilborn menghasilkan

ramalan hasil tangkapan tiap tahun yang paling mendekati hasil tangkapan aktual.

pada setiap tahun dalam rentang tahun 2003-2012 titik-titik hasil tangkapan

prediksi Model Walters dan Hilborn hampir berimpit dengan hasil tangkapan

aktual.

Page 43: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

73

Gambar 34. Perbandingan hasil tangkapan aktual dengan hasil tangkapan prediksi

Model Produksi Surplus

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

0

100

200

300

400

500

600

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Hasi

l ta

ng

kap

an

(to

n)

Tahun

Keterangan:

: Schaefer

: Gulland

: Pella dan Tomlinson

: Fox

: Walters dan Hilborn

: Schnute

: Clarke Yoshimoto

Pooley CYP)

Page 44: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

74

Untuk mengetahui kebaikan model-model regresi perlu diuji dengan

parameter-parameter statistik terutama koefisien determinasi. Pada Tabel 1 di

bawah ini ditampilkan perbandingan parameter-parameter statistik dari tiap Model

Produksi Surplus.

Tabel 1. Perbandingan koefisien determinasi, Uji F, dan P-Value

Model R2 (%) Fhitung

P-Value

Konstanta X1 X2

Schaefer 1,17 0,107 8×10-5

0,751 -

Glland 1,17 0,107 8×10-5

0,751 -

Pella dan Tomlinson 4,88 4,88 0,180 0,514 -

Fox 0,57 0,051 2×10-4

0,826 -

Walters dan Hilborn 92,84 45,379 4×10-5

3×10-5

0,049

Schnute 17,78 0,757 0,281 0,259 0,896

Clarke Yoshimoto

Pooley 56,20 4,490 3×10

-4 0,020 0,876

Dari hasil analisis, didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) yang

berbeda-beda untuk hampir setiap Model Produksi Surplus, kecuali Model

Schaefer dan Gulland karena memiliki persamaan yang identik. Nilai R2 tertinggi

dihasilkan dari Model Walters dan Hilborn sebesar 92,84%. Adapun model yang

lain yang menghasilkan koefisien determinasi cukup tinggi adalah Model Clarke

Yoshimoto Pooley (CYP) sebesar 56,20%. Model-model lainnya menghasilkan

nilai koefisien determinasi yang sangat rendah.

Dilihat dari uji F, Model Walters dan Hilborn adalah satu-satunya yang

nilai F hitung regresinya signifikan yakni lebih besar dari F tabel (4,74). Model-

model yang lain semuanya memiliki nilai F hitung regresi yang lebih kecil dari F

tabel (5,12 untuk model regresi linier sederhana dan 4,74 untuk yang linier

berganda).

Dilihat dari nilai P-Value Model Walters dan Hilborn juga unggul karena

memiliki P-Value yang baik untuk seluruh variabel independen dan konstantanya.

Nilai P-Value yang baik adalah yang kurang dari 0,05. Ini berarti bahwa semua

variabel dan konstanta dari Model Walters dan Hilborn signifikan. Model menjadi

tepat karena semua variabel independen yang dimuat di dalamnya memberikan

Page 45: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

75

pengaruh nyata pada variabel dependen. Model produksi surplus lainnya memiliki

variabel atau konstanta yang tidak semuanya signifikan. Artinya ada variabel yang

seharusnya tidak dimasukkan dalam model tersebut dalam analisis stok ikan

peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu. Namun, hal ini tidak bisa begitu saja

dilakukan mengingat model-model produksi surplus yang ada merupakan model

yang sudah baku.

Hal lain yang juga sangat penting dipertimbangkan dalam mengevaluasi

kecocokan Model Produksi Surplus adalah tanda dari nilai parameter-parameter

Model Produksi Surplus. Pada Tabel 2 disajikan tanda-tanda dari parameter-

parameter Model Produksi Surplus pada sumberdaya ikan peperek di Perairan

Teluk Palabuhanratu.

Tabel 2. Tanda-tanda dari parameter-parameter Model Produksi Surplus

Model a b r q K

Schaefer (+) (-)

Glland (+) (-)

Pella dan Tomlinson (+) (-)

Fox (-) (-)

Walters dan Hilborn (+) (+) (+)

Schnute (+) (+) (+)

Clarke Yoshimoto Pooley

(CYP) (+) (+) (+)

Berdasarkan Tabel 2 maka tanda dari seluruh parameter-parameter pada

tiap Model Produksi Surplus sudah memenuhi ketentuan. Pada model Schaefer,

Gulland, dan Pella dan Tomlinson a yang bertanda positif dan b yang negatif

adalah konsekuensi dari nilai r, q, dan K yang positif. Nilai r, q, dan K memang

seharusnya positif. Pada Model Schaefer dan Gulland, a = +qK dan b = −q2K

r

dimana tanda a positif dan b negatif hanya dipenuhi apabila nilai r, q, dan K

positif semua atau negatif semua dan tidak mungkin di antara nilai r, q, dan K ada

yang bernilai positif sekaligus ada yang negatif.

Page 46: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

76

Pada Model Pella dan Tomlinson karena yang digunakan m = 1,1 maka

a = +qK dan b = −q1,1K

r0,1 . Berdasarkan persamaan a dan b tersebut maka pada

Model Pella dan Tomlinson a akan bernilai positif dan b bernilai negatif jika dan

hanya jika r, q, dan K bernilai positif.

Pada Model Fox nilai b yang bernilai negatif adalah konsekuensi dari nilai

r, q, dan K yang positif. Pada Model Fox a = +/−ln qK dan b = −q

r dimana

tanda b negatif hanya dipenuhi apabila nilai r, q, dan K positif semua atau negatif

semua dan tidak mungkin di antara nilai r, q, dan K ada yang bernilai positif

sekaligus ada yang negatif.

Dari perbandingan koefisien determinasi (R2) ditambah perbandingan Uji

F, P-Value dan uji multikolinieritas untuk model regresi linier berganda

disimpulkan bahwa untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk

Palabuhanratu Model Walters & Hilborn adalah Model Produksi Surplus yang

paling sesuai diterapkan. Oleh karena itu dalam penentuan potensi lestari dan

upaya penangkapan optimum digunakan Model Walters dan Hilborn sebagai

patokan.

Model Walters dan Hilborn menjadi model yang paling sesuai bagi

sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, itu berarti asumsi-

asumsi dari Model Walters dan Hilborn adalah yang paling dipenuhi oleh stok

ikan peperek di Teluk Palabuhanratu. Salah satu asumsi dari model ini adalah

pertumbuhan biomassa bersifat logistik, sama dengan Model Schaefer, Model

Gulland, dan Model Schnute dan berbeda dari Model Fox dan CYP yang

didasarkan pada asumsi pertumbuhan Gompertz. Itu berarti kemungkinan besar

stok ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu populasinya mengikuti

pertumbuhan logistik. Hal ini bisa dibandingkan dengan stok ikan yang lain. Pada

stok ikan kurisi di Teluk Banten yang juga merupakan ikan demersal menurut

penelitian Sulistiyawati (2011) model yang paling cocok diterapkan adalah Model

Schnute. Model Schnute sama-sama didasarkan pada asumsi pertumbuhan

logistik. Sementara itu, untuk ikan pelagis, misalnya pada ikan lemuru di Selat

Bali menurut penelitian Tinungki (2005) model yang paling sesuai adalah Model

Page 47: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

77

CYP, pada ikan anchovy di pesisir Korea, menurut penelitian Pyo dan Lee (2003)

model yang sesuai adalah model CYP dan pada stok ikan cakalang di Sulawesi

Utara, menurut penelitian Kekenusa (2009) model yang paling sesuai adalah

Model Fox. Model CYP dan Model Fox didasarkan pada asumsi pertumbuhan

Gompertz. Namun demikian, tidak ada jaminan pola pertumbuhan logistik berlaku

general bagi seluruh stok ikan demersal dan pertumbuhan Gompertz berlaku bagi

seluruh stok ikan pelagis karena karakteristik stok ikan sangat rumit. Lebih-lebih

di perairan tropis seperti Indonesia dimana ekosistem sangat rumit, terjadi

berbagai interaksi dengan berbagai spesies ikan lain baik itu mangsa, pemangsa,

maupun spesies pesaing dalam hal ruang, makanan, dan lain-lain. Pertumbuhan

populasi dari suatu spesies bukan hanya ditentukan oleh karakteristik spesies

tersebut tetapi juga interaksi dengan lingkungan di sekelilingnya. Jadi, untuk ikan

peperek sekalipun, belum tentu stok di perairan lain memiliki pertumbuhan

logistik.

Asumsi lain Model Walters dan Hilborn yang kemungkinan besar dipenuhi

adalah bahwa populasi tidak dalam keadaan ekuilibrium. Asumsi ini menjadi

pembeda Model Walters dan Hilborn serta Model Schnute dari Model Schaefer

dan Model Gulland (Model Schaefer dan Gulland mengasumsikan populasi dalam

keadaan ekuilibrium). Dengan demikian dalam kasus ini tidak benar bahwa

pertumbuhan biomassa selalu sama dengan laju penangkapan, berapapun besarnya

upaya penangkapan. Asumsi-asumsi Model Walters dan Hilborn ini kemungkinan

besar dipenuhi sehingga Model Walters dan Hilborn menjadi model yang paling

sesuai pada sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu.

Berdasarkan perhitungan dengan persamaan Model Walters dan Hilborn

didapatkan nilai potensi lestari atau MSY (maximum sustainable yield)

sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu sebesar 776,4

ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 3.432 trip efektif setara

payang/tahun. Dibandingkan dengan nilai potensi lestari tersebut, maka pada

rentang tahun 2002-2012 hasil tangkapan per tahun masih berada di bawah

potensi lestarinya (underfishing). Demikian juga upaya penangkapan efektif yang

diterapkan pada rentang tahun 2002-2012 masih di bawah upaya penangkapan

Page 48: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097024_4_6792.pdf · mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan

78

optimum (undercapacity). Itu artinya eksploitasi sumberdaya ikan peperek di

Perairan Teluk Palabuhanratu masih memungkinkan untuk ditingkatkan.

Namun perlu diperhatikan bahwa upaya penangkapan yang digunakan

dalam analisis Model Produksi Surplus dalam penelitian ini adalah upaya

penangkapan efektif yakni trip payang, bagan, dan purse seine yang mendapatkan

ikan peperek tanpa menghitung trip yang tidak menangkap ikan peperek. Jumlah

trip payang dan bagan sebenarnya sudah cukup tinggi namun yang berhasil

mendapatkan ikan peperek hanya sedikit. Untuk payang, hal ini terjadi karena

ikan peperek merupakan target penangkapan yang kurang penting, selama masih

ada jenis-jenis ikan lain maka ikan lainlah yang didahulukan. Selain itu, payang

dan bagan keduanya merupakan alat tangkap yang dioperasikan di permukaan air,

sementara ikan peperek merupakan ikan demersal yang cenderung berada di

bagian bawah perairan. Oleh karenanya penangkapan ikan peperek dengan payang

dan bagan sebenarnya kurang efektif. Khusus untuk bagan Pauly (1977)

menyatakan bahwa penangkapan ikan peperek dengan bagan memang cenderung

membuat penangkapan menjadi underfishing. Menurut Pauly (1977) alat tangkap

yang bisa dengan mudah menangkap ikan peperek adalah trawl walaupun mudah

menyebabkan overfishing.