bab iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum daerah...
TRANSCRIPT
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Teluk Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk yang terletak di
Kabupaten Sukabumi dan berbatasan langsung dengan 4 kecamatan yakni
Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, dan Kecamatan Simpenan. Teluk
Palabuhanratu berada pada koordinat 06o 57’ - 07
o 07’ LS dan 106
o 22’ – 106
o 33’
BT. Teluk Palabuhanratu merupakan teluk terbesar di sepanjang pantai selatan
Pulau Jawa. Panjang garis pantainya mencapai 112 km. Peta Teluk Palabuhanratu
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Teluk Palabuhanratu memiliki gelombang yang cukup besar yang bisa
mencapai 1,5 m pada bulan November s/d Maret. Perairan Teluk Palabuhanratu
dikelilingi oleh pegunungan dengan kemiringan tanahnya yang terus berlanjut ke
dasar perairan sehingga pada beberapa bagian perairan ini cukup dalam.
Kedalaman perairan bisa mencapai 200 meter pada jarak sekitar 1 km dari garis
pantai. Bagian tengahnya merupakan lereng kontinental (continental shelf) dengan
kedalaman 600 m. Teluk ini memiliki bentuk hampir segitiga yang terbuka
dengan titik sudutnya terletak pada PPN Palabuhanratu. Mulut Teluk yang
menghadap arah barat daya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Secara topografi, daratan yang mengelilingi Teluk Palabuhanratu berupa
daerah berbukit, lereng pegunungan, dataran rendah yang sempit dan banyak
daerah aliran sungai. Sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palabuhanratu terdiri
dari Sungai Cimandiri, Sungai Cibareno, Sungai Cimaja, Sungai Citepus, Sungai
Cipalabuhan, dan Sungai Cipatuguran.
Di wilayah Teluk Palabuhanratu terdapat 8 pelabuhan perikanan yakni
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) Cipatuguran di Kecamatan Palabuhanratu, PPI Cisolok, PPI
Cibangban, PPI Cikembang, dan PPI Legonpari di Kecamatan Cisolok, dan PPI
Loji serta PPI Sangrawayang di Kecamatan Simpenan. PPN Palabuhanratu
merupakan pelabuhan perikanan terbesar yang menjadi tempat berlabuh kapal dari
32
berbagai ukuran. Selain pelabuhan perikanan, terdapat pula tiga tempat pelelangan
ikan (TPI) di sekitar Teluk Palabuhanratu yakni TPI Palabuhanratu di Kecamatan
Palabuhanratu yakni di kompleks PPN Palabuhanratu dan TPI Cisolok serta TPI
Cibangban di Kecamatan Cisolok. TPI Palabuhanratu merupakan tempat
pelelangan ikan terbesar di Teluk Palabuhanratu.
4.2 Alat Tangkap Ikan Peperek
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan peperek di Teluk
Palabuhanratu terdiri dari tiga jenis yakni payang, bagan, dan purse seine. Namun
alat tangkap yang banyak digunakan hanya payang dan bagan. Fishing base dari
payang adalah di PPN Palabuhanratu, PPI Cisolok dan PPI Cibangban, sementara
fishing base bagan adalah di PPN Palabuhanratu dan PPI Cibangban saja. Di PPI-
PPI lain tidak terdapat bagan maupun payang, alat tangkap yang ada umumnya
adalah pancing ulur untuk menangkap ikan layur. Sementara itu, kapal purse seine
yang beroperasi di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu tidak berasal dari
pelabuhan perikanan di Teluk Palabuhanratu, melainkan berasal dari daerah lain
namun pada waktu-waktu tertentu datang, menangkap ikan di Teluk
Palabuhanratu dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu (TPI
Palabuhanratu). Purse seine yang beroperasi di Teluk Palabuhanratu biasanya
berasal dari Binuangeun (Banten) dan Bengkulu. Pada kenyatannya berlabuhnya
kapal purse seine ke PPN Palabuhanratu jarang terjadi, dan yang menangkap ikan
peperek tidak setiap tahun ada. Dalam rentang tahun 2002-2012 tercatat hanya
pada tahun 2004, 2005, dan 2007 saja terdapat kapal purse seine yang menangkap
ikan peperek di Teluk Palabuhanratu dan mendaratkannya ke TPI Palabuhanratu.
4.2.1 Payang
4.2.1.1 Gambaran Umum
Payang merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menangkap ikan
peperek di Teluk Palabuhanratu. Unit penangkapan payang terdiri atas alat
tangkap jaring payang, perahu payang, dan nelayan payang. Jaring payang atau
payang merupakan pukat kantong lingkar dan secara sederhana terdiri atas bagian
33
kantong, badan, pelampung, pemberat, tali ris, dan tali selambar (Lampiran 5).
Panjang satu lingkaran payang (tidak termasuk kantong) bervariasi mulai 206
depa (±340 m) sampai 262 depa (±430 m).
Ada dua jenis perahu payang, yakni perahu kayu dan perahu fiber (perahu
kincang). Perahu payang yang fishing base-nya di PPN Palabuhanratu dan PPI
Cibangban hampir semuanya merupakan perahu kayu. Perahu kayu ini berdimensi
10,9×2,65×1 m. Perahu ini menggunakan tenaga penggerak motor tempel Yamaha
40 PK. Perahu payang tidak memiliki rumah-rumahan (house deck) agar luasan di
atas dek cukup luas dan tidak mengganggu proses setting dan hauling payang.
Khusus di PPN Palabuhanratu, terdapat pula sedikit kapal kayu bermesin diesel
yang menggunakan alat tangkap payang. Pada tahun 2013 hanya tersisa 1 kapal
diesel yang mengoperasikan jaring payang. Selain itu, baik di PPN palabuhanratu
maupun PPI Cibangban ada pula sedikit perahu kincang yang menggunakan
payang.
Payang yang dioperasikan dengan perahu kincang banyak terdapat di PPI
Cisolok. Perahu kincang ini berdimensi 8×1,8×0,5 m. Perahu ini dilengkapi
tenaga penggerak motor tempel berkekuatan 25 PK. Menurut keterangan nelayan,
dulunya perahu payang di Cisolok adalah perahu kayu sama seperti di PPN
Palabuhanratu dan PPI Cibangban. Namun pada tahun 2010 nelayan payang
beralih pada perahu kincang. Pada tahun 2013, di PPI Cisolok tersisa 4 unit
perahu payang yang terbuat dari kayu. Gambar perahu payang (kayu) dapat dilihat
pada Lampiran 11.
Satu perahu payang lazimnya membawa 15 nelayan yang terdiri dari 1 juru
mudi (tekong), 1 juru batu, dan 13 anak buah kapal (ABK). Akan tetapi, pada
saat-saat kelimpahan ikan rendah, tidak semua ABK ikut melaut sehingga jumlah
nelayan dalam 1 perahu payang kurang dari 15. Selain itu ada pula beberapa
perahu payang yang membawa lebih dari 15 nelayan (Lampiran 4).
Walaupun ikan peperek banyak ditangkap dengan payang sebenarnya ikan
peperek bukanlah target utama penangkapan payang. Hal itu karena ikan peperek
tidak bernilai ekonomis tinggi. Target utama payang adalah ikan-ikan ekonomis
seperti tongkol atau cakalang bahkan tuna atau paling tidak koyo/eteman atau
34
tembang. Namun demikian, ikan peperek bukanlah by catch dari operasi
penangkapan payang. Ikan peperek tetap dengan sengaja ditangkap ketika nelayan
payang tidak berhasil menangkap jenis ikan target atau hanya mendapatkan
sedikit ikan target.
Lokasi penangkapan payang pada hari-hari biasa terbatas di wilayah Teluk
Palabuhanratu yang mencakup perairan Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cikakak,
Kecamatan Palabuhanratu, dan perairan Kecamatan Simpenan. Dalam aktivitas
menangkap ikan, nelayan dari PPN Palabuhanratu, Cisolok, dan Cibangban
berbaur di wilayah perairan Teluk Palabuhanratu. Kadang-kadang pada saat-saat
sulit menangkap ikan di wilayah Teluk, nelayan payang mencari ikan ke luar
Teluk, sampai ke Ujung Genteng atau Binuangeun (Banten). Ketika musim ikan
hal ini tidak dilakukan. Pada saat–saat musim puncak ikan operasi penangkapan
bahkan hanya dilakukan di perairan sekitar pelabuhan darimana perahu payang
tersebut berasal.
Penangkapan ikan peperek sendiri tidak dilakukan di perairan yang jauh,
melainkan di perairan pinggir. Hal itu karena habitat ikan peperek yang memang
berada di pinggir perairan. Perahu payang biasanya menangkap peperek pada sore
hari yakni setelah selesai melakukan pencarian ikan lain dan tidak berhasil
menangkap jenis ikan lain atau tangkapan jenis ikan lain dirasa belum cukup.
Perkembangan jumlah payang yang beroperasi di Teluk Palabuhanratu dari
tahun ke tahun dalam rentang tahun 2002-2012 dapat dilihat pada Gambar 6. Pada
Gambar 6 terlihat bahwa pada rentang tahun 2002 sampai 2006 jumlah perahu
payang mengalami peningkatan. Namun, mulai tahun 2007 terjadi penurunan
jumlah perahu payang. Penurunan terjadi hampir setiap tahun sampai tahun 2012.
Pada tahun 2012 tersisa 104 unit perahu payang di Teluk Palabuhanratu, 51 unit di
PPN Palabuhanratu, 35 unit di PPI Cisolok, dan 18 unit di PPI Cibangban.
Menurut pengakuan nelayan payang, penurunan jumlah perahu payang terjadi
karena usaha penangkapan payang dirasa tidak lagi menguntungkan. Menurut
nelayan, hal itu terjadi seiring banyaknya pemasangan rumpon di dekat Teluk
Palabuhanratu. Nelayan beranggapan bahwa ikan-ikan tongkol dan cakalang yang
35
biasanya bermigrasi ke perairan Teluk terhalang oleh rumpon dan sulit tertangkap
oleh payang.
Gambar 6. Grafik jumlah unit perahu payang
(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun
2002-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)
4.2.1.2 Metode Pengoperasian
Operasi penangkapan dengan payang di Teluk Palabuhanratu lazimnya
dilakukan selama satu hari (one day fishing) mulai pukul ± 06.00 WIB dan
berakhir pada pukul ±18.00 WIB. Namun, bila hasil tangkapan dirasa cukup,
perahu payang bisa mendarat lebih awal, paling dini pada pukul 13.00 WIB.
Sebaliknya bila hasil tangkapan dirasa belum cukup perahu bisa mendarat pada
malam hari, paling larut adalah pada pukul 22.00 WIB.
Pengoperasian payang dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap pencarian ikan, tahap penurunan alat tangkap (setting), dan tahap
penarikan (hauling).
a. Tahap persiapan
Tahap persiapan terdiri dari persiapan perbekalan untuk konsumsi
selama melaut, bahan bakar, es, pemeriksaan mesin dan alat tangkap.
Persiapan mesin dan alat tangkap biasanya dilakukan setengah jam sebelum
perahu melaut.
119
153 159
264 270243
146 141
110133
104
0
50
100
150
200
250
300
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h P
era
hu
Pa
ya
ng
Tahun
36
b. Tahap pencarian ikan
Setelah persiapan selesai perahu payang berangkat mencari
gerombolan ikan. Pada operasi penangkapan payang, lokasi penangkapan
biasanya tidak ditentukan sebelumnya, ke titik mana saja kapal bergerak
sepenuhnya bergantung pada situasi dan kondisi dimana ditemukan
gerombolan ikan. Selama nelayan tidak melihat gerombolan ikan, kapal akan
terus bergerak menjelajahi wilayah Teluk Palabuhanratu dengan
mempertimbangkan cadangan bahan bakar yang dibawa.
c. Tahap penurunan alat tangkap payang (setting)
Tahap ketiga dalam pengoperasian alat tangkap payang adalah
penurunan jaring payang. Ketika nelayan melihat gerombolan ikan dengan
cepat kapal mendekat dan dilakukan penurunan jaring. Payang diturunkan
dalam keadaan kapal bergerak cepat. Payang diturunkan dari bagian kiri
dimana perahu bergerak melingkar ke kiri. Tahap ini dimulai dengan
menurunkan tali dan pelampung pada satu ujung jaring payang. Berikutnya
badan jaring diturunkan perlahan-lahan dengan cara menurunkan satu per satu
kuluh (pelampung bambu) dan pemberat pada jaring. Setelah seluruh badan
jaring diturunkan, tali selambar (ujung jaring yang lain) yang tertinggal di
perahu segera diikatkan pada tiang di perahu. Perahupun bergerak menuju
ujung tali selambar lain yang mengapung di air. Ujung tali ini dikait dari air
kemudian juga diikat ke tiang. Gerombolan ikan terkurung dalam lingkaran
payang yang ujung-ujungnya terikat di perahu. Waktu yang dibutuhkan untuk
proses setting adalah sekitar 10 menit.
d. Tahap penarikan alat tangkap payang (hauling)
Setelah gerombolan ikan terkurung oleh lingkaran payang, dilakukan
tahap penarikan jaring payang (hauling). Sebelum jaring benar-benar ditarik
harus dipastikan bahwa posisi awal tali selambar yang ditarik berjarak sama
terhadap pelampung pertama. Karena itu, sebelum tahap hauling, dilakukan
penarikan tali pada ujung jaring yang satu (yang diturunkan belakangan) yang
lebih panjang daripada tali selambar yang diturunkan pertama. Dalam tahap
ini perahu berbalik 180o sehingga posisi perahu di dalam lingkaran jaring.
37
Setelah itu, perahu kembali berbalik 180o sehingga kembali pada posisi awal.
Hauling-pun dilakukan pada kedua ujung jaring dari depan dan belakang
perahu. Posisi nelayan adalah berdiri bersaf dari depan sampai ke belakang
perahu. Nelayan ini dibagi dua kelompok dengan jumlah yang sama, satu
kelompok menarik sisi jaring yang satu (sebelah kiri), kelompok lain menarik
sisi jaring yang lain (sebelah kanan). Nelayan pada posisi paling depan
menarik bagian atas jaring sebelah kanan (tali dan kuluh) dan yang paling
belakang menarik bagian atas jaring sebelah kiri. Nelayan pada posisi lebih
tengah dari perahu menarik bagian tengah jaring, sementara dua nelayan
paling tengah menarik bagian bawah dari jaring (pemberat). Kedua kelompok
nelayan diusahakan menarik kedua sisi jaring payang dengan kecepatan sama
sehingga jumlah kuluh yang terangkat ke perahu untuk kedua sisi sama
banyak dan pada akhirnya penarikan sampai kepada bagian tengah jaring
(kantong) pada saat yang sama. Ikan yang tertangkap terjebak dalam kantong
payang. Waktu yang dibutuhkan untuk proses hauling sekitar 20 menit.
4.2.2 Bagan
4.2.2.1 Gambaran Umum
Bagan yang terdapat di Perairan Teluk Palabuhanratu hampir seluruhnya
merupakan bagan apung. Fishing base dari bagan apung ini sebagian besar adalah
di PPN Palabuhanratu dan sebagian kecil di PPI Cibangban. Di PPI Cisolok tidak
terdapat bagan karena ada larangan dari pemerintah setempat karena kekhawatiran
“berbenturan” dengan jaring tembang. Bagan apung yang berasal dari PPN
Palabuhanratu hampir semuanya merupakan bagan rakit (blong), sementara bagan
apung yang berasal dari PPI Cibangban kebanyakan merupakan bagan perahu.
Pada hari-hari biasa bagan relatif terlokalisasi di perairan sekitar
pelabuhan darimana bagan tersebut berasal. Untuk bagan apung yang fishing
base-nya di PPN Palabuhanratu bagan terkumpul di perairan sekitar Kecamatan
Palabuhanratu dan yang fishing base-nya di PPI Cibangban bagan relatif
terkumpul di perairan sekitar Cibangban. Namun demikian, bagan apung bisa
dipindahkan ke bagian perairan lain biasanya ke selatan sampai Kecamatan
38
Simpenan, namun hal ini jarang dilakukan. Hal ini karena alasan jauhnya
pendaratan ikan. Bagan baru dipindahkan ketika di perairan sekitar pelabuhan
sedang jarang ikan sementara di daerah lain sedang musim ikan, biasanya ikan
tongkol.
Di Perairan Teluk Palabuhanratu bagan rakit berukuran 7×7 m - 10×10 m,
yang terbanyak berukuran 9×9 m. Namun demikian, ada pula bagan rakit yang
berukuran 6×6 m atau 11×11 m (Lampiran 4). Sementara itu, bagan perahu
kebanyakan berukuran 12×12 m. Konstruksi bagan rakit terdiri atas anjang-
anjang (pelataran), rumah bagan, tiang pancang, waring, jangkar, alat penggulung
(roler), lampu, dan pelampung (Lampiran 5). Pada bagan rakit pelampung terbuat
dari drum plastik (blong) sementara pada bagan perahu terbuat dari perahu kayu.
Sebagian besar konstruksi ini terbuat dari bambu. Pada awalnya untuk menarik
ikan berkumpul digunakan lampu petromak, tetapi saat ini telah digantikan
dengan lampu neon dengan tenaga genset. Bagan rakit dioperasikan oleh 1-2
orang ABK, sementara bagan perahu dioperasikan oleh 3-4 ABK.
Walaupun ikan peperek banyak tertangkap dengan bagan, tidak setiap
operasi bagan menangkap ikan peperek. Bagan merupakan alat tangkap pasif yang
menuggu ikan yang datang kepadanya, sifatnya untung-untungan. Jenis ikan apa
yang akan ditangkap tidak bisa ditarget seperti halnya payang. Ikan-ikan yang
biasa tertangkap dengan bagan antara lain tongkol kecil, tembang, teri, peperek,
dan udang rebon. Jenis ikan yang tertangkap berbeda-beda bergantung musimnya.
Perkembangan jumlah bagan apung dari tahun ke tahun pada rentang tahun
2003-2012 di Perairan Teluk Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah
ini.
39
Gambar 7. Grafik jumlah unit bagan
(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun
2003-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)
Berdasarkan Gambar 7 jumlah bagan yang beroperasi di Perairan Teluk
Palabuhanratu berfluktuasi setiap tahunnya. Jumlah tertinggi terjadi pada tahun
2005 yang tidak berbeda jauh dengan tahun 2006, 2007, 2011, dan 2012. Tahun
2006 sampai 2009 jumlah bagan mengalami penurunan tetapi tahun-tahun
berikutnya mengalami kenaikan. Menurut keterangan nelayan, bagan apung di
Teluk Palabuhanratu memang cenderung bertambah setiap tahunnya. Hal itu
karena bagan relatif tidak “berebut” hasil tangkapan dengan alat tangkap lain
karena sasaran bagan umumnya adalah ikan-ikan kecil yang tidak ditangkap alat
tangkap lain. Hal ini amat berbeda dari payang yang jumlahnya terus menurun
karena kalah bersaing dengan nelayan rumpon.
Selain terdapat bagan terdapat pula angkutan bagan. Angkutan bagan
adalah kapal yang digunakan untuk menjemput hasil tangkapan bagan ke dermaga
sekaligus mengantar jemput nelayan ke bagan. Di PPN Palabuhanratu kapal yang
digunakan sebagai angkutan bagan adalah kapal kayu berukuran 6 GT dan
berdimensi 10×2,6×1,2 m. Sebagian besar kapal ini ditenagai oleh mesin diesel
Yanmar berkekuatan 33 PK atau 22 PK, ada juga yang menggunakan mesin mobil
Mitsubishi 120 PS. Jumlah bagan untuk satu angkutan bagan di PPN
Palabuhanratu umumnya 15 bagan dengan jumlah ABK 15-30 orang ditambah
124111
316297 299
232
165 175
286301
0
50
100
150
200
250
300
350
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h B
ag
an
Tahun
40
satu tekong (juru mudi) dan satu juru batu. Namun, pada saat-saat dimana
kelimpahan ikan menurun, tidak semua bagan beroperasi sehingga jumlah bagan
untuk satu angkutan bagan kurang dari 15. Selain itu, beberapa angkutan bagan
juga ada yang hanya terdiri dari maksimal 12 bagan.
Berbeda dari PPN Palabuhanratu di PPI Cibangban angkutan bagan adalah
identik dengan perahu payang yakni perahu kayu berukuran 5 GT dan berdimensi
10,9×2,65×1 m. Mesin yang digunakan umumnya adalah motor tempel bermerk
Johnson atau Yamaha berkekuatan 40 PK. Angkutan bagan ini diisi oleh 6-28
nelayan bagan (3-5 bagan). Jumlah bagan per satu angkutan bagan di PPI
Cibangban memang lebih sedikit daripada di PPN Palabuhanratu karena ukuran
bagan di PPI Cibangban lebih besar daripada di PPN Palabuhanratu.
Sama halnnya seperti bagan apung, jumlah angkutan bagan juga berubah
dari tahun ke tahun. Perkembangan jumlah angkutan bagan yang ber-fishing base
di PPN Palabuhanratu dan PPI Cibangban dalam rentang tahun 2002-2012 dapat
dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.
Gambar 8. Grafik jumlah unit angkutan bagan
(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun
2002-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)
Dari Gambar 8 dibandingkan dengan Gambar 7 terlihat bahwa pola naik
dan turunnya jumlah angkutan bagan mirip dengan pola naik-turunnya jumlah
13
1719
25 2426
21
18
2624
26
0
5
10
15
20
25
30
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h A
ng
ku
tan
Ba
ga
n
Tahun
41
bagan apung meskipun tidak persis sama. Hal itu masuk akal karena ketika jumlah
bagan apung meningkat maka diperlukan jumlah angkutan bagan yang lebih
banyak untuk mengangkut nelayan dan hasil tangkapannya, demikian sebaliknya.
4.2.2.2 Metode Penngoperasian
Sama halnya seperti payang, bagan apung di Teluk Palabuhanratu juga
dioperasikan tidak melebihi 1 hari (one day fishing) tepatnya satu malam. Untuk
menuju bagannya masing-masing sekelompok nelayan bagan diantarkan oleh
sebuah kapal angkutan bagan. Angkutan bagan yang digunakan satu kelompok
nelayan adalah tetap, tidak berpindah-pindah ke angkutan bagan yang lain.
Nelayan biasanya berkumpul di sekitar dermaga pada pukul 15.00 – 16.30 WIB
sambil menunggu nelayan bagan lain yang belum datang.
Pengoperasian alat tangkap bagan rakit dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu
tahap persiapan, tahap penurunan waring (setting), dan tahap pengangkatan
waring (hauling).
a. Tahap persiapan
Perlengkapan yang dipersiapkan untuk operasi penangkapan dengan
bagan rakit antara lain genset, lampu neon, carangka (keranjang ikan dari
bambu), dan konsumsi. Genset, lampu, dan keranjang biasanya dibawa ke
darat setiap bagan selesai beroperasi, tidak ditinggal di bagan, karena alasan
keamanan. Oleh karenanya ketika akan beroperasi lagi semua perlengkapan
ini dibawa kembali dari darat oleh ABK bagan bersangkutan menggunakan
angkutan bagan. Pada saat yang sama, juru mudi dan juru batu dari angkutan
bagan juga mempersiapkan kapal angkutan bagan yang akan digunakan
membawa nelayan. Pada sekitar pukul 16.30 – 17.00 WIB angkutan bagan
berangkat menghantarkan para ABK bagan ke bagannya masing-masing.
Nelayan bagan apung tiba di bagannya masing-masing pada saat yang
berbeda bergantung pada jauh dekatnya jarak bagan dari dermaga. Nelayan
yang bagannya paling dekat ke dermaga akan tiba paling awal di bagan,
selanjutnya angkutan bagan meneruskan perjalanan ke bagan berikutnya.
Nelayan yang bagannya paling jauh akan tiba paling akhir. Namun demikian,
42
biasanya seluruh nelayan sudah tiba di bagannya masing-masing sebelum
pukul 18.00 WIB. Usai mengantar seluruh nelayan bagan angkutan bagan
biasanya tidak kembali ke dermaga melainkan merapat ke salah satu bagan
apung, juru mudi dan juru batu beristirahat di kapal atau menumpang di salah
satu bagan.
b. Tahap penurunan waring (setting)
Ketika hari mulai gelap (pukul 17.30-18.00 WIB) nelayan bagan
memulai operasi penangkapan. Beberapa set lampu (satu set terdiri dari 1
baskom warna silver dengan 2 buah lampu neon) dipasang di bawah pelataran
dekat permukaan air. Genset dihidupkan dan lampu menyala. Waring
diturunkan menggunakan roler. Selanjutnya nelayan menunggu ikan
berkumpul di atas waring.
c. Tahap penngangkatan waring (hauling)
Ketika ikan sudah terlihat berkumpul di atas waring (di bawah
pelataran bagan) waring siap dangkat (hauling). Sebelumnya keempat set
lampu diganti dengan 1 set lampu yang lebih redup agar gerombolan ikan
memusat di tengah-tengah waring. Satu set lampu pengganti ini tersusun atas
sebuah ember yang bagian dalamnya dilakban metalik, sebuah lampu, dan
keranjang yang berfungsi lebih membatasi jangkauan cahaya lampu. Waring
diangkat dengan cepat menggunakan roler dan roler dikunci agar posisi
waring tidak berubah. Hasil tangkapan diserok dan dimasukkan ke dalam
carangka (keranjang).
Lamanya waktu dari tahap setting ke hauling sepenuhnya bergantung
pada ada tidaknya ikan berkumpul di atas waring. Kalau ikan sedang banyak
hanya diperlukan setengah sampai satu jam dari saat setting, waring sudah
bisa diangkat. Oleh karenanya ketika sedang banyak ikan proses hauling bisa
mencapai 10 kali dalam semalam. Sebaliknya, apabila tidak ada ikan, waring
bisa dibiarkan semalaman di dalam air dan baru diangkat pagi-pagi ketika
akan pulang.
43
Pada saat hari mulai terang nelayan bagan apung beserta hasil
tangkapannya dijemput oleh angkutan bagan, dibawa kembali ke pelabuhan.
Angkutan bagan mendarat di dermaga pada pukul 06.00-06.30 WIB.
4.3 Analisis Produksi, Upaya Penangkapan, dan CPUE Ikan Peperek
4.3.1 Analisis Produksi Ikan Peperek
Sumberdaya ikan peperek di wilayah Teluk Palabuhanratu adalah
melimpah yang diindikasikan dari hasil tangkapannya yang tinggi setiap
tahunnya. Di TPI Palabuhanratu dari semua jenis ikan yang didaratkan (baik yang
berasal dari dalam maupun luar teluk), ikan peperek selalu menjadi salah satu ikan
dominan setiap tahunnya. Hasil tangkapan ikan peperek di Teluk Palabuhanratu
didapatkan dari alat tangkap payang yang didaratkan di TPI Palabuhanratu, TPI
Cisolok, dan TPI Cibangban, dari bagan yang didaratkan di TPI Palabuhanratu
dan TPI Cibangban, dan kadang-kadang purse seine yang didaratkan di TPI
Palabuhanratu. Perkembangan produksi ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.
Gambar 9. Grafik produksi ikan peperek tiap tahun
(Sumber: laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPN Palabuhanratu tahun
2002-2012 dan DKP Kab. Sukabumi 2013)
178.8 159.2
427.9388.0
266.0
530.0
234.7
164.6
424.0
210.0
151.7
0.0
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pro
du
ksi
(to
n)
Tahun
44
Berdasarkan Gambar 9 jumlah produksi peperek berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Produksi yang tertinggi terjadi pada tahun 2007, sementara produksi yang
rendah terjadi pada tahun 2002, 2003, 2009, dan 2012. Pada tahun 2007 produksi
ikan peperek paling tinggi disebabkan oleh upaya penangkapan pada tahun
tersebut yang juga paling tinggi (Gambar 16).
4.3.2 Analisis Upaya Penangkapan Ikan Peperek
Penangkapan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu dilakukan
dengan alat tangkap bagan, payang, dan sesekali purse seine. Satu trip operasi
penangkapan untuk ketiga jenis alat tangkap ini masing-masing adalah satu hari
(one day fishing).
Biasanya dalam penelitian-penelitian yang melibatkan Model Produksi
Surplus upaya penangkapan yang digunakan adalah jumlah trip keseluruhan
semua alat tangkap yang menangkap jenis ikan yang diteliti di suatu wilayah
perairan. Akan tetapi, dalam penelitian ini ada pertimbangan tertentu yang
menjadikan jumlah trip keseluruhan tidak tepat digunakan. Ikan peperek bukan
merupakan target utama penangkapan, terutama alat tangkap payang. Oleh
karenanya, tidak semua trip payang mendapatkan hasil tangkapan ikan peperek.
Pada kenyatannya, trip payang yang menangkap ikan peperek hanya sebagian
kecil dari jumlah trip keseluruhan (Gambar 10). Tidak jauh berbeda dari payang,
bagan juga tidak selamanya mendapatkan hasil tangkapan ikan peperek.
Walaupun tidak menargetkan secara khusus jenis ikan apa yang akan ditangkap
karena sifatnya lebih untung-untungan, trip bagan yang mendapatkan ikan
peperek jauh lebih kecil dibandingkan jumlah trip bagan keseluruhan.
Jumlah trip keseluruhan bagan dan payang dalam satu tahun tidak cukup
mewakili upaya penangkapan ikan peperek. Yang lebih tepat digunakan sebagai
upaya penangkapan adalah data jumlah trip efektif dari payang, bagan, dan purse
seine. “Trip efektif” berarti hanya trip yang menangkap ikan peperek saja yang
diperhitungkan. Untuk perahu payang dan angkutan bagan yang fishing base-nya
di PPN Palabuhanratu, trip efektif pada rentang waktu 2002-2012 tercatat pada
buku hasil tangkapan harian PPN Palabuhanratu. Akan tetapi, untuk perahu
45
payang yang fishing base-nya di PPI Cisolok serta perahu payang dan angkutatan
bagan di PPI Cibangban tidak tersedia data harian lengkap. Oleh karenanya, trip
efektif payang dan angkutan bagan di PPI Cibangban dan PPI Cisolok didapatkan
dari estimasi berdasarkan persentase rata-rata trip efektif payang dan angkutan
bagan dari trip keseluruhan di PPN Palabuhanratu. Di PPN Palabuhanratu trip
efektif payang rata-rata 5% dari trip keseluruhan tiap tahunnya dan trip efektif
angkutan bagan 15% dari trip keseluruhan.
Pada Gambar 10 di bawah ditampilkan grafik trip efektif dan trip
keseluruhan payang di Perairan Teluk Palabuhanratu. Berdasarkan Gambar
tersebut terlihat bahwa pada hampir setiap tahun jumlah trip payang yang benar-
benar menangkap ikan peperek sangatlah rendah dibandingkan jumlah trip payang
yang menangkap ikan lain.
Gambar 10. Grafik jumlah trip payang yang menangkap dan tidak menangkap
ikan peperek
(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2003-2012 dan DKP Kab.
Sukabumi 2013)
Secara lebih jelas, perkembangan jumlah trip efektif payang di Perairan
Teluk Palabuhanratu tiap tahun ditampilkan kembali pada Gambar 11.
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
Pa
ya
ng
Tahun
Non-Peperek
Peperek
46
Gambar 11. Grafik jumlah trip payang yang menangkap ikan peperek
(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2002-2012 dan DKP Kab.
Sukabumi 2013)
Pada alat tangkap bagan, hasil tangkapan dan jumlah trip yang didata
bukanlah hasil tangkapan dan jumlah trip bagan apungnya melainkan hasil
tangkapan yang dibawa dan jumlah trip dari “angkutan bagan”. Oleh karenanya
jumlah trip angkutan baganlah yang digunakan sebagai satuan upaya penangkapan
ikan peperek oleh bagan di Perairan Teluk Palabuhanratu dalam penelitian ini.
Perkembangan jumlah trip angkutan bagan di Perairan Teluk
Palabuhanratu disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
Pa
ya
ng
Tahun
47
Gambar 12. Grafik jumlah trip angkutan bagan yang mendaratkan dan tidak
Mendaratkan ikan peperek
(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2003-2012 dan DKP Kab.
Sukabumi 2013)
Gambar 13. Grafik jumlah trip angkutan bagan yang mendaratkan ikan peperek
(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2002-2012 dan DKP Kab.
Sukabumi 2013)
Sama halnya seperti payang, jumlah trip angkutan bagan yang berhasil
menangkap ikan peperek jauh lebih kecil dibanding jumlah trip angkutan bagan
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
An
gk
uta
n B
ag
an
Tahun
Non-Peperek
Peperek
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
An
gk
uta
n B
ag
an
Tahun
48
yang menangkap ikan lainnya. Hal itu terjadi karena ikan-ikan yang biasa
tertangkap dengan bagan ada berbagai macam yakni tongkol kecil, tembang,
peperek, udang rebon, dll. Jenis ikan apa yang tertangkap tergantung musimnya.
Ketika sedang musim tongkol misalnya bisa jadi yang tertangkap adalah ikan
tongkol saja, tanpa ada ikan lain yang tertangkap. Demikian juga ketika sedang
musim ikan-ikan jenis lain. Karena ikan peperek hanya satu dari banyak jenis ikan
yang kemungkinan tertangkap, maka jumlah trip angkutan bagan yang berhasil
menangkap ikan peperek hanya sebagian kecil dari trip keseluruhan.
Pada beberapa tahun dalam rentang tahun 2002-2012 terdapat kapal purse
seine yang menangkap ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu dan
mendaratkannya ke PPN Palabuhanratu. Pada Gambar 14 dan Gambar 15
ditampilkan jumlah trip kapal purse seine dalam rentang tahun 2002-2012.
Gambar 14. Grafik jumlah trip purse seine yang menangkap dan tidak menangkap
ikan peperek
(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2003-2012)
0
50
100
150
200
250
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
Pu
rse
Sei
ne
Tahun
Non-Peperek
Peperek
49
Gambar 15. Grafik jumlah trip purse seine yang menangkap ikan peperek
(Diolah dari data statistik PPN Palabuhanratu tahun 2002-2012)
Sama seperti dua alat tangkap sebelumnya, trip purse seine yang
beroperasi di Perairan Teluk Palabuhanratu juga hanya sebagian kecil yang
menangkap ikan peperek. Dari rentang tahun 2002-2012 hanya pada tiga tahun
purse seine menangkap ikan peperek yakni tahun 2004, 2005, dan 2007. Hal itu
karena kebanyakan kapal purse seine yang datang ke PPN Palabuhanratu
berukuran besar (>20 GT) dan menangkap ikan di perairan tengah sementara ikan
peperek habitatnya di pinggir Teluk. Beberapa kapal purse seine yang menangkap
ikan peperek adalah kapal kecil berukuran <10 GT yang biasanya datang dari
Binuangeun, Banten.
Untuk mendapatkan upaya penangkapan ikan peperek total tahunan, data-
data jumlah trip payang, angkutan bagan, dan purse seine yang menangkap ikan
peperek (trip efektif) pada tahun yang sama dijumlahkan setelah sebelumnya
dilakukan standardisasi menjadi setara payang (Lampiran 7). Payang ditetapkan
sebagai alat tangkap standar dengan melihat rata-rata hasil tangkapan per trip atau
catch per unit of effort (CPUE) payang lebih tinggi dibanding angkutan bagan.
Walaupun purse seine memiliki rata-rata CPUE paling tinggi, purse seine tidak
digunakan sebagai standar karena purse seine bukan merupakan alat tangkap
0
1
2
3
4
5
6
7
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
Pu
rse
Sei
ne
Tahun
50
dominan di Teluk Palabuhanratu. Jumlah trip total tiap tahun ditampilkan pada
Gambar 16.
Gambar 16. Grafik jumlah trip terstandardisasi (setara payang) yang menangkap
ikan peperek
4.3.3 Analisis Catch per Unit of Effort (CPUE) Ikan Peperek
Catch per Unit of Effort (CPUE) atau hasil tangkapan per satuan upaya
diperoleh dengan cara membagi hasil tangkapan ikan peperek dengan upaya
penangkapannya. Hasil tangkapan adalah dalam ton dan upaya penangkapannya
dalam jumlah trip.
Grafik CPUE untuk angkutan bagan, payang, dan purse seine dari tahun
2002-2012 disajikan berturut-urut pada Gambar 17, Gambar 18, dan Gambar 19.
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa CPUE angkutan bagan, payang, dan
purse seine mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Untuk angkutan bagan, CPUE
yang tinggi terjadi pada tahun 2002, 2007, dan 2010 dengan nilai CPUE berturut-
turut 0,532 ton/trip, 0,514 ton/trip, dan 0,536 ton/trip. Untuk payang, CPUE yang
tinggi terjadi tahun 2002 dan 2009 berturut-turut sebesar 0,552 ton/trip dan 0,513
ton/trip. Produktivitas yang tinggi dari kedua alat tangkap ini terjadi tahun 2002
karena sama-sama menghasilkan CPUE yang tinggi. Sementara itu untuk purse
seine, hanya pada tahun 2004, 2005, dan 2007 saja terdapat penangkapan ikan
327
510
1038 1059
733
1094
768
377
1010
601
373
0
200
400
600
800
1000
1200
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ju
mla
h T
rip
Sta
nd
ar
Tahun
51
peperek dan pada tahun-tahun lainnya tidak ada penangkapan ikan peperek. Oleh
karenanya perkembangan CPUE tiap tahun tidak diketahui.
Gambar 17. Grafik CPUE tahunan angkutan bagan
Gambar 18. Grafik CPUE tahunan payang
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Tahun
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Tahun
52
Gambar 19. Grafik CPUE tahunan purse seine
Pada Gambar 20 ditampilkan grafik CPUE dari semua alat tangkap di
Perairan Teluk Palabuhanratu.
Gambar 20. Grafik CPUE tahunan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
Berdasarkan Gambar 20 nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2002
yakni sebesar 0,547 ton/trip. Sedangkan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Tahun
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Tahun
53
2008 sebesar 0,306 ton/trip. Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas
tertinggi dari upaya penangkapan ikan peperek dalam rentang tahun 2002-2012
adalah pada tahun 2002. Hal itu terjadi diduga karena pada tahun 2002 upaya
penangkapan paling kecil. Ini sesuai dengan asumsi awal Model Produksi Surplus
bahwa CPUE meningkat dengan menurunnya upaya penangkapan.
4.4 Analisis Model Produksi Surplus
4.4.1 Model Schaefer
Pada Model Schaefer plot antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan
membentuk kurva parabola yang simetris. Nilai hasil tangkapan maksimum lestari
atau MSY berada pada titik puncak kurva parabola ini, sedangkan upaya
penangkapan optimum (fopt) berada pada tengah-tengah sumbu horizontal.
Sementara itu, plot hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dengan upaya
penangkapan memiliki hubungan linier.
Regresi antara CPUE (Yt/ft) dan upaya penangkapan (ft) ditampilkan pada
Gambar 21.
Gambar 21. Regresi linier antara CPUE (ton/trip) dan upaya penangkapan (trip)
pada Model Schaefer
R² = 0.011
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0 200 400 600 800 1000 1200
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya Penangkapan (trip)
Yt
ft
= 0,41908 − 0,00003ft
54
Regresi pada Gambar 21 menghasilkan persamaan linier sebagai berikut:
Yt
ft= 0,41908 − 0,00003ft
Sehingga persamaan umum Model Schaefer untuk sumberdaya ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu menjadi:
Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2
Berdasarkan persamaan (62), maka dapat digambarkan kurva yield-effort
yakni kurva yang menghubungkan hasil tangkapan ikan peperek dan upaya
penangkapannya di Perairan Teluk Palabuhanratu yakni sebagai berikut (Gambar
22):
Gambar 22. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model Schaefer
Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model Schaefer adalah sebagai berikut:
fopt =a
2b=
0,41908
2(0,00003)= 8.008 trip/tahun
MSY =a2
4b=
0,419082
4(0,00003)= 1.678,0 ton/tahun
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0 5000 10000 15000 20000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n/t
ah
un
)
Upaya penangkapan (trip/tahun)
fopt=8.008 trip/tahun
MSY=1.678,0 ton/tahun
Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2
(61)
(62)
55
Nilai ini dapat diterjemahkan bahwa menurut Model Schaefer untuk
menjamin kelestarian sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu,
jumlah maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang
adalah 1.678,0 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum untuk
mendapatkan jumlah tangkapan maksimum tersebut adalah 8.008 trip efektif
setara payang/tahun.
4.4.2 Model Gulland
Untuk menentukan persamaan Model Gulland, data-data yang diregresikan
adalah data CPUE (Yt/ft) dan upaya penangkapan rata-rata tiap tahun (f ). Upaya
rata-rata pada suatu tahun diperoleh dari upaya pada tahun tersebut dengan upaya
dari beberapa tahun sebelumnya yakni sesuai jumlah tahun rentang hidup ikan
yang diteliti. Ikan peperek yang dominan ditangkap di Perairan Teluk
Palabuhanratu terdiri dari dua jenis yakni peperek regang/torongtong (Eubleekeria
rapsoni) dan peperek calingcing (Equulites leuciscus). Menurut www.fishbase.org
rentang hidup maksimum Eubleekeria rapsoni adalah 1,6 tahun dan Equulites
leuciscus mencapai 2,5 tahun. Dalam analisis Model Gulland, ikan pada stok yang
telah dieksploitasi dianggap memiliki rentang hidup yang lebih pendek daripada
rentang hidup potensialnya, biasanya diasumsikan sekitar setengah atau sepertiga
dari rentang hidup potensial. Demikian juga untuk stok ikan peperek di Perairan
Teluk Palabuhanratu, dianggap rentang hidup rata-rata ikan peperek lebih pendek
dari rentang hidup potensialnya. Asumsi ini didukung misalnya dari data panjang
ikan yang tertangkap. Menurut Lamatta (2012) dan www.fishbase.org ikan
peperek jenis calingcing (Equulites leuciscus) dapat mencapai panjang maksimum
25 cm. Akan tetapi dari penelitian Hazrina (2010) di Teluk Palabuhanratu ikan
peperek yang tertangkap maksimum panjangnya hanya 12,5 cm. Oleh karenanya,
untuk keperluan analisis Model Gulland adalah masuk akal untuk mengasumsikan
rentang hidup ikan peperek di Teluk Palabuhanratu adalah 1 tahun.
Apabila asumsi umur ikan peperek 1 tahun ini digunakan, maka rata-rata
upaya penangkapan diganti dengan upaya penangkapan pada satu tahun saja. Ini
berarti dalam kasus sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
56
regresi pada Model Gulland sama dengan pada Model Schaefer, yakni seperti
pada Gambar 23.
Gambar 23. Regresi linier antara CPUE (ton/trip) dan upaya penangkapan (trip)
pada Model Gulland
Regresi pada Gambar 23 menghasilkan persamaan linier sebagai berikut:
Yt
ft= 0,41908 − 0,00003ft
Persamaan Model Gulland untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan
Teluk Palabuhanratu identik dengan persamaan Model Schaefer yakni sebagai
berikut:
Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2
Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
berdasarkan Model Gulland adalah sebagai berikut (Gambar 24):
R² = 0.011
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0 200 400 600 800 1000 1200
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya Penangkapan (trip)
Yt
ft
= 0,41908 − 0,00003ft
(63)
(64)
57
Gambar 24. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model Gulland
Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model Gulland adalah sebagai berikut:
fopt =a
2b=
0,41908
2(0,00003)= 8.008 trip
MSY =a2
4b=
0,419082
4(0,00003)= 1.678,0 ton
Kesimpulannya, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan peperek di
Teluk Palabuhanratu, maka menurut Model Gulland jumlah maksimum ikan
peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah 1.678,0 ton/tahun.
Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan untuk mendapatkan
hasil tangkapan maksimum tersebut adalah 8.008 trip efektif setara payang/tahun.
4.4.3 Model Pella dan Tomlinson
Pada Model Pella dan Tomlinson terdapat parameter m yang bisa diubah-
ubah bergantung yang mana yang paling cocok. Perbedaan nilai parameter m pada
persamaan Model ini akan mengubah kecekungan dari kurva yield-effort Model
Pella dan Tomlinson.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0 5000 10000 15000 20000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n/t
ah
un
)
Upaya penangkapan (trip/tahun)
fopt=8.008 trip/tahun
MSY=1.678,0 ton/tahun
Yt = 0,41908ft − 0,00003ft2
58
Beberapa nilai m telah dicobakan ke dalam persamaan Model Pella dan
Tomlinson. Nilai-nilai m yang dicobakan adalah 1,1; 1,2; ... 3,9; dan 4,0. Dari
percobaan ini diperoleh nilai parameter m yang menghasilkan koefisien
determinasi (R2) tertinggi, yakni m=1,1.
Untuk mengetahui persamaan Model Pella dan Tomlinson dengan m=1,1
dari sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu dilakukan regresi
linier sederhana antara CPUE (Yt/ft) dan f0,1
yang ditampilkan pada Gambar 25.
Gambar 25. Regresi linier antara CPUE dan f0,01
pada Model Pella dan Tomlinson
Dari regresi linier pada Gambar 25 diperoleh persamaan antara CPUE dan
ft0,1
sebagai berikut:
Yt
ft= 0,75069 − 0,18300ft
0.1
Sehingga persamaan Model Pella dan Tomlinson untuk ikan peperek di Perairan
Teluk Palabuhanratu menjadi:
Yt = 0,75069ft − 0,18300ft1.1
Berdasarkan persamaan (66) maka kurva yield-effort ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu berdasarkan Model Pella dan Tomlinson adalah
sebagai berikut (Gambar 26):
R² = 0.048
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
1.750 1.800 1.850 1.900 1.950 2.000 2.050
CP
UE
(to
n/t
rip
)
f0,1
Yt
ft
= 0,75069 − 0,18300ft0.1
(65)
(66)
59
Gambar 26. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model Pella & Tomlinson
Upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan maksimum lestari
(MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu menurut Model
Pella dan Tomlinson diduga sebagai berikut:
fopt = 10a
11b
10
= 10 × 0,75069
11 × 0,18300
10
= 520.176 trip/tahun
MSY = 0,75069 520.176 − 0,18300 520.176 1,1
MSY = 35.499,1 ton/tahun
Hal ini berarti agar sumberdaya ikan peperek tetap lestari, maka menurut
Model Pella dan Tomlinson jumlah maksimum ikan peperek yang boleh
ditangkap di Perairan Teluk Palabuhanratu dalam jangka panjang adalah 35.499,1
ton per tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang boleh dikerahkan untuk
mendapatkan jumlah maksimum ikan peperek tersebut adalah 520.176 trip efektif
setara payang per tahun.
Dari hasil percobaan beberapa nilai m, penulis menyimpulkan bahwa
untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu semakin rendah
nilai m semakin tinggi nilai koefisien determinasi dan semakin tinggi nilai dugaan
MSY dan fopt-nya, demikian juga sebaliknya. Dibandingkan model-model lain,
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
0 500000 1000000 1500000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n/t
ah
un
)
Upaya penangkapan (trip/tahun)
fopt=520.176 trip/tahun
MSY=35.499,1 ton/tahun
Yt = 0,750689ft − 0,18300ft1.1
60
nilai MSY dan fopt yang diramalkan Model Pella dan Tomlinson dengan m=1,1
sangatlah tinggi. Model lain meramalkan MSY semuanya <10.000 ton/tahun,
sedangkan Model Pella dan Tomlinson >30.000 ton/tahun. Namun sayangnya
dalam hal ini tidak ada cara untuk mengevaluasi hasil dugaan dari model-model
ini apakah mendekati kenyataan atau jauh dari kenyataan, apakah MSY
sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu yang sebenarnya pada
kisaran ratusan ton, ribuan ton, puluhan ribu ton, atau ratusan ribu ton. Satu-
satunya patokan dalam penelitian ini adalah parameter-parameter statistik
khususnya koefisien determinasi. Jadi, tidak perduli berapapun hasil dugaan dari
model Pella dan Tomlinson pokoknya persamaan model dengan suatu nilai m
yang menghasilkan koefisien determinasi tertinggi dipilih sebagai yang paling
cocok.
Sebagai pembanding, pada Model Pella dan Tomlinson nilai m yang
menghasikan ramalan MSY mendekati ramalan model lain yang tertinggi adalah
m=1,2 dimana ramalan MSY adalah 11.661,2 ton/tahun yang mendekati ramalan
MSY dari Model CYP.
4.4.4 Model Fox
Model Fox mengikuti model eksponensial. Plot hasil tangkapan terhadap
upaya membentuk kurva parabola yang tidak simetris.
Untuk mendapatkan persamaan Model Fox dari sumberdaya ikan peperek
di Perairan Teluk Palabuhanratu, dilakukan analisis regresi antara ln CPUE dan
upaya penangkapan (ft) seperti pada Gambar 27.
Dari regresi pada Gambar 27 dihasilkan persamaan linier antara ln CPUE
dan upaya penangkapan (ft) sebagai berikut:
ln Yt
ft = −0,89795 − 0,00005ft
Sehingga persamaan Model Fox untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan
Teluk Palabuhanratu menjadi:
Yt = fte−0,89795−0,00005 ft
(67)
(68)
61
Gambar 27. Regresi linier antara ln CPUE dan upaya penangkapan (trip) pada
Model Fox
Berdasarkan persamaan (68) maka hubungan antara hasil tangkapan dan
upaya penangkapan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu berdasarkan
Model Fox ditampilkan pada Gambar 28 dalam bentuk yield-effort curve:
Gambar 28. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model Fox
R² = 0.005
-1.400
-1.200
-1.000
-0.800
-0.600
-0.400
-0.200
0.000
0 200 400 600 800 1000 1200
ln C
PU
E
Upaya Penangkapan (trip)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n/t
ah
un
)
Upaya penangkapan (trip/tahun)
fopt=22.466 trip/tahun
MSY=3.367,0 ton/tahun
ln Yt
ft
= −0,89795 − 0,00005ft
Yt = fte−0,89795−0,00005 ft
62
Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model Fox adalah sebagai berikut:
fopt =1
b=
1
0,00005= 22.466 trip/tahun
MSY =1
bea−1 =
1
0,00005e−0,89795−1 = 3.367,0 ton/tahun
Hal ini berarti untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu, maka menurut Model Fox jumlah maksimum ikan
peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah 3.367,0 ton/tahun.
Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan untuk mendapatkan
jumlah maksimum ikan peperek tersebut adalah 22.466 trip efektif setara payang
per tahun.
4.4.5 Model Walters dan Hilborn
Persamaan Model Walters dan Hilborn dihasilkan dari regresi linier
berganda antara nilai U t+1
U t− 1, CPUE (Ut), dan upaya penangkapan (ft). Sebagai
variabel independen adalah Ut dan ft dan sebagai variabel dependen adalah
U t+1
U t− 1. Salah satu asumsi klasik yang penting dipenuhi oleh model regresi linier
berganda yang baik adalah tidak adanya hubungan multikolinieritas pada model.
Hubungan mltikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel
independen persamaan regresi dan hal ini merupakan tanda awal tidak
signifikannya salah satu variabel independen. Untuk menghasilkan persamaan
regresi yang bisa diterima, dilakukan uji multikolinieritas Model Walters dan
Hilborn yakni dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF untuk Model Walters dan
Hilborn adalah 1,011 yang mana lebih kecil dari 10. Artinya tidak terjadi
hubungan multikolinieritas pada model ini, tidak ada hubungan linier yang kuat
antara nilai-nilai Ut dan ft sehingga persamaan yang dihasilkan dari regresi cukup
baik.
63
Berdasarkan analisis regresi diperoleh persamaan Model Walters dan
Hilborn dari sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu sebagai
berikut:
Yt = 1,67941 − 3,71141X1t − 0,00024X2t
dimana: Yt =U t+1
U t− 1, X1t = Ut , dan X2t = ft .
Dari persamaan tersebut diperoleh konstanta dan koefisien persamaan
Model Walters dan Hilborn α = 1,67941, β1 = −3,71141, β2 = −0,00024.
Nilai-nilai parameter Model Produksi Surplus dapat diduga sebagai berikut:
Tingkat pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth) r = α = 1,67941
Koefisien kemampuan tangkap (catcabilility coefficient) q = −β2 = 0,00024
Daya dukung lingkungan (carrying capacity) K = −r
qβ1= 1.849,2
Berdasarkan persamaan (69) maka kurva yield-effort ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu menurut Model Walters dan Hilborn adalah sebagai
berikut (Gambar 29):
Gambar 29. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model Walters dan Hilborn
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
0 2000 4000 6000 8000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n)
Upaya penangkapan (trip)
fopt=3.432 trip/tahun
MSY=776,4 ton/tahun
Yt = 0,45250ft − 0,00007ft2
(69)
64
Dugaan nilai upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model Walters dan Hilborn adalah sebagai berikut:
fopt =r
2q=
1,67941
2(0,00024)= 3.432 trip/tahun
MSY =rK
4=
1,67941 × 1849,2
4= 776,4 ton/tahun
Hal ini berarti menurut Model Walters dan Hilborn untuk menjamin
kelestarian sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, maka
jumlah maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang
adalah 776,4 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat
dikerahkan untuk mendapatkan jumlah maksimum ikan peperek tersebut adalah
3.432 trip efektif setara payang/tahun.
4.4.6 Model Schnute
Persamaan Model Schnute dihasilkan dari regresi linier berganda antara
nilai ln U t+1
U t (variabel dependen),
U t +U t+1
2 dan
ft +ft+1
2 (variabel independen).
Sama seperti Model Walters dan Hilborn, karena merupakan model regresi linier
berganda, pada Model Schnute perlu dilakukan uji multikolinieritas sebelum
dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan uji multikolinieritas nilai VIF dari Model
Schnute adalah 1,024 (kurang dari 10). Artinya tidak terjadi hubungan
multikolinieritas pada persamaan Model Schnute atau tidak ada hubungan linier
yang kuat antara nilai-nilai U t +Ut+1
2 dan
ft +ft+1
2. Analisis regresi Model Schnute
cukup baik untuk dilanjutkan.
Dari analisis regresi maka persamaan Model Schnute dari sumberdaya
ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu adalah sebagai berikut:
Yt = 2,03307 − 5,11787X1t − 0,00007X2t
dimana: Yt = ln U t+1
U t , X1t =
U t +U t+1
2,danX2t =
ft +ft+1
2.
Dari persamaan tersebut diperoleh konstanta dan koefisien persamaan
Model Schnute α = 2,03307, β1 = −5,11787, β2 = −0,00007. Dengan cara
(70)
65
yang sama seperti pada Model Walters dan Hilborn, nilai-nilai parameter-
parameter model produksi surplus diduga dari nilai α, β1, dan β2:
Tingkat pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth) r = α = 2,03307
Koefisien kemampuan tangkap (catcabilility coefficient) q = −β2 = 0,00007
Daya dukung lingkungan (carrying capacity) K = −r
qβ1= 5.627,3
Berdasarkan persamaan (70) maka hubungan antara hasil tangkapan dan
upaya penangkapan (kurva yield-effort) ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model Schnute dapat digambarkan sebagai berikut
(Gambar 30):
Gambar 30. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model Schnute
Dugaan upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model Schnute adalah sebagai berikut:
fopt =r
2q=
2,03307
2(0,00007)= 14.400 trip/tahun
MSY =rK
4=
2,03307 × 5.627,3
4= 2.860,2 ton/tahun
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n/t
ah
un
)
Upaya penangkapan (trip/tahun)
fopt= 14.400 trip
MSY=2.860,2 ton/tahun
Yt = 0,39725ft − 0,00001ft2
66
Hal ini berarti menurut Model Schnute untuk menjamin kelestarian
sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, maka jumlah
maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah
2.860,2 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan
untuk mendapatkan jumlah maksimum tersebut adalah 14.400 trip efektif setara
payang per tahun.
4.4.7 Model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP)
Persamaan Model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP) diperoleh dengan
meregresikan data-data ln Ut+1 (variabel dependen), ln Ut dan ft + ft+1 (variabel
independen). Berdasarkan uji multikolinieritas nilai VIF dari Model CYP adalah
1,000 (kurang dari 10). Oleh karenanya tidak terjadi hubungan multikolinieritas
pada persamaan Model CYP atau tidak ada hubungan linier yang kuat antara nilai-
nilai ln Ut dan ft + ft+1. Analisis regresi Model CYP cukup baik untuk
dilanjutkan.
Persamaan Model CYP untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu adalah sebagai berikut:
Yt = −1,49434 − 0,59325X1t − 0,00001X2t
dimana: Yt = ln Ut+1 , X1t = ln Ut , dan X2t = (ft + ft+1).
Dari persamaan tersebut diperoleh konstanta dan koefisien persamaan
Model CYP α = −1,49434, β1 = −0,59325, β2 = −0,00001. Nilai parameter-
parameter Model Produksi Surplus dapat diduga berdasarkan nilai-nilai α, β1, dan
β2 tersebut:
Tingkat pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth) r =2(1−β1)
1+β1= 7,83402
Koefisien kemampuan tangkap (catcabilility coefficient) q = −β2 2 + r =
0,00001
Daya dukung lingkungan (carrying capacity) K =eα (2+r )
2r
q= 2.777,3
Berdasarkan persamaan (71) maka kurva yield-effort ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu menurut Model CYP adalah sebagai berikut
(Gambar 31):
(71)
67
Gambar 31. Kurva yield-effort ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
menurut Model CYP
Dugaan upaya penangkapan optimum (fopt) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu menurut Model CYP adalah sebagai berikut:
fopt =r
q= −
7,83402
0,00014= 55.584 trip/tahun
MSY =rK
e=
7,83402 × 2.777,3
e= 8.004,2 ton/tahun
Hal ini berarti menurut Model CYP untuk menjamin kelestarian
sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, maka jumlah
maksimum ikan peperek yang boleh ditangkap dalam jangka panjang adalah
8.004,2 ton/tahun. Adapun upaya penangkapan optimum yang dapat dikerahkan
untuk mendapatkan jumlah maksimum tersebut adalah 55.584 trip efektif setara
payang per tahun.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000
Ha
sil
tan
gk
ap
an
(to
n/t
ah
un
)
Upaya penangkapan (trip/tahun)
fopt=55.584 trip/tahun
MSY=8.004,2 ton/tahun
Yt = fte−0,93792−0,00002 ft
68
4.5 Perbandingan Model-model Produksi Surplus
Pada Gambar 32 disajikan perbandingan kurva hubungan antara CPUE
dan upaya penangkapan ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu untuk
ketujuh Model Produksi Surplus.
Gambar 32. Hubungan antara CPUE dan upaya penangkapan tiap Model
Produksi Surplus
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 10000 20000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 10000 20000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0 1000000 2000000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 50000 100000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 5000 10000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 20000 40000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 100000 200000 300000
CP
UE
(to
n/t
rip
)
Upaya penangkapan (trip)
Keterangan:
: Schaefer
: Gulland
: Pella dan Tomlinson
: Fox
: Walters dan Hilborn
: Schnute
: Clarke Yoshimoto
Pooley CYP)
69
Pada Gambar 32 terlihat bahwa hubungan antara CPUE dengan upaya
penangkapan pada beberapa Model Produksi Surplus adalah linier sehingga
membentuk garis lurus. Hal ini terjadi pada Model Schaefer, Gulland, Walters dan
Hilborn, dan Model Schnute. Pada model-model ini peningkatan upaya
penangkapan akan proporsional dengan penurunan CPUE, demikian juga bila
upaya penangkapan diturunkan CPUE akan naik secara proporsional.
Sementara itu, pada Model Fox dan Model CYP hubungan antara CPUE
dan upaya penangkapan membentuk garis yang melengkung. Pada model-model
ini peningkatan upaya penangkapan memang akan menurunkan CPUE dan
sebaliknya penurunan upaya penangkapan akan meningkatkan CPUE tapi
penurunan atau peningkatan CPUE yang terjadi tidak proporsional dengan
peningkatan dan penurunan upaya penangkapan. Pada kedua model ini, pada
upaya penangkapan yang sangat rendah, peningkatan upaya penangkapan yang
kecil akan menurunkan CPUE sangat besar. Pada upaya penangkapan sangat
tinggi peningkatan upaya penangkapan yang tinggi sekalipun hanya menurunkan
CPUE dengan sangat kecil.
Pada Model Pella dan Tomlinson, untuk kasus sumberdaya ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu hubungan antara CPUE dan upaya penangkapan
membentuk garis yang melengkung ke bawah sama seperti Model Fox dan Model
CYP. Sehingga dampak peningkatan dan penurunan upaya penangkapan terhadap
CPUE sama seperti pada Model Fox dan CYP. Ini terjadi karena nilai m<2.
Apabila nilai m=2 maka garis yang terbentuk adalah garis lurus yang identik
dengan Model Schaefer. Apabila m>2 maka hubungan antara CPUE dan upaya
penangkapan membentuk garis yang melengkung ke atas.
Pada Gambar 33 disajikan kurva-kurva yield-effort dari Model Schaefer,
Gulland, Pella dan Tomlinson, Fox, Walters dan Hilborn, Schnute, dan Model
CYP. Pada Gambar 33 terlihat bahwa hubungan antara hasil tangkapan dan upaya
penangkapan pada semua model produksi surplus membentuk kurva parabola. Hal
ini berarti, sampai batas tertentu peningkatan upaya penangkapan akan
meningkatkan hasil tangkapan walaupun peningkatan hasil tangkapan lebih
rendah dibandingkan peningkatan upaya (tidak berbanding lurus). Peningkatan
70
hasil tangkapan hanya terjadi sampai batas hasil tangkapan maksimum lestari
(MSY) yakni ketika upaya penangkapan mencapai upaya optimum (fopt), setelah
itu peningkatan upaya penangkapan akan menurunkan hasil tangkapan.
Gambar 33. Kurva yield-effort tiap Model Produksi Surplus
0
500
1000
1500
2000
0 10000 20000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
0
500
1000
1500
2000
0 10000 20000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
0
10000
20000
30000
40000
0 1000000 2000000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
0
1000
2000
3000
4000
0 50000 100000 150000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
0
200
400
600
800
1000
0 5000 10000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
0
1000
2000
3000
4000
0 20000 40000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
0
2000
4000
6000
8000
10000
0 200000 400000
Y (
ton
/tah
un
)
f (trip/tahun)
Keterangan:
: Schaefer
: Gulland
: Pella dan Tomlinson
: Fox
: Walters dan Hilborn
: Schnute
: Clarke Yoshimoto
Pooley CYP)
71
Pada Model Schaefer, Gulland, Walters dan Hilborn, dan Model Schnute
hubungan antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan membentuk kurva
parabola simetris. Kurva Model Gulland identik dengan kurva Model Schaefer
karena dalam kasus sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu
persamaan keduanya sama. Pada model-model ini ketika upaya penangkapan terus
ditingkatkan pada akhirnya akan tiba pada titik upaya penangkapan dimana hasil
tangkapan sama dengan nol. Upaya penangkapan optimum adalah setengah dari
upaya penangkapan ini.
Pada Model Pella dan Tomlinson hubungan antara hasil tangkapan dan
upaya penangkapan pada kasus sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu membentuk kurva parabola yang tidak simetris yakni sedikit
miring ke kiri. Hal ini terjadi karena parameter m yang lebih kecil dari 2. Pada
kurva yield-effort Model Pella dan Tomlinson ini, upaya penangkapan yang
ditingkatkan terus akan tiba pada titik dimana hasil tangkapan sama dengan nol,
sama seperti kurva Model Schaefer, Gulland, Walters dan Hilborn, dan Schnute.
Namun pada Model Pella dan Tomlinson nilai upaya penangkapan optimum yang
didapat adalah kurang dari setengah upaya penangkapan yang mengahasilkan
tangkapan nol.
Pada Model Fox dan Clarke Yoshimoto Pooley (CYP) kurva parabola
yang terbentuk asimetris dan asimtotik pada upaya penangkapan yang tinggi.
Artinya, walaupun upaya penangkapan ditingkatkan terus sebanyak-banyaknya
hasil tangkapan hanya mendekati nol tetapi tidak pernah mencapai nol.
Perlu ditekankan bahwa kurva-kurva di atas berlaku dalam keadaan
ekuilibrium yakni ketika stok ikan selalu menyesuaikan pertumbuhannya sama
dengan laju penangkapan. Untuk Model Schaefer, Gulland, Pella dan Tomlinson,
dan Model Fox kurva berlaku setiap saat karena model-model ini memang
didasarkan pada asumsi ekuilibrium. Namun pada Model Walters dan Hilborn,
Schnute, dan Model CYP kurva ini baru berlaku dalam jangka panjang ketika stok
ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu sudah menyesuaikan diri pada
tingkat upaya penangkapan yang konstan dalam jangka waktu cukup panjang.
Sebagai contoh, pada Model Walters dan Hilborn (bila ini yang digunakan sebagai
72
patokan), bila upaya penangkapan yang diterapkan pada suatu tahun 100 trip
setara payang maka berdasarkan kurva yield-effort Model Walters dan Hilborn
hasil tangkapan ikan peperek pada tahun tersebut haruslah sekitar 44,6 ton. Hal ini
baru terjadi apabila upaya penangkapan selama beberapa tahun dipertahankan
konstan sebesar 100 trip setara payang/tahun. Apabila upaya penangkapan setiap
tahun fluktuatif hasil tangkapan yang didapat mungkin bukan 44,6 ton.
Pada Gambar 34 disajikan perbandingan antara hasil tangkapan prediksi
Model Produksi Surplus dan hasil tangkapan aktual tiap tahun pada rentang tahun
2002-2012. Berdasarkan Gambar tersebut terlihat bahwa semua Model Produksi
Surplus menghasilkan ramalan hasil tangkapan yang mendekati hasil tangkapan
aktual tiap tahun. Namun demikian, Model Walters dan Hilborn menghasilkan
ramalan hasil tangkapan tiap tahun yang paling mendekati hasil tangkapan aktual.
pada setiap tahun dalam rentang tahun 2003-2012 titik-titik hasil tangkapan
prediksi Model Walters dan Hilborn hampir berimpit dengan hasil tangkapan
aktual.
73
Gambar 34. Perbandingan hasil tangkapan aktual dengan hasil tangkapan prediksi
Model Produksi Surplus
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
0
100
200
300
400
500
600
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
Hasi
l ta
ng
kap
an
(to
n)
Tahun
Keterangan:
: Schaefer
: Gulland
: Pella dan Tomlinson
: Fox
: Walters dan Hilborn
: Schnute
: Clarke Yoshimoto
Pooley CYP)
74
Untuk mengetahui kebaikan model-model regresi perlu diuji dengan
parameter-parameter statistik terutama koefisien determinasi. Pada Tabel 1 di
bawah ini ditampilkan perbandingan parameter-parameter statistik dari tiap Model
Produksi Surplus.
Tabel 1. Perbandingan koefisien determinasi, Uji F, dan P-Value
Model R2 (%) Fhitung
P-Value
Konstanta X1 X2
Schaefer 1,17 0,107 8×10-5
0,751 -
Glland 1,17 0,107 8×10-5
0,751 -
Pella dan Tomlinson 4,88 4,88 0,180 0,514 -
Fox 0,57 0,051 2×10-4
0,826 -
Walters dan Hilborn 92,84 45,379 4×10-5
3×10-5
0,049
Schnute 17,78 0,757 0,281 0,259 0,896
Clarke Yoshimoto
Pooley 56,20 4,490 3×10
-4 0,020 0,876
Dari hasil analisis, didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) yang
berbeda-beda untuk hampir setiap Model Produksi Surplus, kecuali Model
Schaefer dan Gulland karena memiliki persamaan yang identik. Nilai R2 tertinggi
dihasilkan dari Model Walters dan Hilborn sebesar 92,84%. Adapun model yang
lain yang menghasilkan koefisien determinasi cukup tinggi adalah Model Clarke
Yoshimoto Pooley (CYP) sebesar 56,20%. Model-model lainnya menghasilkan
nilai koefisien determinasi yang sangat rendah.
Dilihat dari uji F, Model Walters dan Hilborn adalah satu-satunya yang
nilai F hitung regresinya signifikan yakni lebih besar dari F tabel (4,74). Model-
model yang lain semuanya memiliki nilai F hitung regresi yang lebih kecil dari F
tabel (5,12 untuk model regresi linier sederhana dan 4,74 untuk yang linier
berganda).
Dilihat dari nilai P-Value Model Walters dan Hilborn juga unggul karena
memiliki P-Value yang baik untuk seluruh variabel independen dan konstantanya.
Nilai P-Value yang baik adalah yang kurang dari 0,05. Ini berarti bahwa semua
variabel dan konstanta dari Model Walters dan Hilborn signifikan. Model menjadi
tepat karena semua variabel independen yang dimuat di dalamnya memberikan
75
pengaruh nyata pada variabel dependen. Model produksi surplus lainnya memiliki
variabel atau konstanta yang tidak semuanya signifikan. Artinya ada variabel yang
seharusnya tidak dimasukkan dalam model tersebut dalam analisis stok ikan
peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu. Namun, hal ini tidak bisa begitu saja
dilakukan mengingat model-model produksi surplus yang ada merupakan model
yang sudah baku.
Hal lain yang juga sangat penting dipertimbangkan dalam mengevaluasi
kecocokan Model Produksi Surplus adalah tanda dari nilai parameter-parameter
Model Produksi Surplus. Pada Tabel 2 disajikan tanda-tanda dari parameter-
parameter Model Produksi Surplus pada sumberdaya ikan peperek di Perairan
Teluk Palabuhanratu.
Tabel 2. Tanda-tanda dari parameter-parameter Model Produksi Surplus
Model a b r q K
Schaefer (+) (-)
Glland (+) (-)
Pella dan Tomlinson (+) (-)
Fox (-) (-)
Walters dan Hilborn (+) (+) (+)
Schnute (+) (+) (+)
Clarke Yoshimoto Pooley
(CYP) (+) (+) (+)
Berdasarkan Tabel 2 maka tanda dari seluruh parameter-parameter pada
tiap Model Produksi Surplus sudah memenuhi ketentuan. Pada model Schaefer,
Gulland, dan Pella dan Tomlinson a yang bertanda positif dan b yang negatif
adalah konsekuensi dari nilai r, q, dan K yang positif. Nilai r, q, dan K memang
seharusnya positif. Pada Model Schaefer dan Gulland, a = +qK dan b = −q2K
r
dimana tanda a positif dan b negatif hanya dipenuhi apabila nilai r, q, dan K
positif semua atau negatif semua dan tidak mungkin di antara nilai r, q, dan K ada
yang bernilai positif sekaligus ada yang negatif.
76
Pada Model Pella dan Tomlinson karena yang digunakan m = 1,1 maka
a = +qK dan b = −q1,1K
r0,1 . Berdasarkan persamaan a dan b tersebut maka pada
Model Pella dan Tomlinson a akan bernilai positif dan b bernilai negatif jika dan
hanya jika r, q, dan K bernilai positif.
Pada Model Fox nilai b yang bernilai negatif adalah konsekuensi dari nilai
r, q, dan K yang positif. Pada Model Fox a = +/−ln qK dan b = −q
r dimana
tanda b negatif hanya dipenuhi apabila nilai r, q, dan K positif semua atau negatif
semua dan tidak mungkin di antara nilai r, q, dan K ada yang bernilai positif
sekaligus ada yang negatif.
Dari perbandingan koefisien determinasi (R2) ditambah perbandingan Uji
F, P-Value dan uji multikolinieritas untuk model regresi linier berganda
disimpulkan bahwa untuk sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk
Palabuhanratu Model Walters & Hilborn adalah Model Produksi Surplus yang
paling sesuai diterapkan. Oleh karena itu dalam penentuan potensi lestari dan
upaya penangkapan optimum digunakan Model Walters dan Hilborn sebagai
patokan.
Model Walters dan Hilborn menjadi model yang paling sesuai bagi
sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu, itu berarti asumsi-
asumsi dari Model Walters dan Hilborn adalah yang paling dipenuhi oleh stok
ikan peperek di Teluk Palabuhanratu. Salah satu asumsi dari model ini adalah
pertumbuhan biomassa bersifat logistik, sama dengan Model Schaefer, Model
Gulland, dan Model Schnute dan berbeda dari Model Fox dan CYP yang
didasarkan pada asumsi pertumbuhan Gompertz. Itu berarti kemungkinan besar
stok ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu populasinya mengikuti
pertumbuhan logistik. Hal ini bisa dibandingkan dengan stok ikan yang lain. Pada
stok ikan kurisi di Teluk Banten yang juga merupakan ikan demersal menurut
penelitian Sulistiyawati (2011) model yang paling cocok diterapkan adalah Model
Schnute. Model Schnute sama-sama didasarkan pada asumsi pertumbuhan
logistik. Sementara itu, untuk ikan pelagis, misalnya pada ikan lemuru di Selat
Bali menurut penelitian Tinungki (2005) model yang paling sesuai adalah Model
77
CYP, pada ikan anchovy di pesisir Korea, menurut penelitian Pyo dan Lee (2003)
model yang sesuai adalah model CYP dan pada stok ikan cakalang di Sulawesi
Utara, menurut penelitian Kekenusa (2009) model yang paling sesuai adalah
Model Fox. Model CYP dan Model Fox didasarkan pada asumsi pertumbuhan
Gompertz. Namun demikian, tidak ada jaminan pola pertumbuhan logistik berlaku
general bagi seluruh stok ikan demersal dan pertumbuhan Gompertz berlaku bagi
seluruh stok ikan pelagis karena karakteristik stok ikan sangat rumit. Lebih-lebih
di perairan tropis seperti Indonesia dimana ekosistem sangat rumit, terjadi
berbagai interaksi dengan berbagai spesies ikan lain baik itu mangsa, pemangsa,
maupun spesies pesaing dalam hal ruang, makanan, dan lain-lain. Pertumbuhan
populasi dari suatu spesies bukan hanya ditentukan oleh karakteristik spesies
tersebut tetapi juga interaksi dengan lingkungan di sekelilingnya. Jadi, untuk ikan
peperek sekalipun, belum tentu stok di perairan lain memiliki pertumbuhan
logistik.
Asumsi lain Model Walters dan Hilborn yang kemungkinan besar dipenuhi
adalah bahwa populasi tidak dalam keadaan ekuilibrium. Asumsi ini menjadi
pembeda Model Walters dan Hilborn serta Model Schnute dari Model Schaefer
dan Model Gulland (Model Schaefer dan Gulland mengasumsikan populasi dalam
keadaan ekuilibrium). Dengan demikian dalam kasus ini tidak benar bahwa
pertumbuhan biomassa selalu sama dengan laju penangkapan, berapapun besarnya
upaya penangkapan. Asumsi-asumsi Model Walters dan Hilborn ini kemungkinan
besar dipenuhi sehingga Model Walters dan Hilborn menjadi model yang paling
sesuai pada sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu.
Berdasarkan perhitungan dengan persamaan Model Walters dan Hilborn
didapatkan nilai potensi lestari atau MSY (maximum sustainable yield)
sumberdaya ikan peperek di Perairan Teluk Palabuhanratu sebesar 776,4
ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 3.432 trip efektif setara
payang/tahun. Dibandingkan dengan nilai potensi lestari tersebut, maka pada
rentang tahun 2002-2012 hasil tangkapan per tahun masih berada di bawah
potensi lestarinya (underfishing). Demikian juga upaya penangkapan efektif yang
diterapkan pada rentang tahun 2002-2012 masih di bawah upaya penangkapan
78
optimum (undercapacity). Itu artinya eksploitasi sumberdaya ikan peperek di
Perairan Teluk Palabuhanratu masih memungkinkan untuk ditingkatkan.
Namun perlu diperhatikan bahwa upaya penangkapan yang digunakan
dalam analisis Model Produksi Surplus dalam penelitian ini adalah upaya
penangkapan efektif yakni trip payang, bagan, dan purse seine yang mendapatkan
ikan peperek tanpa menghitung trip yang tidak menangkap ikan peperek. Jumlah
trip payang dan bagan sebenarnya sudah cukup tinggi namun yang berhasil
mendapatkan ikan peperek hanya sedikit. Untuk payang, hal ini terjadi karena
ikan peperek merupakan target penangkapan yang kurang penting, selama masih
ada jenis-jenis ikan lain maka ikan lainlah yang didahulukan. Selain itu, payang
dan bagan keduanya merupakan alat tangkap yang dioperasikan di permukaan air,
sementara ikan peperek merupakan ikan demersal yang cenderung berada di
bagian bawah perairan. Oleh karenanya penangkapan ikan peperek dengan payang
dan bagan sebenarnya kurang efektif. Khusus untuk bagan Pauly (1977)
menyatakan bahwa penangkapan ikan peperek dengan bagan memang cenderung
membuat penangkapan menjadi underfishing. Menurut Pauly (1977) alat tangkap
yang bisa dengan mudah menangkap ikan peperek adalah trawl walaupun mudah
menyebabkan overfishing.