bab ii tinjauan pustaka 2.1 tanaman lidah mertua...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata P.)
Di Indonesia tanaman lidah mertua merupakan salah satu tanaman hias yang
dapat dijumpai di pinggir jalan, ditaman, dan dipekarangan atau ditanam dalam pot
sebagai penghias ruangan. Dalam kingdom plantae atau tumbuhan, tanaman
Sansevieria diklasifikasikan ke dalam famili Agavaceae (century plant) yang pada
umumnya famili ini memiliki daun dengan daging yang banyak mengandung air.
Tanaman lidah mertua ini merupakan tanaman jenis herba tidak berbatang dan
mempunyai rimpang yang kuat dan tegak. Tanaman lidah mertua yang kita kenal
selama ini bukan tanaman hias asli Indonesia. Sebagian besar jenis Sansevieria
berasal dari benua Afrika dibagian Nigeria Timur yang populasinya menyebar dari
Somalia, Zimbabwe, Kenya, Afrika selatan hingga Madagaskar. Sisanya berasal
dari Asia. Kini lidah mertua telah menyebar masuk ke negara Indonesia, terutama
di Pulau Jawa. Tanaman ini dapat ditemui dari dataran rendah hingga ketinggian 1-
1000 meter di atas permukaan laut. Di dunia jumlah kultivar tanaman lidah mertua
ini lebih dari 600 sedangkan di Indonesia diketahui terdapat sekitar 100 kultivar
(Megia dkk, 2015).
Keungulan dari tanaman Sansevieria atau yang lebih dikenal dengan lidah
mertua ini merupakan tanaman yang mudah beradaptasi dan tumbuh dengan baik
disegala tempat. Mulai dari dataran rendah, sedang dan tinggi. Indonesia sendiri
dilihat secara geografis merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan tanaman
ini. Iklim Indonesia yang tropis menyebabkan dataran di Indonesia mendapatkan
pancaran sinar matahari dan sirkulasi udara yang baik. Kenyataanya bahwa
tanaman lidah mertua ini mampu hidup di daerah atau tempat yang kurang
penyinaran matahari, sehingga baik untuk ditanam di dalam ruangan rumah
sekalipun. Tanaman ini dapat tetap tumbuh pada kondisi tanah yang kurang air atau
kering, sehingga jika tidak disirampun, tanaman ini masih dapat bertahan. Daun
dari tanaman ini mengandung serat yang memiliki karakteristik yang kenyal dan
kuat. Selama ini tanaman lidah mertua hanya digunakan sebagai tanaman hias,
9
namun setelah diteliti bahwa serat dari daun tanaman ini mengandung selulosa yang
tinggi, lignin dan polisakarida yang sesuai dengan karakteristik bahan baku dalam
industri (Lingga, 2005).
Daun pada tanaman ini merupakan salah satu organ yang menjadi ciri khas
dan membuat tanaman ini mudah untuk dikenali. Tanaman ini memiliki daun yang
tebal dan mengandung banyak air. Bentuk daunya yang panjang dan pada bagian
ujungnya berbentuk meruncing. Daun tanaman ini memiliki bagian luar yang terdiri
dari lapisan atas dan lapisan bawah. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
banyak helai-helaian serat. Pemanenan daun pada tanaman ini dapat dilakukan
setelah tanaman berumur sekitar 4-9 bulan dengan tinggi daun sudah mencapai 40-
75 cm atau sesuai dengan spesifikasi dari daun yang diinginkan (Lingga, 2005).
Tanaman lidah mertua dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tanaman lidah mertua
(Sumber : Lingga, 2005)
Daun
10
2.1.1 Kandungan Kimia Tanaman Lidah Mertua
Adapun komposisi kimia yang terkandung dalam tanaman Sansevieria secara
umum disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia Sansevieria
Komposisi Kimia Presentasi (%)
Selulosa 50 - 60
Lignin 5 - 10
Ruscogenin 1 - 2,5
4-0 methyl glucoronic acid 3 - 5
Beta siti sterol 2 - 5
d-xylose 0,1 - 1
N butyl 4 OL propylphthalate 1 - 5
Neoruscogemin 0,1 - 1
Sanseverigenim 4 - 7
Pregnane glikosid 1 - 4
(Sumber: Nababan, 2014)
2.1.2 Manfaat Tanaman Lidah Mertua
Tanaman Sansevieria merupakan tanaman hias yang memiliki banyak
manfaat. Tanaman ini cukup popular sebagai penghias bagian dalam rumah karena
tanaman ini dapat tumbuh dalam kondisi yang sedikit air dan cahaya matahari,
sehingga tanaman ini kerap disebut juga dengan tanaman sukulen. Selain untuk
menghiasi bagian dalam ruangan, tanaman ini juga biasa ditanam dipekarangan
rumah. Tanaman Sansevieria memiliki keunikan pada keindahan bentuk
fisiologisnya, dimana daun tanaman ini memiliki warna yang unik mulai dari hijau
tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak, kombinasi putih-kuning dan hijau-kuning,
disertai dengan model tampilan panjang dan pendek seperti bentuk tongkat, pedang,
bulat runcing, dan lain-lain.
Disamping memiliki keindahan sebagai tanaman hias, Sansevieria ini juga
memiliki kemampuan dalam menyerap gas polutan (gas udara yang berbahaya)
dilingkungan sekitar. Kedua manfaat tersebut saling berkaitan dalam bentuk yang
indah (estetika) dan kesehatan yang diwujudkan dengan menanam tanaman ini
11
didalam ruangan baik rumah, kantor, dan tempat lainya. Penempatan tanaman ini
didalam ruangan akan berfungsi sebagai penyaring kotoran, bau atau gas-gas
polutan yang ada sehingga udara didalam ruangan akan menjadi bersih dan baik
untuk kesehatan. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh NASA (National
Aeronautics and Space Administration) Amerika Serikat dan dirilis tahun 1999,
menunjukkan bahwa Sansevieria mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan
berbahaya yang ada di udara. Penyerapan gas polutan oleh tanaman Sansevieria
mempunyai kemampuan memberikan kesegaran udara pada ruangan yang terkena
polusi gas beracun seperti karbon monoksida (CO), yang dikeluarkan oleh asap
rokok (Rosha dkk, 2013).
Hasil riset yang dilakukan Wolverton Environmental Service menyatakan
bahwa dalam sehelai daun Sansevieria mampu menyerap formaldehid sebanyak
0,938 μg per jam (Purwanrto, 2006). Sehelai daun Sansevieria mengandung
senyawa aktif pregnane glycoside. Senyawa tersebut merupakan suatu zat yang
dapat menguraikan zat beracun menjadi senyawa asam organik, gula, dan beberapa
senyawa asam amino. Mekanisme penyerapan polutan yang berlangsung pada
tanaman ini sama dengan mekanisme pernapasan. Pertama, tanaman ini akan
menggunakan stomata sebagai vacum cleaner dalam penyerapan atau penyedotan
gas-gas beracun dan akan masuk kedalam sistem metabolisme dalam tubuh
tanaman ini. Kedua, gas-gas beracun akan disalurkan atau dikirim menuju akar.
Kemudian pada akar akan terjadi proses detoksifikasi oleh mikroba. Proses ini akan
menghasilkan suatu zat yang akan diperlukan oleh tanaman. Dalam proses
pernapasan ini akan menghasilkan gas O2 (oksigen) yang sangat dibutuhkan oleh
manusia. Proses ini akan terus berlangsung selama tanaman Sansevieria masih
hidup (Nababan, 2014).
Lidah mertua mengandung serat alami yang dapat digunakan sebagai bahan
baku tekstil yang banyak digunakan di Cina dan New Zealand (Purwanto, 2006).
Jenis serat Sansevieria hampir sama dengan serat daun nanas yaitu memiliki
karakteristik serat tidak mudah rapuh, mengkilat, dan panjang sehingga
memudahkan penataan pada pembuatan benang. Berdasarkan keunggulan tersebut
Sansevieria berpotensi sekali untuk keperluan industri berbasis serat (Situmorang,
12
2017). Selain itu serat lidah mertua ini juga dapat dijadikan sebagai tali, komponen
alat musik, bahan baku kertas dan lain-lain.
Tanaman lidah mertua juga dipercayai masyarakat memiliki manfaat untuk
pengobatan sakit telinga, sakit perut, sakit gigi, luka, ulkus, hemoroid, sebagai
antiseptik dan antikanker. Dimana ekstrak tanaman ini dapat dijadikan sebagai
antibiotik sama seperti antibiotik ekstrak tanaman obat. Dimana dalam penelitian
Lombogia, dkk (2016) menyatakan bahwa ekstrak daun lidah mertua (Sansevieria
trifasciata) mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri E. coli dan
Streptococcus sp.
2.2 Tanaman Sisal (Agave sisalana)
Tanaman sisal yang memiliki nama latin Agave ini termasuk kedalam famili
Agavaceae. Tanaman sisal merupakan salah satu tumbuhan penghasil serat alam
yang dapat digunakan dalam pembuatan berbagai produk. Tumbuhan ini berasal
dari Meksiko Selatan, dan banyak dibudidayakan dan dinaturalisasi di banyak
negara lain. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17 yang dibawa
oleh bangsa Spanyol. Tanaman ini mulai dibudidayakan dalam areal perkebunan
pada awal abad ke-19 dan pada awal abad ke-20 dijadikan sebagai komoditas
ekspor. Tanaman ini memiliki sekitar 300 spesies. Agave telah banyak
diperkenalkan di daerah tropis dan subtropis, di India tanaman ini mulai
dibudidayakan antara tahun 1885 dan 1892, di Tanzania pada tahun 1893, di Brasil
pada abad ke -19, dan di Kenya antara 1903 dan 1908. Penanaman secara komersial
pertama di Brazil dibuat pada akhir tahun 1930-an dan mulai melakukan ekspor
serat sisal pertama dari sana yaitu pada tahun 1948 (Department of Agriculture,
Forestry and Fisheries, 2015). Produksi Agave sisal di seluruh dunia mencapai
hampir 4,5 juta ton tiap tahunnya. Tanzania dan Brazil merupakan negara penghasil
Agave sisal terbesar. Tanaman seperti ini mampu beradaptasi terhadap kekeringan
dengan transpirasi rendah dan tetap melakukan proses fotosintesis. (Nugrahal,
2016).
13
Gambar 3. Tanaman sisal
2.2.1 Kandungan Kimia Daun Tanaman Sisal
Daun tanaman Agave sisal terdiri dari 1000-1200 bundel serat yang
mengandung 4% serat, 0,75% kutikula, 8% material kering dan 87,25% air
(Murherjee dkk, 1984).
2.2.2 Manfaat Tanaman Sisal
Serat sisal pada umumnya dipakai pada industri pembuatan tali-temali dan
pembuatan kerajinan tangan. Seiring dengan perkembangan zaman, pemanfaatan
sisal mulai dikembangkan untuk produk lain (Nugraheni dkk, 2012):
a. Bahan Baku Pembuatan Pulp dan Kertas
Dalam perkembangannya saat ini daun tanaman sisal dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan kertas. Hal ini dikarenakan daun tanaman ini
mengandung selulosa yang tinggi dan baik dalam pembuatan kertas. Pulp yang
dihasilkan memiliki sifat atau karakteristik yang baik yaitu porositas yang tinggi,
memiliki kekuatan yang baik, tidak mudah robek, densitas yang tinggi dan memiliki
daya tahan lipat yang tinggi sehingga sering digunakan dalam bahan pembuatan
kertas dengan peruntukan khusus seperti kertas rokok, kantong vakum, kantong teh
celup, kertas saring dan sebagainya.
Daun
Batang
14
b. Bahan Baku Komposit
Serat sisal memiliki kekuatan yang baik sehingga kini serat sisal telah
digunakan sebagai bahan baku pembuatan komposit dalam industri bangunan.
Komposit dalam industri bangunan yang dihasilkan berupa pembuatan papan
partikel, pintu, campuran semen, asbes, dan sebagainya. Selain itu serat sisal juga
digunakan sebagai bahan komposit industri otomotif (pembuatan door trim, dash
board, panel, rak, dan beberapa bagian mobil lainnya), geotekstil, serta industri
kereta api.
c. Limbah Penyeratan
Dalam pengambilan serat dari daun tanaman sisal menghasilkan suatu limbah
penyeratan dan air seratan daun. Limbah yang dihasilkan dari proses penyeratan
dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk yang memiliki manfaat berupa pupuk
organik atau kompos, biogas, bioethanol dan sebagai senyawa aktif antimikrobia.
2.3 Serat
Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang dan
kain. Serat tekstil ada yang dibuat dari bahan baku bersumber dari alam atau dari
hasil manufaktur atau disebut serat sintetis yang pembuatannya secara kimia.
Semua serat memiliki ciri-ciri bawaan dan sifat masing-masing serat yang beragam,
tidak dapat dipisahkan dari karakteristik dan mempunyai/memiliki berbagai macam
sifat. Beberapa bahan yang termasuk tekstil adalah seperti benang, tali, kain, karpet
dan lain sebagainya.
Serat tekstil dapat digolongkan berdasarkan sumbernya ataupun struktur
molekul penyusunnya. Penggolongan serat tekstil berdasarkan sumbernya terbagi
menjadi dua golongan yaitu serat alam dan serat buatan. Penggolongan berdasarkan
struktur molekul bahan penyusun dikenal istilah serat selulosa, serat protein dan
serat polimer buatan. Diagram penggolongan serat dapat dilihat pada Gambar 4
(Noerati dkk, 2013).
15
Gambar 4. Diagaram penggolongan jenis serat
(Sumber: Noerati dkk, 2013 )
2.3.1 Serat Alam
Serat alam (natural fibre) adalah jenis serat sebagai bahan baku industri
tekstil atau lainnya, yang diperoleh langsung dari hasil metabolisme hayati yang
dapat diperbaharui. Serat-serat alam dapat dikelompokan berdasarkan pada
sumbernya yaitu berasal dari tanaman (vegetable fibre), binatang (animal fibre) dan
mineral tambang (miniral fibre) (Wijana dkk, 2016). Serat alami telah
menunjukkan keunggulan dalam beberapa tahun terakhir. Keunggulan dari serat
alami dibandingkan dengan serat sintetis adalah harganya murah, densitas rendah,
mudah lepas, bahan terbarukan, terbiodegradasi dan tidak berbahaya bagi
kesehatan. Serat tanaman terdiri atas selulosa, sementara serat hewan (rambut,
sutera, dan wol) terdiri atas protein-protein. Serat tanaman meliputi serat kulit
pohon, daun atau serat-serat keras, benih, buah, kayu, sereal gandum, dan serat-
serat rumput lain. Banyak diantara serat-serat alam ini, telah dikembangkan sebagai
penguat dalam bahan komposit. Bahan-bahan komposit serat alam telah meningkat
Serat
Serat Alam Serat Buatan
Serat Selulosa Serat Hewan Polimer alam Polimer buatan
Kapas
Rami
Jute
Flax
Rosela
Abaca
Sutera
Wol
Kelinci Anggora
Mohair
Rayon viscosa
Lyocell
Poliester
Poliamida
Poliakrilat
Polietilena
Spandek
Polivinil
16
penggunaan karena harganya relatif murah, mampu untuk didaur ulang dan dapat
bersaing dengan baik berdasarkan kekuatan per berat dari material. Serat yang
berasal dari tanaman, pada umumnya dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu
serat non-kayu dan serat kayu (Suryanto, 2014).
2.3.2 Komposisi Kimia Serat Tumbuhan
Air merupakan komponen kimia penyusun tanaman yang paling utama.
Berdasarkan berat kering, maka dinding sel semua tanaman terdiri dari polimer
berbasis gula (karbohidrat) yang berkombinasi dengan lignin, bahan ekstraktif,
protein, pati, dan bahan anorganik dengan jumlah yang lebih rendah. Komponen
kimia didistribusikan melalui dinding luar sel yang terdiri dari lapisan dinding
primer dan sekunder. Komposisi kimia bervariasi pada tiap tanaman bahkan pada
berbagai bagian didalam tanaman yang sama. Komposisi kimia tanaman juga
bervariasi bergantung pada lokasi geografis, umur, iklim dan kondisi tanah yang
berbeda. Komposisi dari beberapa serat yang umum digunakan, ditunjukkan pada
Tabel 2. Serat alami yang berasal dari tanaman merupakan dinding sel yang terdapat
pada batang dan daun dimana terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, sejumlah
kecil lilin, pektin, abu dan senyawa yang larut dalam air (Mussig, 2010).
Tabel 2. Komposisi beberapa biofiber
Fiber Cellulose
(%)
Hemicellulose
(%)
Lignin (%) Others (%) Moisture
content (%)
MPs 72,14 20,2 3,44 4,2 4,2-5,2
Cotton 85-90 1-3 0,7-1,6 5,4-13,3 8-10
Flax 85 9 4 2 8,76 -1-
Sansevieria 79,7 10,13 3,8 0,09 6,02
Hemp 58,7 14,2 6 21,1 12
Jute 58-63 20-24 12-15 - 10,99
Rice straw 64 - 8 28 9,8
Sea grass 57 28 5 10 -
Sorghum stem 65,1 - 5,5 29,4 9
Wheat straw 38,8 39,5 17,1 4,6 5
Sisal 78 19 8 3 10-22
Coir 32-34 0,15-0,25 40-45 3-4 8
Alfa grass 33-38 - 17-19 33-40 10,2 (Sumber : Suryanto dkk, 2014)
17
a. Holoselulosa
Kombinasi dari selulosa dan hemiselulosa disebut holoselulosa dan
jumlahnya berkisar 65-70% berat kering tanaman. Polimer ini terbuat dari gula
sederhana, terutama D-glukosa, D-mannosa, D-galaktosa, D-xylosa, L-arabinosa,
asam D-glukuronat, dan jumlah yang lebih kecil dari gula-gula lain seperti L-
rhamnosa dan D-fukosa. Polimer ini kaya akan kelompok hidroksil yang berperan
untuk penyerapan air melalui ikatan hidrogen (Suryanto, 2016).
b. Selulosa
Selulosa merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air dengan formula
(C6H10O5)n polisakarida yang dapat diturunkan menghasilkan glukosa (C6H10O6)
yang merupakan kandungan utama dalam serat tumbuhan dan berfungsi sebagai
komponen struktur tumbuhan. Selulosa ini tersusun atas molekul glukosa rantai
lurus dan panjang. Selulosa ini merupakan komponen struktural yang paling
penting dari semua dinging sel tanaman hijau, terutama dibanyak serat alam
(Suryanto, 2016). Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian
selulosa tersebut memiliki serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh
bahan kimia, cahaya dan mikroorganisme. Selulosa itu sendiri merupakan bahan
dasar yang penting bagi industri seperti pabrik kertas, pabrik sutera tiruan dan lain-
lain. Ketersediaan selulosa dalam jumlah besar akan membentuk serat yang kuat,
tidak larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik, dan berwarna putih
(Malkapuram dkk, 2009). Polimer selulosa terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen dengan gambaran struktur selulosa ditunjukan pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur selulosa
(Sumber : Suryanto, 2016)
Selulosa memiliki peran penting dalam menentukan karakter serat. Selulosa
dicirikan dengan kekuatan mekanisnya yang tinggi, daya tahannya terhadap zat-zat
kimia dan relatif tidak larut dalam air. Selulosa dapat dihidrolisis dengan enzim
18
selulosa. Kebanyakan tanaman tersusun atas selulosa berkristal tinggi dan mungkin
berisi sebanyak 80 persen daerah kristal. Bagian yang tersisa memiliki densitas
yang lebih rendah dan disebut sebagai selulosa amorf. Selulosa merupakan polimer
dengan derajat polimerisasi (DP) sekitar 10,000, bersifat kuat, berkristal molekul
tanpa percabangan. Selulosa padat membentuk suatu struktur mikrokristal dengan
daerah amorf pada orde yang rendah. Selulosa juga terbuat dari batang kristal
mikrofibril dan terbagi menjadi 4 kelompok yaitu selulosa I, selulosa II, selulosa
III, dan selulosa IV. Selulosa I merupakan bentuk alami dari selulosa yang terdiri
atas 2 jenis yaitu selulosa I α dan selulosa I β tergantung pada sumber selulosanya.
c. Hemiselulosa
Hemiselulosa memiliki rantai yang lebih pendek dibandingkan selulosa,
karena derajat polemerisasinya lebih rendah. Hemiselulosa adalah polisakarida
dengan berat molekul rendah, sering mengalami kopolimer dengan glukosa, asam
glukuronat, mannosa, arabinosa dan xilosa, dapat berbentuk acak, bercabang amorf
atau struktur nonlinier dengan kekuatan rendah. Hemiselulosa mudah dihidrolisis
oleh asam atau basa encer, atau enzim hidrolisis. Secara umum, fraksi hemiselulosa
tanaman terdiri dari kumpulan polimer polisakarida dengan derajat polimerisasi
lebih rendah dibandingkan dengan selulosa (Suryanto, 2016).
Pada tanaman serat, hemiselulosa berfungsi sebagai matrik dari selulosa.
Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku sebagai perekat
antar sel tunggal dan mempercepat pembentukan serat yang terdapat didalam
bagian tanaman seperti batang dan daun. Kandungan hemiselulosa yang tinggi
memberikan kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa bertindak
sebagai perekat dalam setiap serat tunggal (Suryanto, 2016). Struktur hemiselulosa
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur hemiselulosa
(Sumber : Suryanto, 2016)
19
d. Lignin
Lignin dibentuk dengan penghilangan non-reversibel air dari gula (terutama
xilosa) untuk membuat struktur aromatik. Lignifikasi berlangsung pada tanaman
dewasa untuk kestabilan mekanik tanaman. Lignin berfungsi memberi kekakuan
kepada tanaman, terlokalisasi pada permukaan lumen dan daerah dinding berpori
untuk mempertahankan kekuatan dinding, permeabilitas dan membantu transport
air. Lignin tahan serangan mikroorganisme dan kebanyakan dalam bentuk cincin
aromatik yang tahan terhadap proses anaerobik sehingga kerusakan akibat proses
anaerobik pada lignin adalah lambat. Komposisi lignin berbeda-beda bergantung
pada jenis tanaman. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat
komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa bisa berdiri tegak. Berbeda
dengan selulosa yang terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus
aromatic (Suryanto, 2016).
Senyawa lignin menyebabkan warna menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya
pemisahan melalui pemutihan. Lignin ini merupakan polimer tiga dimensi yang
terdiri dari unit fenil propane melalui ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C).
Lignin dapat mengurangi daya pengembangan serat ikatan antar serat (Wibisono,
2002). Struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur lignin
(Sumber : Suryanto, 2016)
2.3.3 Bentuk Serat
Berdasarkan panjang serat dikenal dua jenis serat yaitu filamen dan stapel.
Filamen adalah serat yang sangat panjang. Serat buatan merupakan contoh dari
filamen. Panjang yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pembuatnya. Satu-
20
satunya serat alam yang berbentuk filamen adalah serat sutera. Stapel adalah serat
yang mempunyai panjang hanya beberapa sentimeter, umumnya kurang dari
sepuluh sentimeter. Semua serat alam merupakan stapel kecuali sutera. Serat-serat
alam pada umumnya berbentuk stapel yang panjangnya hanya beberapa inchi.
Setengah dari jumlah serat-serat buatan juga berbentuk stapel yang dibuat dengan
cara memotong-motong filamen menjadi serat-serat yang panjangnya berkisar
antara 1 sampai 6 inchi. Pembuatan serat-serat buatan dalam bentuk stapel ini
dimaksudkan supaya dapat dicampur dengan serat-serat alam (Noerati dkk, 2013).
2.3.4 Sifat Serat Tekstil
Sifat atau karakteristik dari setiap serat baik serat alam maupun serat sintetis
perlu di ketahui dan diuji. Setiap serat memiliki karakteristik atau sifat yang berbeda
– beda dipengaruhi oleh sumber dari serat itu. Untuk serat alam dari tanaman, hal
yang akan mempengaruhi karakteristik serat tersebut adalah jenis tanaman,
kandungan kimia, umur tanaman maupun varietas dari tanaman tesebut. Sifat –sifat
serat nantinya akan mempengerahui sifat-sifat benang dan kain yang dihasilkan.
Selain itu sifat-sifat serat perlu diketahui dikarenakan sifat-sifat serat ini akan
mempengaruhi cara pengolahan benang atau kain baik pengolahan secara mekanik
maupun pengolahan secara kimia. Situmorang (2017) dalam peneltiannya
melakukan pengujian mengenai karakteristik serat alami dari tanaman lidah mertua,
dalam penelitiannya karakteristik yang diuji merupakan karakteristik fisik (panjang
serat, massa serat, kehalusan, dan tingkat kecerahan serat) dan karakteristik
mekanik (uji tarik). Berikut merupakan beberapa sifat-sifat serat :
1. Fisik
a. Perbandingan Panjang dan Diameter
Serat yang akan digunakan sebagai serat tekstil haruslah mempunyai
perbandingan panjang dan diameter yang besar. Untuk serat tekstil perbandingan
panjang dan diameter minimum 1:200, sedangkan apabila serat tersebut akan
digunakan sebagai tekstil pakaian perbandingan panjang dan diameter yang
dimilikinya harus lebih besar dari 1:1000. Perbandingan panjang dan diameter
21
yang besar bertujuan mendapatkan sifat fleksibel dari serat sehingga memudahkan
saat akan dipintal menjadi benang (Noerati dkk, 2013).
Serat yang dihasilkan memiliki ukuran yang panjang dengan sendirinya
mempunyai permukaan yang lebih luas, sehingga gesekan diantara serat-seratnya
juga lebih besar. Hal tersebut menyebabkan serat-serat tidak mudah tergelincir dan
benangnya menjadi lebih kuat. Dengan demikian serat-serat dengan panjang
tertentu mempunyai kemampuan untuk dapat dipintal dengan tertentu pula. Dengan
kata lain mempunyai daya pintal yang tertentu pula. Daya pintal ini yang nantinya
akan menentukan akan sampai nomor benang keberapa serat tersebut dapat dipintal.
Jadi penggunaan serat harus disesuaikan dengan daya pintalnya (Sulam, 2008).
b. Kehalusan Serat
Kehalusan serat merupakan perbandingan antara panjang serat dengan
beratnya yang dinyatakan dalam nomor benang. Kehalusan serat ada batasnya,
sebab pada serat yang terlalu halus akan mudah terbentuk neps yang selanjutnya
akan mempengaruhi kerataan benang serta kelancaran prosesnya (Situmorang,
2017).
Kehalusan ini merupakan sifat yang khas dari serat, dimana bentuknya yang
halus. Yang dimaksud halus disini adalah benda yang sangat kecil, sehingga istilah
kehalusan pada serat tekstil menunjukkan besar kecilnya diameter serat. Selain
perbandingan panjang dan diameter serat, kehalusan juga mempengaruhi
fleksibelitas dari benang atau kain yang dihasilkan.
Besar kecilnya diameter serat dapat dinyatakan dengan ukuran yang dikenal
dengan istilah denier dan tex. Kedua istilah ini menyatakan perbandingan berat
serat setiap panjang tertentu. Yang dimaksud dengan denier adalah menyatakan
berat serat (dalam satuan gram) setiap panjang 9000 meter, sedangkan tex
menyatakan berat serat (dalam satuan gram) setiap 1000 meter (Fauziah, 2016).
c. Kecerahan
Kecerahan didefinisikan sebagai perbandingan cahaya pantul dari serat uji
(Noerati dkk, 2013). Derajat kecerahan ditentukan dengan pengukuran cahaya yang
dipantulkan berdasarkan cara kromameter (Situmorang, dkk, 2017). Cara kerjanya
yaitu dengan menghasilkan data berupa nilai L, a, dan b. Kromameter merupakan
22
alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip
dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau
molekul dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan
pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna
objek dengan diameter tertentu. Setiap kromameter dengan tipe berbeda memiliki
ruang pengukuran dengan diameter yang berbeda pula. Sumber cahaya yang
digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan
sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Selain itu, enam fotosel
silikon sensitifitas tinggi dengan sistem sinar balik ganda akan mengukur cahaya
yang direfleksikan oleh sampel. Menurut Soekarto (1990), apabila hasil dari L
mendekati nilai 100 maka produk tersebut dapat dikatakan memiliki warna putih
yang baik.
2. Kimia
a. Kandungan Kelembaban (Moisture Regain)
Moisture regain yaitu kemampuan serat tekstil untuk menyimpan uap air
dalam kondisi ruang yang standar. Kandungan kelembaban suatu serat tekstil
dinyatakan dalam moisture regain (MR) yang menyatakan kandungan uap air pada
bahan. MR menyatakan kandungan uap air pada bahan dibandingkan berat bahan
pada kondisi setelah dikeringkan (Noerati dkk, 2013).
MR =B−K
Kx100%................................................................................................ (1)
Keterangan:
B = berat serat tekstil awal sebelum dikeringkan.
K = berat serat setelah dikeringkan.
Beberapa serat mampu menyerap uap air lebih banyak dibandingkan dengan
serat yang lain, serat-serat yang mampu menyerap uap air lebih banyak disebut serat
yang higroskopis. Sifat higroskopis ditentukan oleh struktur molekul dari seratnya.
Serat selulosa karena mempunyai gugus hidroksil cukup banyak menyebabkan serat
selulosa bersifat higroskopis. Sifat higroskopis dari serat menyebabkan kain yang
diahasilkannya nyaman untuk dipakai.
23
3. Mekanik
a. Kekuatan Tarik Serat
Kekuatan tarik merupakan ketahanan suatu bahan terhadap beban yang
bekerja pada bahan yang menyebabkan bahan tersebut putus tarik. Serat yang
diperuntukan untuk tekstil haruslah mempunyai kekuatan yang memadai, hal ini
disebabkan saat pemrosesan misalnya pemintalan, pertenunan, pencelupan maupun
saat pemakaian serat mengalami beban-beban yang umumnya berupa beban tarik.
Serat-serat yang mempunyai kekuatan lebih tinggi, akan menghasilkan benang
dengan kekuatan yang lebih tinggi, sebaliknya serat-serat dengan kekuatan yang
rendah akan menghasilkan benang yang memiliki kekuatan yang rendah pula.
Kekuatan dari serat yang dihasilkan akan berpengaruh langsung terhadap kekuatan
benang. Kekuatan pada serat dapat dibedakan menjadi dua yaitu kekuatan serat
perhelai dan juga kekuatan serat perbundel (Sulam, 2008).
Kekuatan serat tekstil atau disebut tenacity, menyatakan kemampuan serat
untuk menahan beban tarik. Kekuatan dalam serat tekstil dinyatakan dalam satuan
gram per denier (Hutapea, 2006). Arti dari gram/denier adalah beban tarik (gram)
yang mampu ditahan oleh serat yang mempunyai kehalusan 1 denier. Satuan danier
adalah satuan berat dalam gram dari serat sepanjang 9.000 m. Kekuatan tarik serat
dalam keadaan basah yang diperlukan harus lebih rendah bila dibandingkan dengan
kekuatan tarik serat dalam keadaan kering, karena pengerjaan yang biasanya akan
dilakukan setelah serat tersebut menjadi benang atau kain. Beberapa nilai kekuatan
tarik serat alami dari tanaman tersedia pada Tabel 3.
Tabel 3. Kekuatan tarik serat pada beberapa tanaman bukan kayu
Serat tanaman Kekuatan tarik relatif (%)
Nanas 29
Sisal 71
Jute 55
Cotton 75
Hemp 56
(Sumber : Kartiwa, 1986)
24
b. Elastisitas Serat
Elastisitas adalah kemampuan untuk kembali ke posisi semula dari serat
tekstil segera setelah beban tarik dihilangkan. Sifat ini sangat penting pada bahan
tekstil. Jika elastisitas suatu serat tekstil baik, maka stabilitas dimensi dari bahan
yang dihasilkan akan baik pula sehingga bahan tekstil tidak mudah kusut (Fauziah,
2016). Serat yang baik harus memiliki kekenyalan sehingga pada waktu serat
mengalami tegangan tidak mudah putus.
2.3.5 Proses Pengambilan Serat
Proses pengambilan serat atau pemisahan serat dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dapat dilakukan dengan tangan (manual) ataupun dengan mesin
dekortikator.
1. Secara Manual
Proses pertama yaitu dengan tangan merupakan cara yang paling umum dan
praktis. Dimana dilakukan proses water retting dan scraping atau secara manual.
Water retting merupakan proses yang dilakukan oleh mikroorganisme (bacteri
action) yang bertujuan untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat
(gummy substance) yang berada disekitar serat daun, sehingga nantinya serat akan
dengan mudah terpisah dan terurai satu dengan yang lainnya. Proses retting
dilakukan dengan cara memasukan daun – daun kedalam air dalam waktu tertentu.
Water retting pada dasarnya adalah proses mikroorganisme, yang akan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya kondisi dari water retting, PH air, temperatur,
cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aerasi, makro nutrisi, jenis bakteri yang
berada dalam air, dan lamanya waktu proses. Beberapa faktor tersebut nantinya
akan mempengaruhi keberhasilan dari proses ini. Setelah daun yang akan di ambil
seratnya melalui tahap water retting maka selanjutnya akan dilakukan proses
pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang
tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada
serat, sehingga serat-serat daun akan menjadi lebih terurai satu dengan yang
lainnya. Kekurangan dengan menggunakan proses manual ini atau proses water
retting ini adalah warna serat yang dihasilkan akan berwarna kecoklat-coklatan
25
akibat adanya proses mikroorganisme yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada
umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat (Hidayat, 2008).
2. Mesin Dekortikator
Pengambilan serat daun dapat dilakukan dengan menggunakan mesin yang
bernama dekortikator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin ini terdiri dari
suatu silinder atau drum yang mampu berputar pada porosnya. Terdapat beberapa
plat atau jarum-jarum halus (blades) yang terpasang pada permukaan silinder,
nantinya plat atau jarum-jarum halus tersebut akan menimbulkan proses pemukulan
(beating action) pada daun saat silinder beputar. Gerakan perputaran silinder ini
dapat dilakukan secara manual (tenaga manusia) atau menggunakan motor listrik.
Saat silinder berputar, daun-daun yang akan diambil seratnya, sambil dipegang
dengan menggunakan tangan, dimasukan diantara silinder dan pasangan rol dan plat
masukan. Daun yang dimasukan diantara silinder dan pasangan rol dan plat
masukan, akan mengalami proses pengelupasan, pemukulan dan penarikan yang
dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus yang terpasang pada permukaan
silinder selama berputar, maka kulit daun ataupun zat-zat perekat yang terdapat
disekitar serat akan terpisah dengan seratnya. Pada setengah proses dekortikasi
yang telah selesai pada daun, maka selanjutnya secara pelan pelan, daun ditarik
kembali. Dengan cara yang sama ujung daun yang belum mengalami proses
dekortikasi dimasukan kembali ke dalam silinder dan pasangan rol masukan. Hasil
dari proses dekortikasi ini dipengaruhi oleh jarak setting anatar blades dan rol
masukan, serta kecepatan memasukan bahan yang akan di ekstraksi. Dimana faktor
yang mempengaruhinya tersebut akan menentukan keberhasilan dan kualitas serat
yang dihasilkan (Hidayat, 2008). Mesin dekortikator dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Mesin dekortikator
26
2.3.6 Serat Lidah Mertua
Serat dari tanaman lidah mertua ini pada dasarnya memiliki potensi untuk
digunakan sebagai bahan penguat pada komposit bermatriks polimer dikarenakan
serat tanaman ini memiliki sifat mekanik yang cukup baik (Mardiyati dkk, 2016).
Serat dari tanaman ini memiliki sumber serat komersial karena memiliki serat
dengan karakteristik yang lembut, liat dan sangat elastis. Selain itu juga memiliki
siat yang kenyal dan kuat, mengandung selulosa yang tinggi dan nilai lignin yang
rendah. Serat tanaman lidah mertua ini memiliki kadar selulosa yang tinggi hingga
mencapai 79% (Ornamenti, 2017).
2.3.7 Serat Sisal
Normalnya setiap helai daun yang siap panen menghasilkan 3–6% serat
berwarna putih atau 1000 helai serat. Serat diperoleh melalui proses mekanis yaitu
dengan alat dekortikator. Daun yang telah tua dimasukkan ke alat dekortikator
untuk mendapatkan serat basah. Selanjutnya serat yang diperoleh dijemur terlebih
dahulu sebelum diproses lebih lanjut. Serat yang dihasilkan mengandung 64–71%
α-selulosa, 7–17% lignin, 12% hemiselulosa, dan 1–2% abu dengan karakter sifat
mekanik dan fisiknya yaitu densitas sebesar 800–700 kg/m3, daya serap air 56%,
kuat tarik (tensile strength) 268 MPa, elastisitas modulus 15 GPa.
Serat sisal di Indonesia banyak digunakan untuk kebutuhan tali menali
mencapai 600 ton/tahun yang digunakan untuk mengemas hasil panen, selain itu
serat ini banyak digunakan sebagai tali kapal laut karena serat sisal ini mempunyai
kekuatan lebih baik dan tahan terhadap kadar garam tinggi. Serat sisal ini juga
banyak digunakan di Tulungagung untuk kerajinan seperti alas kaki, sapu, sikat,
karung goni, kuas, dll. Produksi serat sisal di Madura sampai dengan tahun 2009
sebesar 465,10 ton. Produksi tersebut dihasilkan oleh 2 wilayah yaitu di Kabupaten
Sumenep dengan luas lahan sebesar 446,43 ha dengan produksi sebesar 404 ton dan
Kabuaten Pamekasan seluas 162 ha dengan produksi sebesar 61,10 ton (Nugraheni
dkk, 2012).
Produksi serat sisal didunia dalam kurun waktu 1996 – 2000 disajikan pada
Tabel 4. Sebagian besar negara penghasil serat sisal, memproduksi hanya untuk
27
memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri dan akan diekspor bilamana ada
kelebihan.
Tabel 4. Produksi serat kering Agave dari beberapa negara (tahun 1996 – 2000)
No Negara Produksi serat kering Agave (ton)
1 Brazil 153.000
2 China 35.000
3 Kenya 24.000
4 Tanzania 22.000
5 Madagascar 17.000
6 Indonesia 450
7 Thailand 50
Jumlah 251.500
(Sumber: Santoso, 2009)
Ketebalan, panjang, dan kekuatan serat tergantung pada umur daun serta
posisi serat pada daun. Pengambilan serat daun sisal pada umumnya dilakukan pada
umur tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang paling tebal terletak
pada pangkal daun. Daun tertua terletak paling dekat dengan tanah, yang
mengandung serat terpanjang dan kasar. Serat yang diekstrak dari daun yang masih
muda biasanya lebih pendek, halus, dan lebih lemah sedangkan serat yang
dihasilkan dari tanaman sisal yang terlalu tua, terutama tanaman yang
pertumbuhannya dialam terbuka dengan intensitas matahari yang tinggi tanpa
perlindungan akan menghasilkan serat pendek kasar dan getas atau rapuh
(Okariawan dkk, 2016). Proses ekstraksi serat sisal dapat dilakukan pembusukan
dan penyisiran serat maupun dengan bantuan dekortikator. Proses ekstraksi secara
mekanis menggunakan dekortikator akan menghasilkan 2-4% serat (15 kg per 8 jam
proses) yang berkualitas baik dengan kilau yang tinggi. Sementara proses
pemisahan serat sisal dengan metode pembusukan akan menghasilkan serat dengan
jumlah yang jauh lebih banyak namun berkualitas rendah. Setelah diekstraksi, serat
dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa residu seperti klorofil, lendir
daun dan padatan yang melekat. Pengaruh perendaman terhadap sifat serat sisal,
hasilnya menunjukkan bahwa serat sisal segar mempunyai tenacity, kekuatan dan
28
mulur yang jauh lebih baik dibandingkan serat sisal hasil proses perendaman. Hal
tersebut disebabkan karena proses perendaman akan memicu terjadinya oksidasi
selulosa sehingga kekuatan serat jauh lebih rendah. Panjang serat sisal dapat
bervariasi antara 1,0 – 1,5 meter dengan diameter antara 100-300 mm. Serat
merupakan gabungan dari beberapa berkas subserat. Dinding sel serat diperkuat
dengan selulosa berbentuk spiral yang tergabung dalam matriks hemiselulosa dan
lignin. Jadi dinding sel merupakan struktur komposit material lignoselulosa yang
diperkuat oleh gabungan mikrofiber selulosa. Komposisi permukaan eksternal
dinding sel berupa lapisan lignin dan wax yang mengikat sel. Dengan demikian,
permukaannya tidak akan berikatan erat dengan matriks polimer. Selulosa
merupakan polimer hidrofilik (Nugrahal, 2016).
2.4 Benang
Benang merupakan susunan serat – serat yang teratur kearah memanjang
dengan garis tengah dan jumlah antihan tertentu yang diperoleh dari suatu
pengolahan yang disebut pemintalan. Benang sendiri dapat dibuat dari serat-serat
alami maupun serat buatan. Serat-serat tersebut ada yang memiliki panjang terbatas
(disebut staple) dan ada yang mempunyai panjang tidak terbatas (disebut filamen)
(Zyahri, 2013). Benang – benang yang terbuat dari serat-serat staple dipintal secara
mekanik sedangkan benang-benang filamen dipintal secara kimia. Benang-benang
tersebut, baik yang dibuat dari serat-serat alam maupun dari serat-serat buatan,
terdiri dari banyak serat staple atau filamen. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh benang yang fleksibel. Untuk benang-benang dengan garis tengah
yang sama, dapat dikatakan bahwa benang yang terdiri dari sejumlah serat yang
halus lebih fleksibel dari pada benang yang terdiri dari serat-serat yang kasar.
Bagian-bagian dari alat pemintal benang tersedia pada Gambar 9.
29
Gambar 9. Alat pemintal secara mekanik
(Sumber : Sulam, 2008)
2.4.1 Jenis-Jenis Benang
Benang memiliki banyak jenis yang dibedakan berdasarkan panjang seratnya,
berdasarkan konstruksinya dan berdasarkan pemakaiannya (Sulam, 2008).
a. Benang Berdasarkan Panjang Serat
Menurut panjang seratnya benang dibagi menjadi :
1. Benang Stapel
Benang stapel ialah benang yang terbuat dari serat –serat stapel. Serat stapel
ada yang berasal dari serat alam yang panjangnya terbatas dan ada yang berasal
dari serat buatan yang dipotong-potong dengan panjang tertentu. Benang stapel ini
juga dibagi menjadi beberapa macam diantaranya benang stapel pendek, benang
stapel sedang dan benang stapel panjang. Contoh benang yang termasuk kedalam
benang stapel pendek ialah benang dari serat kapas, benang rayon dll. Contoh
benang yang termasuk kedalam benang staple sedang ialah benang wol dan benang
serat buatan, sedangkan contoh benang yang termasuk benang staple panjang ialah
benang rosella, benang serat nanas dll.
2. Benang Filamen
Benang filamen merupakan benang yang dibuat dari serat filamen. Pada
umumnya benang filamen berasal dari serat – serat buatan, tetapi ada juga yang
berasal dari serat alam. Contoh benang filamen yang berasal dari serat alam ialah
1. Spindel
2. Gulungan benang
3. Kincir
4. Injakan
1
2
3
4
30
benang sutera, sedangkan yang berasal dari serat-serat buatan yaitu benang nylon,
benang rayon, benang poliakrilik. Benang filamen dibagi lagi menjadi beberapa
macam antara lain benang monofilamen, benang multifilamen, tow, benang stretch,
benang bulk dan benang logam.
b. Benang menurut konstruksinya
Menurut kontruksinya benang dapat dibagi menjadi :
1) Benang tunggal : benang tunggal ialah benang yang terdiri dari satu helai
benang saja. Benang ini terdiri dari susunan serat-serat yang diberi antihan
yang sama.
2) Benang rangkap : benang rangkap ialah benang yang terdiri dari dua benang
tunggal atau lebih yang dirangkap menjadi satu,
3) Benang gintir : benang gintir ialah benang yang dibuat dengan menggintir
dua helai benang atau lebih bersama-sama. Biasanya arah gintiran benang
gintir berlawanan dengan arah antihan benang tunggalnya. Benang yang
digintir lebih kuat dari pada benang tunggalnya.
4) Benang tali : benang tali ialah benang yang dibuat dengan menggintir dua
helai benang gintir atau lebih bersama-sama.
c. Benang menurut pemakaiannya
1) Benang lusi : ialah benang untuk lusi yang jika digunakan pada kain tenun
terletak memanjang kearah panjang kain. Benang lusi haruslah memiliki
kekuatan yang baik, karena dalam pembuatan kain, benang ini banyak
mengalami tegangan dan gesekan. Untuk memperkuat benang lusi, maka
jumlah atihannya harus lebih banyak atau benangnya dirangkap dan digintir.
2) Benang pakan : ialah benang untuk pakan, yang pada kain tenun terletak
melintang kearah lebar kain. Benang ini mempunyai kekuatan yang relatif
lebih rendah dari benang lusi.
3) Benang rajut : ialah benang untuk bahan kain rajut. Benang ini mempunyai
antihan / gintiran yang relatif lebih rendah daripada benang lusi atau benang
pakan.
4) Benang sisir : ialah benang yang dalam proses pembuatannya, melalui
mesin sisir (combing machine).
31
5) Benang hias : ialah benang- benang yang mempunyai corak-corak atau
konstruksi tertentu yang dimaksudkan sebagai hiasan. Benang ini dibuat
pada mesin pemintalan dengan suatu peralatan khusus.
6) Benang jahit adalah benang yang dimaksudkan untuk menjahit pakaian.
Untuk pakaian terkstil benang jahit ini terdiri dari benang-benang yang
digintir dan telah diputihkan atau dicelup dan disempurnakan secara khusus.
7) Benang sulam adalah benang – benang yang dimaksudkan untuk hiasan
pada kain dengan cara penyulaman. Benang ini umumnya telah diberi
warna, sifatnya lemas dan mempunyai efek-efek yang menarik.
2.5 Kain
Kain pada awalnya merupakan bahan yang digunakan sebagai penutup tubuh
dari hawa dingin dan sengatan panas. Seiring dengan berkembangnya teknologi
maka kain digunakan pula untuk media seni lukis (Setyawan dkk, 2012). Kain
merupakan suatu bahan hasil dari tenunan benang yang stabil, tidak keras, tidak
tegang, melainkan lembut dan dapat menutupi suatu permukaan. Sifat kain sangat
luwes dan fleksibel merupakan bahan dasar untuk membuat kain itu sendiri, yang
dikelompokan berdasarkan jenis serat kain tersebut, diantaranya serat alam, serat
sintetis dan serat semi sintetis (Nurman, 2011).
Sering kali istilah tekstil dalam pemakaian sehari-hari disamakan dengan
istilah kain. Ada sedikit perbedaan antara istilah tekstil dan kain, yaitu tekstil dapat
digunakan untuk menyebutkan bahan apapun yang terbuat dari tenunan benang,
sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa digunakan. Tekstil juga
dapat disebut jalinan antara lusi dan pakan atau dapat dikatakan sebuah anyaman
yang mengikat satu sama lain, tenunan dan rajutan.
Serat tekstil harus mempunyai kekuatan yang memadai, hal ini disebabkan
saat pemrosesan misalnya pemintalan pertenunan, pencelupan, maupun saat
pemakaian serat mengalami beban-beban yang umumnya berupa beban tarik. Kain
yang diciptakan haruslah memenuhi standar SNI yang telah ada seperti pengujian
serat, benang, hingga produk kain yaitu SNI 59-01 Tekstil dan Produk Tekstil.
32
2.5.1 Fungsi Kain
Kain diklasifikasikan berdasarkan fungsi-fungsinya. Fungsi kain secara garis
besar dikelompokan menjadi 4 golongan, yaitu (Zyahri, 2013):
1) Fungsi sandang / apparel
Pakaian jadi atau yang disebut dengan clothing merupakan berbagai jenis dari
pakaian yang siap untuk digunakan atau ready to wear dalam berbagai ukuran
standar. Contoh dari kain siap pakai ini antara lain pakaian pria dan wanita baik
berupa dewasa dan anak-anak, pakaian pelindung seperti mantel, pakaian
seragam, pakaian olah raga, dan lain-lain.
2) Fungsi rumah tangga/ house hold : terdiri dari kain leno, kain pique, kain
bercorak.
3) Fungsi indsutri : terdiri dari kain kanvas, kan suiting, kain blacu, kain
nonwoven.
4) Fungsi budaya atau tradisional
Kain ini biasanya merupakan ciri khas dalam berbusana dilengkapi dengan
kain-kain yang khas dan menjadi warisan budaya yang sangat memukau. Kain
tradisional Indonesia mempunyai nilai budaya yang tinggi terutama dari sudut
estetis, bermakna simbolis dan memiliki falsafah yang mendasari
pembuatannya.
2.5.2 Kain Tenun
Tenun merupakan sejenis hasil kerajinan manusia di atas kain dan dibuat
khusus dengan motif-motif yang khas serta warna yang terdapat pada kain tenun
mengandung makna simbolik sesuai dengan kepercayaan yang berkembang pada
masyarakat Indonesia. Tenun adalah hasil kerajinan benang dengan cara
memasukkan benang yang arahnya horizontal (benang pakan) ke dalam benang
yang terentang atau arah vertikal (benang lusi) pada alat tenun bukan mesin
(ATBM) atau gedogan. Jenis tenun tradisional ditinjau dari teknik pembuatan
ragam hiasnya terdiri dari tenun sederhana dengan motif kotak-kotak atau garis-
garis (lurik), tenun ikat lusi, tenun ikat pakan, tenun ikat ganda dan tenun songket
(Islam, 2015). Kain tenun yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan mutu yang
33
telah ada, salah satunya yaitu SNI 08-006-2006 tentang persyaratan mutu kain
tenun untuk setelan (suiting). Persyaratan mutu kain tenun untuk setelan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persyaratan mutu kain tenun untuk setelan (suiting)
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Kekuatan tarik kain per 2,5 cm:
- arah lusi
- arah pakan
N (kg)
N (kg)
Min 226,5 (23)
Min 186,0 (19)
2 Kekuatan sobek1) N (kg) Min 122,6 (12,5)
3 Tahan selip benang pada jahitan
(pembukaan 6 mm)1)
N (kg) Min 122,6 (12,5)
4 Perubahan dimensi
- dalam pencucian dan pengeringan1)
- setelah pencucian kering2)
(%)
(%)
Maks 2
Maks 2
5 Kenampakan kain setelah pencucian
berulang3)
DP Min 3,5
6 Ketahanan luntur warna terhadap 3) skala
6.1 Pencucian
- perubahan warna5)
- penodaan6)
Min 4
Min 4
6.2 Pencucian kering2)
-perubahan warna5)
Min 4
6.3 Keringat asam dan basa
- perubahan warna5)
- penodaan5)
Min 4
Min 4
6.4 Gosokan
- kering5)
- basah6)
Min 4
Min 3-4
6.5 Sinar7) Min 4
Catatan :
(1) untuk arah lusi dan pakan
(2) untuk kain yang mengalami pencucian kering
(3) untuk kain awet (durable-press)
(4) untuk kain yang berwarna
(5) skala abu-abu
(6) skala penodaan
(7) standar wol biru
34
2.5.3 Alat Tenun
Alat tenun adalah alat untuk menganyam benang-benang membujur (benang
lusi) dan benang melintang (pakan), hasilnya adalah anyaman yang disebut dengan
kain. Ditinjau dari segi menjalankannya, maka alat/mesin tenun dapat digolongkan
menajdi alat tenun gedongan yang dijalan kan dengan tangan, alat tenun bukan
mesin (ATBM) yang dijalankan dengan kaki dan tangan, dan juga alat tenun mesin
(ATM) yang dijalankan dengan motor.
Alat tenun bukan mesin (ATBM) merupakan alat tenun yang pengerjaannya
masih sederhana (manual) dan menggunakan tenaga manusia. Ternyata alat tenun
yang pertama adalah apa yang dinamakan alat tenun gedong, di pulau Jawa
dinamakan demikian, karena ada bagian alat tenun tersebut, yaitu epor yang
diletakkan dibelakang pinggang, seolah-olah digendong sewaktu menenun. Alat
tenun ini sangat sederhana dan digerakkan dengan tangan. Pada tahun 1927 oleh
Tekstil Institut Bandung (TIB, sekarang Balai besar tekstil Bandung). Alat tenun
gedong selanjutnya dikembangkan lagi menjadi alat tenun tinjak dengan teropong
layang, yang kemudian dikenal dengan TIB dan selanjutnya orang mengenalnya
dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) (Maimunah, 2006). Alat Tenun
sederhana memiliki bagian-bagian yang penting seperti yang dijelaskan dibawah
ini (Maimunah, 2006) :
1) Lalatan lusi yang berisi benang-benang lusi;
2) Rangka gun, suatu bingkai yang berisikan sejumlah gun yang berfungsi untuk
menaikkan atau menurunkan benang-benang lusi untuk pembukaan mulut;
3) Gun yaitu kawat yang mempunyai lubang ditengahnya (disebut mata gun)
dimana sehelai atau lebih benang lusi dimasukkan;
4) Sisir tenun yaitu suatu bingkai yang berisikan kawat-kawat atau pelat-pelat
pipih yang tertentu jumlahnya untuk setiap incinya, dimana benang-benang lusi
dilewatkan diantara pelat-pelat tersebut. Fungsi sisir tenun yaitu untuk
mendesak benang pakan supaya saling merapat dan juga agar benang lusi tidak
bergeser kekanan atau kekiri;
5) Teropong, yaitu kayu yang berfungsi seperti sekoci, dimana gulungan benang
pakan diletakkan. Teropong berfungsi untuk membawa benang pakan masuk
35
kedalam mulut lusi. Teropong bergerak kekanan dan kekiri secara bergantian.
Benang pakan digulung pada suatu kayu penggulung kecil yang disebut palet.
Palet yang sudah penuh dengan gulungan benang pakan diletakkan didalam
teropong;
6) Lalatan kain, yaitu alat penggulung kain yang baru dihasilkan.
Gambar 10. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Standar
(Sumber: Maimunah, 2006 )
ATBM yang digunakan pada proses pertenunan ini merupakan ATBM yang
telah dimodifikasi dari ATBM standar untuk produksi baik dalam bentuk dan
ukurannya. ATBM yang digunakan pada penelitian ini merupakan ATBM plat.
ATBM ini merupakan gabungan dari alat tenun gedongan yang dijalankan dengan
tangan dan ATBM dobby yang dijalankan dengan kaki dan tangan. ATBM dobby
sendiri merupakan ATBM yang menggunakan peralatan dobby untuk membentuk
motif kain dengan cara mengatur naik/ turunnya kamran setiap terjadi peluncuran
benang pakan, sehingga desain yang dapat dibuat menjadi lebih bervariasi. Pada
sistem dobby menggunakan paku pada kartu dobby untuk menghasilkan motif
(Guswandhi dkk, 2018). ATBM yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari
bahan material kayu dan beberapa bahan tambahan lainnya. ATBM ini dilengkapi
dengan sisir tenun, alat pengetek (merapatkan anyaman benang), 4 buah Kamran, 4
tuas pengangkat yang dihubungkan oleh tali, beam lusi, rol penggulung kain dan
36
pal penggulung kain. Adapun spesifikasi dari ATBM yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Panjang : 102,6 cm
Lebar : 68 cm
Tinggi : 149 cm
Kap.lebar kain : 35 cm
Jumlah kamran : 4 buah
Nomor sisir : 26
Jumlah mata gun : 360
Gambar 11. ATBM
ATBM standar produksi biasanya memiliki teropong untuk memasukan
benang pakan ke mulut benang lusi melalui peluncuran yang digerakan oleh
gerakan pengetekan. Gulungan benang pakan dimasukan kedalam teropong.
Pergerakan teropong sangat cepat sehingga menimbulkan resiko putusnya benang
sangat tinggi. Oleh sebab itu pada penelitian ini, proses pembuatan kain tenun tidak
mengunakan teropong melainkan memasukan benang pakan secara menual dengan
menggunakan tangan yang disebut proses menganyam. Selain dari karakteristik
serat alam yang berbeda dengan benang sintesis ataupun serat alam yang umum
Kap. lebar kain
Sisir
Kamran
37
seeperti kapas dan sutra, hal ini dikarenakan serat-serat yang dihasilkan sisal dan
lidah mertua harus melalui tahap penyambungan terlebih dahulu. Proses
penyambungan pada serat alam baik sisal dan lidah mertua cukup susah dan akan
memakan waktu yang cukup lama.
ATBM yang digunakan disetting dengan menggunakan sisir nomor 26.
Semakin tinggi nomor sisir maka akan semakin rapat atau padat kain yang akan
dihasilkan. Selain itu sisir tenun (reed) yang digunakan ditentukan dengan
kehalusan benang lusi dan tetal lusi yang digunakan pada kain. Semakin halus dan
tinggi tetal benang lusi yang digunakan, maka nomor sisir tenun juga semakin tinggi
dan begitu juga sebaiknya. Nomor sisir menyatakan jumlah kawat sisir atau lubang
sisir yang disusun dalam setiap panjang 2 inci (Noerati dkk, 2013). Pada penelitian
ini menggunakan nomor sisir 26 ditujukan agar dapat menghasilkan kain tenun
yang menonjolkan atau lebih menampilkan benang pakannya (serat alam yang
digunakan).
Gun pada mesin tenun terbuat dari material logam yang tipis tergantung
pada nomor gun yang digunakan. Penggunaan nomor gun disesuaikan dengan
kehalusan benang atau nomor benang dan kerapatan atau tetal benang lusi yang
dipakai pada kain (Noerati dkk, 2013). ATBM yang digunakan menggunakan mata
gun dengan jumlah 360. Jumlah mata gun yang digunakan sesuai dengan jumlah
benang lusi yang digunakan. Jumlah mata gun disesuaikan dengan nomor sisir yang
digunakan dan ditentukan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus.
2.5.4 Persiapan Pertenunan
Proses persiapan pertenunan merupakan proses menyiapkan benang lusi dan
benang pakan sesuai dengan konstruksi kain yang akan dibuat. Proses persiapan
pertenunan ini meliputi nomor benang lusi, nomor benang pakan, tetal lusi, tetal
pakan anyaman, lebar kain sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan mutu
kain pada proses pertenunan yang setinggi-tingginya. Tujuan dari proses persiapan
pertenunan ini adalah membuat gulungan benang dalam bentuk volume gulungan
sesuai dengan setiap tahap proses persiapan pertenunan. Selain itu juga memiliki
tujuan memperbaiki mutu dalam sifat sifik maupun psikis benang shingga dapat
38
meningkatkan efesiensi maupun mutu produksi pada proses pertenunan (Sulam,
2008). Proses persiapan pertenunan ini juga disebut dengan (weaving preparation).
Adapun proses persiapan pertenunan meliputi :
a. Proses Pengelosan (Winding)
Pengelosan merupakan proses menggulung benang dalam suatu bentuk dan
volume tertentu sesuai dengan kebutuhan. Mesin yang digunakan untuk tujuan
pengelosan ini disebut dengan mesin kelos. Pengelosan ini merupakan tahap
pertama dalam proses persiapan pertenunan. Tujuan dari proses pengelosan ini
yaitu sebagai :
1) Meningkatkan mutu dari benang yang meliputi kekuatan, kerataan,
kebersihan benang dan sambungan-sambungan yang kurang baik dari
benang.
2) Meningkatkan mutu gulungan benang yang meliputi kerataan permukaan,
kekerasan, dan bentuk gulungan benang.
3) Membuat gulungan benang sesuai dengan bentuk dan volume sebagaimana
kebutuhan proses selanjutnya.
4) Meningkatkan mutu dan efesiensi pada proses selanjutnya.
b. Proses Penghanian (Warping)
Proses ini adalah proses yang dilakukan dengan menggulung benang lusi
dengan arah gulungan sejajar pada beam hani atau beam lusi. Proses ini
menggunakan mesin hani. Secara umum teknologi proses penghanian dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penghanian seksional (sectional warping) dan
penghanian langsung (beam warping/direct warping).
c. Proses Pencucukan (Reaching In)
Untuk mendapatkan proses yang baik selama pertenunan perlu
mempersiapkan mesin tenun dengan baik dengan proses pencucukan benang
(drawing in). Pada saat proses perubahan jenis order atau perubahan jenis kain yang
dibuat beam terkadang perlu diganti sehingga benang harus dicucuk ulang, namun
apabila tidak ada perubahan jenis benang, maka hanya dilakukan proses
penyambungan. Proses pencucukan ini mulai dari mencucuk benang pada bagian
39
dropper, mata gun (heald) dan sisir tenun (reed). Proses pencucukan bisa dilakukan
secara manual atau dengan mesin.
2.5.5 Proses Pertenunan
Selembaran kain memiliki ukuran lebar dan panjangnya dimana terdiri dari
benang-benang yang sejajar dan searah dengan pinggiran dan benang-benang yang
melintang. Benang yang memanjang pada kain merupakan bagian yang dalam
pertenunan disebut dengan benang lusi, sedangkan bagian benang yang melebar
atau melintang disebut benang pakan. Benang lusi dan benang pakan tersebut
dalam alat tenun di proses agar saling silang menyilang satu sama lain sehingga
menjadi lembaran kain. Silangan – silangan tersebut membentuk sudut 90%.
Prinsipnya satu bagian benang lusi terletak diatas benang pakan, sedangkan pada
bagian berikutnya terlatak dibawah benang pakan, kemudian naik lagi, turun lagi
dan seterusnya. Prinsip penyilangan benang lusi dengan benang pakan atau
menenun yaitu terdiri dari beberapa urutan gerakan pokok yang dijelaskan sebagai
berikut :
1) Pembukaan mulut lusi, yaitu membuka benang-benang lusing sehingga
membentuk celah yang disebut mulut lusi.
2) Peluncuran benang pakan, yaitu proses memasukan atau meluncurkan benang
pakan menembus mulut lusi sehingga benang lusi dengan pakan saling
menyilang membentuk anyaman. .
3) Pengetekan benang pakan, yaitu proses merapatkan benang pakan yang baru
diluncurkan kepada benang pakan sebelumnya yang telah menganyam dengan
benang lusi.
4) Penggulungan kain, yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai dengan
anyaman yang telah terjadi.
5) Penguluran lusi : mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi sedikit
sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan penyilangan
benang berikutnya.
40
2.6 Sifat – Sifat Mekanik Pengujian Kain
Sifat-sifat mekanik pada kain perlu diketahui untuk dapat menentukan
peruntukan dari kain yang dihasilkan. Pengujian dari setiap sifat mekanik kain
berbeda- beda. Sifat-sifat mekanik pengujian kain terdiri dari kekuatan tarik kain,
kekuatan sobek kain, dan daya tembus udara kain.
2.6.1 Kekuatan Tarik Kain
Kekuatan tarik kain merupakan kemampuan atau daya tahan kain terhadap
tarikan pada arah lusi atau arah pakan. Untuk menentukan kekuatan tarik kain
dipakai pengujian yaitu cara cekau (grab test), cara jalur urai (strip raveled test)
dan cara jalur potong (strip test). Dari ketiga cara ini yang banyak digunakan dalam
pengujian kain yaitu cara cekau, baik untuk kain yang dilapis maupun kain yang
tidak dilapis. Cara ini banyak digunakan dikarenakan mudah dan cepat dalam
persipan pembuatan contohnya. Untuk cara ini digunakan kain dengan potongan
ukuran 10 x 15 cm, kemudian langsung diperiksa kekuatannya.
Pengujian dengan cara jalur urai ukuran contohnya harus dipotong selebar
3,75 cm atau 3,1 cm tergantung pada jumlah benang setiap inci kain, lalu diurai
sehingga lebar kain tepat 2,5 cm. Penguraian ini memakan waktu sehingga pada
waktu pengujian yang sama akan mendapatkan jumlah pengujian yang lebih banyak
bila dilakukan dengan cara cekau. Hasil pengujian dengan cara cekau akan selalu
memberikan hasil rata-rata kekuatan yang lebih tinggi dari pada jalur urai contoh
kain yang sama. Ini disebabkan karena perbedaan ukuran dan bentuk contoh serta
ukuran penjepit dan alat penguji. Selain itu perbedaan juga disebabkan karena
beberapa hal seperti berat dan kekuatan tarik kain. Karena itu dalam melaporkan
kekuatan kain dari suatu hasil pengujian harus disebutkan cara pengujian yang
dipakai (Khaerudin, 2013).
Dalam pengujian tarik ini menggunakan suatu instrument yang mengukur
scara otomatis stress dan strain dengan beban-beban skala penuh dari beban kurang
dari satu gram ke beban tertinggi. Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang
bekerja pada benda dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan
tarik adalah tegangan yang diakibatkan bebat tarik atau beban yang arahnya tegak
41
lurus meninggalkan luasan permukaan. Dalam elastisitas besaran gaya F
memperhatikan sebuah sistem yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan
permukaan. Dalam elastisitas besaran gaya F memperhatikan sebuah sistem yang
memiliki luasan dan volume, bukan sistem yang cukup diwakili sebuah pusat massa
saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang bekerja pada sebuah titik pada medium.
Atas dasar itulah besaran tegangan (stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan
sebagai gaya F yang bekerja pada suatu satuan luas A (Fauziah, 2016).
σ = F
A …………………………………………………………………………. (2)
Keterangan :
σ = kekuatan tarik yang dicari
F = gaya,
A = luas penampang
2.6.2 Kekuatan Sobek Kain
Kekuatan sobek kain adalah daya tahan kain terhadap sobekan. Prinsip
pengujian kekuatan sobek yang dilakukan yaitu mengukur beban maksimal yang
dapat ditahan oleh kain contoh uji sehingga kain tersebut seratnya dapat putus.
Hanya ukuran dan persiapan contoh uji yang berbeda dengan pengujian kekuatan
tarik. Dimana peralatan pengujian kekuatan sobek, alat penguji kekuatan yang
digunakan adalah jenis kecepatan pembebanan tetap dengan kecepatan tarik 30 ± 1
cm per menit dan waktu putus 20 ± 3 detik sejak penarikan (Khaerudin, 2013).
2.6.3 Daya Tembus Udara Kain
Susunan dari kain yang berupa benang-benang yang terdiri dari serat-serat,
maka sebagian volume dari kain sebenarnya terdiri dari ruang udara. Jumlah,
ukuran dan distribusi dari ruang tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat kain,
seperti kehangatan dan perlindungan terhadap angin hujan dan efisiensi
penyaringan dari kain-kain untuk keperluan industri. Meskipun jumlah ruangan
udara dari dua macam kain sama, tetapi mungkin saja kain yang satu lebih sukar
dilalui udara dari pada yang lain dan karenanya akan terasa lebih hangat jika
42
dipakai. Beberapa istilah yang dipakai yang berubungan dengan ruang udara pada
kain. (Khaerudin, 2013) :
a. Daya tembus udara (air permeability), yaitu untuk menyatakan berapa volume
udara yang dapat melalui kain pada suatu satuan luas tertentu dengan tekanan
tertentu. Satuannya ialah cm3 / detik / cm2 / 1 cm tekanan air.
b. Tekanan terhadap udara (air resistant), adalah untuk menyatakan berapa
lamanya waktu tiap volume udara tertentu dapat melalui kain tiap satuan luas
tertentu pada tekanan udara tertentu. Satuannya ialah detik/ m3 / cm2 / 1 cm
tekanan air.
c. Rongga udara (air porosity), adalah untuk menyatakan berapa presentase
volume udara dalam kain terhadap volume keseluruhan kain tersebut. Kadang-
kadang dalam pemakaiannya disamakan seperti air permeability.
d. Daya tembus udara dan sifat-sifat kain. Terdapat hubungan antara rapat tidaknya
kain dengan udara yang dapat menembus kain tersebut. Makin terbuka struktur
suatu kain akan makin besar daya tembus udaranya, hanya dalam kenyataannya.