bab ii tinjauan pustaka...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat...

12
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Menurut Para Ahli Kemiskinan merupakan masalah yang selalu muncul dalam proses pembangunan di berbagai belahan negara di dunia. Pada umumnya kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi kekurangan atau tidak sejahtera, yang secaara konvensional di ukur dengan pendekatan moneter. Seseorang dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi standar tertentu seperti garis kemiskinan atau kebutuhan kalori minimum. Amartya Sen (1976), mengemukakan sebuah pemikiran yang lebih luas mengenai kemiskinan dalam konteks pembangunan, bahwa pembangunan memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk memenuhi sejumlah fungsi tertentu dimana fungsi tersebut bersifat multidimensi, sehingga kemiskinan merupahkan kegagalan dalam memenuhi fungsi tersebut. Menurutnya, pendapatan (moneter) merupahkan salah satu dari dimensi tersebut akan tetapi dimensi lain seperti pendidikan, kesehatan, kebebasan mengemukakan pendapat, partisipasi dalam kegiatan politik dan sebagainya tidak dapat diabaikan. Berdasarkan pemikiran tersebut kemiskinan atau kesejahteraan mulai dipahami sebagai fenomena multidimensi. Karena dalam menanggulanginya masalah yang dihadapi bukan saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut hubungan sebab akibat timbulnya kemiskinan tetapi melibatkan juga preferensi, nilai dan politik (Sholeh, 2010). Definisi tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari ketidak mampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral (Sholeh 2010).Dalam arti sempit kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang untuk menjamin kelangsungan hidup.Dalam arti luas, kemiskinan merupakan suatu pennomena multidimensional

Upload: others

Post on 25-Dec-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan Menurut Para Ahli

Kemiskinan merupakan masalah yang selalu muncul dalam

proses pembangunan di berbagai belahan negara di dunia. Pada

umumnya kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi kekurangan atau

tidak sejahtera, yang secaara konvensional di ukur dengan pendekatan

moneter. Seseorang dikatakan miskin apabila tidak mampu memenuhi

standar tertentu seperti garis kemiskinan atau kebutuhan kalori

minimum. Amartya Sen (1976), mengemukakan sebuah pemikiran

yang lebih luas mengenai kemiskinan dalam konteks pembangunan,

bahwa pembangunan memberikan kebebasan bagi setiap individu

untuk memenuhi sejumlah fungsi tertentu dimana fungsi tersebut

bersifat multidimensi, sehingga kemiskinan merupahkan kegagalan

dalam memenuhi fungsi tersebut. Menurutnya, pendapatan (moneter)

merupahkan salah satu dari dimensi tersebut akan tetapi dimensi lain

seperti pendidikan, kesehatan, kebebasan mengemukakan pendapat,

partisipasi dalam kegiatan politik dan sebagainya tidak dapat

diabaikan. Berdasarkan pemikiran tersebut kemiskinan atau

kesejahteraan mulai dipahami sebagai fenomena multidimensi. Karena

dalam menanggulanginya masalah yang dihadapi bukan saja terbatas

pada hal-hal yang menyangkut hubungan sebab akibat timbulnya

kemiskinan tetapi melibatkan juga preferensi, nilai dan politik

(Sholeh, 2010).

Definisi tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari ketidak

mampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki

keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang

lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral (Sholeh

2010).Dalam arti sempit kemiskinan dipahami sebagai keadaan

kekurangan uang untuk menjamin kelangsungan hidup.Dalam arti

luas, kemiskinan merupakan suatu pennomena multidimensional

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

10

(Hamudy, 2008). Menurut Kurniawan (2004), kemiskinan adalah

apabila pendapatan suatu komunitas berada dibawah satu garis

kemiskinan tertentu. Kemiskinan juga berarti kekurangan kebutuhan

sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan dan ketidak-

mampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang

layak (Khomsan et al, 2015:2).Chambers dalam Nasikun (2001),

mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang

memiliki lima dimensi, yaitu: Kemiskinan tidak berdaya, rentan

terhadap situasi darurat, ketergantungan; dan keterasingan baik secara

geogerafis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya

hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi

juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah,

perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman

tindak kriminal, ketidak berdayaan menghadapi kekuasaan, dan

ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri

(Khomsan, et al, 2015:3).

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengartikan kemiskinan

sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum

kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan dan

nonpangan.BPS menghitung angka kemiskinan lewat tingkat

konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini,

kemiskinan didefinisikan sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi

untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang

bersifat mendasar (Khomsan, etal, 2015:12-13).

Menurut Bank dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:

(1) Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya

ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3)

kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4)

adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan

sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya

manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional vs

ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat

pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang

dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

11

dan lingkunganya; (8) tidak ada tata pemerintahan yang bersih dan

baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang

berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan (Prihartini, 2006).

Menurut Hadiwigeno dan Pakpahan (Prisma 1993), kemiskinan

itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber daya alam,

teknologi dan unsur pendukungnya, sumber daya manusia, sarana dan

prasarana serta kelembagaan. Selanjutnya, menurut Sayogyo dalam

Singarimbun (1978), bahwa ada dua penyebab utama kemiskinan

pedesaan di Indonesia yaitu adanya kegagalan pasar dan politik.

Kegagalan pasar timbul karena: (l) daya beli penduduk pedesaan sangat

rendah, upah dan pendapatan sangat kecil sehingga tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasar; (2) terbatasnya kesempatan dan peluang

berusaha di pedesaan; (3) keadaan prasarana yang tidak memadai

untuk pengembangan produksi; (4) pola penguasaan tanah sebagai alat

produksi vital keadaannya timpang; (5) hambatan dalam pemasaran.

Sedangkan kegagalan politik akibat struktur dan institusi ekonomi

politik yang ada pada tingkat supra lokal (desa) mengalami distorsi

dalam mempresentasikan kepentingan masyarakat desa (Khomsan et al, 2015:17-18).

Kemiskinan Absolut

Kemiskinan Mutlak (Absolut), adalah keadaan dimana terjadi

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,

pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

dapat disebabkan oleh kelangkaan perangkat pemenuh kebutuhan

dasar, ataupun sulitnya akses pada pendidikan dan pekerjaan.

Kemiskinan adalah masalah global,sebagian orang memahami istilah

ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya

melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi

memahaminya dari sudut ilmiah yang sudah mapan. Kemiskinan

dipahami dalam bermacam-macam cara. Pemahaman utamanya

mencakup: Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup

kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

12

kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi

kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran mengenai

kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan

ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.Hal ini

termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya

dibedakan dari kemiskinan, sebab hal ini mencakup masalah-masalah

politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatannya

dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan minimun, antara lain kebutuhan pangan,

sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan

untuk meningkatkan kapasitas agar bisa hidup dan bekerja.

Kemiskinan jenis ini mengacu pada satu standar yang konsisten, tidak

terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara.

Kesulitan konsep kemiskinan absolut adalah menentukan

komposisi tingkat kebutuhan minimum karena dua hal tersebut tidak

hanya di suatu negara adat kebiasaan saja tetapi juga oleh iklim

tingakat kemajuan suatu negara dan berbagai faktor ekonomi lainya.

Kebutuhan dasar dapat di bagi menjadi 2 golongan kebutuhan dasar

yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan

kebutuhan lain yang lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas 3

kelompok yaitu pertama kebutuhan fisik primer yang terdiri dari

kebutuhan gizi, perumahan dan kesehatan; kedua kebutuhan cultural

yang terdiri dari pendidikan, waktu luang dan rekreasi serta

ketenangan hidup dan ketiga kelebihan pendapatan untuk mencapai

kebutuhan lain yang lebih tinggi (Khomsan, et al, 2015:5).

Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena

pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh

masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.

Kemiskinan struktural muncul karena ketidakmampuan sistem dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

13

struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang

memungkinkan si miskin dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak

mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang

tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun

masyarakat yang ada disekitarnya. Mereka yang tergolong dalam

kelompok ini adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka

yang tidak terpelajar dan tidak terlatih. Pihak yang berperan besar dari

terciptanya kemiskinan struktural adalah pemerintah. Sebab,

pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kebijakan cenderung

membiarkan masyarakat dalam kondisi miskin, tidak mengeluarkan

kebijakan yang pro masyarakat miskin. Kalau pun ada lebih

berorientasi pada proyek, bukan pada pembangunan kesejahteraan,

sehingga tidak ada masyarakat miskin yang „naik kelas‟. Artinya jika

pada awalanya sebagai buruh, nelayan, pemulung, maka selamanya

menjadi buruh nelayan dan pemulung.Kemiskinan ini timbul, karena

ada hubungan sosial ekonomi yang membuat kelompok orang

tereksklusif dari posisi ekonomi yang lebih baik. Penyebab

tereksklusif adalah ketergantungan ekonomi pada negara industri

maju, struktur perekonomian nasional jatuh pada segelintir

orang (kolusi penguasa dan pengusaha) serta politik dan hubungan

sosial yang tidak demokratis (Khomsan et al, 2015:3).

Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural mengacu pada persoalan sikap seseorang

atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya. Sikap budaya

itu, seperti seseorang atau masyarakat yang merasa berkecukupan dan

tidak merasa kekurangan. Kelompok ini tidak mudah diajak untuk

berpartisipasi dalam pembangunan dan cenderung tidak mau berusaha

rnemperbaiki tingkat kehidupannya. Dengan ukuran absolut mereka

miskin, tetapi mereka tidak merasa miskin dan tidak mau dikatakan

miskin.

Sedangkan, kebudayaan kemiskinan, merupakan kemiskinan

yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

14

dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada

nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Ciri dari

kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan menginte-

grasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga,

terdiskriminasi oleh masyarakat luas.Dalam komunitas lokal ditemui

ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol.Ditingkat

keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat

menikah.Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak

berdaya dan rendah diri akut. Pandangan lain tentang budaya miskin

merupakan efek domino dari belenggu kemiskinan struktural yang

menghinggap masyarakat terlalu lama. Keadaan seperti itu membuat

masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi

adalah takdir. (Khomsan et al, 2015:3).

Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif adalah kondisi dimana pendapatannya

berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah

dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Pengukuran kemiskinan

relatif didasarkan pada perbandingan pendapatan antara kelompok

masyarakat dengan pendapatan rendah terhadap kelompok

masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi. Artinya, sebenarnya

kelompok tersebut tidak miskin secara absolut, tetapi lebih miskin

dibandingkan kelompok masyarakat lain yang kaya atau makmur.

Kemiskinan ini dikatakan relatif karena berkaitan dengan distribusi

pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam

masyarakat (Khomsan et al, 2015:3).

Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena

ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya

tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya.

Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas

dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk

yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat

hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

15

Menurut Todaro (1997), menyatakan bahwa variasi kemiskinan

dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1)

perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, (2)

perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3)

perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya

manusianya, (4) perbedaan peranan sektor swasta dan negara, (5)

perbedaan struktur industri, (6) perbedaan derajat ketergantungan

pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan (7) perbedaan

pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

Menurut Jhingan (2000), mengemukaan tiga ciri utama Negara

berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling

terkait pada kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan

yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah

penduduk buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan ataupun

keahlian. Kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga

hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja

produktif dan yang ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor

pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah

usang dan ketinggalan zaman (Khomsan et al, 2015:4).

Kemiskinan relatif, kemiskinan jenis ini tidak berhubung

dengan garis kemiskinan, kemiskinan jenis ini bersumber dari

prefektif masing-masing orang, yaitu karena orang tersebut merasa

miskin. Kemiskinan jenis ini bisa menimpa siapa saja. Suatu contoh,

bila anda seorang pegawai dengan pendapatan 5 juta perbulan,

misalnya suatu hari anda mengetahui rekan anda yang selevel dengan

anda memiliki pendapatan yang nilainya 3x lipat dari anda, seketika

anda merasa marah. Pada kondisi tersebut anda mengalami

kemiskinan relatif, atau orang yang sudah memiliki tingkat

pendapatan dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu

berarti tidak miskin, ada ahli yang berpendapat bahwa walaupun

sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh

lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya,

maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin, ini terjadi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

16

karena kemiskinan lebih banyak di tentukan oleh keadaan sekitarnya,

daripada lingkungan orang yang bersangkutan (Miller, 1971).

Kemiskinan di Provinsi Papua

Menurut Kum (2014), kemiskinan dan keterbelakangan di

Papua sebagai akibat dari ketertindasan masyarakat asli Papua ini

nampak pada rendahnya pendapatan keluarga, rendahnya pendidikan,

tingginya angka orang sakit yang tidak tertolong, dan tingginya

kematian ibu dan anak (bayi). Masyarakat asli Papua hidup dalam

serba kesulitan dan keterbatasan, karena kebijakan publik dari

pemerintah yang tidak memihak dan menguntungkan rakyat di era

otonomi khusus.Berbagai macam produk hukum berupa peraturan

perundang-undangan tidak mengakomodir hak-hak dasar masyarakat

dan tidak bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar rakyat di

bidang ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan dan politik,

termasuk hak akses masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya

alam yang berkelanjutan. Sebagai akibat dari pembangunan yang tidak

berwawasan lingkungan dan berbasis masyarakat adalah kerusakan

hutan dan membawa efek pada kesulitan akses air bersih dan pangan

lokal.

Menurut Wakono, et al (2013), ketidakadilan di tanah Papua

memiliki sumber daya alam yang sangat kaya, seperti emas, tembanga,

minyak, serta hasil hutan dan laut yang melimpah. Andaikan bangsa

ini mau jujur, secara ekonomi Indonesia tidak akan mampu bertahan

sebagai satu negara tanpa tanah Papua. Namun ironisnya dibalik

karunia Tuhan yang melimpah di tanah Papua, ceritera tentang rakyat

Papua sejak awal Papua di integrasikan kedalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) hingga dewasa ini, justru sangat kontra

produktif dengan kekayaan yang dimiliki. Kemiskinan akibat ketidak

adilan ekonomi, kekerasan yang ditandai dengan perang dan

pembunuhan baik secara horizontal maupun vertikal yang merenggut

ribuan jiwa dan harta benda untuk menguasai dan mengeksploitasi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

17

kekayaan tanah Papua, serta pelbagai bentuk penderitaan lainnya.Itu

potret buram rakyat Papua di atas tanah yang kaya.

Menurut Paharizal & Yuwono (2016), rakyat ibarat ayam mati

di lumbung Padi PT. Freeport Indonesia yang mengexploitasi di tanah

Papua adalah tambang yang terkenal paling banyak mengandung bijih

emas di dunia. Itu artinya, kekayaan alam mineral yang dimiliki tanah

Papua sangat berlimpah.Namun, kekayaan alam yang sangat melimpah

itu tidak sebanding lurus dengan kehidupan rakyat Papua.Kondisi ini

mengibarakan ayam mati di lubung padi, kekayaan alam Papua tidak

membuat rakyat Papua hidup dengan layak.Mala sebaliknya kekayaan

alam membawa bencana bagi kehidupan rakyat di tanah Papua, masih

banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan, kelaparan, dan

kekurangan gizi karena kekurangan pangan.

Menurut Suryawan (2013), suasana keputusaan dalam

keterhimpitan ekonomi secara gamblang terlihat di tengah gelimang

kekayaan alam yang terus menerus dieksploitasi. Dana pembangunan

puluhan triliyun rupiah dalam skema Otonomi Khusus seakan tidak

berdampak sama sekali terhap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Pembangunan fisik dalam bentuk gedung-gedung memang terjadi

dengan massif. Namun demikian, kualitas haidup dasar dalam bidang

ekonomi, kesehatan, dan pendidikan masih sangat memprihatikan di

Papua.Menurut Suryawan (2014), pemberlakuan undang-undang

otonomi khususdan tumbuh suburnya pemekaran daerah-daerah di

Papua pantas diduga memperumit transformasi identitas budaya dan

politik yang sangat pelik. Identitas budaya Papua tumbuh dalam

teritorialisme daerah-daerah baru dan semakin menguatnya politik

budaya etnik di wilayahnya masing-masing. Bukan hanya itu, konflik-

konflik horizontal yang terjadi di daerah-daerah pemekaran akibat

pertarungan perebutan sumber-sumber ekonomi lain, akses kekuasaan

politik lokal dan ketegangan antara berbagai etnisitas dan agama.Yang

tidak kalah pentingnya adalah ketegangan orang asli papua dengan

migrant dari Jawa dan BBM (Buton Bugis, Makasar) yang sering

disebut sebagai pemantik maginalisasi orang asli Papua di tanahnya

sendiri. Kondisi yang terjadi adalah polarisasi identitas ke-Papua-an

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

18

kedalam bentuk persaingan dan konflik lokal dalam bentuk perebutan

tetesan sumber daya, akses ekonomi politik, pertikaian etnisitas dan

kepentingan willayah.Frakmentasi yang terjadi pada daerah-daerah

pemekaran itulah yang diduga menimbulkan ketegangan-ketegangan

pada komunitas etnis lokal di tanah Papua demi kepentingan politik

dan janji-janji keuntungan ekonomi.

Menurut Suryawan (2015), masyarakat lokal langsung

berhadapan dengan kekuatan ekonomi global. Berbagai perubahan

sosialpun terjadi begitu cepat. Relasi-relasi baku tipu ekonomi politik

yang “mengalahkan” masyarakat lokal menjadi cerita yang begitu biasa

diungkapkan. Kisah-kisah keterbelakangan yang bertemu dengan

simbol modernitas yang bernama industri kapitalisme internasional

bagai kisah ironis yang menyesakkan dada. Puncak-puncak

kemewahan yang ditunjukkan perusahan MNC berhadapan dengan

kondisi masyarakat lokal, yang sebenarnya mempunyai hak diatas

tanah mereka. Gedung-gedung bertingkat dengan fasilitas mewah

berdampingan dengan rumah-rumah papan sederhana masyarakat

lokal (Suryana, 2015: 46).

Menurut Wakerkwa (2015), masyarakat di kampung Waa,

memiliki ketergantungan yang dilakukan secara ekonomi sosial

terhadap limbah tailings yang mengandung bahan berbahaya beracun

(B3) untuk mendulang emas dari limbah tersebut. Hasil penelitiannya

menunjukan limbah tailings tersebut dapat dipersepsikan keuntungan

secara ekonomi oleh masyarakat di kampung Waa. Sebagian besar

masyarakat yang beraktivitas pendulangan emas di sepanjang sungai

pembungan hasil limbah tailings PT. Freeport Indonesia adalah dari

masyarakat golongan bawah, karena tekanan ekonomi juga membuat

masyarakat tidak memperdulihkan risiko berbahaya dari limbah

tailings tersebut.

Menurut Kossay (2012), Undang-undang nomor 21 Tahun 2001

tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, sangat jelas menyatakan

bahwa perekonomian di Provinsi Papua diarahkan dan diupayakan

untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan

seluruh rakyat Papua dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

19

keadilan dan pemerataan pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2001. Sedangkan pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2001 ini menyatakan, pembangunan perekonomian berbasis

kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada masyarakat adat atau masyarakat asli Papua.

Undang-Undang Otonomi Khusus ini sudah memberikan arah yang

jelas, bahwa setiap usaha perekonomian di tanah Papua yang

dilakukan oleh pemeritah maupun dunia usaha dalam pengelolaan

sumber daya alam (SDA) baik di bidang pertambangan, perkebunan,

pertanian, perikanan harus memberikan manfaat yang seluas-luasnya

kepada masyarakat asli Papua untuk meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmurannya. Pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/

kota tidak perlu banyak dipertimbangkan berbagai referensi kebijakan,

tetapi bertindak mengambil kebijakan pro rakyat, melandaskan pada

UU Otsus, membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk

memperkerjakan masyarakat Papua sebagai pelaku-pelaku ekonomi

produktif di dalamnya.

Menurut Bank Dunia (2007), mengemukakan bahwa, setelah

dikontrol dengan karastristik-karastristik yang lain, wilayah Indonesia

bagian timur masih meperlirhatkan tingkat kemiskinan baik jumlah

penduduk miskin maupun tingkat keparahan (dari segi pengeluaran)

yang lebih tinggi dari wilayah lain di Indonesia. Hampir seluruh

indikator sosial dan ekonomi di wilayah tersebut juga menunjukan

kerja yang buruk.Buruknya pencapain wilayah ini pada indikator

kemiskinan nonmoneter tersebut menyebabkan tingkat kemiskinan

multidimensi Provinsi Papua merupakan yang tertinggi di seluruh

Indonesia. Hasil penelitian menemukan bahwa proporsi rumah tangga

yang miskin multidimensi di provinsi ini mencapai 71,63 persen

dengan intensitas kemiskinan yang relatif besar 64,10 persen, sehingga

tingkat kemiskinan multidimensi sebesar 45,91 persen. Meskipun

proporsi penduduk miskin multidimensi di wilayah ini lebih tinggi

dari pada wilayah Jawa dan Sumatera, Provinsi Papua hanya

menyumbang 6,37 persen terhadap total rumah tagga miskin

multidimensi di Indonesia. Kemiskinan multidimensi di Papua paling

besar di jelaskan oleh deprivasi rumah tangga terhadap dimensi

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Khomsan et al, 2015:3). Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

20

standar hidup yang yang disusun oleh indikator listrik, sumber air

minum, sanitasi, jenis lantai, bahan bakar masak dan kepemilikan aset.

Dimensi ini memilikikontribusi sebesar 41,46 persen terhadap

kemiskinan multidimensi yang dialami rumah tangga di Papua.