bab ii tinjauan pustaka a. perjanjian pada umumnya...

20
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Pe rjanjian. Pasal 1313 KUH Perdata merumuskan perjanjian, yaitu: “ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Jika diperhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. 1 Selain pengertian yang sudah di rumuskan dalam pasal 1313 KUH Perdata, berikut beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum, diantaranya: M. Yahya Harahap, berpendapat bahwa : “Suatu hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan 1 Kartini Muljadi, dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008 hlm. 92.

Upload: phungkhanh

Post on 23-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian.

Pasal 1313 KUH Perdata merumuskan perjanjian, yaitu: “Suatu perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih”.

Jika diperhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313

KUH Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan

seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian

lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang (pihak) kepada satu atau lebih orang

(pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan

konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan ada dua pihak, dimana satu

pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak

yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat

terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak

tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.1

Selain pengertian yang sudah di rumuskan dalam pasal 1313 KUH Perdata,

berikut beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum, diantaranya:

M. Yahya Harahap, berpendapat bahwa : “Suatu hubungan hukum dalam bidang

harta kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan

1 Kartin i Muljadi, dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian , PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2008 h lm. 92.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

14

kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh perstasi dan sekaligus mewajibkan

pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.2

R. Wirjono Prodjodikoro, memiliki pendapat : “Perjanjian suatu perhubungan

hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal,

sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”3.

Abdul Kadir Muhamad, merumuskan definisi : “perjanjian adalah suatu persetujuan

dengan mana dua orang pihak atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu

hal dalam lapangan harta kekayaan”4.

Dari pengertian-pengertian yang sudah di rumuskan para ahli perdata dan

KUHPerdata diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu perikatan

atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam lapangan harta kekayaan,

yang berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu atau tidak melakukan

sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Munculnya perjanjian dapat dimengerti juga dari teori hubungan kontrak 5. Ada 4

(empat teori untuk terjadinya suatu kontrak), yaitu :

1. Teori kehendak

Teori kehendak menunjukan bahwa suatu kontrak terjadi karena adanya kesamaan

kehendak dari kedua belah pihak dalam kontrak tersebut. Masing-masing pihak

sama-sama tahu dan mau mengikatkan diri berdasarkan kontrak, terlepas dari

kesetaraan kedudukan mereka ataupun resiko yang harus mereka tanggung.

2. Teori kesetaraan

2 M.Yahya Harahap, sh, Segi-Segi Hukum Perjanjian ,Penerbit Alumni bandung, 1986 hlm. 6.

3 Wirjono Prodjodikoro, asas hukum perjanjian, PT. Bale, Bandung, 1986 h lm. 9 .

4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 2000 h lm. 225.

5 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (Jakarta, 1982) hal. 163

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

15

Teori kesetaraan menunjukan adanya kesetaraan kedudukan antara para pihak

dalam kontrak sehingga memungkinkan terjadinya kontrak. Termasuk dalam hal

ini kesetaraan cara berpikir yang sangat menentukan tercapainya kesamaan

kehendak, baik untuk terikat dalam kontrak atau menanggung resiko dari

keterikatan itu.

3. Teori tawar-menawar

Teori tawar-menawar merupakan proses tawar-menawar sebelum terjadinya

kontrak, sehingga pihak yang kuat akan memaksakan kehendaknya kepada pihak

yang kurang kuat. Dengan demikian yang selalu terjadi bukanlah kesetaraan

melainkan ketimpangan kedudukan antara kedua pihak dalam kontrak.

4. Teori kepercayaan yang merugikan

Teori kepercayaan yang merugikan berpendapat bahwa suatu kontrak terjadi

karena adanya saling percaya antara para pihak dalam kontrak. Kepercayaan itu

mungkin timbul karena adanya kesetaraan kedudukan, kesamaan kehendak untuk

sama-sama terikat atau menanggung resiko yang disepakati. Akan tetapi ternyata

pada akhirnya kepercayaan itu merugikan diri masing-masing pihak, karena

sebenarnya sejak semula mereka sama sekali tidak menghendaki terjadinya resiko.

2. Syarat Sahnya Perjanjian.

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan,

yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Suatu

perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang terdapat didalam KUH

Perdata Pasal 1320, yang berbunyi: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan

empat syarat;

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

16

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang”.

“Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang

berkembang, digolongkan ke dalam dua unsur yang menyangkut subyek (pihak) yang

mengadakan perjanjian (unsur subyektif) dan Dua unsur pokok lainnya yang

berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)”6.

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak

yang melaksanakan perjanjian. Unsur subjek, minimal ada dua pihak dalam perjanjian

yang mengadakan persetujuan kehendak antara pihak yang satu dan pihak yang lain.

Kedua pihak dalam perjanjian harus memenuhi syarat-syarat kebebasan menyatakan

kehendak, tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan satu sama lain. Sebelum ada

persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan negoisasi, pihak yang satu

mengajukan penawaran kepada pihak yang lain mengenai objek perjanjian dan syarat-

syaratnya sehingga mencapai final.

Unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok-pokok persoalan yang merupakan

obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati

untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan

menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut

menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan

kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap

unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur

obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak

dapat dipaksakan pelaksanaannya.

6 Kartini Muljadi, dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian , PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2008 h lm, 93.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

17

3. Asas-asas Perjanjian.

Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar

belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang terjelma

dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum

positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum

dalam peraturan konkrit tersebut.

Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan

terdapat dalam hukum positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau

putusan-putusan hakim yang merupakan ciri-ciri umum dari peraturan konkrit

tersebut.

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian, yaitu: asas

kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta sunt-servanda. Di

samping asas-asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas kepribadian.

Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas sebagai berikut :7

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi).

Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian,

yaitu kebebasan menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan. Perjanjian

yang diperbuat sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan

mengikat. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam

hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancarkan

hak asasi manusia.

7 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hal. 108.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

18

2. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)

Asas ini dapat ditemukan dalam pasal 1320 dan pasal 1338 KUH Perdata. Dalam

pasal 1320 KUH Perdata penyebutannya tegas sedangkan pasal 1338 KUH Perdata

ditemukan dalam istilah “semua” kata-kata semua menunjukan bahwa setiap orang

diberi kesempatan untuk menyatakan keinginan (will), yang dirasanya baik untuk

menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat dengan asas kebebasan berkontrak.

3. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel)

Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan

kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjianya,

dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya

kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.

Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya untuk keduanya perjanjian

itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

4. Asas kekuatan mengikat

Demikian seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian

terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu

tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan te tapi juga terhadap

beberapa unsure lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta

moral.

5. Asas persamaan hukum

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada

perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, jabatan dan lain- lain.

Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua

pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan tuhan.

6. Asas keseimbangan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

19

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.

Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur

mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut

pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban

untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa

kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan

itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

7. Asas kepastian hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengadung kepastian hukum.

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-

undang bagi para pihak.

8. Asas moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari

seorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari pihak

debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang

melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai

kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini

terdapat dala pasal 1339 KUH Perdata.

9. Asas kepatutan

Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan disini

berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan ini harus

dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran hubungan ditentukan juga oleh rasa

keadilan dalam masyarakat.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

20

10. Asas kebiasaan

Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai

bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara

tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim

diikuti. Undang-undang mengatur tentang elemen-elemen isi perjanjian ini di dalam

pasal 1339 dan 1347 KUH Perdata .

Menurut pasal 1339 KUH Perdata maka persetujuan tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu

yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-

undang. Pasal 1347 KUH Perdata mengatakan pula hal-hal yang menurut kebiasan

yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan (bestendig gebruikelijk beding)

dianggap secara diam-diam dimasukan di dalam perjanjian meskipun tidak dengan

tegas dinyatakan.

Menurut Kartini Muljadi dan Gunwan Widjaja asas-asas dalam perjanjian meliputi8 :

1. Asas Personalia.

Asas ini dapat dilihat dalam rumusan pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang dipertegas lagi oleh ketentuan pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, dari kedua rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya

perjanjian hanya akan melahirkan hak-hak dan kewajiban di antara para pihak yang

membuatnya. Pada dasarnya seorang tidak dapat mengikatkan dirinya untuk

kepentingan maupun kerugian bagi pihak ketiga, kecuali dalam hal ini terjadi

peristiwa penanggungan (dalam hal demikian pun penanggungan tetap berkewajiban

untuk membentuk perjanjian dengan siapa penanggung tersebut akan diberikan dan

dalam hal demikian maka perjanjian penanggungan akan mengikat penanggung

8 Ibid, hal. 7.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

21

dengan pihak yang ditanggung dalam perjanjian penanggungan). Ini berarti perjanjian

yang dibuat oleh para pihak tersebut, demi hukum hanya mengikat para pihak yang

membuatnya.

B. Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang

dibuat secara lisan antara dua orang atau lebih orang telah mengikat, dan karenannya

telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut,

segera setalah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun

kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ketentuan yang

mengatur mengenai konsensualitas ini dapat kita temui dalam rumusan pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas konsensualitas adalah ketentuan umum

yang melahirkan perjanjian konsensuil. Sebagai pengecualian dikenallah perjanjian

formil dan perjanjian riil, oleh karena dalam kedua jenis perjanjian yang disebut

terakhir ini, kesepakatan saja belum mengikat pada pihak yang berjanji.

C. Asas Kebebasan Berkontrak

Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak menemukan dasar

hukumnya pada rumusan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika asas

konsensualitas menemukan dasar keberadaannya pada ketentuan angka 1 (satu) dari

pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka asas kebebasan berkontrak

mendapatkan eksistensinya dalam rumusan angka 4 (empat) pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan asas kebebasan berkontrak maka para pihak

yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan

membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja selama dan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

22

sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.

Ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan

bahwa : “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Hal ini

memberikan gambaran umum kepada kita semua, bahwa pada dasarnya semua

perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang. Hanya perjanjian yang

mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang-

undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang.

D. Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-Undang (Pacta Sunt Servande)

Asas yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang merumuskan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya” merupakan konsekuensi logis dari

ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan

bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian.

Jadi perjanjian adalah sumber perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan

sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah

disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana

telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal satu pihak dalam perjanjian tidak

melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak memaksakan

pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.

4. Subyek dan Obyek Perjanjian.

Suatu perjanjian timbul, disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan

antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus

ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda.

Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

23

Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur mempunyai hak

atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi9.

Di dalam hukum, pihak dalam suatu perjanjian adalah merupakan subyek hukum

atau orang, pembawa hak dan kewajiban. Subyek hukum sendiri dibedakan menjadi

dua macam yaitu manusia pribadi dan badan hukum. Seseorang sebagai pembawa hak

dan kewajiban dimulai pada saat dilahirkan dan berakhir pada saat dia meninggal.

Tentang siapa-siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan orang-

orang yang dapat menjadi kreditur, yaitu:10

A. Individu sebagai persoon yang bersangkutan.

- Natuurlijke persoon.

- Rechts persoon.

B. Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu.

C. Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik

atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur.

Obyek hukum adalah hak. Pasal 1320 menentukan, bahwa obyek atau prestasi

perjanjian harus memenuhi syarat, yaitu obyeknya harus tertentu (een bepaalde

onderwerp). Atau sekurang-kurangnya obyek itu mempunyai jenis tertentu seperti

yang sudah ditentukan dalam pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dengan demikian agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai

dan mempunyai kekuatan yang mengikat, prestasi yang jadi perjanjian harus

“tertentu”. Sekurang-kurangnya jenis obyek itu harus tertentu.

5. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan dalam berbagai cara, perbedaan tersebut sebagai berikut: 11

9 M.Yahya Harahap, sh, Segi-Segi Hukum Perjanjian ,Penerbit Alumni bandung, 1986 hlm. 15.

10

Ibid, hlm. 17. 11

Mariam Darus Badrulzaman, op. cit. hal. 90.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

24

A. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok

bagi kedua bela pihak. Dalam hal ini perjanjian yang menjadi analisis dari penulis

yaitu perjanjian sewa menyewa sehingga yang penulis melihat teori mengenai

perjanjian sewa menyewa.

Perjanjian sewa-menyewa diatur dalam pasal 1548 sampai dengan pasal 1600

KUH Perdata. Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang

satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak

lain selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh

pihak yang terakhir itu (pasal 1548 KUH Perdata). Definisi lainnya menyebutkan

bahwa perjanjian sewa-menyewa adalah persetujuan untuk pemakaian sementara

suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran suatu harga

tertentu .12

Sewa menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain

pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensuil. Artinya, ia sudah sah dan

mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya,

yaitu barang dan harga. Menurut Subekti kewajiban-kewajiban pihak yang

menyewa yaitu :

1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;

2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai

untuk keperluan yang dimaksudkan;

3. Memberikan kepada penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang

disewakan selama berlangsungnya persewaan.

12

Ibid, hal. 58.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

25

Selanjutnya ia diwajibkan, selama waktu-sewa, menyuruh melakukan

pembetulan-pembetulan pada barangnya yang disewakan yang perlu

dilakukan, terkecuali pembetulan-pembetulan kecil yang menjadi wajibnya si

penyewa. Juga ia harus menanggung si penyewa terhadap semua cacad dari

barang yang disewakan yang merintangi pemakaian barang itu, biarpun pihak

yang menyewakan itu sendiri tidak mengetahuina pada waktu dibuatnya

perjanjian sewa-menyewa, jika cacad-cacad itu telah mengakibatkan sesuatu

kerugian bagi si penyewa.

Pasal 1560 menyebutkan bahwa penyewa harus memenuhi 2 kewajiban yaitu.

1. Memakai barang sewa sebagai kepala rumah tangga yang baik, sesuai

dengan tujuan barang itu menurut persetujuan sewa atau jika tidak ada

persetujuan mengenai hal itu, sesuai dengan tujuan barang itu menurut

persangkaan menyangkut keadaan.

2. Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.

B. Perjanjian cuma – cuma dan perjanjian atas beban

Menurut ketentuan Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu

persetujuan yang dibuat dengan Cuma-Cuma adalah suatu persetujuan dengan mana

pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa

menerima manfaat bagi dirinya sendiri. Misalnya : Hibah

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang

satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada

hubungannya menurut hukum.

Berhubungan dengan perbedaan di atas perlu dibicarakan perjanjian campuran.

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian,

misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

26

menyajikan makan-makan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap

perjanjian campuran itu ada berbagai faham.

- Faham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian

khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus

tetap ada (contractus sui generis).

- Faham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-

ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorsi).

- Faham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang

diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang

yang berlaku untuk itu (teori combinative).

C. Perjanjian khusus (benoemd) dan perjanjian umum (onbenoemd)

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya

ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk

undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian

khusus terdapatdalam BAB V sampai dengan XVII KUH Perdata. Di luar perjanjian

khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam

masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya perjanjian ini dalam praktek

adalah berdasarkan asas kebendaan mengadakan perjanjian partij otonomi yang

berlaku di dalam hukum perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah

perjanjian sewa beli.

D. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan

haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah

perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada

pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

27

Menurut KUH Perdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan

beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas

benda yang diperjual belikan masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan

perjanjian jual belinya sendiri itu dinamakan perjanjian obligatoir, karena

membebankan kewajiban (oblige) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan

(lecering). Penyerahannya sendiri adalah merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal

perjanjian jual-beli benda-benda yang tidak bergerak, maka perjanjian jual-belinya

disebutkan juga perjanjian jual beli sementara (voorlopig koopcontract). Untuk

perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligator dan perjanjian

kebendaanya jatuh bersamaan.

E. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua bela pihak telah

tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata

perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (pasal 1338 KUH Perdata).

Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya

berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang

(pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (pasal 1740 KUH Perdata). Perjanjian yang

terakhir ini dinamakan perjanjian riil. Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil

ini adalah sisa dari hukum Romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu diambil

alih oleh Hukum Perdata kita.

F. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya

- Perjanjian liberaroir yaitu perjanjian dimana pera pihak membebaskan diri

dari kewajiban uang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschedling) pasal

1438 KUH Perdata.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

28

- Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst) yaitu perjanjian dimana para

pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

- Perjanjian untung-untungan misalnya perjanjian asuransi, pasal 1774 KUH

Perdata.

- Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh

hukum public, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa

(pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.

-

B. Tinjauan Umum Mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik

Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi secara langsung telah

mempengaruhi telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.

Pengaruh globalisasi dengan penggunaan sarana teknologi informasi dan komunikasi

telah mengubah pola hidup masyarakat, dan berkembang dalam tatanan kehidupan

barudan mendorong terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan,

keamanan, dan penegakan hukum.

1. Pengertian Mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik

Dalam ketentuan umum pasal 1 bab 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008

pada angka 1 menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan informasi elektronik

adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto elctronik data interchange (EDI), surat

elektronik (electronic mail), telegram, teleks, fotocopy, atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, kode akses, symbol, atau perforasi, yang telah diolah, yang memiliki arti atau

dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Berdasarkan ketentuan umum dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008

tentang informasi dan transaksi elektronik pasal 1 ayat 2 yang dimaksudkan dengan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

29

transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya, sedangkan teknologi

informasi (pasal 1 ayat 3) adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan atau menyebarkan

informasi.

Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan atau didengar melalui

komputer atau sistem elektronik, termasuk tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,

peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, symbol atau

perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.

Sedangkan sistem elektronik yang disebutkan dalam pasal 1 angka 5 adalah

serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,

mengirimkan, dan atau menyebarkan informasi elektronik.

2. Ruang Lingkup Informasi dan Transaksi Elektronik

Ruang lingkup mengenai informasi dan transaksi elektronik diatur dalam pasal 2

Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 yang mana undang-undang ini berlaku untuk

setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-

undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia, maupun di luar wilayah

hukum Indonesia dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan

kepentingan indonesia.

Penjelasan pasal 2 menjelaskan bahwa Undang-Undang ini memiliki jangkauan

yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di indonesia atau

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

30

dilakukan oleh warga negara indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum

yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara

Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum indonesia maupun hukum

asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia mengingan pemanfaatan Teknologi

Informasi untuk informasi elektronik dan transaksi elektronik dapat bersifat lintas

teritorial atau universal.

Yang dimaksud dengan merugikan kepentingan indonesia adalah meliputi tetapi

tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data

strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan

negara,warga negara, serta badan hukum Indonesia.

3. Asas dan Tujuan Informasi dan Transaksi Elektronik

a) Asas Informasi dan Transaksi Elektronik

Asas-asas hukum informasi dan transaksi elektronik diatur dalam Pasal 3 UU

Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, yang meliputi asas kepastian hukum, manfaat,

kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Bagian penjelasan pasal ini menjelaskan “Asas kepastian hukum” berarti landasan

hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala

sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum

di dalam dan di luar pengadilan.

Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi

elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi

pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi

mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan

teknologi informasi.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

31

Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan

transaksi tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa seengetahuan pihak lain tersebut.

Sedangkan asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas

pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik tidak terfokus pada

penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa

yang akan datang.

b) Tujuan Informasi dan Transaksi Elektronik

Tujuan pemanfaatan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik telah disebutkan pada pasal 4:

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik;

4. Membuka kesempatan seluas- luasnya kepada setiap orang untuk memajukan

pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi

informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

5. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara teknologi informasi.

Berdasarkan tujuan di atas jelaslah UU Nomor 11 tahun 2008 ingin membangun

masyarakat informasi untuk kepentingan pergaulan dalam tata kehidupan bangsa

indonesia agar kukuh sebagai satu kesatuan yang dirakit melalui pengembangan

sistem informasi elektronik dengan diciptakan melalui kondisi transaksi elektronik,

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6798/2/T1_312008026_BAB II.pdf · atau perhubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam

32

yang pada akhirnya bangsa Indonesia menjadi cerdas dan menjadi bagian masyarakat

dunia13.

13

Dr. Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik : Studi Kasus Prita Mulyasari, Rineka

Citra, Jakarta, 2009, hal. 47.