bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah pada umumnya

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian (uncertainty) atau risiko, demikian juga halnya investasi dalam bentuk saham yang tergolong berisiko tinggi. Di sisi lain, investor juga dihadapkan kepada peluang mendapatkan return yang lebih besar dalam waktu singkat. Seorang investor dalam pengambilan keputusan investasi harus mempertimbangkan seberapa besar keuntungan yang diharapkan dan seberapa jauh toleransi investor terhadap risiko atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan tersebut. Apabila investor mengharapkan return yang lebih tinggi, maka harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Hal ini sejalan dengan konsep Trade Off; High Risk High Return. Pada investasi saham yang dilakukan di dalam pasar modal, investor dihadapkan pada risiko yaitu ketidakpastian akan hasil yang diharapkan di masa yang akan datang. Unsur ketidakpastian menjadi penyebabkan timbulnya faktor risiko bagi investor yang ambil bagian di pasar modal. Pengetahuan menganalisis risiko yang akan dihadapi di pasar modal merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dimiliki setiap investor untuk meminimalkan risiko yang mungkin diperolehnya dalam investasi. Secara umum banyak analisis yang digunakan dalam melakukan investasi, tetapi yang sering digunakan adalah analisis yang Universitas Sumatera Utara

Upload: buinguyet

Post on 19-Jan-2017

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada umumnya hampir semua investasi mengandung unsur

ketidakpastian (uncertainty) atau risiko, demikian juga halnya investasi dalam

bentuk saham yang tergolong berisiko tinggi. Di sisi lain, investor juga

dihadapkan kepada peluang mendapatkan return yang lebih besar dalam waktu

singkat. Seorang investor dalam pengambilan keputusan investasi harus

mempertimbangkan seberapa besar keuntungan yang diharapkan dan seberapa

jauh toleransi investor terhadap risiko atau penyimpangan dari hasil yang

diharapkan tersebut. Apabila investor mengharapkan return yang lebih tinggi,

maka harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Hal ini sejalan dengan

konsep Trade Off; High Risk High Return.

Pada investasi saham yang dilakukan di dalam pasar modal, investor

dihadapkan pada risiko yaitu ketidakpastian akan hasil yang diharapkan di masa

yang akan datang. Unsur ketidakpastian menjadi penyebabkan timbulnya faktor

risiko bagi investor yang ambil bagian di pasar modal. Pengetahuan menganalisis

risiko yang akan dihadapi di pasar modal merupakan suatu hal yang sangat

penting untuk dimiliki setiap investor untuk meminimalkan risiko yang mungkin

diperolehnya dalam investasi. Secara umum banyak analisis yang digunakan

dalam melakukan investasi, tetapi yang sering digunakan adalah analisis yang

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

bersifat fundamental, analisis teknikal, analisis ekonomi dan analisis rasio

keuangan (Anoraga dan Pakarti, 2006:108).

Risiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return)

saham, baik pendapatan saham individual maupun pendapatan saham pasar

(market return) di pasar modal. Besar kecilnya risiko investasi pada saham

dapat diukur dengan varians atau standart deviasi dari pendapatan saham

tersebut. Risiko ini disebut risiko total yang terdiri dari risiko sistematis dan

risiko tidak sistematis.

Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan

dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh

faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

Risiko sistematis ini juga dikatakan sebagai risiko pasar karena disebabkan oleh

faktor yang secara serentak mempengaruhi harga semua saham di bursa efek.

Risiko pasar suatu saham dikenal juga dengan istilah beta yang mengukur

hubungan antara tingkat pengembalian investasi dengan tingkat pengembalian

pasar (Indeks Harga Saham Gabungan). Jenis risiko ini timbul karena faktor-

faktor yang bersifat makro dan mempengaruhi semua perusahaan atau industri

serta tidak dapat dikurangi walaupun dengan cara diversifikasi. Faktor-faktor

tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga (deposito), tingkat

inflasi, nilai tukar valuta asing dan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

(Halim, 2005: 43). Kondisi makro ekonomi yang memburuk akan

meningkatkan risiko sistematis, sedangkan kondisi makro ekonomi yang

membaik akan menurunkan risiko sistematis.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

Risiko yang kedua adalah risiko tidak sistematis yaitu risiko yang dapat

dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam

satu perusahaan atau industri tertentu (Halim, 2005:44). Fluktuasi risiko ini

besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena

perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang

berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya faktor struktur modal,

struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan sebagainya (Halim,

2005:44). Risiko tidak sistematik ini disebut juga Risiko Perusahaan (Unique,

Diversifiable, or Firm-Specific Risk).

Sektor Trade, Service, and Investment merupakan salah satu sektor yang

yang termasuk dalam Indeks Saham Sektoral BEI. Indeks saham sektoral adalah

sub indeks dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dimana pada sektor ini

terbagi menjadi 8 sub sektor, yaitu sub sektor perdagangan besar barang

produksi, sub sektor perdagangan eceran, sub sektor restoran, sub sektor hotel

dan pariwisata, sub sektor advertising, printing, and media , sub sektor jasa

komputer, sub sektor investasi, dan sub sektor lainnya.

Perdagangan menjadi salah satu sektor dalam sistem perekonomian

nasional yang berperan dalam menjembatani produksi dengan konsumsi baik

antar sektor maupun secara regional. Secara kumulatif, neraca perdagangan

Indonesia pada Januari hingga Juli 2011 menghasilkan surplus sebesar 16,4 USD

miliar, naik dibandingkan periode yang sama tahun 2010 sebesar 9,4 USD miliar

(sumber: bappenas.go.id).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

Gambar 1.1 Pergerakan Indeks Saham Sektor Perdagangan Tahun 2007 – Tahun 2009

Sumber : IDX Statistics, 2009

Pada gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pergerakan indeks saham perdagangan

secara tren menurun ditahun 2008, hal ini dikarenakan laju pertumbuhan impor

23,3% tumbuh lebih cepat daripada laju pertumbuhan ekspor 14,3% (sumber:

bappenas.go.id). Namun pada tahun 2009, sektor ini mengalami peningkatan

dikarenakan tingginya tingkat konsumsi masyarakat seperti konsumsi rumah

tangga, konsumsi pemerintah dan investasi sehingga pelaku usahaa dalam sektor

ini pun meningkat. Hal tersebut dijadikan peluang bagi para investor untuk

berlomba- lomba dalam menanamkan model pada sektor ini.

Sektor Trade, Service, and Investment saat ini sedang mengalami

peningkatan. Hal ini dikarenakan masih tingginya tingkat konsumsi masyarakat

seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi, sehingga

pelaku usaha dalam sektor ini pun meningkat. Hal tersebut dijadikan peluang

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

bagi para investor untuk berlomba-lomba dalam menanamkan model pada sektor

ini.

Ada beberapa sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya risiko

investasi seperti risiko suku bunga, risiko pasar, risiko inflasi, risiko bisnis, risiko

finansial, risiko likuiditas, risiko nilai tukar mata uang, dan risiko negara.

(Tandelilin, 2001:48). Pada perusahaan sektor Trade, Service, and Investment

memiliki sumber risiko yang berbeda - beda tiap subsektornya.

Subsektor perdagangan besar barang produksi memegang peranan yang

penting dalam kegiatan produksi nasional. Kegiatan ini merupakan industri alat-

alat berat yang berguna untuk proses produksi. Perusahaan alat-alat berat di

Indonesia hampir seluruhnya adalah perpanjangan tangan dari prinsipalnya.

Seperti Hexindo Adiperkasa Tbk dengan Hitachi, United Tractors Tbk dengan

Komatsu, Intraco Penta Tbk dengan Volvo. Alat berat yang diproduksi di

Indonesia diantaranya excavator, bulldozer, wheel loader, forklift, motor,

dumptruck dan ground support equipment. Dalam lima tahun terakhir tercatat

tumbuh signifikan sejalan dengan semakin berkembangnya pembangunan dan

aktifitas ekonomi Indonesia di tengah-tengah krisis global. Dari laporan keuangan

Januari – September pada 3 emiten alat berat, PT United Tractors Tbk (UNTR)

dan PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) melaporkan pertumbuhan laba,

sedangkan PT Intraco Penta Tbk (INTA) mencatat pertambahan laba bersih. PT

United Tractors, distributor alat berat bermerek Komatsu, dalam laporannya

mengantongi laba bersih Rp. 4,47 triliun sepanjang 9 bulan pertama tahun ini,

naik 2,7% dibandingkan Rp. 4, 35 triliun pada periode sama tahun lalu. Sementara

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

Hexindo dengan alat beratnya yang bermerek Hitachi ini melaporkan kenaikan

laba bersih 25,25% menjadi US$38,52 juta, dibandingkan US$30,75 pada periode

yang sama tahun 2011 (sumber: http://energitoday.com)

Yang menjadi sumber risiko pada perdagangan besar barang produksi

adalah iklim. Iklim memberikan dampak bagi pendistribusian subsektor ini.

Seperti bencana gempa dan tsunami yang menimpa Jepang pada Maret tahun lalu

membuat tersendatnya pendistribusian barang-barang produksi tersebut. Selain

itu ada risiko kebijakan pemerintah. Perubahan kebijakan – kebijakan ekonomi

pemerintah dari waktu ke waktu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi nasional.

Subsektor perdagangan eceran di Indonesia merupakan pasar besar

dengan jumlah penduduk Indonesia pada awal tahun 2010 sekitar 237.556 jiwa.

Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, total belanja rumah tangga akhir 2010

mencapai 115 triliun rupiah (http://us.detikfinance.com). Belanja tersebut

mencakup seluruh kebutuhan rumah tangga, mulai dari kebutuhan sehari-hari

seperti gula, sabun mandi, pakaian, hingga kebutuhan barang tahan lama

(durable) seperti kulkas, dan peralatan elektronik lainnya.

Ada beberapa hal yang bisa menjadi sumber risiko pada perusahaan

perdagangan eceran seperti risiko inflasi yang disebabkan perubahan harga

Bahan Bakar Minyak. Dengan terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak

maka akan terjadi juga kenaikan rata – rata harga konsumsi yang juga

mengakibatkan para investor enggan untuk berinvestasi. Ditambah dengan risiko

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

perubahan selera konsumen dan tren belanja, risiko usangnya persediaan barang

dagangan.

Berkembangnya sektor pariwisata sebagai suatu industri yang bersifat

quick yielding, menimbulkan efek yang sangat luas bagi masyarakat. Pada masa

sekarang ini perkembangan pariwisata telah menjadi sasaran perekonomian

dunia, sarana dalam menjalin persahabatan antar bangsa, serta dijadikan alat

promosi untuk menarik menarik investasi global. Komdisi ini merupakan suatu

kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan berbagai program pengembangan

sektor pariwisata nasional. Peranan industri pariwisata dalam perekonomian

Indonesia semakin penting keberadaannya sebagai salah satu sumber penerimaan

devisa negara. Oleh karena adanya pertumbuhan arus kunjungan wisatawan baik

wisatawan nasional maupun mancanegara pada setiap tahunnya harus diimbangi

dengan peningkatan penyediaan berbagai fasilitas akomodasi yang memadai

seperti restoran dan hotel.

Subsektor industri restoran hingga saat ini masih diyakini sebagai salah

satu bentuk usaha ekonomi yang memiliki prospek cukup bagus. Menurut

Keputusan Menteri Parposter No.KM.95/KH.103/MPPT-87 Restoran adalah

salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian seluruh bangunan

yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses

pembuatan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di

tempat usahanya (Sudiarto,1999:15).”

Pada masa sekarang ini, keberadaan restoran sangat mudah ditemukan

baik didaerah maupun dipusat dengan berbagai jenis yang berbeda. Mutu produk

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

dan layanan restoran mempunyai proporsi yang seimbang, yaitu mencakup

makanan dan minuman, suasana, pelayanan, reputasi, dan harga. Pesatnya

perkembangan ini terjadi pada daerah perkotaan karena didukung oleh jumlah

populasi yang tinggi dan daya beli yang baik, disamping pola makan masyarakat

bisnis (middle-up) yang cenderung makan diluar. Selain itu, kebutuhan

wisatawan akan variasi makanan dan minuman dalam kegiatan berwisata

menimbulkan semakin tumbuh berkembangnya usaha restoran disekitar tempat

wisata. Adapun yang menjadi sumber risiko pada subsektor ini adalah

terdapatnya ancaman berupa produk pengganti maupun pendatang baru.

Persaingan dalam industri ini semakin berkembang terlihat dengan semakin

banyaknya restoran yang berdiri dan menyebabkan adanya perang harga promosi

dalam menarik konsumen.

Terus berkembangannya pariwisata nasional menimbulkan efek positif

bagi tumbuh dan berkembangannya usaha – usaha yang menopang

perkembangan pariwisata termasuk subsektor hotel. Tersedianya sarana

akomodasi yang terjamin dan nyaman merupakan salah satu alasan bagi

wisatawan untuk melakukan kegiatan perjalanan. Besarnya tingkat kunjungan

wisatawan mancanegara ke Indonesia merupakan pangsa pasar yang potensial

bagi perkembangan subsektor hotel.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

Tabel 1.1 Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan

Tahun 2008 – 2011

Asal 2008 2009 2010 2011 Asia Pasifik 4888203 4917083 5527342 6050406 Amerika 249968 237670 255465 293306 Eropa 989854 1028405 1048543 1110871 Lainnya (Timur Tengah dan Afrika) 106472 140572 171594 195148

Sumber : www.bps.go.id Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia

antara tahun 2008 hingga 2011 mengalami peningkatan yang cukup

menggembirakan. Pada tahun 2011 jumlah wisatawan yang berkunjung ke

Indonesia sebanyak 7.649.731 orang yang meningkat dari tahun 2010 sebanyak

7.002.944 orang. Diperkirakan dalam waktu sepuluh tahun kedepan, wisatawan

dari ekonomi APEC akan tumbuh rata – rata sebanyak 4,7 persen setahun dan itu

merupakan 3,9 persen dari seluruh ekspor APEC, atau pada kisaran 750 miliar

dolar AS (sumber : www.detik.com).

Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia

menyebabkan nilai investasi atau penanaman modal pada sektor ini dari tahun

2010 sampai dengan 2012 mengalami peningkatan.

Tabel 1.2 Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri

Sektor 2010 2011 2012

P I P I P I Lisrik, air,gas

31 4.929,8 49 9.134,7 42 3.796,8

Konstruksi 7 67,6 8 598,2 17 4.586,6 Perdagangan dan reparasi

32 116,4 31 328,6 35 1.030,4

Hotel 27 390,3 26 394,4 34 1.015,0 Transportasi, gudang

34 13.787,7 27 8130,1 33 8.612,0

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

Perumahan 3 261,7 8 732,7 6 58,0 Jasa lainnya 69 3.328,6 95 1.621,9 63 2.825,1

P: Price I: Investment Sumber : Bappenas.go.id

Pada tahun 2012 sektor hotel memiliki nilai investasi PMDN sebesar

Rp 1.015 trilyun mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang hanya memiliki

Rp 394,4 trilyun. Dukungan saran dan prasarana yang terus dikembangkan akan

memungkinkan peluang yang cukup besar untuk menarik kunjungan wisatawan.

Besarnya pertumbuhan ini menimbulkan efek positif dan menguntungkan pada

perkembangan sektor hotel di Indonesia. Namun demikian terdapat beberapa

yang menjadi sumber risiko pada sektor ini antara lain seperti keadaan

infrastruktur di Indonesia. Keadaan infrastruktur yang belum optimal akan

membuat jumlah turis ke Indonesia bisa jadi kalah dengan negara lainnya. Selain

itu buruknya citra pariwisata Indonesia akibat berbagai aksi kerusuhan,

penjarahan, terorisme, dan demonstrasi yang terjadi sepanjang tahun 1998

sampai dengan tahun 1999.

Subsektor advertising, printing, dan media adalah subesektor yang

bergerak dalam hal periklanan, percetakan dan media massa. Menurut Kustadi

(2010:13) Periklanan adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan

sponsor tertentu, yakni sipemasang iklan, yang membayar jasa sebuah media

massa atas penyiaran iklannya, misalnya melalui program siaran televisi.

Terdapat pasar yang cukup besar dalam industri media. Terlebih saat ini yang

dinyatakan sebagai the information age, kebutuhan masyarakat akan informasi

cukup tinggi. Era ini muncul karena adanya pengaruh yang kuat dari ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

serta perkembangan yang pesat di dunia teknologi informasi dan tekhnologi

komunikasi sehingga media tumbuh dalam model yang kapitalistik (Griffin :

368.). Masa ini ditandai dengan: a). dijadikannya informasi sebagai komoditas,

b). munculnya media baru dan terjadi penggabungan media, c). berpengaruhnya

ekonomi dan pasar.

Rantai hubungan antara pengirim – pesan – pengguna juga tergantung

beberapa komponen lain yang terlibat dalam sistem periklanan, diantaranya

media massa. Media massa berperan ganda dalam periklanan, yaitu menyediakan

pengetahuan teknologi pengiriman pesan dan aktif mengambil bagian di dalam

menentukan pesan apa yang harus dikirmkan oleh siapa, kepada siapa, dan

kapan.

Industri periklanan modern di Indonesia mulai tumbuh di awal tahun

1970-an untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang

sedang tumbuh akibat dikeluarkannya UU Penanaman Modal Asing (UU PMA)

di tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) di tahun

1968. Hasilnya adalah cukup banyak perusahaan dan pabrik yang merambah

pasar Indonesia. Bersamaan dengan masuknya perusahaan perusahaan

multinasional yang memanfaatkan kebijakan baru di bidang PMA, produk-

produk yang diluncurkan ke pasar pun harus dilakukan dengan kaidah- kaidah

pemasaran modern.

Pesatnya pertumbuhan belanja iklan, menjadikan Indonesia pasar

potensial. Kenyataan semacam ini tidak bisa diabaikan oleh produsen

multinasional yang semakin banyak melakukan investasi di Indonesia, sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

membuat biro iklan multinasional harus memberikan layanan global untuk

meningkatkan pelayanan klien-klien global mereka di Indonesia. Oleh

karenanya, pada dekade 1990-an untuk meningkatkan efisiensi dan sebagai

strategi menghadapi ketatnya kompetisi, sejumlah perusahaan periklanan

menyatukan diri. Pada era tahun 1990-an sudah ada sekitar 20-an perusahaan

periklanan yang berafiliasi dengan perusahaan periklanan Indonesia.

Walaupun usaha penerbitan pers kini merupakan bagian dari industri

yang patuh pada hukum ekonomi, namun investasi untuk membangun usaha

penerbitan pers tetap bukan investasi yang cepat kembali modal dan memberikan

keuntungan dalam waktu singkat. Kondisi itu harus disadari oleh setiap pihak

yang menanamkan modal pada industri pers. Pemahaman atas kondisi itu juga

perlu tertanam pada operator penerbitan pers sehingga mereka senantiasa

berhemat dalam memutar roda produksi media masssanya. Bagaimanapun, proses

produksi merupakan sumber pemborosan sehingga biayanya perlu dikendalikan

Di sisi lain, perusahaan penerbitan pers bisa mengembangkan potensi sumber

pendapatan lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan asset. Pada perusahaan pers

yang telah dilengkapi percetakan bisa mengandalkan usaha jasa percetakan untuk

meraup laba dalam kurun waktu yang lebih singkat. Dalam menjalankan roda

usaha jasa percetakan biasanya perusahaan pers membentuk manajemen tersendiri

yang berkonsentrasi pada pengembangan usaha tersebut.

Subsektor jasa komputer dan perangkat lainnya memegang peranan

yang sangat penting dewasa saat ini ditandai dengan munculnya kehidupan yang

dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

kebutuhan secara elektronik seperti e-commerce, e-government, e-education, e-

library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi

yang berbasis elektronik.

Gambar 1.2 Ekspor dan Impor Perangkat Komputer

Dalam Milyar US$

Sumber : BPS, 2010

Industri komputer tanah air setiap tahunnya terus mengalami

peningkatan. Diperkirakan pertumbuhannya mencapai 20 sampai 25 persen per

tahun. Menurutnya, pasar komputer Indonesia saat ini masih dikuasai oleh

produksi dalam negeri. Untuk komputer built-up pangsa pasarnya 40 persen dan

lokal 60 persen. Sedangkan, untuk jumlah komputer terjual di pasar Indonesia

mencapai 2 juta unit tiap tahun.Jadi diharapkan, jika revisi undang-undang bea

masuk komponen komputer telah disetujui pemerintah, pertumbuhan industri

komputer tanah air diperkirakan dapat mencapai 30 sampai 40 persen.

Adapun yang menjadi sumber risiko pada sektor ini ialah .risiko

perkembangan teknologi, pengacau program (hackers) dan virus komputer,

pembajakan, dan risiko jaringan infrastruktur telekomunikasi.

01234567

2009 2010

Ekspor

Impor

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

Subsektor perusahaan investasi adalah perusahaan yang mengelola

beragam sekuritas atau surat berharga seperti saham, obligasi, dan asset lainnya

seperti property dengan tujuan untuk mencapai target investasi yang

menguntungkan bagi investor. Investor tersebut dapat berupa institusi (

perusahaan asuransi, dana pensiun, perusahaan dll) ataupun dapat juga

merupakan investor perorangan, dimana sarana yang digunakan biasanya berupa

kontrak investasi atau yang umumnya digunakan adalah berupa kontrak investasi

kolektif (KIK) seperti reksadana. Lingkup jasa pelayanan perusahaan investasi

adalah termasuk melakukan analisis keuangan, pemilihan aset, pemilihan saham,

implementasi perencanaan serta melakukan pemantauan terhadap investasi.di

Indonesia. Subsektor ini mengalami pertumbuhan yang positif beberapa tahun

terakhir. Tingkat inflasi yang stabil dan kecenderungan suku bunga yang rendah

membuat para investor nyaman berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 2005

realisasi penanaman modal asing naik menjadi 66% dari komitmen yang telah

disetujui pada tahun yang bersangkutan. Adapun yang menjadi sumber risiko

pada sektor ini ialah faktor keamanan yang tidak kunjung dapat dijamin oleh

pemerintah (risk country). Faktor risk country yang cukup tinggi, seperti adanya

peledakan bom secara sporadis di berbagai kota di Indonesia sejak tahun 2000

yang merupakan ancaman baik tingkat nasional, regional dan maupun global.

Dikatakan ancaman global karena pasca bom Bali tersebut sejumlah negara telah

memperlakukan “travel bon”, yaitu suatu pelarangan kepada warga negaranya

untuk tidak berkunjung ke Indonesia. Selain itu juga terdapat risiko investasi

yang dipengaruhi oleh faktor internal seperti kemampuan manajemen dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

bidang pengendalian, manajemen resiko dan kebijakan strategis dan faktor

eksternal seperti kepercayaan investor untuk berinvestasi, risiko sebagai

perusahaan induk dimana pendapatan perseroan tidak terlepas dari pendapatan

usaha dari anak perusahaan, risiko anak perusahaan dimana masing-masing anak

perusahaan menghadapi risiko sesuai dengan kegiatan usahanya.

Subsektor perusahaan lainnya adalah perusahaan – perusahaan yang juga

bergerak di bidang perdagangan dan jasa dan telah terdaftar di BEI hanya saja

masih berskala kecil. Didalam subsektor ini terdaftar 3 perusahaan yang terdaftar

di BEI yakni, Gema Brahasarana Tbk, Multifing Mitra Indonesia Tbk, dan Sugih

Energy Tbk. PT Gema Grahasarana Tbk (GEMA) berdiri sejak 1984. Perusahaan

ini bergerak dalam bidang kontraktor interior dan manufaktur furnitur. GEMA

mencatatkan di BEI sejak 2002.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Risiko Saham Perusahaan

Trade, Service, and Investments yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan

sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. “ Apakah terdapat perbedaan risiko sistematis pada subsektor perdagangan

besar barang produksi, subsektor perdagangan eceran, subsektor restoran,

subsektor hotel dan pariwisata, subsektor advertising, printing, dan media

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

subsektor jasa komputer, dan subsektor perusahaan investasi yang terdaftar di

BEI”

2. “Apakah terdapat perbedaan risiko tidak sistematis pada subsektor

perdagangan besar barang produksi, subsektor perdagangan eceran, subsektor

restoran, subsektor hotel dan pariwisata, subsector advertising, printing, dan

media, percetakan subsektor jasa komputer, dan subsektor perusahaan investasi

yang terdaftar di BEI”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko sistematis dan risiko

tidak sistematis yang ada pada setiap perusahaan-perusahaan perdagangan, jasa

dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia agar para investor maupun

calon investor dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi di sektor

ini.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermafaat bagi :

1. Investor atau calon investor

Penelitian ini digunakan sebagai bahan referensi atau salah satu

sumber informasi dalam mempertimbangkan keputusan melakukan

investasi pada perusahaaan perdagangan, jasa dan investasi di Bursa

Efek Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya

2. Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pola pikir

penulis tentang risiko investasi.

3. Peneliti Lanjutan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian

lanjutan pada ruang lingkup dan kajian yang lebih luas.

Universitas Sumatera Utara