bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. pengertian...

14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar Untuk mengawali pemahaman tentang pengertian belajar akan dikemukakan beberapa definisi tentang belajar. Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (2003: 2). Dalam Sujiono dan Sujiono (2010: 51) disebutkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi sepanjang waktu sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Hamalik berpendapat bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (2009: 36), yang berarti bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu tujuan. Belajar juga disebut sebagai proses mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan lingkungannya (Simanjuntak, dkk: 1992). Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dari orang tersebut. Namun, tidak setiap perubahan tingkah laku dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Berikut ini ciri-ciri perubahan perilaku dalam pengertian belajar menurut Slameto (2003): 1. Perubahan terjadi secara sadar Seseorang yang telah belajar menyadari terjadinya perubahan itu atau paling tidak seseorang tersebut merasakan terjadinya suatu perubahan dalam dirinya. 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Artinya, perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar selanjutnya. Perubahan akan berlangsung terus hingga menjadi lebih baik dan sempurna.

Upload: ngophuc

Post on 19-Jul-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pengertian Belajar

Untuk mengawali pemahaman tentang pengertian belajar akan

dikemukakan beberapa definisi tentang belajar. Menurut Slameto, belajar adalah

suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (2003: 2). Dalam Sujiono dan

Sujiono (2010: 51) disebutkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah

laku yang terjadi sepanjang waktu sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan

Hamalik berpendapat bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh

kelakuan melalui pengalaman (2009: 36), yang berarti bahwa belajar merupakan

suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu tujuan. Belajar juga disebut sebagai

proses mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan

kontak dengan lingkungannya (Simanjuntak, dkk: 1992).

Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku

dari orang tersebut. Namun, tidak setiap perubahan tingkah laku dalam diri

seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Berikut ini ciri-ciri perubahan

perilaku dalam pengertian belajar menurut Slameto (2003):

1. Perubahan terjadi secara sadar

Seseorang yang telah belajar menyadari terjadinya perubahan itu

atau paling tidak seseorang tersebut merasakan terjadinya suatu perubahan

dalam dirinya.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

Artinya, perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan

berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar

selanjutnya. Perubahan akan berlangsung terus hingga menjadi lebih baik

dan sempurna.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

7

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Perubahan akan bertambah dan bertujuan untuk memperoleh

sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Jadi, semakin banyak usaha

belajar, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

Perubahan bersifat aktif apabila perubahan itu tidak terjadi dengan

sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi hanya beberapa saat

saja tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.

Perubahan yang dihasilkan karena proses belajar bersifat permanen. Jadi,

tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya

tujuan yang ingin dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan

tingkah laku yang benar-benar disadari.

6. Perubahan mencakup aspek seluruh tingkah laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses

belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jadi, aspek yang satu

berhubungan erat dengan aspek lainnya. Jika seseorang belajar sesuatu,

sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara

menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang belajar di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berdasarkan

pengalaman maupun latihan yang dilakukan secara sadar baik langsung maupun

tidak langsung.

2.1.2. Pembelajaran Matematika SD

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang

berarti belajar atau hal yang dipelajari. Pembelajaran matematika yang diajarkan

di sekolah dasar merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian

matematika yang dipilih untuk menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

8

dan membentuk pribadi anak yang berpedoman pada perkembangan Ilmu

Pengetahuan dan Tekhnologi. Manusia memerlukan matematika untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, matematika

memegang peranan penting dalam kehidupan.

Fungsi matematika adalah sebagai media atau sarana siswa dalam

mencapai kompetensi (Ekawati, 2011). Dengan mempelajari matematika, siswa

diharapkan dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Fungsi lain

matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Adams dan

Hamm dalam Wijaya (2012) menyebutkan ada empat macam pandangan tentang

posisi dan peran matematika, yaitu:

a. Matematika sebagai cara untuk berpikir.

b. Matematika sebagai suatu pemahaman tentang pola dan hubungan.

c. Matematika sebagai suatu alat.

d. Matematika sebagai bahasa atau alat untuk berkomunikasi.

Pembelajaran matematika juga harus disesuaikan dengan tingkat

perkembangan siswa. Pada teori Bruner dalam Hudojo (1988) menggambarkan

perkembangan anak-anak melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic, dan simbolic.

Tahap enactive adalah tahap saat anak belajar menggunakan objek secara

langsung, tahap iconic belajar dengan menggunakan gambaran dari objek-objek,

dan tahap simbolic merupakan tahapan memanipulasi symbol secara langsung dan

tidak ada kaitannya dengan objek-objek. Piaget juga berpendapat bahwa proses

berpikir manusia berawal dari berpikir konkret ke abstrak.

Siswa sekolah dasar umumnya berumur sekitar 6 atau 7 tahun hingga 12

atau 13 tahun. Pemikiran anak-anak usia sekolah dasar berada pada tahap

pemikiran operasional konkret karena berpikir logiknya berdasarkan atas

manipulasi fisik dari objek-objek. Karena itu, dalam pembelajaran matematika

yang abstrak siswa SD membutuhkan alat bantu berupa media dan alat peraga

yang bersifat konkret. Pendekatan pembelajaran juga harus sesuai dengan materi

yang diajarkan.

Tujuan dari pembelajaran matematika tidak hanya untuk menguasai

materi, menghafal rumus dan menekankan pada perolehan hasil. Pembelajaran

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

9

yang mementingkan hal tersebut akan berakibat hasil yang dicapai tidak akan

bertahan lama dan siswa menjadi mudah lupa. Pada Permendiknas tahun 2006

tentang standar isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya

siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep matematika secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Ruang lingkup matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi

bilangan, pengukuran, geometri, dan pengolahan data (Depdiknas, 2006).

Cakupan bilangan antara lain meliputi bilangan dan angka, perhitungan, dan

perkiraan. Materi geometri meliputi bangun dua dimensi, tiga dimensi,

transformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan

pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suatu objek, penggunaan

satuan ukur dan pengukuran.

2.1.3. Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pembelajaran yang

menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan (Wijaya, 2012). Pendekatan

ini bertolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan ketrampilan proses,

berdiskusi dan berargumentasi dengan teman sehingga mereka dapat menemukan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

10

sendiri . Pendekatan ini berlandaskan pada RME. RME adalah teori matematika

yang dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970an dengan berlandaskan pada

filosofi matematika sebagai aktivitas manusia (mathematic is human activity)

yang dicetuskan oleh Hans Freudenthal. Menurut Fruedenthal dalam Supinah

(2008: 14), matematika adalah aktivitas yang harus dikaitkan dengan realitas dan

siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi.

Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaanya di berbagai situasi

dan kesempatan, sehingga memungkinkan siswa menemukan kembali matematika

dengan usahanya sendiri.

Menurut Sofyan (2008), pendekatan realistik adalah sebuah pendekatan

yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri.

Pendekatan realistik juga disebut sebagai pendekatan yang menggunakan masalah

situasi dunia nyata.

Pembelajaran matematika realistik adalah suatu inovasi pendidikan yang

lebih memperhatikan potensi pada diri anak yang harus dikembangkan (Soedjadi

dalam Ismail dkk, 2008: 9.4). Pada pembelajaran ini, guru akan mengurangi

kebiasaannya “menggurui”, karena disini guru akan beralih fungsi menjadi

fasilitator.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika realistik adalah suatu pembelajaran yang menggunakan

hal-hal nyata, konkret sebagai awal untuk membentuk konsep matematika pada

anak.

Dalam pembelajaran matematika realistik, dunia nyata digunakan sebagai

titik awal untuk mengembangkan konsep matematika. Menurut Blum&Niss dalam

Supinah (2008:14), dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti

mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan

sekitar.

Soedjadi dalam Ismail dkk ( 2008: 9.4) mengungkapkan bahwa orang

menganggap matematika adalah “alat”. Namun, dalam pendekatan pembelajaran

ini tidak menganggap matematika sebagai suatu alat. Matematika dianggap

sebagai suatu aktivitas atau kegiatan manusia. Freudenthal dalam Wijaya (2012)

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

11

meyakini bahwa pembelajaran matematika yang menempatkan matematika

sebagai suatu objek yang terpisah dari realita yang bisa dipahami siswa akan

menyebabkan konsep matematika cepat dilupakan siswa. siswa juga akan

mengalami kesulitan dalam menerapkan konsep matematika yang mereka pelajari.

Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menempatkan pembelajaran matematika

sebagai pengalaman hidup siswa.

Ini bukan berarti matematika sebagai alat tidak digunakan lagi.

Matematika sebagai alat tetap digunakan, hanya saja akan digunakan setelah

tercapainya matematika formal. Jadi, dalam pendekatan pembelajaran matematika

realistik ini kegiatan pembelajarannya dipusatkan pada anak. Karena sebisa

mungkin mengusahakan agar anak aktif dan membangun sendiri pengetahuannya.

Menurut Coughlin dalam Sujiono dan Sujiono (2010: 27), pendekatan yang

berpusat pada anak diarahkan: (1) agar anak mampu mewujudkan dan

mengakibatkan perubahan; (2) agar anak menjadi pemikir-pemikir yang kritis; (3)

agar anak mampu membuat pilihan-pilihan dalam hidupnya; (4) agar anak mampu

menemukan dan menyelesaikan permasalahan secara konstruktif dan inovatif; (5)

agar anak menjadi kreatif, imajinatif, dan kaya gagasan; dan (6) agar anak

memiliki perhatian terhadap masyarakat, negara, dan lingkungannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada bermacam-macam

masalah. Masalah yang ada di sekitar anak atau masalah kesehariannya dapat

digunakan untuk menjadi masalah kontekstual, khususnya masalah kontekstual

yang bekaitan dengan materi yang akan diajarkan. Konteks tidak harus berupa

masalah dunia nyata tetapi bisa dalam bentuk permainan,penggunaan alat peraga,

atau situasi lain selama hal tersebut bermakna bagi siswa (Wijaya, 2012: 21).

Dengan menggunakan konteks ini, siswa dilibatkan secara aktif untuk

menyelesaikan permasalahan. Hasil pemecahan masalah dari siswa ini bukan

hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang

diberikan, tetapi juga untuk mengembangkan strategi penyelesaian yang

digunakan. Manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan

siswa dalam belajar matematika (Kaiser dalam Wijaya, 2012).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

12

Untuk dapat melaksanakan pembelajaran matematika realistik, terlebih

dahulu harus mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan. Pendekatan

pembelajaran matematika realistik menggunakan prinsip-prinsip RME. Ada tiga

prinsip dari RME menurut Gravemeijer dalam Supinah (2008), yaitu:

a. Guided Re-Invention atau menemukan kembali secara terbimbing

Pada prinsip ini, bertujuan untuk memberi kesempatan bagi siswa

untuk menemukan ide berdasarkan masalah kontekstual yang realistik bagi

siswa dengan bantuan guru. Sebisa mungkin, siswa didorong dan ditantang

untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat membangun sendiri

pengetahuannya. Pembelajaran tidak dimulai dengan definisi atau sifat-

sifat yang selanjutnya diikuti dengan contoh, tetapi dimulai dengan

memberikan masalah yang nyata dan selanjutnya melalui aktivitas siswa

diharapkan menemukan sifat atau definisinya. Apabila diperlukan, dapat

diberikan bimbingan. Tapi hanya pada hal yang belum dimengerti siswa,

atau dapat juga dengan menggunakan pertanyaan pancingan.

b. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik

Prinsip ini menekankan pada pembelajaran yang bersifat mendidik

dan pentingnya masalah kontekstual dalam mengenalkan materi

matematika. Pembelajaran matematika yang biasanya hanya memberikan

informasi kepada siswa dan memakai matematika yang sudah siap pakai

untuk memecahkan masalah akan diubah menjadikan masalah sebagai

sarana utama untuk mengawali suatu pembelajaran. Jadi, hal ini

memungkinkan siswa dengan menggunakan caranya sendiri akan mencoba

untuk memecahkan masalah. Masalah kontekstual dipilih dengan

mempertimbangkan (1) aspek kecocokan apllikasi yang harus diantisipasi

dalam pembelajaran dan (2) kecocokan dengan proses re-invention yang

berarti bahwa konsep atau sifat termasuk model matematika tidak

disedikan guru, tetapi siswa berusaha untuk menemukannya sendiri.

c. Self Developed Models atau Membangun Model Sendiri

Dalam prinsip ini menunjukkan adanya fungsi “jembatan” yang

berupa model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa. Siswa

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

13

bebas untuk memecahkan masalah, baik secara mandiri maupun

kelompok. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan

masalah buatan siswa. Menurut Soedjadi dalam Supinah (2008: 18), dalam

pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadinya urutan “situasi

nyata”-“model dari situasi itu”-“model ke arah formal”-“pengetahuan

formal”. Inilah yang merupakan prinsip Self-developed Models.

Treffers dalam Wijaya (2012: 22), merumuskan karakteristik pembelajaran

matematika menjadi lima, yaitu:

a. Penggunaan konteks

Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan masalah

kontekstual. Seperti telah dikatakan di atas, konteks tidak harus berupa

masalah dunia nyata, namun bisa dalam bentuk permainan, alat

peraga,atau situasi lain yang dapat dibayangkan atau dipahami siswa.

Masalah kontekstual tidak hanya dapat disajikan pada awal pelajaran,

tetapi juga dapat diajikan di tengah atau bahkan akhir pembelajaran.

Pemberian masalah di awal pembelajaran apabila dimaksudkan

untuk membangun/menemukan konsep, definisi, operasi, maupun sifat

matematika serta pemecahannya. Masalah kontekstual disajikan di tengah

pembelajaran apabila dimaksudkan untuk memantapkan apa yang telah

ditemukan. Dan masalah kontekstual disajikan di akhir pembelajaran

apabila dimaksudkan untuk mengaplikasikan apa yang telah ditemukan.

b. Menggunakan model atau jembatan

Dalam hal ini, perhatian lebih diarahkan kepada pengembangan

model daripada hanya mentransfer rumus. Model yang digunakan dapat

berupa benda nyata, gambar, ataupun skema. Pemberian model

dimaksudkan untuk menjembatani dari konkret ke abstrak maupun dari

abstrak ke abstrak yang lain. Model yang mirip dengan masalah nyata

disebut “model of”dan model yang mengarahkan ke pemikiran abstrak

atau formal disebut “model for”.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

14

c. Menggunakan kontribusi siswa

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi

pemecahan masalah sehingga diharapkan munculnya strategi yang

bervariasi. Karena itu, perlu sekali memperhatikan sumbangan atau

kontribusi dari siswa yang mungkin saja berupa ide, gagasan, cara,

ataupun jawaban. Kontribusi tersebut diharapkan dapat menyumbangkan

konstruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal

ke arah metode yang lebih formal.

d. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu

melainkan juga bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar

siswa akan lebih bermakna ketika siswa mengkomunikasikan hasil kerja

mereka. Dalam pembelajaran, interaksi sangat diperlukan, baik antar siswa

dengan siswa, maupun antara siswa dengan guru yang bertindak sebagai

fasilitator. Interaksi juga mungkin terjadi antara siswa dengan sarana

ataupun lingkungan. Bentuk interaksi bermacam-macam. Mulai dari

diskusi, negosiasi, memberi penjelasan, atau komunikasi. Pemanfaatan

interaksi dalam pembelajaran matematika dapat mengembangkan

kemampuan kognitif dan afektif siswa.

e. Keterkaitan antartopik (intertwining)

Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dengan ketat

konsistensinya. Konsep matematika banyak yang memiliki keterkaitan.

Keterkaitan antartopik, konsep, operasi sangat kuat sehingga

dimungkinkan adanya integrasi antartopik. Bahkan mungkin

antarmatematika dengan ilmu pengetahuan lain. Karena itu, konsep-

konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah.

Berdasarkan prinsip dan karakteriastik pembelajaran matematika di atas,

Zahra (2010) menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan

pembelajaran matematika realistik seperti berikut:

Langkah 1: Memahami masalah kontestual, yaitu guru memberikan

masalah kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari kepada

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

15

siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut serta

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang masalah

yang belum dipahami. Karakteristik pembelajaran matematika realistik

(PMR) yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan masalah

kontekstual.

Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual. Apabila dalam memahami

masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan

kondisi dari soal dengan memberikan petunjuk sebatas pada bagian yang

belum dipahami, bukan menunjukkan penyelesaian namun bisa dengan

menggunakan pertanyaan yang sifatnya memancing.

Langkah 3: Menyelesaikan masalah. Siswa mendeskripsikan masalah

kontekstual dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Lalu, siswa

mencoba menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan

pengetahuan yang mereka miliki sehingga mungkin bisa terdapat

perbedaan penyelesaian soal antara siswa yang satu dengan yang lain. Dan

guru terbatas hanya mengamati, mengobservasi, dan memberi bimbingan

yang terbatas. Karakteristik PMR yang muncul adalah menggunakan

model.

Langkah 4: Membandingkan jawaban. Guru membentuk siswa menjadi

kelompok, kemudian siswa mendiskusikan penyelesaian masalah yang tadi

telah dikerjakan secara individu. Guru mengamati dan memberi bantuan

jika dibutuhkan. Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi.

Langkah 5: Menyimpulkan. Dari hasil diskusi, guru menekankan apa

yang telah dipelajari atau ditemukan oleh siswa sendiri. Jika perlu, siswa

dapat membuat rangkumannya sendiri.

2.1.4. Bangun Ruang

Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik

yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Bagian-bagian bangun

ruang adalah sisi, rusuk, dan titik sudut. Sisi adalah bidang pada bangun ruang

yang membatasi antara bangun ruang dengan ruangan di sekitarnya. Rusuk adalah

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

16

pertemuan dua sisi yang berupa ruas garis pada bangun ruang. Sementara titik

sudut adalah titik hasil pertemuan rusuk yang berjumlah tiga atau lebih. Jenis-

jenis bangun ruang yang umumnya dikenal ada balok, kubus, limas, prisma,

tabung, kerucut, dan bola.

Siswa SD yang masih dalam tahap berpikir konkret, sangat sulit untuk

menangkap sifat atau karakteristik dari bangun ruang. Seperti kubus yang

memiliki 6 sisi berbentuk persegi, 8 titik sudut. Karena itu, pembelajaran tentang

bangun ruang harus dimulai dengan benda-benda yang konkret, seperti kotak

kapur, tempat pensil, dan bentuk-bentuk lainnya. Baru setelah itu menuju ke

bentuk-bentuk semi konkret yang berupa gambar bangun ruang.

Sesuai dengan pembelajaran matematika realistik, dengan menggunakan

benda-benda konkret diharapkan siswa dapat menyelidiki dan menemukan sendiri

sifat-sifat bangun ruang di bawah bimbingan guru.

2.1.5. Hasil Belajar

Setelah individu mengalami proses belajar, maka akan memperoleh hasil

dari proses belajar. Ada beberapa definisi hasi belajar menurut para ahli yang

dikutip dari blog Syamrilaode.

Menurut Arifin (2001) hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang

terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana untuk

mengungkapkannya menggunakan suatu alat penilaian yang disusun oleh guru,

seperti tes evaluasi. Menurut Nasrun hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu

hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan usaha atau diperoleh dengan jalan

keuletan bekerja yang dapat diukur dengan alat ukur yang disebut dengan tes.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011: 22). Hamalik menyatakan

bahwa hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan

kelakuan (2009: 36). Hasil belajar merupakan tolok ukur untuk mengetahui

keberhasilan seseorang.

Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek, diantaranya yaitu

pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

17

hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap. Apabila seseorang telah

melakukan perbuatan belajar, maka terjadi perubahan pada salah satu atau

beberapa aspek tersebut (Sudjana: 2011: 22).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari

suatu kegiatan, yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar yang dapat

diukur dengan tes tertentu.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan

beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang

dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan Dwiardhany, Mardianti (2009)

dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V

Dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Di SDN Sumurboto

Tahun Pelajaran 2009/2010” penelitian ini menyebutkan bahwa dengan

menerapkan pembelajaran matematika realistik secara signifikan dapat

meningkatkan prestasi belajar pada iswa kelas V. Ada peningkatan prestasi belajar

dari hasil rata-rata ulangan 59,87 menjadi 70,00 (meningkat sebesar 10,13%) pada

siklus I, dan pada siklus II terjadi peningkatan prestasi belajar dari hail ulangan

59,87 menjadi 76,12 (meningkat 16,25%).

Penelitian yang dilakukan Janah, Miftakhul (2010) dengan judul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik

Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Satuan Panjang Siswa

Kelas IV SD Negeri Gejayan”. Hasil penelitian ini memperlihatkan peningkatan

hasil belajar. Pada siklus I menunjukkan tingkat ketuntasan belajar mencapai

54%, sedangkan pada siklus II mencapai 82%.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aprilyanis, Eka (2011) dengan

judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Tentang Operasi Hitung

Bilangan Bulat Melalui Pembelajaran Matematika Realistik Bagi Siswa Kelas IV

SDN I Buluroto Kecamatan Banjarejo Blora Semester II Tahun 2010/2011”. Pada

penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan belajar dari kondisi pra siklus ke

siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Pada pra siklus tidak terjadi ketuntasan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

18

belajar, yang tuntas hanya 8 siswa (26,66%) dari 30 siswa. Pada siklus I yang

tuntas menjadi 17 siswa (56,66%) dari 30 siswa. Dan pada siklus II sebanyak 28

siswa (93,33%) dari 30 siswa telah tuntas mencapai KKM (65).

2.3. Kerangka Pikir

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran.

Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal diperlukan faktor pendukung.

Faktor-faktor pendukung bisa berupa model pembelajaran, alat peraga, serta hal

lain yang mempengaruhi proses pembelajaran.

Dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik, diharapkan akan

mengurangi kebosanan siswa dalam pembelajaran. Selain itu, dalam mata

pelajaran matematika diharapkan siswa dapat memahami konsep matematika

melalui suatu masalah dalam situasi nyata, serta belajar memecahkan masalah.

Hal ini dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dalam rangka

perbaikan proses belajar mengajar. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap

materi dapat secara optimal dan hasil belajarnya pun menjadi optimal.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian akan dimulai dengan memberikan

pretest kepada kedua kelompok dengan soal yang sama. Pemberian pretest ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi yang

menjadi bahan penelitian.

Kemudian akan dilakukan pembelajaran. Pada kelompok eksperimen akan

diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik,

sementara kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah

adanya perlakuan, kedua kelas akan diberi posttest dengan soal yang sama.

Kegiatan ini untuk mengetahui hasil belajar siswa dan adakah pengaruh

penggunaan pembelajaran matematika realistik.

Berikut bagan kerangka pikir Pengaruh Pembelajaran matematika realistik

pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Terhadap hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar:

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1005/3/T1_292008510_BAB II… · Perubahan yang bersifat sementara atau terjadi

19

Gambar 2.1. bagan kerangka pikir

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan di atas,

maka peneliti merumuskan hipotesis “Terdapat pengaruh positif penggunaan

pembelajaran matematika realistik terhadap hasil belajar matematika bangun

ruang pada siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 06 semester II tahun pelajaran

2011/2012”.

Hipotesis Statistika

H0 : X1 = X2

Yaitu “rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen (siswa kelas IV B SD

Salatiga 06) sama dengan rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol (siswa

kelas IV A SD Salatiga 06) yang berarti bahwa tidak ada pengaruh penggunaan

pembelajaran matematika realistik terhadap hasil belajar siswa.”

H1 : X1 > X2

Yaitu “rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen (siswa kelas IV B SD

Salatiga 06) lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol

(siswa kelas IV A SD Salatiga 06) yang berarti bahwa terdapat pengaruh

penggunaan pembelajaran matematika realistik terhadap hasil belajar siswa.”

pretest

Kelompok

eksperimen

Kondisi awal

siswa sama

pretest

Kelompok

kontrol

Pembelajaran

Konvensional

Perlakuan

Pembelajaran

Realistik

posttest

posttest

Hasil

belajar