bab ii tinjauan pustaka a. konsep tuberkulosis paru (tb paru )

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru ) 1. Pengertian TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Rab, 2010). TB paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri, 2012). TB paru merupkan penyakit menular pernapasan yang menyerang paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Marni, 2014). Menurut Notoatmodjo (2013) menyampaikan bahwa TB paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan kuman mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, program pemberantasan TB paru dijelaskan bahwa sumber penularan adalah penderita TB paru yang di dalam dahaknya berdasarkan pemeriksaan mikroskopis ditemukan kuman Tuberkulosis atau Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes, 2009). Basil Tuberkulosis memiliki sifat khas, diantaranya adalah : berukur sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop dengan panjang 1 4 mikron serta lebar antara 0,3 0,6 mikron. Berbentuk batang, mempunyai sifat tahan asam (BTA), artinya 9 - - www.lib.umtas.ac.id Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020 - -

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

1. Pengertian

TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di

berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial

oksigen yang tinggi (Rab, 2010). TB paru adalah penyakit infeksi yang

menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis (Somantri, 2012). TB paru merupkan penyakit menular

pernapasan yang menyerang paru disebabkan oleh mycobacterium

tuberculosis (Marni, 2014). Menurut Notoatmodjo (2013) menyampaikan

bahwa TB paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar

disebabkan kuman mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,

program pemberantasan TB paru dijelaskan bahwa sumber penularan

adalah penderita TB paru yang di dalam dahaknya berdasarkan

pemeriksaan mikroskopis ditemukan kuman Tuberkulosis atau Basil

Tahan Asam (BTA) (Depkes, 2009). Basil Tuberkulosis memiliki sifat

khas, diantaranya adalah : berukur sangat kecil dan hanya dapat dilihat di

bawah mikroskop dengan panjang 1 – 4 mikron serta lebar antara 0,3 – 0,6

mikron. Berbentuk batang, mempunyai sifat tahan asam (BTA), artinya

9

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

10

bila basil ini diwarnai, warna tersebut tidak akan luntur oleh bahan kimia

yang bersifat asam. Proses berkembang biak basil ini dengan cara

melakukan pembelahan diri membutuhkan waktu 14 – 20 jam.

Lingkungan hidup optimal pada suhu 37 C dan kelembaban 70%. Kuman

ini mati oleh sinar matahari (ultra violet) langsung 5 – 10 menit.

2. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculose

yang ditularkan melalui droplet infection, terutama pada saat batuk atau

bersin. Bakteri lain yang sering menyerang TB paru adalah

mycobacterium bovis. Keadaan yang membuat penderita lebih cepat

terinfeksi bakteri ini adalah orang yang kurang nutrisi, sedang mendapat

terapi kortikosteroid, dalam kondisi stress dan herediter (Marni, 2014).

Sedangkan menurut Somantri (2012) penyakit ini disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang,

dengan ukuran 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar kuman

berupa lemak atau lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih

tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang

menyukai daerah dengan banyak oksigen dan daerah yang memiliki

kandungan oksigen tinggi apikal atau apeks paru. Daerah ini menjadi

predileksi pada penyakit tuberkulosis.

3. Patofisiologi

Seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium

tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

11

napas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri tertumpuk dan

berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe dan

aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area

lain dari paru-paru (lobus atas).

Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi

inflamasi. Neutrofil dan makrofag (menelan) bakteri. Limposist yang

spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan

jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya

eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal

biasanya timbul dalam waku 2-10 minggu setelah terpapar.

Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil

yang hidup dan sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk

dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.

Bagian tengah dari massa tersebut Ghon Tuberrcle. Materi terdiri atas

makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijauan

(necrotizng caseosa). Setelah itu akan berbentuk klasifikasi, membentuk

jaringan kolagen. Bakter menjadi non-aktip.

Penyakit akan berkembang menjadi aktip setelah infeksi awal,

karena respons sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktip dapat juga

timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif.

Pada kasus ini, terjadi ulesari pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi

perkijauan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan

membentuk jaringan part. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

12

mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan

terus dan basil terus difagosit atau berkemang biak di dalam sel. basil juga

menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofrag yang mengadakan

inflitrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel

tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20

hari). Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang

dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda

dan akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel

(Somantri, 2012).

4. Manifestasi klinis

Gejala yang sering muncul pada penderita yang mengalami

tuberkulosis adalah batuk lebih dari 2 minggu, kadang-kadang batuk

disertai darah, demam ringan, nyeri dada, berat badan mnurun, mailase,

sering keluar keringat dingin pada malam hari, pucat, anemia dan

anoreksia (Marni, 2014).

Sedangkan menurut (Rab, 2010) tanda – tanda klinis dari tuberkulosis

adalah terdapatnya keluhan keluhan berupa :

a. Batuk

b. Sputum mukoid atau purulen

c. Nyeri dada

d. Hemoptisis

e. Dispne

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

13

f. Demam dan berkeringat, terutama pada malam hari

g. Berat badan berkurang

h. Anoreksia

i. Malaise

j. Ronki basal di apeks paru

k. Wheezing (mengi) yang terlokalisir

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe

infeksi yang primer dapat tanda gejala dan sembuh sendiri atau dapat

berupa gejala pneumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala

tuberkulosis, primer dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan

efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih berat lagi, yakni berupa nyeri

pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat

menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya

berkisar sekitar 50%.

Pada tuberkulosis postprimer terdapat gejala penurunan berat

badan, keringat dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk

berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari

terlukanya pembuluh darah di sekitar bronkus, sehingga menyebabkan

bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk darah yang masif.

Tuberkulosis postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga

menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar, peritonitis

dengan fenomena papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi dan tuberkulosis

pada kelenjar limfe di leher, yakni berupa skrofuloderma.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

14

5. Klasifikasi TB paru

a. TB paru

TB paru adalah Tuberkulosis yang menyerang paru, tidak

termasuk pleura. TB paru merupakan bentuk yang paling sering

dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua klien TB paru. Jenis ini

merupakan satu-satunya bentuk Tuberkulosis yang mudah menular.

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB paru dikelompokan menjadi dua

jenis (Depkes, 2009):

1) TB paru BTA positif

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak sewaktu, pagi,

sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. Satu spesimen dahak SPS

hasilnya BTA( + ) dan foto rontgen dada menunjukan tuberkulosis

aktif.

2) TB paru BTA negative

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil BTA (-) dan foto rontgen

dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif. TB paru BTA (-)

rontgen positif dikelompokan berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu berat dan ringan.

3) Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang menyerang organ

tubuh lain selain paru, misalnya ; pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin dll.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

15

4) Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan

Tuberkulosis ekstra paru ringan misalnya tuberkulosis kelenjar lymfe,

pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi

dan kelenjar adrenal.

5) Tuberkulosis Ekstra Paru Berat

Tuberkulosis ekstra paru berat misalnya meningitis, millier,

perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB paru tulang

belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

6. Tipe Klien TB paru

Tipe klien TB paru ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya, terdiri dari :

a. Kasus baru

Kasus baru adalah klien yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kambuh

Kambuh atau relaps adalah penderita tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan lengkap dan telah

dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA (+)

c. Pindahan (transfer in)

Tipe pindahan adalah klien yang sedang mendapat pengobatan

disuatu unit pelayanan kesehatan dan kemudian pindah ke unit

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

16

pelayanan kesehatan lain. Klien yang pindah melakukan pengobatan

harus membawa surat rujukan pindah.

d. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/dropout)

Kasus ini adalah klien yang kembali berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak laboratorium BTA (+) setelah putus berobat dua

bulan atau lebih.

e. Gagal

Gagal adalah klien tuberkulosis BTA (+) yang masih tetap

positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan lima atau lebih

dan klien BTA (-) rontgen positif yang menjadi BTA (+) pada akhir

bulan ke dua pengobatan.

f. Lain-lain

Klien lain yang tidak memenuhi persyaratan di atas, termasuk

dalam kelompok ini adalah kasus kronik (klien yang masih BTA (+)

setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2)

7. Penularan TB paru

a. Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita

b. Penyebaran kuman di udara

c. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet dan di sekitar

penderita TB paru

Kuman M. Tuberkulosis pada penderita TB paru dapat terlihat

langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA positif) dan

sangat infeksius. Sedangkan penderita yang kumannya tidak dapat

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

17

dilihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA

negatif) dan sangat kurang menular. Penderita TB paru ekstra paru

tidak menular, kecuali penderita TB paru. Penderita TB paru BTA

positif mengeluarkan kuman-kuman di udara dalam bentuk droplet

yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet

yang mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan di udara

selama beberapa jam.

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain. Jika

kuman tersebut sudah menetap dalam paru orang yang menghirupnya,

kuman mulai membelah diri (berkembangbiak) dan terjadi infeksi.

Orang yang serumah dengan penderita TB paru BTA positif adalah

orang yang besar kemungkinannya terpapar kuman tuberkulosis

(Notoatmodjo,2010).

8. Komplikasi TB paru

Komplikasi berikut sering terjadi pada klien stadium lanjut :

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial

c. Bronhiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

d. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura), spontan , kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

18

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal

dan sebagainya

f. Insufisiensi kardio pulmonary (Cardio Pulmonary Insufficiency)

9. Pengobatan TB paru

Pemberian obat pada klien TB paru paru tidak boleh terputus-putus

dan dalam jangka waktu yang lama, yaitu enam bulan (Depkes RI, 2009).

Pengobatan penyakit tuberkulosis di Indonesia sangat penting untuk dikaji

kembali bersama unit terkait. Mengingat penyakit tuberkulosis masih

merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia dan dengan adanya

kedaruratan global penyakit tuberkulosis, maka penangan dan pengobatan

penyakit yang ada selama ini diubah disesuaikan dengan program kerja

WHO dalam penanggulangan penyakit tuberkulosis. Program

pemberantasan tuberkulosis di Indonesia dilaksanakan di Puskesmas.

Puskesmas dalam pelaksanaan program pemberantasan

tuberkulosis pada tahun anggaran 1995/1996, mulai menggunakan

panduan obat anti Tuberkulosis (OAT) baru, yaitu ;

a. Kategori 1

Yaitu paduan OAT yang direkomendasikan untuk klien baru

dengan BTA (+) yang belum pernah mendapat OAT, atau sudah

pernah makan OAT tetapi kurang dari 1 bulan dan untuk klien

tuberkulosis berat seperti meningitis serta untuk penderita tuberkulosis

ekstra paru yang berat didukung pemeriksaan jaringan oleh ahli

patologi anatomi. Paduan OAT kategori 1 dengan fase pengobatan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

19

selama 6 bulan. Fase intensif selama 2 bulan dengan pemberian

Rifampisin 450 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg dan Pirazinamid

1500 mg, seluruh obat dimakan 1 kali setiap hari. Fase lanjutan selama

4 bulan dengan pemberian Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg

seluruh obat dimakan 1 kali setiap 3 kali per minggu. Sehingga

formulasi pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 ditulis 2

HRZE/4H3R3.

b. Kategori 2

Diperuntukan untuk klien dengan BTA (+) yang sudah pernah

mendapat OAT lebih dari 1 bulan, klien yang kambuh, klien yang

berobat kembali setelah dropout lebih dari 2 bulan dan klien yang

gagal dalam pengobatan. Paduan OAT kategori 2 dengan 2 fase

pengobatan selama 7 bulan. Pada fase intensif kategori 2, paduan OAT

ataupun cara pemberiannya sama seperti pada fase intensif kategori 1

ditambah dengan Steptomisin injeksi (0,75 gr) disuntikan setiap hari

selama 2 bulan. Untuk fase lanjutan sama seperti pada fase lanjutan

kategori 1 ditambah Etambutol (1250 mg) diberikan 3 kali per minggu.

Formulasi paduan OAT kategori OAT ditulis 2HRZES/5H3R3E3

c. Kategori 3

Dipakai pada klien dengan BTA (-) pada pemeriksaan dahak 3

kali yang berbeda dengan klinis dan radiologi mendukung tuberkulosis

aktif. Paduan OAT kategori 3 dengan 2 fase pengobatan selama 4

bulna. Fase intensif kategori 3 hanya tanpa Etambutol. Fase lanjutan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

20

kategori 3, seperti fase kategori 1 tetapi lama pengobatan hanya 2

bulan. formulasi pasuan OAT kategori 3 ditulis, 2HRZ/2H3R3 (WHO,

2013).

Pemberian obat dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Shortcourse) ada prinsipnya adalah klien tidak lagi harus di

rawat disanatorium atau rumah sakit, tetapi cukup berobat jalan dan

menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Pengobatan harus segera diberikan

segera setelah diagnosa ditegakan. Untuk menjamin penyembuhan,

pencegahan resistensi, keteraturan pengobatan dan mencegah kegagalan

pengobatan, maka ditunjuk seorang pengawas minum obat (PMO) yang

sebelumnya telah dilatih. Prinsipnya adalah dalam rangka mendekatkan

pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsung dapat

mengawasi keteraturan menelan obat dan dilakukan pelacakan bila klien

tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang ditetapkan yaitu 2 hari

berturut-turut pada fase awal atau satu minggu pada fase selanjutnya.

(Depkes, 2009).

Untuk menjamin keteraturan pengobatan dilakukan pengawasan

pengobatan dengan pendekatan DOTS adalah pengawasan langsung

menelan obat oleh pengawasan pengobatan DOTS memiliki lima

komponen seperti yang dikemukakan oleh Kementrian Kesehatan (2011),

yaitu :

a. Pemerintah mendukung kegiatan pengontrolan penderita tuberkulosis.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

21

b. Mendeteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskopis sputum,

diantaranya dengan melaporkan gejala yang dirasakan oleh penderita

ke pelayanan kesehatan.

c. Standar pengobatan selama 6 – 8 bulan paling sedikit untuk klien BTA

(+) dengan pengawasan langsung minimal dua bulan pertama.

d. Tidak menghentikan pemberian obat anti tuberkulosis.

e. Mencatat dan melaporkan hasil pengobatan.

Pengobatan klien TB paru paru diberikan sesuai dengan anjuran

petugas kesehatan. Pengobatan dilakukan 2 tahap yaitu tahap awal dan

lanjutan. Pada tahap awal, satu papan obat (blister) diminum sekaligus

setiap hari. Lama pengobatan tahap awal diberikan 2 atau 3 bulan

terganutng berat ringannya penyakit. Pada tahap lanjutan satu papan obat

(blister) diminum sekaligus tiga kali seminggu. Lama pengobatan

diberikan 4 atau 5 bulan tergantung berat ringannya penyakit.

Cara mendapatkan obat TB paru yaitu: puskesmas, balai

pengobatan penyakit dan paru, rumah sakit, klinik dan dokter praktek

swasta. Cara menelan obat yang benar yaitu : sebaiknya satu papan obat

(blister) ditelan sekaligus sebelum makan pagi atau malam sebelum tidur.

Jika sulit, obat boleh ditelan satu persatu akan tetapi harus habis dalam

waktu 2 jam.

Apabila menelan obat tidak teratur akan mengakibatkan tidak

sembuh atau menjadi lebih berat bahkan meninggal, sukar diobati karena

kemungkinan kuman menjadi kebal sehingga diperlukan obat yang lebih

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

22

ampuh dan mahal harganya, sedangkan obat untuk kuman yang kebal tidak

tersedia disemua fasilitas kesehatan. Untuk mengetahui kemajuan

pengobatan yaitu keluhan berkurang atau hilang, berat badan meningkat

atau bertambah, nafsu makan makan bertambah, pemeriksaan dahak pada

akhir tahap awal menunjukan hasil negative.

10. Perawatan TB paru Paru

Kurangnya pengetahuan akan nutrisi yang adekuat, keletihan dan

kurang nafsu makan karena batuk dan penumpukan sputum merupakan

kondisi yang dapat memperparah sakit. Menghadapi efek dari faktor ini

perawat bekerja secara kolaburasi dengan ahli gizi, dokter dan klien untuk

mengidentifikasi pasokan nutrisi yang adekuat dan memastikan

ketersedian makanan yang bernutrisi, memperbanyak makan buah-buahan

dan sayur-sayuran serta penggunaan diet tambahan misalnya ensure dan

isocall (Kemenkes RI, 2011).

Memberikan makanan bergizi dengan menu yang seimbang antara

sumber tenaga (karbohidrat), sumber pembangun (protein) dan sumber

pengatur (vitamin dan mineral) dengan jumlah cukup dan bermutu.

Makanan tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan

optimum meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti sel-sel tubuh

yang rusak serta membantu proses penyembuhan penyakit. Menu

seimbang sangat diperlukan untuk memempertahankan status kesehatan

yang optimal dan membantu penyembuhan penyakit.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

23

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan

semua orang untuk dapat berfungsi optimal. Istirahat merupakan keadaan

yang tenang, rileks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan.

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang yang

dapat dibangunkan kembali dengan rangsangan yang cukup. Tidur

diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional dan

kesehatan, mencegah kelelahan, menjaga keseimbangan aktivitas dan

istirahat serta menghemat energi fisik.

B. Faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru

Faktor-faktor yang memungkinkan orang mudah terinfeksi penyakit TB

paru ada beberapa karakteristik golongan penduduk yang mempunyai risiko

mendapat TB paru lebih besar daripada golongan lainnya. Diantaranya adalah

faktor umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jenis kelamin, kondisi

lingkungan yang tidak sehat, adanya penyakit lain yang menyebabkan daya

tahan tubuh rendah, gizi buruk, kontak dengan sumber penularan, pengaruh

merokok dan sebagainya. Berikut ini adalah faktor resiko penyakit TB paru

(Manlu, 2010).

1. Umur

Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya perubahan perilaku

yang dikaitkan dengan kematangan fisik dan psikis penderita TB paru.

Pada saat ini angka kejadian TB paru mulai bergerak kearah umur tua

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

24

karena kepasrahan mereka terhadap penyakit yang diderita. (Ratnawati,

2016).

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit TB paru. Risiko

untuk mendapatkan TB paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal

terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun

hingga dewasa memliki daya tahan terhadap TB paru dengan baik.

Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau

kelompok menjelang usia tua. (Zaman, K, 2015).

Angka insiden TB paru secara perlahan bergerak kearah kelompok

umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun). Meskipun saat ini sebagian

besar kasus terjadi pada kelompok umur 15-54 Tahun, di Indonesia faktor

pertama tuberkulosis adalah faktor umur karena insiden tertinggi penyakit

tuberkulosis adalah pada usia dewasa muda di Indonesia diperkirakan 75%

penderita tuberkulosis adalah pada kelompok usia produktif (Zaman, K,

2015).

Kejadian TB paru paling banyak pada lansia mungkin disebakan

karena pada usia ini sudah mulai terjadi penurunan daya tahan tubuh, dan

kondisi ini lebih rentan untuk terkena penyakit, terutama penyakit infeksi,

salah satunya tuberkulosis. Dengan terjadinya transisi demografi saat ini

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia

lanjut lebih dari 55 tahun system imunolosis seseorang menurun, sehingga

sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-paru

(Manalu, 2010)

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

25

Hasil penelitian Wahyudi (2018) menemukan bahwa penderita TB

paru terbanyak pada berusia 20 – 39 tahun yaitu 23 orang (63,89%). Umur

berperan dalam kejadian penyakit TB. Risiko untuk mendapatkan TB paru

dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika

awalnya, menurun karena di atas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya

tangkal terhadap TB paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan

menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua.

Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB paru adalah usia

produktif. Hal ini selaras dengan penelitian yang di lakukan oleh Eka

Fitriani dengan judul Faktor resiko yang berhungan dengan kejadian TB

paru. Tapi tidak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurliza

Rohayu di masyarakat persisir di wilayah Kerja Puskesmas Kadatua

Kabupaten Buton selatan tahun 2016.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan suatu variabel untuk membedakan

presentasi penyakit antara laki-laki dan perempuan. Kadang-kadang

ditemukan presentasi laki-laki lebih dari 50% dari jumlah kasus. Penderita

TB-paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO, sedikitnya dalam periode

setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru ,

dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi

kematian yang disebabkan oleh TB-paru dibandingkan dengan akibat

proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

26

lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat

menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar

dengan agent penyebab TB-paru (Manalu, 2010).

Pada tahun 2012 WHO melaporkan bahwa di sebagian besar dunia,

lebih banyak laki-laki daripada perempuan didiagnosis tuberkulosis. Hal

ini didukung dalam data yaitu penderita TB paru pada laki-laki cenderung

meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada perempuan menurun 0,7%. TB

paru lebih banyak terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita

karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga

memudahkan terjangkitnya TB paru (WHO, 2013).

Hasil penelitian Wahyudi (2018) diketahui bahwa penderita TB

paru terbanyak berjenis kelamin laki – laki sebanyak 25 orang (68,44%)

dan perempuan sebanyak 11 orang (30,56%). Hal ini sesuai dengan

kepustakaan di mana laki-laki beresiko lebih besar untuk terkena penyakit

TB paru di bandingkan dengan perempuan. Dimana laki-laki lebih banyak

yang merokok dan minum alkohol dibandingkan dengan perempuan,

merokok dan alcohol dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih

mudah terkena penyakit TB paru.

Penelitian yang dilakukan oleh Namuwali, Domianus (2016)

dengan judul Deep Breating Relaxation Techniques Improve Emotional

Control On Tuberculosis Patients. Tapi tidak selaras dengan penelitian

yang di lakukan oleh Jendra F.J Dotulong dengan judul Hubungan Faktor

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

27

Risiko Umur, Jenis Kelamin Dan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian

Penyakit TB paru di Desa Wori Kecamatan Wori.

Demikian penelitian Herryanto (2014), terdapat proporsi menurut

jenis kelamin, laki laki sebesar 54,5 % dan perempuan sebesar 45,5 %

yang menderita TB paru , sebagian besar mereka tidak bekerja 34,9 % dan

berpendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD)

sebesar 62,9 %.

3. Status merokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap

isinya. Definisi perokok menurut WHO dalam Kemenkes tahun 2014

adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6

bulan selama hidupnya. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang

dibakar ke dalam tubuh kemudian menghembuskan kembali keluar

(Masniari, 2013)

Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu

yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang disekitarnya

(Levy, 2014).

Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru yang bersifat

kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema. Merokok juga

terkait dengan influenza dan radang paru lainnya. Pada penderita asma,

merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan lebih

menyempitkan saluran pernapasan. Efek merugikan tersebut mencakup

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

28

meningkatnya kerentanan terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak

(Ayudhitya dan Tjuatja, 2012).

Asap rokok mengandung bahan iritan yang dapat menyebabkan

peradangan alveoli dan bronkus jika berlangsung lama akan terjadi

peradangan dan terkumpulnya sel-sel darah putih yang akan menghasilkan

enzim-enzim neutrofil elastase yang akan merusak jaringan penghubung di

dalam dinding alveoli dan juga merusak pertahanan paru-paru yaitu

dengan cara merusak sel-sel silia yang secara normal membawa lendir ke

mulut dan membantu mengeluarkan bahan beracun tersebut. Terjadinya

inflamasi respiratori yang akan mengakibatkan hipertropi dan hiperplasia

otot-otot polos saluran respiratorik, sel globet kelenjar mukosa yang

timbul pada bronkus (Manalu, 2010).

Variabel riwayat merokok mempengaruhi kejadian TB paru. Hal

ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lisa pada

tahun 2013. Merokok dapat merubah fungsi normal makrofag di alveolus

dan imunologi host sehingga meningkatkan resiko infeksi seperti TB paru.

Penelitian Toyalis (2010) menemukan bahwa merokok diketahui

mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan

kanker paru, penyakit jantung koroner, bronkitis kronik dan kanker

kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena

TB paru sebanyak 2,2 kali.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

29

4. Status gizi

Secara umum kekurangan gizi, atau gizi buruk akan berpengaruh

terhadap kekuatan, daya tahan dan respon imun terhadap serangan

penyakit. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada

orang dewasa maupun pada anak. Menurut Misnardiarly dalam Toyalis

menyebutkan bahwa faktor kurang gizi atau gizi buruk akan meningkatkan

angka kesakitan/kejadian TB paru , terutama TB paru pertama sakit

(Toyalis, 2010).

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat

besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang

sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Berat badan yang

kurang nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya

penyakit infeksi, memudahkan bakteri dan melemahkan sistem imunitas

tubuh baik pada wanita maupun pada pria (Manalu, 2010).

Pada infeksi TB paru dengan malnutrisi terjadi gangguan sistem

imun akibat penurunan produksi limfosit dan kemampuan proliferasi sel

imun. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar IFN-gamma, IL-2 dan

peningkatan kadar TGF-β yang berfungsi untuk menghambat aktivasi

makrofag. Pada kondisi kekurangan gizi, ditemukan adanya gangguan

berbagai aspek imunitas, termasuk fagositosis, respon proliferasi sel, serta

produksi limfosit T dan sitokin (Siagan, 2016)

Pengukuran IMT adalah dengan pengukuran memperkirakan lemak

tubuh adalah teknik indirek, di antaranya yang banyak dipakai adalah Body

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

30

Mass Indeks (BMI) dan waist to hip ratio (WHR). BMI diukur dengan

cara berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m).

Interpretasinya WHO adalah overweight (BMI 25-29,9 kg/m2), obesitas

(BMI > 30 kg/m2) (Arisman, 2012).

Penelitian Muaz (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan

yangyang bermakna antara merokok dengan penderita TB paru BTA+.

Didapatkan OR= 1,382 (CI: 0,790-2,419), artinya merokok meningkatkan

resiko terkena TB paru BTA+ sebesar 1,3 kali dibanding responden yang

tidak merokok. Merokok berarti menghisap racun yang dapat merusak

kesehatan sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit diantaranya bakteri

tuberkulosis.

5. Status imunisasi

Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem

tubuh imun tidak aktif, kemampuan sistem imun untuk merespon pathogen

berkurang baik pada golongan muda dan golongan tua, respon imun

biasanya berkurang pada usia 50 tahun. Diet kekurangan cukup protein

berhubung dengan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi

fagosit, kensentrasi antibody (Manalu, 2010).

Status imunisasi mengindikasikan sejauhmana individu memiliki

daya tahan tubuh. Imunisasi yang diberikan untuk mencegah tuberkulosis

adalah imjunisasi BCG. Menurut Kemenkes RI (2014) mengatakan bahwa

vaksin BCG dikembangkan untuk memberikan kekebalan terhadap

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

31

penyakit TB paru yang sangat berbahaya dan mematikan namun daya

vaksin BCG terhadap tuberkulosis tidak tetap.

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian WHO yang menunjukkan

bahwa efek pencegahan BCG bervariasi antara 0%- 80% (Toyalis, 2010)

Penelitian yang dilakukan (Setiarini, 2014) menemukan bahwa Imunisasi

BCG hubungan kekebalan (status imunisasi) dengan kejadian tuberkulosis,

bahwa anak yang divaksinasi BCG memiliki risiko 0,6 kali untuk

terinfeksi tuberkulosis (95% CI 0,43-0,83, p= 0,003), dibandingkan

dengan anak-anak yang belum divaksin. Walaupun imunisasi BCG tidak

mengegah infeksi tuberkulosis namun dapat mengurangi risiko

tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier.

6. Pengetahuan

Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses

pengingatan atau pengenalan informasi ide yang sudah diperoleh

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah informasi atau

maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan

muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk

mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau

dirasakan sebelumnya (Irmayanti dkk, 2010).

Pengetahuan penderita yang baik tentang penyakit TB paru dan

pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, dibandingkan

dengan penderita yang kurang akan pengetahuan penyakit TB paru dan

pengobatannya. Karena itu bimbingan dan pengawasan yang dilakukan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

32

oleh PMO akan lebih terarah dan baik. Sehingga akan meningkatkan

keteraturan penderita dalam pengobatan tersebut sehingga angka penularan

akan menurun (Wirdani, 2011).

Pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB paru.

Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat, (2) Cara

menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi. Cukup

istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol atau merokok. (3) Cara

menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak membuang dahak

sembarangan, bila batuk menutup mulut dengan saputangan, jendela

rumah cukup besar untuk mendapat lebih banyak sinar matahari. (4) Sikap

tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB paru adalah penyakit

infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila berobat dengan benar. (5)

Kesadaran dan tekad penderita untuk sembuh (Manalu, 2010)

Menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa seseorang yang

punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB paru , akan berupaya

untuk mencegah penularannya. Kategori pengetahuan dapat

dikelompokkan berdasarkan jawaban benar responden. Pengetahuan tinggi

jika responden dapat menjawab dengan benar 75%, dan rendah bila <

75%.

Penelitian yang dilakukan Muaz (2014) menemukan bahwa

terdapat hubungan antara Pengetahuan dengan penderita TB paru BTA+.

Selain itu diperoleh nilai OR= 0,557 (CI= 0,326-0,951), artinya responden

yang pengetahuannya kurang, akan beresiko menderita TB paru BTA+

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

33

sebesar 0,5 kali dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya

baik.

7. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-

hari. Anderson menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu

diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Selain itu pekerjaan memberikan

pendapatan atau penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

hidup (Simatupang, 2017).

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

setiap individu. Bila pekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel

debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya gangguan pada

saluran pernapasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat

meningkatkan morbilitas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran

pernapasan dan umumnya TB paru.

Hasil penelitian Wahyudi (2018) diketahuai bahwa penderita TB

paru terbanyak berkerja sebagai petani sebanyak 35 orang (97,22%) dan

sebagai PNS 1 orang (5,56%), perkerjaan seseorang juga sangat

mempengaruhi kesehatannya dibandingkan dengan yang memiliki

perkerjaan PNS. Hal ini dikarenkan responden dengan perkerjaan petani

cenderung berada di tempat – tempat yang kotor seperti sawah dan kebun

hal ini yang menyebabkan system pernapasan mereka mudah terganggu.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

34

Penelitian yang di lakukan oleh Siti Fatimah dengan judul faktor

kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian TB paru

didapatkan bahwa status pekerjaan responden dapat mempengaruhi

kejdian TB, pekerjaan yang terpapar asap, debu dan partikel kimia lainnya

dapat memungkinkan bakteri mudah masuk ke dalam paru.

8. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap

pengetahuan seseorang. Di antaranya mengenai rumah yang memenuhi

syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru sehingga dengan

pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk

mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat pendidikan

seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan.

Penelitian Prihanti (2015) menemukan bahwa dari hasil uji regresi

logistik biner menunjukkan bahwa terdapat delapan variabel yang

mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kejadian TB paru yaitu

tingkat pendidikan (p = 0,0026). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Khandoker, Khan, Kramer, & Mori tahun 2011. Pendidikan yang tinggi

membuat seseorang lebih mudah untuk mengerti pesan mengenai TB.Pada

hasil Focussed Group Discussion (FGD) kami ditemukan bahwa sebagian

besar responden sudah mengetahui tentang etiologi dan cara penularan

serta bagian tubuh yang diserang oleh penyakit tuberkulosis. Hal ini sesuai

dengan penelitian oleh Rondags et al, 2014 yang menyatakan bahwa

meskipun sebagian besar responden telah mengetahui penyakit TB paru

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

35

paling sering menyerang paru-paru namun secara lebih jauh mereka tidak

tau etiologi serta cara penularannya (Khandoker, Khan, Kramer, & Mori,

2011).

9. Pendapatan

Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku dalam

menjaga kesehatan perindividu dan dalam keluarga. Hal ini disebabkan

pendapatan mempengaruhi pendidikan dan pengetahuan seseorang dalam

mencari pengobatan, mempengaruhi asupan makanan, mempengaruhi

lingkungan tempat tinggal seperti keadaan rumah dan bahkan kondisi

pemukiman yang di tempati (Crofton 1995 dalam Muaz, 2014)

Muaz (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa dari hasil

analisis bivariat diperoleh nilai p= 0,012 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara pendidikan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu

diperoleh nilai OR= 1,898 (CI= 1,119-3,219), artinya responden yang

pendidikannya rendah, akan beresiko menderita TB paru BTA+ sebesar

1,8 kali dibandingkan dengan responden yang pendidikannya tinggi

Faktor kemiskinan walaupun tidak berpengaruh langsung pada

kejadian TB paru namun dari beberapa penelitian menunjukkan adanya

hubungan antara pendapatan yang rendah dan kejadian TB paru. Lebih

lagi, bahwa ada hubungan pengangguran dengan kejadian tuberkulosis

(Mahpudin, 2010).

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

36

10. Faktor Lingkungan

Rumah sehat adalah rumah yang memiliki kriteria minimal akses

air minum, akses jamban sehat, lantai, pencahayaan, dan ventilasi sesuai

dengan (Kemenkes RI, 2014). tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan

(Kemenkes, 2012) tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang

Rumah. Persyaratan Kesehatan Perumahan, ketentuan rumah yang

memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut:

a. Bahan bangunan

1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat

membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150

μg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, dan timah

hitam (Pb) kurang dari 300 mg/kg

2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan

berkembangnya mikroorganisme patogen

b. Komponen dan penataan ruangan rumah

1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan tidak berdebu saat musim

kemarau dan tidak becek saat musim hujan

2) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci

kedap air dan mudah dibersihkan tahan terhadap terpaan angin

3) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan

kecelakaan

4) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir

5) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

37

6) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap

Penelitian Wahyudi (2018) menemukan bahwa penderita TB

paru memilki janis lantai rumah tanah sebanyak 32 orang (88,89%)

dan yang memiliki lantai semen sebanyak 4 orang (11,11%), Kondisi

rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan penyakit TB.

Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan

kuman. Lantai dan dinding yang sulit dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa Jenis lantai merupakan faktor risiko terhadap

kejadian TB paru atau ada hubungan antara pemcahayaan dengan

kejadian TB paru. Selaras dengan penelitian yang di lakukan oleh

Erwin Ulinnuhan Fahreza Hubungan antara kualitas fisik rumah dan

kejadian tuberkolosis paru dengan basil tahan asam positif di balai

kesehatan paru masyarakat serang.

c. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak

kurang dan tidak terlalu banyak, kurangnya cahaya yang masuk ke

dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang

nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan

berkembangnya bibit – bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak

cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat

merusakan mata. Cahaya dibeakan menjadi 2, yakni :

1) Cahaya alamiah : yakni cahaya matahari, cahaya matahari ini

sangat penting karena membunuh bakteri – bakteri patogen dalam

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

38

rumah, misalnya baksil TB paru. Oleh karena itu, rumah yang

sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang –

kurangnya 15 – 20% dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan

rumah. Sinar matahari dapat langsung masuk melalui jendela ke

dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Lokasi

penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar

sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding).

2) Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan

alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya

Penelitian Wahyudi (2018) menemukan bahwa penderita TB paru sinar

matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah sebanyak 28 orang

(77,78%) dan yang sinar matahari masuk ke dalam rumah sebanyak 8

orang (22,22%), selaras dengan penelitian yang di lakukan Nurliza

Rohayu dengan judul Analisis faktor resiko kejadian TB paru BTA

positif pada msyarakat pesisir di wilayah kerja puskesmas kadatua

kabupaten buton selatan tahun 2016.

d. Kualitas udara

1) Suhu udara nyaman antara 18 –30OC

2) Kelembaban udara 40 –70 %

3) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam

4) Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni

5) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

39

6) Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3

e. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi :

1) Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam

rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang

berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi

meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan

menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena

terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk bakteri-

bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).

2) Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu

selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang

terbawa oleh udara akan selalu mengalir.

3) Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu

tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum.

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

1) Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut

terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-

lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

40

alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan

masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk

itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-

gigitan nyamuk tersebut.

2) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus

untuk mengalirkan udara terebut, misalnya kipas angin dan mesin

pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi

rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa sistem

pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak berhenti atau

berbalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah

harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

Penelitian Wahyudi (2018) menemukan bahwa penderita TB paru

terbanyak tidak memiliki ventilasi sebanyak 30 orang (83,33%) dan yang

memiliki ventilasi sebanyak 6 orang (16,67%), Fungsi dari pada ventilasi

adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri

patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus.

Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selarasa dengan

penelitian yang di lakukan oleh Erwin Ulinnuhan Fahreza Hubungan

antara kualitas fisik rumah dan kejadian tuberkolosis paru dengan basil

tahan asam positif di balai kesehatan paru masyarakat serang

11. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian merupakan faktor lingkungan terutama pada

penderita tuberkulosis yaitu kuman M. tuberculosis dapat masuk pada

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

41

rumah yang memiliki bangunan yang gelap dan tidak ada sinar matahari

yang masuk. Namun pada rumah yang cukup luas dan tidak padat,

kemungkinan tidak terdapat kuman M. tuberculosis yang masuk ke dalam

rumah. Masyarakat yang memiliki rumah dengan padat penghuninya akan

berisiko tertularnya penyakit tuberkulosis karena sirkulasi udara yang

padat penghuninya berpengaruh terhadap kelembaban rumah sehingga

kuman M. tuberculosis berterbangan di dalam rumah yang padat

penghuninya (Notoatmodjo, 2013).

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan

dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Luas

bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan

menyebabkan overcrowded. Hal ini tidak sehat, sebab disamping

menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota

keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah

biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat

relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk

rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang, untuk kamar tidur

diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak

dihuni lebih dari 2 orang, kecuali untuk suami isteri dan anak dibawah 2

tahun yang biasanya masih sangat memerlukan kehadiran orang tuanya.

Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit pernafasan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

42

sebaiknya tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain

(Ardhitya, 2015).

Fatimah (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepadatan

hunian rumah merupakan faktor risiko kejadian TB paru atau tidak ada

hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB paru.

Namun pada hasil penelitian Rosiana (2013), bahwa kepadatan hunian

tidak ada hubungannya dengan kejadian TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Kedungmundu Semarang, hal ini dikarenakan subjek kasus

maupun pembanding mempunyai peluang yang sama untuk terpapar dan

menderita TB paru. Nilai OR 2,250, artinya ada kemaknaan secara

biologis bahwa orang yang tinggal di rumah yang padat penghuni berisiko

2,250 kali lebih besar terkena tuberkulosis dibandingkan orang yang

tinggal dirumah yang tidak padat penghuni.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Prasetyowati (2013)

menunjukkan bahwa ada pengaruh kepadatan penghuni terhadap

terjadinya infeksi pada TB paru dengan besar risiko untuk terjadinya

adalah 4,653 kali dibandingkan dengan yang kepadatan penghuni yang

memenuhi persyaratan.

12. Kontak dengan penderita

Pasien TB paru TBA positif dengan kuman TB paru dalam

dahaknya berpontensi menuarkan kepada orang-orang di sekitarnya

(Kemenkes RI, 2011). Apabila seseorang yang telah sembuh dari TB paru

terkena paparan kuman TB paru dengan dosis infeksi yang cukup dari

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru (TB paru )

43

penderita lain (terjadi kontak dengan penderita lain), maka ia bisa

mengalami kekambuhan, terlebih apabila ia masih dalam keadaan daya

tahan tubuh yang buruk.

Riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis mempengaruhi

kejadian TB paru.hal ini sejalan dengan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, tinggal bersama dengan penderita secara terus-menerus

sehingga pada proses ini melalui batuk atau bersin penderita TB paru

positif menyebarkan kiman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(Kemenkes, 2010).

Penelitian Wahyudi (2018) diketahuai penderita tb sebagian besar

kontak dengan penderita TB paru sebanayak 33 orang (91,67%) dan yang

tidak kontak dengan penderita sebanyak 3 oarang (8,33%). Kontak dengan

pasyen TB paru lebih besar resiko terkena penyakit TB paru di banding

dengan yang tidak kontak dengan penderita tb. Selaras dengan penelitian

yang di lakukan oleh Musadad dengan judul Hubungan faktor lingkungan

rumah dengan penularan TB paru kontak serumah. Tapi tidak selaras

dengan penelitian yang di lakukian oleh Rukmini dengan judul Faktor-

Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian TB paru Dewasa Di

Indonesia (Analisa Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010).

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--