hemoptisis e.c tb paru & drug induced hepatitis

Upload: aya-alamsjah

Post on 14-Apr-2018

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    1/42

    I . IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. ER

    Umur : 70 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Petamburan

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Agama : Islam

    Tgl masuk RSAL : 21 Desember 2008

    II . ANAMNESIS

    Anamnesis dilakukan secara auto dan aloanamnesis pada tanggal 26

    Desember, di P.pagai.

    A . Keluhan Utama : Batuk berdarah

    B . Keluhan tambahan: Sesak nafas, Keluar keringat dingin, Badan lemah, Berat

    badan turun, badan kuning, mual, muntah.

    C . Riwayat penyakit sekarang

    Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan batuk

    berdarah. Batuk yang dialami pasien sudah sejak 1 bulan yang lalu, batuknya

    ngikil dan disertai dahak. Dahak yang keluar berwarna putih kental, dengan

    jumlah banyak. Pasien juga mengatakan tidak ada perubahan warna dari

    dahaknya sejak serangan batuk timbul. Tapi sejak 2 hari ini, menurut pasien

    dahaknya bercampur dengan darah, kurang lebih sebanyak 4 kali, ketika pasien

    batuk. Darahnya berwarna merah segar, jumlahnya kurang lebih sebanyak 1

    sendok makan. Menurut pasien, sejak serangan batuk berdahak timbul, pasien

    sudah berobat ke puskesmas 2 minggu yang lalu, dan diberi obat paru. Tetapi

    1

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    2/42

    pasien merasakan tidak ada perubahan, batuknya tidak hilang, malah menjadi

    batuk berdarah, mual, muntah, dan pasien merasa matanya berwarna kuning.

    Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas mulai timbul

    bersamaan dengan serangan batuk berdahak pertama kali timbul. Sesak nafas

    yang dialami pasien berlangsung terus menerus. Setiap kali serangan batuk timbul

    (batuknya ngikil), pasien merasakan sulit untuk bernafas, dadanya terasa sesak.

    Apabila berjalan jauh, pasien mengeluhkan cepat lelah dan sesak, untuk itu pasien

    beristirahat sejenak agar dapat meneruskan perjalanannya. Dan apabila pasien

    akan beristirahat, untuk mengurangi sesaknya pasien tidur dengan menggunakan 2

    bantal,sehingga pasien merasakan nyaman. Tetapi apabila hanya dengan 1 bantal,

    pasien masih dapat beristirahat tetapi kurang nyaman. Menurut pasien, sesak

    nafas yang timbul dipengaruhi oleh cuaca dan asap pembakaran (rokok), tetapi

    tidak dipengaruhi oleh debu, serbuk bunga, bulu binatang, emosi dan makanan

    tertentu. Pasien juga tidak merasakan timbulnya bunyi mengi (ngik-ngik) pada

    saat serangan sesak.

    Pasien juga mengeluhkan sering keluar keringat dingin ketika malam hari,

    sehingga ketika bangun tidur pasien merasakan pakaiannya basah. Keringat

    dingin mulai sering keluar sejak serangan batuk berdahak timbul. Sebelumnya

    pasien juga mengeluhkan demam. Demam yang timbul, menurut pasien terasa

    pada malam hari sedangkan pada siang hari pasien merasakan suhu badannya

    biasa saja sehingga pasien dapat beraktivitas seperti biasanya. Tetapi keluhan

    demam tersebut sudah tidak dirasakan oleh pasien lagi sampai pasien mondok di

    RSAL ini.

    Menurut pasien, badannya semakin lemah, nafsu makan menurun karena

    setiap akan makan pasien mengeluhkan mual, sehingga pasien tidak meneruskan

    makannya. Pasien juga merasakan berat badannya turun sejak serangan batuk

    berdahak timbul.

    Pasien tidak pernah mengalami kaku kuduk saat bangun tidur disertai

    pusing dalam jangka waktu lama. Pasien tidak pernah mengalami sesak nafas

    yang tiba-tiba ketika bekerja. Pada malam hari yang membuat pasien bangun atau

    2

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    3/42

    ketika berbaring terlentang. Pasien tidak merasakan nyeri dada kiri seperti

    tertindih beban berat yang menjalar kebahu, lengan dan jari tangan.

    D . Riwayat penyakit dahulu

    - riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

    - riwayat penyakit gula : disangkal

    - riwayat penyakit jantung : disangkal

    - riwayat penyakit ginjal : disangkal

    - riwayat penyakit lambung : +

    - riwayat TB : +

    - riwayat pengobatan TB : +

    E . Riwayat penyakit keluarga

    - riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

    - riwayat penyakit paru : +

    - riwayat penyakit gula : disangkal

    - riwayat penyakit jantung : disangkal

    - riwayat penyakit ginjal : disangkal

    III . PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum : Tampak sesak

    Kesadaran : Compos mentis

    TD : 110/70 mmHg

    Nadi : 92 x/menit

    Suhu : 36,2 C

    RR : 32 x/menit

    3

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    4/42

    - STATUS GENERALIS

    1.Pemeriksaan Kepala

    - Bentuk Kepala : Normocephal

    - Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok.

    2. Pemeriksaan Mata

    - palpebra : edema (-/-), ptosis (-/-)

    - konjungtiva : anemis (-/-)

    - sklera : ikterik (+/+)

    - pupil : reflek cahaya (+/+), isokor.

    3. Pemeriksaan Telinga

    - Daun telinga : Normotia; nyeri tarik -/-

    - Membran tympani : intak +/+

    - Nyeri tekan : Tragus -/-; mastoid -/-

    4. Pemeriksaan Hidung

    - Bentuk : Simetris

    - Septum : Lurus ditengah, tidak ada deviasi

    - Sekret : -/-

    - Concha : Oedem -/-; hiperemis -/-

    - Nafas Cuping Hidung : (-)

    5. Pemeriksaan mulut & Faring

    - Bibir : Normal; cyanosis(-)

    - Lidah : Normal; tremor (-), deviasi (-); kotor (-)

    - Gigi : Tidak lengkap

    - Tonsil : T1-T1; hiperemis (-)

    - Uvula : Deviasi (-)

    - Pharynx : Hiperemis (-)

    4

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    5/42

    6. Pemeriksaan Leher

    - trakea : Deviasi trakea (-)

    - kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)

    - kelenjar tiroid : tidak membesar

    - JVP : tidak meningkat

    7. Pemeriksaan Dada

    Paru

    - Inspeksi : Normal, gerak nafas simetris saat statis dan dinamis

    - Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua sisi

    - Perkusi : Kedua hemithorax sonor, tidak nyeri ketuk

    Batas paru-hepar = Ics IV linea midclavikularis dekstra

    Batas Paru-lambung = Ics VI linea axillaris anterior sinistra.

    - Auscultasi : Suara nafas vesikuler; rhales +/+; wheezing -/-

    Jantung

    Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

    Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V LMC sinistra, kuat angkat (-)

    Perkusi : batas jantung Kiri atas : SIC II LSB

    Kanan atas : SIC II RSB

    Kiri bawah : SIC V LMC sinistra

    Kanan bawah : SIC IV RSB

    Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-), murmur (-)

    8. Pemeriksaan abdomen

    inspeksi : datar.

    auskultasi : peristaltik usus (+)

    5

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    6/42

    palpasi : nyeri tekan (-)

    Hepar dan Lien tidak teraba.

    Perkusi : tympani, tes pekak beralih (-)

    9. Thorax Belakang

    - Inspeksi : Bentuk simetris, gerak nafas simetris saat statis dan dinamis.

    - Palpasi : Nyeri tekan (-); vokal fremitus sama pada kedua sisi

    - Perkusi : Sonor

    Batas bawah paru kanan : vertebra thoracal VIII lnea scapularis dekstra

    Batas bawah paru kiri : vertebrae thoracal IX linea scapularis sinistra

    - Auscultasi : Suara nafas vesikuler; rhonki+/+; wheezing-/-

    10. Pemeriksaan ektremitas atas

    Akral : hangat

    Ikterik : +

    Odem tungkai : Tidak ada

    IV . PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan Darah

    Jenis pemeriksaan Tgl.21-12 29-12

    Hb 10,8

    Ht 41,6

    Leukosit 14.000

    Trombosit 368.000

    LED 12

    Cholestrol total 185

    Trigliserida 152

    Albumin

    6

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    7/42

    Globulin

    Bilirubin

    Total

    Direct

    Indirect

    4,72

    1,74

    2,98

    2,27

    1,00

    1,27

    Protein total

    Ureum 52

    Kreatinin 1,0

    SGOT 204 28

    SGPT 269 17

    Asam Urat 13,6 3,2

    B. Rontgen : tanggal 29 November 2008

    Rontgen : tanggal 27 Desember 2008

    Bercak kesuraman kedua paru bertambah (Bronkhopnemonia

    Duplek ).

    7

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    8/42

    V . RESUME

    Pasien perempuan usia 70 tahun datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo

    dengan keluhan batuk berdarah. Keluhan batuk dirasakan sejak 1 bulan yang lalu,

    batuk ngikil disertai dahak berwarna putih kental. Sejak 2 hari ini,dahaknya

    bercampur dengan darah, kurang lebih sebanyak 4 kali, ketika pasien batuk.

    Darahnya berwarna merah segar, jumlahnya kurang lebih sebanyak 1 sendok

    makan. Pasien sudah berobat ke puskesmas 2 minggu yang lalu, dan diberi obat

    paru. batuknya tidak hilang, malah menjadi batuk berdarah, dan pasien merasa

    mual, muntah serta mata dan kulitnya agak kuning.

    Pasien juga mengeluhkan sesak nafas.Sesak nafas terus menerus. Keringat

    dingin ketika malam hari. Kadang merasa demam, badannya semakin lemah,

    nafsu makan menurun, berat badannya turun.BAB (+) normal, BAK (+)N.

    Pemeriksaan fisik : ku/ kess : tampak sakit sedang / CM. Tanda vital : T:110/70,

    N:92 x/mnt, RR:32 x/mnt, 36.2oC. Conjungtiva anemis (-/-)

    Thorax : I : Terlihat retraksi sela iga.

    P : Vokal fremitus hemithorax kanan melemah. Ictus cordis

    teraba di ICS VI midklavikularis kiri.

    P : Redup pada lapang paru kanan bawah.

    Batas jantung kanan : ICS IV midclavikularis kanan

    Batas jantung kiri : ICS VI midclavikularis kiri

    Batas atas jantung : ICS III sternalis kiri

    A : Suara napas vesikuler, rhales +/+, wheezing tidak terdengar.

    BJ I-II reguler, Murmur dan gallop tidak

    terdengar.

    Abdomen : Datar, supel, BU (+)N, NT(-).

    Pemeriksaan penunjang : hasil laboratorium

    - Leukosit : 14.000

    8

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    9/42

    - LED : 12

    - SGOT :204

    - SGPT : 269

    - Asam urat : 13,6

    - Kolesterol total : 185

    Roentgen : Bercak kesuraman kedua paru bertambah ( Bronkhopnemonia duplex)

    VIII. DIAGNOSIS KERJA

    Hemaptoe e.c TBC

    Drug induced hepatitis

    IX. DIAGNOSIS BANDING

    X. PEMERIKSAAN ANJURAN

    Cek Ulang BTA

    Pemeriksaan Sputum

    XI. PENATALAKSANAAN

    Stop FDC

    IVFD RL 20 tetes/menit

    O2 2 liter

    Primperan 3x1

    Hp Pro 3x2 tab

    Curcuma 200mg 3x2 tab

    Eritromicin 3x500

    DMP 3x1

    XII. PROGNOSIS

    Ad vitam : dubia ad malam

    9

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    10/42

    Ad sanasionam: dubia ad malam

    Ad fungsionam: dubia ad malam

    XII. DAFTAR MASALAH

    Hemoptisis

    Ikterik

    XIII. ANALISIS KASUS

    Pasien perempuan usia 70 tahun dengan keluhan batuk berdarah. Dari

    keluhan pasien ini batuk darahnya disebut hemoptisis dimana pengeluaran

    darahnya diawali batuk, darahnya berwarna merah segar bercampur udara dan

    dahak, tanda-tanda ini memungkinkan dari sistem pernafasan. Sehingga pada

    kasus ini hematemesis sudah bisa disingkirkan. Batuk berdarah ( hemoptisis) bisa

    disebabkan karena Penyakit jantung, Penyakit paru, Trauma, atau Gangguan

    pembekuan darah. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

    maka kita bisa mengetahui penyebab hemoptisisnya kearah mana. Pada pasien ini

    hemoptisisnya mendekati TB paru.

    Pada pasien ini juga mengeluhkan sesak nafas.Sesak terus menerus. Keringat

    dingin ketika malam hari. Kadang merasa demam, badannya semakin lemah,

    nafsu makan menurun, berat badannya turun . Dari keluhan-keluhan diatas

    kemudain digabungkan dengan hasil pemeriksaan fisik mengarah kepada

    penyakit TBC paru,dimana terdapat peningkatan suhu, dan adanya rhales +/+ di

    apex paru.

    Pasien juga mengeluhkan badannya terasa kuning, Kuningnya ini bisa disebabkan

    oleh adanya gangguan pada prehepatik,intrahepatik, atau posthepatik. Pada pasien

    ini ada riwayat pengobatan TB selama 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit

    selama minum obat ini jaga menyebabkan tidak ada nafsu makan dan mual.

    pada pemeriksaan terlihat sklera ikterik +/+, kemudian adanya peningkatan kadar

    bilirubin darah dan SGOT/SGPT lebih dari 4x, serta peningkatan asam urat,

    semua ini menunjukkan bahwa adanya gangguan fungsi hepar (intrahepatik),

    akibat pengobatan TBC paru yang sering mempunyai efek samping gangguan

    10

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    11/42

    fungsi hepar karena obat-obat TBC tersebut hepatotoksik, terutama INH,

    rifampisin, dan pirazinamid. Peningkatan asam uratnya pun bisa disebabkan obat

    Pirazinamid yang mengakibatkan berkurangnya ekresi (pengeluaran ) dan

    penimbunan asam urat.

    Selain itu juga didapat dari pemeriksaan penunjangadanya penurunan kadar Hb.

    Pada pasien TB sering didapatkan anemia karena pada pasien tersebut, makrofag

    yang diperlukan untuk memfagosit kuman Tb memerlukan Fe.

    Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka saya

    mendiagnosa pasien ini dengan TB paru, Drug induced hepatitis ec OAT.

    Untuk penatalaksanaannya, pada pasien ini

    Stop FDC

    IVFD RL 20 tetes/menit

    O2 2 liter

    Primperan 3x1 Untuk mengurangi mual muntah.

    Hp Pro 3x2 tab Untuk Vitamin hati

    Curcuma 200mg 3x2 tab Digunakan untuk menambah nafsu makan

    Eritromisin Sebagai Antibiotik

    DMP

    untuk batuk

    11

    Hemaptoe

    InfarkPulmoner BronkiektasisTBC

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    12/42

    Penyakit ParuPenyakit Jantung Trauma Gangguan Pembekuan Darah

    Stenosis

    Mitral

    Edema

    PulmonalAkut

    Bronkitis Kronis

    Pnemonia

    Abses Paru

    Ca Paru

    12

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    13/42

    PARU PASIEN

    TBC Abses Pnemon Bronkitis Bronkhiektasis Ca

    13

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    14/42

    Paru ia kronis Paru

    SYMPTOMS

    Batuk + + + + + + +

    Sesak +/- + + + + +/- +

    Demam +/- + + + + +/-

    Penurunan BB + + + + +

    Nyeri Dada +/- + + + -

    Nafsu makan + + +

    Mudah lelah + +

    Nafas Bbunyi +/- +

    Keringat malam + +

    SIGN

    Rhales + + + + +/+

    Fokal Vremitus + + + + +

    Wheezing + + + -/-

    Takipneu + + +

    Takikardi + + +

    Ret.Sela iga +Club.Finger +

    Pmrx.

    PENUNJANG

    BTA +

    Leukosit 14.000

    LED 12

    CRP

    Limfosit

    Gambaran

    radiologis

    Infilt

    rat

    apex

    paru

    Air

    Fluid

    Level

    Infiltrat Tubuler

    shadow

    line

    Honey com app Massa

    pd paru

    KP Lama

    TINJAUAN PUSTAKA

    DEFNISI

    Hemoptisis adalah batuk berdarah yang berasal dari bronkhus atau paru.

    Darah berwarna merah terang, bercampur dengan dahak, buih (+), sifat alkali.

    ETIOLOGI

    Hemoptisis pada dasarnya disebabkan oleh peradangan, neoplasma, dan

    kelainan di luar paru seperti mitral stenosis, hipertensi pulmonal, trauma.

    PATOGENESIS

    14

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    15/42

    Patogenesis hemoptisis tergantung dari tipe dan lokasi dari kealinan.

    Secara umum bila perdarahan dari sirkulasi bronkialis, sedang bila lesi diparenkim

    maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmonar.

    Ca Paru :

    Perdarahan berasal dari nekrosis tumor serata terjadinya hipervaskularisasi

    pada tumor, atau bisa juga berhubungan dengan invasi tumor ke pembuluh darah

    besar.

    Bronkhiektasis :

    Perdarahan terjadi akibat iritasi dari jaringan granulasi yang menggantikan

    dinding bronkus yang normal.

    Stenosis Mitral :

    Perdarahan terjadi akibat pecahnya varises dari vena bronkhialis dari

    submukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena pulmonallis

    Tuberkulosis Paru :

    Perdarahan penyebabnya bisa sangat beragam. Pada lesi parenkim akut,

    perdarahan bisa terjadi nekrosis percabangan arteri/vena. Pada lesi kronik, lesi

    fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas bisa memiliki tonjolan aneurisma arteri

    ke rongga kavitas yang mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkhial,

    hemotisis disebabkan oleh urserasi granulasi dari mukosa bronkus.

    DIAGNOSIS

    Evaluasi hemoptisis meliputi evaluasi rutin dan evaluasi khusus. Evaluasi

    rutin pada kasus hemoptisis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk

    mengkategorikan berbagai penyebab hemoptisis. Sebagian besar hemoptisis

    disebabkan oleh tuberkulosis. Apabila foto dada tidak menunjukan gambaran

    spesifik untuk tuberkulosis, frekuensi, lama dan waktu pendarahan dapat dipakai

    untuk memperkirakan penyebab hemoptisis.

    TERAPI

    Jika pendarahan masif pertahankan airway

    Gangguan pertukaran gas deri O2

    15

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    16/42

    Mengistirahatkan Pasien

    Bila penyebabnya infeksi beri Antibiotik.

    1. DEFINISI

    Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan infeksi

    Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini merupakan organisme

    patogen maupun saprofit. Kuman ini bersifat dormant, yaitu dapat bangkit kembali

    dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi.

    Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

    menyenangi jaringan yang tinggi kadar oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen

    pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal

    ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

    2. INSIDENSI

    Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infeksi = ARTI)

    di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 2 %. Sebagain besar dari

    orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang

    terinfeksi yang akan menderita TB.

    3. ETIOLOGI

    Tuberkulosis paru disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis (TB)

    berbentuk batang, Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih

    kecil dari satu sel darah merah, karena kuman tersebut mempunyai sifat khusus yaitu

    tahan terhadap asam pada pewarnaan. Hal ini disebabkan karena mempunyai

    kandungan lemak yang tinggi pada membren selnya. Kuman TB tidak tahan terhadap

    ultraviolet atau sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di

    tempat yang gelap dan lembab. Kuman TB dalam jaringan tubuh dapat dormant

    selama beberapa tahun.

    16

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    17/42

    4. PATOGENESIS

    1. Infeksi Primer

    Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

    TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati

    system pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di

    alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang

    biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang menghasilkan peradangan di

    dalam paru. Saluran linfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar

    hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Adanya infeksi dapat

    dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif ke positif.

    Sarang primer ini bersama-sama dengan limfangitis lokal (peradangan

    KGB hilus) akan membentuk komplek primer (kompleks Ghon).

    Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi:

    a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

    b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

    kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang Ghon).

    c. Berkomplikasi dan menyebar secara: per kontinuitatum, bronkogen, limfogen,

    dan hematogen.

    Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang

    masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya

    reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.

    Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten

    atau dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mempu menghentikan

    perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan

    menjadi penderita tuberculosis. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai

    terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.

    2. Tuberkulosis Pasca Primer

    Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-

    tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa

    (tuberculosis post primer). Tuberculosis post primer ini dimulai dengan sarang

    17

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    18/42

    dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apical parenkim paru dan tidak

    ke nodus hiler paru).

    Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 310

    minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-

    sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi

    oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.

    Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita,

    sarang dini ini dapat menjadi.

    Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

    Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan

    jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras,

    menimbulkan perkapuran dan akan senbuh dalam bentuk perkapuran.

    Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan

    jaringan sekitarnya, membentuk jaringan keju yang jika dibatukkan keluar

    terjadilah kavitas.

    Tuberkulosis pasca primer ini terjadi karena daya tahan tubuh menurun

    akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca

    primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi

    pleura.

    5. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

    Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah

    1. Tuberkulosis paru

    Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak

    termasuk pleura (selaput paru)

    Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :

    a. Tuberkulosis Paru BTA positif

    Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif. Satu

    spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada

    menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

    18

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    19/42

    b. Tuberkulosis paru BTA negatif

    Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil negatif dan foto rontgen dada

    menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

    TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

    penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

    rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya

    proses far advanced atau milier), dan atau keadaan umum penderita buruk.

    2. Bekas tuberkulosis paru

    3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam

    a.Tuberkulosis paru tersangka yang diobati

    Disini sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda positif.

    b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati

    Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

    6. MANIFESTASI KLINIK

    Gejala gejalanya :

    1. Demam

    Hilang timbulkan demam influenza (subfebril), sehingga penderita pernah

    terbebas dari serangan demam tersebut.

    2. Batuk

    Sifat batuk mulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul

    peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut

    adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang

    pecah.

    3. Sesak nafas

    Sasak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, di mana infiltrasinya

    sudah setengah bagian paru-paru.

    4. Nyeri dada

    Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

    menimbulkan pleuritis.

    19

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    20/42

    5. Malaise

    Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan

    makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat

    malam, dan lain-lain. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul

    secara tidak teratur.

    7. PEMERIKSAAN FISIK

    Pada kasus kasus awal pemeriksaan fisik sering tidak menunjukkan suatu

    kelainan. Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagain apeks (puncak) paru.

    Jika ada infiltrat yang agak luas perkusi akan redup dan auskultasi suara nafas yang

    bronchial, ronkhi basah kasar dan nyaring. Jika terdapat penebalan pleura suara nafas

    menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang besar perkusi akan hiper sonor

    dan auskultasi amforik.

    Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan

    atrofi dan retraksi otot-otot interkosta dan terdapat tanda-tanda cor pulmonal dengan

    gagal jantung kanan : takipnea, takikardi, sianosis, right ventricular lift, right atrial

    gallop, Graham-Steel murmur, bunyi jantung P2 yang mengeras, tekanan vena

    jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema

    Jika tuberkulosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura, perkusi

    menjadi pekak, auskultasi suara lemah sampai tak terdengar.

    8. PEMERIKSAAAN PENUNJANG

    a. Pemeriksaan Radiologis

    Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

    menemukan lesi tuberkulosis. Pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis milier dimana

    hasil pemeriksaan sputum hampir selalu negatif namun melalului pemeriksaan

    radiologis dapat dilihat.

    Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus

    atas atau segmen apikal lobus bawah). Tapi dapat juga mengenai lobus bawah atau

    bagian inferior atau di daerah hilus menyerupai tumor paru misalnya pada

    tuberkulosis endobronkhial.

    20

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    21/42

    Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-arang pneumonia

    gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang

    tidak tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya

    jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa

    bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.

    Pada kavitas bayngannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis

    lama-lama dinding jadi skleroitk dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat

    bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-

    bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektaksis terlihat seperti fibrosis yang

    luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian paru atau satu lobus maupun

    pada satu bagian paru.

    Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya

    tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sring

    menyertai tuberkolosis paru adalah penebalan pleura atau pleuritis, massa cairan

    dibagian bawah paru atau efusi pleura atau empiema,bayangan hitam radiolusen

    dipinggir paru atau pleura atau pneumothoraks.

    Terdapat infiltrat terutama di apek dapat juga dihilus atau di inferior,

    terdapat kavitas, yang sudah lanjut dapat ditemukan garis-garis fibrotik, kalsifikasi,

    atelektasis dan emfisema.

    b b. Pemeriksaan Laboratorium

    1. Darah

    Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang

    meragukan. Pada saat tuberkulosis baru mulai jumlah lekosit akan meningkat,

    diferensiasi pergeseran ke kiri, dan LED meningkat. Jika penyakit mulai sembuh

    lekosit kembali normal, limfosit tinggi, dan LED kembali normal.

    2. Sputum

    Pemeriksaan sputum untuk menemukan kuman BTA, dengan ditemukan BTA

    diagnosis tuberkulosis sudah dapat ditegakkan.

    3. Tes Tuberkulin

    21

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    22/42

    Biasanya dipakai cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin

    PPD intrakutan berkekuatan 5 t.U. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan

    timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni

    reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Biasanya

    hampir seluruh penderita tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif

    (99,8%).

    8. DIAGNOSIS

    Tersangka penderita TB

    Pemeriksaan dahak SPS

    Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA+ + + + - - - - -+ + -

    Beri AntibiotikSpektrum Luas

    Pemeriksaan rontgen data

    Tidak ada ada perbaikan

    22

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    23/42

    perbaikanHasil Hasil tidakMendukung TB mendukung TB

    Ulangi pemeriksaan dahak SPS

    Hasil BTAHasil BTA

    Penderita TB BTA positif + + + - - -+ + -+ - -

    Pemeriksaan rontgen dada

    Hasil mendukung TB Hasil rontgen negatif

    TB BTA begatif Bukan TBRontgen positif penyakit lain

    9. PENATALAKSANAAN

    Jenis obat yang dipakai dalam pengobatan tuberkulosis adalah :

    1. Obat primer (OAT tingkat satu)

    Yang termasuk dalam golongan ini ialah : isoniazid hidrasid (INH),

    rifampin, pirazinamid, streptomicin, dan etambutol.

    2. Obat sekunder (OAT tingkat dua)

    Yang termasuk dalam golongan ini ialah : kanamisin, PAS (paraamin

    salicylic acid), tiasetazon, etionamid, protionamid, sikloserin, viomisin,

    kapreomisin, amikasin, ofloksasin, ciprofloksasin, norfloksasin, klofazimin.

    Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi tiga kategori :

    1. Kategori 1 (2 HRZE/ 4H3R3)

    Panduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H),

    Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan

    dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4 bulan dengan Isoniazid (H), dan

    Rimfamicin (R), tiga kali dalam seminggu.

    23

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    24/42

    Kategori 1 diberikan untuk :

    a. Penderita baru BTA positif

    b. Penderita BTA negatif/ rontgen positif yang rasa sakit berat dan ekstra berat

    (meningitis, tb disseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, tb usus dan

    genitourinarius), yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang

    dari satu bulan.

    2. Kategori 2 (2 HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

    Paduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H),

    Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), diminum setiap hari, dan setiap

    kali selesai minum obat langsung diberi suntikan streptomisin. Kemudian satu

    bulan lagi dengan Isoniazid (H), Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)

    diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan

    atau intermiten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermiten atau

    selang sehari atau tiga kali dalam seminggu.

    Yang termasuk penderita kategori 2 :

    a. Kambuh (relapse) BTA positif.

    b. Gagal (failure) BTA positif

    c. Kasus DO (drop out)

    3. Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3)

    Paduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum

    setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4

    bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu.

    Yang termasuk penderita kategori 3 :

    a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

    b. Kasus tuberkulosis ekstra paru selain yang disebut dalam kategori 1

    Selain penatalaksanaan secara farmakologis, penatalaksanaan secara non

    farmakologis (edukasi) ataupun operatif juga harus dilakukan sesuai dengan

    kondisi pasien.

    24

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    25/42

    Edukasi pada pasien tuberkulosis antara lain :

    - Berhenti merokok.

    - Keteraturan dan kepatuhan memakan obat.

    - Mengenal danmengetahui hasil dan efek dari pengobatan.

    - Mengenal bahaya penularan penyakit.

    Sedangkan terapi operatif dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut :

    a. Indikasi mutlak :

    - Pasien telah dapat OAT adekuat tapi sputum positif.

    - Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.

    - Pasien datang dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak

    dapat diatasi secara konservatif.

    b. Indikasi relatif, yaitu :

    - Pasien dengan sputum BTA negatif dengan batuk darah berulang.

    - Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.

    - Sisa kavitas yang menetap.

    Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

    Yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Biasanya pemakaian obat

    dihentikan.

    1. Isoniazid (H).

    Sifat bakterisid. Dosis harian 5 mg/kg/BB. Efek samping berat berupa hepatitis

    dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus. Bila diduga ada hepatitis atau terlihat

    adanya penyakit kuning, Pengobatan dihentikan. Jika pemeriksaan faal hati kembali

    normal, pengobatan dapat dilaksanakan lagi.

    Obat yang sama dapat diberikan tanpa terulangnya hepatitis.

    2. Rifampicin (R)

    Sifat bakterisid, dosis harian 10 mg/kg BB. Bila diberikan sesuai dosis yang

    dianjurkan Rifampicin tidak sering menyebabkan efek samping, terutama pada

    pemakaian terus menerus setiap hari. Salah satu efek samping yang berat dari

    Rifampicin adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang terjadi.

    Alkoholisme, penyakit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat

    hepatotoksis yang lain secara bersamaan, akan meningkatkan resiko. Bila timbul

    25

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    26/42

    penyakit kuning, pengobatan perlu dihentikan. Dan bila hepatitisnya sudah sembuh/

    hilang pemberian Rifampicin dapat diulang lagi.

    Rifampicin dapat menyebabkan warna pada air seni, keringat, air mata, air liur

    dan lain-lain. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar jangan khawatir,

    karena warna merah itu terjadi karena proses metabolisme obat, tidak berbahaya. Jika

    pengobatan sudah selesai warna ai seni kembali normal.

    3. Pirazinamid (Z)

    Sifat bakterisid, dosis harian 25 mg/kg BB, intermiten 35-50 mg/ kg BB. Efek

    samping utama penggunaan pirazinamid dadalah hepatitis. Dapat terjadi nyeri sendi

    dan kadang-kadang serangan penyakit Gout yang kemungkinan disebabkan

    berkurangnya ekskresi (pengeluaran) dan penimbunan asam urat.

    4. Streptomicin (S)

    Sifat bakterisid, dosis harian 15 mg/ kg BB, intermiten 15 mg/ kg BB. Efek

    samping utama dari streptomicin adalah kerusakan alat keseimbangan. Resiko

    meningkat seiring dengan peningkatan dosis dan umur. Kerusakan pada alat

    keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda telinga

    mendengung (tinnitus), pusing dan kehilangan kesimbangan. Keadaan ini dapat

    dipulihkan bila obat dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 g. Jika pengobatan

    diteruskan kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan

    keseimbangan dan tuli). Resiko ini terutama akan menigkat pada penderita dengan

    gangguan fungsi ekskresi ginjal.

    Streptomicin dapat menembus barier placenta sehingga tidak boleh diberikan

    pada wanita hamil.

    5. Etambutol (E).

    Sifat bakteristasik, dosis harian 15 mg/ kg BB, intermiten 30-45 mg/ kg BB.

    Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman

    penglihatan, kabur dan buta warna untuk merah dan hijau. Meskipun demikian

    keracunan okuler tergantung pada dosis dan jarang terjadi

    Setiap pasien menerima Etambutol harus diingatkan, bila terjadi gejala-gejala

    penglihatan segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan ini akan

    kenbali normal bila obat dihentikan.

    26

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    27/42

    Evaluasi Pengobatan

    a. Klinis

    Penderita melakukan kontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya

    setiap 2 minggu selama sebulan dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir

    pengobatan.

    Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita

    seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat

    badan meningkat, dll.

    b. Bakteriologis

    Setelah 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai menjadi negatif.

    Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif,

    sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Sputum BTA

    sebaiknya tetap diperiksa untuk kontrol pada kasus-kasus yang dianggap selesai

    pengobatan atau sembuh. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding,

    dimana terdapat sputum BTA positif tanpa disertai keluhan-keluhan tuberkulosis yang

    relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi yakni BTA

    positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi

    tuberkulosisnya.

    c. Radiologis

    Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajua terapi. Jika

    keluhan penderita tetap tidak berkurang, dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat

    keadaan tuberkulosis parunya atau adakah penyakit lain yang menyertainya. Karena

    perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto

    dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.

    Kegagalan Pengobatan

    Sebab-sebab dari kegagalan pengobatan ialah :

    a. obat

    27

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    28/42

    - paduan obat yang tidak adekuat

    - dosis obat yang tidak cukup

    - minum obat tidak teratur atau tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan

    - jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya

    - terjadi resistensi obat

    b. drop out

    - kekurangan biaya pengobatan

    - merasa sudah sembuh

    - malas berobat atau kurang motivasi

    c. penyakit

    - lesi paru yang sakit terlalu luas atau sakit berat

    - penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisme,

    dan lain-lain.

    - gangguan imunologi

    Penanggulangan terhadap kasus yang gagal ialah :

    a. terhadap penderita yang yang sudah berobat secara teratur

    - menilai kembali apakah paduan OAT yang diberikan sudah adekuat mengenai

    dosis dan cara pemberiannya.

    - Melakukan pemeriksaan uji kepekaan atau tes resistensi kuman terhadap obat

    - Bila sudah dilakukan pengobatan dengan OAT yang masih peka, namun

    hasilnya gagal juga, maka harus dipertimbangkan terapi dengan pembedahan

    terutama pada pasien dengan kavitas atau destroyed lung.

    b. terhadap pasien dengan riwayat pengobatan tidak teratur

    - pengobatan sebelumnya diteruskan selama kurang lebih 3 bulan dengan evaluasi

    bakteriologis tiap bulan

    - menilai kembali tes resistensi kuman terhadap OAT, dan bila ternyata didapat

    adanya resistensi kuman maka harus dipertimbangkan penggantian dengan obat

    yang masih sensitif.

    28

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    29/42

    IKTERUS ( jaundice) adalah diskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa atau

    sklera mata akibat peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi maupun bilirubin tak

    terkonjugasi dalam darah. Bilirubin ( pigmen empedu ) adalah hasil akhir metabolisme

    dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk adanya penyakit hati dan

    saluran empedu karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang kontak

    dengannya.

    Bila kadar bilirubin dalam darah lebih dari 1,5 mg%, maka pada jaringan elastik

    kulit dan membran mukosa mulai terdapat penimbunan bilirubin, dan akan terlihat

    kekuning-kuningan.(3) Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan

    jika ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg%. Jika ikterus sudah jelas

    dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7

    mg%.

    Ikterus dapat terlihat dibawah cahaya terang siang hari dan dapat tidak terdeteksi

    bila pencahayaannya kurang baik. Pada orang kulit putih tampak pada daerah muka,

    dada, dan sklera mata. Sedangkan pada orang kulit berwarna selain tampak pada sklera

    juga pada konjungtiva mata. Selain itu, ikterus juga dapat diikuti gejala pruritus, warna

    urin yang gelap dan feses yang seperti dempul.

    Keadaan peninggian kadar bilirubin dalam darah akibat gangguan metabolisme

    bilirubin dapat dibagi atas 3 golongan besar yaitu :

    1. Ikterus prehepatik ( hemolitik )

    2. Ikterus hepatik ( parenkimatus )

    3. Ikterus kolestatik ( obstruksi )

    Semua pemahaman atas kejadian tersebut perlu dilandasi dengan pengetahuan

    mengenai pentahapan metabolisme bilirubin yaitu pembentukan bilirubin, transpor

    plasma, liver uptake, konjugasi dan ekskresi bilirubin dalam tubuh.

    Bilirubin berasal dari pemecahan eritrosit tua. Eritrosit dipecah sehingga

    hemoglobin terlepas bebas. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Heme diubah

    menjadi biliverdin. Bilirubin unconjugated (UB) dibentuk dari biliverdin. Ambilan oleh

    sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol protein Y dan Z. UB

    berikatan dengan albumin kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Kemudian UB

    berikatan dengan asam glukuronat yang dikatalisa oleh enzim glukoronil transferase

    29

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    30/42

    dalam retikulum endoplasma menjadi bilirubin conjugated. Langkah terakhir adalah

    ekskresi bilirubin conjugated ke dalam empedu melalui suatu proses aktif.

    I. METABOLISME BILIRUBIN

    Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme, biasanya akibat

    metabolisme sel darah merah. Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase

    yaitu :

    1) Fase prehepatik : - pembentukan bilirubin

    - transpor plasma

    2) Fase intrahepatik : - liver uptake

    - konjugasi

    3) Fase pascahepatik : - ekskresi bilirubin

    Fase Prehepatik

    1. Pembentukan bilirubin

    Bilirubin diproduksi di sistem sel retikuloendotelial (RES) terutama dalam hati dan

    limpa. Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kgbb terbentuk setiap

    harinya. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah matang.

    Sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya terutama yang berada

    dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan

    penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

    Masa hidup eritrosit normal mencapai 120 hari kemudian dihancurkan di RES.

    Katabolisme Hb di awali dengan terpisahnya globin dari hem. Kemudian hem

    diubah menjadi biliverdin oleh enzim oksigenasi hem mikrosomal. Enzim ini sangat

    membutuhkan oksigen dan NADPH. Oleh bilirubin reduktase, biliverdin diubah

    menjadi bilirubin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui

    oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam

    air dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urin.

    2. Transpor plasma

    30

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    31/42

    Bilirubin yang terbentuk ini tidak larut dalam air, sehingga bilirubin tak

    terkonjugasi ini transpotnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat

    melewati membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Kapasitas

    pengikatnya sebanyak 2 mol bilirubin per mol albumin. Di dalam 100 ml plasma,

    sekitar 25 mg bilirubin dapat diikat secara erat pada albumin pada tempat

    berafinitas tinggi. Bilirubin yang melebihi jumlah tersebut akan diikat secara erat

    dan mudah dilepaskan ke dalam jaringan.

    Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis dan beberapa bahan

    seperti antibiotika tertentu. Antibiotik dan obat-obat lainnya seperti sulfonamid dan

    salisilat mengadakan persaingan ikatan dengan bilirubin pada albumin. Oleh sebab

    itu obat-obat tersebut dapat mendesak bilirubin di ikatannya dengan albumin

    sehingga dapat terjadi kern icterus pada neontus yang mendapat obat-obat tersebut.

    Kern icterus disebabkan terjadinya difusi bilirubin ke dalam otak., salisilat akan

    berkompetisi pada tempat ikatan albumin. Bilirubin ditemukan pada cairan tubuh

    (liquor serebrospinalis, efusi sendi, kista, dll) sesuai dengan kandungan albumin

    pada cairan tersebut. Bilirubin tidak ditemukan pada air mata, saliva dan sekresi

    pankreas. Jaringan perut jarang terwarnai bilirubin.

    Fase Intrahepatik

    Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air,

    kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme di dalam hati berlangsung

    dalam dua tahap yaitu:

    3. Liver uptake

    Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati yaitu ligandin atau protein Y.

    Bilirubin yang tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin masuk ke dalam sel

    hati dan pada saat masuk terjadi disosiasi bilirubin dan albumin.

    Pengambilan bilirubin terjadi melalui transport aktif dan berjalan cepat, namun

    tidak termasuk pengambilan albumin.

    31

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    32/42

    4. Konjugasi

    Bilirubin tak terkonjugasi (UB) bersifat tidak larut dalam air dan harus diubah

    menjadi bentuk yang larut dalam air bila akan diekresikan ke empedu. Hal ini dapat

    tercapai dengan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin

    diglukuronida atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk (CB). Konjugasi

    bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase

    dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi ini tidak larut dalam lemak

    tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.

    Proses ini dapat diinduksi oleh obat-obat seperti fenobarbital. Pada

    hiperbilirubinemia neonatus, penyakit Gilbert dan penyakit Crigler-Najjar,

    disebabkan kadar enzim yang berkurang. Kadar enzim normal pada ikterus

    hepatoseluler dan bahkan bertambah pada tipe kolestatik.

    Pada keadaan normal, empedu mengandung 85% bilirubin terkonjugasi dan 15%

    bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke

    empedu, kecuali telah mengalami fotooksida.

    Fase Pascahepatik

    5. Ekskresi

    Bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke empedu dan ke lumen usus. Di dalam usus

    halus dan usus besar, flora usus mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin

    terkonjugasi menjadi sterkobilinogen dan kemudian mengeluarkannya ke dalam

    tinja. Sterkobilinogen inilah yang memberi warna coklat pada tinja. Selain

    diekskresikan melalui tinja, sebagian bilirubin terkonjugasi akan diserap kembali ke

    dalam empedu dan masuk ke dalam sirkulasi enterohepatik, dan dalam jumlah kecil

    diekskresikan ke dalam urin ( tidak lebih dari 3-4mg/hari ).

    Bilirubin tak terkonjugasi terikat erat dengan albumin sehingga tidak dapat difiltrasi

    oleh glomerulus ginjal. Oleh sebab itu, bilirubin tak terkonjugasi tidak ditemukan

    32

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    33/42

    pada urin. Sedangkan, bilirubin terkonjugasi tidak terikat erat dengan albumin

    sehingga dapat difiltrasi oleh glomerulus ginjal. Hal ini menerangkan warna air seni

    yang gelap yang khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intra hepatik.

    Garam empedu dapat mempertinggi filtrasi bilirubin terkonjugasi dalam ginjal.

    Pada ikterus kolestasis peningkatan asam empedu di plasma menyebabkan

    peninggian ekskresi bilirubin terkonjugasi cenderung menetap dan tidak lebih dari

    30-40mg%. Sedangkan pada keadaan kerusakan hepatoseluler bilirubin serum dapat

    lebih tinggi.

    Penyebab hiperbilirubinemia secara umum dikategorikan menjadi 3, yaitu penyebab

    prahepatik, penyebab hepatic, dan penyebab pascahepatik.

    Fase Prehepatik

    Peningkatan hemolisis eritrosit merupakan penyebab utama peningkatan

    pembentukan bilirubin. Pada hemolisis yang berlebih ini, bilirubin yang dihasilkan pun

    juga berlebih, sedangkan kapasitas hepatosit untuk mengkonjugasi bilirubin tersebut

    menjadi bilirubin konjugasi terbatas. Akibatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi

    meningkat dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat kadar

    bilirubin serum jarang melebihi 5mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta

    berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air sehingga tidak

    dapat diekskresi ke dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun terjadi peningkatan

    pembentukan urobilinogen ( akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan

    peningkatan konjugasi dan ekskresi ), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan

    ekskresi dalam feses dan urin. Urin dan feses akan berwarna lebih gelap.

    Beberapa penyebab seperti defek eritrosit (familial hemolitik, sickle sel anemia, dll),

    penyakit infeksi, toksin eksogen (obat-obatan, bahan kimia), toksin endogen (transfusi,

    eritroblastosis foetalis).

    Fase Hepatik

    Penyebab hepatik berhubungan dengan proses patologis yang melibatkan

    parenkim hepar, seperti pada hepatitis atau sirosis. Pada kasus tersebut terjadi kerusakan

    hepatosit dalam jumlah besar, sehingga terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin di

    33

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    34/42

    dalam hati. Selain itu, juga terjadi gangguan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin

    yang terbentuk tidak dikeluarkan secara sempurna melalui duktus hepatikus karena

    adanya retensi dan regurgitasi. Bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi yang

    tadinya berada dalam hepatosit-hepatosit tersebut keluar ke sinus-sinus dan masuk dalam

    peredaran darah, sehingga terjadi kenaikan baik bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin

    terkonjugasi.

    Tinja mengandung sedikit sterkobilinogen oleh karena itu, warna tinja menjadi pucat

    (akolis). Urin mengandung bilirubin dan sedikit urobilinogen. Warna kulit dan mukosa

    akan tampak kuning oranye. Beberapa penyebab antara lain hepatitis, sirosis hepatis,

    tumor dan obat-obatan.

    Fase Posthepatik

    Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional

    maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.

    Pada keadaan ini, baik produksi, ambilan, maupun konjugasi bilirubin berjalan normal.

    Namun karena adanya hambatan aliran empedu, bilirubin terkonjugasi tidak dapat

    disekresikan ke dalam duodenum, sehingga terjadi regurgitasi dan bilirubin terkonjugasi

    masuk ke aliran darah. Perlu diingat bahwa bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan

    tentunya dapat ditransport dalam darah maupun urin, sehingga bila kadarnya meningkat

    dalam darah, lebih banyak bilirubin terkonjugasi yang terfiltrasi oleh glomerolus dan

    ditemukan dalam urin. Urin menjadi berwarna gelap yang khas. Urobilinogen feses dan

    urobilinogen urin menurun sehingga feses terlihat pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak

    larut dalam air kecuali berikatan dengan albumin. Dengan berikatan dengan albumin,

    berarti bilirubin tak terkonjugasi tidak dapat menembus membran glomerolus sehingga

    tidak ditemukan dalam urin.

    Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti kegagalan ekskresi hati

    lainnya seperti peningkatan fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam empedu dalam

    serum. Kadar garam empedu yang meningkat menimbulkan gatal-gatal. Ikterus akibat

    hiperbilirubinemia terkonjugasi menyebabkan kulit dan mukosa terutama sklera mata

    tampak kuning tua atau kuning kehijau-hijauan. Karena ikterus poshepatik disebabkan

    bendungan, maka dapat disebut juga ikterus obstruktif atau ikterus kolestasis.

    34

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    35/42

    Untuk membuat diagnosis ikterus secara tepat harus dilakukan anamnesis yang

    baik, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium (faat hati dan lainnya) di samping

    pemeriksaan khusus seperti ultrasonografi, kolesitografi perkutan/secara endoskopi dan

    biopsi hati serta pemeriksaan khusus lainnya.

    Anamnesis

    - Pekerjaan

    Pekerjaan penderita perlu ditanya karena kemungkinan ada hubungan dengan

    timbulnya ikterus seperti kontak dengan tikus pada penyakit Weil, intoksikasi

    obat/bahan kimia pada pekerja yang berhubungan dengan obat/bahan kimia yang

    bersifat hepatotoksik.

    - Riwayat keluarga

    Adanya riwayat keluarga dengan ikterus, hepatis, anemia, kolesistektomi,

    mungkin menyokong diagnosis ke arah ikterus hemolitik, hiperbilirubinemia

    kongenital, hepatitis atau batu kandung empedu

    - Kontak

    Adanya kontak dengan penderita ikterus atau mendapat suntikan dalam masa 6

    bulan sebelumnya atau obat-obatan yang dimakan sebelumnya yang mungkin

    bersifat hepatotoksik. Timbulnya ikterus setelah operasi tumor ganas kemugkinan

    adanya metastasis.

    Pemeriksaan Umum

    Adanya anemia kemungkinan dipikirkan ikterus hemolitik. Penderita dengan

    ikterus hemolitik biasanya ikterusnya ringan, ikterus hepatoseluler menimbulkan

    ikterus agak kekuningan sedangkan ikterus obstruktif didapatkan ikterus yang

    kehijau-hijauan.

    35

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    36/42

    Urin dan Feses

    Urin yang berwarna kuning seperti teh pekat terjadi pad hepatitis atau drug

    inducted. Feses yang seperti dempul didapatkan pada ikterus obstruktif. Adanya

    darah pada feses secara mikroskopik. Kemungkinan mengarah pada keganasan

    seperti tumor pada ampula rekti, karsinoma pankreas, tumor saluran pencernaan atau

    hipertensi portal.

    Ciri yang membedakan Ikterus hemolitik, hepatoselular dan obstruktif

    Ciri Klinis Hemolitik Hepatoselular Obstruktif

    Warna kulit Kuning pucat Jingga, kuning

    muda sampai tua

    Kuning, hijau

    muda sampai tua

    Warna kemih Normal (dapt gelap

    karena urobilin)

    Gelap (bilirubin

    terkonyugasi)

    Gelap (bilirubin

    terkonyugasi)

    Warna feses Normal atau gelap

    (sterkobilin)

    Pucat (sterkobilin

    menurun)

    Warna seperti

    dempul

    Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya

    36

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    37/42

    menetap

    Bilirubin

    serum,

    indirek atautak

    terkonyugasi

    Meningkat Meningkat Meningkat

    Bilirubin

    serum, direk

    atau

    terkonyugasi

    Normal Meningkat Meningkat

    Bilirubin

    kemih

    Tidak ada Meningkat Meningkat

    Urobilinogen

    kemih

    Meningkat Sedikit meningkat Menurun

    DRUG INDUCED HEPATITIS

    Drug-induced hepatitis merupakan cedera hati yang terjadi karena pengobatan

    tertentu. Seperti obat anti tuberkulosis yang terdiri dari Rifampicin, Isoniazid,

    Pirazinamid dan Etambutol/streptomicin, 3 obat yang disebut pertama bersifat

    hepatotoksik. Nonsteroidal anti-inflammatory narkoba (NSAID) seperti ibuprofen dan

    naproxen, bisa juga menjadi drug-induced hepatitis. Obat lain yang dapat mendorong

    kearah radang hati termasuk: Amiodarone Anabolic steroids pil pembatasan kelahiran.

    Gejala yang dapat dilihat sakit perut, kelelahan, penyakit kuning, sakit kepala, air kencing

    yang berwarna kemerahan,adany mual dan muntah, nafsu makan menurun. Pada

    pemeriksaan fungsi hati, enzim hati mungkin meningkat. Pada pemeriksaan fisik boleh

    menyatakan pembesar hati.

    37

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    38/42

    Drug-related hepatitis bisa hilang dalam hari atau minggu setelah obat dihentikan.

    Pengobatan dilanjutkan lagi jika gejala hepatitis telah hilang dan uji faal hati telah

    kembali normal.

    PATOFISIOLOGI

    Secara patofisiologik, obat yang dapat menimbulkan ke rusakan pada hati dibedakan atas

    dua golongan yaitu hepatotoksin yang predictable dan yang unpredictable.

    Hepatotoksin yang predictable (intrinsik) : merupakan obat yang dapat dipastikan

    selalu akan menimbulkan kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap penderita

    dengan dosis yang cukup tinggi. Dari golongan ini ada obat yang langsung merusak

    sel hati, ada pula yang merusak secara tidak langsung yaitu dengan mengacaukan

    metabolisme atau faal sel hati. Obat hepatotoksik predictable yang langsung merusak

    sel hati umumnya tidak digunakan lagi untuk pengobatan. Contohnya ialah karbon

    tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksin yang predictable yang merusak secara tidak

    langsung masih banyak yang dipakai misalnya parasetamol, tetrasiklin, metotreksat,

    etanol, steroid kontrasepsi dan rifampisin(2) . Tetrasiklin, etanol dan metotreksat

    menimbulkan steatosis yaitu degenerasi lemak pada sel hati. Parasetamol

    menimbulkan nekrosis, sedangkan steroid kontrasepsi dan steroid yang mengalami

    alkilasi pada atom C--17 menimbulkan ikterus. akibat terhambatnya pengeluaranempedu. Rifampisin dapat pula menimbulkan ikterus karena mempengaruhi

    konyugasi dan transpor bilirubin dalam hati.

    Hepatotoksin yang unpredictable : kerusakan hati yang timbul disini bukan

    disebabkan karena toksisitas intrinsik dari obat, tetapi karena adanya reaksi

    idiosinkrasi yang hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Ciri dari kelainan yang

    bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat diramalkan dan biasanya hanya

    terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan. Menurut sebab terjadinya, reaksi yang

    berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu karena reaksi

    hipersensitivitas dan karena kelainan metabolisme. Yang timbul karena

    hipersensitivitas biasanya terjadi setelah satu sampai lima minggu dimana terjadi

    proses sensitisasi. Biasanya dijumpai tanda-tanda sistemik berupa demam, ruam kulit,

    eosinofilia dan kelainan histologik berupa peradangan granulomatosa atau eosinofilik

    38

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    39/42

    pada hati. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose, gejala-gejala di atas

    biasanya segera timbul lagi. Reaksi idiosinkrasi yang timbul karena kelainan

    metabolisme mempunyai masa laten yang sangat bervariasi yaitu antara satu minggu

    sampai lebih dari satu tahun. Biasanya tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia

    maupun kelainan histopatologik yang spesifik seperti di atas. Dengan memberikan

    satu atau dua challenge dose kelainan ini tidak dapat diinduksi untuk timbul lagi ;

    untuk ini obat perlu diberikan lagi selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal

    ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu yang cukup lama agar penumpukan

    metabolit hepatotoksik dari obat sampai pada taraf yang memungkinkan terjadinya

    kerusakan hati.

    Hepatitis kronik karena obat dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu :

    Hepatitis aktif kronik dapat disebabkan oleh alfa metildopa(3), sulfonamid,

    isoniazid(4) dan nitrofurantoin. Gejala klinik yang mungkin dijumpai ialah ikterus,

    hepatomegali, splenomegali, spiderangioma dan asites. Nilai SGOT dan SGPT

    umumnya meningkat sedikit. Hepatitis kronik aktif terjadi bila setelah timbul kelainan

    hati, pengobatan masih diteruskan dalam jangka waktu lama. Bila pengobatan

    dihentikan maka gejala akan mereda dengan cepat. Hepatitis aktif kronik yang

    disebabkan oleh virus mempunyai prognosa yang lebih buruk. Nekrosis hati subakut dapat timbul akibat pengobatan dengan sinkofen, isoniazid,

    metildopa dan propiltiourasil. Penyakit biasanya berjalan progresif, disertai ikterus

    berat dan tanda-tanda sirosis.

    Kerusakan sel hati bervariasi dan yang ringan asimptomatik sampai menimbulkan gejala

    serius akibat nekrosis sel hati. Pirazinamid yang sering dipakai untuk pengobatan jangka

    pendek Tb paru telah dilaporkan menyebabkan hepatitis Peninggian SGOT dan SGPT

    merupakan gejala dini dari kelainan hati Isoniazid atau INH merupakan obat yang hampir

    selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain. Efek samping INH

    adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH akan bertambah besar

    pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilisasi cepat Kerusakan hati diduga

    39

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    40/42

    karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada orang normal metabolit yang

    toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik. Kombinasi INH dengan rifampisin

    ternyata lebih toksik dan kombinasi INH dengan streptomisin karena pada kombinasi

    tersebut dihasilkan lebih banyak metabout toksik. Rifampisin 85% sampai 90%

    dimetabolisme di hati. Sebagian besar dikeluarkan melalui saluran empedu, sekitar 10%

    penderita yang diberi rifampisin memperlihatkan peninggian serum transaminase,

    bilirubin dan retensi BSP.Rifampisin juga dapat menyebabkan peningkatan asimptomatik

    serum transaminase pada sebagian penderita di samping juga memperlihatkan efek

    khoIestatik . Rifampisin bekerja sinergis dengan INH pada hati, dapat menimbulkan

    ikterus dan peningkatan asimptomatik kadar enzim aspartat dan amino transaminase.

    Ethambutol yang digunakan sebagai pengganti PAS, menyebabkan efek samping

    minimal. Biasanya menimbulkan neuropati optik dengan keluhan kurang tajamnya

    penglihatan,jarang menimbulkan hepatitis, Studi ini mendapatkan peningkatan enzim

    transaminase dan fosfatase alkali asimptomatik, ini sesuai dengan hasil studi para peneliti

    lain. Peningkatan enzim faal hati tersebut dibanding dengan orang normal ternyata tidak

    bermakna, kecuali pada kelompok yang meridapat OAT 5 dan 6 bulan, peningkatan ini

    bermakna untuk enzim SGOT. Mengenai peranan umur, penulis mendapatkan pada umur

    lebih dan 55 tahun,terdapat peningkatan SGPT yang bermakna pada OAT I dan 2 bulan

    dan SGOT dan SGPT pada kelompok OAT 5 dan 6 bulan.

    40

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    41/42

    DAFTAR PUSTAKA

    1. DepKes RI (2006),Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan VIII,Jakarta.

    2. Bahar, Asril (2001), Tuberkulosis Paru dalam Tjokronegoro, A., ed. Buku AjarPenyakit Dalam Jilid II, Edisi III; Jakarta; BPFKUI 2001; 819-829.

    3. Bahar, Asril, Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Tjokronegoro, A., ed. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi III; Jakarta; BPFKUI 2001; 830-838.

    4. Speizer, Frank E (2000), Penyakit Paru Karena Lingkungan dalamHarrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume III, Edisi 13; EGC.

    5. Christian Ston 2007 Judul Artikel ; Drug Induced Hepatitis, http:/www.drug induced

    hepatitis medical information.com diakses 2 Januari 2009

    41

  • 7/27/2019 Hemoptisis e.c TB Paru & Drug Induced Hepatitis

    42/42