bab ii tinjauan pustaka a. hukum acara perdata 1. definisi ...repository.ump.ac.id/3802/3/bab...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Perdata
1. Definisi Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata menurut Sudikno Mertokusumo dalam
bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia” dapat diartikan sebagai hukum
yang mengatur mengenai cara untuk mengajukan hak, memeriksa,
memutus perkara hingga pelaksanaan putusan tersebut. Tuntutan hak yang
dimaksudkan di sini adalah tindakan yang bertujuan mendapat
perlindungan hukum yang seharusnya diberikan oleh pengadilan (Sudikno
Mertokusumo, 2009: 2). Sedangkan menurut (Retnowulan Sutantio, dan
Iskandar Oeripkartawinata (dalam Hari Sasangka dan Ahmad Rifai (2005:
2) ) mendefinisikan hukum acara perdata sebagai berikut :
“Keseluruhan kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara
bagaimana melaksanakan hak–hak dan kewajiban perdata
sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil”.
Berdasarkan beberapa buah definisi di atas maka hukum acara
perdata dapat juga disebut sistem perdata formil. Artinya, adalah sebuah
perangkat yang teratur dan memiliki kaitan satu sama lain (dari tahapan
pengajuan gugatan sampai putusan) yang bertujuan untuk menegakkan
perdata materil melalui proses peradilan.
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
9
2. Sumber Hukum Acara Perdata
Sumber hukum acara perdata terdiri atas kebiasaan, peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi, ajaran atau doctrin dan traktat. Dari
beberapa sumber terebut yang dirasa sangat berperan yaitu peraturan
perundang-undangan dan yurisprudensi (Hari Sasangka & Ahmad Rifai,
2005:2).
Peraturan yang dimaksudkan untuk menjalankan hukum acara
Perdata menurut Undang-undang Darurat No. 1 Tahun 1951 terbagi
menjadi 3 (tiga) aturan pokok yang terbagi atas HIR (HetHerziene
Indonesisch Reglement) yang dijadikan pedoman penegakan hukum acara
perdata di Pulau Jawa dan Madura, RBg (Rechsreglement Buitengwestern)
yang dijadikan pedoman penegakan hukum acara perdata di luar Pulau
Jawa serta Madura, lain halnya dengan Rv (Reglement op de Burgeriljke
rechtsvordering) yang dijadikan pedoman penegakan hukum acara perdata
bagi golongan Eropa. Namun, menurut Supomo dengan dihapuskannya
Raad Justitie dan Hooggerechtshof, maka Rv sudah tidak berlaku lagi,
sehingga denngan demikian hanya HIR dan RBg sajalah yang berlaku
(Sudikno Mertokusumo, 2009: 7).
Disamping sumber hukum utama tersebut, yang merupakan sumber
hukum acara perdata, antara lain Undang-undang No. 20 Tahun 1947
Tentang Banding, Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman ( UUKK), Undang-undang No. 3 Tahun 2009 jo Undang-
undang No.5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung, Undang-undang
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
10
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Peraturan pelaksana Undang-undang No. 1 Tahun
1974, Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan agama, dan lain- lain.
3. Asas- Asas Hukum Acara Perdata
Asas-asas hukum acara perdata dalam praktek peradilan di Indonesia
adalah sebagai berikut :
a. Asas Hakim bersifat menunggu
Dalam hukum acara perdata, inisiatif untuk mengajukan tuntutan
diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan yang merasa
dan dirasa bahwa haknya telah dilanggar orang lain. Apabila tuntutan
tidak diajukan para pihak yang berkepentingan maka tidak ada hakim
yang mengadili perkara yang bersangkutan (nemo judex sine actore).
Hakim dalam hal ini tidak boleh mempengaruhi para pihak agar
mengajukan suatu gugatan, konkretnya hakim bersikap menunggu
apakah suatu perkara akan diajukan atau tidak (Lilik Mulyadi, 2002:
17).
b. Asas Hakim pasif (lijdelijkheid van rehcter)
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam
arti bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan
kepadanya untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak
yang berperkara dan bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para
pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
11
rintangan untuk tercapainya peradilan. Akan tetapi sebaliknya, hakim
harus aktif dalam memimpin sidang, melancarkan jalannya
persidangan, membantu kedua belah pihak dalam mencari kebenaran
(Sudikno Mertokusumo, 2009: 12).
Asas hakim pasif memberikan batasan kepada hakim untuk tidak
dapat mencegah apabila gugatan tersebut dicabut atau para pihak akan
melakukan perdamaian (Pasal 130 HIR) atau hakim hanya mengadili
luas pokok sengketa yang diajukan para pihak dan dilarang
mengabulkan atau menjatuhkan putusan melebihi dari apa yang dituntut
(Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR) (Lilik Mulyadi, 2002: 18).
c. Asas Pengadilan yang terbuka untuk umum (openbaarheid van
Rechtcspraak).
Sifat terbukanya pengadilan baik dalam tahap pemeriksaan
maupun dalam tahap pembacaan putusan. Apabila putusan diucapkan
dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti
putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta
mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum (Sudikno
Mertokusumo, 2009). Kecuali ada alasan penting atau karena ketentuan
Undang-undang, hakim memerintahkan supaya sidang dilakukan
dengan pintu tertutup. Perkara semacam ini biasanya berhubungan
dengan soal kesusilaan atau hal yang tidak patut didengar oleh umum,
sehingga apabila umum dapat mendengar pihak yang bersangkutan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
12
segan atau malu mengemukakan hal yang sebenarnya secara terus
terang (Abdulkadir Muhammad, 2008: 26).
Tujuan dari asas ini adalah untuk memberi perlindungan hak-hak
asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin
obyektifitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan
yang fair, tidak memihak serta putusan yang adil kepada masyarakat
(Sudikno Mertokusumo, 2009: 14).
d. Asas mendengar kedua belah pihak yang berperkara (horen van beide
partijen)
Setiap pihak-pihak yang berperkara harus didengar atau
diperlakukan sama serta diberikan kesempatan yang sama untuk
membela kepentingan mereka. Hal ini berarti dalam pengajuan alat
bukti baik berupa surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah
harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak
yang bersengketa (Sudikno Mertokusumo, 2009: 14- 15).
Hakim tidak boleh memihak apabila perkara itu telah resmi
dibawa ke muka sidang dan mulai diperiksa. Dalam pemeriksaan
tersebut hakim betul-betul harus bersikap bebas tidak memihak. Dalam
sidang itu hakim akan mendengar keterangan kedua belah pihak dengan
pembuktiannya masing-masing sehingga hakim dapat menentukan
segala sesuatunya guna penyelesaian perkara secara adil (Abdulkadir
Muhammad, 2008: 26).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
13
e. Asas putusan harus disertai alasan
Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai
pertanggungan jawab hakim dari pada putusannya terhadap masyarakat,
para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga
oleh karenanya mempunyai nilai obyektif. Karena adanya alasan-alasan
itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim
tertentu yang menjatuhkannya (Sudikno Mertokusumo, 2009: 15).
f. Beracara Dikenakan Biaya
Biaya perkara dalam acara perdata yang dikeluarkan meliputi
biaya kepaniteraan, biaya untuk panggilan, pemberitahuaan para pihak,
biaya materai dan biaya pengacara jika para pihak menggunakan
pengacara. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar
biaya perkara, dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo)
dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari pembayaran biaya
perkara dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat
oleh kepala polisi (Pasal 237 HIR, 273 RBg) (Sudikno Mertokusumo,
2009: 17).
g. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada
orang lain, sehingga pemeriksaan dipersidangan terjadi secara langsung
terhadap para pihak yang berkepentingan. Akan tetapi, jika para pihak
menginginkan diwakili oleh kuasa atau pengacara dalam hukum acara
perdata dibolehkan. Dengan demikian hakim tetap wajib memeriksa
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
14
sengketa yang diajukan kepadanya, meskipun para pihak tidak
mewakilkan kepada seorang kuasa (Sudikno Mertokusumo, 2009: 18).
B. Penyelesaian sengketa
1. Sengketa Perdata
Sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam
perjanjian karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam perjanjian (Nurnaningsih Amriani, 2012: 13). Hal yang sama juga
disampaikan oleh Takdir Rahmadi (2011: 1) yang mengartikan bahwa
konflik atau sengketa merupakan situasi dan kondisi di mana orang-orang
saling mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan-
perselisihan yang ada pada persepsi mereka saja.
Sedangkan menurut D. Y Witanto (2012: 2) sengketa adalah
pertentangan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
(populasi sosial) yang membentuk oposisi/ pertentangan antara orang-
orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek
permasalahan.
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
sengketa perdata adalah terjadinya perkara perdata dikarenakan adanya
pelanggaran terhadap hak seseorang, seperti diatur dalam hukum perdata.
Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) yang menimbulkan kerugian bagi orang lain,
seperti diatur dalam Undang-undang atau karena wanprestasi, yaitu tidak
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
15
memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Kerugian yang timbul itu dapat berupa kerugian
materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa kerugian imaterial,
misalnya kehilangan hak menikmati barang atau pencemaran nama baik.
Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena kesengajaan atau
karena kelalaian. Pada perkara perdata, inisiatif berperkara datang dari
pihak yang dirugikan. Karena itu, pihak yang yang dirugikan mengajukan
perkaranya ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian berupa
pemulihan, penggantian kerugian, dan menghentikan perbuatan yang
merugikan itu (Abdulkadir Muhammad, 2008: 19-20).
2. Penyelesaian di dalam pengadilan (Litigasi)
Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di
mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain
untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari
suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang
menyatakan win-lose solution (Nurmaningsih Amriani, 2012: 35).
Penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dikatakan sebagai
penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk
menyelesaikan sengketa dengan perantara peradilan. Penyelesaian
sengketa melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-persyaratan
dan prosedur-prosedur formal di pengadilan dan sebagai akibatnya jangka
waktu untuk menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama (Jimmy
Joses Sembiring, 2011: 9-10).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
16
Menurut Bambang Sugeng dan Sujayadi (2011: 13), proses
penyelesaian sengketa di pengadilan adalah sebagai berikut:
a. proses diawali dengan pendaftaran gugatan oleh Penggugat pada
Pengadilan Negeri yang berwenang dengan membayar terlebih dahulu
panjar biaya perkara, kemudian oleh Panitera akan diberi Nomor
Register Perkara;
b. gugatan yang didaftarkan kemudian dilimpahkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Ketua Pengadilan Negeri akan
menunjuk Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut.
Majelis Hakim yang ditunjuk akan menentukan hari dan tanggal Sidang
I dan memerintahkan pemanggilan para pihak dalam Sidang I;
c. pada saat Sidang I, apabila para pihak (Penggugat dan Tergugat) hadir,
maka Majelis Hakim akan memerintahkan para pihak menempuh
proses mediasi;
d. para pihak yang berperkara menempuh proses mediasi dengan
difasilitasi oleh seorang mediator yang terdaftar di Pengadilan Negeri
yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu (paling lama 30 hari);
e. apabila dalam jangka waktu yang ditentukan para pihak tidak mencapai
kesepakatan dalam mediasi, maka para pihak kembali masuk ke dalam
persidangan dan dimulailah proses jawab jinawab. Jawab jinawab
diawali dengan Jawaban Tergugat. Jawaban tergugat akan disanggah
dengan Replik dari Penggugat, yang kemudian dibantah dengan Duplik
dari Tergugat;
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
17
f. tahap berikutnya adalah pembuktian. Pada tahap ini para pihak
diberikan kesempatan untuk mengajukan alat bukti masing-masing
untuk memperkeuat dalil-dalil mereka, baik bukti tertulis maupun
keterangan saksi;
g. setelah tidak ada lagi alat bukti yang diajukan dan diperiksa, Hakim
akan menutut proses pembuktian dan mempersilahkan para pihak
menyusun kesimpulan. Kesimpulan ini merupakan pendapat para pihak
yang memperkuat dalil-dalil mereka berdasarkan hasil pembuktian;
h. setelah para pihak menyampaikan kesimpulannya, Majelis Hakim akan
menjatuhkan putusannya;
i. apabila terdapat pihak yang berkeberatan atas putusan yang dijatuhkan
oleh Majelis Hakim, dalam jangka waktu yang ditentukan, pihak yang
berkeberatan dapat mengajukan upaya hukum (banding, kasasi,
peninjauan kembali);
j. apabila putusan telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht
van gewujsde), pihak yang dimenangkan oleh putusan tersebut dapat
memohonkan pelaksanaan putusan (eksekusi).
3. Penyelesaian di Luar Pengadilan (Non Litigasi)
Bentuk penyelesaian sengketa non litigasi saat ini mulai
dikembangkan sebagai bentuk alternatif yang lebih dianjurkan bagi mereka
yang sedang terlibat sengketa. Pada Tahun 1999 pemerintah menerbitkan
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan sebagai pengganti dari aturan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
18
perundang-undangan kolonial yang sebelumnya berlaku (D.Y. Witanto,
2011: 10). Beberapa bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam
Undang- Undang tersebut antara lain :
a. Arbitrase
Secara yuridis, Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan definisi
arbitrase yaitu sebagai cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa di luar lembaga
litigasi atau peradilan yang diadakan oleh para pihak yang bersengketa
atas dasar perjanjian atau kontrak yang telah mereka adakan
sebelumnya atau sesudah terjadinya sengketa. Para pemutus atau
arbiternya dipilih dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa
dengan tugas menyelesaikan persengketaan yang terjadi diantara
mereka. Pemilihan arbiter seyogyanya didasarkan pada kemampuan dan
keahliannya dalam bidang tertentu dan dapat bertindak secara netral
(Rachmadi Usman, 2012: 19).
Berdasarkan ketentuan ini, maka arbitrase merupakan salah satu
cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum yang didasarkan
atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa, disamping cara
lainnya. Namun dalam hal ini, harus diingat bahwa tidak semua
sengketa perdata dapat diselesaikan melalui arbitrase, kecuali hanya
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
19
sengketa perdata mengenai hak yang menuruut hukum dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat
mereka ( Rachmadi Usman, 2012: 19).
b. Negosiasi
Negosiasi adalah perundingan langsung di antara dua pihak atau
lebih yang bersengketa tanpa bantuan pihak lain dengan tujuan untuk
menyelesaikan sengketa (Takdir Rahmadi, 2011: 16). Negosiasi
merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk
mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga
penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi),
maupun pihak ketiga pengambil keputusan (arbitrase dan litigasi)
(Nurnaningsih Amriani, 2012: 23).
Adapun kelebihan penyelesaian sengketa melalui negosiasi adalah
pihak-pihak yang bersengketa sendiri yang akan menyelesaikan
sengketa tersebut. Pihak-pihak yang bersengketa adalah pihak yang
paling tahu masalahnya dan bagaimana cara penyelesian yang
diinginkan. Dengan demikian, pihak yang bersengketa dapat
mengontrol jalannya proses penyelesaian sengketa ke arah penyelesaian
sengketa yang diharapkan (D. Y Witanto, 2012: 17).
c. Mediasi
Mediasi adalah metode penyelesaian yang termasuk dalam
kategori tripartitie karena melibatkan bantuan atau jasa pihak ketiga (D.
Y. Witanto, 2012: 17). Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
20
melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur
mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk
mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam
proses tawar-menawar
(Nurnaningsih Amriani, 2012: 28).
Mediasi berdasarkan prosedurnya dibagi menjadi dua bagian
antara lain :
1) Mediasi yang dilakukan di luar pengadilan (Undang-undang No. 30
Tahun 1999).
2) Mediasi yang dilakukan di pengadilan (Pasal 130 HIR/154 RBg jo
PERMA No. 1 Tahun 2016).
Mediasi di luar pengadilan dilakukan oleh para pihak tanpa
adanya proses perkara di pengadilan, hasil kesepakatan yang diperoleh
dari proses mediasi di luar pengadilan dapat diajukan ke pengadilan
untuk mendapatkan pengukuhan sebagai akta perdamaian yang
memiliki kekuatan layaknnya Putusan Hakim yang berkekuatan hukum
tetap. Sedangkan mediasi yang dilakukan di pengadilan adalah proses
mediasi yang dilakukan sebagai akibat dari adanya gugatan perdata ke
pengadilan ( D. Y. Witanto, 2012: 18- 19).
d. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa oleh para pihak
dengan meminta bantuan pada pihak netral yang tidak memiliki
kewenangan memutus. Dalam konsiliasi, konsiliator menjalankan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
21
fungsi yang lebih aktif mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa
dan menawarkannya kepada para pihak (Rachmadi Usman, 2012: 22).
Konsiliasi berbeda dengan mediasi meskipun keduanya sama-
sama menghadirkan pihak ketiga sebagai pihak yang netral untuk
membantu menyelesaikan sengketa. Salah satu perbedaan antara
mediasi dan konsiliasi adalah berdasarkan rekomendasi yaang diberikan
oleh pihak ketiga kepada pihak yang bersengketa. Hanya dalam
konsiliasi ada rekomendasi pada pihak-pihak yang bersengketa,
sedangkan mediator dalam suatu mediasi hanya berusaha membimbing
para pihak yang bersengketa menuju suatu kesepakatan. Selain itu,
beberapa bentuk konsiliasi melibatkan intervensi pihak ketiga yang
lebih dalam (lebih memaksa) dan aktif, mengasumsikan kecenderungan
terhadap norma tertentu dan memiliki orientasi edukatif bagi satu atau
lebih pihak terkait (Nurnaningsih Amriani, 2012: 34- 35).
e. Penilaian Ahli
Penilaian ahli atau biasa juga disebut pendapat ahli adalah suatu
keterangan yang dimintakan oleh para pihak yang sedang bersengketa
kepada seseorang ahli tertentu yang dianggap lebih memahami tentang
suatu materi sengketa yang terjadi. Permintaan pendapat ahli
disebabkan karena adanya perbedaan pendapat di antara kedua belah
pihak. Pendapat ahli dimintakan, baik terhadap persoalan pokok
sengketa maupun di luar pokok sengketa jika itu memang diperlukan,
atau dengan kata lain pendapat ahli pada umumnya bertujuan untuk
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
22
memperjelas duduk persoalan di antara yang dipertentangkan oleh para
pihak (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000: 39).
C. Mediasi
1. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, yaitu :
“mediare” yang berarti “berada di tengah”. Makna ini merujuk pada peran
yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan
tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.
“Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi
netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus
mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan
sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari pihak yang
bersengketa (Syahrizal Abbas, 2011: 1- 2).
Selain itu mediasi juga berasal dari bahasa Inggris “mediation” yang
artinya penengahan atau pendamaian (Susilo Riwayadi dan Suci Nur
Anisyah, 289). Gerry Goodpaster (1999: 241) memberikan pengertian
tentang mediasi sebagai proses negosiasi penyelesaian masalah dimana
suatu pihak luar yang tidak berpihak, netral, tidak bekerja bersama para
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka guna mencapai suatu
kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.
Menurut Takdir Rahmadi (2012: 12), mediasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
23
atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki
kewenangan memutus. Sedangkan Kovach memberikan pengertian
mediasi sebagai berikut :
“Facilitated negotiation. It is a process by which a neutral third
party. The mediator, assists disputing parties in reaching a mutually
satisfactory resolution” (Suyud Margono, 2000: 59).
Pengertian Mediasi dalam kaitannya terhadap sistem peradilan
sebagaimana dijelaskan menurut PERMA No. 1 Tahun 2016 Pasal 1 angka
(1), mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Dari beberapa definisi mediasi yang diuraikan di atas, pengertian
mediasi mengandung unsur-unsur menurut Sujud Margono (dalam H. P.
Panggabean) sebagai berikut:
a. mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas
kesukarelaan melalui suatu perundingan;
b. mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa
di dalam perundangan;
c. mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk
mencari penyelesaian;
d. mediator tidak boleh memberi kewenangan untuk mengambil keputusan
selama perundingan berlangsung;
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
24
e. tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau mnghasilkan kesepakatan
yang dapat diterima dari pihak-pihak yang bersengketa guna
mengakhiri sengketa (H. P. Panggabean, 2011: 206- 207).
2. Tujuan dan Manfaat Mediasi
Tujuan mediasi adalah tidak untuk menghakimi salah atau benar
namun lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk :
a. menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan;
b. melenyapkan kesalahpahaman;
c. menentukan kepentingan yang pokok;
d. menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat persetujuan; dan
e. menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri
oleh para pihak (Bambang Sutiyoso, 2008: 57).
Dalam mediasi diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi para
pihak, keuntungan tersebut diantaranya :
a. mediasi diharapkan dapat menyelesaikan perkara dengan cepat dan
murah dibandingkan dengan membawa perkara kepengadilan atau
lembaga arbitrase;
b. mediasi tidak hanya terpaku pada hak-hak hukumnya tetapi juga
memfokuskan pada psikologi para pihak;
c. mediasi memberikan kesempatan kepada para pihak dalam
berpartisipasi menyelesaikan sengketa mereka;
d. mediasi dapat memberikan kontrol dalam proses maupun hasil mediasi.
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
25
e. mediasi memberikan hasil yang tahan uji sehingga saling menciptakan
pengertian yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa;
f. mediasi dapat menghilangkan konflik, daripada lembaga pengadilan
dan lembaga arbitrase yang seolah-olah bentuk putusannya adalah
memaksa ( Syahrizal Abbas, 2011: 25).
Sedangkan Christopher W. Moore dalam “Mediasi Lingkungan”
menyebutkan beberapa keuntungan yang seringkali didapatkan dari hasil
mediasi, yaitu :
a. keputusan yang hemat. Mediasi biasanya memakan biaya yang lebih
murah jika dilihat dari pertimbangan keuangan dibandingkan dengan
biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan litigasi yang
berlarut-larut atau bentuk- bentuk pertikaian lainnya;
b. penyelesaian secara cepat. Di zaman dimana persoalan bisa makan
waktu sampai satu tahun untuk disidangkan di pengadilan, dan
bertahun-tahun lamanya jika kasus tersebut terus naik banding, pilihan
untuk melakukan mediasi seringkali menjadi salah satu cara yang lebih
singkat untuk meyelesaikan sengketa;
c. hasil-hasil yang memuaskan bagi semua pihak. Pihak-pihak yang
bersengketa pada umumnya merasa lebih puas dengan jalan keluar yang
telah disetujui bersama daripada harus menyetujui jalan keluar yang
sudah diputuskan oleh pengambil keputusan dari pihak ketiga. Kecuali
dalam kasus kriminal, ketidakpuasan semacam itu kelihatannya berlaku
umum;
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
26
d. kesepakatan-kesepakatan komprehensif dan “customized”. Penyelesaian
sengketa melalui cara mediasi bisa menyelesaikan sekaligus masalah
hukum maupun yang diluar jangkauan hukum;
e. praktik dan belajar prosedur-prosedur penyelesaian masalah secara
kreatif. Mediasi mengajarkan orang mengenai teknik-teknik
penyelesaian sengketa secara praktis yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan sengketa di masa mendatang;
f. tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bisa diduga. Pihak-
pihak yang menegosiasikan sendiri pilihan penyelesaian sengketa
mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap hasil-hasil sengketa.
Keuntungan dan kerugian menjadi lebih mudah diperkirakan dalam
suatu penyelesaian masalah melalui negosiasi atau mediasi daripada
melalui proses arbitrase dan sidang pengadilan;
g. pemberdayaan individu (personal empowermen). Orang-orang yang
menegosiasikan sendiri masalah cara pemecahan masalah mereka
serinngkali meras mempunyai lebih banyak kuasa daripada mereka
yang melakukan advokasi melalui wali;
h. melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan
dengan cara yang lebih ramah. Banyak sengketa yang terjadi dalam
konteks suatu hubungan yang akan berkelanjutan di tahun-tahun
mendatang. Cara penyelesaian melalui mediasi yang memperhatikan
semua kepentingan pihak yang terlibat seringkali bisa mempertahankan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
27
sebuah hubungan yang baik, hal ini berarti bahwa penyelsaian sengketa
tidak bisa dilakukan dengan prosedur menang-kalah (win-lose);
i. keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan. Pihak-pihak yang
memediasikan perbedaan kepentingan mereka bisa melihat sampai pada
detail-detail pelaksanaan keputusan. Kesepakatan yang dinegosiasikan
atau dimediasikan dahulu bisa mencakup prosedur-prosedur yang
ditambalsulamkan ungtuk mereka-reka bagaimana caranya keputusan-
keputusan tersebut bisa dilaksanakan;
j. kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil kompromi
atau prosedur menang-kalah. Negosiasi-negosiasi yang dilakukan
melalui mediasi berwawasan kepentingan bisa menghasilkan
pernyataan-pernyataan yang lebih memuaskan bagi semua pihak jika
dibandingkan dengan keputusan kompromi dimana sebagian pihak
menanggung kerugian dan sebagian lagi menikmati keuntungan.
Mediasi berwawasan kepentingan memungkinkan semua pihak untuk
melihat cara-cara untuk memperbesar kue yang akan dibagi,
meningkatkan kepuasan, atau mencari jalan keluar yang seratus persen
menjamin keuntungan bagi semua pihak dan tidak akan ada kerugian
bagi siapapun;
k. keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu. Penyelesaian sengketa
melalui mediasi cenderung bertahan sepanjang masa dan jika akibat-
akibat sengketa muncul kemudian, pihak-pihak bersengketa cenderung
untuk memanfaatkan sebuah forum kerjasama untuk menyelesaikan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
28
masalah untuk mencari jalan tengah perbedaan kepentingan mereka
daripada mencoba menyelesaikan masalah dengan pendekatan
adversarial.
3. Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan
Pengaturan mengenai mediasi secara tertulis di Indonesia, awalnya
terdapat dalam hukum acara perdata yaitu Pasal 130 HIR/154 RBg yang
mengatur tentang perdamaian di pengadilan. Hakim yang mengadili wajib
terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebeum
perkaranya dilanjutkan ke proses berikutnya.
Adapun landasan formil mengenai integrasi mediasi dalam sistem
peradilan adalah sebagai berikut:
a. SEMA No. 1 Tahun 2002
M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa:
SEMA No 1 Tahun 2002 dikeluarkan pada tanggal 30 Januari
2002 yang berjudul Pemberdayaan Tingkat Pertama Menerapkan
Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 Rbg). Penerbitan SEMA
tersebut bertitik tolak dari salah satu hasil Rakernas Mahkamah Agung
(MA) di Yogyakarta tanggal 24 sd. 27 September 2001. Motivasi yang
mendorongnya, untuk membatasi perkara kasasi secara substantive dan
prosesual. Sebab apabila peradilan tingkat pertama mampu
menyelesaikan perkara melalui perdamaian, akan berakibat turunnya
jumlah perkara pada tingkat kasasi (Tumian Lian Daya Purba, 2015:
13).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
29
Dalam SEMA No. 1 Tahun 2002 diberikan petunjuk kepada
hakim pengadilan tingkat pertama untuk lebih mengoptimaliisasikan
penyelesaian sengketa dengan cara menerapkan lembaga perdamaian.
Karenanya, agar semua hakim yang menyidangkan perkara dengan
sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan
ketentuan dalam Pasal 132 HIR/154 RBg tidak hanya sekedar
formalitas menganjurkan perdamaian (Rachmadi Usman, 2012: 29).
b. PERMA No. 2 Tahun 2003
SEMA No. 1 Tahun 2002 ternyata tidak mampu memberikan
solusi yang memuaskan, karena secara substansial SEMA hanya berisi
himbauan atau petunjuk saja, sehingga dalam pelaksanaannya tidak
begitu banyak memberikan hasil yang signifikan. Pada tahun 2003
tepatnya satu tahun sembilan bulan sejak terbitnya SEMA No. 1 Tahun
2002, Mahkamah Agung mulai merumuskan aturan dalam bentuk
hukum acara yaitu dengan menerbitkan PERMA No. 2 Tahun 2003
yang berjudul “Proses Mediasi di Pengadilan” (D. Y. Witanto, 2012:
54).
Pasal 17 PERMA ini menegaskan bahwa dengan berlakunya
Peraturan Mahkamah Agung ini. Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat
Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/ 154 RBg )
diinyatakan tidak berlaku (Rachmadi Usman, 2012: 30).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
30
c. PERMA No. 1 Tahun 2008
PERMA No. 1 Tahun 2008 terbit setelah melalui sebuah kajian
oleh tim yang dibentuk Mahkamah Agung. Mulai tahun 2006 dibentuk
suatu tim working group untuk meneliti hal-hal yang perlu
disempurnakan. Produk akhirnya adalah PERMA No. 1 Tahun 2008.
Konsiderans PERMA No. 1 tahun 2008 huruf e memuat sebagai
berikut:
Bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur
Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Indonesia No. 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa
permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung
tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu
direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang
terkait dengan proses berperkara di pengadilan (Tumian Lian Daya
Purba, 2015: 14).
Beberapa perubahan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 tersebut
antara lain (D. Y. Witanto, 2012: 55) :
1) tentang batas waktu pelaksanaan mediasi;
2) tentang ancaman “batal demi hukum” tergadap persidangan tanpa
menempuh mediasi terlebih dahulu;
3) tentang pengecualian perkara yang dapat dimediasi;
4) tentang kemungkinan hakim yang memeriksa perkara menjadi
mediator;
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
31
5) tentang perdamaian pada tingkat upaya hukum;
6) tentang kesepakatan di luar pengadilan;
7) tentang pedoman perilaku mediator, honorarium, dan insentif.
d. PERMA No. 1 Tahun 2016
PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan merupakan bentuk pembaruan dari peraturan Mahkamah
Agung sebelumnya, yakni PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur
mediasi di pengadilan. Terdapat banyak perubahan yang dibawa oleh
PERMA No. 1 tahun 2016 tersebut. Salah satu diantaranya adalah
mengenai iktikad baik para pihak yang berperkara dalam menempuh
mediasi.
Penyempurnaan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam
PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan
tersebut ditemukan beberapa masalah, sehingga perlu dikeluarkan
PERMA baru dalam rangka memepercepat dan mempermudah
penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih luas kepada
pencari keadilan.
(Bidang Akademik dan Profesi (AKPRO) SERAMBI FHUI.
2016. Perbandingan PERMA No. 1 Tahun 2016 vs PERMA No. 1
Tahun 2008. http://serambi.fh.ui.ac.id/wp-
content/uploads/2016/05/rangkuman_haper_ke_3.pdf)
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
32
4. Mediasi berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016
Pada dasarnya mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara
damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas
kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta
berkeadilan. Namun demikian, pada praktiknya selama ini prosedur
mediasi di Pengadilan belum menghasilkan tingkat keberhasilan mediasi
yang baik. Berdasarkan hal tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan
PERMA No. 1 Tahun 2016 untuk mencabut PERMA No. 1 Tahun 2008,
dengan harapan kenaikan tingkat keberhasilan dalam mediasi.
Hal-hal baru dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang diyakini dapat
mengoptimalkan tingkat keberhasilan proses mediasi, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Kewajiban Para Pihak Untuk Menghadiri Proses Mediasi
Dengan/Tanpa Kuasa Hukum
Pertemuan para pihak dengan mediator dalam mediasi pada
dasarnya dilakukan secara langsung bisa dilakukan di ruang mediasi di
pengadilan atau apabila menggunakan mediator eksternal dan para
pihak sepakat bisa dilaksanakan di luar ruangan yang disediakan
pengadilan. Dengan perkembangan teknologi, maka makna pertemuan
mediasi secara langsung tidak harus tatap muka tetapi bisa juga
dilakukan melalui media komunikasi audiovisual (Maskur Hidayat,
2016: 82).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
33
Dalam hal memudahkan penerapan ini, PERMA No. 1 Tahun
2016 memfasilitasi para pihak dengan memudahkan para pihak untuk
melakukan mediasi melalui media komunikasi visual (Pasal 5 ayat (3)
PERMA No. 1 Tahun 2016) dan menganggap kehadiran para pihak
melalui komunikasi audio visual sebagai kehadiran langsung (Pasal 6
ayat (2) PERMA No. 1 Tahun 2016).
Apabila para pihak tidak bisa hadir, alasan ketidakhadiran
tersebut harus sesuai dengan alasan tidak hadir yang sah (Pasal 6 ayat
(3) PERMA No. 1 Tahun 2016). Berikut yang merupakan alasan yang
sah bagi para pihak untuk tidak menghadiri proses mediasi (Pasal 6 ayat
(4) PERMA No. 1 Tahun 2016):
1) kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan
mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;
2) di bawah pengampuan;
3) mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri;
atau
4) menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak
dapat ditinggalkan.
b. Iktikad Tidak Baik Para Pihak dalam Proses Mediasi
Ketentuan mengenai iktikad baik para pihak yang menempuh
mediasi diatur dalam Pasal 7 PERMA No. 1 Tahun 2016. Berbeda
dengan PERMA sebelumnya, PERMA No. 1 Tahun 2016 ini
mengkualifikasikan beberapa hal yang menyebabkan salah satu pihak
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
34
atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak
beriktikad baik (Pasal 7 ayat (2) PERMA No. 1 Tahun 2016), yaitu:
1) ketidakhadiran salah satu pihak atau para pihak setelah dipanggil
secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi
tanpa alasan sah;
2) menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir
pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2
(dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3) ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan
Mediasi tanpa alasan yang sah;
4) menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan
dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
5) tidak menandatangani konsep kesepakatan Perdamaian yang telah
disepakati tanpa alasan sah.
Uraian Pasal 7 ayat (2) PERMA tersebut di atas pada pokoknya
merupakan dorongan supaya para pihak melakukan mediasi secara
bersungguh-sungguh. Termasuk dalam kesungguhan mediasi adalah
kehadiran dalam sesi mediasi yang telah disepakati bersama mediator
juga menyangkut pengajuan resume atau tanggapan terhadap pihak
lawan. Urgensi pengajuan resume adalah supaya masing-masing pihak
bisa mengerti keinginan pihak lawan. Bagi mediator dengan adanya
resume, maka memudahkan untuk mencari formula penyelesaian karena
dari resume yang diajukan masing-masing pihak, maka bisa diketahui
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
35
pokok sengketa baik yang primer maupun yang tersier. Sehingga dari
resume tersebut mediator bisa mengarahkan dialog dalam sesi mediasi
ke arah yang konstruktif bagi percepatan penyelesaian sengketa (
Maskur Hidayat, 2016: 69).
Akibat hukum salah satu pihak atau para pihak beriktikad tidak
baik dalam proses mediasi adalah pengenaan kewajiban pembayaran
biaya mediasi. Namun, apabila pihak yang beriktikad tidak baik itu
merupakan pihak penggugat, maka gugatannya juga akan dinyatakan
tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara (Pasal 22-23
PERMA No. 1 Tahun 2016). Lebih lanjut, terhadap putusan yang
menyatakan gugatan tidak dapat diterima serta penetapan pengenaan
kewajiban pembayaran biaya mediasi tidak dapat dilakukan upaya
hukum lebih lanjut (Pasal 35 ayat (2) PERMA No. Nomor 1 Tahun
2016) (Damar Ariotomo, http://www.abnp.co.id/news/harapan-
optimalisasi-proses-mediasi-pasca-perma-nomor-1-tahun-2016).
c. Jangka Waktu Penyelesaian Mediasi Sejak Adanya Penetapan Perintah
Untuk Melakukan Mediasi
Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016, proses mediasi saat ini
hanya memiliki jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
adanya penetapan perintah melakukan mediasi. (Pasal 24 ayat (2)
PERMA No. 1 Tahun 2016). Namun demikian, apabila kedua belah
pihak sepakat untuk memperpanjang proses mediasi, PERMA No. 1
Tahun 2016 memberikan jangka waktu perpanjangan proses mediasi
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
36
yang lebih banyak dibandingkan jangka waktu perpanjangan proses
mediasi yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2008. Saat ini jangka
waktu perpanjangan mediasi dapat diberikan hingga 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu proses mediasi (Pasal 24 ayat
(3) PERMA No. 1 Tahun 2016).
d. Kesepakatan Sebagian
Hal baru lainnya dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 ini adalah
pengaturan mengenai kesepakatan sebagian. Adapun hal penting pada
kesepakatan sebagian itu diantaranya:
1) Kesepakatan sebagian pihak yang bersengketa (Pasal 29 PERMA
No. 1 Tahun 2016);
Maksud dari kesepakatan sebagian pihak yang bersengketa
adalah kesepakatan antara sebagian pihak baik penggugat ataupun
Tergugat yang berperkara di tahapan mediasi. Dalam hal suatu
sengketa terdiri dari penggugat dan beberapa tergugat apabila dalam
proses mediasi tercapai kesepakatan antara penggugat dengan salah
satu tergugat (tetapi tidak menyangkut seluruh tergugat), maka
kesepakatan tersebut dapat dibuat dan ditanda tangani oleh sebagian
pihak tergugat serta mediator (Maskur Hidayat, 2016: 81).
Dalam hal proses mediasi mencapai kesepakatan antara
penggugat dan sebagian pihak tergugat, berdasarkan Pasal 29 ayat
(1) PERMA No. 1 Tahun 2006, penggugat mengubah gugatan
dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
37
kesepakatan sebagai pihak lawan. Selanjutnya, terhadap para pihak
(tergugat) yang tidak mencapai kesepakatan damai tersebut,
penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap pihak
tersebut (Damar Ariotomo, http://www.abnp.co.id/news/harapan-
optimalisasi-proses-mediasi-pasca-perma-nomor-1-tahun-2016).
Kesepakatan perdamaian model ini tidak dapat dilakukan pada
perdamaian sukarela tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya
hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali (Pasal 29 ayat (6)
PERMA No. 1 Tahun 2016).
Tetapi apabila jumlah penggugat lebih dari satu dan sebagian
atau seluruh pihak tergugat, tetapi sebagian penggugat yang tidak
mencapai kesepakatan tidak bersedia mengubah gugatan, maa
mediasi tersebut dinyatakan tidak berhasil (Pasal 29 ayat (5)
PERMA No. 1 Tahun 2016) (Maskur Hidayat, 2016: 81).
2) Kesepakatan sebagian objek perkara atau tuntutan hukum (Pasal 30-
31 PERMA No. 1 Tahun 2016);
Maksud dari kesepakatan sebagian objek sengketa atau
tuntutan hukum, adalah kesepakatan antara para pihak terhadap
sebagian objek perkara atau tuntutan hukum. Dengan adanya
sebagian objek sengketa atau tuntutan hukum yang telah disepakati
oleh para pihak di tahapan mediasi, maka pada saat pemeriksaan di
Pengadilan Negeri, hanya dilanjutkan pemeriksaan terhadap objek
perkara atau tuntutan hukum yang tidak mencapai kesepakatan di
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
38
tahapan mediasi (Ariotomo, Damar,
http://www.abnp.co.id/news/harapan-optimalisasi-proses-mediasi-pasca-
perma-nomor-1-tahun-2016).
Terhadap hal yang sudah disepakati, maka hakim pemeriksa wajib
mencantumkan dalam pertimbangan serta amar putusan. Kesepakatan
perdamaian model ini juga berlaku pada perdamaian sukarela pada tahap
pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum banding, kasasi, atau
peninjauan kembali (Maskur Hidayat, 2016: 82).
5. Tahapan mediasi
Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang
lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar
kepada para pihak penemu penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi
rasa keadilan (Nurnaningnsih Amriani, 2012: 147). PERMA No. 1 Tahun
2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan merupakan penjabaran dari
lembaga perdamaian yang diatur oleh Pasal 130 HIR/ 154 RBg. Konsep
mediasi diintegrasikan ke dalam proses perdamaian di pengadilan karena
HIR maupun RBg tidak mengatur secara rinci tentang bagaimana prosedur
perdamaian dimaksud. Kondisi menumpuknya perkara di Mahkamah
Agung memicu timbulnya pemikiran untuk mengoptimalkan lembaga
perdamaian agar bisa menyaring perkara-perkara perdata agar tidak
semuanya bermuara ke Mahkamah Agung (D. Y. Witanto, 2012: 58).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
39
Adapun dalam proses mediasi di Pengadilan diatur prosedur beracara
mediasi yakni :
a. Tahap Pra mediasi
Dalam tahap ini penggugat terlebih dahulu memasukan
gugatannya ke Pengadilan Negeri, kemudian gugatan diterima oleh
Pengadilan Negeri. Pada hari yang telah ditentukan dan dihadiri kedua
belah pihak, Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.
Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak,
mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses
mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi sesuai PERMA
No. 1 Tahun 2016 kepada para pihak yang bersengketa (Pasal 17
PERMA No. 1 Tahun 2016) (Nurnaningsih Amriani, 2012: 148).
Setelah para pihak hadir pada sidang pertama, Hakim mewajibkan
para pihak pada hari itu juga atau paling lama dua hari kerja berikutnya
untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin
timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan Hakim. Apabila dal;
am jangka waktu tersebut para pihak tidak dapat memilih mediator
yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan
mereka memilih mediator kepada Ketua Majelis Hakim. Kemudian
Ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok
perkara untuk menjalankan fungsi mediator (Pasal 19 PERMA No. 1
Tahun 2016) (Nurnaningsih Amriani, 2012: 148- 149).
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
40
b. Tahap proses mediasi
Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah Ketua Majelis
Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan untuk melakukan
mediasi dan penunjukan mediator, masing-masing pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada pihak lain dan mediator yang
telah ditunjuk (Pasal 24 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2016).
Setiap pihak diberi kesempatan untuk mempresentasikan suatu
pandangan mereka tentang sengketa kepada mediator. Meskipun
biasanya pihak yang mengajukan kasus memulai presentasi namun hal
itu bukanlah hal yang tidak dapat diubah. Tujuan dari presentasi ini
adalah untuk memberi informasi kepada mediator tentang situasi
perkara serta keinginan dan harapan para pihak dan apabila pokok
sengketa sudah diketahui, maka mediator (Maskur Hidayat, 2016: 100).
Selanjutnya apabila pokok sengketa sudah diketahui, maka
mediator dan para pihak bisa lebih fokus pada upaya mencari solusi
yang tepat. Mediator menerangkan pokok masalah yang hendak
diselesaikan serta memberikan tawaran atau skenario penyelesaian
sengketa yang sekiranya bisa diterima para pihak dan kemudian
memberi pendapat mengenai poin-poin yang menghambat atau menjadi
titik tolak terjadinya sengketa. Bila dianggap perlu mediator juga dapat
menggunakan metode kaukus seperti yang diatur dalam Pasal 14 huruf
e PERMA No. 1 Tahun 2016, yaitu pertemuan satu pihak saja dengan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
41
mediator tanpa dihadiri pihak lainnya (Maskur Hidayat, 2016: 111-
112).
Proses mediasi berlangsung paling lama 30 hari kerja sejak
penetapan perintah melakukan mediasi. Mediator atas permintaan para
pihak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
mediasi atas dasar kesepakatan para pihak kepada Hakim Peeriksa
Perkara disertai alasannya (Pasal 24 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun
2016).
c. Mediasi mencapai kesepakatan
Dalam hal para pihak telah mencapai kesepakatan untuk
berdamai, maka mediator harus merumuskan kesepakatan dalam suatu
formulasi yang tepat. Kesepakatan yang sudah diformulasikan tersebut
haruslah diarahakan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh para
pihak dan mediator (Maskur Hidayat, 2016: 108). Dengan adanya
kesepakatan perdamaian secara tertulis, maka terdapat bukti tertulis
bahwa diantara para pihak yang bersengketa tersebut telah mencapai
kesepakatan perdamaian melalui mediasi, seihingga tidak ada pihak
yang dapat mengingkari adanya kesepakatan damai ini (Rachmadi
Usman, 2012: 199).
Jika para pihak telah mencapai kata sepakat untuk berdamai dan
sekaligus mengukuhkan kesepakatan dalam akta perdamaian, maka para
pihak bisa memohon kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan
dalam akta perdamaian. Namun, jika para pihak tidak mengehendaki
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
42
kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
maka kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan
gugatan dan/atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai (Pasal
27 ayat (4) dan (5) PERMA No. 1 Tahun 2016) (Maskur Hidayat, 2016:
109).
d. Mediasi tidak mencapai kesepakatan
Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2016,
mediator wajibmenyatakan mediasi tidak berhasil mencapai
kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim
Pemeriksa Perkara, dalam hal :
1) Para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari berikkut perpanjangannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3), atau
2) Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan e.
Menurut Maskur Hidayat (2016: 110), apabila mediasi gagal,
maka sengketa yang ditangani dalam proses mediasi berarti dilanjutkan
pada pemeriksaan dan pembuktian dalam sidang perdata di pengadilan.
Hal-hal yang harus diperhatikan apabila mediasi gagal adalah :
1) Pernyataan dan pengakuan para pihak tidak bisa digunakan sebagai
alat bukti dalam proses persidangan.
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
43
2) Notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan.
Dua hal di atas merupakan penekanan bahwa proses mediasi
meskipun terintegrasi ke dalam proses beracara di pengadilan tetapi
ketika tidak berhasil, maka proses pemeriksaan harus tetap
dilaksanakan tanpa boleh dipengaruhi oleh hasil atau efek dari prosedur
penyelesaian sengketa yang sudah dilaksanakan sebelumnya (mediasi)
(Maskur Hidayat, 2016: 110).
D. Mediator
1. Mediator
Mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian
sengketa dimana terdapat pihak ketiga yang posisinya netral dan tidak
memihak kepada salah satu pihak, masuk dan melibatkan diri ke dalam
sengketa yang sedang berlangsung guna membantu dan memafasilitasi
para pihak dalam menyelesaikan sengketa itu secara damai, pihak ketiga
tersebut biasa disebut dengan istilah mediator (D. Y. Witanto, 2012: 87).
Menurut PERMA No. 1 Tahun 2016 dalam Pasal 1 angka 2,
mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator
sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
44
Pada prinsipnya, daftar mediator yang terpampang di ruang lobby
pengadilan tersebut akan memuat beberapa nama mediator yang secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Mediator yang berasal dari dalam pengadilan yaitu Hakim bukan
pemeriksa perkara maupun Hakim pemeriksa perkara dan pegawai
pengadilan
b. Mediator yang berasal dari luar pengadilan baik dari kalangan advokat,
akademisi maupun profesional lainnya yang telah bersertifikat mediator
(D. Y. Witanto, 2012: 91).
Dalam proses mediasi, seorang mediator berperan sebagai pemacu
dan fasilitator yang harus mengarahkan para pihak yang bersengketa untuk
menemukan sendiri jalan penyelesaiannya, disebutkan dalam Black’s Law
Dictionary bahwa “The mediator has no power to impose a decission on
the parties”. Hal ini serupa juga diungkapkan oleh Mark E. Roszkowsky
yang menyebutkan bahwa “A mediator generally has noppower to impose
a resolusion” yang artinya di dalam penyelsaian sengketa para pihaklah
yang memiliki kewenangan penuh untuk menentukan bentuk penyelesaian
(Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, 2000:33).
Sedangkan menurut Rachmadi Usman (2012: 86) peran mediator
dalam proses mediasi adalah sebagai penengah yang menengahi suatu
sengketa yang dihadapi oleh para pihak serta membantu para pihak untuk
menyelesaikannya. Seorang mediator juga diharapkan dapat merumuskan
berbagai pilihan penyelesaian sengketa yang dapat diterima dan
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
45
memuaskan kedua belah pihak, setidaknya pera utama seorang mediator
adalah mempertemukan kepentingan yang saling berbeda antara para pihak
agar mencapai titik temu yang dapat dijadikan sebagai titik temu
penyelesaian maslah yang sedang dihadapi.
2. Persyaratan Menjadi Seorang Mediator
Persyaratan seseorang yang menjadi seorang mediator di pengadilan
tidak diatur secara rinci dalam PERMA No. 1 Tahun 2016, hanya saja
secara implisit maupun eksplisit telah diatur dalam ketentuan Pasal 1
angka 2, Pasal 1 angka 3, dan Pasal 13 PERMA No. 1 Tahun 2016.
Berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam PERMA No.1 Tahun 2016
dimaksud, persyaratan menjadi mediator meliputi :
a. Pihak yang Netral dan Tidak Memihak
Pengertian pihak yang netral ini meliputi sikap independen, yang
mencakup bersikap bebas dan merdeka dari pengaruh siapapun dan
bebas secara mutlak dari paksaan dan direktiva pihak manapun. Syarat
pihak tidak memihak mengandung arti harus benar-benar bersifat
imparsialitas, tidak boleh parsial kepada salah satu pihak dan tidak
boleh bersikap diskriminatif, tetapi harus memberi perlakuan yang sama
(equal treatment) kepada para pihak (M. Yahya harahap, 2008: 247).
Sehubungan dengan hal tersebut, jika mediator berasal dari
kalangan advokat, maka harus advokat di luar penasihat hukum para
pihak atau bukan yang tergabung dalam satu associate/partner dengan
salah satu penasihat hukum dari salah satu pihak. Sedangkan mediator
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
46
yang berasal dari kalangan akademisi hukum dan profesi non hukum,
selain juga harus memiliki independensi dengan sengketa para pihak,
juga sedikitnya harus memahami tentang persoalan-persoalan hukum.
Jika sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang hukum,
dikhawatirkan akan mengalami kesulitan ketika merumuskan butir-butir
kesepakatan perdamaian (D. Y. Witanto, 2012: 94).
b. Wajib Memiliki Sertifikat sebagai Mediator
Persyaratan bagi setiap mediator wajib bersertifikat (memiliki
Sertifikat Mediator) ditentukan dalam Pasal 13 ayat (1) PERMA No. 1
Tahun 2016 yang menyatakan sebagai berikut :
Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh
setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi
mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah agung atau lembaga
yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.
Perlunya sertifikat bagi mediator dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas jasa mediator. Karena saat ini, teknik dan
keterampilan mediasi dapat dipelajari setiap orang, maka sebaiknya
orang yang memberi jasa mediasi itu adalah orang-orang yang telah
mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi (Rachmadi Usman, 2012:
88).
Mahkamah Agung berpandangan bahwa sertifikasi mediator
adalah perlu sebagai salah satu upaya penjaminan mutu fungsi
mediator. Tetapi dalam keadaan atau situasi tertentu, ketentuan tersebut
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
47
dapat disimpangi yaitu apabila dalam sebuah wilayah tidak ada hakim,
pegawai pengadilan, advokat, akademisi hukum dan profesi bukan
hukum yang bersertifikat sehingga semua hakim pada pengadilan yang
bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediator meskipun
mereka tidak memiliki sertifikat karena upaya mediasi tidak boleh
ditunda hanya karena ketiadaan sertifikat. Karena PERMA No. 1 Tahun
2016 mengatur prosedur mediasi di pengadilan, maka pengecualian itu
diberikan kepada hakim (Takdir Rahmadi, 2012: 163- 164).
c. Wajib Mengikuti Pendidikan atau Pelatihan Mediasi
Untuk memperoleh seertifikasi mediator sudah tentu hal itu akan
diberikan setelah seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan
mediasi. Sertifikat mediator adalah sebuah dokumen yang menyatakan
seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung atau Lembaga yang telah
diakreditasi oleh Mahkamah Agung (Rachmadi Usman, 012: 92).
Menurut Gatot Soemartono (dalam Rachmadi Usman, 2012: 92)
di dalam praktik, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal
yang memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan
masing-masing pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat
tidak menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berfikir masing-
masing pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati
pandangan para pihak.
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
48
Mahkamah Agung berpandangan bahwa keberhasilan kebijakan
penggunaan mediasi terintegrasi ke dalam proses peradilan tidak hanya
ditentukan oleh aturan-aturan hukum, khususnya ketentuan- ketentuan
dalam PERMA No. 1 Tahun 2016, tetapi juga harus didukung oleh
ketersediaan orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan
sebagai mediator. Kemampuan dan keterampilan mediator dapat
diperoleh melalui pelatihan atau kursus atau kuliah. Sertifikasi
merupakan salah satu indikator bahwa pemilik sertifikat telah memiliki
kemampuan dan keterampilan sebagai mediator (Rachmadi Usman,
2012: 93- 94).
3. Tugas Mediator
Leonard L. Rsikin, mengatakan bahwa mediator mempunyai
tujuh fungsi yaitu sebagai catalyst (katalisator), educator (pendidik),
translator (penerjemah), resource person (narasumber), beare of bad
news (penyandang berita jelek), dan scapegoat (kambing hitam) (Suyud
Margono, 2000: 60).
Untuk menjalankan fungsinya itu, mediator memiliki tugas-tugas
yang tercermin dalam ketentuan Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 yaitu:
a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak
untuk saling memperkenalkan diri;
b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada para pihak;
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017
49
c. menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak
mengambil keputusan;
d. membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama para pihak;
e. menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan
satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);
f. menyusun jadwal Mediasi bersama para pihak;
g. mengisi formulir jadwal mediasi;
h. memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan
permasalahan dan usulan perdamaian;
i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan
berdasarkan skala proritas;
j. memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
1) menelusuri dan menggali kepentingan para pihak;
2) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para
pihak;
3) bekerja sama mencapai penyelesaian;
k. membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan
Kesepakatan Perdamaian;
l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau
tidak dapat dilaksanakannya Mediasi kepada Hakim Pemeriksa
Perkara;
m. menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan
menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya.
Penguatan Mediasi Dalam..., Intan Anggarani Prastiwi, Fakultas Hukum UMP, 2017