bab ii kajian pustaka -...

17
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada Bab II tentang kajian teori ini, berturut-turut akan dibahas mengenai hakikat matematika, belajar, pengukuran hasil belajar, pendekatan Matematika realistik, karakteristik pendekatan matematika realistik, keunggulan dan kelemahan pendekatak Matematika realistik, langkah-langkah pendekatakan Matematika realistik, penerapan pendekatan Matematika realistik dalam pembelajaran berdasarkan standar proses, kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan 2.1.1 Hakikat Matematika Menurut Subarinah (2006: 1) Istilah Matematika berasal dari bahasa yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata Matematika diduga erat hubungannya dengan kata Sansekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensia. Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga Matematika disebut ilmu deduktif. Sedangkan menurut Nurhadi (2004: 203) “belajar matematika berarti belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar bernalar. Jadi, belajar matematika berhubungan dengan penalaran”. Menurut Jhonson dan Rising dalam Subarinah (2006: 1) matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logika, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, tori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Sedangkan menurut Antonius (2006: 1) “matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi ilmu-ilmu yang lain”. Oleh karena itu penguasan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Hal ini karena konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suat

Upload: trinhmien

Post on 28-Jul-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Pada Bab II tentang kajian teori ini, berturut-turut akan dibahas mengenai

hakikat matematika, belajar, pengukuran hasil belajar, pendekatan Matematika

realistik, karakteristik pendekatan matematika realistik, keunggulan dan

kelemahan pendekatak Matematika realistik, langkah-langkah pendekatakan

Matematika realistik, penerapan pendekatan Matematika realistik dalam

pembelajaran berdasarkan standar proses, kajian hasil penelitian yang relevan,

kerangka berpikir dan hipotesis tindakan

2.1.1 Hakikat Matematika

Menurut Subarinah (2006: 1) Istilah Matematika berasal dari bahasa

yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata Matematika

diduga erat hubungannya dengan kata Sansekerta, medha atau widya yang artinya

kepandaian, ketahuan atau intelegensia. Matematika itu terorganisasikan dari

unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan

dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga Matematika disebut ilmu

deduktif. Sedangkan menurut Nurhadi (2004: 203) “belajar matematika berarti

belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar bernalar. Jadi, belajar

matematika berhubungan dengan penalaran”.

Menurut Jhonson dan Rising dalam Subarinah (2006: 1) matematika

merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logika,

pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, tori-teori dibuat

secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau

teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Sedangkan menurut Antonius (2006: 1)

“matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi ilmu-ilmu yang lain”.

Oleh karena itu penguasan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep

matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Hal ini karena

konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suat

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

8

konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan menjadi dasar

bagi konsep-konsep selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu

konsep akan berakibat pada kesalahfahaman terhadap konsep-konsep selanjutnya.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang

abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini berarti bahwa belajar

matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari

hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang deduktif

aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga mereka dapat membelajarkan

matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana sampai yang

kompleks (Subarinah (2006: 1). Menurut Rey dalam Subarinah (2006: 3)

“matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola

berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat”. Selanjutnya menurut Kline

dalam Subarinah (2006: 1) mengatakan bahwa “Matematika bukan pengetahuan

tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi beradanya karena

untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,

ekonomi dan alam”. Menurut Soedjadi (2000: 5) matematika memiliki objek

tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

Menurut Suherman (2003: 16 17) Matematika merupakan ilmu tentang

logika mengenal bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan

satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga

bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri matematika adalah sebagai telaah

tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu

bahasa, dan suatu alat. Selanjutnya menurut Bruner (Pitajeng, 2006: 29) belajar

matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang

terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika.

Pendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa

Matematika suatu ilmu pasti yang belajar mengenai simbol, fakta-fakta

kuantitatif, sesuatu yang abstrak, ruang dan bentuk dimana yang fungsi

prakteknya untuk mengekspersikan hubungan keruangan, fungsi teoritisnya

memudahkan berfikir, menemukan jawaban masalah yang dihadapi manusia,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

9

pengetahuan tentang bentuk dan ukuran serta memikirkan dalam diri manusia

melihat dan mengunakan hubungan-hubungan.

2.1.2 Belajar

Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam

interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan

psikomotor (Djamarah, 2005: 13). Menurut Sukmana (2002: 56), “belajar

didefinisikan sebagai usaha sadar yang dilakukan individu atau manusia untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan dalam

interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku hasilnya bersifat positif”.

Selanjutnya menurut Winkel (2004: 59) “belajar merupakan suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan, yang

menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan

dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara konstan dan berbekas”.

Menurut Brownell (Pitajeng, 2006: 122) “belajar merupakan suatu proses

yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan

pengertian”. Sedangkan menurut Thorndike dalam (Pitajeng: 2006: 39) “belajar

akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti

dengan rasa senang atau kepuasan”.

Berdasarkan pengertian belajar di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa belajar adalah peroses perubahan tingkah laku secara aktif dan membangun

pemahaman terhadap informasi atau pengalaman disekitar individu (siswa) yang

dapat dilakukan sendiri atau bersama orang lain.

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 40-41), hasil belajar merupakan

hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

10

sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan. Menurut

Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009), “hasil belajar merupakan

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”. Hasil belajar tersebut

terjadi terutama berkat evaluasi guru dan mengatakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan aktual yang diukur secara langsung.

Menurut Hamalik (2006: 3) hasil belajar adalah bila seseorang telah

belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari

tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah perubahan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya dari hal yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil

belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami

belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku.

Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari

mata pelajaran yang berupa data angka (hasil tes) maupun proses belajar. Hasil

belajar diperoleh pada kegiatan akhir yang diisi dengan pemberian evaluasi

terhadap siswa dan dilakukan di dalam kelas. Pengambilan hasil belajar

digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi

siswa melalui pengadaan tes bagi siswa.

2.1.4 Pengukuran Hasil Belajar

Menurut Sudjana (Supratiknya 2012: 1), penilaian hasil belajar adalah

kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai atau dikuasai

oleh murid dalam bentuk hasil belajar yang bisa mereka tunjukan setelah

menjalani kegiatan belajar mengajar. Menurutnya ada tiga istilah yang merujuk

pada aktivitas-aktivitas utama dalam kegiatan penilaian/pengukuran kelas, yaitu

(1) asesmen, (2) pengukuran dan (3) evaluasi. prosedur teknik yang dimaksud

adalah teknik tes dan teknik nontes.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

11

Menurut Chatterji dalam Supratiknya (2012 : 4), aktivitas terakhir dalam

rangkaian kegiatan penilaian kelas adalah evaluasi, yaitu “a procces that comes

after measurement is completed. It involves making a value judgmentor

interpretation of the resulting data in a decision making context”. Maksudnya,

evaluasi merupakan proses sesudah pengumpulan data atau informasi baik dengan

teknik pengukuran (tes atau skala) maupun dengan teknik asesmen lain selesai

dilakukan bahkan sesudah data atau informasi tersebut selesai diolah.

Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran hasil belajar

adalah suatu pengukuran berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah

dilaksanakan dengan menggunakan istilah tiga aktivitas, yaitu: (1) asesmen, (2)

pengukuran, (3) evaluasi serta pengumpulan data atau informasinya dengan teknik

pengukuran tes dan skala.

2.1.5 Pendekatan Matematika Realistik

Menurut Gravameijer (Tarigan, 2006: 3) mengemukakan bahwa

Pendekatan Matematika Realistik pertama kali dikembangkan di Belanda pada

tahun 1970-an. Gagasan itu pada awalnya merupakan reaksi penolakan kalangan

pendidik matematika dan matematikawan Belanda terhadap gerakan Matematika

Modern yang melanda sebagian besar dunia saat itu. Mulai tahun 1990-an

Pendekatan Matematika Realistik merupakan pendekatan dalam pendidikan

matematika, diadaptasi di beberapa sekolah di Amerika Serikat. Pendekatan ini

muncul dengan nama kurikulum Mathematics in Contecx. Sedangkan untuk

Indonesia sendiri Pendekatan Matematika Realistik ini diperkenalkan pada tahun

2001 di beberapa Perguruan Tinggi secara kolaboratif melalui Proyek Pendidikan

Matematika Realistik di tingkat SD.

Pendekatan matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan

realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses

pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematka

secara lebih baik. Zulkardi (2001: 6) mendefinisikan pendekatan matematika

realistik (PMR) adalah “ teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang

nyata (real) bagi siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi, dan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

12

berkolaborasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri

dan menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik individual

maupun kelompok”.

Menurut Gravemeijer dalam Tarigan (2006: 3-4) masalah konteks nyata

merupakan bagian inti dan dijadikan strating point dalam pembelajaran

matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan

memperhatikan konteks ini berlangsung dalam proses yang feudhenthal

dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention). Pendekatan matematika

realistik merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa

yang bersifat realistik sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi yang

ditunjukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan

berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah.

Menurut Suherman (2003: 129) pendekatan matematika realistik

merupakan pendekatan yang menuntun siswa dari keadaan yang sangat konkrit

(melalui proses matematisasi horizontal, matematika dalam tingkat ini adalah

matematika informal). Biasanya mereka (para siswa) dibimbing oleh masalah-

masalah kontekstual.

Menurut Niss (Suherman, 2003: 126) pengembangan pembelajaran

matematika dengan pendekatan matematika realistik merupakan salah satu usaha

meningkatkan kemampuan siswa memahami matematika. Usaha-usaha ini

dilakukan sehubungan dengan adanya perbedaan antara materi yang dicita-citakan

oleh kurikulum tertulis dengan materi yang diajarkan, serta perbedaan antara

materi yang diajarkan dengan materi yang dipelajari siswa. Jadi, pendekatan

matematika realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan

guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep

sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari.

2.1.6 Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik

Menurut Treffers (Wijaya, 2011: 21-23) terdapat lima karakteristik

Pendekatan Matematika Realistik sebagai pedoman dalam merancang

pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

13

a. Penggunaan konteks digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan.

b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif sebagai jembatan (brigje) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju matematika tingkat formal. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau serta jam yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Model dapat berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.

d. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Disini siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.

e. Keterkaitan. Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Berdasarkan pendapat Treffers di atas maka dapat disimpulkan bahwa

karakteristik pembelajaran matematika realistik adalah (1) menyajikan masalah

kontekstual, (2) siswa bebas memilih strategi, bahasa atau simbol untuk

menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan, (3) adanya pembelajaran

yang interaktif antara guru dan siswa atau siswa dengan teman sebayanya, dan (4)

ada hubungan matematika dengan pelajaran lain yang merupakan masalah nyata

dalam anak (siswa).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

14

2.1.7 Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Matematika Realistik

Menurut Suwarsono (2001:5) dalam terdapat beberapa keunggulan dari

Pembelajaran Matematika Realistik ( PMR) antara lain:

a) Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan di dunia nyata) dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

b) Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstnuksikan dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang 'biasa' yang lain, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

c) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menernukan atau menggunakan caranya sendiri, asalkan orang itu bersungguh- sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.

d) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalarn mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi. Selain keunggulan-keunggulan yang telah diuraikan di atas, menurut penulis masih lagi terdapat keunggulan PMR antara lain: PMR menjadikan siswa aktif dan kreaktif, siswa berani mengungkapkan pendapatnya, siswa lebih berani bertanya, dan suasana kelas lebih nampak hidup.

Suwarsono (2001:8) dalam implementasi PMR di lapangan juga akan timbul

kelemahan- kelemahannya antara lain :

a) Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah"jadi"tetapi dipandang sebagai pihak yang aktif mengkstruksi konsep-konsep matematika. Guru tidak lagi sebagai pengajar, tetapi lebih sebagai pendamping bagi siswa. Di samping itu peranan soal kontektual tidak

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

15

sekedar dipandang sebagai wadah untuk menerangkan aplikasi dari matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untukmengkonstruksi konsep-konsep matematika itu sendiri.

b) Pencarian soal-soal kontektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa disesuaikan dengan bermacam- macam cara.

c) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.

d) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa, melalui soal-soal kontekstual proses matematisasi horizontal maupun vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.

Kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran Matematika Realistik

menurut Suwarsono di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa kekurangan-kekurang

yang ada masih dapat diatasi atau diminimalkan dengan menggunakan waktu

khusus dalam membelajarkannya. Penggunaan waktu yang lama dalam

pembelajaran dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS)

terlebih dahulu. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas

sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran

dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu

yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.

Pembelajaran matematika realistik memang memerlukan kemampuan khusus

guru, namun hal in dapat diatasi dengan menggunakan latihan terlebih dahulu.

2.1.8 Langkah-Langkah Pendekatan Matematika Realistik

Menurut Nyimas Aisyah, dkk (2007: 70), secara umum langkah-langkah

pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Persiapan : Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

b. Pembukaan : Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang akan dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

16

c. Proses pembelajaran: Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya didepan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

d. Penutup : Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

Adapun hal yang dapat ditarik kesimpulan dari langkah-langkah

pembelajaran matematika realistik dari pendapat Nyimas Aisyah di atas menurut

peneliti adalah 1) Guru memberikan siswa masalah kontekstual; 2) Guru

merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberi kesempatan untuk

memikirkan strategi siswa yang paling efektif; 3) Guru mengarahkan siswa pada

beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya mengerjakan masalah dengan

menggunakan pengalaman mereka; 4) Guru mendekati siswa sambil memberikan

bantuan seperlunya; 5) Guru mengenalkan istilah konsep; dan 6) Guru

memberikan tugas yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita serta

jawabannya sesuai dengan matematika formal.

2.1.9 Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik dalam PBM

Berdasarkan Standar Proses.

Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, standar proses

pendidikan dapat diartikan “sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan

atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan

pembelajaran” . Masih mengacu pada Permendiknas tersebut, hal-hal yang diatur

dalam standar proses terdiri dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi

menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata

pelajaran, standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator

pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, alokasi waktu,

metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

17

belajar; pelaksanaan proses pembelajaran dimana hal-hal yang harus diperhatikan

antara lain rombongan (peserta) belajar maksimal, beban kerja minimal guru,

buku pelajaran, dan pengelolaan kelas; penilaian hasil pembelajaran tujuannya

digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, digunakan

untuk menyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses

pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram

dengan menggunakan tes dalam bentuk tes tertulis maupun tes lisan, dan nontes

dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa

tugas, proyek dan/atau produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian hasil

pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian

Kelompok Mata Pelajaran; serta pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan

dengan cara pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan.

Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

mengamanatkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya dilakukan melalui proses

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Jika ditinjau dari sudut pandang Pendekatan

Matematika Realistik (PMR), ketiga macam proses tersebut merupakan

karakteristik dari Pendekatan Matematika Realistik. Oleh karena itu, bisa

dikatakan bahwa penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk pembelajaran

sejalan dengan kurikulum. Kegiatan eksplorasi merupakan fokus dari karakteristik

pendekatan matematika realistik yang pertama, yaitu penggunaan konteks. Dalam

pendekatan matematika realistik, konteks yang digunakan di awal pembelajaran

ditunjukan untuk titik awal pembangunan konsep matematika dan untuk

memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi strategi

penyelesaian masalah. Selain bermanfaat untuk mendukung kegiatan eksplorasi,

penggunaan konteks diawal pembelajaran juga akan meningkatkan minat dan

motivasi dalam belajar. Pembelajaran matematika yang langsung dimulai pada

tahap matematika formal seringkali menimbulkan kecemasan matematis bagi

siswa.

Hasil kegiatan eksplorasi selanjutnya dikembangkan menuju penemuan

dan pengembangan konsep melalui proses elaborasi. Begitu juga dalam

Pendekatan Matematika Realistik, penerjemahan konteks situasi melalui

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

18

matematika horisontal dielaborasi menjadi penemuan matematika formal dari

konteks situasi melalui matematisasi yang bergerak dari prosedur informal ke

bentuk formal. Proses terakhir dari rangkaian untuk membangun argumen untuk

menguatkan hasil proses eksplorasi dan elaborasi. Melalui proses konfirmasi,

gagasan siswa tidak hanya dikomunikasikan ke siswa lain tetapi juga dapat

dikembangkan berdasarkan tanggapan dari siswa lain. Karakter interaktivitas dari

Pendekatan Matematika Realistik memberikan ruang bagi siswa untuk saling

berkomunikasi dalam mengembangkan strategi dan membangun konsep

matematika.

Berdasarkan pada hal yang telah dipaparkan, dikembangkan maka salah

satu contoh penerapan dalam pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

matematika realistik pada mata pelajaran matematika pada siswa kelas 4 SD,

Standar Kompentensi: menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor kelipatan

bilangan bulat dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah dan

Kompentensi Dasarnya adalah mengenal dan menggunakan pecahan dalam

pemecahan masalah. Mata pelajaran matematika kelas 4 pada semester II pada

pokok bahasan pecahan dan operasinya, indikator pencapaian: Melakukan operasi

hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama serta

penjumlahan dan pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dan tidak sama

Materi pecahan merupakan materi yang ada pada kurikulum untuk kelas 4

SD/MI. Kompetensi dasar yang akan dikembangkan dalam pembelajaran pecahan

di kelas 4 SD adalah mengenal dan menggunakan pecahan dalam pemecahan

masalah.. Dari kompetensi dasar tersebut ditargetkan akan terlihat indikator pada

siswa dimana siswa mampu menyatakan beberapa bagian dari keseluruhan ke

bentuk pecahan, menyajikan nilai pecahan secara visual atau melalui gambar,

menjumlahkan dan mengurangkan pecahan baik dalam bentuk soal cerita maupun

soal formal.

Pembelajaran pecahan dengan PMRI menekankan siswa agar dapat

memahami konsep pecahan melalui pendekatan realistik, sehingga siswa tidak

memandang suatu pecahan hanya sebatas bilangan semata. Siswa mengetahui

bahwa pecahan merupakan bagian dari keseluruhan suatu kesatuan utuh. Kegiatan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

19

pembelajaran melibatkan siswa aktif untuk menemukan dan mengkontruksi

konsep yang menjadi tujuan pembelajaran. Aktivitas nyata dilakukan langsung

oleh siswa dengan bimbingan dari guru.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, siswa kelas 4 berada pada tahap

operasi konkrit, sehingga anak mempunyai struktur kognitif yang memungkinkan

anak bisa berpikir untuk berbuat. Kehadiran model (benda) yang sudah dikenal

siswa akan membantu siswa lebih memahami konsep dari pembelajaran

matematika. Siswa dibimbing untuk membangun sendiri konsep pecahan sebagai

suatu pengalaman belajar.

Adapun implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran

matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan adalah sebagai

berikut.

1) Guru memberikan soal masalah kontekstual (nyata) yang berhubungan

dengan pokok bahasan pecahan. Misalnya ibu mempunyai 1 buah apel yang

akan dibagikan kepada 4 orang anaknya. Berapa bagiankah yang akan

didapat setiap anaknya? Bagaimanakah caranya ibu membagi 1 buah apel

untuk 4 orang anaknya tersebut?

2) Guru mempersiapkan media pembelajaran (buah apel)

3) Beberapa diminta untuk maju kedepan kelas untuk memotong satu buah

apel menjadi empat potong dengan besar yang sama (dilakukan berulang-

ulang kali dalam jumlah potongan yang berbeda-beda)

4) Siswa diminta menjelaskan proses pemotongan satu buah apel menjadi

empat bagian untuk memahami konsep dari pecahan.

5) Guru menugaskan siswa untuk mengerjakan masalah kontekstual yang

berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan pecahan.

6) Siswa ditugaskan maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal yang telah

diberikan sambil memperagakan cara menyelesaikan soal dengan alat

peraga yang telah guru persiapkan (potongan kertas).

7) Guru menjelaskan cara melakukan operasi penjumlahan pecahan dalam

bentuk soal matematika formal dengan media yang telah ada.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

20

8) Guru menjelaskan konsep penjumlahan pecahan berpenyebut sama dengan

media yang telah ada.

9) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing

kelompok terdiri dari 5 orang.

10) Guru memberikan LKS masalah kontekstual yang berhubungan dengan

pokok bahasan pecahan yang telah dijelaskan kepada setiap kelompok.

11) Masing-masing kelompok diminta untuk membahas masalah kontekstual

yang berkaitan dengan pecahan dengan caranya sendiri.

12) Guru berkeliling mengamati kerja setiap kelompok.

13) Beberapa perwakilan Siswa dalam kelompok diminta untuk

mempersentasikan atau memperagakan hasil kerja kelompoknya di depan

kelas.

14) Guru memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk menanggapi

hasil kerja temannya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini

adalah:

1) Penelitian Sri Suwarni (2011) yang berjudul Upaya Meningkatkan Minat dan

Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik dengan

Menggunakan Kartu Pecahan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 3

Sugihan Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Sri Suwarni memilih

melakukan penelitian pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 3 Sugihan

karena hasil belajar matematika siswa kelas IV masih rendah, siswa kelas IV

SDN 3 Sugihan berjumlah 25 siswa, laki-laki 14 orang dan perempuan 11

orang. Indikator kinerja yang ditentukan oleh Sri Suwarni 80% siswa harus

tuntas dengan KKM 65. Diperoleh hasil belajar siswa pada Pra Siklus 44%

atau sekitar 11 siswa mencapai ≥ KKM 65, Siklus I 60% atau sekitar 15 siswa

mencapai ≥ KKM dan Siklus II 84% atau sekitar 21 siswa mencapai ≥KKM.

Penelitian Sri Suwarni berhasil karena ketuntasan yang diperoleh telah

memenuhi indikator kinerja yang Sri Suwarni harapkan yaitu 80% sedangkan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

21

hasil prosentase siswa yang tuntas pada penelitiannya adalah 84%. Melalui

Pendekatan Matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 3 Sugihan tentang

Pecahan dan Urutannya.

2) Penelitian Miftakhul Janah (2010) yang berjudul Upaya Meningkatkan Minat

dan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik dalam

Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok bahasan Satuan Panjang Siswa Kelas

IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan. Adanya hasil belajar matematika siswa

kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan masih rendah yang menjadi

penyebab rendahnya hasil belajar siswa kelas IV adalah siswa mengalami

kesulitan dalam rangka memahami pokok bahasan satuan panjang dalam

bentuk soal cerita. Hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh Miftakhul

Janah memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa

kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan. Pada Pra Siklus jumlah siswa yang

tuntas sebanyak 7 siswa atau sekitar 32% dari 22 siswa kelas IV, Siklus I

54% atau sekitar 12 siswa kelas IV mencapai KKM dan Siklus II 82% atau

sekitar 18 siswa dari 22 siswa kelas IV mencapai KKM. Penelitian Miftakhul

Janah berhasil karena hasil penelitian melebihi indikator kinerja yang

ditentukan oleh Miftakhul Janah yaitu 80% dan KKMnya 58, sedangkan

jumlah siswa yang tuntas diperoleh 82% siswa kelas IV atau sekitar 18 siswa

tuntas. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan Pendekatan Matematika

Realistik dapat meningkatkan minat dan hasil belajar matematika siswa kelas

IV dalam menyelesaikan soal cerita.

Dari dua penelitian di atas membuktikan bahwa pembelajaran matematika

realistik dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar

siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin melakukan

penelitian lagi dengan menggunakan cara yang pembelajaran yang sama.

Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang

dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut

pertama bahwa pada penelitian terdahulu, para peneliti menggunakan variabel

minat sebagai salah satu variabel yang diteliti. Artinya bahwa dengan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

22

menggunakan pembelajaran matematika realistik, peneliti menduga dapat

meningkatkan hasil belajar yang berimplikasi pada hasil belajar siswa. Kedua,

subyek penelitian. Pada penelitian terdahulu subyek penelitiannya adalah siswa

sekolah yang berbeda. Penulis berasumsi bahwa perbedaan subyek didik,

merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil belajar. Situasi sekolah

yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda,

demikian juga pola asuh dari orangtua yang berbeda karena budaya yang berbeda

tentu berkontribusi terhadap prestasi belajar siswa juga. Karena itu, dengan

memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas IV SDN Blotongan 01 Salatiga,

peneliti bermaksud melihat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan

pendekatan pembelajaran matematika. Artinya, jika pendekatan pembelajaran ini

efektif, maka pendekatan ini akan menjadi rujukan bagi sekolah bersangkutan,

maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja

memiliki situasi yang berbeda-beda.

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian-penelitian terdahulu membuktikan bahwa pembelajaran

matematika reaslistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, hal ini

dimungkinkan karena secara teoretis jika guru menerapkan sintaks pembelajaran

melibatkan siswa sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara

mempelajarinya melalui investigasi.

Penelitian ini dilakukan dengan asumsi yang dibangun seperti di atas.

Artinya, peningkatan hasil belajar matematika siswa dapat mungkin terjadi, jika

siswa dikondisikan dengan pembelajaran matematika realistik, dimana siswa

terlibat dalam memecahakan masalah yang ada dengan menggunakan benda-

benda di sekitarnya, baik itu masalah-masalah nyata yang dihadapinya dan

bagaimana menemukan solusi untuk masalah itu. Dengan keterlibatan ini, siswa

lebih mudah memahami materi ataupun konsep matematika yang diajarkan.

Karenanya dapat mendorong terjadinya peningkatan hasil belajar matematika

siswa.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8401/2/T1_292011608_BAB II.pdfPendapat ahli di atas tentang Matematika dapat di simpulkan bahwa Matematika

23

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan perumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir di

atas, maka dapat diambil suatu hipotesis bahwa penerapan pendekatan

matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa

kelas 4 SD Negeri Blotongan 01 semester II tahun ajaran 2012/2013.