bab ii kajian pustaka 2.1 tinjauan teori ii.pdf · 2020. 1. 10. · proses kehamilan dan melahirkan...
TRANSCRIPT
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
a. Berat Badan Lahir
1) Pengertian
Berat badan bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang
dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat badan
lahir dengan umur kehamilan, berat badan bayi lahir dapat dikelompokan:
bayi kurang bulan (BKB), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi
< 37 minggu (259 hari). Bayi cukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan
dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259-293 hari), dan Bayi lebih
bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294
hari) (Kosim dkk, 2009).
2) Klasifikasi Berat Bayi Lahir
Menurut (Kosim dkk, 2009) Berat bayi lahir berdasarkan berat
badan dapat dikelompokan menjadi:
a) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499
gram) (Prawirohardjo, 2010).
7
-
8
Menurut (Prawirohardjo, 2010) Bayi berat lahir rendah dibedakan
dalam:
(1)Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500–2500 gram
(2)Bayi berat sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
(3)Bayi berat ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram
b) Bayi Berat Lahir Normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan sampai
42 minggu dan berat badan lahir > 2500-4000 gram (Jitowiyono dan
Weni, 2010).
c) Bayi Berat Lahir Lebih
Bayi berat lahir lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
lebih > 4000 gram (Kosim dkk, 2009). Risiko persalinan bayi dengan
berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali lebih
besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2009).
3) Faktor–faktor yang mempengaruhi berat lahir
Faktor lingkungan internal mempengaruhi berat bayi lahir antara
lain sebagai berikut:
a) Umur Ibu hamil
Usia kehamilaln kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan salah satu faktor ibu yang dapat menyebabkan bayi dengan
berat badan lahir rendah (Manuaba, 2012).
-
9
Selain itu semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang
sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang
diperlukan (kristyanasari, 2010).
Usia 25–34 tahun merupaka usia yang paling baik untuk menjalani
proses kehamilan dan melahirkan (Istiany dan Rusilanti, 2013).
b) Jarak Kehamilan
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga
berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau
lebih, karena jarak antara dua kelahiran yang terlalu dekat atau kurang
dari setahun dapat menyebabkan buruknya status gizi ibu hamil,
sehingga berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) atau bayi premature (Istianty dan Rusilanti, 2013).
c) Paritas
Paritas secara luas mencakup jumlah kehamilan jumlah kelahiran, dan
abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah
atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila
seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih.
Semakin banyak jumlah kehamilan, baik bayi yang dilahirkan dalam
keadaan hidup atau mati dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil
(Istianty dan Rusilanti, 2013).
-
10
d) Kadar Hemoglobin
Zat besi sangat diperlukan ibu hamil untuk pembentukan sel-sel darah.
Selama kehamilan, volume sirkulasi darah akan meningkat hingga 30-
40%. Pada wanita hamil terjadi hemodilusi yaitu pertambahan volume
cairan darah yang lebih banyak daripada sel darah, sehingga kadar
hemoglobin (Hb) wanita hamil berkurang. Kondisi ini mengakibatkan
ibu hamil banyak menderita anemia, yaitu kadar hemoglobin kurang
dari 11 gr/dl. (Istianty dan Rusilanti, 2013).
Pengaruh anemia dapat terjadi pada kehamilan, persalinan dan nifas
seperti dapat terjadi abortus, prematuritas, hambatan tumbuh
kembang, pendarahan postpartum sekunder dan primer, dan subinolusi
uteri. Sedangkan pada janin dapat terjadi berat lahir rendah dan cacat
bawaan (Manuaba, 2012).
e) Status gizi ibu hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Jika
seorang ibu hamil mengalami kekurangan asupan gizi, maka akan
menyebabkab kelainan pada janin yang dikandungnya. Begitu pula
jika ibu hamil mengalami kelebihan gizi, hal itu juga tidak baik bagi
pertumbuhan bayinya (Istiany dan Rusilanti, 2013).
-
11
Jika status gizi ibu baik dan status kesehatannya selama hamil tidak
buruk (tidak menderita hipertensi, misalnya), serta tidak berkebisaan
buruk (perokok atau pecandu alkohol), status gizi yang kelak
dilahirkannya baik juga; begitu pula sebaliknya (Arisman, 2010).
f) Penyakit saat kehamilan
Menurut Manuaba (2012) penyakit yang menyertai kehamilan,
diantaranya:
(1) Kehamilan dengan penyakit jantung
Kehamilan yang disertai penyakit jantung selalu saling
mempengaruhi karena kehamilan memberatkan penyakit jantung
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim dalam bentuk dapat terjadi keguguran, persalinan
prematuritas atau berat lahir rendah, kematian perinatal yang
makin meningkat dan pertumbuhan dan perkembangan bayi
mengalami hambatan intelegensia atau fisik.
(2) Kehamilan dengan hipertensi
-
12
Dampak kehamilan dengan hipertensi kronik pada janin salah
satunya adalah pertumbuhan janin terhambat (Prawirohhardjo,
2009).
(3) Kehamilan dengan penyakit paru
Penyakit paru mendapat perhatian karena selama hamil paru-paru
penting untuk perumbuhan dan perkembangan janin melalui
pertukaran CO2 dan O2. Gangguan fungsi paru-paru yang berat
sebagai penyalur O2 dan pengeluaran CO2 dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin sampai dengan keguguran.
(4) Kehamilan dengan penyakit infeksi
Kehamilan sering terjadi bersamaan dengan infeksi yang dapat
memengaruhi kehamilan atau sebaliknya memberatkan infeksi.
Disamping itu, terdapat beberapa infeksi yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital sehingga kombinasi tersebut
memerlukan pengobatan yang intensif dan melakukan gugur
kandungan.
(5) Kehamilan dengan penyakit endokrin
-
13
Dalam pembicaraan ini dua penyakit yang sering dijumpai akan
dibicarakan, yakni kelainan kelenjer pankreas yang
mengeluarkan insulin pada kehamilan dan kelainan kelenjer
tiroid pada kehamilan yang akan berdampak kelahiran
premature pada hipertiroidisme dan memiliki gejala wanita
kerdil (cebol) pada hipotiroidisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara
tidak langsung/eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) Faktor lingkungan eksternal yang meliputi kondisi
lingkungan, asupan zat gizi ibu hamil dan tingkat sosial
ekonomi ibu hamil, kebersihan dan kesehatan lingkungan
serta ketinggian tempat tinggal.
(2) Pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil
g) Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
pemeriksaan kehamilan/ANC
Pemeriksaa kehamilan (Antenatal Care) bertujuan untuk menjaga agar
ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinnan
-
14
adanya resiko-resiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan
yang optimal terhadap kehamilan resiko tinggi serta menurunkan
morbilitas dan mortalitas ibu dan janin perinatal (Mufdlillah, 2009).
4) Alat ukur berat badan lahir
Menurut Supriasa (2012) Berat badan merupakan ukuran antropometri
yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir
(neonatus) .Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau
BBLR.
Penentu berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan
dilapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan :
a) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain
b) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya
c) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimal 0,1 kg
d) Skalanya mudah dibaca
e) Cukup aman untuk menimbang anak balita
Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan
dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin
Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain:
-
15
a) Dacin sudah dikenal umum sampai dipelosok pedesaan
b) Dibuat di Indonesia, bukan umport dan mudah didapat
c) Ketelitian dan ketetapan cukup baik
Hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang bayi adalah:
a) Pakaian dibuat seminim mungkin, sepatu, baju/pakain yang cukup
tebal harus ditanggalkan
b) Kantong celana timbang tidak dapat digunakan
c) Bayi ditidurkan dalam kain sarung
d) Geserlah anak timbang sampai tercapai keadaan setimbang, kedua
ujung jarum terdapat pada satu titil
e) Lihatlah angka pada skala batang dacin yang menunjukkan berat
badan bayi. Catat berat badan dengan teliti sampai satu angka decimal.
Misalnya 7,5 kg.
b. Stunting
1) Pengertian
-
16
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan
atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) di bawah rata-rata dari
standar (WHO, 2006).
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek
sehingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan
(Manary & Solomons, 2009).
Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan
pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur
(PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan
istilah stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek). Katagori
status gizi berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau
tinggi badan menurut (TB/U) anak umur 0-60 bulan bagi menjadi sangat
pendek, pendek normal tinggi. Sangat pendek jika Z-score < -3 SD, pendek
jika Z-score -3 SD sampai dengan -2 SD, normal jika Z-score -2 SD sampai
dengan 2 SD dan tinggi jika Z-score >2 SD. Seorang anak yang mengalami
kekerdilan (stunting) sering terlihat seperti anak dengan tinggi badan normal,
namun sebenarnya mereka lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal
untuk anak sesuainya. Stunting sudah dimulai sejak sebelum kelahiran
disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan buruk, pola makan yang buruk,
kualitas makan juga buruk dan intensitas frekuensi menderita penyakit sering.
Berdasarkan ukuran tinggi badan, seseorang anak dikatakan stunting jika
-
17
tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z score, berdasarkan referensi
internasional WHO-NCHS. Stunting menggambarkan kegagalan
pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu lama dan dihubungkan
dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan petumbuhan fisik dan
pencapaian dibidang pendidikan rendah. (The world bank, 2010).
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra
dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat
dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Dan memerlukan waktu
bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali. Sejumlah besar penelitian
memperlihatkan keterkaitan antara stunting dengan berat badan kurang yang
sedang atau berat, perkembangan motorik dan mental yang buruk dalam usia
anak-anak dini, serta presentasi kognitif dan prestasi sekolah yang buruk
dalam usia anak-anak lanjut (ACC/SCN, 2000).
2) Faktor-Faktor Penyebab Stunting
a) Asupan Makan
Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.
Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau
aktifitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan
adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar
manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan
-
18
yang cukup pula kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang makanan akan
lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena
kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan
energi. Terhambatnya pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, tercermin
dalam ketinggian yang tidak sesuai dengan usia, merupakan contoh adaptasi
pada asupan energi rendah dalam waktu yang lama (Suhardjo, 2003).
Dengan adanya kekurangan gizi, tubuh akan menghemat energi dengan
membatasi kenaikan berat badan dan pertumbuhan linier. Peningkatan asupan
energi protein diperlukan untuk bayi dan anak-anak yang stunting dan yang
tumbuh dalam rangka untuk mengejar ketinggalan. Kekurangan enegi protein
yang berlangsung lama akan menimbulkan gizi buruk, kekurangan gizi
selama kehidupan awal dapat menyebabkan gangguan permanen fungsi
kognitif (Marmi dan Kukuh Rahardjo, 2012).
b) Berat Lahir
Berat lahir merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Untuk kelangsungan hidup pertumbuhan kesehatan jangka panjang dan
pengembangan psikososial. Besar kecilnya berat badan lahir tergantung
bagaimana petumbuhan janin intra uterin selama kehamilan. Kualitas bayi
lahir sangat tergantung pada asupan gizi ibu hamil. Gizi yang cukup akan
menjamin bayi lahir sehat dengan berat badan cukup (Marmi dan Kukuh
Rahardjo, 2012).
Berat lahir juga indikator potensial untuk pertumbuhan bayi, respon
terhadap rangsangan lingkungan, dan untuk bayi bertahan hidup. Berat lahir
-
19
memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan anak, perkembangan
anak dan tinggi badan saat dewasa. Standar pertumbuhan anak yang
dipublikasikan pada tahun 2006 oleh WHO telah menegaskan bahwa anak-
anak berpotensi tumbuh adalah sama di seluruh dunia (WHO, 2006).
BBLR didefinisikan oleh WHO sebagai berat lahir < 2500 gr. Berat lahir
ditentukan oleh dua proses yaitu lama kehamilan dan laju pertumbuhan janin.
Berat lahir rendah membawa resiko terjadinya gangguan pertumbuhan,
hipotermi, asfeksia hingga kematian (Marmi dan Kukuh Rahadjo, 2012).
Prevalensi bayi BBLR di Indonesia berada dalam kisaran 7-14%, bahkan
mencapai 16% di beberapa kabupaten. Tingginya prevalensi BBLR umumnya
akibat dari malnutrisi ibu. Hak ini pada kisaran 12 sampai 22% wanita berusia
15-49 tahun menderita kekurangan energi kronis (BMI
-
20
maka remaja tersebut akan mempunyai resiko melahirkan bayi BBLR lagi
dan berlangsung terus hingga hari ini (Marmi dan Kukuh Rahardjo, 2012).
c) ASI Eksklusif
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara aksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara
eksklusif ini dianjurkan sampai bayi usia 6 bulan. Pemberian makanan
tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta
meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Tidak ada bukti yang
memperlihatkan bahwa pemberian makanan padat atau tambahan pada usia 4
atau 5 bulan lebih menguntungkan (Roesli,2000).
Banyak manfaat yang didapat dari ASI eksklusif yaitu sebagai makanan
tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6
bulan, meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung berbagai zat
anti kekebalan sehingga akan lebih jarang menderita sakit melindungi anak
dari serangan alergi, mengandung asam lemak yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak sehingga bayi dengan ASI eksklusif berpotensi menjadi
lebih pandai dibandingkan dengan bayi tanpa ASI eksklusif (Roesli, 2000).
d) Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Pemberian makanan pada bayi dan anak merupakan landasan yang penting
dalam proses pertumbuhan. Di seluruh dunia sekitar 30% anak dibawah lima
tahun yang stunting merupakan konsekuensi dari praktik pemberian makanan
yang buruk dan infeksi berulang. Diperkirakan sekitar 6% atau 600 ribu
-
21
kematian anak dibawah lima tahun dapat dicegah dengan memastikan bahwa
anak-anak tersebut diberi makanan pendamping secara optimal (WHO, 2011).
Pemberian makanan pendamping ASI harus diberikan tepat pada
waktunya, artinya adalah bahwa semua bayi harus mulai menerima makanan
pendamping sebagai tambahan ASI mulai dari usia 6 bulan keatas dan
diberikan dalam jumlah, frekuensi, konsistensi yang cukup serta jenis
makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi selama masa
pertumbuhan (WHO,2011).
e) Jenis kelamin
Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi
seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein
dibandingkan wanita. Pria lebih sanggup mengerjakan pekerjaan berat yang
biasanya tidak biasa dilakukan oleh wanita. Tetapi dalam kebutuhan zat besi,
wanita jelas membutuhkan lebih banyak daripada pria.
Hasil penelitian dari Bosch, Baqui dan Ginneken 2008 adalah
kemungkinan stunting pada masa remaja untuk anak perempuan adalah
sekitar 0,4 kali kemungkinan untuk anak laki-laki, yang berarti bahwa anak
perempuan dimasa remaja sedikit lebih menjadi stunting daripada anak laki-
laki. Perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan mungkin berkaitan
dengan efek gabungan dari perbedaan dalam pertumbuhan dan perbedaan
potensi dalam konteks kekurangan gizi.
f) Tingkat Pendidikan Ibu
-
22
Penelitian mengenai hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian
stunting yang dilakukan di Kenya memberikan hasil bahwa anak-anak yang
dilahirkan dari ibu yang berpendidikan beresiko lebih kecil untuk mengalami
malnutrisi yang dimanifestasikan sebagai wasting atau stunting dari pada
anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak berpendidikan. Dalam
masyarakat dimana proporsi ibu berpendidikan tinggi, memungkinkan untuk
menyediakan sanitasi yang lebih baik, pelayanan kesehatan dan saling
berbagi pengetahuan, informasi mengenai kesehatan. Ibu yang berpendidikan
akan lebih mudah menerima dan memproses informasi kesehatan
dibandingkan dengan ibu yang tidak berpendidikan.
3) Dampak terjadinya stunting
Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan
pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi,
kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan
anak.
Hampir 70% pembentukan sel otak terjadi sejak janin masih dalam
kandungan sampai anak berusia 2 tahun. Jika otak mengalami hambatan
pertumbuhan, jumlah sel otak, serabut otak, dan penghubungan sel otak
berkurang. Hal ini mengakibatkan penurunan intelegentsi (IQ), sehingga
prestasi belajar anak rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Karena itu
anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih
pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak
setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek
-
23
estika, seseorang yang tumbuh proposional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tumbuh pendek.
Saat ini stunting pada anak merupakan salah satu indikator terbaik untuk
menilai kualitas modal manusia di masa mendatang. Kerusakan yang diderita
pada awal kehidupan, yang terkait dengan
proses stunting, menyebabkan kerusakan permanen. Salah satu konseksuensi
utama dari ukuran tubuh dewasa dari masa kanak-kanak yang stunting yaitu
berkurangnya kapasitas kerja, yang pada akhirnya memiliki dampak pada
produktivitas ekonomi (WHO, 1997).
Di Cebu, Filipina stunting pada usia 2 tahun dikaitkan dengan tertundanya
masuk sekolah, sering terjadi pengulangan kelas dan tingginya angka putus
sekolah, tingkat kelulusan manurun di sekolah dasar dan menengah, dan
kemampuan di sekolah yang lebih rendah (Daniel dan Adair, 2004).
Di Indonesia, stunting merupakan masalah yang kerap kali diabaikan karena
dianggap tidak akan mempengaruhi masa depan anak. Sebagian besar
masyarakat tidak mempermasalahkan lambatnya pertumbuhan tinggi badan
anak saat balita. Selagi anak masih sehat dan lincah, stunting bukanlah
masalah yang perlu diatasi (Batam Pos, 2013).
Disisi lain, Hanum (2012) menyatakan terdapat hubungan yang signifikan
antara kejadian stunting dengan perkembangan bahasa balita usia 30-52
bulan. Perkembangan bahasa yang lambat pada balita akan mempengaruhi
proses belajar sehingga akan terjadi gangguan perkembangan kognitif
-
24
Menurut Adair (1999), skor kognitif pada anak yang pendek lebih rendah dari
anak dengan tinggi badan normal (Batam Pos, 2013).
Selain itu anak, dengan kondisi sangat pendek memiliki IQ 11 poin lebih
rendah dari anak normal (UNICEF 2001). Gangguan perkembangan kognitif
dan rendahnya IQ akan mempengaruhi prestasi akademik anak di masa
sekolah. Hal ini menunjukkan minimnya kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang berpotensi untuk memajukan bangsa. Seseorang dengan kualitas
SDM yang kurang baik kemungkinan besar akan mendapatkan pekerjaan
dengan penghasilan yang kecil. Hal ini menyebabkan lingkaran kemiskinan
akan terus berlanjur dengan kemajuan negara akan semakin terhambat (Batam
Pos, 2013).
4) Pencegahan stunting
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu
hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi,
mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet fe) dan terpantau kesehatannya.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memberikan ASI esklusif pada bayi
usia 0-6 bulan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. Selain pemenuhan
zat gizi, pemberian ASI juga dapat mengurangi terjadinya penyakit infeksi.
Saat bayi berusia 6-12 bulan maka sebaiknya diberikan MP ASI (Makanan
Pendamping ASI) karena ASI saja tidak akan memenuhi kebutuhan zat gizi
bayi. Ketika anak menginjak usia 1 tahun, sebaiknya diberikan makanan
-
25
beragama yang terdiri dari sumber karbohidrat, protein hewani, protein
nabati, sayuran dan buah (Batam Pos, 2013).
Depkes RI (2009) menganjurkan anak usia 2-3 tahun diberi makanan
keluarga dengan frekuensi tiga kali sehari (porsi setengah piring) serta dua
kali makan selingan. Balita sebaiknya tidak dibiasakan mengkonsumsi
pangan jajanan seperti snack yang tinggi kandungan garam dan rendah energi,
goreng-gorengan dan kue basah dengan pemanis buatan (Batam Pos, 2013).
Untuk pengerapan perilaku hidup bersih dan sehat keluarga, biasakan
mencuci tangan sebelum mengolah makanan, sebelum makan dan sebelum
memberikan makanan pada balita agar makanan yang diberikan tidak
terkontaminasi dengan bakteri dan kuman ditangan, sedangkan penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat pada balita dapat dilakukan mulai dari
membiasakakn sarapan pagi, balita diberi imunisasi lengkap, serta berat
badan dan tinggi badan diukur secara rutin untuk memantau pertumbuhan
balita (Batam Pos, 2013).
5) Penilaian stunting dengan Antropomerti
Untuk menentukan stunting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2
tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri
gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh
menurut umur dan tingkat gizi, yang digunakan untuk mengetahui
ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri dilakukan untuk
pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gilbson, 2005).
-
26
Indikator antropometri seperti tinggi badan menurut umur (stunting)
adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak pada
wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi
gizi kurang dengan stunting sesuai dengan “Cup off point” pengukuran pada
anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umut (TB/U) Standar baku
WHO-NCHD berikut (Sumber WHO 2006)
Tabel 2.1Klasifikasi Gizi Kurang dengan Stunting
Indikator Pertumbuhan Cut off point
Stunting < - 2 SD
Severely stunting < - 3 SD
c. Balita
1) Pengertian
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik
pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5
bulan berat badan naik 2x berat lahir dan 3x berat badan lahir pada umur 1
tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai melambat
pada masa sekolah dengan kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg
pertahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir (Septiari, 2012).
-
27
Anak Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas 1 tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah 5 tahun (Septiari,
2012).
2) Karakteristik Balita
Menurut Septiari 2012 karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu:
a) Anak usia 1-3 tahun
b) Anak usia prasekolah (3-5 tahun)
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak
menerima makanan dari apa yang disediakan orang tua. Laju
pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah,
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Tetapi perut
yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya
lebih besar. Oleh sebab itu pola makan yang diberikan adalah porsi
kecil dengan frekuensi sering.
Pada usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak
mulai bergaul dengan lingkungannya atau sekolah playgroup. Pada
fase ini anak mencapai fase gemar memprotes. Pada masa ini berat
badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas
yang mulai banyak, dan pemililhan maupun penolakan terhadap
makanan.
-
28
3) Tumbuh kembang balita
Menurut Wheley dan Wong pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah
atau ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran
dan berat seluruh bagian tubuh (Maryunami, 2010).
Menurut Wheley dan Wong perkembangan menitik beratkan pada
perubahan yang terjadi secara bertahap tingkat yang paling rendah ke
tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran (Maryunami, 2010).
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda tetapi prosesnya
senantiasa melalui tiga pola yang sama, yaitu :
a) Pertumbuhan dimulai dari tumbuh bagian atas menuju bagian bawah
b) Perkembangan dimulai dari batang tubuh kearah luar
c) Setelah kedua diatas dikuasai barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain seperti melempar, menendang, berlari
dan lain-lain.
4) Motorik Kasar
Motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan
dan koordinasi antara anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot
besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya berjalan, berlari
dan sebagainya (Septiari, 2012).
5) Motorik Halus
-
29
Motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan
fisik yang melibatkan otot-otot kecil, koordinasi mata dan tangan. Syaraf
motorik halus ini dapat dilatih dikembangkan melalui kegiatan dan
ransangan secara rutin. Seperti bermain menyusun balok, membuat garis,
melipat kertas dan sebagainya (Septiari, 2012).