bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian ......bab ii . kajian pustaka . 2.1 kajian...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Matematika
Istilah Matematika berasal dari bahasa latin yakni “manthanein” atau
“mathema” yang maknanya adalah belajar atau hal yang dipelajari, selain itu
dalam bahasa Belanda Matematika disebut “wiskunde” yang berarti ilmu pasti.
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan matematika, para ahli
mendefinisikan matematika sebagai berikut:
Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol (Susanto,
2013: 183). Suriasumantri (2005:190) menyatakan, “matematika adalah bahasa
yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Hudojo (1998) matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi
simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga
belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi. R. Soedjadi (2000:
11) mengemukakan beberapa pendapatnya mengenai matematika seperti berikut:
(1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik. (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi. (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan. (4) Matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. (4)
Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. (5)
Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari beberapa pengertian mengenai matematika di atas, dapat disimpulkan
bahwa matematika merupakan kumpulan dari beberapa ide-ide abstrak dan
simbol-simbol. Ide dan simbol tersebut disusun secara hirarkis dan penalaran yang
deduktif, sehingga untuk mempelajarinya dibutuhkan mental yang tinggi.
Pada dasarnya mata pelajaran matematika selalu identik dengan kegiatan
menghitung. Menghitung mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia,
karena dalam menjalani kehidupannya manusia tidak bisa lepas dari kegiatan
hitung-menghitung. Matematika merupakan mata pelajaran penting dalam dunia
pendidikan, hal ini dibuktikan dengan diujikannya mata pelajaran matematika di
Ujian Nasional. Selain itu, Matematika merupakan salah satu bidang studi yang
8
ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
perguruan tinggi (Susanto, 2013: 183).
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan
dukungan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2013:
185). Artinya, peranan matematika tidak hanya untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari, melainkan untuk mendukung perkembangan
teknologi karena matematika merupakan ilmu pasti. Matematika juga berperan
penting dalam dunia kerja, oleh karena itu matematika wajib dipelajari dan
dikuasai oleh siswa guna menghadapi persaingan dalam dunia kerja.
2.1.1.1 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Susanto (2013: 189) menyebutkan dua tujuan Pembelajaran Matematika di
Sekolah Dasar. Secara umum, tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu,
dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataan nalar
dalam penerapan matematika.
Kemudian, lebih spesifik lagi tujuan pembelajaran matematika yang
dijelaskan oleh Depdiknas dalam (Susanto, 2013: 190) adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritme.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, tentunya seorang guru harus
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki dalam proses pembelajaran sehingga
siswa dapat mencapai semua tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar.
9
2.1.1.2 Ruang Lingkup Matematika
Menurut Depdiknas (2001: 9), kompetensi atau kemampuan umum
pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut:
1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan
pecahan.
2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang
sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.
4. Menggunakan pengukuran satuan, kesetaraan antarsatuan, dan penaksiran
pengukuran.
5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: ukuran tertinggi,
terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikannya.
6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan
gagasan secara matematika.
Merujuk pada kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran
matematika di sekolah dasar, maka ruang lingkup untuk pembelajaran matematika
sekolah dasar (SD/MI) sebagai berikut:
1. Bilangan
2. Geometri dan pengukuran
3. Pengolahan data (Nasarudin, 2013: 70)
2.1.1.3 Pembelajaran Matematika
Istilah pembelajaran tentu tidak asing dalam kehidupan kita. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pembelajaran diartikan sebagai proses,
cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran dapat
diartikan sebagai hasil dari memori kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh
terhadap pemahaman. Kemudian Susanto (2013: 19) mendefinisikan bahwa
belajar adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan
baik.
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar
untuk berfikir agar memahami apa yang dipelajari (Sugandi, 2006: 9). Istilah
10
pembelajaran selalu identik dengan kegiatan belajar. Belajar merupakan istilah
yang akrab dengan semua lapisan masyarakat. Menurut Susanto (2013: 4) belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan
sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru
sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif
tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.
Adapun menurut Susanto (2013: 186) mendefinisikan pembelajaran
matematika sebagai berikut:
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.
2.1.2 Pendekatan Saintifik
2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Istilah saintifik berasal dari bahasa latin “Science” yang bermakna
pengetahuan. Metode scientific pertama kali diperkenalkan melalui ilmu
pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode
laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Rohandi, 2005:
25)
Menurut Daryanto (2014: 51), pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
“ditemukan”. Pendekatan scientific adalah pendekatan yang berbasis pada fakta
atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu bukan
bersifat pada kira-kira, khayalan atau dongeng (Kemendikbud, 2013)
2.1.2.2 Tujuan Pendekatan Saintifik
. Selain itu pembelajaran dengan pendekatan saintifik juga bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa
11
2. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara
sistematik,
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan,
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi,
5. Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis
artikel ilmiah, dan
6. Mengembangkan karakter siswa (Daryanto, 2014: 54)
2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Pendekatan Saintifik
Langkah-langkah pendekatan saintifik diuraikan menjadi 5 langkah, Yani
(2013: 125-126) menguraikan langkah-langkah pendekatan saintifik seperti
berikut:
1. Mengamati
Kegiatan mengamati dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh
informasi melalui berbagai alat indera penglihatan, pembauan, pendengar,
pengecap dan peraba. Proses mengamati dapat dilakukan melalui kegiatan
observasi lingkungan, menonton video, membaca buku, menyimak cerita dan
mencari informasi di media masa. Perilaku manusia juga dapat diamati atau
diobservasi untuk mengetahui kebiasaan, sifat, respon, pendapat dan karakteristik
lainnya.
2. Menanya
Menanya yaitu kegiatan peserta didik untuk menyatakan secara eksplisit dan
rasional tentang apa yang ingin diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu
objek, atau suatu proses tertentu. Pada kegiatan menanya, peserta didik
mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber, dan peserta didik lainnya.
Pertanyaan dapat diajukan secara lisan maupun tertulis. Bentuk pertanyaan dapat
berupa meminta informasi, konfirmasi, dan menyamakan pendapat. Kegiatan
mengajukan pertanyaan sangat penting untuk meningkatkan keingintahuan peserta
didik.
3. Mengumpulkan Data
Belajar dengan pendekatan saintifik akan melibatkan peserta didik untuk
melakukan aktivitas dalam menjawab suatu permasalahan atau pertanyaan yang
telah disusun oleh peserta didik pada kegiatan sebelumnya. Kegiatan ini berupa,
12
kegiatan pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan observasi. Kegiatan
mengumpulkan informasi dilakukan dengan cara membaca buku, mengumpulkan
data sekunder, observasi lapangan, uji coba (eksperimen), menyebar kuesioner,
dan mengumpulkan dari sumber lain seperti internet.
4. Mengasosiasi atau Menalar
Mengasosisasi atau menalar yaitu kegiatan peserta didik untuk mengkritisi,
menilai, membandingkan, atau mengajukan pendapatnya berdasarkan data yang
telah dikumpulkan. Secara khusus mengasosiasi dapat diartikan sebagai proses
membandingkan antara informasi yang telah diperoleh dengan teori yang telah
diketahuinya sehingga dapat ditarik kesimpulan dan ditemukannya prinsip dan
konsep penting. Kegiatan mengasosiasi dapat berupa mengkategorikan,
menentukan hubungan antar data, dan menyimpulkan hasil analisis data.
5. Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan yaitu kegiatan peserta didik untuk menyampaikan hasil
temuannya atau mempresentasikannya kepada orang lain. Kegiatan
mengkomunikasikan dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan yang dibantu
oleh perangkat teknologi. Peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil
temuannya dalam forum diskusi sehingga setiap peserta didik dapat saling
bertukar pendapat.
2.1.3 PBL
2.1.3.1 Pengertian PBL
Barrow dalam (Huda, 2013: 271) mengartikan PBL sebagai pembelajaran
yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.
Menurut Arends (2008: 41), PBL adalah pembelajaran yang menyuguhkan
berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Selain itu
Nata (2009: 243) juga menyatakan PBL adalah:
cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik
tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari
pemecahan atau jawabannya oleh mahasiswa. Permasalahan itu dapat
diajukan atau diberikan dosen kepada mahasiswa, dari mahasiswa bersama
13
dosen, atau dari mahasiswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan
dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan-kegiatan belajar mahasiswa.
Adapun karakteristik atau ciri-ciri PBL seperti yang dijelaskan Amir (2009:
12) adalah sebagai berikut:
1. pembelajaran diawali dengan pemberian masalah
2. siswa berkelompok secara aktif merumuskan masalah
3. mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan dengan masalah
serta melaporkan solusinya.
Selain itu menurut Suprijono (2010: 73) fase pembelajaran berbasis masalah
terdiri dari 5 fase antara lain:
Fase 1 : memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa
Fase 2 : mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Fase 3 : membantu investigasi mandiri dan kelompok
Fase 4 : mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Fase 5 : menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
2.1.3.2 Keunggulan dan Kelemahan PBL
Dalam pelaksanaannya PBL (Problem Based Learning) mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan tersebut dijelaskan oleh Amir (2009:27)
seperti berikut:
1) Fokus ke bermakna, bukan fakta (deep versus surface learning)
2) Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif
3) Pengembangan keterampilan dan pengetahuan
4) Pengembangan keterampilan interpersonal dan dinamika kelompok
5) Pengembangan sikap self-motivated
6) Tumbuhnya hubungan siswa-fasilitator
7) Jenjang penyampaian pembelajaran dapat ditingkatkan
Kelebihan model pembelajaran PBL lebih didominasi pada pengembangan
diri siswa, antara lain keterampilan, pengetahuan, keterampilan interpersonal
serta dinamika kelompok dan pengembangan sikap self-motivated. Adapun
uraian dari setiap kelebihan yang ada dalam model pembelajaran ini adalah
seperti berikut:
14
1. Selanjutnya, PBL juga dapat membantu siswa lebih fokus terhadap makna
dari materi pelajaran. Pembelajaran yang bermakna dapat diperoleh siswa
dengan cara melibatkan lingkungan belajar. Pembelajaran lingkungan akan
lebih bermakna bagi siswa, hal tersebut dikarenakan selain memperoleh ilmu
pengetahuan secara langsung dari guru, siswa juga mempunyai keleluasaan
memahami pembelajaran dengan cara kooperatif melalui interaksi sosial.
Dengan demikian, siswa mempunyai kesempatan untuk belajar berfikir lebih
kreatif dan efektif untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi.
2. PBL dapat membantu mengkondisikan peserta didik untuk mengidentifikasi
dan memecahkan suatu permasalahan, dimana inisiatif sangat dibutuhkan.
Penerapan PBL juga dapat melatih peserta didik atau untuk berinisiatif
sehingga dalam prosesnya, kemampuan yang dimiliki siswa tersebut akan
lebih meningkat.
3. PBL dapat menghadirkan makna lebih pada saat proses pembelajaran
berlangsung, contoh nyata implementasi dan manfaat yang jelas dari materi
yang dipelajari (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur). Tingkat kompleksitas
suatu masalah yang semakin tinggi, membutuhkan keterampilan dan
pengetahuan siswa yang lebih tinggi untuk mampu menyelesaikan masalah
tersebut.
4. PBL memiliki karakteristik ‘kerjasama’ yang melibatkkan siswa dalam
interaksi sosial yang dibutuhkan dalam belajar maupun dalam kehidupan
siswa sehari-hari. Pendidikan tradisional yang lebih memfokuskan pada
penguasaan informasi seringkali mengabaikan keterampilan ini, sedangkan
PBL dapat mengakomodasi baik penyerapan informasi maupun keterampilan
interaksi sosial.
5. PBL membantu memberikan kesempatan kepada siswa dalam merumuskan
permasalahan yang ditemui, disertai alternatif solusi yang memungkinkan
untuk diimplementasikan. Kerjasama dalam kelompok yang terdapat di dalam
model pembelajaran ini menuntut peran aktif setiap anggota kelompok. Hal
ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam diri siswa yang dapat
memunculkan motivasi internal dalam belajar.
15
6. PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu
secara mandiri sesuai tingkat pemahaman yang dimiliki oleh siswa itu sendiri.
Guru berperan sebagai pembimbing yang diperlukan siswa agar tidak
menyimpang dalam memahami suatu konsep dan agar aktivitas dalam
belajarnya terstruktur dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
7. Pencapaian yang diharapkan dalam proses pembelajaran dengan PBL
memiliki persamaan dengan pembelajaran tradisional yaitu membuat siswa
menguasai materi secara luas dan mendalam. Perbedaan capaian antara proses
pembelajaran dengan PBL dan pendidikan tradisional adalah pencapaian
beberapa keterampilan dan kebermaknaan belajar yang tidak diperoleh dalam
pendidikan tradisional.
Selain itu, model pembelajaran PBL juga dapat mengembangkan motivasi
dalam diri siswa. Dengan meningkatnya motivasi dalam diri siswa, maka siswa
akan lebih merasa nyaman dan senang dalam belajar, karena siswa dengan tingkat
motivasi belajar yang rendah akan cenderung bosan mengikuti pelajaran.
Implementasi PBL dalam kelas juga dapat membantu siswa untuk lebih aktif dan
positif. Positif dalam hal ini adalah siswa dapat mengisi kekurangan dari siswa
lain dan saling membantu dalam suatu kelompok tersebut.
Selanjutnya kelemahan dari model pembelajaran PBL antara lain: 1) siswa
tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk di-pecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba; 2) keberhasilan model pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan; 3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipel-ajari, maka mereka tidak akan belajar
apa yang ingin mereka pelajari (Sanjaya, 2009: 221).
2.1.3.3 Sintak Operasional PBL
Agar pemahaman mengenai operasional PBL menjadi lebih jelas, Huda
(2013: 272-273) menjelaskan sebagai berikut:
1. Pertama-tama siswa disajikan masalah.
2. Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok
kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian
16
mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan-
gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian,
mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan
masalah serta apa yang mereka tidak ketahui. Mereka menelaah masalah
tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menggarap
masalah.
3. Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah di luar
bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup: perpustakaan, database, website,
masyarakat dan observasi.
4. Siswa kembali pada tutorial PBL, lalu saling sharing informasi, melalui peer
teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu.
5. Siswa menyajikan solusi atas masalah.
6. Siswa mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan selama
ini. Semua yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat dalam review
pribadi, review berpasangan, dan review berdasarkan bimbingan guru,
sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya terhadap proses tersebut.
2.1.3.4 Penerapan Sintak Model Pembelajaran PBL berdasarkan Standar
Proses
Dari penjabaran langkah-langkah PBL yang diuarikan oleh Huda (2013:
272-273) dan fase pembelajaran berbasis masalah seperti yang dikemukakan oleh
Suprijono (2010: 73) di atas, selanjutnya peneliti akan menyusun langkah-langkah
PBL berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses seperti
pada tabel di bawah ini.
17
Tabel 2.1
Operasional PBL berdasarkan Standar Proses
No Kegiatan PBL Kegiatan Guru
1 Awal 1. Mengucap salam pembuka, menyiapkan
siswa secara psikis dan fisik untuk
mengikuti pembelajaran serta mengajak
siswa berdoa
2. Melakukan presensi
3. Memotivasi siswa
4. Mengajukan apersepsi dengan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi
yang akan dipelajari
5. Menyampaikan tujuan pembelajaran
2
Inti
(Eksplorasi)
Fase 1 PBL:
Orientasi siswa
pada masalah
6. Menggali pengetahuan awal siswa yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
7. Bertanya kepada siswa tentang pengalaman
yang berkaitan dengan materi pelajaran.
8. Melakukan tanya jawab dengan siswa,
mengenai kemungkinan masalah yang bisa
terjadi terkait dengan materi pelajaran.
9. Meminta siswa untuk mencari solusi
pemecahan masalah dari masalah yang
ditemukan bersama.
10. Membimbing siswa terkait dengan solusi
masalah yang ditemukan.
11. Menyampaikan materi pelajaran
12. Memberi kesempatan kepada siswa untuk
bertanya.
Inti
(Elaborasi)
Fase 2 PBL:
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
13. Membagi siswa menjadi beberapa
kelompok belajar, masing-masing kelompok
terdiri dari 5-6 orang.
14. Menyampaikan langkah-langkah yang harus
dilakukan siswa dalam pembelajaran.
15. Guru memberikan LKS kepada setiap
kelompok yang berisi masalah yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
16. Memberikan kesempatan kepada setiap
kelompok berdiskusi untuk memecahkan
masalah yang telah diberikan.
Fase 3 PBL:
Membantu
17. Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya dan mengumpulkan
18
No Kegiatan PBL Kegiatan Guru
investigasi mandiri
dan kelompok
informasi dalam pemecahan masalah.
18. Memfasilitasi siswa dalam diskusi
kelompok.
19. Meminta siswa untuk menyusun sebuah
laporan dari masalah tersebut.
20. Membantu dan memfasilitasi siswa untuk
mempersiapkan laporan hasil diskusinya.
Fase 4 PBL:
Mengembangkan
dan
mempresentasikan
21. Meminta siswa perwakilan dari kelompok
diminta untuk maju membacakan hasil
laporan yang telah disusun.
22. Membimbing siswa dalam menyampaikan
hasil diskusi.
23. Meminta kelompok lain untuk
memperhatikan dan memberikan tanggapan.
Inti
(Konfirmasi)
Fase 5 PBL:
Menganalisis dan
mengevaluasi
proses mengatasi
masalah
24. Memberikan penguatan terhadap kelompok
yang menyajikan hasil diskusi.
25. Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang hal-hal dalam
pembelajaran yang belum diketahui.
26. Bersama siswa menyimpulkan materi
pelajaran.
3 Penutup 27. Dengan siswa membuat rangkuman.
28. Memberikan umpan balik kepada siswa
29. Memberikan tindak lanjut dengan
memberikan PR
30. Menutup pembelajaran dengan
mengucapkan salam
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar didapat siswa setelah melalui proses pembelajaran. Hasil
belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan
belajar (Susanto, 2013: 5). Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono, 2009:
19
5). Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar (Anni, 2006: 5).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan yang ada pada diri siswa dalam 3 aspek, yaitu kognitif, afektif, serta
psikomotor. Aspek kognitif yang diwujudkan dengan pengetahuan, afektif yang
digambarkan dengan sikap, perilaku dan psikomotor yang diwujudkan dengan
keterampilan atau skill.
2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dikemukakan oleh
beberapa ahli seperti dibawah ini.
Dalyono (2007: 55-60) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar sebagai berikut:
1. Faktor internal (yang berasal dari dalam diri)
1) Kesehatan
2) Intelegensi dan bakat
3) Minat dan motivasi
4) Cara belajar
2. Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri)
1) Keluarga
2) Sekolah
3) Masyarakat
4) Lingkungan sekitar.
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat dinyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni
faktor internal dan eksternal yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor internal, adalah faktor yang bersumber dari dalam diri siswa. Faktor
internal meliputi:
Kesehatan
Siswa yang tidak sehat atau sedang sakit pada saat mengikuti proses
pembelajaran akan cepat mengalami kelelahan, sehingga siswa tidak akan
20
maksimal dalam memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini
akan berdampak pada penurunan hasil belajar, karena siswa yang sedang
sakit akan cenderung mengantuk dan tidak tertarik untuk mengikuti
pelajaran. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi semua siswa
untuk menjaga kesehatan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Intelegensi dan bakat
Intelegensi dapat juga diartikan kecerdasan yang ada pada diri siswa.
Kecerdasan siswa akan sangat mempengaruhi terhadap cepat lambatnya
siswa memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru dalam proses
belajar mengajar berlangsung. Selain itu, bakat atau kemampuan yang ada
dalam diri siswa juga akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil
belajar. Apabila materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sesuai
dengan bakat atau kemampuan siswa, maka siswa akan senang dan dalam
mempelajari materi pelajaran tersebut.
Minat dan motivasi
Minat merupakan kecenderungan dari siswa untuk memperhatikan,
mengingat, memahami terhadap suatu hal. Siswa dengan minat yang tinggi
akan lebih fokus memperhatikan materi pelajaran dari pada siswa dengan
minat yang rendah. Selanjutnya, dengan fokusnya siswa terhadap materi
yang diajarkan oleh guru, maka siswa akan dengan mudah memahami
materi pelajaran sehingga hasil belajar yang didapat lebih meningkat.
Cara belajar
Cara belajar yang digunakan siswa juga berpengaruh terhadap hasil
belajar. Artinya, cara belajar yang digunakan siswa harus tepat, misalnya
dengan cara memahami materi bukan menghafal, merangkum materi
pelajaran dengan mencatat poin-poin penting mengenai materi pelajaran.
Selain itu, siswa yang dengan cara belajar secara terus menerus dan
memaksa otak untuk berpikir juga akan berdampak pada hasil belajar.
Otak yang kelelahan akan kurang maksimal apabila digunakan untuk
berpikir maupun memahami materi pelajaran.
21
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor
eksternal meliputi:
Keluarga
Selain menerima pendidikan secara formal di sekolah, siswa juga
mendapat pendidikan secara non formal dalam keluarga yang dalam hal
ini adalah peran dari orangtua siswa. Orangtua yang kurang
memperhatikan anaknya akan mempengaruhi hasil belajar. Sebagai
contoh ada orang tua yang hanya mementingkan pekerjaan atau karir
tanpa memperhatikan keadaan psikis anaknya.
Sekolah
Kualitas pengajaran dan kemampuan belajar siswa di sekolah juga akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Apabila kualitas pengajaran dan
kemampuan belajar siswa di sekolah tinggi maka hasil belajar yang
didapat juga tinggi. Selain itu, pergaulan dengan di lingkungan sekolah
juga merupakan salah satu faktor. Apabila siswa tidak pintar dalam
bergaul di lingkungan sekolah, dikhawatirkan akan mengakibatkan siswa
ikut terjerumus ke dalam pergaulan yang sifatnya negatif.
Masyarakat
Pergaulan siswa dengan lingkungan sekitar juga merupakan pengaruh
besar karena tidak semua lingkungan masyarakat dapat memberikan
dampak positif bagi anak pada saat menjalankan peran sebagai bagian dari
masyarakat itu sendiri.
22
2.1.4.3 Pengukuran Hasil Belajar
Setiap proses belajar selalu menghasilkan hasil belajar (Djamarah dan Zain,
2014: 107). Selanjutnya, suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khusus (TIK)-nya
dapat tercapai (Djamarah dan Zain, 2014: 105). Kemudian, petunjuk bahwa
proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil adalah sebagai berikut:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/intrstruksional khusus
(TIK) telah dicapai siswa, baik secara individual maupun kelompok
(Djamarah dan Zain, 2014: 106).
Indikator yang dipakai sebagai pengukuran hasil belajar dalam penelitian ini
adalah daya serap. Selanjutnya, untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar
menurut (Djamarah dan Zain, 2014: 106) dapat dilakukan melalui tes prestasi
belajar yang digolongkan menjadi beberapa jenis antara lain: tes formatif, tes
subsumatif, dan tes sumatif.
Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes formatif. Tes formatif
digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok
bahasan tersebut (Djamarah dan Zain, 2014: 106).
2.1.5 Hubungan Antara Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dengan Hasil Belajar
Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Dalam kegiatan mengajar guru
dituntut untuk dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk siswa-siswa
demi keberhasilan belajarnya. Dari berbagai model pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa salah satu diantaranya adalah Model
pembelajaran problem based learning (PBL). Dari beberapa kelebihan yang telah
dipaparkan di sub bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kelebihan yang
dimiliki model pembelajaran ini antara lain dapat memotivasi siswa untuk
23
belajar, memusatkan perhatian siswa dalam belajar hingga meningkatkan
kemampuan siswa.
Motivasi belajar yang dimiliki siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran
sangat berperan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran
tertentu (Nashar, 2004:11). Artinya, dengan tingkat motivasi yang tinggi dari
siswa maka siswa akan lebih tertarik untuk lebih mengikuti pelajaran. Selain itu,
motivasi yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran juga akan membangkitkan
minat siswa dalam belajar. Kemudian, dengan minat dan motivasi yang tinggi dari
siswa untuk belajar tentunya akan lebih meningkatkan pemahaman siswa.
Selanjutnya, dengan beberapa faktor pendorong tersebut hasil belajar siswa akan
lebih meningkat.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Fatimatuz Zahro. 2014. Peningkatan Hasil
Belajar Matematika Operasi Perkalian dan Pembagian melalui Model Problem
Based Learning pada Siswa Kelas IV SD 3 Ngembalrejo. Masalah yang ada dalam
penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang rendah. Kemudian, dari
permasalahan tersebut telah dilakukan tindakan perbaikan dengan menerapkan
suatu model pembelajaran model pembelajaran yang menggunakan masalah
dalam proses pembelajarannya dan mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah dan dapat meningkatkan hasil belajar yaitu PBL. Hasil belajar siswa
mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42.85% dengan
rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus1 ketuntasan belajar
siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61.45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa
85.71% dengan nilai rata-rata kelas 70.47 Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah
(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri
Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas.
Asih Diyah Arini, Putri. 2014. Penerapan Model Problem Based Learning
Untuk Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD 7 Klumpit
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Masalah yang menjadi alasan
24
dilaksanakannya penelitian ini adalah kurangnya keterlibatan siswa dalam
pembelajaran sehingga mengakibatkan rendahnya nilai hasil belajar siswa.
Pemecahan masalah adalah dengan cara mengimplementasikan model
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya yakni
PBL. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari prasiklus diperoleh rata-rata 61,25
dengan persentase sebesar 40% dalam kategori sedang. Pada siklus I diperoleh
rata-rata 69,25 dengan persentase sebesar 65% dalam kategori tinggi. Pada siklus
II diperoleh rata-rata 81,75 dengan persentase mencapai 95% dalam kategori
sangat tinggi sehingga hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari pre-test
sampai dengan siklus II. Begitu juga pada aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning
pada siklus I pertemuan ke 1 memperoleh persentase 46,7% kategori cukup dan
pada pertemuan ke 2 memperoleh persentase 57,3% kategori masih cukup. Pada
siklus II mengalami peningkatan pertemuan ke 1 memperoleh persentase 69,4%
kategori baik dan pada pertemuan ke 2 memperoleh persentase 81,50% kategori
sangat baik. Pengelolaan kelas guru dalam pembelajaran matematika dengan
menggunakan model Problem Based Learning juga mengalami peningkatan. xii
Pada siklus I pertemuan ke 1 memperoleh persentase 61% kategori baik, dan
pertemuan ke 2 memperoleh persentase 69% kategori baik, pada siklus II
pertemuan ke 1 memperoleh persentase 78% kategori sangat baik, dan pertemuan
ke 2 memperoleh persentase 91% kategori sangat baik. Disimpulkan bahwa model
Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun ruang kelas V SDN 7 Klumpit
Gebog Kudus.
Rahardiyan Bayu Hananto dan Ariyanto. 2014. Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada
Siswa Kelas VII A Semerster Genap SMP Negeri 02 Kartasura Tahun Pelajaran
2014/2015. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas atau Classroom
Action Research (CAR). Permasalahan yang ada adalah rendahnya hasil belajar
matematika kelas VII A SMP Negeri 02 Kartasura. Dalam mengatasi masalah
25
tersebut telah dilakukan suatu strategi yang mampu mendorong siswa untuk aktif
dan dapat bekerjasama antar siswa dalam proses pembelajaran. Strategi
pembelajaran yang telah diterapkan untuk permasalahan tersebut adalah PBL.
Hasil penelitian dengan menerapkan strategi pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII A
SMP Negeri 02 Kartasura semester genap tahun pelajaran 2014/ 2015.
Peningkatan hasil belajar, (a) keberanian siswa memberikan ide-ide atau bertanya
dalam menyelesaikan permasalahan dalam kegiatan pembelajaran dari kondisi
awal 14,29%, siklus I 34,29% dan siklus II 71,43%; (b) Kerjasama siswa saat
kegiatan kelompok dari kondisi awal 22,86%, siklus I 42,86% dan siklus II 85,71;
(c) siswa yang memenuhi KKM ≥ 75 kondisi awal 34,28%, siklus I 54,42% dan
siklus II 68,57%.
Indra Ivanti Siregar dan Idris Harta. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
dalam Materi Transformasi Geometri Melalui Model Problem Based Learning
(PTK Kelas XI Multimedia SMK Negeri 9 Surakarta Tahun 2014/2015 ). Jenis
penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SMK
Negeri 9 Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil
belajar matematika siswa dilihat dari indikator-indikator: (1) Nilai siswa dalam
latihan mandiri yang diberikan sebelum dilakukan tindakan 46,67% meningkat
menjadi 83,33% pada akhir tindakan. (2) Kemampuan keterampilan siswa dengan
menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah sebelum dilakukan
tindakan 31,03% meningkat menjadi 82,75% pada akhir tindakan. Dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat
meningkatkan hasil belajar matematika.
Ni Putu Sri Handayani. 2016. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan
Ganesha: Penerapan Pendekatan Saintifik berbantuan Model Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pengetahuan IPA
Siswa Kelas IV SD No 1 Dalung, Badung. Penelitian ini termasuk penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Permasalahan yang ada dalam
penelitian ini adalah sebanyak 23 orang atau 57,5% siswa belum mencapai KKM
pada muatan pelajaran IPA. Solusi yang dilakukan untuk memecahkan
26
permasalahan tersebut adalah dengan cara melakukan pendekatan pembelajaran
awal yang memberdayakan siswa salah satunya dengan model pembelajaran PBL.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar setelah
penerapan pendekatan saintifik berbantuan model problem based learning.
Persentase rerata aktivitas belajar pada siklus I sebesar 68,9% berada pada kriteria
cukup aktif, dan pada siklus II persentase rerata aktivitas belajar menjadi 87,1%
berada pada kriteria aktif. Begitu juga dengan hasil belajar pengetahuan IPA pada
siklus I 79% berada pada kriteria sedang dengan ketuntasan klasikal 67,5%, dan
pada siklus II persentase rerata hasil belajar pengetahuan IPA menjadi 88,8%
berada pada kriteria tinggi dengan ketuntasan klasikal 87,5%. Dengan demikian
dapat disimpulkan, penerapan pendekatan saintifik berbantuan model problem
based learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pengetahuan IPA.
Hunaidah, Luh Sukariasih. 2016. JAF Vol 12 No. 1: Penerapan Model
Problem Based Learning dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIIIi SMP
Negeri 5 Kendari Semister saya Akademik Tahun 2014/2015). Permasalahan yang
terdapat dalam penelitian ini adalah Rendahnya aktivitas dan hasil belajar
Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas VIIIi Sekolah Menengah Pertama Negeri 5
Kendari. Dari permasalahan tersebut, telah ditemukan solusi yakni dengan
menerapkan pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam kegiatan penyelidikan
dapat membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya yaitu PBL.
Berdasarkan Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah untuk rentang skor
diperoleh sebagai berikut: siklus pertama diperoleh skor 1,4 hingga 3,7 dengan
skor rata-rata 2, 84 dan standar deviasi 0,44; pada siklus II diperoleh skor 2,00
sampai dengan 3,85 dengan rata-rata skor 3,15 dan standar deviasi 0,37; dan 3)
hasil belajar kelas VIIIi ilmu siswa SMP Negeri 5 Kendari pada subyek udara
sederhana dapat ditingkatkan dengan menerapkan model Problem Based Learning
dengan pendekatan ilmiah, dengan akuisisi skor rata-rata hasil belajar siswa pada
siklus pertama 2.84 dengan persentase siswa yang telah dipelajari secara intensif
oleh 71,43%, sedangkan dalam siklus kedua dari hasil belajar siswa rata-rata
meningkat menjadi 3,15 dengan persentase siswa yang telah diteliti secara
27
mendalam oleh 91,43%. Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
Persamaan beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah mengkaji tentang peningkatan hasil belajar. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian sama-sama menggunakan pendekatan saintifik.
Persamaan selanjutnya adalah jenis penelitian tindakan kelas.
Perbedaan dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan terletak pada lokasi SD, materi pelajaran, kelas. Lokasi dalam
penelitian ini adalah di Jambu, Ambarawa. Perbedaan yang lain adalah dilihat dari
bidang kajiannya, jika penelitian yang sudah ada mengkaji tentang peningkatan
hasil belajar seperti Matematika dengan materi Operasi Perkalian dan Pembagian,
bangun ruang, geometri, serta mata pelajaran IPA. Dalam penelitian ini, peneliti
akan meneliti tentang peningkatan hasil belajar matematika dengan materi
bilangan pecahan.
2.3 Kerangka Berpikir
Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
usaha mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran. Hasil observasi awal peneliti
menemukan fakta berupa metode yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran masih menggunakan metode ceramah atau konvensional dan
menimbulkan beberapa masalah. Dari masalah tersebut dipilih alternatif
pemecahan masalah yakni dengan mengubah metode ceramah yang digunakan
oleh guru diubah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based
Lerning (PBL). Kemudian, dengan beberapa kelebihan dan manfaat yang terdapat
dalam model pembelajaran Problem Based Lerning (PBL) akan meningkatkan
hasil belajar siswa kelas 4 SDN Jambu 01 Kecamatan Jambu, Ambarawa.
28
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Kondisi
Awal
Model Pembelajaran
Konvensional
1. Berpusat pada guru
2. Siswa kurang antusias dan
aktif
3. Siswa merasa bosan
4. Pembelajaran menjenuhkan
bagi siswa
Hasil Belajar
Matematika Rendah
Hasil Belajar
Mulai Meningkat
Penerapan Model
Pembelajaran PBL Siklus II
1. Guru semakin
memantapkan keahlian
menerapkan model
pembelajaran PBL.
2. Guru sangat mudah
menyampaikan materi
dengan model PBL.
3. Siswa sangat aktif dan
fokus.
4. Siswa semakin percaya
diri.
5. Keberanian siswa untuk
bertanya dan
menanggapi semakin
meningkat.
Penerapan Model
Pembelajaran PBL Siklus I
1. Guru menerapkan model
PBL sudah cukup baik,
Namun masih ada
beberapa aspek yang
harus lebih ditingkatkan
lagi.
2. Siswa mengikuti
pembelajaran model PBL
sudah menunjukkan
keaktifan dan rasa
senang. Namun siswa
masih bingung dalam
menjawab apersepsi dari
guru dan kurang
memperhatikan guru
Hasil Belajar
Lebih Meningkat
29
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir di atas, hipotesis tindakan
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Penerapan langkah-langkah pendekatan saintifik melalui model
pembelajaran PBL sesuai sintak, diduga dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada siswa kelas 4 SDN Jambu 01 Kecamatan Jambu,
Ambarawa.
2. Penggunaan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran PBL sesuai
sintak, diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa
kelas 4 SDN Jambu 01 Kecamatan Jambu, Ambarawa.