bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pengertian bank menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan yang lebih lanjut disingkat dengan UU
Perbankan adalah;
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”
Sedangkan nasabah menurut Pasal 1 ayat (16) UU Perbankan adalah
Pihak yang menggunakan jasa Bank. Dalam UU Perbankan nasabah terbagi
menjadi 2 (dua), antara lain :
1. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan;
2. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkn prinsip syariah atau yang di persamakan dengan
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.1
Munir Fuady mengatakan hubungan hukum antara bank dan nasabah
terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Hubungan kontraktual; dan
2. Hubungan non kontraktual.2
1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 2 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998, Buku
Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h.102.
2
Hubungan-hubungan hukum yang timbul antara bank dan nasabah
tersebut yang membuat penulis ingin memaparkan lebih jauh mengenai
pertanggung jawaban pihak bank, nasabah maupun pihak ketiga dalam
kaitannya dengan kerugian yang disebabkan oleh penggunaan produk
electronic banking. Electronic banking merupakan suatu adopsi dari sistem
tradisional yang berupa warkat yang kemudia dikembangan dengan
mengikuti perkembangan teknologi yang ada dan disesuaikan dengan
kebutuhan nasabah. Electronic banking dapat di gunakan sebagai salah satu
alternative bagi nasabah yang ingin melakukan transaksi pembayaran
tagihan, informasi rekening, pemindah bukuan rekening, informasi terbaru
mengenai suk bunga dan nilai tukar valuta asing, administrasi mengenai
perubahan personal identification number (PIN), alamat rekening atau kartu
data pribadi, dan lain-lain. Maka dapat dikatakan bahwa dengan adanya
electronic banking nasabah sangatlah diuntungkan karena transaksi yang
dulunya berjalan lama dan mengharuskan nasabah untuk antri selama
berjam-jam kini dapat dilakukan dimanapun, kapanpun dan tanpa mengenal
batas waktu dan jarak.3
Dengan kemudahan transaksi yang didapat oleh nasabah dari produk
electronic banking ini, memungkinkan terjadi suatu kerugian yang dialami
oleh nasabah dikarenakan banyaknya ancaman kejahatan yang menyerang
nasabah pada saat nasabah akan melakukan transaksi melalui electronic
banking. Dalam skripsi ini penulis memaparkan ada 2 (dua) kejahatan yang
dapat menyerang sistem electronic banking, antara lain;
3 Ibid h. 103.
3
1. Man in the middle attack cara beroperasinya, penyerang membuat
sebuah website dan membuat nasabah pengguna layanan electronic
bangkin atau user masuk ke website tersebut. Agar berhasil mengelabuhi
user, maka website tersebut harus dibuat semirip mungkin dengan
website yang sebenarnya. Pada saat user memasukan password-nya
maka penyerang akan menggunakan informasi tersebut untuk masuk ke
website bank yang sebenarnya. Untuk mengecoh token penyerang dapat
mengirimkan challenge-response kepada user sebelum melakukan
transaksi illegal.
2. Trojan horses yaitu program palsu dengan tujuan jahat yang disusupkan
ke dalam sebuah program umum yang sering dipakai. Di sini para
penyerang menginstal-trojan kedalam komputer user. Ketika user mulai
login ke website banknya, penyerang menumpangi sesi tersebut melalui
trojan untuk melakukan transaksi yang diinginkan. Trojan horses
berbeda dengan virus yang merusak lainnya. Karena trojan horses tidak
dapat diketahui keberadaannya.4
Maka dari itu tidaklah mengherankan apabila pihak bank berlomba-
lomba untuk memberikan pelayanan yang baik dan tepat bagi nasabahnya,
mengingat resiko yang sangat mungkin mucul. Hal ini merupakan suatu
upaya yang dilakukan pihak bank guna meningkatkan kepercayaan dari
nasabah. Resiko yang demikian tinggi menyebabkan perlu dibuat suatu
perlindungan hukum yang tepat guna melindungi nasabah pengguna
electronic banking dari kemungkinan kerugian yang mungkin dialami .
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang
tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum
sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki
konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian. Konsep perlindungan hukum tersebut
4 Sutan Remy Sjahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, PT. Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta, 2009, h. 157.
4
didukung dengan beberapa pendapat ahli yang mendefinisikan mengenai
perlindungan hukum, antara lain :
1. Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan
orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar
mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum;
2. Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum
adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan
ketentuan hukum dari kesewenangan;
3. Menurut CST Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa
aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai
ancaman dari pihak manapun.5
Perlindungan hukum dapat dikategorikan menjadi perlindungan
tidak langsung dan perlindungan secara langsung. Perlindungan tidak
langsung adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah
penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang timbul dari suatu
kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat self
regulation oleh bank yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan
perlindungan secara langsung adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan
timbulnya resiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.
Dalam hal menegakkan perlindungan hukum bagi nasabah pengguna
electronic banking pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang
dapat digunakan untuk melindungi setiap nasabah yang mengalami
kerugian. Peraturan tersebut dituangkan dalam peraturan perundang-
5 http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ di ambil tanggal 26
Agustus 2016.
5
undangan yang ada dengan kata lain dapat dikatakan bahwa peraturan
tersebut merupakan government regulation, yang terdiri dari UU Perbankan,
Undang-Undang Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia, Peraturan
Bank Indonesia, Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Electronic, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam UU Perbankan pemerintah telah mengamanatkan
dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan mewajibkan setiap
bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan dalam bank yang
bersangkutan. Amanat UU Perbankan tersebut telah direalisasikan dengan
diundangkannya UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan. Adapun yang menjadi fungsi dari lembaga ini adalah menjamin
simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabiltas
sistem perbankan sesuai.
Perlindungan hukum bagi nasabah yang terdapat dalam UU
Perbankan termuat dalam Pasal 29 ayat (4) yang menyatakan bahwa;
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan
dengan transaksi nasabah yang di lakukan melalui bank.”
Pasal 29 ayat (4) di atas menjelaskan bahwa bank telah melakukan
langkah prefentiv guna melindungi nasabah dari resiko kerugian yang
mungkin akan di alami nasabah sehubungan dengan transaksi yang
dilakukan, dalam hal ini adalah trasaksi melalui electronic banking. Selain
6
itu bank dalam menjalankan kegiatan usahanya harus dengan prinsip kehati-
hatian hal tersebut dilakukan dalam rangka pembinaan dan pengawasan
bank oleh Bank Indonesia yang mewajibkan bank memiliki pengawasan
internal yang cukup untuk kompleksitas kegiatan usahanya. Sehingga di
bentuklah suatu ketentuan oleh Bank Indonesia yaitu Satuan Kerja Audit
Intern (SKAI) Bank Umum PBI No.1/6/PBI/1999 tanggal 17 Desember
1999 tentang penugasan direktur kepatuhan dan penerapan standar
pelaksanaan fungsi audit intern bank umum. Sedangkan mengenai
penerapan manajemen risiko di atur dalam:
1. PBI No. 3/23/PBI/2001 dan Surat Edaran Bank Indonesia 6/37/DPNP
tanggal 10 september 2004 tentang penilaian dan pengenaan sanksi
atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait
dengan undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang;
2. PBI No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang manajemen risiko
bagi bank umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/18/DPNP
tanggal 20 April 2004 perihal Penerapan Manjemen Risiko pada
Aktivitas Jasa Pelayanan Melalui Internet;
3. PBI No.7/7/2005 tentang penyelesaian pengaduan nasabah;
4. PBI No. 8/5/PDI/2006 tentang mediasi perbankan;
5. PBI No. 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan
Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen
resiko bagi bank umum;
6. Surat Keputusan Direksi No. 27/164/KEP/DIR & SEBI No.
27/9/UPPB tentang Tegnologi Sistem Informasi Perbakan;
7. PBI No 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam
Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, Pedoman
Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan yang selanjutnya disingkat UU OJK. Terdapat 3 (tiga) alasan
pendirian OJK di Indonesia, yaitu:
7
1. Perkembangan sistem keuangan karena adanya konglomerasi bisnis,
produk kombinasi (hybrid product), dan regulatory arbitrase;
2. Permasalahan di sektor keuangan karena maraknya tindakan kejahatan
penipuan dalam melakukan kegiatan usaha (moral hazard),
perlindungan konsumen dan koordinasi lintas sektoral;
3. Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank
Indonesia yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan.
OJK mulai efektif bekerja sejak Januari 2014 sehingga dalam hal ini
Bank Indonesia akan lebih banyak melaksanakan pengawasan yang bersifat
macro prudential. Pengawasan ini meliputi pemantauan resiko yang terkait
dengan struktur keuangan, aset dan kewajiban satu lembaga keuangan
dengan lembaga keuangan lain di pasar keuangan untuk mencegah krisis
secara mendalam. Sedangkan OJK akan melakukan pengawasan mencakup
perlindungan konsumen, pemantauan transaksi antar lembaga, insider
trading, dan praktik pencucian uang (money laundring).6 Berdasarkan
amanah UU Bank Indonesia yang mengalihkan pengawasan sektor jasa
keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka, OJK juga
mengeluarkan peraturan terkait pelrindungan konsumen sektor jasa
keuangan yang meliputi.
a. Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan (“POJK No.1/2013”);
b. Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa (“POJK No. 1/2014”); dan
c. Surat Edaran OJK No. 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku
Usaha Jasa Keuangan (“SE OJK No. 2/2014”)
Ketentuan lainnya juga terdapat dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana yang selanjutnya disingkat KUHP yang dapat dijadikan
6 Trio Hendro dan Conny Candra Rahardja, Bank dan Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia,
Yogyakarta, UPP STIM YKPN, 2014, h. 493.
8
sandaran dalam rangka perlindungan nasabah, diantaranya Pasal 362 tentang
pencurian, Pasal 378 tentang perbuatan curang, Pasal 406 tentang
menghancurkan atau merusak barang dan pasal-pasal lainnya, serta
ketentuan pidana yang tersebar dalam perundang-undangan khusus
perbankan maupun yang berkaitan dengan materi perbankan. 7
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang selanjutnya disingkat
KUH Perdata juga mengatur mengenai perlindungan hukum bagi nasabah,
hal tersebut terdapat dalam Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata yang
menyatakan bahwa
“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain
untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung
jawab tentang kerugian yang di terbitkan oleh pelayan-pelayan atau
bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk
mana orang-orang ini di pakainya.”
Jika dihubungkan dalam masalah perbankan maka yang dimaksud dengan
“majikan-majikan” ini adalah pihak bank dan yang dimaksud dengan
“pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan” adalah karyawan bank yang di
angkat oleh pihak bank. Hal ini juga di dukung dengan adanya pasal Pasal
1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
7 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
9
Apabila dikaitkan dengan kegiatan dalam hal penggunaan produk bank
khususnya electronic banking yang menyebabkan kerugian bagi nasabah.
Maka bank akan bertanggung jawab jika bank telah memenuhi unsur-unsur
yang tertuang dalam pasal tersebut. 8
Perlindungan hukum juga didapat dari UU No.11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disingkat UU ITE, UU
ini bertujuan untuk mengharmonisasikan antara instrument peraturan hukum
nasional dan instrument peraturan hukum internasional yang mengatur
mengenai teknologi informasi. Dalam UU ITE ini terdapat sanksi pidana
yang mengatur mengenai kejahatan dalam dunia maya yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah nasabah yang
berkaitan dengan transaksi melalui electronic banking yang terdapat dalam
Pasal 30 sampai Pasal 33 dan Pasal 35.
UU ITE dapat digunakan untuk menanggulangi jenis kejahatan di
dunia maya. UU ini menekankan pada pengaturan keamanan penggunaan
sistem informasi elektronik atau dokumen elektronik yang mengarah pada
penyalahgunaan informasi elektronik untuk tujuan perbuatan-perbuatan
kejahatan di dunia maya.9
8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
10
Perlindungan hukum yang terahkir dapat di dapatkan dari UU No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya di singkat
dengan UU Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1) menyatakan
bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi :
1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;
2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran;dan
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. 10
Pasal tersebut menyatakan bahwa tanggung jawab pelaku usaha
meliputi segala kerugian yang di alami oleh konsumen. Tetapi hal ini dirasa
tidak adil jika kesalahan dibebankan hanya pada pelaku usaha saja padahal
jika dilihat kesalahan bisa muncul dari konsumen atau nasabah itu sendiri
sehingga dalam Pasal 27 butir d UU Perkos diatur mengenai batasan ganti
rugi pelaku usaha. Yang menyatakan bahwa apabila konsumen atau nasabah
lalai dan mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri, kerugian di tanggung
oleh nasabah sendiri, dalam hal menanggulangi adanya ketidak sepahaman
antara pihak bank dengan nasabah maka pasal 18 UU Perlindungan
Konsumen menganjurkan dibuatnya suau klausula baku antara pihak bank
dengan nasabah.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah pengguna elektronik
banking terhapat resiko kerugian yang diderita oleh nasabah ?
2. Bagaimanakah gambaran atau peta sharing responsibility dalam hal
perlindungan nasabah pengguna elekronik banking
10
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
11
1.3. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin di capai dalam
penulisan skripsi ini antara lain :
1. Menganalisis perlindungan hukum bagi nasabah pengguna elektronik
banking terhadap resiko kerugian yang diderita oleh nasabah
2. Menganalisis gambaran atau peta sharing responsibility dalam hal
perlindungan nasabah pengguna elekronik banking
1.4. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis yang akan memperkaya ilmu pengetahuan hukum
perbankan guna mengembangkan wawasan bagi peneliti dalam ilmu
pengetahuan, khususnya dalam penerapan kebijakan pemerintah dan
Bank Indonesia dalam melakukan perlindungan hukum bagi nasabah
pengguna elektronik bangking.
b. Secara praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar
kepada para praktisi hukum untuk dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengambil kebijakan baik dalam pengambilan kebijakan
ekeskutif, legislatif, dan yudikatif dalam penegakan hukum yang
berkalitan dengan perlindungan hukum bagi nasabah pengguna
elektronik banking.
12
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk dapat
mengelola data sesuai dengan tujuan penelitian.
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum
normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut
disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungnnya dengan masalah yang diteliti.
2. Pendekatan penelitian
Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan ialah pendekatan
undang-udang. Pendekatan undang-undang adalah pendekatan dengan
melakukan penelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan
dengan isu hukum yang sedang ditangani sesuai dengan topik skripsi yang
penulis tulis.
3. Bahan Hukum
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan
hukum primer serta bahan hukum sekunder yang meliputi:
a. Bahan hukum primer, merupakan norma-norma dasar atau peraturan
tertulis yang terkait dengan pembahasan skripsi ini, antara lain: Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan
13
terhadap Undang-Undang 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan penjelasan atas bahan hukum
primer, antara lain; buku-buku, makalah hasil penelitian yang
berhubungan dengan perlindungan hukum bagi nasabah pengguna
elektronik banking dalam perspektif hukum perbankan
c. Bahan hukum tersier berisikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder anta lain berupa Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
1.5.1 Unit Amatan dan Unit Analisis
a. Unit Amatan
Unit Amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk
memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang
suatu analisis. Yang menjadi unit amatan dalam penulisan skripsi ini adalah
perundang-undangan terkait topik ”perlindungan hukum bagi nasabah
pengguna electronic banking balam perspektif hukum perbankan”
b. Unit Analisis
Unit Analisis merupakan unit yang akan dianalisis dan yang menjadi
unit analisis dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana perlindungan
hukum bagi nasabah pengguna elektronik banking dan bagaimanakah
14
gambaran atau peta sharing responsibility dalam hal perlindungan nasabah
pengguna elekronik banking.
1.6. Sistimatika Penulisan
Agar dapat memberikan gambaran yang sistematika dari penulisan
skripsi ini, maka skripsi ini di bagi kedalam Tiga Bab yang meliputi:
Bab I yaitu merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang, sub
bagian pertama latar belakang masalah, sub bagian kedua perumusan
masalah, sub bagian ketiga tujuan penelitian, sub bagian keempat manfaat
penelitian, sub bagian kelima metode penelitian, sub bagian keenam
sistematika penulisan serta sub bagian ketujuh daftar bacaan.
Bab II berisi tentang kajian pustaka dan pembahasan yaitu membahas
mengenai perlindungan hukum bagi nasabah pengguna electronik banking
dan bagaimanakah gambaran/peta sharing responsibility dalam hal
perlindungan nasabah pengguna elekronik banking
Bab III yaitu merupakan Bab penutup, yang berisi kesimpulan yang dan
rekomendasi dari hasil penelitian ini.