bab i pendahuluan latar belakang...

12
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Misi pekabaran Injil yang dilakukan oleh gereja maupun badan misi pada masa lampau, yang berkaitan dengan kolonialisasi, tidak hanya menjadi halangan ataupun hambatan pekabaran Injil dan pembangunan jemaat, tetapi juga menjadi hambatan bagi orang kristen dalam pergaulan mereka sehari-hari saat ini. Agama Kristen dipandang sebagai agama “Barat”, sehingga pendirian gereja ataupun pekabaran Injil, yang dilakukan bahkan pada masa modern ini, selalu dituding sebagai sarana kolonialisme. 1 Inilah efek negatif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil. Walaupun disadari juga bahwa ada sisi positif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil yaitu sejalan dengan kata Brunner bahwa Gereja (orang Kristen) ada karena misi, seperti halnya api ada karena pembakaran. 2 Maka berkat misi pekabaran Injil akhirnya banyak orang mengenal kabar sukacita dari Tuhan Yesus Kristus. Pekabaran Injil sama sekali bukan misi pribadi atau misi dari suatu gereja tertentu, tetapi pekabaran Injil secara esensial merupakan misi Allah atau misi Kristus yang berkenan telah memanggil orang-orang untuk menjadi kawan sekerjaNya yaitu memberitakan karya keselamatan Allah di dalam penebusan Kristus di atas kayu salib. Jadi karena manusia dijadikan oleh Allah sebagai kawan sekerjaNya, maka harus secara total dan tulus menyerahkan diri untuk 1 Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologia (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 10. 2 William A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita : Misi Holistis Dalam Teologi Alkitab dari Let The Earth Rejoice : A Biblical Theology of Holistic Mission (West Chester Illinois : Crossway Books, 1983), 15.

Upload: ngonguyet

Post on 09-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Misi pekabaran Injil yang dilakukan oleh gereja maupun badan misi pada masa lampau, yang

berkaitan dengan kolonialisasi, tidak hanya menjadi halangan ataupun hambatan pekabaran Injil

dan pembangunan jemaat, tetapi juga menjadi hambatan bagi orang kristen dalam pergaulan

mereka sehari-hari saat ini. Agama Kristen dipandang sebagai agama “Barat”, sehingga

pendirian gereja ataupun pekabaran Injil, yang dilakukan bahkan pada masa modern ini, selalu

dituding sebagai sarana kolonialisme.1

Inilah efek negatif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil. Walaupun disadari juga bahwa

ada sisi positif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil yaitu sejalan dengan kata Brunner

bahwa Gereja (orang Kristen) ada karena misi, seperti halnya api ada karena pembakaran.2 Maka

berkat misi pekabaran Injil akhirnya banyak orang mengenal kabar sukacita dari Tuhan Yesus

Kristus.

Pekabaran Injil sama sekali bukan misi pribadi atau misi dari suatu gereja tertentu, tetapi

pekabaran Injil secara esensial merupakan misi Allah atau misi Kristus yang berkenan telah

memanggil orang-orang untuk menjadi kawan sekerjaNya yaitu memberitakan karya

keselamatan Allah di dalam penebusan Kristus di atas kayu salib. Jadi karena manusia dijadikan

oleh Allah sebagai kawan sekerjaNya, maka harus secara total dan tulus menyerahkan diri untuk

1

1

Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologia (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 10.

2

2

William A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita : Misi Holistis Dalam Teologi Alkitab dari Let The Earth Rejoice : A Biblical Theology of Holistic Mission (West Chester Illinois : Crossway Books, 1983), 15.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

melaksanakan pemberitaan Injil. Adanya misi penginjilan di Indonesia merupakan sebagai

“pencerahan” kepada masyarakat Indonesia yang belum mengenal agama. Hal ini didasari pada

masih berkembangnya agama-agama suku di seluruh kepulauan Indonesia.

Sebagai contoh adalah wilayah Sumatera bagian utara, tepatnya di daerah Tapanuli. Daerah

Tapanuli pada dahulunya merupakan daerah yang masih belum mengenal Tuhan. Masyarakatnya

yang merupakan suku Batak, pada umumnya masih percaya kepada arwah-arwah nenek moyang.

Sampai tahun ± 1800 M penduduk Tanah Batak di pedalaman Sumatera Utara di daerah-daerah

Toba, Angkola, Mandailing, Simalungun, Dairi dan Karo masih menganut paham animisme.

Kondisi masyarakat Batak yang hidup di daerah pedalaman Sumatera Utara pada zaman

dahulu amat memprihatinkan, jauh dari jangkauan kemajuan di dalam setiap aspek

kehidupannya. Terbelakang dalam kehidupan sosialnya, hal ini ditandai dengan kehidupan yang

amat miskin dan sederhana. Terbelakang dalam bidang pendidikan, ditandai dengan masyarakat

yang buta huruf dan penuh dengan kebodohan. Mereka hidup dalam adat istiadat yang mengikat

dan yang harus dilaksanakan supaya ilah yang disembah jangan marah. Peperangan antar

kampung dan antar marga, saling bermusuhan dan mendengki merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dalam kehidupan sehari-harinya.

Dalam hal kepercayaan, agama suku yang bernama Parmalim merupakan agama asli orang

Batak pra datangnya injil.3 Agama Parmalin menyembah Debata Mulajadi Nabolon sebagai

ilahnya. Sebelum suku Batak menganut agama Kristen, mereka mempunyai sistem kepercayaan

dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran

kekuasaannya terwujud dalam Debata Natolu.

3

3

http://sabda.org/artikel/siapakah_debata_dewata_itu/15-09-2011/11:53

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

Walaupun orang Batak percaya pada ilah-ilah lain, namun sebenarnya yang mendominasi

hidup keagamaan mereka ialah memuja arwah leluhur. Sebenarnya, mereka diperbudak oleh

banyak sekali kuasa-kuasa kegelapan yang selalu mengancam dari segala penjuru. Itulah

sebabnya menurut mereka, sangat penting mengambil hati arwah nenek moyang yang dianggap

sebagai pelindung utama mereka terhadap ancaman maut itu. Tindakan mengambil hati arwah

nenek moyang adalah dengan memberikan sesajen. Dengan adanya kepercayaan ini, maka bisa

dikatakan pada awalnya suku Batak masih menyembah berhala. Menyangkut jiwa dan roh, suku

Batak mengenal tiga konsep, yaitu:

• Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi

memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan.

Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau

meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang

menawannya.

• Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki

tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau

kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

• Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah

laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.4

Mengetahui kehidupan orang batak dalam adat-istiadatnya (red=agamanya), para misiolog

telah mencoba meneliti kehidupan beragama orang batak dan berpendapat bahwa pusat agama

kuno orang batak adalah pemujaan terhadap arwah nenek moyang.5 Beberapa Misi yang

4

4

http://sejarahsukubatak.blogspot.com/2010/07/penyebaran-agama-ke-suku-batak.html/ 11.40

5

5

H. Gultom, Imanmu Menyelamatkanmu, (Jakarta: Yayasan Pembangunan Bona Pasogit, 2004), 136.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

dilakukan oleh Gereja Kristen Barat, salah satunya adalah Pekabaran Injil di Sumatera Utara,

dimulai pada tahun 1824. Saat itu, penginjil yang pertama yakni Richard Burton dan Nathaniel

Ward utusan zending Baptist Mission Society of England sebuah lembaga pekabaran Injil dari

Inggris, mencoba untuk melakukan pekabaran Injil di tanah Batak.6 Melalui daerah pesisir

Sumatera mereka berhasil menerobos sampai ke wilayah orang Batak Toba di daerah Silindung,

akan tetapi mereka terpaksa mundur dari tempat itu karena pemerintah Belanda menolak untuk

memberi izin bekerja di daerah itu.7

Kemudian pada tahun 1834, Pdt. Samuel Munson dan Pdt. Henry Lyman utusan Amerika

Board of Commisioners for Foreign Missions sebuah kongsi zending Amerika (Boston) datang

ke tanah Batak untuk melakukan pekabaran Injil. Pada 23 Juni 1834 mereka meninggalkan

Sibolga mengikuti jejak Burton dan Ward ke Lembah Silindung, akan tetapi mereka berdua

tewas terbunuh di Lobu Pining dalam perjalanan menuju daerah Silindung.8

Maka Pada tahun 1840-1842 F. Junghuhn, seorang ilmuwan antropolog Jerman datang ke

tanah Batak untuk melakukan ekspedisi penelitian di pedalaman Sumatera. Kemudian dia

menerbitkan karangannya dan melalui karangannya orang Eropa dapat mengenal orang Batak.

Karangan itu sampai ke tangan tokoh-tokoh lembaga Alkitab di Belanda, lalu pada tahun 1849

mereka mengutus H. Neubronner van der Tuuk ke Sumatera. Van der Tuuk seorang utusan

Kongsi Bible Netherland (NZG) yang merupakan perintis jalan untuk pelayanan zending kepada

6

6

Paul B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1975), 45-46.

7

7

Dr.Th. Van den End. Dr. J. Weitjens, S.J, Ragi Cerita 2, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 182.

8

8

Paul B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 182.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

suku Batak. Beliau menerjemahkan sebagian isi Alkitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Batak,

menulis tata bahasa Batak dan membuat kamus bahasa Batak – Belanda.

Dengan adanya misi pekabaran Injil yang dilakukan bangsa-bangsa barat, maka dengan

segera Badan Zending Rheinshe (RMG) mengalihkan konsentrasinya dalam menyebarkan Injil

ke daerah Batak dengan mengutus Pdt. D.R. Fabri ke sana. Masuknya RMG (Rheinische

Missions-Gesselschaft) dari Jerman dan resmi berdiri pada 7 Oktober 1861, yaitu ditandai

sebagai hari berdirinya HKBP. Namun Pekabaran Injil di tanah Batak ini mengalami

keberhasilan ketika diutusnya seorang misionaris yang berasal dari Jerman, yaitu DR. IL

Nommensen.

Pekerjaan misi yang dilakukan Nommensen, sungguh membawa perubahan yang sangat

berarti bagi masyarakat Batak, khususnya suku Batak Toba. Perubahan ataupun kemajuan yang

dilakukan Nommensen dalam kehidupan masyarakat adalah proses modernisasi seperti

pelayanan kesehatan dan pendidikan. Perubahan lainnya adalah dalam kehidupan sosial, yaitu

sebelumnya masyarakat saling mendengki, hal ini berangsur-angsur berkurang. Dengan segala

usaha yang dilakukan oleh Nommensen, dia diangkat sebagai Ephorus (Pimpinan tertinggi dalam

gereja) yang pertama di gereja HKBP. Hingga sekarang, gereja HKBP menganggap Nommensen

sebagai Rasul orang Batak karena berhasil membawa suku Batak dari kegelapan menuju terang.

Pekerjaan misi yang dilakukan oleh Nommensen di masyarakat Batak inilah yang menjadi

dasar dari HKBP untuk merumuskan visi, misi dan prinsip sebagai gereja yang diutus ke tengah-

tengah dunia. HKBP harus bekerja secara proaktif, aktif, kritis, dan realistis untuk menghadapi

tantangan-tantangan dalam kehidupan masyarakat. Adapun visi, misi, dan prinsip dari HKBP

dalam melakukan seluruh kegiatan pelayanannya di dunia ini adalah, sebagai berikut:

Visi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

HKBP berkembang menjadi gereja yang inklusif, dialogis, dan terbuka, serta mampu dan

bertenaga mengembangkan kehidupan yang bermutu di dalam masyarakat global,

terutama masyarakat Kristen, demi kemuliaan Allah Bapa yang mahakuasa.

Misi

HKBP berusaha meningkatkan mutu segenap warga masyarakat, terutama warga HKBP,

melalui pelayanan-pelayanan gereja yang bermutu agar mampu melaksanakan amanat

Tuhan Yesus dalam segenap perilaku kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, maupun

kehidupan bersama segenap masyarakat manusia di tingkat lokal dan nasional, di tingkat

regional dan global dalam menghadapi tantangan Abad-21.

Prinsip

Untuk melaksanakan misi menuju visi tersebut di atas, HKBP berpegang teguh pada

prinsip di bawah ini:

a. Melayani, bukan dilayani (Mrk. 10:45)

b. Menjadi garam dan terang (Mat. 5:13-14)

c. Menegakkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan (Mrk. 16:15; Luk. 4:18-

19)9

Dalam usianya yang ke-150 tahun, tentu banyak perubahan yang terjadi dalam pekerjaan

misi yang dilakukan HKBP. Kehidupan masyarakat yang semakin majemuk seperti saat ini, juga

ikut mempengaruhi perubahan misi HKBP. Kemajemukan masyarakat memunculkan beberapa

peristiwa yang menyangkut SARA yaitu adanya larangan beribadah, pembakaran gereja,

9

9

Aturan dan Peraturan HKBP (2002)

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

pengrusakan gereja ataupun teror kepada jemaat HKBP. Tentu hal ini perlu disikapi secara bijak

oleh semua gereja, termasuk HKBP, dalam melakukan misi pelayanannya.

Kemajemukan masyarakat (anggota) HKBP juga memunculkan masalah internal HKBP

yaitu beberapa jemaat HKBP mulai “gerah” dengan tindakan yang dilakukan baik oleh para

pekerja (pelayan) HKBP, maupun juga sesama jemaat. Masalah-masalah internal dalam tubuh

HKBP, akhirnya terakumulasi dalam pergolakan yang pernah terjadi di tubuh HKBP (1992-

1998), yaitu jemaat HKBP terbelah menjadi dua kubu. Walaupun pada tahun 1999, masalah

internal ini dapat diselesaikan dan HKBP menjadi bersatu kembali, namun konflik seperti ini

tentu sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan berjemaat.

Meskipun demikian, luka-luka akibat gesekan dalam pergolakan internal tetap menyisakan

sedikit kekecewaan jemaat terhadap kinerja HKBP. Beberapa jemaat berpendapat bahwa misi

pelayanan yang dilakukan Nommensen tidak lagi menginspirasi pelayanan yang dilakukan

HKBP saat ini. Dalam menjalankan misinya, Nommensen sangat gigih membantu dan

memperjuangkan mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan, seperti menghadirkan

pengobatan gratis dan pendidikan gratis. Pelayanan seperti ini sudah jarang ditemui dalam

pelayanan HKBP sekarang ini, yang lebih mengutamakan mementingkan pembangunan gedung

dan pengumpulan dana sehingga timbullah sebuah pertanyaan, “Apakah praktek pelayanan

gereja HKBP pada saat ini masih sejalan dengan misi yang pernah dilakukan Nommensen

dahulu?”

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin menjadikannya sebagai

sebuah skripsi, dengan judul :

MISI NOMMENSEN DENGAN HKBP KINI

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

(Suatu Perbandingan Antara Pemahaman dan Praktek Misi Nommensen dengan HKBP

Kini)

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, akhirnya pertanyaan yang timbul adalah :

1. Bagaimana pemahaman dan praktek misi Nommensen pada masa awal berdirinya

HKBP?

2. Bagaimana pemahaman dan praktek tentang misi dalam gereja HKBP sekarang?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan kedua pemahaman tersebut?

III. Tujuan Penulisan

Dari pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mendeskripsikan pemahaman dan praktek misi Nommensen pada masa

awal berdirinya HKBP.

2. Untuk mendeskripsikan pemahaman dan praktek tentang misi dalam gereja HKBP

sekarang.

3. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan kedua pemahaman tersebut.

IV. Signifikansi Penulisan

Adapun Manfaat Penelitian ini antara lain :

1. Memberikan pemahaman baru tentang konsep Misiologi dalam upaya berteologi.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

2. Membangkitkan motivasi Gereja dan jemaat dalam melakukan misi.

3. Memberikan konsep dasar bagi para teolog untuk membangun Misiologi yang

baik di Indonesia.

4. Memberikan sumbangan pemikiran akademik dalam hal ini lembaga fakultas

Teologi UKSW terkhususnya mata kuliah Misiologi.

V. Metodologi Penulisan

Penulisan Suatu Studi Tentang Pemahaman dan Praktek Misi Nommensen, serta Pemahaman

dan Praktek Misi HKBP Sekarang dilakukan dengan menggunakan analisa Sosio-Historis.

Analisa ini digunakan untuk meninjau keadaan sosial dan historis tentang pemahaman dan

praktek misi Nommensen.

1. Jenis Penulisan.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif, bertujuan

untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok

tertentu, atau menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain

dalam masyarakat.10 Penulis menggunakan kualitatif agar penelitian Suatu Studi Tentang

Pemahaman dan Praktek Misi Nommensen, serta Pemahaman dan Praktek Misi HKBP Sekarang

ini dapat dijelaskan secara mendalam.

2. Jenis Penelitian.

10

1

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 29.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

Jenis penelitian yang dipakai adalah dengan menggunakan pendekatan Kualitatif; suatu metode

penelititan yang digunakan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi sebagai data untuk

diolah, sehingga pada akhirnya fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

dapat diuraikan atau dideskripsikan dalam bentuk satu kesatuan tulisan yang utuh.

3. Teknik Pengumpulan Data.

a. Interview/ Wawancara, teknik wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data

primer. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan yang lebih mendalam

tentang objek yang diteliti. Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara

terstruktur, yaitu wawancara yang terarah untuk mengumpulkan data-data yang

relevan. Dengan memberi pertanyaan yang terarah diharapkan data lebih mudah

diolah sehingga memungkinkan analisa yang kualitatif serta kesimpulan yang

dapat dipertanggung-jawabkan.

b. Kepustakaan, teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan data sekunder. Melalui

studi kepustakaan ini, diharapkan akan memperoleh bahan-bahan yang tepat dan

sesuai dengan topik yang dikaji. Selain itu studi kepustakaan ini bermanfaat pula

sebagai salah satu narasumber, demi menyusun landasan teoritis yang akan

digunakan dalam menganalisa data dari hasil penelitian di lapangan. Sumber-

sumber yang digunakan untuk mengambil data juga diperoleh dari majalah,

artikel, dan internet.

4. Teknik Analisa Data.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

Data yang telah terkumpul dari hasil penelitian, kemudian dikelompokkan sesuai dengan tujuan

penelitian, sehingga data yang telah dikelompokkan tepat pada sasaran yang dituju, atau dengan

kata lain, agar relevan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penyusun.

VI. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : Pergeseran Paradigma Misi Sepanjang Sejarah Gereja.

Pada bab ini penulis akan menguraikan pergeseran paradigma misi sepanjang sejarah

gereja

BAB III : Pemahaman dan Praktek Misi Nommensen dan HKBP.

Pada bagian ini, penulis akan meneliti bagaimana pemahaman dan praktek misi Gereja

HKBP dengan pemahaman dan praktek misi Nommensen.

BAB IV : Perbandingan Pemahaman dan Praktek Misi Antara Nommensen dan HKBP.

Pada bagian ini penulis akan membandingkan Misi Nommensen dan Misi HKBP saat ini.

BAB V : Penutup

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2857/2/T1_712005032_BAB I.pdfmeninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon

Pada bagian ini, penulis akan menyimpulkan apa yang telah dideskripsikan pada bab-bab

terdahulu dan memberikan saran-saran praktis baik itu bagi gereja maupun bagi lembaga fakultas

Teologi UKSW.