bab 2 fraktur-femur

25
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR A. PENGERTIAN Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543). Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang disebabkan oleh trauma benda keras. B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 1

Upload: akhiyan-hadi-alasrori

Post on 19-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 Fraktur-Femur

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang

disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang

adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia

luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,

dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi

akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan

biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh

dalam syok (FKUI, 1995:543).

Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang

disebabkan oleh trauma benda keras.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 1

Page 2: BAB 2 Fraktur-Femur

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,

dan otot menyusun kurang lebih 50%.Kesehatan baikya fungsi system

musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang-

tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak,jantung dan

paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur

tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik.

Tulang meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh

manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal femur tulang

kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia),tulang pipih (sternum) dan tulang

tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular

atau spongius).Tulang tersusun atas sel,matrik protein,deposit mineral.sel selnya

terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,osteosit dan osteocklas.osteoblas berfungi

dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik

merupakan kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di timbun.

Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang

dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam

panghancuran,resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh membran

fibrus padat di namakan periosteum mengandung saraf,bembulu darah dan

limfatik.endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga

sumsum tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus.

Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang

panjang dan dalam pipih.Sumsum tulang merah yang terletak di

sternum,ilium,fertebra dan rusuk pada orang dewasa,bertanggung jawab pada

produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang .Tulang mulai tarbentuk

lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)

C. KLASIFIKASI

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan

Melalui kepala femur (capital fraktur)

Hanya di bawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

3. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih

besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 2

Page 3: BAB 2 Fraktur-Femur

4. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di

bawah trokhanter kecil.

D. ETIOLOGI / PREDISPOSISI

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu

1. Cedera Traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur

melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.

b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan

fraktur klavikula.

c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang

kuat.

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan

trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai

keadaan berikut :

a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang

tidak terkendali dan progresif.

b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau

dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit

nyeri.

c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin

D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan

kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau

fosfat yang rendah.

3. Secara Spontan

Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit

polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

E. PATOFISIOLOGI

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 3

Page 4: BAB 2 Fraktur-Femur

patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun

tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka

volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan.

Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka

penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai

serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 4

Trauma langsungKec. Berat/ ringan

Trauma tak langsungKelainan/ penyakit pada tulang femur

FRAKTUR FEMUR

Tertutup Terbuka

Bengkak, nyeri, fungsio laesa, deformitas, krepitasi, perpendekan tungkai

Ada luka jar. Femur, perdarahan, tampak fragmen otot/ tulang

Nyeri, Resiko syok neurogenikKerusakan mobolitas FisikAnsietasGg citra tubuhResiko syok hipovolumik

Kerusakan integritas kulitResiko infeksiPerub perfusi jaringan periferIntoleransi aktifitasResiko kekurangan volume cairan tubuh

Page 5: BAB 2 Fraktur-Femur

Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang

menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu

fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi

infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas

kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka

atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan

rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi

neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik

terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang

kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.

Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan

immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah

dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang.

b. Penekanan tulang.

2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah

dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

5. Tenderness / keempukan.

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya

syaraf/perdarahan ).

8. Pergerakan abnormal.

9. Dari hilangnya darah.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 5

Page 6: BAB 2 Fraktur-Femur

10. Krepitasi (Black, 1993 : 199 ).

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :

1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :

a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa

reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur

tanpa kedudukan baik.

b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi

umum atau lokal.

c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.

2. Terapi farmakologi, terdiri dari :

a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal.

b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.

Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan

pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu

dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak

sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama

globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan

dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar

luka fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001).

H. KOMPLIKASI

Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam

beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam

atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi

ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah

infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu

setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).

Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan dara

eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan

yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra

karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi

kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,khususnya

pada fraktur femur pelvis.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 6

Page 7: BAB 2 Fraktur-Femur

Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri

yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi

pasien dari cedera lebih lanjut. Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur

panjang atau pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak,

khususnya pada dewasa muda 20-30th pria pada saat terjadi fraktur globula

lemat dapat termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih tinggi

dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi setres

pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak

dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit

membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang

memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejalanya, yang sangat

cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera

gambaran khansya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.

I. PENGKAJIAN FOKUS

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan

secara menyeluruh (Boedihartono, 1994: 10).

Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur ( Doenges, 1999) meliputi :

a. Gejala Sirkulasi

Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit

vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan

thrombus ).

b. Integritas Ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple,

misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;

stimulasi simpatis.

c. Makanan / Cairan

Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk

hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane

mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

d. Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

e. Keamanan

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 7

Page 8: BAB 2 Fraktur-Femur

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;

Defisiensi immune (peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan

penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat

keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit

hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;

Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

f. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,

kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,

analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang

dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko

akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,

dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

g. Pemeriksaan Penunjang :

1) Pemeriksaan Rongent

Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior

lateral.

2) CT Scan tulang, fomogram MRI

Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.

3) Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)

4) Hitung darah kapiler

HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.

Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.

Kadar Ca kalsium, Hb.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang

nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan

(Boedihartono, 1994 : 17).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur

Wilkinson, 2006 meliputi :

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 8

Page 9: BAB 2 Fraktur-Femur

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan

tulang.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka.

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan

tulang

Tujuan dan kriteria hasil:

Nyeri dapat berkurang / hilang

Pasien tampak tenang

a. Lakukan pendekatan pada klien & keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien & keluarga kooperatif

b. Kaji tingkat intensitas & frekuensi nyeri

R/ Tingkat intensitas nyeri & frekuensi menunjukkan skala nyeri

c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang

nyeri

d. Observasi tanda-tanda vital

R/ Untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik

R/ Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi

untuk memblok stimulasi nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.

Tujuan dan Kriteria Hasil:

Pasien memiliki cukup energi untuk beraktifias

Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri

Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktifitas

tanpa dibantu

Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik. luka

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup

R/ mengurangi aktifitas dan energi yang tidak terpakai

b. Berikan latihan aktifitas secara bertahap

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 9

Page 10: BAB 2 Fraktur-Femur

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktifitas secara

perlahan dengan menghemat tenaga tujuan yang tepat, mobilisasi dini

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

R/ Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali

d. Setelah latihan dan aktifitas kaji respon pasien

R/ menjaga kemungkinan adanya –menjaga kemungkinan adanya

abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka

Tujuan dan Kriteria Hasil:

Tidak terjadi infeksi

Tidak ada tanda-tanda infeksi

a. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor,

kalor, dolor, fungsi laesa.

R/ Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi

b. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.

R/ Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

c. Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik

R/ Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.

d. Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak,

edema lokal, eritema pada daerah luka.

R/ Merupakan indikasi adanya osteomilitis.

e. Pemeriksaan darah : leokosit

R/ Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi

f. Pemberian obat-obatan : antibiotika

R/ Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan

peningkatan infeksi.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 10

Page 11: BAB 2 Fraktur-Femur

M. KOMPLIKASI FRAKTUR

1. Sindroma Kompartemen

Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena beberapa

hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan tekanan

intrakompartemen sehingga terjadi

iskemia jaringan. Peningkatan

tekanan ini disebabkan oleh terisinya

cairan ke dalam kompartemen

(fascia), dan tidak diikuti oleh

pertambahan luas/volume

kompartemen itu sendiri. Cairan

tersebut dapat berupa darah atau

edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan

intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan perfusi kapiler

(pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah yang seyogyanya mensuplai

oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan

memicu terjadinya iskemia jaringan, yang menyebabkan edema sehingga

tekanan intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak

diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan

nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa.

Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma kompartemen,

yang disingkat menjadi 5P:

Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom

Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik

Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa waktu

Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah

Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri

Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu

tindakan operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam

kompartemen.

2. Cedera Vaskular

Cedera vaskular, terutama cedera arteri merupakan konsekuensi berbahaya

dari fraktur yang dapat mengancam jaringan dan nyawa. Pembuluh darah dapat

mengalami cedera di mana saja, namun ada tempat-tempat tertentu yang sangat

rentan terhadap cedera vaskular. Di ekstremitas atas, bagian aksila, lengan atas

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 11

Page 12: BAB 2 Fraktur-Femur

anterior dan medial serta fossa antecubital adalah daerah yang berisiko tinggi,

sedangkan di ekstremitas bawah, daerah inguinal, paha medial dan fossa

popliteal adalah daerah yang berisiko tinggi jika mengalami cedera vaskular.

Pada daerah-daerah tersebut, hanya terdapat satu arteri tunggal yang berjalan

sepanjang daerah tertentu sebelum bercabang (furcatio) di daerah yang lebih

distal. Arteri tunggal ini nantinya akan bercabang menjadi dua di ekstremitas atas

(a. brachialis bercabang menjadi a.radialis dan a.ulnaris setelah fossa cubiti) dan

tiga di ekstremitas bawah (a.femoralis akan bercabang menjadi a.tibial anterior,

a.tibial posterior, dan a.fibular/peroneal setelah fossa popliteal). Dengan

demikian, apabila terjadi cedera vaskular pada arteri tunggal ini menyebabkan

iskemia yang luas pada jaringan yang lebih distal. Hal ini akan berbeda jika

cedera vaskular terjadi di daerah yang lebih distal setelah percabangan, di mana

risiko iskemia jaringan tidak seluas yang ditimbulkan oleh cedera arteri tunggal.

Braten et al mengemukakan bahwa penanganan cedera vaskular paling baik

dalam jangka waktu 6 jam setelah terjadinya fraktur. Penanganan tersebut

meliputi imobilisasi ekstremitas, penekanan (namun tidak menggunakan torniket),

serta tindakan operatif. Setelah itu disarankan untuk dilakukan fasciotomi demi

mencegah terjadinya sindroma kompartemen.

3. Osteonekrosis

Osteonekrosis (nekrosis avaskular) adalah keadaan yang terjadi di mana

tulang kehilangan suplai darah untuk waktu yang lama/permanen. Tanpa suplai

darah, jaringan tulang akan mati dan menjadi nekrotik. Osteonekrosis paling

sering terjadi di tulang panggul, terutama pada dislokasi panggul posterior

disertai fraktur kepala femur. Koval et al mengemukakan bahwa sepuluh persen

pasien dislokasi panggul anterior mengalami osteonekrosis.

4. Major Blood Loss (Fraktur Pelvis, Fraktur Femur)

Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering terjadi

pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan vaskularisasi yang

ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi perdarahan secara

signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock,

hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien dengan fraktur pelvis

mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat berujung pada kematian.

Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan terjadinya

perdarahan setelah fraktur:

a. Perdarahan intraosseus (periosteal, kapsular, intramuscular)

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 12

Page 13: BAB 2 Fraktur-Femur

b. Perdarahan intrapelvis (a.gluteus superior, obturator, pudendal, dan iliaka)

c. Perdarahan intraabdominal (visceral dan intraabdominal mayor)

d. Perdarahan melalui luka terbuka

Pada fraktur yang disertai dengan rotasi eksternal pelvis, di mana terjadi

robekan ligamen pelvis, dapat terjadi pengumpulan darah dalam jumlah besar di

ruang retroperitoneal dan dapat berekstravasasi ke sekitar pelvis.

Hampir sama dengan fraktur pelvis, fraktur femur juga dapat menyebabkan

kehilangan darah yang sangat masif karena strukturnya yang sangat vaskular.

Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita fraktur femur

mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat

diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur,

memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi.

5. Cedera Saraf Perifer (Peripheral Nerve Injury)

Cedera saraf perifer merupakan komplikasi lain dari fraktur. Saraf yang

rentan mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat tulang/fascia.

Berdasarkan struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera saraf dapat dibagi

menjadi beberapa golongan:

a. Neurapraxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak disertai oleh

kelainan struktur.

b. Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai oleh cedera

akson, namun struktur inti beserta selubung dan sel Schwann masih utuh.

Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat mengembalikan fungsi yang

hilang.

c. Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neurapraxia dan

axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangn fungsi disertai cedera

aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif sehingga penyembuhan

menghasilkan jaringan parut yang menghambat regenerasi akson.

Beberapa contoh cedera saraf perifer antara lain:

a. Carpal tunnel syndrome (CTS), yaitu sindroma yang ditandai dengan nyeri

atau mati rasa pada jari 1-3 yang disebabkan oleh cedera pada n. medianus.

Gejala ini bertambah di malam hari.

b. Kompresi n.ulnaris, yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi di

daerah siku. Ditandai dengan kesulitan untuk memisahkan jari-jari dan

kelemahan pada jari 4-5.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 13

Page 14: BAB 2 Fraktur-Femur

c. Peroneal nerve palsy, yang disebabkan oleh kompresi pada n.peroneal

(fibula) ditandai dengan kelemahan motorik seperti dorsofleksi dan eversi

kaki.

Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui beberapa

mekanisme. Yang pertama adalah trauma mekanik secara langsung, misalnya

dengan terpotong atau melalui penggunaan torniket. Mekanisme berikutnya

adalah melalui kompresi/tekanan, yang pada fraktur dapat disebabkan oleh

tulang atau sindroma kompartemen. Iskemia yang dihasilkan oleh sindroma

kompartemen juga dapat mencederai sel saraf.

Sel saraf yang cedera dapat mengalami penyembuhan apabila cedera

tersebut tidak mengenai struktur keseluruhan sel saraf. Penyembuhan akan

terjadi dengan kecepatan sekitar 1 mm/hari. Selain itu, dapat dilakukan tindakan

operatif, yang pada prinsipnya merupakan penyambungan saraf yang cedera.

6. Fraktur Vertebra Dan Instabilitas Disertai Defisit Neurologis Memburuk Atau

Inkomplit

Vertebra merupakan salah satu bagian rangka aksial pada manusia. Fraktur

vertebra terjadi 4 kali lebih banyak pada pria dan sering terjadi di usia lanjut (>75

tahun). Mekanisme terjadinya cedera pada vertebra antara lain meliputi kontusio,

kompresi, tarikan (stretching) dan laserasi. Karena vertebra merupakan tulang

yang melindungi medula spinalis (sistem saraf pusat), maka cedera pada

vertebra dapat memberi dampak secara neurologis.

Cedera neurologis yang ditimbulkan dapat dibagi menjadi:

a. Cedera spinal komplit, yang ditandai dengan kehilangan fungsi sensoris atau

motoris di bawah level spinal yang mengalami cedera. Pada cedera spinal

komplit, mungkin terjadi kehilangan refleks bulbocavernosus (refleks sfingter

anus) yang diatur di segmen S2-S4 dan akan kembali dalam waktu sekitar

24 jam setelah cedera. Apabila refleks bulbocavernosus sudah kembali

namun tidak diikuti oleh kembalinya kemampuan sensorik dan motorik lain,

maka cedera yang terjadi adalah cedera spinal komplit.

b. Cedera spinal inkomplit, yang ditandai dengan adanya fungsi

sensorik/motorik yang tersisa di bawah level spinal yang mengalami cedera.

Refleks bulbocavernosus bisa menghilang atau tetap. Jika refleks

bulbocavernosus menghilang, maka salah satu ciri cedera spinal inkomplit

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 14

Page 15: BAB 2 Fraktur-Femur

adalah kembalinya fungsi-fungsi sensorik dan motoris lain setelah refleks

bulbocavernosus kembali.

Selain itu, cedera spinal yang diakibatkan oleh cedera vertebra dapat

berakibat spesifik sesuai dengan daerah yang dipersarafinya. Beberapa contoh

antara lain:

Segmen servikal

C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)

C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas

C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan

C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit

C7 dan T1 : gangguan fungsi jari tangan

Segmen torakal

T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan stabilitas

tubuh

T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh

Segmen lumbar dan sakral

Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu pengendalian

tungkai, sistem saluran kemih dan anus.

Selain itu gangguan fungsi sensoris dan motoris, cedera vertebra dapat

berakibat lain seperti spastisitas atau atrofi otot.

7. Infeksi

Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:

Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar

Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah

Infeksi pasca operasi

Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi

dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian

antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi

di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan mengelola luka

merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan,

namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum yang tepat. Sebaiknya dilakukan

analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.

8. Non-Union, Malunion, Delayed Union

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 15

Page 16: BAB 2 Fraktur-Femur

Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan

(penyembuhan) tulang  yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu, di mana

normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai contoh untuk

tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan tidak ada penyatuan,

atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.

Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, nutrisi yang

kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi, infeksi, suplai

darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang benar. Non-union bisa

dibagi menjadi beberapa tipe:

Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun tidak

terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.

Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk penyatuan

namun keadaan lain seperti vaskular membaik.

Atropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan lain

seperti vaskular tidak membaik.

Gap non-union, di mana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya pusat

penulangan (diafisis) pada saat fraktur.

Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak anatomis

(abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang adekuat.

Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik, dan paling

sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs. Beberapa contoh

malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral atau oblik), angulasi, dan

pemendekan (shortening).

Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan fraktur. Tidak

ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan fraktur dikatakan

delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara lain infeksi dan suplai

darah yang inadekuat.

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 16

Page 17: BAB 2 Fraktur-Femur

DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2

nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A

Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 17

Page 18: BAB 2 Fraktur-Femur

Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 18