laporan pendahuluan fraktur femur dian
DESCRIPTION
hghdaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakj yffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff ifqyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy fyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyuqsiiiii shhdskkkkkk qkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkgkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkquiTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS
“FRAKTUR FEMUR”
DI RUANG ANGSOKA 1 RSUP SANGLAH
OLEH :
PUTU JANA YANTI PUTRI
P07120214028
D IV KEPERAWATAN TINGKAT 2 SEMESTER III
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS
“FRAKTUR FEMUR”
DI RUANG ANGSOKA 1 RSUP SANGLAH
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat
dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang
masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan
tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan
dengan dunia luar. Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
a) Derajat I
(1) Luka < 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
(3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
(4) Kontaminasi minimal
b) Derajat II
(1) Laserasi > 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
(3) Fraktur kominutif sedang
(4) Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
(1) IIIA :Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
(2) IIIB :Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat
pelepasan lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
(3) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian
distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam syok kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang,
osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; merupakan femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil atau pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
B. Etiologi
1. Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan, yang
dapat berupa pukulan, penghancuran penekukan, penarikan berlebihan. Bila
terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunaknya pun juga rusak.
2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling banyak ditemukan
pada tibia fibula, terutama pada atlit atau penari.
3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)
Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah atau
tulang itu sangat rapuh. Fraktur patologik dalam hal ini kerusakan tulang
akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan
fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot,
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
6. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis
Fraktur
Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri akut
Perubahan jaringan sekitar
Pergeseran frakmen tulang
Deformitas
Ggn fungsi ekstremitas
Hambatan mobilitas fisik
Laserasi kulit
Spasme otot
Peningkatan tek kapiler
Pelepasan histamin
Protein plasma hilang
Edema
Penekanan pembuluh darah
Kerusakan frakmen tulang
Tek sumsun tulang lebih tinggi dari kapiler
Melepaskan katekolamin
Metabolisme asam lemak
Bergabung dengan trombosit
Emboli
Menyumbat pembuluh darah
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Kerusakan integritas kulit resiko infeksi
Putus vena/ arteri
Perdarahan
Kehilangan volume cairan
Resiko syok hipovolemik
D. Pohon Masalah
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma.
2. X-Ray
3. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI Scans: memperlihatkan fraktur; juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan tulang.
4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
5. CCT kalau banyak kerusakan otot.
6. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah
trauma.
7. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
8. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple atau cedera hati.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan
terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan
dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna
(ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF)
meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau
fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna (ORIF)
yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur yang
dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
G. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk
pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam
meliputi:
Pengumpulan Data :
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
2) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
4) Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
2) Kebas/ kesemutan (parestesia)
3) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
4) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf .
2) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tibatiba).
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.
h. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain
itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
i. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan
gerak yang di alami klien.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, cari apakah terdapat :
1) Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
dan pemendekan.
2) Fuction laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur cruris tidak
bisa berjalan.
3) Pada fraktur terbuka lihat adanya kerusakan jaringan
4) Lihat adanya pembengkakan.
5) Lihat juga perbedaan ukuran panjang drai tulang
b. Palpasi, apakah terdapat nyeri tekan, cek capillary refill
Gerakan untuk mencari :
1) Krepitasi, terasabila fraktur digerakkan (baiknya tidak dilakukan
karena akan menambah trauma)
2) Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif
3) Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak
mampu dilakukan, range of motion, dan kekuatan.
H. Diagnosis
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas kulit
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Resiko infeksi
5. Resiko syok (hipovolemik)
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
7. Defisit perawatan diri
I. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut NOC :1. Pain level2. Pain control3. Comfort level
NIC :1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, furasi,
Kriteria Hasil
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyer, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dnegan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mrncari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu rungan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi : napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin
8. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
9. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
2. Kerusakan integritas kulit
NOC
1. Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
2. Hemodyalis Akses
Kriteria Hasil :
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
NIC
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperature, hidrasi,pigmentasi)
2. Tidak ada luka/ lesi pada kulit
3. Perfusi jaringan baik
4. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami
5. Oleskan lotion atau minyak /baby oil pada daerah yang tertekan
6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
7. Monitor status nutrisi pasien
8. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care
1. Bersihkan, pantau,dan tingkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan , klip atau straples
2. Monitor proses kesembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril
5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut ) sesuai program.
3. Hambatan mobilitas fisik
NOC
1. Joint movement : Active
2. Mobility Level3. Self care : ADLs4. Transfer performance
NIC
Exercise therapy : ambulation
1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
Kriteria hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
latihan2. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang teknik ambulasi3. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi4. Latih pasien dengan
pemenuhan kebutuhan ADLs ps
5. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
6. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
7. Latih pasien dengan teknik ROM
4. Resiko infeksi NOC
1. Immune Status2. Knowledge :
Infection Control3. Risk Control
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi3. Batasi pengunjung bila
perlu4. Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
5. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Gunakan kateter intermiten untuk
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
menurunkan infeksi kandung kencing
10. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection
11. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
12. Monitor hitung granulosit, WBC
13. Monitor kerentanan terhadap infeksi
14. Pertahankan teknik asepsis pada pasien berisiko
15. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
16. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
17. Ajarkan cara menghindari infeksi
5. Resiko syok (hipovolemik)
NOC
1. Syok Prevention2. Syok Management
Kriteria Hasil :
1. Nadi dalam batas yang diharapkan
2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3. Frekuensi napas dalam batas yang diharapkan
4. Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan
5. Natrium serum dbn6. Kalium serum dbn7. Klorida serum dbn8. Kalsium serum dbn
Syok prevention
1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill.
2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3. Monitor suhu dan pernapasan
4. Monitor input dan output5. Pantau nilai labor : HB, HT,
AGD dan elektrolit6. Monitor hermodinamik
invasi yang sesuai7. Monitor tanda dan gejala
asites8. Monitor tanda awal syok9. Lihat dan pelihara kepatenan
jalan nafas
9. Magnesium serum dbn
10. PH darah serum dbnHidrasi
1. Indicator2. Mata cekung tidak
ditemukan3. Demam tidak
ditemukan4. TD dbn5. Hematokrit dbn
10. Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
11. Berikan vasodilator yang tepat
12. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
13. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok management
1. Monitor fungsi neurologis2. Monitor fungsi renal (e.g
BUN dan Cr Lavel)3. Monitor tekanan nadi4. Monitor status cairan, input
output5. Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan6. Monitor EKG7. Gambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
8. Monitor gejala gagal pernapasan (misalnya, rendah PaO2 peningkatan PaCO2 tingkat, kelelahan otot pernapasan)
9. Monitor nilai laboratorium (misalnya, CBC dengan diferensial) koagulasi profil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan profil kimia)
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
NOC1. Circulation Status2. Tissue Perfusion :
Cerebral
Kriteria Hasil :1. Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan :
NIC
Peripheral Sensation Management1. Monitor adanya daerah2. tertentu yang hanya peka3. terhadap panas/dingin/4. tajam/tumpul5. Monitor adanya paratese
a. Tekanan sistoldan diastoldalam rentangyang diharapkan
b. Tidak ada orto-statik hipertensi
c. Tidak adatanda-tandapeningkatan
6. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
7. Gunakan sarung tangan8. untuk proteksi9. Batasi gerakan pada kepala,
leher, dan punggung10. Monitor kemampuan BAB11. Kolaborasi pemberian
analgetik12. Monitor adanya
tromboplebitis13. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan sensasi7. Defisit perawatan
diriNOC1. Activity intolerance2. Mobility: physical
impaired3. Self care deficit
hygiene4. Self care deficit
toileting5. Self care: dressing6. Ambulation
Kriteria hasil :
1. Perawatan diri ostomi: tindakan pribadi mempertahankan ostomi untuk eliminasi
2. Perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu
3. Perawatan diri mandi: mampu
NICSelf-care assistance: bthing/hygiene1. Pertimbangkan budaya
pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
2. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
3. Tempat handuk, sabun, deodorant, alat pencukur, dan aksesoris lainnya yang dibutuhkan di samping tempat tidur atau di kamar mandi
4. Memfasilitasi pasien menyikat gigi dengan sesuai
5. Memfasilitasi pasien mandi6. Memantau pembersihan
kuku menurut kemampuan perawatan diri pasien
7. Memantau integritas kulit pasien
Self-care assistance: toileting1. Pertimbangkan budaya
pasien ketika
untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
4. Perawatan diri hygiene: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
5. Perawatan diri hygiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
6. Mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi
7. Mampu duduk dan turun dari kloset
8. Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi
9. Mampu untuk mengenakan pakaian dan berhias sendiri secara mandiri atau tanpa alat bantu
10. Menggunakan pakaian secara rapi
mempromosikan aktivitas perawatan diri
2. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
3. Lepaskan pakaian yang penting untuk memungkinkan penghapusan
4. Membantu pasien ke toilet/commode/bedpan/fraktur pan/ urinoir pada selang waktu tertentu
5. Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya privasi
6. Menyediakan privasi selama eliminasi
7. Menyiram toilet/membersihkan penghapusan alat (commode, pispot)
8. Menyediakan alat bantu (misalnya, kateter eksternal atau urinal)
9. Memantau integritas kulit pasien
Self care assistance: dressing/grooming1. Pantau tingkat kekuatan dan
toleransi aktivitas2. Pantau peningkatan dan
penurunan kemampuan untuk berpakaian dan melakukan perawatan rambut
3. Sediakan pakaian pasien pada tempat yang mudah dijangkau (di samping tempat tidur)
4. Fasilitasi pasien untuk
dan bersih11. Mampu melepas
pakaian, kaus kaki dan sepatu
12. Menunjukkan rambut yang rapi dan bersih
13. Menggunakan tata rias
menyisir rambut, bila memungkinkan
5. Dukung kemandirian dalam berpakaian, berhias, bantu pasien jika diperlukan
6. Pertahankan privasi saat pasien berpakaian
7. Bantu pasien untuk menaikkan, mengancingkan, dan meresleting pakaian, jika diperlukan
8. Gunakan alat bantu tambahan (missal sendok, pengait kancing, dan penarik resleting) untuk menarik pakaian jika diperlukan
9. Beri pujian atas usaha untuk berpakaian sendiri
10. Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan tindakan pasien dalam perawatan pasien dengan alat bantu
J. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
K. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan criteria
hasil yang telah ditentukan pada intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC.
Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.
Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
Pratama, Henry. 2014. BAB I Pendahuluan Perkembangan.
https://www.academia.edu/10033682/BAB_I_PENDHAULUAN_Perkemba
ngan. Diakses pada Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 19.00 WITA.
Wahyu, Fajar. 2013. Laporam Pendahuluan.
https://www.academia.edu/7017209/LAPORAN_PENDAHULUA
N.Diakses pada Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 19.00 WITA.