aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

172
TESIS ASPEK HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN NOMINEE AYU PRITA MELLYANA DEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: phamnhan

Post on 31-Dec-2016

275 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

TESIS

ASPEK HUKUM PERTANGGUNGJAWABANNOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

PERJANJIAN NOMINEE

AYU PRITA MELLYANA DEWI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 2: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

1

TESIS

ASPEK HUKUM PERTANGGUNGJAWABANNOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

PERJANJIAN NOMINEE

AYU PRITA MELLYANA DEWINIM. 1292461017

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

i

Page 3: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

2

ASPEK HUKUM PERTANGGUNGJAWABANNOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

PERJANJIAN NOMINEE

Tesis ini dibuat untuk memperoleh Gelar Magisterpada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana

Universitas Udayana

AYU PRITA MELLYANA DEWINIM. 1292461017

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

ii

Page 4: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

3

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MS. I Nyoman Sumardika, SH.,M.Kn.NIP. 19461231 197602 1 001

Mengetahui :Ketua Program Magister Kenotariatan

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,M.HumNIP. 19640402 198911 2 001

iii

Page 5: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

4

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : AYU PRITA MELLYANA DEWI

NIM : 1292461017

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : ASPEK PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS

DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN NOMINEE.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 26 Mei 2015

Yang membuat pernyataan

(Ayu Prita Mellyana Dewi)

iv

Page 6: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

5

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Adapun judul tesis

ini adalah “ASPEK HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM

PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN NOMINEE.” Dalam penulisan tesis ini,

penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu besar harapan

penulis semoga tesis ini memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat untuk meraih

gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan Program

Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari

para pembimbing dan berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini, penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing pertama

penulis, yaitu Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MS dan Bapak Notaris/PPAT I

Nyoman Sumardika, SH.,M.Kn., sebagai pembimbing kedua penulis yang telah

dengan sabar memberikan dukungan, bimbingan dan juga saran kepada penulis

dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,

Sp.PD., KEMD. Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan

untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Universitas

Udayana. Terimakasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A.A RakaSudewi,

Sp.S.(K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan

yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa pada Program

v

Page 7: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

6

Pascasarjana Universitas Udayana dan kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih,

SH.,M.Hum, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana

Universitas Udayana atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Udayana.

Terimakasih juga penulis tujukan kepada Bapak/Ibu Dosen Pengajar pada

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang telah

memberikan ilmu kepada penulis, kepada Bapak/Ibu staf administrasi Program

Studi Kenotariatan Universitas Udayana yang telah memberikan bantuan dan

dukungan selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini. Terimakasih penulis

ucapkan kepada para penguji yaitu Bapak Dr. I Gede Yusa, SH.,MH, Bapak Dr.

Gede Marhaendra Wija Atmaja SH.,M.Hum dan Bapak Dr. I Wayan Wiryawan

SH.,MH. yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis demi

penyelesaian tesis ini.

Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta,

Ayah I Wayan Rawan Atmaja, SH.,Sip, Ibu Ni Made Meli Sudiathi,

SH.,SPdAUD, MPd., Kakak Agus Kurnia Atmaja, S.Par., Adik Nyoman Nila

Kusuma Atmaja, dan Ketut Arta Kusuma Atmaja untuk doa, dukungan, semangat

dan nasehat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

ini.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Notaris/PPAT Olivia Christie

Sulendra, S.H.,M.Kn beserta staf pegawai atas ilmu dan permaklumannya selama

perkuliahan dan penyelesaian tesis ini. Terimakasih kepada teman-teman tercinta

vi

Page 8: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

7

Ni Wayan Mesir, SH., Putu Vera Purnama Diana, SH.,M.Kn., I.G.A. Made

Semilir Susila, SH.,M.Kn., Putu Wulandari Savitri, SH., Arindi Ayudia

Darmayanti, SH., Gede Rahadi Wiguna, SH.,M.Kn., Dwi Andika Prayojana, SH,

I Gede Putu Yudi Kharisma, SH, I Gusti Agung Oka Diatmika, SH.,M.Kn, Eka

Rachman Wahyudi,SH serta teman-teman seperjuangan Angkatan IV Mandiri

Magister Kenotariatan Universitas Udayana atas dukungan dan kebersamaannya

selama ini.

Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan dalam bidang

Kenotariatan, serta berguna bagi masyarakat.

Denpasar, 26 Mei 2015

Penulis

vii

Page 9: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

8

ABSTRAK

ASPEK HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAMPEMBUATAN AKTA PERJANJIAN NOMINEE

Penyelundupan hukum muncul sebagai suatu konsep baru yang dilahirkanoleh individu tertentu untuk mencapai keinginannya yang sesungguhnya telahdilarang oleh peraturan perundang-undangan. Penguasaan tanah hak milik olehorang asing dengan instrumen perjanjian nominee adalah merupakan perjanjiansimulasi absolut, yaitu tidak dipenuhinya syarat obyektif sahnya suatu perjanjianyang diatur dalam Pasal 1320 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dandilanggarnya ketentuan yang diatur pada Pasal 9 jo. Pasal 21 dan Pasal 26 ayat (2)Undang-Undang Pokok Agraria. Terkait dengan itu maka diangkat duapermasalahan, yaitu bagaimana tanggung jawab notaris dalam pembuatan aktaperjanjian nominee dan apakah akibat hukum terhadap akta perjanjian nominee.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang berangkat dariadanya konflik norma mengenai penguasaan tanah hak milik dengan asaskebebasan berkontrak. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang,pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakandalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder danbahan hukum tertier. Teknik pegumpulan bahan hukum yang digunakan adalahstudi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan yaitu pertanggungjawaban notaris dalampembuatan akta perjanjian nominee adalah memberikan penilaian terhadap isi aktadan memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan aktaperjanjian nominee. Pembuatan akta perjanjian nominee dapat menimbulkankerugian bagi pihak-pihak/penghadap sebagai akibat dari dapat terjadinyakebatalan demi hukum sehingga akan membawa notaris ke dalampertanggungjawaban berupa sanksi perdata yaitu penggantian biaya, ganti rugidan bunga. Selain itu, dengan melaksanakan pembuatan perjanjian nominee makanotaris telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam ranah administrasimaka telah melanggar kode etik jabatan notaris sehingga membawapertanggungjawaban atas sanksi berupa teguran, peringatan, skorsing darikeanggotaan Perkumpulan, pemecatan dari keanggotaan Perkumpulan, danpemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan. Akibathukum akta perjanjian nominee adalah dapat terjadi kebatalan karena hukum, danakta perjanjian yang disepakati kedua belah pihak dapat dengan sendirinya bataldemi hukum sehingga hak dan kewajibannya yang timbul dari perjanjian tersebutjuga dianggap tidak ada.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Notaris, Perjanjian Nominee

viii

Page 10: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

9

ABSTRACT

LEGAL ASPECT OF NOTARY RESPONSIBILITYIN MAKING NOMINEE AGREEMENT DEED

Smuggling of law emerged as a new concept born by certain individualsto achieve real desire that has been banned by legislation. Land tenure rightsowned by foreigners with nominee agreement instruments is an absolutesimulation agreement, which does not fulfill the requirements of objective validityof an agreement under Article 1320 verse (4) of the Civil Law Act and violation ofthe provisions set forth in Article 9 jo. Article 21 and Article 26 verse (2) of theBasic Agrarian Law. Associated with it then raised two issues, namely how theresponsibility of the notary in the making of nominee agreement deed and whetherthe legal consequences to the nominee agreement deed.

This research is normative legal research started from the existence ofnorm conflict regarding land tenure rights with contract freedom principle. Thisresearch used legal statute, conceptual approach, and case approach. The legalmaterial used in this research is primary legal material, secondary legal materialand tertiary legal material. The technique of legal material collection used isliterature study.

The result of the research showed that the responsibility of the notary inmaking nominee agreement deed is to give assessment to the content of the deedand give legal guidance in accordance with nominee agreement deed making. Themaking of nominee agreement deed can cause the loss for the parties/ appearersas a result of the possibility of the cancellation for law so that will bring thenotary into responsibility in the form of civil sanctions such as replacing the cost,compensation and interest. Moreover, by implementing the making of the nomineeagreement notary has committed an unlawful act in the realm of theadministration and had violated the notary office code of ethics so bringresponsibility upon the sanctions in the form of reprimand, warning, suspensionfrom membership of the Association, dismissal of the Society membership, anddishonorable discharge of the Association membership. The legal effect ofnominee agreement deed is the possibility of nullification of law, and agreementdeed signed by both parties can by itself null and void so that the rights andobligations arising from this agreement are also considered as absent.

Key words: Responsibility, Notary, Nominee Agreement

ix

Page 11: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

10

RINGKASAN

Tesis ini menganalisis mengenai aspek hukum pertanggung jawabannotaries dalam pembuatan akta perjanjian nominee. Bab I menguraikan latarbelakang mengenai konflik norma pada ketentuan Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa hanya WargaNegara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, airdan ruang angkasa, serta dengan jelas mengatur bahwa hanya Warga NegaraIndonesia yang dapat mempunyai hak milik. Dalam tesis ini pasal tersebutbertentangan dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdatamengenai asas kebebasan berkontrak. Notaris dalam jabatannya sebagai pejabatyang berwenang untuk membuat akta autentik berkewajiban untuk memberikanpenyuluhan hukum kepada masyarakat baik Warga Negara Indonesia maupunWarga Negara Asing yang akan membuat suatu perjanjian agar tidak bertentangandengan hukum yang berlaku serta menghindari terjadinya penyelundupan hukum.Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka diuraikan juga mengenairumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis danmetode penelitian.

Bab I, menguraikan tentang tinjauan umum. Tinjauan umum dijabarkanmenjadi 3 (tiga) sub bab antara lain tinjauan tentang notaris, tinjuan tentangperjanjian dan tentang kebatalan. Pertama, pada tinjauan umum tentang notaris,dibahas mengenai sejarah notaris, notaris sebagai pejabat umum, kewenangan dankewajiban notaris serta kode etik profesi notaris. Kedua, pada tinjauan tentangperjanjian membahas mengenai pengertian perjanjian, bentuk-bentuk perjanjiandan syarat sahnya perjanjian. Ketiga, membahas tentang pengertian kebatalan,dapat dibatalkan dan batal demi hukum.

Bab III, merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalahyang pertama, dibagi menjadi 3 (tiga) sub bab yaitu pertama membahas dasarhukum jabatan notaris yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.Kedua membahas mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yangberwenang untuk membuat akta autentik. Ketiga membahas mengenai tanggungjawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris serta kode etik notaris.

Bab IV, merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalahkedua yang dibagi menjadi 3 (tiga) sub bab yaitu yang pertama membahasmengenai perjanjian nominee yang digunakan sebagai instrumen hukumpenguasaan tanah yang dibuat orang asing dengan Warga Negara Indonesia,dengan maksud agar orang asing tersebut dapat menguasai sepenuhnya tanah hakmilik di Indonesia dengan menggunakan nama Warga Negara Indonesia. Dalampembahasan kedua, membahas mengenai kaitan antara perjanjian nominee danpenyelundupan hukum. Ketiga, membahas mengenai akibat hukum apa yangditimbulkan dari pembuatan akta perjanjian nominee.

Bab V, merupakan bab penutup yaitu menguraikan tentang simpulan dansaran dari penulis. Penulis menyimpulkan bahwa aspek hukumpertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta perjanjian nominee dapat

x

Page 12: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

11

adalah pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan kode etik notaris. Akibathukum terhadap akta perjanjian nominee adalah dapat membuat batalnya aktademi hukum. Akta perjanjian nominee tersebut dapat batal demi hukum apabilamengandung unsur itikad tidak baik dalam hal ini melanggar undang-undang olehpara pihak yang bertujuan untuk memberikan ruang kepada Warga Negara Asinguntuk menguasai tanah hak milik di Indonesia. Saran yang diberikan adalahkepada pemerintah agar memberikan sanksi tegas terhadap oknum-oknum yangmenerapkan penyelundupan hukum terhadap penguasan hak milik atas tanahWarga Negara Asing. Kepada notaris, agar memegang teguh dan melaksanakansumpah/janji jabatan yang diucapkan sebelum memulai tugas dan jabatannyasebagai bentuk tanggung jawab dan juga agar notaris seharusnya memberikaninformasi dan penyuluhan hukum kepada para penghadap baik itu Warga NegaraIndonesia maupun Warga Negara Asing sebelum menuangkan kehendak ke dalamsutau pembuatan akta sehingga tercipta perlindungan hukum serta kepastianhukum.

xi

Page 13: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

12

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN

SAMPUL DALAM ........................................................................................ i

PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................ iv

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

ABSTRACT ..................................................................................................... ix

RINGKASAN ................................................................................................ x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 11

1.3. Tujuan Penelitian...................................................................... 12

1.3.1. Tujuan Umum............................................................... 12

1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................. 13

1.4. Manfaat Penelitian.................................................................... 13

1.4.1. Manfaat Teoritis............................................................ 13

1.4.2. Manfaat Praktis ............................................................. 13

1.5. Landasan Teoritis ..................................................................... 14

1.5.1. Teori Penguasaan Tanah............................................... 14

xii

Page 14: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

13

1.5.2. Teori perjanjian nominee .............................................. 18

1.5.3. Teori pertanggungjawaban (notaris) ............................ 24

1.5.4. Teori pertanggungjawaban perdata............................... 29

1.6. Metode Penelitian..................................................................... 33

1.6.1. Jenis penelitian.............................................................. 35

1.6.2. Jenis pendekatan ........................................................... 35

1.6.3. Sumber bahan hukum ................................................... 36

1.6.4. Teknik pengumpulan bahan hukum.............................. 37

1.6.5. Teknik analisis bahan hukum ....................................... 38

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS DAN

PERJANJIAN ................................................................................ 39

2.1. Tinjauan Tentang Notaris......................................................... 39

2.1.1. Sejarah notaris .............................................................. 39

2.1.2. Notaris sebagai pejabat umum...................................... 40

2.1.3. Kewenangan dan kewajiban notaris ............................. 48

2.1.4. Kode etik profesinotaris................................................ 54

2.2. Tinjauan Tentang Perjanjian .................................................... 58

2.2.1. Pengertian perjanjian .................................................... 58

2.2.2. Bentuk-bentuk perjanjian.............................................. 61

2.2.3. Syarat sahnya perjanjian ............................................... 65

2.3. Tentang Kebatalan ................................................................... 68

2.3.1. Pengertian kebatalan..................................................... 68

xiii

Page 15: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

14

2.3.2. Dapat dibatalkan (Vernietigbaarheid) .......................... 69

2.3.3. Batal demi hukum (Neitigbaarheid)............................. 71

BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN

AKTA PERJANJIAN NOMINEE ............................................... 75

3.1. TanggungJawab Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan

Notaris ...................................................................................... 75

3.2. BentukTanggungJawab Notaris Dalam PembuatanAkta

Perjanjian Nominee .................................................................. 84

3.2.1 TanggungJawab Notaris Dari Segi Hukum

Administrasi.................................................................. 98

3.2.2 TanggungJawab Notaris Dari Segi Hukum Perdata ..... 100

3.2.3 TanggungJawab Dari Segi Hukum Pidana ................... 113

3.2.4 TanggungJawab Notaris Dari Segi Kode Etik Notaris . 130

BAB IV AKIBAT HUKUM AKTA PERJANJIAN NOMINEE .............. 137

4.1. Perjanjian Nominee .................................................................. 137

4.2. Perjanjian Nominee dan Penyelundupan Hukum..................... 139

4.3. Akibat Hukum Akta Perjanjian Nominee................................. 144

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 148

5.1. Kesimpulan .............................................................................. 148

5.2. Saran-Saran ............................................................................. 149

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 151

LAMPIRAN

xiv

Page 16: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara hukum, pernyataan tersebut diatur

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 1 ayat (3) yang dirumuskan dalam

amandemennya yang ketiga tanggal 10 November 2001. Sebagai konsekuensi dari

paham Negara hukum, maka seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara harus berdasarkan pada dan tidak boleh menyimpang

pada norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia, artinya hukum harus

dijadikan panglima dalam setiap penyelesaian permasalahan yang berkenaan

dengan individu, masyarakat dan Negara.

Dalam kepustakaan hukum Indonesia terdapat beragam pengertian

Negara hukum yang diartikan oleh para ahli hukum. Mochtar Kusumaatmadja

memberikan pengertian Negara hukum sebagai Negara yang berdasarkan hukum,

dimana kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama di hadapan

hukum.1 Sementara H.Muchsin memberikan ciri-ciri khusus dari suatu Negara

hukum yaitu :

1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung

persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

1Mochtar Kusumaatmadja, 1995, Pemantap Cita Hukum dan Asas-asasHukum Nasional Dimasa Kini dan Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta,hal.1.

Page 17: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

2

2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suau

kekuasaan atau kekuatan apapun juga ; dan

3. Legalitas dalam segala bentuknya.2

Philipus M.Hadjon mendeskripsikan konsep Negara hukum Pancasila

yaitu terjalinnya hubungan fungsional yang professional antara kekuasaan-

kekuasaan Negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah, sedangkan

peradilan merupakan sarana terakhir dan tentang hak-hak asasi manusia tidaklah

hanya menekan hak dan kewajiban.3 Pengertian resmi mengenai Negara hukum

tercantum dalam penjelasan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 37 tahun

2008 Tentang Ombusdman Republik Indonesia yang dirumuskan : “Negara

hukum adalah negara yang termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus

berdasarkan hukum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang bertujuan

meningkatkan kehidupan demokratis yang sejahtera, berkeadilan, dan

bertanggung jawab”.

Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum yang berisikan kebenaran dan keadilan. Agar kepentingan manusia

terlindungi hukum harus dilaksanakan, namun dalam pelaksanaannya hukum

dapat berjalan seara normal, tertib dan efektif, tetapi dapat juga terjadi

pelanggaran hukum. Dalam hal terjadi pelanggaran hukum maka harus dilakukan

upaya penegakkan hukum, inilah hukum ini menjadi kenyataan.

2 H.Muchsin, 2005, Ikhtisar Hukum Indonesia, Badan Penerbit Islam,Jakarta, hal.11.

3 Philipus M.Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat DiIndonesia, Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsip Penanganannya Oleh PengadilanDalam Lingkugan Peradilan Umum Dan Pembentukkan Peradilan Administrasi,Pradaban, Surabaya, hal.80.

Page 18: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

3

Menurut Sudikno Mertokusumo, dalam penegakkan hukum lazimnya

terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum

(rechtssicherheit), kemanfaatan (zueckmassigkzit), dan keadilan (gerechtigkeit).4

Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dalam lalu lintas hukum pada

umumnya memerlukan alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan

kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Dalam kaitannya

dengan pembuktian kepastian hak dan kewajiban hukum seseorang dalam

kehidupan masyarakat, salah satunya dilakukan dengan peran yang dimainkan

oleh notaris. Pentingnya peranan notaris dalam membantu menciptakan kepastian

dan perlindungan hukum bagi masyarakat, lebih bersifat preventif, atau bersifat

pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara penerbitan akta autentik yang

dibuat di hadapannya terkait dengan status hukum, hak dan kewajiban seseorang

dalam hukum berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan

dalam hal terjadi sengketa antara para pihak dan/atau penerima hak dari padanya

mengenai hak dan kewajiban yang terkait.

Pentingnya notaris juga dapat dilihat dari kepastiannya dalam

memberikan legal advice, dan melakukan verifikasi terhadap sebuah perjanjian,

apakah sebuah perjanjian telah dibuat sesuai dengan kaidah pembuatan perjanjian

yang benar dan tidak merugikan salah satu pihak, atau perjanjian tersebut dibuat

dengan tidak memenuhi syarat. Sebaliknya apabila tugas dan wewenang yang

diberikan oleh negara kepada notaris tidak dilaksanakan dengan tepat dan sebaik-

baiknya, maka kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh notaris dapat

4Sudikno Mertokusumo dan A.Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang PenemuanHukum, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, hal.1.

Page 19: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

4

menimbulkan terganggunya kepastian hukum dan rasa keadilan di dalam

masyarakat.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5491) (selanjutnya

disebut UUJN-P) jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) (selanjutnya

disebut UUJN), notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Sebagai pejabat

umum yang memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat secara profesional,

notaris wajib untuk patuh dan tunduk kepada aturan-aturan yang membatasi,

mengatur dan juga menuntun perilaku notaris dalam melaksanakan jabatannya.

Hal ini sesuai dengan sumpah/janji jabatan notaris yang termuat dalam Pasal 4

ayat (2) UUJN-P bahwa seorang notaris akan patuh dan setia kepada:

1. Pancasila;

2. UUD 1945;

3. Undang-undang Jabatan Notaris;

4. Peraturan perundang-undangan lainnya;

5. Kode Etik Notaris.

Page 20: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

5

Profesi notaris dikenal dalam anggapan masyarakat sebagai profesi yang

terhormat (Officium Nobile) karena profesi ini bertugas melayani masyarakat

umum, tugas pelayanan itulah yang mengangkat kehormatan dan wibawa notaris

sebagai sebuah profesi. Sebagai sebuah profesi yang membutuhkan

keprofesionalitasan maka tanggung jawab notaris sebagai seorang profesional

terhadap klien sangat berat, dimana ia harus memegang teguh etika profesi.

Memegang teguh etika profesi sangat erat hubunganya dengan pelaksanaan tugas

profesi dengan baik, karena didalam kode etik profesi itulah ditentukan segala

prilaku yang dimiliki oleh seorang notaris. Namun sebagaimana dua sisi mata

uang, kedudukan yang terhormat juga memberikan beban dan tanggung jawab

bagi setiap notaris untuk menjaga wibawa dan kehormatan profesinya tersebut.

Notaris selaku pejabat yang berwenang membuat akta autentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta otentik sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1)

UUJN-P, harus dapat mempertimbangkan dan menganalisa dengan cermat dalam

proses pembuatan akta autentik tersebut sejak para pihak datang menghadapnya

dan mengemukakan keterangan-keterangan baik berupa srayat-syarat formil

maupun syarat-syarat administrasi yang menjadi dasar pembuatan akta sampai

dengan tanggung jawab terhadap bentuk akta autentik tersebut. Hal ini

dikarenakan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN-P, notaris diberikan

kewenangan untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

pembuatan akta.

Page 21: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

6

Notaris dalam hal membuat alat bukti tertulis yang merupakan alat bukti

autentik, adalah merelatir kehendak dari para pihak/penghadap untuk dinyatakan

dalam akta yang dibuat dihadapannya, agar tidak melanggar undang-undang,

sekaligus agar kehendak para pihak terlaksana secara baik dan benar. Dengan

merelatir dan melakukan fungsi sebagai pejabat publik yang berwenang untuk

memberikan penyuluhan hukum tersebut bisa diartikan notaris tidak pasif atau

berperan sebagai dictaphone yang hanya menerima begitu saja apa yang diminta

oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta, tetapi juga harus berperan aktif

dengan membuat penilaian terhadap isi dari akta yang dimintakan kepadanya dan

tidak perlu ragu untuk menyatakan keberatan/menolak jika pihak yang

memintanya tidak sesuai dengan kelayakan maupun undang-undang. Fungsi

keberadaan notaris di dalam memberikan jasanya sekaligus agar tidak berbenturan

maupun melanggar hukum, karena fungsi notaris adalah secara professional

terikat, sejauh kemampuannya untuk mencegah penyalahgunaan dari ketentuan

hukum dan kesempatan yang diberikan oleh hukum. Perlu menjadi perhatian

bahwa notaris bukan merupakan juru tulis kliennya, oleh karena itu notaris perlu

mengkaji apakah yang diminta para klien tidak melanggar/bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, atau bahkan telah terjadi praktek penyelundupan

hukum.5

Dewasa ini penyelundupan hukum dengan akta notariil dianggap sebagai

jalan keluar untuk melewati batasan-batasan dalam beberapa tindakan tertentu

yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Penyelundupan hukum

5A.A.Andi Prajitno, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa Dan SiapaNotaris Di Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya, hal.3-4.

Page 22: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

7

muncul sebagai suatu konsep baru yang dilahirkan oleh individu tertentu untuk

mencapai keinginannya yang sesungguhnya telah dilarang oleh peraturan

perundang-undangan. Salah satu tindakan yang melahirkan konsep baru sebagai

upaya penyelundupan hukum adalah keinginan orang asing untuk

memiliki/menguasai hak milik atas tanah di Indonesia dengan instrumen

perjanjian nominee secara notariil. Dengan kata lain suatu perjanjian nominee

merupakan perjanjian yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak

dapat menjadi subyek hak atas tanah tertentu (hak milik), dalam hal ini yakni

orang asing dengan Warga Negara Indonesia (selanjutnya disingkat WNI), dengan

maksud agar orang asing tersebut dapat menguasai (memiliki) tanah hak milik

secara de facto, namun secara legal-formal (dejure) tanah hak milik tersebut

diatasnamakan WNI. Dengan perkataan lain, WNI dipinjam namanya oleh orang

asing (bertindak selaku nominee).6

Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2043 (selanjutnya disebut UUPA) dengan jelas

menyebutkan bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya

dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta dengan jelas mengatur bahwa hanya

WNI yang dapat mempunyai hak milik. Hal ini kemudian dipertegas kembali

dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA yaitu disebutkan setiap jual beli, penukaran,

6Maria S.W. Sumardjono, 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga NegaraAsing Melalui Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia(INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Denpasar, hal.2

Page 23: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

8

penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang

dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada

orang asing, kepada seorang warga negara disamping kewarganegaraan

Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing adalah batal karena hukum dan

tanahnya jatuh kepada negara.

Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) UUPA apabila orang asing memperoleh

tanah hak milik karena warisan atau akibat percampuran harta, maka hak milik

tersebut wajib dilepaskan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya

hak tersebut. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka hak milik atas tanah

tersebut menjadi hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.7

Sebagaimana telah diketahui kenyataan ini terjadi, sesuatu yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,yaitu penguasaan hak milik

atas tanah oleh orang asing jelas secara implisit dilarang oleh UUPA sebagaimana

telah dipaparkan di atas, masih ada notaris yang bersedia mengakomodir

penguasaan hak milik atas tanah oleh orang asing dengan membuatkan akta

perjanjian nominee. Akta notariil yang bermaksud memindahkan tanah hak milik

secara tidak langsung kepada orang asing tersebut misalnya adalah dibuat dalam

bentuk akta pernyataan kepemilikan dan akta kuasa tersebut dapat menimbulkan

akibat hukum dan akan membawa notaris selaku pejabat yang berwenang dalam

membuat akta memiliki tanggung jawab dari segi aspek hukum dan kode etik.

7 Gde Widhi Wiratama, Ida Bagus Rai Djaja, Pengaturan MengenaiPerjanjian Nominee Dan Keabsahannya (Ditinjau Dari Kitab Undang-UndangHukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria), Makalah. Hukum Bisnis Fakultas HukumUniversitas Udayana, hal. 3.

Page 24: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

9

Dalam kaitan hal itulah penulis tertarik untuk meneliti “ASPEK HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

PERJANJIAN NOMINEE”.Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui

mengenai tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta perjanjian nominee dan

mengetahui apakah akibat hukum terhadap akta perjanjian nominee.

Penelitian ini merupakan penelitian yang masih original atau asli karena

belum ada penelitian secara khusus menulis dengan judul ini, meskipun demikian

ada beberapa tulisan yang mirip tetapi tidak sama secara substantial. Adapun judul

beserta rumusan masalah penelitian lain yang tidak sama dengan penelitian ini

adalah :

1. Tesis berjudul Kepemilikan Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara Asing Dan

Kewarganegaraan Ganda, yang disusun pada tahun 2012 oleh Michael Wisnoe

Berata mahasiswa Program Studi Kenotariatan Universitas Indonesia

Depok.Tesis ini membahas tentang kepemilikan hak-hak atas tanah bagi

Warga Negara Asing (selanjutnya disebut WNA) yang ditinjau dari UUPA

dan Undang-Undang Kewarganegaraan, dalam kesimpulannya disebutkan

bahwa seseorang selain mempunyai kewarganegaraan Indonesia, juga

mempunyai kewarganegaraan lain (asing). Hal ini dapat terjadi karena adanya

perkawinan campuran antara WNI dengan WNA, yang menyebabkan anak-

anak keturunan mereka akan mempunyai kewarganegaraan ganda. Apabila

anak hasil dari perkawinan campuran tersebut tetap menginginkan

kewarganegaraan Indonesia-nya tidak hilang, anak-anak keturunannya juga

tetap sebagai WNI, dan agar dapat memiliki tanah yang berstatus hak milik

Page 25: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

10

atau hak guna bangunan, maka harus diperlakukan sebagai seorang WNI

sampai berusia 18 tahun, apabila nanti ingin melepaskan WNI-nya barulah

sertipikat tanah-nya gugur dan kembali ke Negara.

2. Tesis yang berjudul Wanprestasi Dalam Penggunaan Nominee Pada Perjanjian

Yang Dibuat Dibawah Tangan Berkaitan Dengan Kepemilikan Tanah Di Bali

yang disusun pada tahun 2010 oleh G. Agus Permana Putra, mahasiswa

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.

Tesis ini membahas tentang penggunaan nominee pada perjanjian dibawah

tangan sah atau tidak ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria dan

bagaimana akibat hukum apabila WNI wanprestasi dalam penggunaan

nominee pada perjanjian yang dibuat dibawah tangan, dalam kesimpulannya

disebutkan bahwa penggunaan nominee pada perjanjian dibawah tangan

dikatakan perjanjian simulasi sehingga dapat menjadi penyebab perjanjian

tersebut tidak sah atau batal demi hukum, dan dalam kesimpulan kedua

disimpilkan bahwa wanprestasi dalam penggunaan nomineepada perjanjian di

bawah tangan diselesaikan dengan teknik non litigasi, musyawarah dan

negosiasi untuk mencapai mufakat dengan tetap terlaksananya ganti rugi dari

tindakan wanprestasi tersebut.

3. Tesis yang berjudul Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Di

Kabupaten Badung yang disusun pada tahun 2007 oleh I Nyoman Sumardika,

mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.Tesis

ini membahas mengenai bentuk perbuatan hukum apa saja yang dilakukan

WNA untuk mengikat WNI dalam menguasai tanah di Kabupaten Badung dan

Page 26: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

11

bagaimana bentuk penguasaan tanah oleh WNA di Kabupaten Badung yang

berindikasi penyelundupan hukum”, dalam kesimpulannya disebutkan bahwa

bentuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh WNA untuk mengikat WNI

dalam menguasai tanah di Kabupaten Badung adalah melalui instrument akta

notaris berupa Akta Sewa Menyewa Tanah, Akta Perjanjian Pendahuluan

Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Akta Kuasa, Akta

Perjanjian Pembaharuan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Akta

Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Akta

Perjanjian Pembaharuan Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Akta Pengakuan

Hutang Dengan Jaminan, Akta Pernyataan Dan Kuasa, Akta Kuasa

Menggunakan Dan Mendirikan Bangunan, Akta Kuasa Menyewakan, Akta

Pemberian Hak Tangunggan, Akta Kuasa Menjual, Akta Kuasa Roya, dan

Akta Perpanjangan Sewa Menyewa. Adapun mengenai bentuk penguasaan

tanah oleh WNA di Kabupaten Badung yang berindikasi penyelundupan

hukum adalah terjadinya pemilikan semu berkarakter “Hak Milik Plus” karena

secara formal WNA tidak memiliki tanah namun secara material melalui

instrument akta notaris, WNA dapat menguasai tanah melebihi sifat hak milik,

misalnya kebal hukum dan tidak hapus karena fungsi sosial tanah.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat diambil beberapa rumusan masalah

yang akan dibahas lebih lanjut. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai

berikut:

Page 27: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

12

1. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta perjanjian

nominee?

2. Apakah akibat hukum terhadap akta perjanjian nominee?

1.3. Tujuan Penelitian

Agar penulisan karya ilmiah ini memiliki maksud yang jelas, maka harus

memiliki suatu tujuan guna mencapai target yang dikehendaki. Adapun tujuan

penulisan ini dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang

bersifat khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1.3.1. Tujuan umum

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk melatih diri dalam

menyampaikan pikiran secara tertulis, melaksanakan Tri Dharma Perguruan

Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

mengenai suatu permasalahan hukum, sebagaimana yang dibahas dalam penelitian

ini terkait dengan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta perjanjian

nominee. Selain itu penulisan ini juga bertujuan untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya bidang hukum Kenotariatan, sebagai media untuk

mengemukakan pendapat secara tertulis, kritis dan sistematis serta objektif, serta

sebagai pemenuhan syarat untuk menyelesaikan jenjang strata 2 (dua) di Magister

Kenotariatan Universitas Udayana.

Page 28: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

13

1.3.2. Tujuan khusus

Penulisan ini bertujuan khusus untuk mengetahui batasan tanggungjawab

notaris dalam pembuatan akta perjanjian nomine. Selain itu bertujuan pula untuk

menganalisis akibat hukum terhadap akta perjanjian nominee.

1.4. Manfaat Penelitian

Setiap penulisan yang dilakukan pasti diharapkan agar dapat memberikan

manfaat. Manfaat tersebut baik secara teoritis maupun praktis bagi pengembangan

ilmu pengetahuan.

1.4.1. Manfaat teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan

pemikiran guna pengembangan ilmu hukum. Pengembangan ilmu hukum yang

dimaksud khususnya hukum kenotarisan dan hukum perjanjian di bidang

kenotariatan, terkait dengan tanggung jawab seorang notaris dan akibat hukum

suatu perjanjian nominee.

1.4.2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pihak yang terkait dengan penulisan dan pembahasan tesis ini. Pihak yang

dimaksud adalah:

1. Bagi masyarakat, diharapkan mendapatkan informasi mengenai akibat hukum

perjanjian nominee yang sering dijadikan sarana oleh orang asing untuk

menguasai tanah hak milik di wilayah Indonesia.

Page 29: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

14

2. Bagi praktisi hukum khususnya notaris, diharapkan menambah pemahaman

mengenai tugas dan jabatannya sehingga dapat memberikan penyuluhan

hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Dengan demikian dalam

membidani lahirnya suatu akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapannya,

seorang notaris dapat dengan tepat menerapkan hukum sesuai dengan

peraturan dan ketentuan undang-undang yang berlaku.

1.5. Landasan Teoritis

Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan

adalah relevan apabila dikaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep

hukum dan asas-asas hukum.Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisis

dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk

menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.8

1.5.1. Teori penguasaan tanah

Pengertian “penguasaan” dan “menguasai” dapat dipakai baik dalam arti

fisik maupun dalam arti yuridis, juga beraspek perdata dan beraspek publik.

Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan umumnya

memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah

yang dimiliki tersebut. Penguasaan yuridis yang seharusnya memberi kewenangan

untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya bisa saja

penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, apabila tanah yang

dikuasai tersebut disewakan kepada pihak lain maka tanah tersebut dikuasai

8Salim H.S, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, RajawaliPers, Jakarta, hal. 54.

Page 30: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

15

secara fisik oleh pihak lain dengan hak sewa. Atau tanah tersebut dikuasai secara

fisik oleh pihak lain tanpa hak, dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak

penguasaan yuridisnya, berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang

bersangkutan secara fisik kepadanya.9

Hukum tanah mengenal juga penguasaan yuridis yang tidak memberi

kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Kreditor

pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah

yang dijadikan agunan, tetapi penguasaannya secara fisik tetap ada pada yang

empunya tanah.10

Hak penguasaan atas tanah adalah hak penguasaan yang didasarkan pada

suatu hak maupun suatu kuasa yang pada kenyataannya memberikan wewenang

untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana layaknya orang yang

mempunyai hak. Menurut Oloan Sitorus pengertian penguasaan dalam hak

penguasaan atas tanah berisi kewenangan yang luas, bahkan hak penguasaan atas

tanah lebih luas dari pada hak atas tanah.11 Susunan penguasaan hak atas tanah

secara berjenjang dalam hukum tanah nasional adalah sebagai berikut:12

1. Hak Bangsa sebagaimana dalam Pasal 1 UUPA, merupakan hak penguasaan

atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah negara,

yang merupakan tanah bersama. Hak bangsa ini dalam Penjelasan Umum

9Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukanundang-undang pokok agraria, isi dan pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,hal.23.

10Ibid.11Oloan Sitorus, 2004, Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah, Mitra

Kebijakan Hukum Tanah Indonesia, Jakarta, hal. 13.12Boedi Harsono, Op. Cit.,hal. 40-41.

Page 31: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

16

Angka II dinyatakan sebagai hak ulayat yang diangkat pada tingkat yang

paling atas dan pada tingkat nasional meliputi semua tanah di seluruh wilayah

negara.

2. Hak menguasai dari negara yang disebut dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,

merupakan hak penguasaan terhadap hak atas tanah sebagai penugasan

pelaksana hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik, meliputi semua

tanah bersama bangsa Indonesia.

3. Hak Ulayat dari masyarakat Hukum Adat sepanjang menurut kenyataan

masih ada. Hak ulayat merupakan hak penguasaan hak atas tanah bersama

masyarakat Hukum Adat tertentu.

4. Hak Perorangan yang memberikan kewenangan untuk memakai, dalam arti

menguasai, menggunakan dan/atau mengambil manfaat tertentu dari suatu

bidang tanah tertentu, yang terdiri dari :

a. Hak atas tanah, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

dan Hak Pakai yang ketentuan-ketentuan pokoknya terdapat dalam UUPA.

Disamping itu, juga ada hak lain dalam hukum adat setempat, yang

merupakan hak penguasaan atas tanah untuk dapat memberikan

kewenangan kepada pemegang haknya agar dapat memakai suatu bidang

tanah tertentu yang dihaki dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau

usahanya (Pasal 4, 9, 26, dan Bab II UUPA).

b. Hak atas tanah wakaf merupakan penguasaan atas suatu bidang tanah

tertentu bekas hak milik (wakaf) yang oleh pemiliknya dipisahkan dari

harta kekayaan dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan

Page 32: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

17

peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Agama Islam

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 UUPA jo Pasal 1 PP Nomor 28

Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik.

c. Hak Tanggungan sebagai satu-satunya lembaga jaminan hak atas tanah

dalam hukum tanah nasional, merupakan hak penguasaan hak atas tanah

yang memberi kewenangan kepada kreditur tertentu untuk menjual lelang

bidang tanah tertentu yang dijadikan jaminan bagi pelunasaan piutang

tertentu dalam hal debitur wanprestasi dan mengambil pelunasan dari hasil

penjualan tersebut, dengan hak mendahului dari hak-hak kreditur yang

lain. Hal ini diatur dalam Pasal 57 UUPA jo Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.

Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,hak bangsa sebagaimana

urutan perjenjangan secara vertikal di atas menempati kedudukan tertinggi.

Selanjutnya hak menguasai negara yang bersumber dari hak bangsa pada

hakekatnya merupakan penugasan kepada negara untuk menguasai dalam arti

mengatur, mengurus dan mengawasi pelaksanaan penggunaan hak-hak atas tanah.

Pembatasan kekuasaan yang bersumber kepada otoritas penguasaan negara

tersebut merupakan pelaksanaan asas negara hukum Pancasila. Secara

konsepsional hak penguasaan negara ditujukan sebesar-besarnya bagi

kemakmuran rakyat yang meliputi kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan

Page 33: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

18

dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan

makmur.13

1.5.2. Teori perjanjian nominee

Perjanjian merupakan salah satu instrumen yang sangat penting sebagai

upaya untuk menjaga hak dan kewajiban para pihak sendiri sehingga transaksi

dapat dilaksanakan, dapat juga ditegaskan bahwa :In general, a promise, that

performance of which has economic significance, gives rises to right which will

be protected by court action, whereas a promise which has only social

significance does not give rise to such rights.14 Hal ini berarti bahwa secara umum

perjanjian dengan makna ekonomi akan memberikan hak perlindungan hukum,

sedangkan perjanjian yang hanya dengan makna sosial tidak memberikan hak-hak

tersebut.

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUHPerdata) menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih. Perjanjian sebagaimana dimaksud adalah merupakan bentuk dari

perwujudan adanya suatu perikatan.

Dalam Pasal 1233 KUHPerdata tertulis “tiap-tiap perikatan dilahirkan

baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”. Pasal 1234 KUHPerdata

tertulis “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat

13I Nyoman Sumardika, 2007, Penguasaan Tanah Oleh Warga NegaraAsing Di Kabupaten Badung, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, hal. 39.

14Harold F. Lusk, Bussines Law, 1969, Principle and Cases, Homewood,Richard D. Irwin, Inc, Illinois, hal. 82.

Page 34: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

19

sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Perikatan sebagai bentuk perjanjian

merupakan undang-undang bagi para pihak yang terlibat. Oleh karena itu,

perjanjian merupakan kesepakatan yang harus dipenuhi oleh para pihak yang

terkait di dalamnya.

Kesepakatan antara para pihak merupakan bagian dari syarat sahnya

suatu perjanjian. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4

(empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;15

Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

(consensus). Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, seia-sekata antara

pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat itu. Persetujuan kehendak

itu bersifat bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak

ada paksaan sama sekali dari pihak manapun. Sebelum ada persetujuan,

biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata dikatakan tidak cakap membuat

perjanjian ialah orang yang belum dewasa, di bawah pengampuan dan wanita

bersuami.Tapi sebagai perkembangannya wanita yang telah bersuami sudah

dianggap cakap dalam melakukan perbuatan hukum.

Syarat kesatu dan kedua mengenai kata sepakat dan kecapakan dari para pihak

yang mengadakan perjanjian merupakan syarat subyektif yang bilamana tidak

15 G. Agus Permana Putra, 2010, Wanprestasi Dalam PenggunaanNominee Pada Perjanjian Yang Dibuat Dibawah Tangan Berkaitan DenganKepemilikan Tanah Di Bali, Program Studi Magister Kenotariatan UniversitasDiponegoro, Semarang, hal. 31.

Page 35: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

20

dipenuhi maka perjanjian yang telah diadakan dapat dimintakan

pembatalannya.

3. Suatu hal tertentu;

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu

dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan pokok perjanjian. Prestasi itu

harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan.Apa yang

diperjanjikan juga harus jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak

disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah

untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul

perselisihan dalam melaksanakan perjanjian. Jika prestasi itu kabur, sehingga

perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada objek

perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini, maka perjanjian batal demi hukum

(void nietig).

4. Suatu sebab yang halal.

Sebab atau causa diartikan sebagai isi dari perjanjian. Sesuai dengan

pengertian Wirjono Prodjodikoro bahwa causa dalam perjanjian adakah isi

dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian

itu. 16 Mengenai isi dari perjanjian harus halal artinya tidak bertentangan

dengan undang-undang, norma kesusilaan, dan ketertiban umum. Tidak

bertentangan dengan undang-undang dalam kaitan penguasaan tanah oleh

orang asing semestinya ditafsirkan bahwa perjanjian yang dibuat tidak

16Wirjono Prodjodikoro, 1980, Asas-Asas Perjanjian, Sumur, Bandung,hal.35.

Page 36: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

21

bertentangan dengan UUPA. Secara subtantif ketentuan-ketentuan UUPA

yang tidak dapat disimpangi adalah Pasal 9, Pasal 21 dan Pasal 26 ayat (2).17

Selanjutnya mengenai syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat

obyektif, karena menyangkut perjanjiannya sendiri, atau obyek daripada

perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek atau para pihak tersebut. Bila

syarat ketiga dan keempat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi

hukum, berarti sejak semula dianggap tidak pernah terjadi suatu perjanjian.

Akibat dari kebatalan apakah karena batal demi hukum atau setelah adanya

tuntutan akan kebatalannya mempunyai akibat yang sama, yaitu tidak

mempunyai akibat hukum.18

Orang asing sebagai pemegang hak milik atas tanah sebenarnya tidak

mungkin terjadi. Karena seperti disebut di atas, hukum tanah nasional mengatur

bahwa hanya WNI saja yang berhak untuk memiliki tanah dengan hak milik di

wilayah Indonesia. Hukum tanah nasional tidak memberikan ruang bagi orang

asing untuk memiliki tanah dengan hak milik di wilayah Indonesia. Akan tetapi

Indonesian nominee digunakan sebagai upaya dengan maksud agar orang asing

dapat memiliki tanah secara absolut. Hal ini menjadi solusi untuk dapat

menguasai tanah hak milik yang dilakukan dengan membuat perjanjian antara

orang asing dan Indonesian nominee tersebut.

17Maria S.W Sumardjono, 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan HakAtas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan HukumAsing, Kompas, Jakarta, hal. 17.

18Herlien Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di BidangKenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 381.

Page 37: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

22

Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia

dijadikan dasar sehingga Indonesian nominee secara sukarela sepakat untuk

mengikatkan dirinya sebagai pelaksana suatu perjanjian dengan orang asing yang

hendak membeli tanah dengan hak milik. Selain itu perjanjian antara orang asing

dan Indonesian nominee muncul karena dianggap adanya asas kebebasan

berkontrak yang berlaku di Indonesia. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

menyebutkan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Asas bahwa orang bebas untuk mengadakan kontrak dengan siapa pun

menyimpulkan adanya kebabasan dari seseorang untuk dapat melakukan

hubungan khususnya dalam bidang hukum. Bahkan asas ini oleh beberapa ahli

hukum dianggap bukan saja sebagai suatu hak subyektif melainkan juga

merupakan suatu hak asasi manusia untuk dapat melakukan komunikasi dengan

sesamanya ataupun untuk mengurus harta kekayaannya.19

Kebebasan berkontrak dalam arti kata materiil berarti bahwa para pihak

bebas mengadakan kontrak mengenai hal yang diinginkannya asalkan causa-nya

halal. Kebebasan berkontrak dalam arti formil adalah perjanjian yang terjadi atas

setiap kehendak dari para pihak.20 Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa pada

permulaan abad ini makin banyak pemerintah ikut campur dalam bidang hukum

perdata, seperti adanya peraturan sewa beli di Belanda dan diundangkannya

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di

19C.Asser-A.S. Hartkamp, 1989, Verbintenissenrecht, Algemene Leer derOvereenkomsten, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, hal. 40.

20Herlien Budiono, Op. Cit, hal. 12.

Page 38: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

23

Indonesia, yang mengakibatkan bahwa kebebasan berkontrak sudah semakin

berkurang dan berarah menjadi hukum kontrak yang direglementasikan.21 Oleh

karena itu, menurut Pitlo kebebasan berkontrak adalah suatu fictie.22

Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, sehingga

setiap orang/para pihak bebas membuat perjanjian yang isinya adalah apa saja

sesuai dengan kesepakatan yang dikehendaki bersama. Akan tetapi dengan

adanya ketentuan yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian seperti

tersebut di atas. Jadi asas kebebasan berkontrak itu sebenarnya dibatasi oleh

syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1320

ayat (3) dan (4) KUH Perdata yang harus ditaati agar perjanjian tidak batal demi

hukum terhindar dari kebatalan (perjanjian batal demi hukum) karena

dilanggarnya syarat-syarat obyektif sahnya perjanjian.23

Suatu perjanjian dengan causa yang tidak halal dapat digunakan sebagai

alasan batalnya perjanjian.24Dalam Pasal 1335 KUHPerdata disebutkan bahwa

suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang

palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Ketentuan ini berhubungan pula

dengan Pasal 1337 KUHPerdata yang mengatur bahwa suatu sebab adalah

21 J.H.M. van Erp, 1990, Contract als Rechbetrekking, EenRechtsvergelijkende Studie, diss. Brabant, hal. 13.

22 A. Pitlo, 1969,Evolutie in het Privaatrecht, W.E.J. Tjennk-Willing,Haarlem, hal. 173.

23I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, ImplementasiKetentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, UdayanaUniversity Press, Denpasar, hal. 47 dan hal. 62.

24A.C. van Schaick, 1994, Contractsvrijheid en Nietigheid, W.E.J. TjeenkWillink, Zwoole, hal. 208.

Page 39: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

24

terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum.

1.5.3. Teori pertanggungjawaban (notaris)

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus

hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang

luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang

pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan

kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya

atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-

undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan

meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang

dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability

menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat

kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility

menunjuk pada pertanggungjawaban politik.25

Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg

dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

1. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya

itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab

ditujukan pada manusia selaku pribadi.

25 Ridwan H.R, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja GrafindoPersada, Jakarta, hal. 335-337.

Page 40: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

25

2. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.

Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah

kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan

ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada

tanggung jawab yang harus ditanggung.26

Dalam kaitan dengan pelaksanaan jabatan notaris maka diperlukan

tanggung jawab profesional berhubungan dengan jasa yang diberikan. Menurut

Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta menyatakan tanggung

jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan

dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional

ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak memenuhi

perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian

penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.27

Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku

manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya,

merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya.

Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian

dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu

dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh

26Ibid.,hal. 365.27 Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi

Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 82.

Page 41: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

26

kesadaran intelektualnya.28 Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung

jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti

tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak

disadari akibatnya.

Sikap professional dalam notaris dalam memberikan pelayanannya

adalah dengan bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat.

Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena integritas

moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam

memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-cita

luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena

sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan

memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan

bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu,

yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-

mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama

manusia. Bertanggung jawab juga berani menanggung segala resiko yang timbul

akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan

dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan

berdosa kepada Tuhan.29

Notaris dalam menjalankan jabatannya mempunyai tanggung jawab

moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh

28Masyhur Efendi, 1994, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia DalamHukum Nasional Dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 121.

29Abdulkadir Muhamad, 2001, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung, hal. 60.

Page 42: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

27

K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat moral (moral

community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi

memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi,

kelompok ini mempunyai acuan yang disebut Kode Etik Profesi. 30 Kode etik

tersebut secara faktual merupakan norma-norma atau ketentuan, yang ditetapkan

dan diterima oleh seluruh anggota kelompok profesi.

Landasan filosofis dibentuknya UUJN adalah terwujudnya jaminan

kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran

dan keadilan melalui akta yang dibuat oleh notaris. Di dalam Pasal 1 angka 1

UUJN-P menyebutkan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris dalam

menjalankan kewenangannya tidak lepas dari tugas dan kewajibannya sebagai

pejabat umum yang diberi kepercayaan oleh masyarakat dalam membuat akta

autentik, dimana akta autentik merupakan alat bukti yang terkuat dan terpenuh,

yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum,

dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.

Dengan bertambahnya tuntutan masyarakat akan pentingnya kekuatan

pembuktian suatu akta, menuntut peranan notaris sebagai pejabat umum harus

selalu dapat mengikuti perkembangan hukum dalam memberikan jasanya kepada

masyarakat yang memerlukan dan menjaga akta-akta yang dibuatnya untuk selalu

dapat memberikan kepastian hukum. Dengan demikian diharapkan bahwa

30 E.Sumaryono, 1995, Etika Profesi Hukum : Norma-Norma BagiPenegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta, hal. 147.

Page 43: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

28

keberadaan akta autentik sebagai produk hukum notaris akan memberikan

jaminan kepastian hukum bagi para pihak dengan menjadi alat bukti terkuat dan

terpenuh.

Notaris bukan hanya mengesahkan atau men-stempel akta perjanjian

tetapi ikut ambil bagian memenuhi dan merelatir kehendak pihak-pihak yang

memerlukan dan mengatur agar tidak melanggar/bertentangan dengan undang-

undang. Perlu diingat dan dipahami bahwa mengatur disini maksudnya adalah

notaris tidak boleh membantu pihak atau para pihak mencarikan jalan keluar atau

solusi dalam membuat akta-akta yang kelihatannya tidak melanggar dengan

membuat akta yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Perilaku

seperti ini dapat dikatakan sebagai Dader Intelektual.31

Proses pembuatan akta sebagaimana tersebut di atas merupakan

penyelundupan hukum dan melanggar hukum serta melanggar sumpah jabatan

maupun sumpah pejabat. Permintaan pembuatan akta seperti tersebut, notaris

harus menolak secara tegas karena selain merupakan pelanggaran jabatan, akta

yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya pasti merugikan

pihak lain. Akta sebagaimana dimaksud salah satunya dikenal sebagai Akta

Antidateren, yaitu isi akta ditulis tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Contohnya adalah Akta Pernyataan Pembeli dalam perbuatan hukum jual beli

tanah, dalam hal ini pembeli sebenarnya adalah orang yang menurut undang-

undang tidak diperbolehkan memiliki hak atas tanah tertentu.32

31A.A. Andi Prajitno, Op.Cit., hal.38.32Op.Cit., hal. 38-40.

Page 44: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

29

Akta seperti tersebut di atas merupakan penyelunduan hukum dan apabila

dijadikan alat bukti sebagai proses litigasi (berperkara dipengadilan) akan menjadi

gugur sebagai alat bukti tertulis otentik dan akan menjadi akta di bawah tangan

serta tidak berlaku bagi pihak ketiga. Hal tersebut terjadi karena apabila terjadi

penyelundupan hukum, pasti mempunyai maksud tertentu dan pasti merugikan

pihak ketiga, maka seharusnya akta seperti ini batal demi hukum (nieteg).33

1.5.4. Teori pertanggungjawaban perdata

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang

diantara mereka itu tidak terdapat suatu perjanjian (hubungan hukum perjanian),

maka berdasarkan undang-undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum

antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu.34 Hal tersebut diatur dalam

pasal 1365 KUHPerdata bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang

membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena sahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365

KUHPerdata adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh

seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu

sebagai berikut :35

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan ;

33Op.Cit., hal. 40.34A.Z. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Kedua,

Diapit Media, Jakarta, hal.77.35 Munir Fuady, 2002, Perbuatan Melawan Hukum, Cetakan Pertama,

Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.3.

Page 45: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

30

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun

kelalaian) ;

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut :

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun

kelalaian) sebagaian terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata.

2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana

terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata.

3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam pasal

1367 KUHPerdata.

Istilah perbuatan melawan hukum sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad

diartikan secara sempit, yakni perbuatan yang bertentangan dengan hak oang lain

yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan

kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut ajaran

yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut ganti

kerguian karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak

bertentangan dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut adalah

bertentangan dengan hal-hal yang diwajibkan oleh moral atau hal-hal yang

diwajibkan dalam pergaulan masyarakat.

Page 46: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

31

Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya

keputusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum lawan

Cohen. Hoge Raad telah memberikan pertimbangan antara lain sebagai berikut :36

Bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) diartikansuatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan kewajibanhukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan yang baik,pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karenasalahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugianpada orang lain, berkewajiban membayar ganti kerugian.

Dengan meninjau perumusan luas dari onrechmatige daad, maka yang

termasuk perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan :

1. Bertentangan dengan hak orang lain, atau

2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau

3. Bertentangan dengan kesusilaan baik, atau

4. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan

masyarakat mengenai orang lain atau benda.

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan

tidak disengaja atau karena lalai. Hal tersebut diatur dalam pasal 1366

KUHPerdata, bahwa “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian

yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Tanggung jawab atas

perbuatan melawan hukum ini merupakan tanggung jawab perbuatan melawan

hukum secara langsung. Selain itu dikenal juga perbuatan melawan hukum secara

tidak langsung menurut pasal 1367 KUHPerdata yakni :

36M.A. Moegni Djojodirdjo, 1982, Perbuatan Melawan Hukum, cetakankedua, Pradnya Paramita, Jakarta, hal.25-26.

Page 47: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

32

1. Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau

disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya ;

2. Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan

oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap

siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali ;

3. Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk

mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang

kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan

mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini

dipakainya ;

4. Guru-guru dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian

yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama

waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka ;

5. Tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir, jika orang tua, wali-

wali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan

bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka

seharusnya bertanggung jawab.

Ada beberapa unsur kesalahan perdata menurut Abdulkadir Muhammad,

yakni :37

37Abdul Kadir Muhammad, 1986, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,hal.197.

Page 48: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

33

1. Pelanggaran HakHukum mengakui hak-hak tertentu naik mengenai hak pribadi maupun halkebendaan dan akan melindunginya dengan memaksa pihak yangmelanggar untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang dilanggarhaknya.

2. Unsur KesalahanPertanggungjawaban dalam kesalahan perdata biasanya memerlukan suatuunsur kesalahan atau kesengajaan pada pihak yang melakukan pelanggaran,walaupun tingkat kesengajaan yang diperlukan biasanya kecil.

3. Kerugian yang dideritaUnsur ysng esensial dari kesalahan perdata pada umumnya adalah adanyakerugian yang diderita akibat sebuah perbuatan meskipun kerugian darikesalahan perdata tidak selalu jalan berbarengan karena masih adakesalahan perdata dimana apabila perbuatan salah dari seseorang digugatmaka si tergugat sendiri yang harus membuktikan kerugian yangdideritanya. Bentuk kesalahan perdata, antara lain :(1) Kesalahan perdata terhadap orang, misalnya pemukulan.(2) Kesalahan perdata terhadap tanah misalnya gangguan langsung

terhadap tanah milik orang lain(3) Kesalahan perdata terhadap barang misalnya gangguan terhadap orang

lain secara langsung, tidak sah dan fisik(4) Kesalahan terhadap nama baik (martabat), misalnya pencemaran nama

baik.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk memecahkan

masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang

bersifat ilmiah. Artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut

bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan

dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang

ditimbulkan faktor tersebut.38

38 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, 2004, Metode PenelitianHukum, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, hal. 1.

Page 49: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

34

Soerjono Soekanto menyebutkan,“Penelitian merupakan suatu kegiatan

ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara

metodelogis, sistematis, dan konsisten”. 39 Berikutnya Peter Mahmud Marzuki

mengatakan bahwa “Penelitian Hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas

isu hukum yang timbul. Hasil yang dicapai bukanlah menerima atau menolak

hipotesis yang diajukan, melainkan memberi deskripsi mengenai apa yang

seyogyanya atas isu yang diajukan”.40

Menurut Ronny Hanitijo Soemitro tentang penelitian hukum dikatakan

bahwa penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian hukum normatif dan

penelitian hukum sosiologis atau empiris. Penelitian hukum normatif dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut

juga penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum sosiologis atau empiris

terutama meneliti data primer.41

Untuk mendapatkan hasil yang mempunyai validitas yang tinggi serta

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka diperlukan suatu metode

penelitian yang tepat untuk memberikan pedoman serta arah dalam mempelajari

serta memahami obyek yang diteliti sehingga penelitian akan berjalan dengan baik

39Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, UIPress, Jakarta, hal. 4.

40 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media,Jakarta, hal. 103.

41 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum danYuritmetri,, Graha Indonesia, Jakarta, hal. 9.

Page 50: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

35

dan lancar sesuai dengan rencana yang ditetapkan. 42Metode penelitian adalah

suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

ilmu pengetahuan dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.43

1.6.1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Metode penelitian

normatif adalah penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.44 Penelitian ini dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka dan data-data sekunder atau penelitian kepustakaan.

Dengan demikian semua permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji

berdasarkan sumber hukum kepustakaan undang-undang maupun berdasarkan

pandangan dari pakar hukum.

1.6.2. Jenis pendekatan

Pendekatan terhadap kedua pokok permasalahan dalam penelitian ini

didasarkan pendekatan perundang-undangan khususnya KUHPerdata, UUPA dan

UUJN. Selain itu sebagai pendukung digunakan pendekatan analisis konsep

hukum dan pendekatan kasus yaitu dengan cara melakukan telaah terhadap akta

notaris yang menimbulkan peralihan tanah atas tanah oleh orang asing.

42 Komarudin, 1979, Metode Penelitian Tesis dan Skripsi, AlumniBandung, Bandung, hal. 27.

43 Sutrisno Hadi, 1979, Metode Research, Yayasan Penerbit FakultasPsikologi UGM, Yogyakarta, hal. 4.

44 Johnny Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian HukumNormatif, UMM Press, hal. 57.

Page 51: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

36

1.6.3. Sumber bahan hukum

Sumber bahan hukum pokok dari penelitian ini terdapat beberapa bahn

hukum.Adapun bahan hukum pokok tersebut terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier (sebagai penunjang bahan

hukum primer dan sekunder).45

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat. Dalam

penelitian ini digunakan bahan hukum primer sebagai berikut :

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);

- Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960

Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043;

- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4379;

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 20014 Nomor 3, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5491;

45Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 7.

Page 52: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

37

- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996

Nomor 3643.

- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996

Nomor 3643.

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Dalam bahan hukum sekunder terdapat informasi

atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu buku-buku kepustakaan

mengenai perjanjian, pertanahan, kenotarisan, jurnal hukum, karya tulis ilmiah,

dan beberapa sumber dari internet.

1.6.4 Teknik pengumpulan bahan hukum

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research). Penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

yaitu merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji, serta

mempelajari buku-buku yang relevan dengan obyek yang diteliti, termasuk buku-

buku referensi, makalah, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen serta

sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Page 53: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

38

1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah dikumpulkan tersebut baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif

dan teknik argumentatif. Teknik analisis deskriptif dipergunakan dalam

menganalisa, karena teknik diskriptif adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat

dihindari penggunaannya. Deskriptif berarti menguraikan apa adanya terhadap

suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.

Teknik argumentatif tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena

penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

Dalam pembahasan permasalahan hukum makin banyak argumen makin

menunjukkan kedalaman penalaran hukum. Teknik evaluasi yang dimaksud

adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau

salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi,

pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer

maupun dalam bahan hukum sekunder.

Page 54: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

39

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS DAN PERJANJIAN

2.1 Tinjauan Tentang Notaris

2.1.1 Sejarah notaris

Notaris berasal dari bahasa Romawi yaitu Notarius yang memiliki arti

sebagai juru tulis menulis. Nama Notarius berasal dari kata Nota Literaria yang

artinya tanda tulisan (letter mark) atau karakter yang menyatakan suatu perkataan

yang digunakan untuk menuliskan atau menggambarkan sesuatu. 46 Istilah ini

lambat laun mempunyai arti berbeda dengan semula, diperkirakan pada abad

kedua sesudah Masehi yang disebut dengan nama itu ialah mereka yang

mengadakan pencatatan dengan tulisan cepat.47

Di Italia Utara yang merupakan kota pusat perdagangan, notaris dikenal

dengan sebutan Latijnse Notariaat. Karakteristik ataupun ciri-ciri dari lembaga ini

yang kemudian tercermin dalam diri notaris saat ini yakni :

1. diangkat oleh penguasa umum ;

2. untuk kepentingan masyarakat umum ; dan

3. menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.48

Di Indonesia, notaris sudah dikenal semenjak zaman Belanda ketika

menjajah Indonesia. Dalam perkembangannya hukum Notariat yang diberlakukan

di Belanda selanjutnya menjadi dasar dari peraturan perundang-undangan Notariat

46R. Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia, SuatuPenjelasan, Raja Grafindo Perasada, Jakarta, hal. 12.

47Ibid., hal. 13.48 G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris

Reglement), Erlangga, Jakarta, hal. 3.

39

Page 55: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

40

yang diberlakukan di Indonesia. 49 Pada waktu itu tepatnya pada tanggal 27

Agustus 1620, dibawah Pemerintah Belanda seseorang yang pertama kali diangkat

sebagai notaris adalah Meichior Kerchem. Sesudah pengangkatan yang dilakukan

oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen tersebut kemudian jumlah notaris

dalam Kota Jakarta ditambah, dan berhubung kebutuhan akan jasa notaris itu

sangat dibutuhkan yaitu tidak hanya dalam Kota Jakarta saja melainkan juga di

luar Kota Jakarta maka selanjutnya diangkat notaris-notaris oleh penguasa-

penguasa setempat. Dengan demikian mulailah notaris berkembang di wilayah

Indonesia.50

2.1.2 Notaris sebagai pejabat umum

Menurut Matome M. Ratiba dalam bukunya Convecaying Law for

Paralegals and Law Students menyebutkan : “Notary is a qualified attorneys

which is admitted by the court and is an officer of the court in both his office as

notary and attorney and as notary he enjoys special privileges.”51 Terjemahannya

yaitu notaris adalah pengacara yang berkualifikasi yang diakui oleh pengadilan

dan petugas pengadilan baik di kantor sebagai notaris dan pengacara dan sebagai

notaris ia menikmati hak-hak istimewa. Jabatan notaris hakikatnya ialah sebagai

pejabat umum (privatenotary)yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk

melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan

kepastian hubungan hukum keperdataan, jadi, sepanjang alat bukti otentik tetap

49Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris,Buku I, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 15.

50Ibid.,hal. 1651Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law for Paralegals and Law

Students, bookboon.com, hal. 28.

Page 56: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

41

diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan notaris akan tetap diperlukan

eksistensinya di tengah masyarakat.52Pasal 1 UUJN menyebutkan bahwa, “Notaris

adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.” Dalam

Pasal 1 angka 1 UUJN-P menegaskan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-

Undang lainnya.”

G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian notaris adalah pejabat

umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum

atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta

otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan

grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak

juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Notaris wajib

untuk merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh

menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak

berkepentingan.53

Mendasarkan pada nilai moral dan nilai etik notaris, maka pengembanan

jabatan notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan

52Yanti Jacline Jennifer Tobing, 2010, Pengawasan Majelis PengawasNotaris Dalam Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris (Studi Kasus MPPNomor 10/B/Mj.PPN/2009 Jo Putusan MPW Nomor 131/MPW-Jabar/2008),Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, hal. 12.

53G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 31.

Page 57: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

42

tidak memihak dalam bidang kenotariatan yang pengembanannya dihayati sebagai

panggilan hidup bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia

demi kepentingan umum serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat

manusia pada umumnya dan martabat notaris pada khususnya. 54 Sedangkan

menurut Colenbrunder, notaris adalah pejabat yang berwenang untuk atas

permintaan mereka yang menyuruhnya mencatat semua yang dialami dalam suatu

akta dan menyaksikan (comtuleert) dalam akta tentang keadaan sesuatu barang

yang ditunjukkan kepadanya oleh kliennya.55

Menurut Habib Adjie, notaris merupakan suatu jabatan publik yang

mempunyai karakteristik yaitu sebagai jabatan. UUJN merupakan unifikasi di

bidang pengaturan jabatan notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam

bentuk undang-undang yang mengatur jabatan notaris di Indonesia sehingga

segala hal yang berkaitan dengan jabatan notaris di Indonesia harus mengacu

kepada UUJN. Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh

Negara. Menempatkan notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu bidang

pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan,

fungsi, dan kewenangan tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu

lingkungan pekerjaan tetap.56

54 Herlien Budiono, Notaris dan Kode Etiknya, (Disampaikan padaUpgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, 2007,Medan), hal. 3.

55 Van Voeve, 1998, Engelbrecht De Wetboeken wetten enVeroordeningen, Benevens de Grondwet van de Republiek Indonesie, Ichtiar Baru,Jakarta, hal. 882.

56Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notarissebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, hal 32-34. (selanjutnya ditulisHabib Adjie I)

Page 58: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

43

Pejabat umum yang dimaksudkan disini merupakan jabatan yang terkait

dengan unsur pemerintah yang diemban oleh seseorang yang merupakan pegawai

pemerintah. Tugas dan wewenang terkait jabatannya sebagai pejabat umum ini

merupakan wewenang yang diberikan secara khusus oleh peraturan perundang-

undangan untuk keperluan dan fungsi tertentu. 57 Namun pejabat umum tidak

hanya jabatan notaris saja. Terdapat jabatan lain yang merupakan pejabat umum,

salah satu contohnya adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat

umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak katas tanah atau hak milik Atas Satuan

Rumah Susun.

Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat

umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya yang tidak memihak dan

mandiri (independent), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu

pihak”. Notaris selaku pejabat umum di dalam menjalankan fungsinya

memberikan pelayanan kepada masyarakat antara lain didalam pembuatan akta

autentik bukan merupakan pihak yang berkepentingan. Pada hakekatnya notaris

selaku pejabat umum hanyalah mengkonstatir atau merekam secara tertulis dan

autentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan. Notaris tidak

ada di dalamnya, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang

berkepentingan serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Oleh karena itu,

akta notaris atau akta autentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata benar”

57Ibid, hal. 17.

Page 59: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

44

tetapi yang dijamin oleh akta autentik adalah pihak-pihak “berkata benar” seperti

yang termuat di dalam akta perjanjian mereka.58

Keabsahan jabatan notaris sebagai pejabat umum juga bersumber dari

Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “Suatu akta autentik ialah suatu

akta yang didalam bentuk yang ditentukan undang-undang dibuat oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta

dibuatnya”. Berdasarkan ketentuan ini jelas mempertegas bahwa suatu akta

autentik harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, dan produk hukum

notaris berupa akta autentik adalah merupakan produk pejabat umum.

Akta autentik tidak dapat dilepaskan dengan kekuatan pembuktiannya.

Tujuan para penghadap datang ke hadapan notaris dan meminta menuangkannya

dalam akta autentik baik untuk dibuat oleh notaris atau oleh penghadap adalah

agar perbuatan hukum yang dilakukan mendapatkan kepastian hukum. Para pihak

dapat menjadikan kesepakatan yang telah dituangkan ke dalam akta autentik

sebagai alat bukti yang kuat dan sempurna. Pasal 1870 KUHPerdata mengatur

bahwa akta otentik memberikan kepastian di antara para pihak dan ahli warisnya

atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna

tentang apa yang termuat di dalamnya.

Kekuatan pembuktian sempurna adalah kekuatan pembuktian pada alat

bukti yang menyebabkan nilai pembuktian pada alat bukti yang menyebabkan

nilai pembuktian pada alat bukti tersebut cukup pada dirinya sendiri. Cukup dalam

arti bahwa alat bukti tertentu tidak membutuhkan alat bukti lain untuk

58 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek PertanggungjawabanNotaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 65.

Page 60: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

45

membuktikan suatu peristiwa, hubungan hukum, maupun hak dan kewajiban.

Sebagai contoh, sertipikat tanah sebagai akta otentik memiliki kekuatan

pembuktian sempurna untuk membuktikan hak milik seseorang atas tanah dalam

sertipikat tersebut, tanpa membutuhkan keterangan saksi atau alat bukti lainnya.59

Suatu akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat

untuk dapat dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditanda tangani.60 Dengan

demikian, akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris diharapkan

mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Menurut R.

Soegondo mengemukakan bahwa untuk dapat membuat akta autentik, seseorang

harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang

advokat, meski pun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang

untuk membuat akta autentik, karena itu tidak mempunyai kedudukan sebagai

pejabat umum. Sebaliknya seorang pegawai catatan sipil (Ambtenaarvande

Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta

otentik untuk hal-hal tertentu, misalnya untuk membuat akta kelahiran, akta

perkawinan, akta kematian. Hal tersebut karena pegawai catatan sipil oleh

undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk

membuat akta-akta tersebut.61

59 M.Natsir Asnawi, 2013, Hukum Pembuktian Perkara Perdata diIndonesia, kajian kontekstual mengenai system asas, prinsip, pembebanan danstandar pembuktian, UII Press, Jogyakarta, hal.43.

60 R. Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta,hal.48.

61R. Soegondo,Op.Cit., hal. 43.

Page 61: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

46

Akta autentik yang merupakan produk hukum notaris ini dibedakan

menjadi 2 (dua) jenis akta, yaitu Relaas Acte dan Partij Acte.Kedua akta ini

merupakan akta autentik, namun memiliki perbedaan yaitu :62

1. Relaas Acte atau Berita AcaraMerupakan akta yang dibuat berdasarkan permintaan para pihak, terkaitmencatat dan menuliskan segala sesuatu yang disaksikan, didengar dandialami secara langsung oleh notaris, terkait segala sesuatu yangdisampaikan dan dilakukan para pihak.

2. Partij Acte atau Akta PihakMerupakan akta yang dibuat dihadapan notaris berdasarkan keinginan parapihak yang dinyatakan dan disampaikan serta diterangkan sendiri oleh parapihak yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata yang telah disebutkan diatas, akta

autentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang dan dibuat

oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Akta autentik yang merupakan produk

hukum seorang notaris sebagai pejabat umum memiliki kekuatan pembuktian

yang penuh. Hal ini berdasarkan pada :

1. Kekuatan pembuktian lahir atau diri (Uitwendige Bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta autentik merupakan kemampuan akta itu

sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta autentik. Jika dilihat dari

luar, sebagai akta autentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah

ditentukan mengenai akta autentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada

yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta autentik secara lahiriah.

Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal atau

membantah kebenaran akta autentik tersebut. Parameter untuk menentukan akta

notaris sebagai akta autentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang bersangkutan

62Habib Adjie I, Op.Cit., hal. 45.

Page 62: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

47

baik pada minuta dan salinan, dan adanya awal akta yang dimulai dari judul

sampai dengan akhir akta. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak

memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan

bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta autentik.63

Akta autentik dengan sendirinya mempunyai kekuatan untuk

membuktikan dirinya sendiri sebagai akta autentik berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang memenuhi syarat sebagai akta autentik dan sah

menurut hukum. Berdasarkan hal tersebut maka beban pembuktian terdapat pada

pihak yang membantah atau menyangkal keautentikan atau kebenaran akta

tersebut.

2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht).

Akta notaris merupakan akta otentik yang membuktikan kebenaran yang

tercantum dalam akta tersebut yang dibuat berdasarkan keterangan dan kehendak

para pihak yang dinyatakan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris. Akta

notaris harus dapat menerangkan fakta dan memberi kepastian bahwa memang

benar para pihak telah menghadap dan menuangkan keinginan penghadap sesuai

dengan prosedur pembuatan akta.

Secara formal untuk membuktikan kebenaran tentang kepastian tentang hari,tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak/penghadap,saksi dan notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengaroleh notaris (pada akta pejabat), dan mencatatkan keterangan atau pernyataanpara pihak/penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal yangdipermasalahkan oleh para pihak, maka yang harus dibuktikan dari formalitassuatu akta yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan,tahun, dan pukul (waktu) menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka

63Aditia Warman, 2014, Kedudukan Akte Otentik Sebagai Salah SatuAlat Bukti Ditinjau Dari Sisi Pidana, Refleksi 106 Tahun Ikatan NotarisIndonesia, Badung, hal. 9.

Page 63: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

48

yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikandan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaranpernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapannotaris, dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi dan notaris ataupunprosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.64

3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht).

Secara sederhana dapat dikatakan, akta autentik memiliki kekuatan untuk

memberikan kepastian terhadap isi atau materi aktadan sebagai alat bukti yang sah

secara hukum untuk membuktikan keterlibatan para pihak yang membuat akta

atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada

pembuktian sebaliknya. Menurut Ahmadi Miru, apabila ada yang hendak

membantah kebenaran suatu akta autentik maka pihak yang membantah tersebut

harus membuktikan kepalsuan dari akta itu. Oleh karena itu, pembuktian akta

otentik disebut pembuktian kepalsuan.65

2.1.3 Kewenangan dan kewajiban notaris

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang terkait jabatan sebagai notaris

yang membuat suatu akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna, seorang

notaris harus selalu mengacu pada ketentuan dalam UUJN, UUJN-P dan kode etik

profesi notaris. Dapat dilihat bahwa dalam melaksanakan tugas dan jabatan

notaris, terdapat kewenangan-kewenangan yang melekat pada jabatan notaris

antara lain yang terkait dengan :

64Ibid. hal. 10.65 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, Raja

Grafindo Perkasa, Jakarta, hal. 15.

Page 64: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

49

a. Subjek

Hal ini berkaitan dengan subjek hukum yang berkepentingan terkait akta

yang akan dibuat yaitu orang (baik warga negara Indonesia atau warga negara

asing) atau badan hukum (badan hukum dalam negeri atau badan hukum asing).

Notaris berwenang membuat akta untuk setiap orang namun dengan pembatasan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 UUJN bahwa :

Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri, sendiri, isteri/suamiatau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris,baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunanlurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam gariske samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk dirisendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.

b. Objek

Hal ini berkaitan dengan objek dari pembuatan akta yang menurut

peraturan perundang-undangan jabatan notaris diperbolehkan untuk dibuat oleh

seorang notaris dan merupakan kewenangan notaris. Sepanjang tidak dikecualikan

kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga berwenang membuatnya

disamping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 15 UUJN-P.

c. Waktu

Hal ini berkaitan dengan waktu pembuatan akta. Pembuatan akta yang

merupakan produk hukum notaris, harus dilakukan pada saat menjabat sebagai

notaris aktif, yang berarti tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara

waktu.

Page 65: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

50

d. Tempat

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) menentukan

bahwa tempat kedudukan notaris adalah kabupaten atau kota dan wilayah jabatan

notaris meliputi provinsi. Berdasarkan ketentuan tersebut maka notaris memiliki

kewenangan untuk membuat produk hukumnya hanya pada wilayah jabatannya.

Kewenangan terkait jabatan notaris diberikan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang khusus mengatur mengenai jabatan

notaris. Wewenang yang diperoleh suatu jabatan memiliki beberapa sumber

yaitu:66

1. Atribusi, yaitu pemberian wewenang kepada suatu jabatan berdasarkan suatu

peraturan perundang-undangan.

2. Delegasi, merupakan pengalihan atau pemindahan wewenang yang ada

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Mandat, merupakan pengalihan sementara karena yang bersangkutan

berhalangan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa notaris

sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara atribusi. Wewenang ini

diberikan langsung oleh undang-undang yaitu UUJN dan UUJN-P secara

langsung. Kewenangan notaris terkait jabatannya diatur dalam Pasal 15 UUJN-P.

Aturan ini menegaskan bahwa:

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untukdinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

66Habib Adjie I, Op.Cit.,hal 77.

Page 66: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

51

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskanatau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkanoleh undang-undang.

(2) Notaris berwenang pula:a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalamsurat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. outlmemberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. membuat akta risalah lelang.

Kewenangan notaris yang diatur dalam Pasal 15 UUJN-P tersebut dapat

dibedakan menjadi beberapa kewenangan. Sebagaimana diketahui bahwa

kewenangan notaris merupakan kewenangan atribusi, maka kewenangan tersebut

diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan-

kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan ini yang

menjadi dasar dalam melaksanakan tugas dan jabatan notaris. Kewenangan

tersebut apabila disimpulkan maka menjadi beberapa kewenangan yaitu :67

1. Kewenangan Umum Notaris

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN-P menentukan bahwa kewenangan

notaris adalah membuat akta secara umum. Namun dengan pembatasan, yaitu :

a. Tidak dikecualikan terhadap pejabat lain yang ditetapkan undang-undang.

b. Perbuatan, perjanjian maupun ketetapan yang terkait dengan pembuatanakta harus berdasarkan pada hukum dan kehendak para pihak.

c. Terkait subjek hukum yang berkepentingan dalam akta harusberdasarkan kehendak para pihak.

67Op.Cit.,hal. 78.

Page 67: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

52

2. Kewenangan Khusus Notaris

Terkait dengan wewenang notaris dalam membuat akta terkait tindakan

hukum tertentu. Hal ini berdasarkan pada Pasal 15 ayat (2) UUJN-P seperti yang

telah disebutkan sebelumnya.

3. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian

Merupakan kewenangan lain yang akan ditentukan kemudian berdasarkan

peraturan perundang-undangan dengan pembatasannya. Hal ini berdasarkan Pasal

15 ayat (3) UUJN-P yang menegaskan mengenai wewenang lain (selain ayat (1)

dan (2)) yang akan ditentukan kemudian berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Berikutnya mengenai kewajiban notaris ini diatur secara lengkap dalam

Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUJN-P yang menegaskan bahwa :

(1) Dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban:a. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya

sebagai bagian dari Protokol Notaris;c. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta

berdasarkan Minuta Akta;d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;e. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan

segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuaidengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukanlain;

f. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi bukuyang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlahakta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilidmenjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta,bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

g. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidakditerimanya surat berharga;

h. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutanwaktu pembuatan akta setiap bulan;

Page 68: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

53

i. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h ataudaftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat WasiatDepartemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangkenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiapbulan berikutnya;

j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat padasetiap akhir bulan;

k. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara RepublikIndonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

l. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri olehpaling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itujuga oleh penghadap, saksi, dan notaris;

m.menerima magang calon notaris.(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana yang dimaksud pada

ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan aktainoriginali.

(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.b. Akta penawaran pembayaran tunai.c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat

berharga.d. Akta kuasa.e. Akta keterangan kepemilikan.f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Uraian dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a di atas ada disebutkan bahwa

seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuran

merupakan hal yang penting karena jika seorang notaris bertindak dengan

ketidakjujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan klien bahkan akan

menurunkan ketidakpercayaan klien terhadap notaris tersebut, dan keseksamaan

bertindak merupakan salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan seorang

notaris.68

68Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa,Sukses, Jakarta, hal. 41.

Page 69: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

54

2.1.4 Kode etik profesi notaris

Profesi hukum dituntut untuk memiliki rasa kepekaan atas nilai keadilan

dan kebenaran serta mewujudkan kepastian hukum bagi pencapaian

dan pemeliharaan ketertiban masyarakat. Selain itu, profesi hukum berkewajiban

selalu mengusahakan dengan penuh kesadaran yang bermoral untuk mengetahui

segala aturan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.Secara ilmiah bagi

tegaknya hukum dan keadilan dan terutama diperuntukan bagi mereka yang

membutuhkannya.

Menurut Abdulkadir Muhammad, khusus bagi profesi hukum sebagai

profesi terhormat, terdapat nilai-nilai profesi yang harus ditaati oleh mereka, yaitu

sebagai berikut :69

a. Kejujuran

b. Otentik

c. Bertanggung jawab

d. Kemandirian moral

e. Keberanian moral.

Etika menyentuh unsur paling hakiki dari diri manusia yakni nurani

(soul). Seperti rambu lalu lintas, etika memberi arah kepada seriap manusia untuk

69Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim,Jaksa, Advokat,Notaris, Kurator, dan Pengurus), Citra Aditya Bakti, Bandung,hal.4.

Page 70: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

55

mencapai tujuan yang diinginkannya. Tanpa adanya etika, manusia tidak akan

menjadi mahkluk mulia yang memberi keberkatan pada seluruh alam.70

Moral adalah akhlak, budi pekerti yang berkaitan dengan baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Hati nurani

merupakan kesadaran yang diucapkan manusia dalam menjawab pertanyaan,

apakah sesuatu yang dilakukannya adalah perbuatan baik ataukah tidak baik, etis

ataukah tidak etis. Sedangkan integritas adalah kesadaran atas fungsi yang

diemban manusia di dalam masyarakat tanpa dipengaruhi oleh apapun.71 Integritas

adalah hasil akhir dari pergulatan moral dan hati nurani yang terjadi di dalam diri

seorang notaris sehingga ia secara teguh mampu menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya sebagai pejabat umum yang mengemban sebagian tugas

negara dan berpaku pada hukum yuridis formal yakni UUJN dan kode etik notaris.

Hubungan antara kode etik dengan UUJN terdapat dalam Pasal 4 mengenai

sumpah jabatan. Notaris melalui sumpahnya berjanji untuk menjaga sikap,

tingkah lakunya dan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik

profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawabnya sebagai notaris.

Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh

perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut

“perkumpulan” berdasar keputusan kongres perkumpulan dan atau yang

ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur

70 Evie Murniaty, 2010, Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal TerjadiPelanggaran Kode Etik, Program Studi Magister Kenotariatan Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang, hal. 47.

71 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008, Jati Diri NotarisIndonesia Dulu, Sekarang, Dan Di Masa Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta,hal. 193.

Page 71: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

56

tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua

anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai

notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti,

dan Notaris Pengganti Khusus”. Pengaturan mengenai kode etik notaris

diperlukan sebagai pegangan notaris dalam melaksanakan jabatannya. Sebab

seorang notaris dalam menjalankan jabatannya akan mendapat banyak tantangan

seperti ingin cepat memperoleh uang atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,

hal tersebut akan berpengaruh terhadap setiap akta yang dibuatnya dan juga

berpengaruh terhadap masyarakat yang menggunakan jasa notaris. 72

Notaris berkewajiban untuk mempunyai sikap, perilaku, perbuatan atau

tindakan yang menjaga dan memelihara citra serta wibawa lembaga notariat dan

menjunjung tinggi harkat dan martabat notaris, tidak melakukan yang sebaliknya

sehingga dapat menurunkan citra, wibawa maupun harkat dan martabat notaris.

Seorang notaris yang melakukan profesinya harus berperilaku profesional,

berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat kehormatan notaris dan

berkewajiban menghormati rekan dan saling menjaga dan membela kehormatan

nama baik korps atau organisasi. Sebagai notaris, ia bertanggungjawab terhadap

profesi yang dilakukannya, dalam hal ini kode etik profesi.73 Dalam memberikan

pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada

masyarakat.Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena

72Didi Santoso, 2009, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan AktaYang Memuat Dua Perbuatan Hukum (Analisis Putusan Mahkamah AgungNomor 1440.K/PDT/1996), Program Studi Magister Kenotariatan Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang, hal. 37.

73Ignatius Ridwan Widyadharma, 1994, Hukum Profesi tentang ProfesiHukum, Ananta, Semarang, hal. 133-134.

Page 72: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

57

integritas moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya.

Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-

cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena

sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan

memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan

bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu,

yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-

mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama

manusia. Bertanggung jawab juga berani menanggung segala resiko yang timbul

akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan

dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan

berdosa kepada Tuhan.74

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa sebagai seorang notaris

harus selalu mengacu pada ketentuan dalam peraturan perundangan yaitu UUJN

jo UUJN-P dan Kode Etik Profesi Notaris. Hal ini karena selain jabatan sebagai

pejabat umum, notaris adalah merupakan salah satu profesi hukum sehingga

sangat perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi. Notaris

diharapkan memiliki integritas moral yang mantap, bersikap jujur terhadap klien

maupun diri sendiri, sadar akan batas-batas kewenangannya dan tidak bertindak

semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.75

74Abdulkadir Muhamad, Op.Cit, hal. 60.75Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka

Ilmu, Semarang, hal. 93.

Page 73: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

58

2.2 Tinjauan Tentang Perjanjian

2.2.1 Pengertian perjanjian

Perjanjian dapat dilakukan secara lisan dan dapat dilakukan secara

tertulis.Perjanjian lisan masih sering terjadi di lingkungan masyarakat adat,

sedangkan perjanjian tertulis lazimnya dilakukan masyarakat modern dalam dunia

usaha/bisnis dengan hubungan hukum yang lebih kompleks. Menurut M. Yahya

Harahap, ”Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian : suatu hubungan

hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan

hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada

pihak lain untuk menunaikan prestasi”.76

A.Pitlo (yang dikutip oleh R.Setiwan) memakai istilah perikatan untuk

verbentenisberpendapat : ”Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat

harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu

berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu

prestasi”.77 Selanjutnya Subekti berpendapat : ” Perikatan adalah suatu hubungan

hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak

pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan yang

lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu”.78

Kemudian Sudikno Mertokusumo, mengartikan perjanjian adalah suatu

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat

76M.Yahya Harahap, 1986, Segi–segi Hukum Perjanjian, Cetakan kedua,Alumni, Bandung, hal. 6.

77R. Setiawan, 1999, Pokok–Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin,Bandung, hal. 2.

78 R. Subekti, 1989, Pokok–Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII,Intermasa, Jakarta, hal. 122.

Page 74: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

59

untuk menimbulkan akibat hukum. 79 Sedangkan Wirjono Prodjodikoro,

mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta kekayaan

antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan sesuatu hal atau tidak untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak

lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.80

Berdasarkan beberapa pandangan dari para sarjana tersebut diatas, bahwa

perjanjian adalah suatu peristiwa yang timbul dari suatu hubungan antara dua

orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan suatu hal

dalam lapangan harta kekayaan. Apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan

pengertian yang ditentukan oleh Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata,

mengandung beberapa kelemahan, yakni :81

1. Hanya menyangkut satu pihak saja, hal ini dapat diketahui dari rumusan

”satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih

lainnya”. Dengan kata ”mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak

saja sehingga perumusan itu seharusnya ”saling mengikatkan diri”, jadi ada

kesepakatan/konsensus antara pihak-pihak .

79Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cet.Ketiga, Liberty, Jogyakarta, hal. 97.

80 Wirjono Prodjodikoro, 1985, Hukum Perdata tentang PersetujuanTertentu, Sumur, Bandung, hal. 11.

81 I Wayan Werasmana Sanjaya, 2013, Perjanjian Nominee SebagaiSarana Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing DalamPerspektif Hukum Perjanjian Indonesia, Program Pasca Sarjana UniversitasUdayana, Denpasar, hal. 45-46.

Page 75: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

60

2. Kata ”perbuatan” meliputi juga hal-hal yang tanpa konsensus, sedang

pengertian ”perbuatan” dalam hal ini dimaksudkan juga/termasuk tindakan

melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming), perbuatan melawan

hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus,

sehingga karenanya seharusnya dipakai kata ”persetujuan”.

3. Pengertian ”perjanjian” dalam rumusan pasal tersebut dipandang terlalu luas,

karena meliputi juga melangsungkan perkawinan, perjanjian kawin, dimana

perjanjian-perjanjian tersebut termasuk/diatur dalam lapangan hukum keluarga

sedang yang dimaksud dan yang dikehendaki oleh Buku III KUHPerdata

adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur, yakni perjanjian dalam

lapangan harta kekayaan saja.

Dari pendapat-pendapat sarjana diatas tentang perjanjian dan pengertian

perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata dengan segala

kekurangannya, maka akhirnya dapatlah dikemukakan bahwa perjanjian adalah

suatu hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan antara dua pihak dimana

pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi sedang pihak yang lain (debitur)

berkewajiban untuk memenuhi prestasi dan pada umumnya bertanggungjawab

atas prestasi tersebut. Sedangkan penggunaan istilah perjanjian maupun

persetujuan menurut Abdulkadir Muhamad tidaklah dipermasalahkan, karena

perjanjian yang dimaksud tiada lain adalah persetujuan yang terdapat dalam Pasal

1313 KUHPerdata atau lebih lengkapnya beliau mengatakan : ”Perjanjian adalah

Page 76: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

61

suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri

untuk saling melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.82

2.2.2 Bentuk bentuk perjanjian

Bentuk perjanjian dapat dibagi menjadi empat, yaitu :83

1. Perjanjian

Perjanjian adalah perjanjian yang sepenuhnya tunduk kepada ketentuan

Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Para pihak dalam membuat perjanjian mempunyai kedudukan yang sama

dan atas kehendak bebas membuat perjanjian, dan apa yang dikehendaki

secara sama dan secara terang diketahui oleh kedua belah pihak. Misalnya,

perjanjian jual-beli, perjanjian sewa menyewa, dan lain-lain.

2. Perjanjian baku

Menurut Abdul Kadir Muhammad, istilah perjanjian baku dialih bahasakan

dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract”.

Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau

pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan

pengusaha, yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah meliputi model,

rumusan, dan ukuran.84

82Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung,hal.77.

83I Ketut Artadi, I Dewa Njo.man Rai Asmara Putra, 2010, ImplementasiKetentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, UdayanaUniversity Press, Denpasar, hal. 36.

84Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,Bandung, hal. 87.

Page 77: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

62

Perjanjian baku adalah perjanjian yang klausul-klausulnya telah

ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Perjanjian baku, lebih tepat

disebut kontrak baku, sebab dibuat secara tertulis, disiapkan seragam untuk

banyak orang, lazimnya untuk satu objek perjanjian dan satu prestasi. Pihak yang

menyiapkan kontrak baku, berada di pihak yang kuat (kreditor), menyiapkan

format dan isi kontrak terlebih dahulu, dan pihak lain tinggal menyetujui atau

prestasi yang ditawarkan tersebut. Pihak lain yaitu debitor, umumnya disebut

“Adherent”, ia tidak turut serta dalam menyusun kontrak, ia tidak mempunyai

pilihan. Dalam hal penyusun kontrak (kreditor) mempunyai kedudukan monopoli.

Terserah mau mengikuti atau menolak. Penyusun kontrak bebas dalam membuat

redaksinya, sehingga pihak lawan berada dalam keadaan di bawah kekuasaannya.

3. Perjanjian tersamar (perjanjian kuasi)85

Perjanjian kuasi atau kuasi kontrak (impliedcontract, quasicontract)

adalah suatu perjanjian di mana karena sifat peristiwanya para pihak dianggap

patut mengetahui oleh hukum bahwa sudah terikat kepada suatu perjanjian.

Bentuk perjanjian tersamar ini secara tidak langsung diatur di dalam Pasal 1339

KUHPerdata berbunyi :“suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk hal-hal yang

dengan tegas dinyatakan didalamnya, akan tetapi untuk segala sesuatu yang

menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan atau undang-

undang”.

Perjanjian tersamar ini sering terjadi pada pelayanan umum, misalnya di

rumah sakit, Pasien kecelakaan berat, diantar masuk ke ruang gawat darurat, dan

85I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Op.Cit, hal. 41-42.

Page 78: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

63

dokter langsung memberikan pertolongan untuk menyelamatkan nyawa pasien,

(karena sifat peristiwa, sesuai kebiasaan dan kepatutan) para pihak itu (dokter dan

keluarga pasien) dianggap mengetahui oleh hukum bahwa mereka sudah terikat

kepada suatu perjanjian (yaitu dokter harus sungguh-sungguh memberikan

pertolongan tanpa menunggu kesepakatan pasien, dan pasien yang ditolong juga

wajib membayar jasa dokter walaupun tidak terdapat kesepakatan yang jelas).

Seseorang masuk ke rumah makan, dihidangkan makanan, dan membayar sesuai

tariff, tanpa ada kesepakatan sebelumnya atau tanpa tawar menawar sesudahnya

(para pihak sesuai kebiasaan dan kepatutan) dan oleh hukum dianggap

mengetahui bahwa mereka terikat hak dan kewajiban.

4. Perjanjian Simulasi

Perjanjian simulasi adalah perjanjian di mana para pihak menyatakan

keadaan yang berbeda dengan perjanjian yang diadakan sebelumnya.86 Terdapat

dua macam simulasi :

1) Purwahid Patrik menyebutkan Simulasi mutlak, yaitu bahwa dengan

perjanjian pura-pura itu hubungan hukum antara mereka tidak ada perubahan

apa-apa perjanjian jual beli tetapi tidak akan terjadi perubahan hak milik atas

barang.87 Sedangkan I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra

menyebutkan Perjanjian simulasi absolute, apabila para pihak membuat

perjanjian yang terhadap pihak luar menimbulkan kesan yang berbeda dengan

perjanjian yang oleh para pihak yang secara diam-diam mengingkarinya.

86Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidangKenotariatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal.377.

87Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju,Semarang, hal. 57.

Page 79: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

64

Contoh si A membeli tanah dari si B. namun si A kemudian membuat

perjanjian yang isinya pengakuan bahwa tanah itu sebetulnya milik si C

(orang asing). Jadi, B dalam perjanjian sebelumnya memberi kesan kepada

pihak ketiga seakan-akan tanah itu miliknya, kemudian secara diam-diam ia

mengingkarinya dengan membuat perjanjian yang berisi pernyataan dengan

si C (orang asing) bahwa sebetulnya tanah itu milik si C.88

2) Berikutnya yaitu simulasi relatif bahwa dengan perjanjian pura-pura itu ada

terjadi hal lain ; Perjanjian jual beli tetapi yang dimaksud perjanjian hibah

sebenarnya disini tidak terjadi persesuaian antara kehendak dan

pernyataannya.89 Para pihak menghendaki akibat hukumnya, tetapi memakai

bentuk hukum lain. (Perjanjian simulasi relative).90

Perjanjian simulasi terutama perjanjian simulasi absolute tergolong

kepada perjnjian yang causanya tidak halal.Yang dimaksud dengan perjanjian

simulasi yaitu perjanjian dibuat karena sebab yang palsu (Pasal 1335

KUHPerdata), dimana para pihak membuat perjanjian dengan maksud

menyembunyikan tujuan sebenarnya, sehingga perjanjian yang demikian

batal demi hukum (Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Bali

No.34/PDT.G/2002/PN.GIR, tanggal 18 Juli 2002).91

Perjanjian simulasi sepanjang tidak dibatalkan oleh pengadilan

mempunyai kekuatan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1873

KUHPerdata berbunyi : ”Persetujuan-persetujuan lebih lanjut yang dibuat dalam

88I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Loc.Cit.89 Purwahid Patrik, Loc.Cit.90I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Loc.Cit.91Op.Cit, hal. 43.

Page 80: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

65

suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti

antara para pihak yang turut serta ahli warisnya atau orang yang mendapat hak

dari padanya, tetapi tidak berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga”. Misalnya,

dalam contoh di atas perjanjian yang menyatakan bahwa sebetulnya tanah tersebut

milik si C (orang asing), dan perjanjian ini hanya berlaku antara si C dan si B,

maka pihak ketiga bank tidak terikat dengan perjanjian yang dibuat antara si A

dan si C, dalam hal ini bank tetap dianggap sebagai pemegang jaminan yang sah,

dan keberatan si C tidak mempunyai kekuatan hukum.92

2.2.3 Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya suatu perjanjian adalah harus memenuhi seluruh ketentuan

syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Jika salah satu syarat tidak

dipenuhi maka perjanjian itu tidak sah.Hal ini dikarenakan syarat sahnya

perjanjian berlaku secara kumulatif, dan bukan limitatif. Seluruh ketentuan yang

diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian,

yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal

Menurut Mariam Badrulzaman ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata ayat

(1) adalah memberi petunjuk bahwa perjanjian dipengaruhi oleh asas

konsensualisme. Kemudian Pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata mencerminkan

92Op.Cit.

Page 81: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

66

bahwa setiap orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya, artinya

orang yang tidak cakap menurut hukum tidak mempunyai kebebasan untuk

membuat perjanjian. Selanjutnya dalam Pasal 1320 ayat (4) jo. Pasal 1337

KUHPerdata yang dengan jelas menyebutkan bahwa para pihak tidak bebas untuk

mengadakan perjanjian yang menyangkut klausa yang dilarang oleh undang-

undang atau bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Konsekuensi

hukum bila perjanjian dibuat bertentangan dengan kausa tersebut adalah dapat

menjadi penyebab perjanjian bersangkutan tidak sah..93

Perjanjian timbul karena adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Kesepakatan kedua belah pihak tersebut telah memenuhi pada syarat sahnya

perjanjian sebagaimana dimaksud pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:94

a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

(consensus). Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, seia sekata antara

pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat itu. Persetujuan

kehendak itu bersifat bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela

pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun. Sebelum

ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan.

b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).

Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata dikatakan tidak cakap

membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, di bawah

pengampuan dan wanita bersuami. Tapi sebagai perkembangannya wanita

93 Mariam Badrulzaman, 1994, Asas Kebebasan Berkontrak danKaitannya Dengan Perjanjian Baku (Standar), Alumni, Bandung, hal. 43.

94 A. Qiram Syamsuddin Meliala, 2001, Hukum Perjanjian, Liberty,Bandung, hal. 56-58.

Page 82: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

67

yang telah bersuami sudah dianggap cakap dalam melakukan perbuatan

hukum.

c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter). Suatu hal tertentu

merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi

dalam suatu perjanjian, merupakan pokok perjanjian. Prestasi itu harus

tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang

diperjanjikan juga harus jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak

disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan,

gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak,

jika timbul perselisihan dalam melaksanakan perjanjian. Jika prestasi itu

kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap

tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini, maka

perjanjian batal demi hukum (voidnietig).

Ada suatu sebab yang halal (legal cause), artinya, merupakan

sebab dalam arti perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang

akan dicapai oleh pihak-pihak. Undang-undang tidak memperdulikan apa

yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang diperhatikan atau

diawasi oleh undang-undang ialah isi dari perjanjian itu, yang

menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang-

undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan atau tidak.

Page 83: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

68

2.3 Tentang Kebatalan

2.3.1 Pengertian Kebatalan95

Dalam KUHPerdata ada banyak peristilahan menyangkut kebatalan

misalnya :

- Pasal 412 KUHPerdata memakai kata “batal dan tak berdaya”.

- Pasal 879 KUHPerdata memakai kata “batal dan tak berhargalah”.

- Pasal 1335 KUHPerdata memakai kata “tidak mempunyai kekuatan”.

- Pasal 1446 KUHPerdata memakai kata “batal demi hukum dan harus

dinyatakan batal”.

- Pasal 1450 KUHPerdata memakai kata “pembatalan”.

- Pasal 1553 KUHPerdata memakai kata “gugur demi hukum”.

- Pasal 1334, 1554 KUHPerdata memakai kata “tidak diperkenankan”.

- Pasal 1154 memakai kata “tidak diperkenankan” dan “batal”.

Namun demikian, istilah apapun yang dipakai oleh undang-undang

kesemuanya mengandung arti batal (nietig). Kebatalan dapat dibagi dua, yaitu :

1. Melanggar syarat-syarat subjektif sahnya perjanjian (syarat yang ditentukan

dalam Pasal 1320 ayat (1) dan (2) KUHPerdata), mengakibatkan perjanjian

dapat dibatalkan (vernietigbaarheid).

2. Melanggar syarat-syarat objektif sahnya perjanjian (syarat yang ditentukan

dalam Pasal 1320 ayat (3) dan (4) KUHPerdata), mengakibatkan perjanjian

batal demi hukum (nietigbaarheid).

95I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Op.Cit, hal. 61.

Page 84: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

69

Untuk perjanjian yang dapat dibatalkan, amar putusan hakim akan

berbunyi “membatalkan” sifatnya constitutip (membuat hukum). Sedangkan untuk

perjanjian batal demi hukum, amar putusan hakim akan berbunyi : “menyatakan

batal” sifatnya deklaratoir (menunjuk kepada hukum).

2.3.2 Dapat dibatalkan (Vernietigbaarheid)

Perjanjian dapat dibatalkan apabila melanggar syarat subjektif sahnya

perjanjian, yaitu :

1. Melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata (sepakat mereka yang

mengikatkan diri). Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata menyatakan perjanjian

adalah sah apabila di antara para pihak sepakat mengikatkan diri. Tiada

sepakat yang sah (cacat kehendak/wilsgbrek) apabila diberikan karena

kekilapan, paksaan dan penipuan (Pasal 1321 KUHPerdata). Perikatan-

perikatan yang dibuat dengan kekilapan, paksaan dan penipuan menerbitkan

suatu tuntutan untuk membatalkan (Pasal 1449 KUHPerdata).

Dasar Hukumnya :96

a. Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata menentukan Perjanjian sah apabila

sepakat mereka yang mengikatkan diri.

b. Pasal 1321 KUHPerdata menentukan Tiada sepakat yang sah apabila

diberikan karena kekilapan (dwaling), paksaan (dwang) dan penipuan

(bedrog).

96Op.Cit, hal. 63.

Page 85: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

70

c. Pasal 1449 KUHPerdata menentukan : Perikatan-perikatan yang dibuat

dengan kekhilapan, paksaan dan penipuan menerbitkan suatu tuntutan

untuk membatalkan.

d. Pasal 1322 KUHPerdata menentukan Perjanjian batal kalau terjadi

kekhilapan mengenai hakihat barang yang menjadi pokok perjanjian.

2. Melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian, yaitu melanggar Pasal 1320

ayat (2) KUHPerdata (kecakapan membuat perjanjian). Melanggar Pasal 1320

ayat (2) KUHPerdata (cakap bertindak menurut hukum). Pasal 1320 ayat (2)

KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian adalah sah apabila para pihak

cakap dalam membuaut suatu perjanjian. Orang yang belum dewasa adalah

tidak cakap bertindak menurut hukum. Dasar Hukumnya adalah sebagai

berikut :97

a. Pasal 330 jo. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa orang yang

belum dewasa, yaitu apabila belum berumur 21 tahun dan tidak terlebih

dahulu kawin (Pasal 330 KUHPerdata) adalah tidak cakap bertindak

menurut hukum (Pasal 1330 KUHPerdata)

b. Pasal 897 KUHPerdata menentukan bahwa orang yang belum berumur

18 tahun, adalah tidak cakap membuat wasiat.

c. Pasal 6a Pedoman Pengisian Akta Jual Beli Badan Pertanahan Nasional

menentukan bahwa belum dewasa/tidak cakap melakukan perbuatan

pengisian akta jual beli, apabila belum berumur 21 tahun.

97Op.Cit, hal. 64.

Page 86: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

71

d. Pasal 7 UU nomor 1 Tahun 1974 menentukan bahwa belum dewasa/tidak

cakap untuk kawin apabila belum berumur 19 tahun bagi pria dan belum

berumur 16 tahun bagi wanita

e. Pasal 433 jo.Pasal 1330 KUPerdata, menentukan bahwa orang yang berada

di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang selalu ada dalam

keadaan dungu, sakit otak, mata gelap, boros (Pasal 433 KUHPerdata)

adalah tidak cakap membuat perjanjian (Pasal 1330 KUHPerdata)

f. Pasal 1446 KUHPerdata menentukan bahwa semua perikatan yang dibuat

oleh orang yang belum dewasa dan orang yang berada di bawah

pengampuan harus dinyatakan batal.

2.3.3 Batal demi hukum (Neitigbaarheid)

Perjanjian batal demi hukum apabila perjanjian itu melanggar syarat-

syarat obyektif sahnya suatu perjanjian, yaitu :

1. Melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (3) KUHPerdata (suatu hal tertentu).

Suatu hal tertentu yang dimaksudkan adalah bahwa obyek perjanjian

tersebut haruslah tertentu, dapat ditentukan yaitu suatu barang yang dapat

diperdagangkan, dan dapat ditentukan jenisnya jelas, tidak kabur.

Dasar hukumnya :98

- Pasal 1332 KUHPerdata berbunyi “hanya barang-barang yang dpaat

diperdagangkan saja dapat menjadi pokok perjanjian”.

Dengan demikian, perjanjian perdagangan orang, perjanjian yang

menjadikan orang sebagai objek adalah batal demi hukum.

98Op.Cit, hal. 67.

Page 87: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

72

- Pasal 1333 KUHPerdata berbunyi “suatu perjanjian harus mempunyai

sebagai pokok suatu barang yang palinh sedikit ditentukan jenisnya”.

Dengan demikian, perjanjian yang tidak menentukan jumlah barang, atau

kalau barang tidak bergerak (tanah), tidak menentukan lokasinya, luasnya,

batas-batasnya, adalah batal demi hukum.

2. Melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata (suatu sebab yang

halal).

Suatu sebab yang halal apabila perjanjian itu dibuat berdasarkan kepada

sebab yang sah dan dibenarkan oleh undang-undang, dan tidak melanggar

ketentuan tentang isi dari perjanjian, misalnya :

- Dilarang mencantumkan dalam suatu perjanjian suatu syarat yang tidak

mungkin dilaksanakan (Pasal 1254 KUHPerdata)

- Dilarang membuat perjanjian tanpa sebab, sebab yang palsu, melanggar

Undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan

ketertiban umum (Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata)

Pasal 1254 KUHPerdata berbunyi “semua syarat yang bertujuan untuk

melaksanakan suatu yang tidak mungkin terlaksana, bertentangan dengan

kesusilaan baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah batal,

bahwa perjanjian yang digantungkan padanya tak berdaya”. Pasal ini menekankan

kepada “syarat yang tidak mungkin dilaksanakan”, sedangkan sebab bertentangan

dengan kesusilaan, bertentangan dengan undang-undang dan bertentangan dengan

ketertiban umum sudah diatur dalam Pasal 1335 KUHPerdata yang digolongkan

sebagai sebab terlarang sebagaimana dijelaskan oleh Pasal 1337 KUHPerdata

Page 88: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

73

berbunyi “suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-

undang atau sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban

umum”. Contohnya adalah sebagai berikut :

- Pasal 1335 KUHPerdata tentang perjanjian dibuat karena sebab yang

palsu, misalnya si A berjanji untuk membayar utang kepada si B, padahal

ia tidak pernah meminjam uang kepada si B, melainkan ia meminjam

uang kepada si C. Perjanjian Simulasi (Pasal 1837 KUHPerdata) dalam

praktik pengadilan lazim digolongkan kepada perjanjian yang dibuat

karena sebab yang palsu.99

- Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata, suatu perjanjian melanggar

undang-undang, misalnya A membeli tanah Hak Milik dari si B namun si

A kemudian membuat perjanjian yang isinya pengakuan bahwa tanah itu

sebetulnya milik si C (orang asing) yang menurut hukum tidak memenuhi

syarat sebagai pemegang Hak Milik. Jadi, B dalam perjanjian sebelumnya

memberi kesan kepada pihak ketiga seakan-akan tanah itu miliknya,

kemudian secara diam-diam ia mengingkarinya dengan membuat

perjanjian yang berisi pernyataan dengan si C (orang asing) bahwa

sebetulnya tanah itu milik si C (orang asing).100

- Pasal 1335 jo.Pasal 1337 KUHPerdata, suatu perjanjian melanggar

kesusilaan yang baik. Suatu perjanjian melanggar kesusilaan yang baik,

apabila perjanjian itu bertentangan dengan penghargaan terhadap martabat

manusia misal : Perjanjian yang menjadikan orang sebagai objek, seperti

99Op.Cit, hal. 69.100Op.Cit, hal. 42.

Page 89: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

74

perjanjian pembagian anak di antara suami istri, perjanjian jual beli anak,

perjanjian perdagangan perempuan, perjanjian jual beli organ tubuh.

- Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata, suatu perjanjian melanggar

ketertiban umum. Suatu perjanjian melanggar ketertiban umum adalah

perjanjian yang bertentangan dengan asas-asas pokok fundamental dari

tatanan masyarakat yang tertib.

Page 90: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

75

BAB III

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

PERJANJIAN NOMINEE

3.1.Tanggung Jawab Notaris Menurut Undang-Undnag Jabatan Notaris

Tanggung jawab notaris sebagai profesi dan sebagai suatu jabatan lahir

dari adanya kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan

kewenangan tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak notaris

mengucapkan sumpah jabatannya sebagai notaris. Sumpah yang telah diucapkan

tersebutlah yang seharusnya mengontrol segala tindakan notaris dalam

menjalankan jabatannya.

Agar dapat menjalankan tugas profesi dan jabatannya secara profesional

dan tanpa cela dari masyarakat maka moral dan hukum bagi seorang notaris

adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Profesi notaris yang juga selaku

pejabat umum wajib berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjaannya harus

berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya sendiri, tidak

bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang Etika

profesi notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran berkewajiban

untuk menjunjung tinggi Etika profesi, menciptakan idealisme dalam

mempraktikan profesi, yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi

kepada sesama.

Mendasarkan pada nilai moral dan nilai etika notaris, maka pengembanan

jabatan notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan

75

Page 91: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

76

tidak memihak dalam bidang kenotariatan. Notaris dalam pengembanannya

dihayati sebagai panggilan hidup bersumber pada semangat pengabdian terhadap

sesama manusia demi kepentingan umum serta berakar dalam penghormatan

terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat notaris pada

khususnya.101

Menurut Matome M. Ratiba dalam bukunya Convecaying Law for

Paralegals and Law Students menyebutkan : “Notary is a qualified attorneys

which is admitted by the court and is an officer of the court in both his office as

notary and attorney and as notary he enjoys special privileges.” 102

Terjemahannya yaitu notaris adalah pengacara yang berkualifikasi yang diakui

oleh pengadilan dan petugas pengadilan baik di kantor sebagai notaris dan

pengacara dan sebagai notaris ia menikmati hak-hak istimewa.

Jabatan notaris hakikatnya ialah sebagai pejabat umum (privatenotary).

Sebagai pejabat notaris yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk

melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti autentik yang memberikan

kepastian hubungan hukum keperdataan. Jadi, sepanjang alat bukti autentik tetap

diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan notaris akan tetap diperlukan

eksistensinya di tengah masyarakat.103

101 Herlien Budiono, Notaris dan Kode Etiknya, (Disampaikan padaUpgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, 2007,Medan), hal. 3.

102Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law for Paralegals and LawStudents, bookboon.com, hal. 28.

103Yanti Jacline Jennifer Tobing, 2010, Pengawasan Majelis PengawasNotaris Dalam Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris (Studi Kasus MPPNomor 10/B/Mj.PPN/2009 Jo Putusan MPW Nomor 131/MPW-Jabar/2008),Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, hal. 12.

Page 92: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

77

Notaris adalah pengemban profesi luhur yang memilki 4 (empat) ciri-ciri

pokok. Pertama, bekerja secara bertanggung jawab, dapat dilihat dari mutu dan

dampak pekerjaan. Kedua, menciptakan keadilan, dalam arti tidak memihak dan

bekerja dengan tidak melanggar hak pihak manapun. Ketiga, bekerja tanpa pamrih

demi kepentingan klien dengan mengalahkan kepentingan pribadi atau keluarga.

Keempat, selalu memperhatikan cita-cita luhur profesi notaris dengan menjunjung

tinggi harkat dan martabat sesama anggota profesi dan organisasi profesinya.

Pekerjaan yang dapat dipertanggungjawabkan atas profesi notaris

memerlukan bakat dan kemampuan. Untuk itu notaris dituntut untuk membekali

diri dengan memiliki kualitas standar pendidikan yang memuaskan, mempunyai

kewenangan bertindak secara bebas dan mampu mengendalikan diri. Maka

pekerjaan notaris merupakan suatu profesionalitas yaitu dituntut untuk selalu

bertindak secara profesional.

Raden Soegondo Notodisoerjo menyatakan tentang apa yang dapat

dipertanggungjawabkan oleh notaris yaitu apabila penipuan atau tipu muslihat itu

bersumber dari notaris sendiri. Hal tersebut dapat terjadi apabila seorang notaris

dalam suatu transaksi peralihan hak misalnya dalam akta jual beli dengan sengaja

mencantumkan harga yang lebih rendah dari harga yang sesungguhnya. 104

Tanggung jawab notaris terbagi menjadi empat macam, yaitu :105

1. tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap

akat yang dibuatnya;

104Raden Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesiasuatu Penjelasan, cetakan kedua, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.229.

105Diakses dari http://wardanirizki.blogspot.com/2013/10/tanggung-jawab-notaris-ditinjau-dari.html. Pada Hari Sabtu, tanggal 6 September 2014.

Page 93: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

78

2. tanggungjawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta

yang dibuatnya;

3. tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap

kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

Kode Etik Notaris.

Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang

diharapkan bahkan dituntut kepada notaris dalam menjalankan tugas jabatannya,

yaitu :106

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya

akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak

yang berkepentingan karena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang

dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang

berkepentingan dalam arti yang sebenarnya. Notaris harus menjelaskan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur

akta yang dibuatnya itu.

c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu

mempunyai kekuatan bukti sempurna.

Seorang notaris dapat bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan notaris

tersebut bersalah. Kemampuan bertanggung jawab merupakan keadaan normalitas

106Ahmadi Miru, Op.Cit.,hal. 49.

Page 94: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

79

psikis dan kematangan atau kecerdasan seseorang yang membawa kepada 3 (tiga)

kemampuan yaitu :

1. Mampu untuk mengerti nilai dan akibat-akibatnya sendiri ;

2. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan

masyarakat tidak diperbolehkan ;

3. Mampu untuk menentukan niat dalam melakukan perbuatan itu.107

Pemasalahan pertama menyangkut apakah notaris dalam hal membuat akta

autentik mengerti benar akan nilai dan akibat-akibat dari pembuatan akta tersebut

sebelum akhirnya akta tersebut dinyatakan cacat hukum. Dalam praktek lebih

banyak ditemui seorang notaris yang akan membuat akta cenderung menganggap

akta yang dibuatnya sudah sah apabila para pihak telah sepakat, dan masing-

masing pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Namun sering tidak

diperhatikan terhadap obyek dan causa yang diperbolehkan. Hal ini selaras dengan

pendapat Koeswadji, bahwa akibat suatu kesalahan dalam menjalankan tugas

jabatannya, notaris dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan

(onvoldoendekennis), kekurangan pengalaman (onvoldoendeervaring) dan

kekurangan pengertian (onvoldoendeinzicht).108

Kehadiran jabatan notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud

untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

yang bersifat autentik mengenai peristiwa dan perbuatan hukum. Jika melihat hal

ini sudah seharusnya mereka yang diangkat sebagai notaris mempunyai semangat

107Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit., hal.8.108 Koeswadji, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum,

Center of Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, hal. 98.

Page 95: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

80

untuk melayani masyarakat dalam memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum melalui akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapannya.

Pentingnya peranan notaris dalam membantu menciptakan kepastian dan

perlindungan hukum bagi masyarakat, lebih bersifat preventif, atau bersifat

pencegahan terjadinya masalah hukum. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

penerbitan akta autentik yang dibuat di hadapannya terkait dengan status hukum,

hak dan kewajiban seseorang dalam hukum berfungsi sebagai alat bukti yang

paling sempurna di pengadilan dalam hal terjadi sengketa antara para pihak

dan/atau penerima hak dari padanya mengenai hak dan kewajiban yang terkait.

Tanggung jawab profesi notaris lahir dari adanya kewajiban dan

kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan tersebut

secara sah dan terikat mulai berlaku sejak notaris mengucapkan sumpah

jabatannya sebagai notaris. Sumpah yang telah diucapkan tersebutlah yang

seharusnya mengontrol segala tindakan notaris dalam menjalankan jabatannya.

Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum

memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya yang tidak memihak dan mandiri

(independent), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu pihak”.

Notaris selaku pejabat umum di dalam menjalankan fungsinya memberikan

pelayanan kepada masyarakat antara lain didalam pembuatan akta autentik bukan

merupakan pihak yang berkepentingan. Pada hakekatnya notaris selaku pejabat

umum hanyalah mengkonstatir atau merekam secara tertulis dan autentik dari

perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan. notaris tidak ada di

dalamnya, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang

Page 96: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

81

berkepentingan serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Oleh karena itu,

akta notaris atau akta autentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata benar”

tetapi yang dijamin oleh akta autentik adalah pihak-pihak “berkata benar” seperti

yang termuat di dalam akta perjanjian mereka.109 Dengan kata lain, akta notaris

sebagai akta autentik memberi kekuatan hukum atau menjamin kebenaran tentang

memang benar ada pihak-pihak berkata atau menerangkan hal-hal yang diuraikan

dalam akta dan bukan menjamin tentang kebenaran apa yang dikatakan atau

diterangkan oleh pihak-pihak dalam akta.

Landasan filosofis dibentuknya UUJN adalah terwujudnya jaminan

kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran

dan keadilan melalui akta yang dibuat oleh notaris.Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN-

P menyebutkan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris dalam

menjalankan kewenangannya tidak lepas dari tugas dan kewajibannya sebagai

pejabat umum yang diberi kepercayaan oleh masyarakat dalam membuat akta

autentik, dimana akta autentik merupakan alat bukti yang terkuat dan terpenuh,

yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum,

dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.

Kewenangan notaris terkait jabatannya diatur dalam Pasal 15 UUJN-P.

Berdasarkan aturan ini menegaskan bahwa:

109Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek PertanggungjawabanNotaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 65.

Page 97: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

82

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untukdinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatanakta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskanatau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan olehundang-undang.

(2) Notaris berwenang pula:a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yangbersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturangperundang-undangan

Pengaturan dalam UUJN tidak hanya mencakup mengenai kewenangan.

Sebagaimana diatur dalam bab III bagian kedua UUJN-P dalam menjalankan

profesinya seorang notaris memiliki kewajiban-kewajiban. Seorang notaris wajib

bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuran merupakan hal yang

penting karena jika seorang notaris bertindak dengan ketidakjujuran maka akan

banyak kejadian yang merugikan klien bahkan akan menurunkan

ketidakpercayaan klien terhadap notaris tersebut. Keseksamaan bertindak

merupakan salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan seorang

notaris.110Selain itu dalam melaksanakan jabatannya notaris juga berkewajiban

untuk menjaga kerahasiaan klien, membuat dokumen atau akta yang diminta oleh

110Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih AsaSukses, Jakarta, hal. 41.

Page 98: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

83

klien, membuat daftar akta-akta yang dibuatnya, membacakan akta di hadapan

para pihak, dan menerima magang calon notaris di kantornya. Mengenai

kewajiban notaris ini diatur secara lengkap dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan

ayat (3) UUJN-P yang menegaskan bahwa :

(1) Dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban :n. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;o. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya

sebagai bagian dari Protokol Notaris;p. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta

berdasarkan Minuta Akta;q. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang ini, kecuali ada alasanuntuk menolaknya;r. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan

segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuaidengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukanlain;

s. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi bukuyang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlahakta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilidmenjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta,bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

t. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidakditerimanya surat berharga;

u. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutanwaktu pembuatan akta setiap bulan;

v. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h ataudaftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat WasiatDepartemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangkenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiapbulan berikutnya;

w. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat padasetiap akhir bulan;

x. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara RepublikIndonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

y. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh palingsedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga olehpenghadap, saksi, dan notaris;

z. menerima magang calon notaris.

Page 99: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

84

(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta inoriginali.

(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.b. Akta penawaran pembayaran tunai.c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat

berharga.d. Akta kuasa.e. Akta keterangan kepemilikan.f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3.2. Bentuk Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta PerjanjianNominee

Notaris merupakan suatu jabatan publik yang mempunyai karakteristik

yaitu sebagai Jabatan. UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan jabatan

notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang

mengatur jabatan notaris di Indonesia sehingga segala hal yang berkaitan dengan

jabatan notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan notaris

merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.Menempatkan notaris

sebagai pejabat umum merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja

dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan

tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan

tetap.111

Keabsahan jabatan notaris sebagai pejabat umum juga bersumber dari Pasal

1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “Suatu akta autentik ialah suatu akta

yang didalam bentuk yang ditentukan undang-undang dibuat oleh atau dihadapan

111Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notarissebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung. (Selanjutnya ditulis HabibAdjie II), hal 32-34.

Page 100: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

85

Pejabat Umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.

Berdasarkan ketentuan ini jelas mempertegas bahwa suatu akta autentik harus

dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, dan produk hukum notaris berupa akta

autentik adalah merupakan produk pejabat umum.

Akta adalah surat resmi yang sengaja dibuat sejak semula untuk

pembuktian dikemudian hari, yaitu apabila terjadi sengketa dan kemudian sampai

menjadi perkara di Pengadilan diajukan barang bukti dari adanya perbuatan

hukum atau perjanjian. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti yang menyebutkan

bahwa, suatu akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat

untuk dapat dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditanda tangani.112

Akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris diharapkan mampu

menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.Jadi akta autentik

mempunyai fungsi sebagai alat bukti terutama di Pengadilan, yaitu bukti adanya

suatu perbuatan hukum atau perjanjian. Perjanjian sendiri adalah sah apabila telah

memenuhi persyaratan mengenai sahnya perjanjian.

Syarat sahnya suatu perjanjian adalah harus memenuhi seluruh ketentuan

syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Jika salah satu syarat tidak

dipenuhi maka perjanjian itu tidak sah. Hal ini dikarenakan syarat sahnya

perjanjian berlaku secara kumulatif, dan bukan limitatif. Seluruh ketentuan yang

diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian,

yaitu :

112 R.Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta,hal.48.

Page 101: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

86

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal

Keempat syarat ini dapat digolongkan kedalam 2 (dua) syarat, yakni syarat

1 dan 2 adalah merupakan syarat subyektif karena menyangkut subyek/orangnya

dan syarat 3 dan 4 adalah merupakan syarat obyektif karena menyangkut

obyek/bendanya. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syart subyektifnya, maka

perjanjian yang demikian dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar),

sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat obyektif, maka perjanjian itu

batal demi hukum atau batal dengan sendirinya (nietig van rechtswege).

Sebaliknya apabila suatu perjanjian telah memenuhi keempat syarat yang telah

ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian tersebut adalah sah.

Seorang notaris harus mampu menilai bahwa para penghadap/pihak cakap,

yaitu bukan orang-orang yang belum dewasa dan/atau mereka yang tidak sedang

dibawah pengampuan, dan jelas memiliki kewenangannya dalam bertindak, maka

notaris harus mampu melihat maksud dan tujuan penghadap/pihak-pihak tersebut

membuat akta serta perbuatan hukumnya benar atas dasar kesepakatan dan bukan

sesuatu yang dilarang oleh undang-undang, tidak bertentang dengan ketertiban

umum dan kesusilaan. Selain itu, tugas notaris bukan hanya merelatir kehendak

pihak, akan tetapi notaris bertangungjawab dengan menerapkan logika hukum

(kewajaran). Dapat dikatakan disinilah peranan notaris sebagai pejabat umum

diuji, karena peran notaris sebagai jabatan kepercayaan baik kepercayaan dari

Page 102: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

87

pemerintah yang memberikan kewenangan kepada notaris sebagai pejabat

pembuat akta autentik juga kepercayaan para penghadap/pihak-pihak yang secara

mufakat meminta jasa hukum kepadanya, notaris harus menguasai perannya

dengan mampu mengarahkan isi akta agar sesuai dengan kenyataan dan tidak

berbenturan dengan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1337

KUHPerdata yang menyebutkan “Suatu sebab adalah terlarang, apababila dilarang

oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau

ketertiban umum.”

Menurut Andi Prajitno, notaris juga merupakan salah satu penegak hukum

dan penasehat hukum serta salah satu sumber penemu hukum atau disebut juga

sebagai seorang yurist, bukan hanya mengesahkan atau men-stempel akta

perjanjian tetapi ikut ambil bagian memenuhi dan merelatir kehendak pihak-pihak

yang memerlukan dan mengatur agar tidak melanggar/bertentangan dengan

undang-undang. Perlu diingat dan dipahami bahwa mengatur disini maksudnya

adalah notaris tidak boleh membantu pihak atau para pihak mencarikan jalan

keluar atau solusi dalam membuat akta-akta yang kelihatannya tidak melanggar

dengan membuat akta yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Perilaku seperti ini dapat dikatakan sebagai Dader Intelektual.113 Dalam membuat

alat bukti tertulis yang berupa alat bukti autentik, yang dilakukan notaris adalah

merelatir kehendak dari para pihak/penghadap untuk dinyatakan dalam akta yang

dibuat dihadapannya, agar tidak melanggar undang-undang, sekaligus agar

kehendak para pihak terlaksana secara baik dan benar. Dengan merelatir dan

113A.A. Andi Prajitno, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa Dan SiapaNotaris Di Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya,hal.38.

Page 103: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

88

melakukan fungsi sebagai penasehat hukum (legal advisor) tersebut bisa diartikan

notaris tidak pasif atau berperan sebagai dictaphone yang hanya menerima begitu

saja apa yang diminta oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta, tetapi juga

harus berperan aktif dengan membuat penilaian terhadap isi dari akta yang

dimintakan kepadanya dan tidak perlu ragu untuk menyatakan keberatan/menolak

jika pihak yang memintanya tidak sesuai dengan kelayakan maupun undang-

undang. Fungsi keberadaan notaris di dalam memberikan jasanya sekaligus agar

tidak berbenturan maupun melanggar hukum, karena fungsi notaris adalah secara

professional terikat, sejauh kemampuannya untuk mencegah penyalahgunaan dari

ketentuan hukum dan kesempatan yang diberikan oleh hukum.Perlu menjadi

perhatian bahwa notaris bukan merupakan juru tulis kliennya, oleh karena itu

notaris perlu mengkaji apakah yang diminta para klien tidak

melanggar/bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau bahkan telah

terjadi praktek penyelundupan hukum.114

Seorang notaris yang merupakan sebagai profesional hukum, sehingga

masyarakat mempercayakan dan/atau atau memohon bantuan jasanya dalam

bidang hukum pada umumnya dan bidang hukum kenotariatan pada khususnya

sudah pasti seharusnya mengetahui benar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam

UUPA mengenai penguasaan hak milik atas tanah di wilayah Indonesia. Dalam

Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1)UUPA dengan jelas menyebutkan bahwa

hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan

ruang angkasa, serta dengan jelas mengatur bahwa hanya WNI yang dapat

114Ibid., hal.3-4.

Page 104: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

89

mempunyai hak milik. Hal ini kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 26 ayat

(2) UUPA yaitu disebutkan setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian

dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung

atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang

warga Negara disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada

Negara. Selain itu berdasarkan Pasal 21 ayat (3) UUPA apabila orang asing

memperoleh tanah hak milik karena warisan atau akibat percampuran harta, maka

hak milik tersebut wajib dilepaskan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

diperolehnya hak tersebut. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka hak milik

atas tanah tersebut menjadi hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah

Negara.115

Dewasa ini praktek penyelundupan hukum muncul sebagai suatu konsep

baru yang dilahirkan oleh individu tertentu untuk mencapai keinginannya yang

sesungguhnya telah dilarang oleh peraturan perundang-undangan, penyelundupan

hukum dengan akta notarial dianggap sebagai jalan keluar untuk melewati

batasan-batasan dalam beberapa tindakan tertentu yang telah ditetapkan oleh

peraturan perundang-undangan. Salah satu tindakan yang melahirkan konsep baru

sebagai upaya penyelundupan hukum adalah keinginan orang asing untuk

115 Gde Widhi Wiratama, Ida Bagus Rai Djaja, Pengaturan MengenaiPerjanjian Nominee Dan Keabsahannya (Ditinjau Dari Kitab Undang-UndangHukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria), Makalah Hukum Bisnis Fakultas HukumUniversitas Udayana, hal. 3.

Page 105: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

90

memiliki/menguasai hak milik atas tanah di Indonesia dengan instrumen

perjanjian nominee.

Menurut Maria S.W. Sumardjono perjanjian nominee merupakan perjanjian

yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak dapat menjadi subyek

hak milik atas tanah, dalam hal ini yakni orang asing dengan WNI, dengan

maksud agar orang asing tersebut dapat menguasai (memiliki) tanah hak milik

secara de facto, namun secara legal-formal (dejure) tanah hak milik tersebut

diatasnamakan WNI. Dengan perkataan lain, WNI dipinjam namanya bertindak

sebagai Nominee oleh orang asing. 116 Lebih lanjut Maria S.W. Sumardjono

menyebutkan, sehubungan dengan penguasaan hak milik atas tanah oleh warga

negara asing, maka bentuk perjanjian yang dibuat oleh notaris bagi orang asing

dalam peralihan hak milik atas tanah adalah sebagai berikut :117

1. Akta Pengakuan Utang2. Pernyataan bahwa pihak WNI memperoleh fasilitas pinjaman uang dari

orang asing untuk digunakan membangun usaha.3. Pernyataan pihak WNI bahwa tanah hak milik adalah milik pihak orang

asing.4. Kuasa menjual. Pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada

pihak orang asing untuk menjual, melepaskan, atau memindahkan tanahhak milik yang terdaftar atas nama WNI.

5. Kuasa roya. Pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepadapihak orang asing secara khusus mewakili dan bertindak atas nama pihakWNI untuk meroya dan menyelesaikan semua kewajiban utang piutangpihak orang asing.

6. Sewa menyewa tanah. WNI sebagai pihak yang menyewakan tanahmemberikan hak sewa kepada orang asing sebagai penyewa selama

116Maria S.W. Sumardjono, 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga NegaraAsing Melalui Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia(INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Denpasar, hal.2.

117Maria SW. Sumardjono, 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan HakAtas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan HukumAsing, Kompas, Jakarta, hal. 16.

Page 106: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

91

jangka waktu tertentu, misalnya 25 tahun, dapat diperpanjang dan tidakdapat dibatalkan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.

7. Perpanjangan sewa menyewa. Pada saat yang bersamaan denganpembuatan perjanjian sewa menyewa tanah (angka 6), dibuat sekaligusperpanjangan sewa menyewa selama 25 tahun dengan ketentuan yangsama dengan angka 6.

8. Perpanjangan sewa menyewa. Sekali lagi pada saat yang bersamaandengan pembuatan perjanjian sewa menyewa tanah (angka 6 dan 7),dibuat perpanjangan sewa menyewa lagi untuk waktu 25 tahun denganketentuan yang sama dengan angka 6 dan 7.

9. Kuasa. Pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihakorang asing (penerima kusa) untuk mewakili dan bertindak untuk atasnama pihak WNI mengurus segala urusan, memperhatikankepentingannya, dan mewakili hak-hak pemberi kuasa untuk keperluanmenyewakan dan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB),menandatangani surat pemberitahuan pajak dan surat lain yangdiperlukan; menghadap pejabat yang berwenang serta menandatanganisemua dokumen yang diperlukan.

Proses pembuatan akta sebagaimana tersebut di atas merupakan

penyelundupan hukum dan melanggar hukum serta melanggar sumpah jabatan

maupun sumpah pejabat. Permintaan pembuatan akta seperti tersebut, notaris

harus menolak secara tegas karena selain merupakan pelanggaran jabatan, akta

yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya pasti merugikan

pihak lain. Akta sebagaimana dimaksud salah satunya dikenal sebagai Akta

Antidateren, yaitu isi akta ditulis tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Contohnya adalah Akta Pernyataan Pembeli dalam perbuatan hukum jual beli

tanah, dalam hal ini pembeli sebenarnya adalah orang yang menurut undang-

undang tidak diperbolehkan memiliki hak atas tanah tertentu.118

Dapat dilihat bahwa melalui akta-akta tersebut di atas justru seorang notaris

memiliki andil yang sangat besar dalam memberikan peluang kepada orang asing

untuk menguasai tanah hak milik. Padahal seharusnya seorang notaris sebagai

118A.A. Andi Prajitno, Op.Cit, hal. 38-40.

Page 107: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

92

salah satu profesi hukum yang juga dapat bertindak sebagai penegak hukum dan

penasehat hukum, yang sebelum menjalankan jabatannya mengucapkan

sumpah/janji akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-

Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang- undangan lainnya

justru menjadi benteng terakhir dalam menerapkan peraturan-peraturan di bidang

pertanahan khususnya mengenai penguasaan atas tanah hak milik di wilayah

Negara Republik Indonesia. Seorang notaris tidak dapat dibenarkan apabila

berargumentasi bahwa akta-akta tersebut di atas yang dibuat di hadapannya adalah

merupakan sebagai kesepakatan para pihak yang mengacu pada kebebasan

berkontrak.

Mariam Badrulzaman menyebutkan bahwa merujuk pada ketentuan Pasal

1320 KUHPerdata ayat (1) dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak

dibatasi oleh konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan

ini memberi petunjuk bahwa perjanjian dipengaruhi oleh asas konsensualisme.

Selanjutnya Pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata mencerminkan bahwa kebebasan

setiap orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya, artinya orang

yang tidak cakap menurut hukum tidak mempunyai kebebasan untuk membuat

perjanjian. Dalam Pasal 1320 pasal 4 dan Pasal 1337 KUHPerdata yang dengan

jelas menyebutkan bahwa para pihak tidak bebas untuk mengadakan perjanjian

yang menyangkut kausa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan

dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Konsekuensi hukum bila perjanjian

dibuat bertentangan dengan kausa tersebut adalah dapat menjadi penyebab

Page 108: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

93

perjanjian bersangkutan tidak sah.Dengan demikian asas kebebasan berkontrak

tidak berarti bebas tanpa batas, melainkan terbatas oleh tanggung jawab para

pihak, sehingga kebebasan berkontrak sebagai asas diberi sifat “asas kebebasan

berkontrak yang bertanggung jawab”.119

Besarnya tanggung jawab notaris dalam menjalankan profesinya

mengharuskan notaris untuk selalu cermat dan hati-hati dalam setiap tindakannya.

Namun demikian sebagai manusia biasa, tentunya seorang notaris dalam

menjalankan tugas dan jabatannya terkadang tidak luput dari kesalahan baik

karena kesengajaan maupun karena kelalaian yang kemudian dapat merugikan

pihak lain. Dalam penjatuhan sanksi terhadap notaris, ada beberapa syarat yang

harus terpenuhi yaitu perbuatan notaris harus memenuhi rumusan perbuatan itu

dilarang oleh undang-undang, adanya kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan

notaris tersebut serta perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum, baik

formil maupun materiil. Secara formal disini sudah dipenuhi karena sudah

memenuhi rumusan dalam undang-undang, tetapi secara materiil harus diuji

kembali dengan Kode Etik, UUJN dan UUJN-P.

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum. Tugas seorang notaris adalah membuat suatu akta autentik

yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu perbuatan hukum tertentu, dan inti

tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan hukum antara

para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.

119 Mariam Badrulzaman, 1994, Asas Kebebasan Berkontrak danKaitannya Dengan Perjanjian Baku (Standar), Alumni, Bandung, hal. 43.

Page 109: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

94

Menurut Abdul Ghofur, terdapat empat poin mengenai tanggung jawab

notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil :120

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap

akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta

yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN)

terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

Kode Etik Notaris.

Tugas seorang notaris adalah membuat suatu akta otentik yang diinginkan

oleh para pihak untuk suatu perbuatan hukum tertentu. Tanpa adanya suatu

permintaan dari para pihak maka notaris tidak akan membuatkan suatu akta

apapun. Notaris dalam membuat suatu akta harus berdasarkan keterangan atau

pernyataan dari para pihak yang hadir dihadapan notaris, kemudian notaris

menuangkan keterangan-keterangan/penyataan-pernyataan tersebut kedalam

suatuakta, dimana akta tersebut telah memenuhi ketentuan secara ilmiah, formil

dan materiil dalam pembuatan akta autentik. Notaris dalam membuat akta tersebut

harus berpijak pada peraturan hukum atau tata cara prosedur pembuatan akta.

Selain itu notaris juga berperan dalam hal memberikan nasehat hukum yang sesuai

dengan permasalahan yang dihadapi oleh para pihak yang membutuhkan jasa

seorang notaris.

120 Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia: PerspektifHukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 34.

Page 110: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

95

Peran notaris disini hanya mencatat atau menuangkan suatu perbuatan

hukum yang dilakukan oleh para pihak/penghadap ke dalam akta. Notaris hanya

mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan dialaminya dari para

pihak/penghadap tersebut berikut menyesuaikan syarat-syarat formil pembuatan

akta otentik kemudian menuangkannya ke dalam akta. Notaris tidak diwajibkan

untuk menyelidiki kebenaran isi materiil dari akta autentik tersebut.Hal ini

mewajibkan notaris untuk bersikap netral dan tidak memihak serta memberikan

semacam nasihat hukum bagi klien yang meminta petunjuk hukum pada notaris

yang bersangkutan.

Namun notaris dapat juga dipertanggungjawabkan atas kebenaran materiil

suatu akta bila nasihat hukum yang diberikannya ternyata dikemudian hari

merupakan suatu yang keliru, serta apabila dalam pembuatan akta tersebut

ternyata notaris tidak memberikan akses mengenai suatu hukum tertentu yang

berkaitan dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak merasa tertipu

atas ketidaktahuannya. Untuk itu sudah seharusnya seorang notaris memberikan

informasi hukum yang penting yang selayaknya diketahui klien, karena ada hal

lain yang juga harus diperhatikan oleh notaris yaitu yang berkaitan dengan

perlindungan hukum notaris itu sendiri. Dengan adanya ketidakhati-hatian yang

dilakukan notaris, sebenarnya notaris telah membawa dirinya pada suatu

perbuatan yang oleh undang-undang harus dipertanggungjawabkan.

Seorang notaris dapat secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama

dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu

atau menyuruh penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum yang

Page 111: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

96

diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum. Hal ini tentu saja selain

bisa merugikan para pihak (penghadap) juga bisa merugikan notaris itu sendiri

karena dengan melakukan atau membantu atau menyuruh pengadap untuk

melakukan suatu tindakan hukum yang bersifat melanggar hukum maka seorang

notaris tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan

tugas dan jabatannya.

Perjanjian nominee sebagai instrumen hukum bagi orang asing untuk

menguasai hak milik atas tanah di wilayah Indonesia adalah jelas merupakan

sesuatu yang bertentangan undang-undang. Sehingga dengan demikian, seorang

notaris yang mengakomodir pihak-pihak/penghadap dalam pembuatan akta

perjanjian nominee adalah dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan

hukum.

Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta

autentik menimbulkan suatu konsekuensi pertanggungjawaban. Seorang notaris

yang dengan sengaja memberikan nasehat hukum dan melaksanakan pembuatan

perjanjian nominee adalah merupakan perbuatan melawan hukum baik secara aktif

juga secara pasif. Perbuatan hukum notaris secara aktif yaitu karena telah

melaksanakan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak-

pihak/penghadap, dan merupakan perbuatan melawan hukum secara pasif karena

tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan sebagai seorang notaris

sebagai profesional hukum seharusnya menjalankan fungsinya sebagai penasehat

hukum dan memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

Page 112: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

97

UUJN dan UUJN-P mengatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan

tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran/perbuatan melawan hukum,

maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi, berupa sanksi perdata,

administrasi, dan kode etik jabatan notaris. Akibat dari perbuatan melawan hukum

yang menimbulkan kerugian dan menyebabkan akta autentik terdegradasi menjadi

kekuatan pembuktian dibawah tangan dan/atau bahkan terjadi kebatalan demi

hukum akta autentik membawa notaris kedalam pertanggungjawaban berupa

sanksi perdata yaitu penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Selain itu, perbuatan

melawan hukum dengan melaksanakan pembuatan perjanjian nominee maka telah

melanggar kodeetik jabatan notaris sehingga termasuk sebagai perbuatan melawan

hukum dalam ranah administrasi sehingga membawa pertanggungjawaban atas

sanksi berupa teguran, peringatan, skorsing dari keanggotaan Perkumpulan,

pemecatan dari keanggotaan Perkumpulan, dan pemberhentian dengan tidak

hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

Sudah seharusnya seorang notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya

tidak menjadi suatu kegiatan rutin yaitu untuk menuangkan seluruh apa yang

menjadi kehendak para pihak/penghadap kedalam suatu akta autentik yang

dimohonkan dibuat di hadapannya, akan tetapi lebih bertanggungjawab dengan

untuk lebih aktif memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta sehingga memberikan penilaian terhadap isi akta yang dimintakan kepadanya

untuk kemudian tidak perlu ragu menyatakan keberatan/menolak jika sudah jelas

bertentangan dengan suatu peraturan perundangan-undangan. Khususnya dalam

hal akta perjanjian nominee akan lebih tepat apabila seorang notaris memberikan

Page 113: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

98

informasi kepada orang asing sebagai subyek hak atas tanah yang ingin

memiliki/menguasai tanah di wilayah Negara Republik Indonesia sehingga

diperoleh pemahaman yang menyeluruh dan orang asing tidak ragu untuk

membeli tanah hak yaitu Hak Pakai atas tanah sehingga dengan penerapan hukum

yang tepat terlaksana maka tercipta perlindungan hukum serta kepastian hukum

melalui produk hukum akta notaris.

3.2.1 Tanggung Jawab Notaris Dari Segi Hukum Administrasi

Perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta autentik yang

dilakukan oleh notaris juga menyebabkan seorang notaris dijatuhi sanksi

administrasi. Sanksi administrasi berdasarkan UUJN-P disebutkan ada 5 (lima)

jenis sanksi administrasi yang diberikan apabila seorang notaris melanggar

ketentuan UUJN-P yaitu peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian

sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak

hormat. Sanksi-sanksi itu berlaku secara berjenjang mulai dari teguran lisan

sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat.

Sanksi notaris karena melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana

tersebut dalam pasal pasal dalam UUJN-P merupakan sanksi internal yaitu sanksi

terhadap notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya tidak melaksanakan

serangkaian tindakan tertib pelaksanaan tugas dan jabatan kerja notaris yang harus

dilakukan untuk kepentingan notaris sendiri.Sanksi terhadap notaris berupa

pemberhentian sementara dari jabatannya merupakan tahap berikutnya setelah

penjatuhan sanksi teguran lisan dan teguran secara tertulis.

Page 114: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

99

Kedudukan sanksi berupa pemberhentian sementara dari jabatan notaris

atau skorsing merupakan masa menunggu pelaksanaan sanksi paksaan

pemerintah. Sanksi pemberhentian sementara notaris dari jabatannya,

dimaksudkan agar notaris tidak melaksanakan tugas dan jabatannya untuk

sementara waktu, sebelum sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau

pemberhentian tidak hormat dijatuhi kepada notaris. Pemberian sanksi

pemberhentian sementara ini berakhir dalam bentuk pemulihan kepada notaris

untuk menjalankan tugas dan jabatannya kembali atau ditindaklanjuti dengan

sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak hormat.

Sanksi pemberhentian sementara dari jabatan notaris merupakan sanksi

paksaan nyata sedangkan sanksi yang berupa pemberhentian dengan hormat dan

pemberhentian tidak hormat termasuk ke dalam jenis sanksi pencabutan keputusan

yang menguntungkan. Dengan demikian ketentuan pasal-pasal UUJN-P yang

dapat dikategorikan sebagai sanksi administrasi yaitu pemberhentian sementara,

pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat.

Prosedur penjatuhan sanksi administratif dilakukan secara langsung oleh

instansi yang diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tersebut.Penjatuhan

sanksi administrasi adalah sebagai langkah preventif (pengawasan) dan langkah

represif (penerapan sanksi). Langkah preventif dilakukan melalui pemeriksaan

protokol notaris secara berkala dan kemungkinan adanya pelanggaran dalam

pelaksanaan jabatan notaris. Sedangkan langkah represif dilakukan melalui

penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah, berupa teguran lisan dan

teguran tertulis serta berhak mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat

Page 115: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

100

pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan dan

pemberhentian tidak hormat.

3.2.2 Tanggung Jawab Notaris Dari Segi Hukum Perdata

Jabatan notaris hakikatnya ialah sebagai pejabat umum (privatenotary)

yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat

akan alat bukti autentik yang memberikan kepastian hubungan hukum

keperdataan, jadi, sepanjang alat bukti autentik tetap diperlukan oleh sistem

hukum negara maka jabatan notaris akan tetap diperlukan eksistensinya di tengah

masyarakat.121 Sebagai pejabat umum yang memberikan pelayanan hukum kepada

masyarakat secara profesional, notaris wajib untuk patuh dan tunduk kepada

aturan-aturan yang membatasi, mengatur dan juga menuntun perilaku notaris

dalam melaksanakan jabatannya. Hal ini sesuai dengan sumpah/janji jabatan

notaris yang termuat dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN-P bahwa seorang notaris akan

patuh dan setia kepada :

1. Pancasila ;

2. UUD 1945 ;

3. Undang-Undang Jabatan Notaris ;

4. Peraturan perundang-undangan lainnya ;

5. KodeEtik Notaris.

Keabsahan jabatan notaris sebagai pejabat umum juga bersumber dari

Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “Suatu akta autentik ialah suatu

121Yanti Jacline Jennifer Tobing, 2010, Pengawasan Majelis PengawasNotaris Dalam Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris (Studi Kasus MPPNomor 10/B/Mj.PPN/2009 jo. Putusan MPW Nomor 131/MPW-Jabar/2008),Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, hal. 12.

Page 116: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

101

akta yang didalam bentuk yang ditentukan undang-undang dibuat oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta

dibuatnya”. Berdasarkan ketentuan ini jelas mempertegas bahwa suatu akta

autentik harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, dan produk hukum

notaris berupa akta autentik adalah merupakan produk pejabat umum. Dengan

demikian jelas bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab notaris adalah

membuat akta autentik, baik yang ditentukan peraturan perundang-undangan

maupun oleh keinginan orang dan/atau badan hukum tertentu yang

membutuhkannya.

Akta autentik diharapkan memiliki kekuatan alat bukti terkuat dan penuh

sehingga mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam

kehidupan masyarakat. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak

dan kewajiban seseorang/badan hukum sebagai pihak dalam akta dapat

memberikan kepastian hukum sehingga mencegah terjadinya sengketa

dikemudian hari. Dengan katalain, akta autentik yang dibuat oleh notaris

mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sepanjang tidak dapat dibantah

kebenarannya oleh siapa pun, kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat

dibuktikan sebaliknya. Dalam arti bahwa akta yang dibuat oleh notaris tersebut

terbukti mengalami kebohongan atau cacat, sehingga akta tersebut dapat

dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang cacat secara hukum dan menyebabkan

adanya pihak-pihak yang dirugikan.

Akta autentik tidak dapat dilepaskan dengan kekuatan pembuktiannya.

Tujuan para penghadap datang ke hadapan notaris dan meminta menuangkannya

Page 117: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

102

dalam akta autentik baik untuk dibuat oleh notaris atau oleh penghadap adalah

agar perbuatan hukum yang dilakukan mendapatkan kepastian hukum. Para pihak

dapat menjadikan kesepakatan yang telah dituangkan ke dalam akta autentik

sebagai alat bukti yang kuat dan sempurna. Pasal 1870 KUHPerdata mengatur

bahwa akta autentik memberikan kepastian di antara para pihak dan ahli warisnya

atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna

tentang apa yang termuat di dalamnya.

Kekuatan pembuktian sempurna adalah kekuatan pembuktian pada alat

bukti yang menyebabkan nilai pembuktian pada alat bukti yang menyebabkan

nilai pembuktiann pada alat bukti tersebut cukup pada dirinya sendiri. Cukup

dalam arti bahwa alat bukti tertentu tidak membutuhkan alat bukti lain untuk

membuktikan suatu peristiwa, hubungan hukum, maupun hak dan kewajiban.122

Notaris dalam menjalankan jabatan dan profesinya berdasarkan peraturan

perundangan yang berlaku akan menciptakan produk hukum berupa akta notaris

yang merupakan sebagai akta autentik yakni akta yang mempunyai kebenaran

lahir, formil dan materiil sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang penuh

atau sempurna, hingga dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak yang

menyangkalnya. Kekuatan pembuktian lahir atau diri (Uitwendige Bewijskracht)

adalah kemampuan lahiriah akta autentik untuk membuktikan keabsahannya

sebagai akta autentik. Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta autentik serta

sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai akta autentik,

122 M.Natsir Asnawi, 2013, Hukum Pembuktian Perkara Perdata diIndonesia, kajian kontekstual mengenai sistem asas, prinsip, pembebanan danstandar pembuktian, UII Press, Yogyakarta, hal.43.

Page 118: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

103

sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta

tersebut bukan akta autentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada

pada pihak yang menyangkal atau membantah kebenaran akta autentik tersebut.

Parameter untuk menentukan akta notaris sebagai akta autentik, yaitu tanda tangan

dari notaris yang bersangkutan baik pada minuta dan salinan, dan adanya awal

akta (dimulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Jika ada yang menilai bahwa

suatu akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan

wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta autentik.123

Akta autentik dengan sendirinya mempunyai kekuatan untuk membuktikan

dirinya sendiri sebagai akta autentik berdasarkan ketentuan perundang-undangan

yang memenuhi syarat sebagai akta autentik dan sah menurut hukum. Berdasarkan

hal tersebut maka beban pembuktian terdapat pada pihak yang membantah atau

menyangkal keautentikan atau kebenaran akta tersebut. Sedangkan kekuatan

pembuktian formil (formele bewijskracht), akta autentik membuktikan kebenaran

mengenai apa yang tercantum dalam akta merupakan kebenaran berdasarkan

keterangan dan kehendak para pihak yang dinyatakan dihadapan pejabat yang

berwenang.

Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta

tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh

pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan

prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta notaris. Secara formal

123Aditia Warman, 2014, Kedudukan Akte Otentik Sebagai Salah SatuAlat Bukti Ditinjau Dari Sisi Pidana, Refleksi 106 Tahun Ikatan NotarisIndonesia, Badung, hal. 9

Page 119: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

104

untuk membuktikan kebenaran tentang kepastian tentang hari, tanggal, bulan,

tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak/penghadap, saksi dan notaris,

serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh notaris (pada akta

pejabat), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap

(pada akta pihak). Jika aspek formal yang dipermasalahkan oleh para pihak, maka

yang harus dibuktikan dari formalitas suatu akta yaitu harus dapat membuktikan

ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul (waktu) menghadap,

membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan

ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh notaris, juga harus

dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang

diberikan/disampaikan di hadapan notaris, dan ketidakbenaran tandatangan para

pihak, saksi dan notaris ataupun prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.124

Kemudian mengenai kekuatan pembuktian material (materiele

bewijskracht), secara sederhana dapat dikatakan, akta autentik memiliki kekuatan

untuk memberikan kepastian terhadap isi atau materi aktadan sebagai alat bukti

yang sah secara hukum untuk membuktikan keterlibatan para pihak yang

membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali

ada pembuktian sebaliknya. Menurut Ahmadi Miru, apabila ada yang hendak

membantah kebenaran suatu akta autentik maka pihak yang membantah tersebut

harus membuktikan kepalsuan dari akta itu. Oleh karena itu, pembuktian akta

otentik disebut pembuktian kepalsuan.125

124Ibid., hal. 10.125 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, Raja

Grafindo Perkasa, Jakarta, hal. 15.

Page 120: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

105

Akta autentik yang merupakan produk hukum notaris ini dibedakan

menjadi 2 (dua) jenis akta, yaitu Relaas Acte dan Partij Acte. Kedua akta ini

merupakan akta autentik, namun memiliki perbedaan yaitu :126

1. Relaas Acte atau Berita Acara

2. Partij Acte atau Akta Pihak

Akta-akta tersebut dibuat atas dasar permintaan para pihak/penghadap,

tanpa adanya permintaan para pihak, sudah tentu akta tersebut tidak akan dibuat

oleh notaris. Relaas Acte atau Berita Acara merupakan akta yang dibuat

berdasarkan permintaan para pihak, terkait mencatat dan menuliskan segala

sesuatu yang disaksikan, didengar dan dialami secara langsung oleh notaris,

terkait segala sesuatu yang disampaikan dan dilakukan para pihak. Sedangkan

Partij Acte atau Akta Pihak merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris

berdasarkan keinginan para pihak yang dinyatakan dan disampaikan serta

diterangkan sendiri oleh para pihak yang bersangkutan. Pernyataan atau

keterangan para pihak tersebut oleh notaris dituangkan dalam akta notaris.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN, sehubungan dengan pembuatan akta-

akta tersebut notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan ataupun saran-

saran hukum kepada para pihak. Ketika saran-saran tersebut diterima dan disetujui

oleh para pihak kemudian dituangkan kedalam akta, maka saran-saran tersebut

harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Sehingga

dengan demikian sering dianggap bahwa tanggung jawab notaris terkait akta

126 Habib Adjie, 2011, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir TematikTerhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama,Bandung, hal. 46.

Page 121: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

106

autentik yang dibuatnya adalah terbatas pada awal atau kepala akta dan akhir atau

penutup akta. Notaris pada dasarnya tidak bertanggung jawab terhadap isi atau

substansi akta karena substansi suatu akta adalah merupakan kehendak para pihak

yang menghadap kepada notaris.

Sesuai tugasnya, notaris hanya memformulasikan keinginan para

penghadap untuk kemudian dituangkan ke dalam bentuk akta.Tidak ada

kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materiil mengenai hal-hal yang

dikemukakan oleh para penghadap. Akan tetapi tidak bertanggung jawabnya

seorang notaris terhadap isi substansi akta yang merupakan kehendak para pihak

tidak seharusnya diartikan secara mutlak. Artinya meskipun substansi atau materi

akta merupakan keinginan para pihak, dalam memformulasikan keinginan atau

permintaan para penghadap ke dalam bentuk akta tersebut seorang notaris harus

tetap berpijak pada aturan hukum yang berlaku. Saran-saran hukum yang

diberikan kepada para pihak oleh seorang notaris yang merupakan pejabat umum

sekaligus merupakan seorang professional hukum diharapkan memberikan saran-

saran dengan penerapan hukum yang tepat yang dapat dipertanggungjawabkan,

dengan demikian akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris mampu

memberikan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum serta menjadi alat

bukti yang sempurna.

Telah dijelaskan di atas bahwa peran notaris disini hanya mencatat atau

menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak/penghadap

ke dalam akta. Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan

dialaminya dari para pihak/penghadap tersebut berikut menyesuaikan syarat-

Page 122: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

107

syarat formil pembuatan akta otentik kemudian menuangkannya ke dalam akta.

Notaris juga tidak diwajibkan untuk menyelidiki kebenaran isi materiil dari akta

otentik tersebut. Hal ini mewajibkan notaris untuk bersikap netral dan tidak

memihak serta memberikan semacam nasihat hukum bagi klien yang meminta

petunjuk hukum pada notaris yang bersangkutan.

Notaris dapat juga dipertanggungjawabkan atas kebenaran materiil suatu

akta bila penyuluhan hukum yang diberikannya ternyata dikemudian hari

merupakan suatu yang keliru. Apabila dalam pembuatan akta tersebut ternyata

notaris tidak memberikan akses mengenai suatu hukum tertentu yang berkaitan

dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak merasa tertipu atas

ketidaktahuannya. Untuk itulah disarankan bagi notaris untuk memberikan

informasi hukum yang penting yang selayaknya diketahui klien sepanjang yang

berurusan dengan masalah hukum. Lebih lanjut dijelaskan juga bahwa ada hal

lainyang juga harus diperhatikan oleh notaris, yaitu yang berkaitan dengan

perlindungan hukum notaris itu sendiri, dengan adanya ketidakhati-hatian dan

kesungguhan yang dilakukan notaris, sebenarnya notaris telah membawa dirinya

pada suatu perbuatan yang oleh undang-undang harus dipertanggungjawabkan.

Jika suatu kesalahan yang dilakukan oleh notaris dapat dibuktikan, maka notaris

dapat dikenakan sanksi berupa ancaman sebagaimana yang telah ditentukan oleh

undang-undang.

Sanksi merupakan alat pemaksa, selain hukuman, juga untuk menaati

ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian. Sanksi juga diartikan

sebagai alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian. Sanksi

Page 123: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

108

merupakan alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh

penguasa sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan pada norma Hukum

Administrasi. Dengan demikian unsur-unsur sanksi yaitu sebagai alat kekuasaan,

bersifat hukum publik, digunakan oleh penguasa dan sebagai reaksi terhadap

ketidakpatuhan.

Hakekatnya sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk

memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan

yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan

untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan

hukum. Sanksi yang ditujukan terhadap notaris juga merupakan penyadaran,

bahwa notaris dalam melakukan tugas dan jabatannya telah melanggar ketentuan-

ketentuan mengenai pelaksanaan tugas dan jabatan notaris sebagaimana tercantum

dalam UUJN dan UUJN-P, serta untuk mengembalikan tindakan notaris dalam

melaksanakan tugas dan jabatannya untuk tertib sesuai dengan UUJN dan UU

perubahan atas UUJN.

Pemberian sanksi terhadap notaris juga untuk melindungi masyarakat dari

tindakan notaris yang dapat merugikan masyarakat, misalnya membuat akta yang

tidak melindungi hak-hak para pihak. Sanksi tersebut juga untuk menjaga

martabat lembaga notaris sebagai lembaga kepercayaan, karena jika notaris

melakukan pelanggaran, dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap

notaris. Secara individu diberikannya sanksi terhadap notaris merupakan suatu

pertaruhan dari jabatan seorang notaris yang menjalankan tugas dan jabatannya,

Page 124: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

109

apakah dikemudian hari masyarakat masih mau mempercayakan pembuatan akta

terhadap notaris yang bersangkutan atau tidak.UUJN dan UUJN-P yang mengatur

jabatan notaris berisikan ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa atau

merupakan suatu aturan hukum yang imperatif untuk ditegakkan terhadap notaris

yang telah melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas dan jabatannya.

Sanksi yang diberikan yang diberikan terhadap pertanggungjawaban

perdata seorang notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum pembuatan

akta otentik adalah sanksi perdata. Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi

dan bunga merupakan akibat yang akan diterima notaris atas tuntutan para

penghadap yang merasa dirugikan atas pembuatan akta oleh notaris. Penggantian

biaya, ganti rugi atau bunga harus didasarkan pada suatu hubungan hukum antara

notaris dengan para pihak yang menghadap notaris. Jika ada pihak yang merasa

dirugikan sebagai akibat langsung dari suatu akta notaris, maka yang

bersangkutan dapat menuntut secara perdata terhadap notaris.Dengan demikian,

tuntutan penggantian biaya, ganti rugi dan bunga terhadap notaris tidak

berdasarkan atas penilaian atau kedudukan suatu alat bukti yang berubah karena

melanggar ketentuan-ketentuan tertentu, tetapi hanya dapat didasarkan pada

hubungan hukum yang ada atau yang terjadi antara notaris dengan para

penghadap.Pasal 41 UUJN-P menentukan adanya sanksi perdata, jika notaris

melakukan perbuatan melawan hukum atau pelanggaran terhadap Pasal 38, Pasal

39, dan Pasal 40 UUJN-P maka akta notaris hanya akan mempunyai pembuktian

sebagai akta di bawah tangan. Akibat dari akta notaris yang seperti itu, maka

Page 125: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

110

dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut

penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris.

Kedudukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

akta dibawah tangan merupakan nilai dari sebuah pembuktian yang tidak dapat

dituntut dengan ganti rugi dalam bentuk apapun. Demikian juga dengan batalnya

akta demi hukum, jika sudah batal demi hukum maka kekuatan mengikat dalam

akta tersebut akan hilang. Jika demikian bahwa tuntutan biaya, ganti rugi dan

bunga bukan sebagai akibat seperti itu, tapi karena ada hubungan hukum antara

notaris dan para pihak yang menghadap notaris. Hubungan hukum merupakan

suatu hubungan yang akibatnya diatur oleh hukum.

Tuntutan terhadap notaris dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi, dan

bunga sebagai akibat akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

dibawah tangan atau batal demi hukum, berdasarkan adanya hubungan hukum

yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan sebagai perbuatan

melawan hukum dan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidaktepatan dalam

teknik administratif membuat akta berdasarkan UUJN dan UUJN-P serta

penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan

untuk para penghadap, yang tidak didasarkan pada kemampuan menguasai

keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum pada umumnya.

Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang

diharapkan bahkan dituntut kepada notaris dalam menjalankan tugas jabatannya,

yaitu :127

127Ibid., hal. 49.

Page 126: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

111

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya

akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak

yang berkepentingan karena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang

dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang

berkepentingan dalam arti yang sebenarnya. Notaris harus menjelaskan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang

dibuatnya itu.

c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu

mempunyai kekuatan bukti sempurna.

Selain itu dalam memberikan pelayanannya sebagai professional, menurut

Abdulkadir Muhamad seorang notaris bertanggung jawab kepada diri sendiri dan

kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja

karena integritas moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari

kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu

mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati

nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada

masyarakat, artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa

membedakan antara pelayanan bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta

menghasilkan layanan yang bermutu, yang berdampak positif bagi masyarakat.

Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata bermotif mencari keuntungan,

melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. Bertanggung jawab juga

berani menanggung segala resiko yang timbul akibat dari pelayanannya itu.

Page 127: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

112

Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang

membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan berdosa

kepada Tuhan.128

R. Soegondo mengemukakan bahwa untuk dapat membuat akta autentik,

seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia,

seorang advokat, meski pun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak

berwenang untuk membuat akta autentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan

sebagai pejabat umum. Sebaliknya seorang pegawai catatan sipil

(Ambtenaarvande Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak

membuat akta autentik untuk hal-hal tertentu, seperti untuk membuat akta

kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena ia oleh undang-

undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat

akta-akta itu.129

Dapat disimpulkan bahwa seorang notaris sebagai pejabat umum dengan

kewenangan untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

pembuatan akta diharapkan agar selalu tetap berpijak pada aturan hukum yang

berlaku. Saran-saran hukum yang diberikan kepada para pihak oleh seorang

notaris yang juga merupakan seorang professional hukum diharapkan memberikan

nasihat dengan penerapan hukum yang tepat karena notaris harus menjamin

bahwa akta yang dibuat telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah

ditentukan. Kemudian bahwa dengan adanya kewajiban bagi seorang notaris

128 Abdulkadir Muhammad, 2001, Etika Profesi Hukum, Citra AdityaBakti, Bandung, hal. 60.

129 R. Soegondo,Op.Cit., hal. 43.

Page 128: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

113

untuk bertindak jujur, seksama dan tidak memihak, maka dengan kejujuran dan

keseksamaan itu notaris dapat dipercaya dan kepentingan kliennya terlindungi

dengan akta tersebut, serta dengan bersikap netral dan tidak memihak maka

notaris dapat memberikan nasihat hukum yang tepat dengan memberikan

keseimbangan mengenai hak dan kewajiban pihak satu dengan pihak lainnya

dalam akta sehingga memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum bagi

yang bersangkutan juga memberikan perlindungan hukum bagi notaris dari suatu

perbuatan melawan hukum. Karena apabila seorang notaris melakukan perbuatan

melawan hukum maka ia wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan

dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian biaya atau ganti rugi kepada pihak

yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.

3.2.3 Tanggung Jawab Dari Segi Hukum Pidana

Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya tidak diatur

dalam UU Perubahan atas UUJN namun tanggung jawab notaris secara pidana

dikenakan apabila notaris melakukan perbuatan pidana. Notaris bersangkutan

tidak dapat diminta pertanggungjawabannya, karena Notaris hanya mencatat apa

yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta. Keterangan

palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tanggung jawab para

pihak.130 Dengan kata lain, yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris

ialah apabila penipuan atau tipu muslihat itu bersumber dari notaris

130Andi Mamminanga, 2008, Pelaksanaan Kewenangan Majelis PengawasNotaris Daerah dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN,Tesis yang ditulis pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,hal. 32.

Page 129: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

114

sendiri.131UUPerubahan atas UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang

dilakukan oleh notaris terhadap UU Perubahan atas UUJN sanksi tersebut dapat

berupa akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya

mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Tentang perbuatan notaris

melakukan tindak pidana pemalsuan ataumemalsukan akta notaris, UU Perubahan

atas UUJN tidak mengatur secara khusus tentang ketentuan pidana tersebut oleh

karena itu berdasarkan pada asas legalitas yang merupakan prinsip - prinsip

KUHP bahwa:

- Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

- Negara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan;

- Setiap warga negara tanpa kecuali wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan.132

Oleh karena itu demi tegaknya hukum notaris harus tunduk pada ketentuan

pidana sebagaimana di atur dalam KUHP, dan terhadap pelaksanaannya

mengingat notaris melakukan perbuatan dalam kapasitas jabatannya untuk

membedakan dengan perbuatan notaris sebagai subyek hukum orang Pasal 50

KUHP memberikan perlindungan hukum terhadap notaris yang menyebutkan

bahwa : “barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-

131Notodisoerjo, 1982, Hukum Notarial di Indonesia (suatu penjelasan),Rajawali Pers, Jakarta, hal. 229.

132M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan Dan PenerapanKUHAP (Penyidikan Dan Penuntutan), Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,hal. 36.

Page 130: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

115

undang, tidak boleh dihukum”.133 Pengertian penerapan Pasal 50 KUHP terhadap

notaris tidaklah semata-mata melindungi notaris untuk membebaskan adanya

perbuatan pidana yang dilakukannya tetapi mengingat notaris mempunyai

kewenangan sebagaimana diatur dalam UU Perubahan atas UUJN apakah

perbuatan yang telah dilakukannya pada saat membuat akta notaris sudah sesuai

dengan peraturan yang berlaku.134

Membuktikan seorang notaris telah melakukan perbuatan pidana pemalsuan

akta atau membuat akta palsu sebagaimana dimaksud Pasal 263, Pasal 264 dan

Pasal 266 harus berdasarkan penyelidikan dan proses pembuktian yang aturan

hukum dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari notaris itu

sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara

kelembagaan maupun dalam kapasitas notaris sebagai subyek hukum.

Dalam UU Perubahan atas UUJN di atur bahwa ketika notaris dalam

menjalankan jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat

dikenai sanksi atau dijatuhi sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi dan kode

etik, namun tidak mengatur adanya sanksi pidana. Dalam praktek ditemukan

kenyataan bahwa pelanggaran atas sanksi tersebut kemudian dikualifikasikan

sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris. Adapun aspek - aspek

tersebut meliputi :

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap;

b. Para pihak (siapa - orang) yang menghadap pada notaris;

c. Tanda tangan yang menghadap;

133 R. Soesilo, 1993, Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) sertaKomentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, hal. 66.

134Leden Marpaung, Op.Cit, hal. 67.

Page 131: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

116

d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;

e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan

f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta

dikeluarkan.135

Aspek tersebut di atas sangat berkaitan erat dengan perbuatan notaris

melakukan pelanggaran terhadap Pasal 15 UU Perubahan atas UUJN, dimana

muaranya adalah apabila notaris tidak menjalankan ketentuan pasal tersebut akan

menimbulkan terjadinya perbuatan pemalsuan atau memalsukan akta sebagaimana

dimaksud Pasal 263, 264, dan 266 KUHP sehingga dapat menimbulkan kerugian

bagi pihak yang berkepentingan.

Seorang notaris terhadap akta yang dibuat dihadapannya, terhadap aspek -

aspek tersebut di atas akan dapat menimbulkan terjadinya perbuatan pidana

pemalsuan atau memalsukan pada akta notaris apabila dalam kenyataannya

dikaitkan dengan notaris tidak membacakan dan menjelaskan akta dihadapan

penghadap dengan disaksikan oleh saksi bilamana unsur obyektifnya (unsur sifat

perbuatan melawan hukumnya formil) yang disampaikan dalam pasal-pasal

pemalsuan dimaksud, dan unsur subyektif (unsur sifat perbuatan melawan hukum

materiil) yaitu kesalahan dan pertanggungjawaban pidanya dapat dibuktikan.

Sementara itu, pemeriksaan atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris harus

dilakukan pemeriksaan yang holistik-integral dengan melihat aspek lahiriah,

formal dan materiil akta notaris, serta pelaksanaan tugas jabatan notaris terkait

dengan wewenang notaris. Dengan demikian, disamping berpijak pada aturan

135Habib Ajie, Op.Cit, hal. 120-121.

Page 132: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

117

hukum yang mengatur tindakan pelanggaran yang dilakukan notaris juga perlu

dipadukan dengan realitas praktik notaris. Pemeriksaan terhadap notaris kurang

memadai jika dilakukan oleh mereka yang belum mendalami dunia notaris,

artinya mereka yang akan memeriksa notaris harus dapat membuktikan kesalahan

besar yang dilakukan oleh notaris secara intelektual, dalam hal ini kekuatan logika

(hukum) yang diperlukan dalam memeriksa notaris, bukan logika kekuatan

ataupun kekuasaan.

Secara umum perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran

terhadap 2 (dua) norma yaitu :

1. Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggarannya dapat tergolong dalam

kelompok kejahatan penipuan;

2. Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong ke dalam

kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban umum.136

Pada perbuatan pemalsuan yang tergolong dalam kelompok kejahatan

penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas

barang (c.q.surat) seakan - akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya keaslian

atau kebenaran tersebut tidak dimiIiknya.137 Berdasarkan pengertian pemalsuan

tersebut dalam kaitannya dengan Pasal 263, 264, dan 266 KUHP dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Pasal 263 ayat (1) KUHP, mengandung dua jenis perbuatan yang

dilarang yaitu :

136H.A.K.Moch. Anwar, 1989, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II),Jilid I, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 155.

137Ibid.

Page 133: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

118

- membuat surat palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada

keseluruhannya, dimana surat ini ada karena dibuat secara palsu

yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa surat seakan - akan

berasal dari orang lain darlpada penulisnya (pelakunya) dan hal ini

disebut pemalsuan materiil (materiele valsheid), asal surat itu palsu

tetapi surat itu juga mengandung sesuatu yang bukan atau lain

daripada apa yang sebenarnya harus dimuat, hingga surat itu

memuat isi yang tidak benar yang semula tidak ada. Dalam

perbuatan membuat surat palsu terdapat juga pemalsuan intelektuil

(lntelectuele Valsheid), berhubung isinyapun bertentangan dengan

kebenaran. Perbuatan membuat surat palsu dapat mengenai tanda

tangan maupun mengenai isi daripada tulisan atau surat, dimana

perbuatan itu menggambarkan secara palsu bahwa surat itu baik

dari keseluruhan maupun dari hanya tanda tangannya atau isinya

berasal dari seorang yang namanya tercantum dibawah tulisan itu

(Pemalsuan secara materiil).

- Memalsukan surat adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara

melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (tanpa ijin yang

berhak) dalam suatu surat atau tulisan, perubahan mana dapat

mengenai tanda tangannya maupun mengenai isinya, tidak peduli

bahwa ini sebelumnya adalah sesuatu yang tidak benar ataupun

sesuatu yang benar, perubahan isi yang tidak benar menjadi benar

merupakan pemalsuan surat. Perbuatan perubahan itu dapat terdiri

Page 134: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

119

atas : - penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan, -

penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka - penggantian

kalimat, kata, angka, tanggal, dan/atau tanda tangan. Perbuatan

perubahan itu menimbulkan perubahan atas tampaknya maupun

atas isinya serta tujuannya semula. Dengan demikian perbuatan

perubahan itu mengganggu, memperkosa surat atau tulisan asli.

2. Pasal 264 ayat (1) ke 1 KUHP, yaitu : merupakan ketentuan

pemberatan dari Pasal 263 ayat (1) KUHP karena perbuatan pemalsuan

itu dilakukan terhadap akta otentik, dan hal ini menunjukkan seakan -

akan sudah terdapat suatu akta otentik, hingga pemalsuan itu terdiri

hanya atas perbuatan memalsukan surat, sedangkan perbuatan

peniruannya (membuat surat palsu) tidak termasuk di dalamnya. `

3. Pasal 266 ayat (1) KUHP, Orang yang menghadap kepada Pegawai

Negeri memberikan keterangan - keterangan untuk dicantumkan di

dalam akta yang harus dibuat oleh Pegawai Negari itu keterangan -

keterangan mana adalah tidak benar. Pegawai Negeri itu tidak

melakukan pemalsuan dalam pengertian Pasal 263 ayat (1) KUHP.

Perbuatan itu merupakan pemalsuan secara intelektuil, yaitu membuat

surat itu palsu. Dan dalam hal ini tidak terdapat penyertaan (Pasal 55

Ayat (1)). Perbuatan yang dilarang pada pasal ini adalah menyuruh

memasukkan keterangan - keterangan palsu di dalam akta otentik.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan akta otetik palsu adalah isi dari

akta ini tidak berdasarkan pada kebenaran, tetapi bertentangan dengan

Page 135: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

120

kebenaran. Akta ini harus membuktikan suatu peristiwa, peristiwa

mana diterangkan oleh penghadap. Dan peristiwa ini tidak benar,

bertentangan dengan kebenaran karenanya keterangan - keterangannya

itu adalah palsu.138

Berdasarkan pada pengertian pasal pemalsuan tersebut di atas apabila

dikaitkan dengan pelanggaran Pasal 15 UU Perubahan atas UUJN, terhadap

perbuatan notaris tampak pada contoh kasus :

1. Pasal 263 ayat (1 ) KUHP : ” adanya seorang notaris membuat akta dan sudah

dikeluarkan salinannya. Kemudian terjadi sengketa dan dihadapan penyidik

salah satu pihak menyatakan bahwa akta tersebut dibuat oleh asisten notaris.

Selanjutnya oleh asisten notaris akta tersebut dibawa keliling untuk

ditandatangani oleh para pihak dan ketika asisten notaris tidak ketemu dengan

salah satu pihak, maka akta tersebut ditinggal (dititipkan) dan setelah

ditandatangani baru diambil. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik

lebih lanjut temyata minuta dari akta tersebut tidak ada padahal salinan telah

dikeluarkan dan telah ditandatangani oleh notaris bersangkutan”.139

2. Pasal 264 ayat (1) KUHP : ”penghadap datang kepada notaris untuk membuat

akta notaris. Dan ternyata penghadap tersebut menggunakan identitas seperti

Kartu Tanda Penduduk Palsu (KTP palsu). Padahal pada akta partij tersebut

notaris telah mencantumkan kata - kata” Penghadap saya notaris kenal” ketika

perjanjian tersebut dilaksanakan oleh para pihak timbul permasalahan hukum

138Ibid, hal. 189-199.139 Soegeng Santoso, Doddy Radjasa Waluyo, dan Zulkifli Harahap,

Op.Cit, hal. 31.

Page 136: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

121

karena domisili penghadap tersebut dalam pemenuhan kewajiban tidak sesuai

dengan KTP sehingga yang bersangkutan tidak bisa menemukan si pelaku.”140

3. Pasal 266 ayat (1) KUHP : ”Penghadap datang kepada notaris untuk dibuatkan

akta notaris, dan ternyata keterangan penghadap yang telah dituangkan ke

dalam akta ternyata palsu atau seolah - olah keterangan itu sesuai dengan

kebenarannya”.

Memperhatikan contoh permasalahan tersebut sehubungan dengan dengan

adanya pelanggaran Pasal 15 UU Perubahan atas UUJN tentu harus dilihat dari

sisi subyeknya (pelaku) artinya ketika perbuatan notaris dalam membuat akta

otentik tidak melaksanakan ketentuan tersebut tidak otomatis yang bersangkutan

melakukan perbuatan pidana, dan harus dilihat sampai sejauh mana keterlibatan

notaris tersebut dengan melakukan penelitian secara mendalam sehingga timbul

permasalahan hukum akibat akta yang dibuatnya, mengingat perbuatan pidana

merupakan ketentuan yang di atur dalam hukum publik (KUHP) dengan mencari

unsur - unsur kesalahan dan kesengajaan yang bersangkutan.

Hukum Publik (Hukum Pidana) adalah hukum yang mengatur perbuatan-

perbuatan apa yang dilarang dan yang memberikan pidana kepada siapa yang

melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara

ke muka pengadilan.141Dalam teori hukum pidana terdapat suatu pandangan yang

dikenal dengan ajaran feit materiel dalam hal penentuan adanya kesalahan dan

140 Pleter E Latumeten, 2005, Dapatkah Notaris Dipidana, Jika KTPPenghadap Palsu Dan Dalam Akta Tercantum Penghadap Saya Notaris Kenal,Renvoi, Nomor 11.23.II, hal. 26.

141C.S.T., Kansil, Op.Cit, hal. 31.

Page 137: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

122

pertanggungjawaban dilakukan dengan meninjau apakah pembuat memenuhi

seluruh isi rumusan tindak pidana.142

Konsepsi yang menempatkan kesalahan sebagai faktor penentu

pertanggungjawaban pidana, juga dapat ditemukan dalam common law system,

yang memberlakukan maksim Latin : “actus non est reus, nisi mens sit rea” yang

oleh Wilson menafsirkan maksin Latin sebagai : “an act is not criminal in the

absence of a guilty mind” artinya suatu perbuatan tidak dapat dikatakan bersifat

kriminal jika tidak terdapat kehendak jahat di dalamnya. Sedangkan Kadish dan

Paulsen menafsirkan sebagai : “an unwarrantable act without a vicious will is no

crime at all” artinya suatu kelakuan tidak dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan

tanpa kehendak jahat.143 Pada satu sisi, doktrin ini menyebabkan adanya mens rea

merupakan suatu keharusan dalam tindak pidana sedangkan pada sisi lain hal ini

menegaskan bahwa untuk dapat mempertanggungjawabkan seseorang karena

melakukan tindak pidana, sangat ditentukan oleh adanya mens rea pada diri orang

tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut menurut doktrin unsur - unsur perbuatan

pidana (delik) terdiri atas yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. Unsur

subyektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri si pelaku, dalam hal ini

dikenal dengan asas “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan”. Kesalahan

yang dimaksudkan disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh adanya

kesengajaan yang meliputi :

142Chairul Huda, Op.Cit, hal. 3 – 4.143Chairul Huda, Op.Cit, hal. 5.

Page 138: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

123

1. Kesengajaan sebagai maksud yaitu kesengajaan dalam hubungannya dengan

"maksud" adalah merupakan suatu kehendak dan kesengajaan “motif” adalah

merupakan suatu tujuan.

2. Kesengajaan dengan keinsafan pasti yaitu si pelaku mengetahui pasti atau

yakin benar bahwa selain akibat dimaksud, akan terjadi suatu akibat lain. Si

pelaku menyadari bahwa dengan melakukan perbuatan itu, pasti akan timbul

akibat lain.

3. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan adalah seseorang

melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu,

akan tetapi si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang

juga dilarang dan di ancam oleh undang-undang.144

Unsur obyektif yaitu unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas :

1. Perbuatan manusia yang berupa : Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan

positif dan Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif, yaitu

perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.

2. Akibat perbuatan manusia yaitu perbuatan tersebut membahayakan atau

merusak bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan

oleh hukum misalnya nyawa, benda, kemerdekaan.

3. Keadaan - keadaan, yang pada umumnya dibedakan antara lain keadaan pada

saat perbuatan dilakukan, keadaan setelah perbuatan dilakukan.

4. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum sifat dapat dihukum berkenaan

dengan alasan - alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun

144Leden Marpaung, Op.Cit, hal. 15-16.

Page 139: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

124

sifat melawan hukum adalah perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni

berkenaan dengan larangan atau perintah.

Sehubungan dengan itu maka maka dalam hal notaris di duga melakukan

perbuatan pidana pemalsuan akta sebagaimana dimaksud Pasal 263, 264 dan 266

KUHP maka dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Pasal 263 KUHP:

(1). Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang

dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang

atau yang di peruntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan

maksud diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan

maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak di palsu, diancam jika pemakaian

tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan

pidana penjara paling lama enam tahun.

(2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja

memakai surat yang isinya tidak benar atau yang palsu, seolah – olah

benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan

kerugian.145

Adapun unsur- unsur dari pada ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP

a. Unsur obyektif adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat yang dapat

: menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan

145 Dinas Hukum Polri, 1995, Penjabaran Unsur Pasal - Pasal DalamKUHP Dan Delik - Delik Lain Di Luar KUHP, Jakarta, hal. 91 - 92.

Page 140: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

125

pembebasan sesuatu hutang, diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu

hal.

b. Unsur Subyektif dengan maksud : untuk mempergunakan dan memakai surat

itu seolah - olah asli atau tidak palsu, pemakaian atau penggunaan surat itu

dapat menimbulkan kerugian.146

Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka pada waktu memalsukan

surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain

untuk menggunakan surat tersebut seolah-olah asli dan tidak palsu.

Penggunaannya itu harus dapat mendatangkan kerugian, ”dapat” maksudnya tidak

perlu kerugian itu betul - betul sudah ada, baru kemungkinan saja akan adanya

kerugian itu sudah cukup, yang diartikan dengan ”Kerugian”, disini tidak saja

hanya meliputi kerugian materil, akan tetapi juga kerugian dilapangan

kemasyarakatan, kesusilaan, dan kehormatan. Adapun yang dapat di hukum

menurut pasal ini tidak saja, “Memalsukan" surat pada ayat (1) tetapi juga sengaja

mempergunakan surat palsu ayat (2) ‘Sengaja' maksudnya, bahwa orang yang

menggunakan itu harus mengetahui benar - benar bahwa surat yang ia gunakan itu

palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Sudah dianggap sebagai

mempergunakan, misalnya : menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus

mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu ditempat dimana surat

tersebut harus dibutuhkan. Dalam hal menggunakan surat palsu ini pun harus pula

dibuktikan, bahwa orang itu bertindak seolah - olah surat itu asli dan tidak

dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kemgian.

146H.A.K. Moch Anwar, Op.Cit, hal. 181.

Page 141: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

126

2. Pasal 264 ayat(1) KUHP:

(1). Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan

tahun, jika dilakukan terhadap :

1. akta - akta otentik ;

2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya

ataupun dari suatu lembaga umum ;

3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu

perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai ;

4. talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang

diterangkan dalam 2 dan 3 atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai

pengganti surat - surat itu ;

5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

(2). Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja

memakai surat tersebut dalam ayat pertama yang isinya tidak benar atau

yang dipalsu seolah - olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat

itu dapat menimbulkan kerugian.

Unsur pasal tersebut memiliki unsur - unsur yang sama dengan Pasal 263

ayat (1) KUHP, sedangkan perbedaannya terletak pada obyek pemalsuan yang

dalam hubungannya dengan notaris yaitu akta otentik Pasal 264 ayat (1) ke 1 yaitu

perbuatan pemalsuan itu dilakukan terhadap akta otentik Perbuatan yang diancam

hukuman pada pasal ini harus memuat segala elemen - elemen atau syarat – syarat

yang termuat pada Pasal 263 dan selain dari pada itu ditambah dengan syarat,

bahwa surat yang dipalsukan itu terdiri dari surat autentik, surat - surat mana

Page 142: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

127

karena bersifat umum dan harus tetap mendapat kepercayaan dari umum. Akta

otentik menurut ketentuan tersebut adalah akte yang dibuat dihadapan seorang

pegawai - pegawai umum yang berhak untuk itu, biasanya notaris.

3. Pasal 266 ayat (1) KUHP:

(1) Barang siapa menyuruh masukkan keterangan palsu kedalam suatu akta

otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh

akta itu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai

akta itu seolah - olah keterangannya sesuai dengan kebenarannya, diancam

jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian dengan pidana penjara

paling Iama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai

akta tersebut solah - olah isinya sesuai dengan kebenaran jika karena

pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Unsur - unsur Ketentuan Pasal 266 KUHP tersebut meliputi :

a. Unsur obyektif adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat yang dapat

: menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan

pembebasan sesuatu hutang, diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu

hal.

b. Unsur Subyektif dengan maksud : untuk mempergunakan dan memakai surat

itu seolah-olah asli atau tidak palsu, pemakaian atau penggunaan surat itu

dapat menimbulkan kerugian.

Yang dapat dihukum menurut pasal ini misalnya orang yang memberikan

keterangan tidak benar kepada Burgerlijke Stand untuk dimasukkan ke dalam

Page 143: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

128

akta kelahiran yang harus dibuat oleh pegawai tersebut, dengan maksud untuk

mempergunakan atau menyuruh orang lain mempergunakan akta itu seolah-olah

keterangan yang termuat didalamnya itu benar. Yang diancam hukuman tidak

hanya orang yang memberikan keterangan tidak benar, akan tetapi juga orang

yang dengan sengaja menggunakan surat (akte) yang memuat keterangan tidak

benar itu. Kedua hal tersebut harus senantiasa dibuktikan bahwa orang itu

bertindak seakan-akan isi surat itu benar dan perbuatan itu dapat mendatangkan

kerugian.147

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka notaris diduga dengan kualifikasi

membuat surat palsu atau memalsukan surat yang seolah - olah surat tersebut asli

dan tidak dipalsukan sebagaimana dimaksud Pasal 263 ayat (1) KUHP,

melakukan pemalsuan surat, dan pemalsuan tersebut telah dilakukan di dala akta

otentik sebagaimana dimaksud Pasal 264 ayat (1) ke 1 KUHP, serta menempatkan

keterangan palsu di dalam akta otentik sebagaimana dimaksud Pasal 266 ayat (1)

KUHP, merupakan akibat dari pada bentuk penyalahgunaan jabatan atas

pelanggaran Pasal 15 UU Perubahan atas UUJN. Meskipun demikian tidak serta

merta mengakibatkan notaris melakukan perbuatan pidana tersebut karena harus

melalui proses pembuktian terhadap subyeknya yaitu apakah unsur subyektif

perbuatan melawan hukum formil dan unsur obyektif perbuatan melawan hukum

materiil telah dapat dibuktikan.

Penjatuhan sanksi pidana terhadap notaris dapat dilakukan sepanjang

batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya di samping memenuhi

147R. Soesilo, Op.Cit, hal. 197-198.

Page 144: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

129

rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UU Perubahan atas UUJN dan kode

etik jabatan notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam

KUHP.Apabila tindakan pelanggaran atau perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi jika ternyata

berdasarkan UU Perubahan atas UUJN suatu pelanggaran. Maka notaris yang

bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena ukuran untuk menilai

sebuah akta harus didasarkan pada UU Perubahan atas UUJN dan kode etik

jabatan notaris.

3.2.4 Tanggung Jawab Notaris Dari Segi Kode Etik Notaris

Notaris merupakan profesi terhormat (officium nobile), yang dalam

menjalankan profesinya bersifat mandiri, jujur dan bertanggung jawab. Untuk itu

dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang notaris harus berpegang teguh

kepada kodeetik notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat profesionalismenya

akan hilang sama sekali. Seorang notaris dalam menjalankan profesinya harus

berperilaku profesional, berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat

kehormatan notaris serta berkewajiban menghormati rekan dan saling menjaga

dan membela kehormatan nama baik korps atau organisasi. Sebagai profesi

notaris, ia bertanggungjawab terhadap profesi yang dilakukannya, dalam hal ini

kodeetik profesi.148

Profesi notaris merupakan profesi yang berkaitan dengan individu,

organisasi profesi, masyarakat pada umumnya dan Negara. Tindakan notaris

148Ignatius Ridwan Widyadharma, 1994, Hukum Profesi tentang ProfesiHukum, Ananta, Semarang, hal. 133-134.

Page 145: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

130

akanberkaitan dengan elemen-elemen tersebut oleh karenanya suatu tindakan

yang keliru dari notaris dalam menjalankan pekerjaannya tidak hanya akan

merugikan notaris itu sendiri saja namun dapat juga merugikan organisasi profesi,

masyarakat dan Negara. Hubungan profesi notaris dengan masyarakat dan Negara

telah diatur dalam UUJN berikut peraturan perundang-undangan

lainnya.Sementara hubungan profesi notaris dengan organisasi profesi notaris

diatur melalui kodeetik notaris.

Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 Tentang Kenotarisan, organisasi

notaris satu-satunya yang diakui oleh pemerintah adalah Ikatan Notaris Indonesia

(selanjutnya disebut INI). Kemudian, Kode Etik Notaris yang berlaku saat ini

adalah Kode Etik notaris berdasarkan Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal

27 Januari 2005 di Bandung (KodeEtik Notaris). Dalam Pasal 1 angka 2 KodeEtik

Notaris disebutkan bahwa:

Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalahseluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan NotarisIndonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasarkankeputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dandiatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang halitu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semuaanggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatansebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris,Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.

Pelanggaran terkait dengan Kode Etik Notaris adalah perbuatan atau

tindakan yang dilakukan oleh anggota perkumpulan organisasi INI maupun orang

lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris yang melanggar ketentuan

Kode Etik dan/atau disiplin organisasi. Apabila notaris melanggar ketentuan Kode

Page 146: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

131

Etik profesinya tersebut maka notaris itu telah dianggap melakukan perbuatan

melawan hukum dalam ranah Hukum Administrasi.Terkait dengan sanksi sebagai

bentuk upaya penegakan Kode Etik Notaris atas pelanggaran Kode Etik

didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya

dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin notaris. INI dalam upaya untuk menjaga

kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris, mempunyai Kode Etik

Notaris yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib

ditaati oleh setiap anggota INI Dewan Kehormatan merupakan organ

perlengkapan INI yang terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dari anggota INI

dan werda notaris, yang berdedikasi tinggi dan loyal terhadap perkumpulan,

berkepribadian baik, arif dan bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi

anggota dan diangkat oleh kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa

jabatan kepengurusan.

Dewan Kehormatan berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran

terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan

kewenangannya dan bertugas untuk melakukan pembinaan, bimbingan,

pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik,

memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode

Etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai masyarakat secara

Iangsung memberikan saran dan pendapat kepada majelis pengawas atas dugaan

pelanggaran Kode Etik dan jabatan notaris.

Kewenangan pengawasan pelaksanaan dan penindakan Kode Etik Notaris

ada pada Dewan Kehormatan yang berjenjang mulai dari tingkat daerah, wilayah,

Page 147: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

132

dan pusat. Bagi notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik, Dewan

Kehormatan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas berwenang melakukan

pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan sanksi kepada

pelanggarnya, sanksi yang dikenakan terhadap anggota INI sesuai dengan

ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Kode Etik notaris yaitu :

(1) Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaranKodeEtik dapat berupa :a. Teguran.b. Peringatan.c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan.d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan.e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

(2) Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggotayang melanggar KodeEtik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitaspelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.

Notaris disini sebagai profesi hukum sekaligus sebagai pejabat umum

diberikan kepercayaan yang harus berpegang teguh tidak hanya pada peraturan

perundang-undangan semata namun juga pada Kode Etik profesinya, karena tanpa

adanya Kode Etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang. Notaris

sebagai seseorang pengemban profesi hukum haruslah orang yang dapat

dipercaya penuh, bahwa seorang notaris tidak akan menyalahgunakan situasi yang

ada.

Tugas dan jabatan sebagai seorang notaris haruslah dilakukan secara

bermartabat, dan ia harus mengerahkan segala kemampuan pengetahuan dan

keahlian yang ada padanya. Moral dan hukum merupakan sesuatu hal yang tidak

dipisahkan dalam menjalankan tugas profesinya secara professional.Sudah

seharusnya jika profesi notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga

pekerjaannya harus berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya

Page 148: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

133

sendiri, tidak bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral

penunjang Etika profesi notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya

kesadaran berkewajiban untuk menjunjung tinggi Etika profesi, menciptakan

idealisme dalam mempraktikan profesi, yaitu bekerja bukan untuk mencari

keuntungan, mengabdi kepada sesama. Jadi hubungan Etika dan moral adalah

bahwa Etika sebagai refleksi kritis terhadap masalah moralitas, dan membantu

dalam mencari orientasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada.

Moral adalah akhlak, budi pekerti yang berkaitan dengan baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban.Hati nurani merupakan

kesadaran yang diucapkan manusia dalam menjawab pertanyaan, apakah sesuatu

yang dilakukannya adalah perbuatan baik ataukah tidak baik, etis ataukah tidak

etis.Sedangkan integritas adalah kesadaran atas fungsi yang diemban manusia di

dalam masyarakat tanpa dipengaruhi oleh apapun.149 Integritas adalah hasil akhir

dari pergulatan moral dan hati nurani yang terjadi di dalam diri seorang notaris

sehingga secara teguh mampu menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai

pejabat umum yang mengemban sebagian tugas negara yaitu selain dengan tetap

dan selalu berpegang teguh pada UUJN juga tetap dan selalu berpegang teguh

pada Kode Etik notaris.

Hubungan antara Kode Etik dengan UUJN terdapat dalam Pasal 4 ayat (1)

dan ayat (2) mengenai sumpah jabatan yang tersirat sebagai berikut :

149 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008, Jati Diri NotarisIndonesia Dulu, Sekarang, Dan Di Masa Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta,hal.193.

Page 149: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

134

(1) Sebelum menjalankan jabatannya, notaris wajib mengucapkansumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yangditunjuk.

(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagaiberikut : "Saya bersumpah/berjanji : Bahwa saya akan patuh dan setiakepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undangtentang jabatan notaris serta peraturan perundang- undangan lainnya.Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,saksama, mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjagasikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuaidengan KodeEtik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawabsaya sebagai notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta danketerangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwasaya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsungmaupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernahdan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.

Terdapat korelasi yang sangat kuat antara UUJN dengan Kode Etik profesi.

Kode Etik profesi mengatur notaris secara internal dan UUJN secara eksternal.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar, yaitu akta

yang dibuat itu wajib memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-

pihak yangberkepentingankarena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yangbermutu, yaitu akta yang dibuatnya

itu haruslah sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang

berkepentingan dalam arti yang sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris

harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran

isi dan prosedur akata yang dibuatnya itu.

c. Berdampak positif, artinya yaitu siapapun akan mengakui akta notaris itu

mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.

Page 150: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

135

Notaris dalam menjalankan tugasnya wajib selalu sadar akan kewajibannya,

bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab.

Kepribadian notaris dalam melaksanakan tugasnya selalu dijiwai pancasila, sadar

dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah/janji jabatan, memiliki

perilaku professional, ikut serta dalam pembangunan nasional khususnya di

bidang hukum dan selalu menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris baik

di dalam maupun di luar jabatannya. Seorang notaris yang taat/patuh kepada Kode

Etik pastilah ia taat/patuh kepada hukum, sedangkan notaris yang melanggar

hukum sudah dapat dipastikan ia melanggar Kode Etik. Kode Etik Notaris, moral,

dan Etika dengan penegakan hukum merupakan suatu hal yang saling mendukung

dan saling menguatkan. Seorang notaris yang mempunyai moral dan etika yang

tinggi pastilah ia akan taat/patuh kepada Kode Etik, dan dengan ia taat/patuh

kepada Kode Etik Notaris maka dapat dipastikan pula ia juga akan taat kepada

hukum.

Dengan menjalankan profesinya sebagai notaris berdasarkan Kode Etik

profesi maka seorang notaris terhindar dari perbuatan melawan hukum dalam

ranah administrasi sehingga terhindar dari pertanggungjawaban atas pelanggaran

ketentuan Kode Etik jabatan notaris dengan sanksi berupa teguran, peringatan,

skorsing dari keanggotaan Perkumpulan, pemecatan dari keanggotaan

Perkumpulan, dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan

Perkumpulan. Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap notaris yang

melakukan pelanggaran Kode Etik bukanlah berupa pemecatan dari jabatan

Page 151: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

136

notaris, melainkan pemecatan dari keanggotaan INI. Sehingga walaupun notaris

yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik profesi,

notaris tersebut masih dapat membuat akta dan menjalankan kewenangan lainnya

sebagai notaris.Dengan demikian sanksi berupa pemecatan dari keanggotaan

perkumpulan tentunya tidak berdampak pada jabatan seorang notaris yang telah

melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris.

Page 152: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

137

BAB IV

AKIBAT HUKUM AKTA PERJANJIAN NOMINEE

4.1. Perjanjian nominee

Perjanjian nominee sebagai instrumen hukum penguasaan tanah

merupakan perjanjian yang dibuat antara orang asing dengan WNI. Perjanjian

tersebut dibuat dengan maksud agar orang asing yang bukan merupakan sebagai

subyek pemegang hak milik justru dapat memiliki dan menguasai tanah hak milik

yaitu dengan tanah hak milik tersebut diatasnamakan/dipinjam nama WNI

sehingga memenuhi kriteria hukumnya yaitu WNI sebagai subyek pemegang hak

milik atas tanah akan tetapi secara fisiknya tanah hak milik dipergunakan dan

dikuasai sepenuhnya oleh orang asing.

WNI sebagai nominee bertindak untuk nama pihak lain yaitu orang asing

sebagai wakil dalam arti sempit yang terbatas. Terkadang istilah tersebut

digunakan untuk menandakan sebagai agen atau wali. Dalam praktek penguasaan

tanah yang dimaksud dengan nominee atau trustee adalah perjanjian dengan

menggunakan kuasa. Perjanjian dengan kuasa yang dimaksud adalah jenis-jenis

perjanjian, yaitu perjanjian yang menggunakan nama WNI dan pihak WNI

menyerahkan surat kuasa kepada orang asing untuk bebas melakukan perbuatan

hukum apapun terhadap tanah yang dimilikinya.150

Istilah nominee tersebut sering disamakan dengan istilah perwakilan atau

pinjam nama, berdasarkan surat pernyataan atau surat kuasa yang dibuat kedua

150Maria SW. Sumardjono, 2006, Kebijakan Pertanahan antara Regulasidan Implementasi, Kompas, Jakarta, hal. 17.

137

Page 153: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

138

pihak, orang asing meminjam nama WNI untuk dicantumkan namanya sebagai

pemilik tanah pada sertifikatnya, tetapi kemudian WNI berdasarkan Akta

Pernyataan yang dibuatnya mengingkari bahwa pemilik sebanarnya adalah orang

asing selaku pihak yang mengeluarkan uang untuk pembelian tanah tersebut dan

penguasaannya dilakukan atau diwakilkan kepada orang asing tersebut.

Suatu perjanjian nominee dibuat sebagai penyelundupan hukum bagi

orang asing untuk menguasai dan memiliki bidang tanah hak milik di Indonesia.

Dalam hal ini orang asing sesungguhnya membeli sebidang tanah hak milik

dengan menggunakan nama WNI, yaitu tanah hak milik yang pada kenyataannya

dibeli/dibayar oleh orang asing tersebut namun dalam akta jual beli yang

dilaksanakan di hadapan PPAT yang berwenang WNI adalah sebagai pihak

pembeli dalam akta jual beli tersebut sehingga obyek tanah hak milik ini

kemudian didaftarkan menjadi/ke atas nama WNI tersebut. Dengan

didaftarkannya menjadi dan atas nama WNI pada sertipikat hak milik atas tanah

yang sebenarnya dibeli/dibayar oleh orang asing tersebut maka untuk memperoleh

perlindungan hukumnya, diantara orang asing dengan WNI dibuatkan perikatan

dalam satu atau beberapa perjanjian dan bahkan dalam suatu akta pernyataan yang

isinya menyebutkan bahwa WNI adalah orang yang hanya dipinjam namanya

dalam bukti hak milik atas tanah (sertipikat), sedangkan pemilik sesungguhnya

adalah orang asing tersebut.

Page 154: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

139

4.2. Perjanjian Nominee Dan Penyelundupan Hukum

Dewasa ini penyelundupan hukum dengan akta notariil dianggap sebagai

jalan keluar untuk melewati batasan-batasan dalam beberapa tindakan tertentu

yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Penyelundupan hukum

muncul sebagai suatu konsep baru yang dilahirkan oleh individu tertentu untuk

mencapai keinginannya yang sesungguhnya telah dilarang oleh peraturan

perundang-undangan. Salah satu tindakan yang melahirkan konsep baru sebagai

upaya penyelundupan hukum adalah keinginan orang asing untuk

memiliki/menguasai hak milik atas tanah di Indonesia dengan instrumen

perjanjian nominee secara notariil.

Telah jelas diatur bahwa orang asing tidak termasuk sebagai subyek

pemegang hak milik, oleh karena hanya WNI yang dapat menjadi subyek

pemegang hak milik sebagaimana berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut

juga Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Apabila

mengacu pada ketentuan di dalam UUPA orang asing yang ingin menguasai hak

atas tanah di wilayah Indonesia berhak untuk memiliki Hak Pakai atas tanah,

sesuai yang diatur dalam Pasal 42 huruf b yang menyebutkan bahwa yang dapat

mempunyai Hak Pakai ialah orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

Orang asing cenderung ingin memiliki hak atas tanah yang berstatus hak

milik karena merupakan hak yang terkuat dan terpenuh serta tidak ada

kedaluwarsanya. Hal inilah yang menyebabkan orang asing berupaya mengambil

jalan pintas agar dapat memperoleh hak untuk menguasai hak milik atas tanah

Page 155: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

140

dengan suatu perbuatan hukum yang bersifat penyamaran yang sebenarnya dapat

dikualifikasikan sebagai penyelundupan hukum.

Hak penguasaan atas tanah adalah hak penguasaan yang didasarkan pada

suatu hak maupun suatu kuasa yang pada kenyataannya memberikan wewenang

untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana layaknya orang yang

mempunyai hak. Menurut Oloan Sitorus pengertian penguasaan dalam hak

penguasaan atas tanah berisi kewenangan yang luas, bahkan hak penguasaan atas

tanah lebih luas dari pada hak atas tanah.151Akan tetapi dengan mengutamakan

asas kebebasan berkontrak dan adanya kecenderungan pemahaman bahwa yang

dilarang adalah memiliki sedangkan menguasai tidak ada larangan, sehingga

berkembang dan dibuatlah suatu perjanjian pinjam nama yang dikenal dengan

istilah perjanjian nominee.

Proses pembuatan akta sebagaimana tersebut di atas merupakan

penyelundupan hukum dan melanggar hukum serta melanggar sumpah jabatan

maupun sumpah pejabat. Permintaan pembuatan akta seperti tersebut, notaris

harus menolak secara tegas karena selain merupakan pelanggaran jabatan, akta

yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya pasti merugikan

pihak lain. Akta sebagaimana dimaksud salah satunya dikenal sebagai Akta

Antidateren,yaitu isi akta ditulis tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Contohnya adalah Akta Pernyataan Pembeli dalam perbuatan hukum jual beli

151 Oloan Sitorus, 2004, Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah,Mitra Kebijakan Hukum Tanah Indonesia, Jakarta, hal. 13.

Page 156: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

141

tanah, dalam hal ini pembeli sebenarnya adalah orang yang menurut undang-

undang tidak diperbolehkan memiliki hak atas tanah tertentu.152

Perjanjian nominee dapat diartikan sebagai perjanjian pernyataan dan

kuasa. Seorang WNI datang kepada seorang notaris dan PPAT menyampaikan

bahwa ia hendak membeli tanah hak milik agar untuk kemudian didaftarkan

peralihan hak jual belinya pada Kantor Pertanahan yang berwenang sehingga

dapat diterbitkan dan diterima sertipikat (tanda bukti hak) atas tanah hak milik

tersebut menjadi dan atas namanya. Kemudian WNI tersebut justru membuat akta

pernyataan di hadapan notaris yang menyatakan bahwa tanah hak milik yang

disertipikat telahtertulis namanya sebenarnya adalah bukan miliknya,akan tetapi

adalah milik orang asing dan ia memberi kuasa kepada orang asing tersebut untuk

dapat menjual tanah hak milik tersebut.

Akta seperti tersebut di atas merupakan penyelunduan hukum dan apabila

dijadikan alat bukti sebagai proses yang berperkara di pengadilan (litigasi),

makaakan menjadi gugur sebagai alat bukti tertulis otentik dan akan menjadi akta

di bawah tangan serta tidak berlaku bagi pihak ketiga. Karena penyelundupan

hukum dilakukan pasti mempunyai maksud tertentu dan pasti merugikan pihak

ketiga, maka seharusnya akta seperti ini batal demi hukum (nieteg).153Perjanjian

nominee merupakan perjanjian yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum

tidak dapat menjadi subyek hak atas tanah tertentu (hak milik), dalam hal ini

yakni orang asing dengan WNI, dengan maksud agar orang asing tersebut dapat

152A.A. Andi Prajitno, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa Dan SiapaNotaris Di Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya, hal. 40.

153Ibid., hal. 38-40

Page 157: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

142

menguasai (memiliki) tanah hak milik secara de facto, namun secara legal-formal

(dejure) tanah hak milik tersebutdiatasnamakan WNI. Dengan perkataan lain,

WNI dipinjam namanya oleh orang asing untuk bertindak sebagai

nominee.154Unsur-unsur yang terdapat dalam perjanjian Nominee adalah sebagai

berikut :

a. adanya perjanjian pemberian kuasa antara 2 (dua) pihak, yaitu beneficial owner

sebagai pemberi kuasa dan nominee sebagai penerima kuasa yang didasarkan

pada adanya kepercayaan dan beneficial owner kepada nominee.

b. Kuasa yang diberikan bersifat khusus dengan jenis tindakan hukum yang

terbatas.

c. Nominee bertindak seakan-akan sebagai perwakilan dari beneficial owner di

depan hukum.

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra menyebutkan

apabila ada pihak-pihak membuat perjanjian yang terhadap pihak luar

menimbulkan kesan berbeda dengan perjanjian, yang oleh para pihak yang secara

diam-diam mengingkarinya, Contoh si A membeli tanah dari si B. Namun si A

kemudian membuat perjanjian yang isinya pengakuan bahwa tanah itu sebetulnya

milik si C (orang asing). Jadi, B dalam perjanjian sebelumnya memberi kesan

kepada pihak ketiga seakan-akan tanah itu miliknya, kemudian secara diam-diam

ia mengingkarinya dengan membuat perjanjian yang berisi pernyataan dengan si

154Maria S.W. Sumardjono, Loc.Cit.

Page 158: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

143

C (orang asing) bahwa sebetulnya tanah itu milik si C adalah dikategorikan

sebagai perjanjian simulasi absolute.155

Upaya yang dilakukan oleh orang asing dalam pembuatan perjanjian

nominee tersebut di atas adalah juga merupakan bentuk penyelundupan hukum

yang dilakukan dengan cara menyamarkan dari perbuatan yang

sebenarnya.Perjanjian nominee berisi klausula yang berat sebelah yaitu

memberikan seluruh kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

tanah hak milik hanya kepada pihak orang asingsehingga dapat dapat dikatakan

bahwa hak atas tanah tersebut telah dikuasai oleh orang asing. Selain ituperjanjian

nomineejelas merupakan suatu bentuk penyelundupan hukum untuk menghindari

peraturan yang mengatur bahwa orang asing adalah tidak memenuhi syarat

sebagai subyek pemegang hak milik atas tanah di Indonesia sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1) UUPA dengan jelas

menyebutkan bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya

dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta dengan jelas mengatur bahwa hanya

WNI yang dapat mempunyai hak milik. Hal ini kemudian dipertegas kembali

dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA yang menyebutkan bahwa setiap jual beli,

penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain

yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik

kepada orang asing, kepada seorang warga Negara disamping kewarganegaraan

Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing adalah batal karena hukum dan

155I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, ImplementasiKetentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, UdayanaUniversity Press, Denpasar, hal. 42.

Page 159: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

144

tanahnya menjadi tanah Negara.Dengan demikian dapat dikatakan perjanjian

nominee adalah dibuat atas dasar itikad tidak baik, dapat dikualifikasikan

perjanjian simulasi (simulasi absolute) danjelas merupakan sebagai bentuk

penyelundupan hukum.

4.3. Akibat Hukum Akta Perjanjian Nominee

Sebagaimana telah diuraikan, Hak Pakai atas tanah di dalam UUPA yang

diberikan kepada orang asing justru menjadi fenomena hukum yang tidak

memberikan kepastian atas kepemilikan tanah di Indonesia. Orang asing dengan

bantuan WNI (baik itu WNI sebagai mitra/partner bisnis dari orang asing tersebut

hingga WNI yang berprofesi sebagai notaris) lebih memilih untuk membeli tanah

hak milik dengan diatasnamakan mitra/partner WNI-nya tersebut. Kemudian atas

dasar kebebasan berkontrak, oleh notaris orang asing difasilitasi instrumen akta

perjanjian nominee notarial sebagai kekuatan hukum orang asing dalam

menguasai tanah hak milik tersebut.

Mariam Badrulzaman menyebutkan bahwa merujuk pada ketentuan Pasal

1320 KUHPerdata ayat (1) dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak

dibatasi oleh konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan

ini memberi petunjuk bahwa perjanjian dipengaruhi oleh asas konsensualisme.

Selanjutnya Pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata mencerminkan bahwa kebebasan

setiap orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya, artinya orang

yang tidak cakap menurut hukum tidak mempunyai kebebasan untuk membuat

perjanjian. Dalam Pasal 1320 pasal (4) dan Pasal 1337 KUHPerdata yang dengan

Page 160: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

145

jelas menyebutkan bahwa para pihak tidak bebas untuk mengadakan perjanjian

yang menyangkut kausa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan

dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Konsekuensi hukum bila perjanjian

dibuat bertentangan dengan kausa tersebut adalah dapat menjadi penyebab

perjanjian bersangkutan tidak sah.156

Sebab atau causa diartikan sebagai isi dari perjanjian. Mengenai isi dari

perjanjian harus halal artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, norma

kesusilaan, dan ketertiban umum. Tidak bertentangan dengan undang-undang

dalam kaitan penguasaan tanah oleh orang asing semestinya ditafsirkan bahwa

perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan UUPA.

Perjanjian nominee sebagai bentuk penyelundupan hukum dalam rangka

menghindari peraturan yang mengatur bahwa orang asing adalah tidak memenuhi

syarat sebagai subyek pemegang hak milik atas tanah di Indonesia sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1) UUPA yang dengan jelas

menyebutkan bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya

dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta dengan jelas mengatur bahwa hanya

WNI yang dapat mempunyai hak milik. Hal ini kemudian dipertegas kembali

dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA yang menyebutkan bahwa setiap jual beli,

penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain

yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik

kepada orang asing, kepada seorang warga negara disamping kewarganegaraan

156 Mariam Badrulzaman, 1994, Asas Kebebasan Berkontrak danKaitannya Dengan Perjanjian Baku (Standar), Alumni, Bandung, hal. 43.

Page 161: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

146

Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing adalah batal karena hukum dan

tanahnya jatuh kepada Negara.

Dengan demikian dapat dikatakan perjanjian nominee adalah dibuat atas

dasar itikad tidak baik, dapat dikualifikasikan perjanjian simulasi (simulasi

absolute) dan merupakan sebagai bentuk penyelundupan hukum. Secara subtantif

ketentuan-ketentuan dalam Pasal 9, Pasal 21 dan Pasal 26 ayat (2) UUPA tersebut

tidak dapat disimpangi.157

Suatu sebab yang halal berdasarkan Pasal 1335 jo. Pasal 1337

KUHPerdata apabila perjanjian itu dibuat berdasarkan kepada sebab yang sah dan

dibenarkan oleh undang-undang, yaitu tidak melanggar ketentuan tentang isi dari

perjanjian yaitu dilarang membuat perjanjian tanpa sebab, sebab yang palsu,

melanggar Undang-Undang, bertentangan dengan kesusilaan, dan bertentangan

dengan ketertiban umum. Dengan memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian maka

perjanjian itu terhindar dari kebatalan/batal (nietig) khususnya dalam hal ini

dengan memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 ayat (3) dan ayat (4) KUHPerdata,

maka suatu perjanjian telah memenuhi syarat-syarat obyektif sahnya suatu

perjanjian dan terhindar dari keadaan batal demi hukum.

Penguasaan hak milik oleh orang asing dengan instrumen perjanjian

nominee notarial adalah sebagai bentuk penyelundupan hukum tergolong sebagai

perjanjian simulai absolute (perjanjian dengan sebab yang palsu/causa yang tidak

halal) yaitu tidak memenuhi ketentuan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian

yang diatur dalam Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdatayang menyatakan bahwa

157Maria S.W Sumardjono, Op.Cit., hal. 17.

Page 162: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

147

“suatu sebab yang terlarang” dengan melanggar ketentuan yang diatur pada Pasal

9 jo. Pasal 21 yang dengan jelas menyebutkan bahwa hanya WNI yang dapat

mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta

dengan jelas mengatur bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik. Hal

ini kemudian dipertegas kembali pada Pasal 26 ayat (2) UUPA yang menyatakan

bahwa setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan

perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung

memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang

di samping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau

kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud

dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada

Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang yang membebaninya

tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak

dapat dituntut kembali. Maka perjanjian yang disepakati kedua belah pihak

dengan sendirinya batal demi hukum dan sesuai ketentuan pasal 26 UUPA

tersebut dan tanahnya akan menjadi tanah Negara.

Page 163: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

148

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan terhadap topik penulisan pada tesis ini

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban notarissebagai pejabat umum dalam pembuatan akta

perjanjian nominee adalah pertanggungjawaban secara administrasi, perdata,

pidana dan kode etik notaris. Hal ini didasarkan pada hubungan hukum yang

ada atau yang terjadi antara notaris dengan para penghadap dalam

pembuatanakta perjanjian nominee yang dapat menimbulkan kerugian bagi

pihak. Pertanggungjawaban berupa sanksi administrasi dapat berupa

peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara,

pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat.

Sanksi perdata yaitu penggantian biaya, ganti rugi dan bunga bahkan dapat

terkena sanksi pidana. Sanksi pidana yang dapat dipertanggungjawabkan

kepada notaris ialah apabila penipuan atau tipu muslihat itu bersumber dari

notaris sendiri, dan sanksi pidana dapat diberikan dengan meninjau apakah

notaris memenuhi seluruh isi rumusan tindak pidana. Selain itu, notaris juga

bertanggungjawab secara moral terhadap kode etik jabatan notaris yang

membuat notaris harus bertanggung jawab atas sanksi berupa teguran,

peringatan, skorsing dari keanggotaan perkumpulan, pemecatan dari

148

Page 164: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

149

keanggotaan perkumpulan, dan pemberhentian dengan tidak hormat dari

keanggotaan perkumpulan.

2. Akibat hukum terhadap akta perjanjian nominee adalah dapat membuat

batalnya akta demi hukum. Akta perjanjian nominee tersebut dapat batal

demi hukum apabila mengandung unsur itikad tidak baik dalam hal ini

melanggar Undang-Undang oleh para pihak dalam membuat perjanjian

nominee, yang bertujuan untuk memberikan ruang kepada WNA untuk

menguasai tanah hak milik di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari isi akta

yang memuat pemberian kuasa oleh WNI kepada WNA untuk menguasai

tanah hak milik tersebut. Jika penyelundupan hukum dalam akta perjanjian

nominee tersebut dapat dibuktikan maka otomatis akta tersebut sudah batal

demi hukum dan kekuatan mengikat dalam akta tersebut akan hilang.

5.2. Saran-Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan simpulan di atas

terhadap terhadap pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta perjanjian

nominee adalah sebagai berikut :

1. Kepada pemerintah agar memperhatikan secara serius mengenai penguasaan

hak milik atas tanah oleh orang asing yang belakangan ini semakin banyak

terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apabila pemerintah

menganggap hal ini merupakan sebagai peluang pengembangan iklim

investasi di Indonesia akan lebih baik membuat regulasi terkait penguasaan

hak milik atas tanah oleh orang asing di Indonesia. Akan tetapi apabila

Page 165: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

150

dianggap merupakan sebagai tren negatif agar pemerintah mengatur dan

memberikan sanksi tegas terhadap oknum-oknum yang menerapkan

penyelundupan hukum terhadap penguasaan hak milik atas tanah oleh orang

asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Kepada para notaris agar memegang teguh dan melaksanakan sumpah/janji

jabatan yang diucapkan sebelum memulai tugas dan jabatannya sebagai

bentuk tanggung jawab kepada Negara Republik Indonesia sehingga lebih

mengedepankan kehati-hatian dan menerapkan hukum sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris seharusnya memberikan

informasi melalui penyuluhan hukum kepada para penghadap baik kepada

WNI maupun WNA yang akan menuangkan kehendak ke dalam suatu akta

sehingga tercipta perlindungan hukum serta kepastian hukum melalui produk

hukum akta notaris.

Page 166: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

151

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adjie, Habib, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris SebagaiPejabat Publik, Refika Aditama, Bandung.

_______2011, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU Nomor 30Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, RefikaAditama, Bandung.

Artadi, I Ketut, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, ImplementasiKetentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak,Udayana University Press, Denpasar.

Asnawi, M.Natsir, 2013, Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia, kajiankontekstual mengenai system asas, prinsip, pembebanan dan standarpembuktian, UII Press, Yogyakarta.

Badrulzaman, Mariam, 1994, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kaitannya denganPerjanjian Baku (Standar), Alumni, Bandung.

Budiono, Herlien, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di BidangKenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

_______,2007, Notaris Dan KodeEtiknya, (Disampaikan pada Upgrading danRefreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, Medan).

Colenbrunder, 1998, Engelbrecht De Wetboekenwetten en Veroordeningen,Benevens de Grondwet van de RepubliekIndonesie, IchtiarBaru-VanVoeve, Jakarta.

Dimyati, Khudzaifah dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum,Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Efendi, Masyur, 1994, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam HukumNasional Dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Erp, J.H.M van, 1990, Contract als Rechbetrekking, Een RechtsvergelijkendeStudie, diss.Brabant.

Fuady, Munir, 2002, Perbuatan Melawan Hukum, Cetakan Pertama, Citra AdityaBakti, Bandung.

151

Page 167: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

152

_______,2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat,Notaris, Kurator, dan Pengurus),Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ghofur, Abdul, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum danEtika, UII Press, Yogyakarta.

Hadi, Sutrisno, 1979, Metode Reseach, Yayasan Penerbit Fakultas PsikologiUGM, Yogyakarta.

Hadjon.M. Philipus, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia,SebuahStudi Tentang Prinsip-Prinsip Penanganannya Oleh PengadilanDalam Lingkugan Peradilan Umum Dan Pembentukkan PerasilanAdministrasi, Pradaban, Surabaya.

Harahap, M.Yahya, 1986, Segi-segi Perjanian, Cetakan kedua, Alumni Bandung.

Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.

Hartkamp, C. Asser-A.S, 1989, Verbintenissenrecht, Algemene Leer derOvereenkomsten,W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle.

Ibrahim, Johnny, 2007, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, UMMPress.

Kie, Tan Thong, 2000, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I,IchtiarBaru Van Hoeve, Jakarta.

Komarudin, 1979, Metode Penelitian Tesis dan Skripsi, Alumni Bandung,Bandung.

Koesoemawati, Ira danYunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses,Jakarta.

Koeswadji, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum.Center ofDocumenttion and Studies of Bussines Law, Yogyakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar, 1970, Fungsi dan perkembangan Hukum dalamPembangunan Nasional, Padjajaran, Bandung.

_______, 1995, Pemantap Cita Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional DimasaKini dan Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta.

Lusk, Harold F, Bussines Law, 1969, Principle and Cases, Homewood, Illinois,Richard D. Irwin, Inc.

Page 168: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

153

Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.

Matius, Jusuf, 2009, Hot Property Elshinta, Minerva Athena Pressindo, Jakarta.

Meliala A. QiramSyamsuddin, 2001, Hukum Perjanjian, Liberty, Bandung.

Mertokusumo, Sudikno, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), CetakanKetiga, Liberty, Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno dan A.Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,Citra Aditya Bakti, Yogyakarta.

Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, Raja GrafindoPerkasa, Jakarta.

Moegni Djojodirdjo, 1982, Perbuatan Melawan Hukum, Cetakan Kedua, PradnyaParamita, Jakarta.

Muchsin.H, 2005, Ikhtisar Hukum Indonesia, Badan Penerbit Islam, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 1992, Hukum Perikatan, Alumni Bandung.

_______, 2001, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

_______,2006, HukumPerikatan, Citra AdityaBakti, Bandung.

Murniaty Evie, 2010, Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal Terjadi PelanggaranKode Etik, Program Studi Magister Kenotariatan Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang.

Nasution, A.Z, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, DiapitMedia, Jakarta.

Notodisoerdjo, R.Soegondo,1993, Hukum Notariat Di Indonesia, SuatuPenjelasan, Raja Grafindo Perasada.

Patrik, Purwahid, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandarmaju, Semarang.

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu,Sekarang, Dan Dimasa Datang, Gramedia Pustaka.

Pitlo, A, 1969, Evolutie in het Privaatrecht, W.E.J. Tjennk-Willing, Haarlem.

Prajitno, A.A. Andi, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa Dan Siapa NotarisDi Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya.

Page 169: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

154

Prodjodikoro, Wiryono, 1980, Asas-Asas Perjanjian, Sumur, Bandung.

_______, 1985, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung.

Ratiba, Matome M.,2013, Convecaying Law For Paralegals and LawStudent,bookboon.com.

Ridwan, H.R, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Salim, H.S.,2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers,Jakarta.

Sanjaya, I Wayan Werasmana, 2013, Perjanjian Nominee Sebagai SaranaPenguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing DalamPerspektif Hukum Perjanjian Indonesia, Program Pasca SarjanaUniversitas Udayana, Denpasar

Santoso, Didi, 2009, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta YangMemuat Dua Perbuatan Hukum (Analisis Putusan Mahkamah AgungNomor 1440.K/PDT/1996), Program Studi Magister Kenotariatan PascaSarjana Universitas Diponegoro, Semarang

Schaick, A.C van, 1994, Contractsvrijheid en Nietigheid, W.E.J. TjeenkWillink,Zwoole

Setiawan, R.,1999, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung.

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi,Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Sitorus, Oloan, 2004, Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah, MitraKebijakan Hukum Tanah Indonesia, Yogyakarta.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban NotarisDalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung.

_______, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, UI Press, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji 2009, Penelitian Hukum Normatif, SuatuTinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Yuritmetri,Graha Indonesia, Jakarta.

Page 170: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

155

Subekti, R.,1989, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, Intermasa,Jakarta.

_______ 2001, Hukum Pembuktian, PradnyaParamita, Jakarta.

Sumaryono. E,1995, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum,Kanisius, Yogyakarta.

Sumardjono, Maria S.W, 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan HakAtas TanahBeserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing Dan Badan Hukum Asing,Kompas, Jakarta.

_______, 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Melalui PerjanjianNominee, Rapat Kerja Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus WilayahBali dan NTT, Denpasar.

Tedjosaputro, Liliana, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum Aneka Ilmu,Semarang.

Tobing, G.H.S. Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, cet.3, Erlangga, Jakarta

Tobing, Yanti Jacline Jennifer, 2010, Pengawasan Majelis Pengawas NotarisDalam Pelanggaran Jabatan Dan Kode Etik Notaris (Studi Kasus MPPNomor 10/B/Mj.PPN/2009 jo. Putusan MPW Nomor 131/MPW-Jabar/2008.

Van Erp,J.H.M, 1990, Contract als Rechbetrekking, Een RechtsvergelijkendeStudie, diss. Brabant.

Van Schaick, A.C, 1994, Contractsvrijheid en Nietigheid, W.E.J. Tjeenk Willink,Zwoole.

Voeve, Van, 1998 Engelbrecht De Wetboekenwetten en Veroordeningen,Benevens de Grondwet van de RepubliekIndonesie, Ichtiar Baru, Jakarta.

Warman, Aditia, 2014, Kedudukan Akta Otentik Sebagai Salah Satu Alat BuktiDitinjau Dari Sisi Pidana, Refleksi 106 Tahun Ikatan Notaris Indonesia,Badung.

Widyadharma, Ignatius Ridwan, 1994, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,Ananta, Semarang.

Page 171: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

156

Tesis

Berata Michael Wisnoe, 2012, Kepemilikan Hak Atas Tanah Bagi Warga NegaraAsing Dan Kewarganegaraan Ganda, Program Studi KenotariatanUniversitas Indonesia, Depok.

Putra, G. Agus Permana, 2010, Wanprestasi Dalam Penggunaan Nominee PadaPerjanjian Yang Dibuat Dibawah Tangan Berkaitan Dengan KepemilikanTanah Di Bali, Program Studi Magister Kenotariatan UniversitasDiponegoro, Semarang.

Sumardika, I Nyoman, 2007, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing DiKabupaten Badung, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Makalah

Wiratama, Gde Widhi dan Ida Bagus Rai Djaja,”Pengaturan Mengenai PerjanjianNominee Dan Keabsahannya (Ditinjau Dari Kitab Undang-UndangHukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 TentangPeraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)”, Makalah. Hukum BisnisFakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok agraria yangdisebut juga Undang-Undang Pokok Agraria, Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 2043.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-UndangNomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5491.

Page 172: aspek hukum pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan akta

157

Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak GunaBangunan dan Hak Pakai, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1996 Nomor 3643.

Internet

http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/1409c9d66785626872d81e8a951fc6.pdf

http://wardanirizki.blogspot.com/2013/10/tanggungjawab-jawab-notaris-ditinjau-dari.html.