asas asas kewarganegaraan dan akibat perkawinan campuran terhadap status kewarganegaraan anak
DESCRIPTION
htnTRANSCRIPT
ASAS ASAS KEWARGANEGARAAN DAN AKIBAT
PERKAWINAN CAMPURAN TERHADAP STATUS
KEWARGANEGARAAN ANAK.
Disusun Oleh: Nova Wijayanti Christawan
1306393995
KATA PENGANTARPuji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan Rahmatnya maka penulis diperbolehkan untuk menyelesaikan
tugas makalah tentang Asas asas kewarganegaraan dan akibat perkawinan campuran
terhadap status kewrganegaraana anak, dalam pelajaran Asas-Asas Hukum Tata
Negara dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan syarat untuk melaksanakan ujian akhir semester dalam
mata kuliah pendidikan asas-asas hukum tata Negara yang tengah penulis laksanakan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak, yang
telah memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga makalah ini berhasil
diselesaikan tepat waktu.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun dalam menerima kritik serta saran yang akan membangun penulis
sehingga secara bertahap penulis dapat memperbaikinya, dan menambah ilmu
sehingga tidak membuat kesalahan yang sama.
Semoga dengan hasil karya tulis ini, penulis sangat berharap kiranya karya
tulis ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi Mata Kuliah Hukum Tata
Negara, terutama bagi tujuan negara ini Republik Indonesia tercinta.
2
Bab I pendahuluan
1.1 latar belakang
kewarganegaraan sangatlah penting untuk dipelajari oleh semua kalangan.
Oleh sebab itu, pendidikan Nasional Indonesia menjadikan pendidikan
kewarganegaraan sebagai pelajaran pokok dalam lima status. Pertama, sebagai mata
pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai
salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka
program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang
dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai sutuan program.
Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan
kelompok pakar terkait.
kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu negara.
Tanpa status kewarganegaraan seorang warga negara tidak akan diakui oleh sebuah
Negara. Kemudian selain itu, Kasus perkawinan campuran telah banyak terjadi di
Indonesia dalam berbagai tingkatan masyarakat. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya hal tersebut, antara lain : ekonomi, transportasi, globalisasi informasi,
pendidikan, kecanggihan teknologi, ekonomi, dan masih banyak lagi. Perkawinan
campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari negara lain.
Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah seharusnya
perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diatur dengan baik dalam
perundang-undangan di Indonesia agar tidak merugikan masing-masing subjek hukum
dalam perkawinan campuran. Terutama anak yang dihasilkan dari perkawinan
campuran.
3
1.2 rumusan masalah
A. apakah pengertian dari kewarganegaraan?
B. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan?
C. apakah pengertian dari perkawinan campuran?
D. bagaimana status kewarganegaraan seorang anak dari hasil perkawinan
campuran?
1.3 Tujuan Penulisan.
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi
pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian
dari kewarganegaraan, asas-asas kewarganegaraan, status kewarganegaraan,
perkawinan campuran, dan mengetahui tentang bagaimana status seseorang yang
melakukan perkawinan campuran dan apa akibatnya bagi anak yang dilahirkan dari
perkawinan campuran.
1.4 Manfaat
menambah wawasan tentang kewarganegaraan
mengetahui tentang baik dan buruk tentang perkawinan campuran
BAB II PEMBAHASAN
4
2.1 PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN
seperti yang telah diketahui, bahwa untuk berdirinya suatu Negara yang
merdeka harus memenuhi setidaknya tiga syarat, yaitu adanya wilayah, adanya rakyat
yang tetap, dan pemerintahn yang berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan suatu
kesatuan yang tidak boleh dipisahkan untuk menjadi sebuah Negara. Rakyat yang
menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan Negara maka warga
tersebut disebut sebagai warganegara (citizen). Warga Negara secara sendiri-sendiri
merupakan subjek hukum yang enyandng hak-hak dan kewajiban dari dan terhadap
Negara. Setiap warganegara mempunyai hak yang wajib diakui oleh Negara dan
wajib untuk dihormati, dilindungi, dan difasilitasi serta dipenuhi oleh Negara. Setiap
warganegara juga empunyai kewajiban-kewajiban kepada Negara yang merupakan
hak-hak nagara yang juga wajib untuk diakui, dihormati, dan ditaati atau ditunaikan
oleh setiap warga Negara. Contoh dari hak dan kewajiban ini misalnya adalah seorang
warga Negara berhak untuk berpartisipasi dalam politik, berhak untuk memilih dan
berhak untuk dipilih, namun sebaliknya ia juga berkewajiban untuk membayar pajak
untuk Negara. Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu
penduduk yang menjadi unsur negara. Warga Negara mempunyai kedudukan yang
khusus terhadap negaranya, dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang
bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Dalam konteks Indonesia, sesuai dengan UUD 1945 pasal 26, yang dimaksud
dengan Warga Negara yaitu bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini
dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain misalnya orang peranakan Belanda,
peranakan Cina, peranakan Arab dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia,
mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik
Indonesia, dapat menjadi warga negara. Berdasarkan pada pasal berdasar UUD pasal
26 dinyatakan sebagai warga negara adalah sebagai berikut:
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Seseorang dapat menjadi kewarganegaraan negara Indonesia karena faktor-
faktor sebagai berikut :
Karena kelahiran.
5
Karena pengangkatan.
Karena dikabulkannya permohonan.
Karena pewarganegaraan.
Karena perkawinan.
Karena turut ayah dan atau ibu
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/ 1958 dinyatakan bahwa warga negara
Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau
perjanjian-perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Bagian lain dari undang-undang dasar 1945 menentukan pula adanya hak-hak yang
khusus dijamin untuk warga negara , misalnya adalah pasal 27 ayat (2) menentukan
bahwa “tiap tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”. Ini berarti bahwa setiap warga Negara berhak atas penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, tidak untuk orang asing hak mana kemudian dapat
dituntut oleh warga Negara.
2.2 ASAS-ASAS DAN UNSUR KEWARGANEGARAAN
dalam berbagai literatur hukum dan praktik, dikenal setidaknya tiga asas-asas
kewarganegaraan, yaitu asas ius soli, asas ius sanguinis dan asas campuran. Namun
asas yang dianggap asas utama adalah ius soli dan ius sanguinis. Menurut
pengertiannya, asas ius soli menganut bahwa kewarganegaraan seseorang dapat
ditentukan menurut tempat ia dilahirkan (tempat kelahirannya) asas ius soli disebut
juga sebagai asas daerah kelahiran. Seseorang dianggap berstatus dari Negara
“Amerika” karena ia dilahirkan di Negara “Amerika”. Sedangkan asas ius sangunis
menurut pengertiannya adalah bahwa seseorang dapat ditentukan
kewarganegaraannya berdasarkan keturunannya dari orang tua atau disebut juga
dengan asas darah. Dari prinsip yang terkandung dari asas ius sanguinis ini adalah
seseorang ditentukan oleh garis keturunan orang yang bersangkutan. Contohnya dari
asas ius sanguinis ini adalah seseorang dianggap berkewagnanegaraan Negara
“Indonesia” karena ia memiliki garis keturunan dari Indonesia.
Dari adanya asas ius soli dan ius sanguinis ini memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan. Salah satunya jika adakalanya seseorang yang menganut asas ius
6
sanguinis misalnya indonesia kemudian berdomisili di Negara yang menganut ius
soli misalnya amerika kemudian melahirkan di Negara yang menganut ius soli, maka
anak yang dilahirkan nya itu akan memiliki kewarganegaraan ganda yaitu dari Negara
garis keturunannya yang berarti Indonesia, namun anak tersebut juga memiliki
kewarganegaraan dari ius soli karena lahir di Negara tersebut yaitu amerika. Maka
dalam kasus ini maka anak tersebut terputus hubungannya dengan Negara asal orang
tuanya, kemudian juga anak tersebut menjadi memiliki kewarganegaraan ganda atau
bipatride. Namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya yaitu bila warganegara
amerika yang menganut asas ius soli, kemudian berdomisili di Indonesia yang
menganut ius sanguinis hingga kemudian melahirkan anak. Maka anak tersebut tidak
mendapatkan kewarganegaraan dari Indonesia karena anak tersebut bukan keturunan
dari orang Indonesia melainkan dari warga amerika. Begitupun anak tersebut tidak
mendapatkan kewarganegaraan dari amerika karena anak tersebut tidak dilahirkan di
Negara amerika yang menganut ius soli yaitu berdasarkan tempat kelahiran. Maka
dalam kasus ini anak tersebut tidak memiliki kewarganegaraan atau disebut juga
dengan apatride. Karena alasan alasan seperti diatas itulah banyak Negara yang
sekarang telah meninggalkan penerapan asas ius soli dan berpindah kepada asas ius
sanguinis
Penganut asas ius sanguinis ini manfaatnya akan terasa bagi Negara neara
yang berdampingan dengan Negara Negara yang tidak dibatasi oleh laut. Seperti
Negara Negara eropa continental. Dimana Negara Negara ini tidak memiliki batas
geografis seperti laut yang memisahkannya. Maka setiap orang dalam Negara Negara
ini dapat dengan mudah berpindah pindah dari tempat tinggalnya kapan saja menurut
kebutuhannya. Dengan mengikuti asas ius sanguinis ini maka anak anak yang
dilahirkan di Negara lain aka tetap menjadi warga Negara asal orang tuanya. Sehingga
hubungan antara Negara asal dengan warga negaranya yang baru lahir tidak terputus
selama orang tuanya masih tetap menganut kewarganegaraan dari Negara asalnya.
Namun berbeda dengan Negara Negara yang sebagian besar penduduknya dalah
imigran seperti amerika serikat& Australia. Untuk tahap tahap awal maka lebih
meguntungkan untuk menganut asas ius soli daripada asas ius sanguinis.
Namun demikuan tentunya adapula Negara Negara yang menganut kedua asas
tersebut (ius soli & ius sanguinis) misalnya adalah Negara india dan Pakistan. Lkedua
7
Negara ini menerapkan kebijakan sistim dwi-kewarganegaraan atau dua
kewarganegaraan. Sistem inilah yang biasa dinamakan sebagai asas campuran. Asas
yang dipakai bersifat campuran, sehingga dapat menyebabkan terjadina apatride atau
bipatride. Namun baisanya keadaan yang ditoleransi biasanya adalah keadaan
bipatride yatu keadaan dwi-kewarganegaraan.
Pada umumnya baik bipatride maupun apatride adalah keadaan yang tidak
disukai baik oleh negaa dimana orang tersebut berdomisili maupun oleh Negara yang
bersangkutan itu sendiri. Karena keadaan bipatride membawa ketidakpastian dalam
status seseorang, sehingga dapat saja merugikan Negara tertentu atau pun bagi Negara
yang bersangkutan itu sendiri. Misalnya saja untuk persoalan kepengurusan pajak,
yang berarti orang yang mendapatkan status bipatride harus membayar pajak kepada
kedua Negara tersebut. Namun ada juga Negara yang menyerahkan kebutuhan untuk
memilih kewarganegaraan kepada orang yang bersangkutan. Dalam Negara yang
sudah maju maka status dwi-kewarganegaraan itu tidak akan menjadi masalah yang
besar. Namun bagi Negara berkembang maka keadaan bipatride itu akan merugikan
Negara.
Kemudian pada keadaan apatride atau tidak memiliki kewarganegaraan juga
memiliki akibat kepada orang tersebut bahwa orang tersebut tidak akan mendapat
perlindungan dari Negara manapun. Kedua sistem terssebut (bipatride dan apatride)
pernah dialami oleh Indonesia. Yaitu pada saat sebelum adanya perjanjuan antara
Indonesia dan RRC. Karena sebelum perjanjian tersebut, orang tionghoa yang tiggal
di Indonesia menganut asas ius sanguinis yang berarti mereka tetap dianggan sebagai
warga Negara Republik Rakyat Cina, sedangkan menurut undang undang tentang
kewarganageraan Indonesia pada waktu itu, orang cina sudah dianggap sebagai warga
Negara Indonesia. Dengan demikian maka terjadilah keadaan bipatride bagi orang
tionghoa yang bersangkutan di Indonesia. Kemudian dalam hal lain adapula sebagian
orang tionghoa yang dianggap sebagai pro kaum nasionalis Kuomintang sehingga
tidak dianggap sebagai warganegara RRC. Maka mereka pun dianggap sebagai
apatride. Baik bipatride maupun apatride tentu harus dihindarkan dengan cara
menutup kemungkinan terjadinya kedua keadaan itu denga undang-undang tentang
kewarganegaraan, untuk mencegah bipatride, maka diatur dalam pasal 7 undang-
8
undang nomor 62 tahun 19581 kemudian pemecahan masalah dari adanya
permasalahan ini adalah perundingan langsung antara Negara-negara berangkutan
(RRC), yang ditandai dengan adanya perjanjian Sienario-Chou yang diundangkan
dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 19582
2.3 PENGERTIAN PERKAWINAN CAMPURAN
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua
orang yang berbeda kewarganegaraan (pasal 57). Dari definisi pasal 57 UU
Perkawinan ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai
berikut:
a. perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;
b. di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;
c. karena perbedaan kewarganegaraan;
d. salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsur pertama menunjuk kepada asas monogami dalam perkawinan. Unsur
kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang berlaku bagi pria dan wanita yang
melaksanakan perkawinan tersebut. Tetapi perbedaan tersebut bukan karena
perbedaan agama, suku bangsa, golongan di Indonesia melainkan karena unsur ketiga
yaitu karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan
kewarganegaraan asing dengan sesama asing, melainkan unsur keempat bahwa salah
satu kewarganegaraan itu ialah kewarganegaraan Indonesia.perkawinan campuran
menurut UU ini adalah perkawinan antar warganegara Indonesia dan warganegara
asing. Karena berlainan kewarganegaraan tentu saja hukum yang berlaku bagi mereka
juga berlainan.
Syarat-syarat dan pelangsungan Perkawinan Campuran:
Apabila perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, perkawinan
campuran dilakukan menurut UU Perkawinan (pasal 59 ayat 2) yang menyatakan: “
bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut
UU Perkawinan No. 1 tahun 1974”. Pasal 60 ayat 1 menyatakan: “Mengenai syarat-
1 Indonesia, undang-undang tenrang kewarganegaraan republic Indonesia, UU Nomor 62 tahun 1958, LN Nomor 113, TLN nomor 1647 jo Indonesia, undang-undang tentang perubahan pasal 18 undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan republik indonesa, UU Nomor 3 tahun 1976, LN 20, TLN 3077.2 Penukaran surat-surat pengesahan persetujuan antara RI dan RRC berlangsung pada 20 januari 1960 dan jangka waktu untuk menyelesaikan masalah dwi-kewarganegaaan adalah 2 tahun dari tanggal 20 januari 1960 s.d 20 januari 1962.
9
syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-
masing pihak”. Pasal 60 ayat 2 menyatakan: “Pejabat yang berwenang memberikan
keterangan tentang telah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-
masing pihak ialah pegawai pencatat menurut hukum masing-masing pihak”.
Pasal 60 ayat 3 menyatakan: Apabila pegawai pencatat menolak memberikan surat
keterangan itu, yang berkepentingan itu mengajukan permohonan kepada Pengadilan,
dan pengadilan memberikan keputusannya. Jika keputusan pengadilan itu menyatakan
bahwa penolakkan itu tidak beralasan, maka keputusan Pengadilan itu menjadi
pengganti surat keterangan tersebut.
Setelah surat keterangan Pengadilan atau keputusan Pengadilan diperoleh,
maka perkawinan segera dilangsungkan. Pelangsungan perkawinan dilangsungkan
menurut hukum masing-masing agama. Bagi yang beragama islam, menurut hukum
islam yaitu dengan upacara akad nikah, sedangkan bagi agama yang bukan islam
dilakukan menurut hukum agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan
akad nikah menurut agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya
dapat dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang kawin
itu harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil. Pelangsungan perkawinan dilakukan
dihadapan pegawai pencatat.
Ada kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau putusan
Pengadilan, perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila perkawinan mereka
tidak dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau putusan itu
diberikan, maka surat keterangan atau putusan pengadilan itu tidak mempunyai
kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5).
10
2.4 STATUS KEWARGENEGARAAN ANAK YANG DILAHIRKAN DARI
PERKAWINAN CAMPURAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 mengenai Kewarganegaraan
Republik Indonesia, Pasal 41 mengenai Tata Cara Pendaftaran untuk Memperoleh
Kewarganegaraan RI dan Pasal 42 mengenai Memperoleh Kembali Kewarganegaraan
RI, yang dimaksud dengan anak adalah anak yang lahir sebelum Undang-Undang No.
12 Tahun 2006 diundangkan dan belum berusia 18 tahun atau belum kawin.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI menggantikan
Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama, yakni Undang-Undang No. 62 Tahun
1958. Hal ini dimaksud untuk tetap memberikan perlindungan hukum kepada anak-
anak yang lahir dari perkawinan campur antara WNI dengan WNA atau anak-anak
yang karena tempat kelahirannya mendapatkan kewarganegaraan dari negara tempat
kelahirannya.
Penerapan Pasal 41 merupakan bentuk perubahan asas yang diterapkan dari
Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 yang secara murni menganut asas Ius Songuinis,
dimana penentuan status kewarganegaraan ditarik dari garis keturunan ayah.
Ketentuan ini dirasa tidak memberikan perlindungan bagi anak-anak yang lahir dari
perkawinan campur antara Ibu yang berkewarganegaraan Indonesia dengan Ayahnya
yang berkewarganegaraan asing.
Dengan diterapkannya pasal 41, maka anak yang menjadi subyek pasal
tersebut dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan mengajukan
permohonan.
Subyek Pasal 41 adalah anak-anak yang termasuk dalam ketentuan Pasal 4, yaitu;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang Ayah WNI dengan Ibu
WNA (Pasal 4 huruf c).
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang Ayah WNA dengan
Ibu WNI (Pasal 4 huruf d).
Lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang Ibu WNA yang diakui oleh
seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum
11
anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin (Pasal 4
huruf h).
Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang
ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
(Pasal 4 huruf l).
Penerapan Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Prinsip utama penerapan asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah untuk
memberikan perlindungan yang maksimal/sebaik-baiknya bagi anak yang karena latar
belakang perkawinan orang tuanya maupun karena tempat kelahiran anak tersebut
selain berstatus WNI juga memperoleh status WNA. Di sisi lain, bahwa secara hukum
anak tersebut dianggap belum cukup dewasa untuk menentukan status
kewarganegaraanya sendiri (usia belum mencapai 18 tahun atau belum kawin).
Penerapan kewarganegaraan ganda terbatas, anak tidak secara otomatis menjadi WNA
sebagai akibat latar belakang perkawinan orang tuanya maaupun tempat kelahirannya.
Setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin diwajibkan anak tersebut untuk
menentukan pilihan kewarganegaraannya karena UU No. 12 Tahun 2006 tidak
mengenal kewarganegaraan ganda Jika anak yang bersangkutan memilih
kewarganegaraan Indonesia, dengan demikian status kewarganegaraannya adalah
tunggal, yaitu kewarganegaraan Indonesia serta tidak ada perubahan atas status/hak-
hak kewarganegaraan Indonesianya, termasuk masa berlaku paspor.
Jika anak yang bersangkutan tidak secara aktif melakukan pilihan maka anak
tersebut memenuhi syarat sebagai WNI yang kehilangan kewarganegaraannya.
Dengan demikian, status kewarganegaraan Indonesia yang bersangkutan menjadi
gugur/hilang sehingga statusnya menjadi WNA.
12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan
jaminan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran. Berdasarkan
ketentuan tersebut menyatakan bahwa anak dari hasil perkawinan campuran mendapat
hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika
telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 tahun. Hak untuk
menentukan kewaganegaraan ini diberikan sehubungan dengan asas kewarganegaraan
Indonesia yang menganut asas ius sanguinis dan tidak menerapkan sistem dwi-
kewaranegaraan. Sehingga seorang anak yang terlahir dari perkawinan campuran
hanya memeperoleh dwi-kewarganegaraan terbatas hingga ia ber umur 18 tahun dan
wajib memilih kepada Negara mana ia akan menjadi warganegaranya. Jika anak
tersebut memilih untuk menjadi warga negara Indonesia maka anak tersebut akan
sepenuhnya menjadi WNI dan tidak akan mendapatkan kewarganegaraan dari Negara
lain.
3.2 Saran
Dengan berlakunya Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan RI memberikan peluang yang besar terhadap perlindungan
hak-hak anak dari hasil perkawinan campuran. Anak hasil dari perkawinan
campuran hendaknya memanfaatkan ketentuan tersebut untuk melegasisasikan
kewarganegaraan anak sesudah 18 tahun.
Saran yang dapat diberikan pada pasangan perkawinan campuran yaitu
memahami dengan baik ketentuan-ketentuan hukum kewarganegaraan
sehingga dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban yang menjadi konsekuensi
atas perkawinan yang dilakukan.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://consular.indonesia-ottawa.org/indonesia-citizens/kewarganegaraan/
informasi-kewarganegaraan/kewarganegaraan-ganda-untuk-anak/
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
http://www.kpai.go.id/artikel/kewarganegaraan-ganda-anak-kawin-campur/ http://www.kemenkumham.go.id/produk-hukum/undang-undang/112-undang-
undang-nomor-12-tahun-2006-tentang-kewarganegaraan-republik-indonesia
14