makalah kewarganegaraan
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
TUGAS 2
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PUSAT KAJIAN HUMANIORA
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI 02
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 03
1.2 Rumusan Masalah 04
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pendekatan 05
2.2 Sistem Teori 06
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Alasan memilih Pendekatan Psikoanalisis 08
3.2 Alasan memilih System Teori Ki Hajar Dewantara 08
3.3 Dinamika system pendidikan dunia dan sistem pendidikan Indonesia
3.3.1 Dinamika Sistem Pendidikan di Indonesia
3.3.1.1 Keadaan peringkat kualitas pendidikan Indonesia di dunia 09
3.3.1.2 Sistem pendidikan Indonesia 12
3.3.1.3 Hal – hal yang mempengaruhi perkembangan
pendidikan di Indonesia 19
3.3.2 Dinamika Sistem Pendidikan Dunia
3.3.2.1 Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik 23
3.3.2.2 Pembandingan Sistem Pendidikan Finlandia
(Sistem Pendidikan Terbaik di dunia) dengan Indonesia 25
3.4 Teori Sistem dalam Pendidikan 30
BAB IV PENUTUP 34
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA 35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana utama pembentukan generasi penerus
bangsa. Semakin maju kualitas pendidikan di suatu negara, maka semakin maju
pula negara tersebut. Untuk meningkatkan layanan pendidikan yang berkualitas,
pemerintah sangat membutuhkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
Harus ada sinergi yang harmonis di antara pemerintah dan masyarakat tersebut.
Tidak meratanya pendidikan juga mengakibatkan kualitas masyarakat
Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Padahal pendidikan
merupakan faktor utama dalam membangun karakter bangsa dan faktor utama
untuk menggerakkan perekonomian suatu bangsa.
Berdasarkan data, perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal
bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Ada 1,5 juta anak
yang putus sekolah, kebanyakan disebabkan karena kekurangan biaya untuk
melanjutkan pendidikan, dikarenakan pendidikan di jaman sekarang ini yang
semakin mahal. Sangat disayangkan apabila seorang anak yang mempunyai
potensi, tetapi harus meninggalkan bangku sekolahnya hanya karena biaya yang
tidak memadai.
Sementara itu, dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat
lebih dari 54 persen guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan
sebesar 13,19%. Peran guru sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar,
untuk itu dengan kualitas guru pengajar yang baik dan kompeten di bidangnya
tentunya akan melahirkan siswa-siswi yang baik serta kompeten pula.
Sarana-sarana yang dibutuhkan untuk melakukan proses belajar mengajar
masih belum memadai seperti bangunan sekolah yang kondisinya perlu
diperbaiki, entah dikarenakan oleh bencana, atau memang bangunannya yang
tidak kuat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa penyebab kualitas pendidikan Indonesia belum maju?
2. Apa penyebab pendidikan kita lebih banyak menghasilkan kemampuan
peserta didik berfikir rendah?
3. Apa yang dapat kita lakukan untuk mengubah kualitas pendidikan
Indonesia sehingga dapat mengalami kemajuan?
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan untuk membahas masalah dalam makalah ini
adalah Psikoanalisis. Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh
Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku
psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6
Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan :
suatu metoda penelitian dari pikiran.
suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi
teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan
perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut
"psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam.
Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah
menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar
dalam psikologi. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada
metoda penelitian terhadap perkembangan anak.
Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana
orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi
bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis
merumuskan konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan
permasalahan karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi
pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.
2.2 Sistem Teori
Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia,
peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi
sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan
sebagai berikut :
Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak);
dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-
anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14).
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singat
pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir
hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan
lingkungan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di
dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena
manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan.
Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung
jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa
manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal
yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi.
Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada”
sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada
subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana
demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi
mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu
tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek
perkembangan jasmani dan rohani juga.
Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam
relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu
berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar
diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan
lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar
tradisinya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alasan memilih Pendekatan Psikoanalisis
Faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu pendidikan diantaranya
adalah fasilitas, kualitas pengajar, metode belajar mengajar, pemerataan
pendidikan, ketepatan Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan, dan biaya
pendidikan. Dari faktor-faktor tersebut, yang merupakan faktor vital dari
kemajuan pendidikan merujuk pada sumber daya manusianya. Dengan
pendekatan psikoanalisis akan dibahas mengenai pikiran,perilaku dan emosional
yang sangat mempengaruhi keefekifan dan keefesiensian suatu pendidikan.
3.2 Alasan memilih System Teori Ki Hajar Dewantara
Sistem teori yang kami ambil ialah didasari dari pendidikan Ki Hajar
Dewantara dimana system teori ini dimaksudkan untuk berupaya dalam
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), dan pikiran
(intelektual dan tubuh anak) para subyek pendidikan. Subyek pendidikan yang
mengacu pada system teori ini ialah manusia, dimana manusia harus melakukan
perubahan-perubahan terutama dalam dirinya sehingga mampu menjaga,
melindungi, serta bertanggung jawab atas tindakannya, sesuai yang diajarkan
dalam pendidikan.
Dalam pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, sering kita
mendengar slogan dari beliau yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun
karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi
semangat, di belakang memberi dorongan"). Slogan-slogan inilah yang harus
tetap diterapkan dalam pembelajaran pendidikan di Indonesia.
3.3 Dinamika System Pendidikan Dunia dan Sistem Pendidikan Indonesia
3.3.1 Dinamika Sistem Pendidikan di Indonesia
1. Keadaan peringkat kualitas pendidikan Indonesia di dunia
Keadaan peringkat kualitas pendidikan di Indonesia menurut
hasil survei World Competitiveness Year Book dari tahun 1997
sampai tahun 2007 pendidikan Indonesia berada dalam urutan
sebagai berikut
Pada tahun 1997 dari 49 negara yang diteliti Indonesia
berada di urutan 39.
Pada tahun 1999, dari 47 negara yang disurvei Indonesia
berada pada urutan 46.
Tahun 2002 dari 49 negara Indonesia berada pada urutan
47 dan
Pada tahun 2007 dari 55 negara yang disurvei, Indonesia
menempati urutan yang ke 53.
Tahun 2000
Sementara hasil penelitian program pembangunan PBB (UNDP)
tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada
urutan 109 dari 174 negara, jauh dibandingkan dengan negara
tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan
Philipina (77).
Tahun 2001
Berdasarkan data hasil penelitian di Singapura (September 2001)
menempatkan sistem pendidikan nasional pada urutan 12 dari 12
negara Asia bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara hasil
penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun 2000
menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109
dari 174 negara, jauh dibandingkan dengan negara tetangga
Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan Philipina (77).
Tahun 2005
Posisi Indonesia menduduki peringkat 10 dari 14 negara
berkembang di kawasan Asia Pasifik. Peringkat ini dilansir dari
laporan monitoring global yang dikeluarkan lembaga PBB,
Unesco. Penelitian terhadap kualitas pendidikan dasar ini
dilakukan oleh Asian South Pacific Beurau of Adult Education
(ASPBAE) dan Global Campaign for Education. Studi dilakukan
di 14 negara pada bulan Maret-Juni 2005. Laporan ini
dipublikasikan pada 24 Juni lalu.
Rangking pertama diduduki Thailand, kemudian disusul
Malaysia, Sri Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh,
Kamboja, India, Indonesia, Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon,
dan Pakistan. Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan memiliki
rata-rata E.
Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap, Indonesia
mendapat nilai C dan menduduki peringkat 7.
Pada aspek aksi negara, RI memperoleh huruf mutu F pada
peringkat ke 11.
Sedangkan aspek kualitas input/pengajar, RI diberi nilai E dan
menduduki peringkat ke 14.
Indonesia hanya bagus pada aspek kesetaraan gender B dan
kesetaraan keseluruhan yang mendapat nilai B serta mendapat
peringkat 6 dan 4.
“Sangat ironis karena Thailand yang mengalami krisis bisa
menempatkan diri menjadi rangking satu,” ujar aktivis LSM
Education Network for Justice (E-Net), M Firdaus, saat menjadi
pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini di
Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu
(29/6/2005).
Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for
all di Indonesia menurun. Jika pada 2010 lalu Indonesia berada
di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69.
Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global
Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and
Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011),
indeks pembangunan pendidikan atau education development
index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu
menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia.
EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium
berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.
Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat
kategori penilaian, yaitu:
angka partisipasi pendidikan dasar,
angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
angka partisipasi menurut kesetaraan jender,
dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar
(SD).
Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun ini terjadi
terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga
kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan
di jenjang pendidikan dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya
lima tahun.
Global Monitoring Report dikeluarkan setiap tahun yang berisi
hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia. Indeks pendidikan
tersebut dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan
EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar,
Senegal, tahun 2000.
Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang
berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok
pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor
satu dunia.
Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam
kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia.
Posisi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dari Filipina (85),
Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
2. Sistem pendidikan Indonesia
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas:
pendidikan formal,
nonformal, dan
informal.
Jalur Pendidikan Formal
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
pendidikan dasar,
pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
Jenis pendidikan mencakup:
pendidikan umum,
kejuruan,
akademik,
profesi,
vokasi,
keagamaan, dan
khusus.
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah.
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima
belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat; serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar.
Pendidikan menengah terdiri atas:
pendidikan menengah umum, dan
pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:
Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk:
akademi,
politeknik,
sekolah tinggi,
institut, atau
universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi.
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan
dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
lembaga kursus,
lembaga pelatihan,
kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan
hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan
profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan nonformal dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.
Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
dan/atau informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk:
Taman Kanak-kanak (TK),
Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal
berbentuk:
Kelompok Bermain (KB),
Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang
sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal
berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas
kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal dan nonformal.
Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan
dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal,
dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk:
pendidikan diniyah,
pesantren,
pasraman,
pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan jarak jauh
berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok
masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap
muka atau reguler. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam
berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana
dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu
lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa. Pendidikan layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.
3. Hal – hal yang mempengaruhi perkembangan pendidikan di
Indonesia
Penilaian terhadap suatu sistem pendidikan dapat dikaji
berdasarkan aspek efektifitas pendidikan, efisiensi pengajaran,
dan standardisasi pendidikan. Berikut akan dijelaskan ketiga
aspek diatas.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah
praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke
lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan
pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik
tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Anggapan yang berpendapat bahwa melaksanakan pendidikan di
jenjang yang tinggi akan dianggap hebat oleh masyarakat juga
menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah.
Setiap orang perlu mengambil pendidikan sesuai bakat dan
minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses
pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain.
Mengenai biaya pendidikan, selain mencakup biaya
sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau
informal, juga mencakup properti pendukung seperti buku dan
biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga
pengajaran.
Mengenai masalah waktu yang digunakan dalam proses
pendidikan formal didapat dari survei lapangan bahwa
pendidikan tatap muka di Indonesia relatif lebih lama jika
dibandingkan negara lain. Hal ini tidak efisien karena setelah
diamati banyak peserta didik ini juga mengikuti pendidikan
informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Ini
mengindikasikan bahwa pendidikan formal tidak mencukupi
kebutuhan akan pemenuhan pendidikan.
Dan mengenai mutu pengajar dinilai masih kurang yang
menyebabkan peserta didik mengambil pendidikan tambahan
sehingga membutuhkan uang lebih. kurangnya mutu pengajar
disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada
kompetensinya dan pendidik tidak dapat mengomunikasikan
bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan
membuat tertarik peserta didik. Hal lain yang juga menghambat
keefisiensian adalah sistem pendidikan yang berubah-ubah
sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan
sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum
berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi
proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika
mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan
pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu
yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat
disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang
dianggap kurang efektif lalu langsung menggantinya dengan
kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Standardisasi pendidikan diperlukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi
yang dibutuhkan masyarakat terus-menerus berunah apalagi di
dalam era globalisasi. Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar
dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal
terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi.
Kualitas pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di
dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-
badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi
tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan
(BSNP). Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk
meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam
pengungkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu
kemungkinan adanya pendidikan yang terkekang oleh standar
kompetensi saja sehingga kehilangan makna dan tujuan
pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan
bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja, bukan
bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat
digunakan. Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti
pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu
menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Selain itu, akan lebih
baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar
pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum.
Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi
misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN
sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi
pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta
didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa
melihat proses yang dilalui peserta didik yang telah menenpuh
proses pendidikan selama beberapa tahun.
Selain hanya berlangsug sekali, evaluasi seperti itu hanya
mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang
studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik. Banyak hal lain
juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan
sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang
ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan
penelitian yang lebih dalam lagi.
Selain 3 aspek diatas yang telah dipaparkan, ada beberapa
permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu rendahnya
sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan
guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan
pemerataan pendidikan, dan rendahnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan. Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali
sekolah dan perguruan tinggi yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap, laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya,
bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang
memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan,
melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan
tidak layak mengajar. Kualitas guru dan pengajar yang rendah ini
juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan
guru.
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik,
kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa
pun menjadi tidak memuaskan. Misalnya pencapaian prestasi
fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional
sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study
(TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking
ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di
ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal
ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan
Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
3.3.2 Dinamika Sistem Pendidikan Dunia
1. Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik
Berikut adalah 5 negara dengan Pendidikan Terbaik versi
Mizan.com :
a. Finlandia. Sistem pendidikan di negara yang terletak di ujung
Benua Eropa ini sangat unik. Mulai dari gratisnya biaya
pendidikan, tidak adanya seragam dan UN, hingga suasana
belajar yang tergolong santai dan informal. Meskipun
demikian, Finlandia justru menjadi negara terbaik di dunia
dalam hal sistem pendidikannya. Kuncinya, mereka hanya
memilih orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan
menerapkan kecintaan membaca kepada warganya sejak dini.
b. Cina. Beberapa daerah di Cina memiliki kualitas pendidikan
tinggi. Daerah tersebut khususnya adalah Shanghai dan
Hongkong, yang memiliki peringkat tinggi dalam PISA
(Programme for International Student Assessment), program
yang melakukan studi mengenai prestasi anak-anak berusia
15 tahun yang dilakukan oleh OECD, sebuah organisasi yang
menaungi perkembangan perekonomian dunia.
c. Kanada. Negara Amerika Utara ini dikenal memiliki standar
dan kualitas pendidikan tinggi. Ada banyak alasan atas hal
itu. Di antaranya, Kanada mengeluarkan anggaran yang
besar, setiap tahunnya, untuk dana pendidikan. Negara itu
juga mewajibkan setiap daerah di negeri itu untuk
bertanggung jawab atas sistem pendidikannya sendiri. Selain
itu, meskipun tidak gratis, biaya hidup dan pendidikan di
Kanada cenderung lebih rendah ketimbang negara Eropa dan
Amerika Utara lainnya. Karenanya, negara itu sering menjadi
pilihan mahasiswa melanjutnya studi kesarjanaannya.
Stabilitias negara ini di bidang politik, hingga menempati
peringkat yang tinggi dalam Global Peace Index dan Human
Development Index PBB, menjadi faktor penting baik dan
tumbuh pesatnya pendidikan di negara itu.
d. Korea Selatan. Pendidikan di Negeri Ginseng ini juga tercatat
mengalami pertumbuhan pesat. Teknologi menjadi poin
utama dalam perkembangan pendidikan negara ini. Salah
satu implementasinya yakni Korea Selatan menjadi negara
pertama yang menyediakan layanan akses internet
berkecepatan tinggi untuk siswa-siswi di sekolah dasar,
menengah, dan atas.
e. Selandia Baru. Selandia Baru menempati peringkat ke-7
dalam PISA tahun 2009 lalu. Sementara berdasarkan indeks
pendidikan yang diumumkan oleh Human Development
Index (Indeks Pembangunan Manusia) PBB tahun 2008 lalu,
Selandia Baru menempati peringkat tertinggi bersama
beberapa negara lainnya, seperti Denmark, Finlandia, dan
Australia. Salah satu kunci kesuksesannya yakni karena
pendidikan wajib di negara ini diberikan kepada anak usia 6
hingga 16 tahun secara cuma-cuma.
2. Pembandingan Sistem Pendidikan Finlandia (Sistem
Pendidikan Terbaik di dunia) dengan Indonesia
Berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif
pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) Peringkat 1 kategori Pendidikan
terbaik dunia ini dimenangkan Finlandia. Survei tersebut dikenal
dengan nama PISA (Programme for International Student
Assesment).
Survei ini mengukur kemampuan siswa di bidang Sains,
Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya lagi, Finlandia bukan
hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul
dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Intinya Finlandia
berhasil mencerdaskan semua anak didiknya.
Berikut akan dibahas hal-hal yang perlu diperhatikan dari
pendidikan sistem pendidikan di Finlandia dan dibandingkan
dengan sistem pendidikan di Indonesia adalah :
a. Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia sedikit lebih
tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa, tetapi masih di
bawah beberapa negara lainnya. Perlu diperhatikan juga
angka korupsi di Finlandia relatif kecil. Sedangkan
Indonesia, dengan anggaran yang tidak terlalu besar
ditambah dengan korupsi.
b. Finlandia tidaklah menekan siswanya dengan menambah
jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan
disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai
tes. Sedangkan Indonesia, PR adalah bagian dari kewajiban
dan guru member ujian secara mendadak yang akan membuat
siswa menjadi tertekan.
c. Siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat
dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7
tahun. Sementara Indonesia, bangga dengan anak yang
dimasukan ke sekolah dengan usia yang masih dini. Padahal
umur anak belum siap yang akan menimbulkan kejenuhan
tersendiri bagi si anak.
d. Jam sekolah lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu.
Sedangkan Indonesia, data dari UNESCO antara lain
menyebutkan, jam belajar anak-anak sekolah di Indonesia
mencapai 1.680 jam pertahun untuk SMP & SMA atau 42
jam dalam seminggu.
e. Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik
dengan pelatihan terbaik pula, artinya yang menjadi guru
adalah lulusan terbaik dari universitasnya. Profesi guru
adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka
tidaklah fantastis. Sedangkan Indonesia, praktik KKN
terdengar saat penerimaan tenaga kependidikan.
f. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar
untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya
1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih
ketat daripada masuk ke fakultas hukum atau kedokteran.
Sedangkan Indonesia, sekolah pendidikan masuk kategori
nomor dua, atau bahkan nomor sekian.
g. Finlandia justru percaya bahwa ujian menghancurkan tujuan
belajar siswa. Terlalu banyak ujian membuat pendidik
cenderung mengajarkan siswa untuk semata lolos dari ujian
saja. Sedangkan Indonesia, Ujian Nasional begitu di"dewa-
dewa"kan. Belum lagi Ujian Harian, Ujian Blok, Ujian
Praktik, Ujian Mid Semester, Ujian Semester, Try Out dan
lain lain. Keadaan geografi Indonesia yang begitu luas,
menyebabkan keadaan setiap daerah berbeda-beda, fasilitas
pendidikan antara mereka yang di pusat dan di daerah
bagaikan langit dan bumi. Sebenarnya cukup banyak
kekurangan pelaksanaan Ujian Nasional, namun berbagai
cara dilakukan untuk menutupi kekurangan Ujian Nasional,
bahkan rencananya tahun 2013 SNPTN ditiadakan dan hanya
akan menggunakan nilai UN.
h. Pada usia 18 tahun siswa mengambil ujian untuk mengetahui
kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga
lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi. Jadi Ujian di
Finladia hanya untuk mengetahui kecendrungan siswa di
bidang tertentu. Sehingga mereka dapat mengambil
keputusan yang tepat untuk memilih jurusan di Perguruan
Tinggi.
i. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak
komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan
mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.
Sedangkan Indonesia, selalu membiasakan kelas dengan
suasana hening, kalau bisa jangan sampai ada satu katapun
keluar dari mulut siswa saat guru sedang berbicara.
j. Kelompok siswa yang lambat, mendapat dukungan intensif.
Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Sementara kita
cendrung lebih intensif memberikan perhatian kepada siswa
yang rajin dan pintar. Sementara mereka yang mempunyai
keterbatasan seperti terseok-seok dalam mengikuti
pembelajaran.
k. Sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara
siswa yang berprestasi baik dan yang buruk. Remedial
tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai
kesempatan untuk memperbaiki. Sementara kita, remedial
seperti dijadikan stempel kegagalan siswa. Bahkan tidak
jarang daftar nama siswa yang remedial ditempel di papan
pengumuman dengan huruf yang sangat besar.
l. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa
mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu
salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa
malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat
mereka dalam belajar.
m. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka
hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai
sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Sedangkan kita,
langsung men"judge"dengan angka 1, 2, 3 dan seterusnya.
Tanpa menyertakan jawaban yang benar. Dan setelah itu
materi tetap dilanjutkan.
n. Setiap siswa diharapkan dan ditekankan agar bangga
terhadap dirinya masing-masing, apapun hasil yang mereka
capai, selama itu memang pekerjaan mereka sendiri. Ranking
hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa
tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
o. Finlandia pelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas
III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan
persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja
lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan
menghargai keanekaragaman kultural.
p. Setiap anak diwajibkan mempelajari bahasa Inggris serta
wajib membaca satu buku setiap minggu.
q. Wajib belajar diterapkan kepada setiap anak sejak umur 7
tahun hingga 14 tahun.
r. Setiap guru wajib membuat evaluasi mengenai
perkembangan belajar dari setiap siswa.
s. Ada perhatian yang khusus terhadap siswa-siswa pada tahap
sekolah dasar, karena bagi mereka, menyelesaikan atau
mengatasi masalah belajar bagi anak umur sekitar 7 tahun
adalah jauh lebih mudah daripada siswa yang telah berumur
14 tahun.
t. Negara membayar biaya kurang lebih 200 ribu Euro per
siswa untuk dapat menyelesaikan studinya hingga tingkat
universitas.
u. Biaya pendidkan datang dari pajak daerah, provinsi, serta
dari tingkat nasional.
v. Mengenai para prospek karier dan kesejahteraan, setiap guru
menerima gaji rata-rata 3400 euro per bulan setara 42 juta
rupiah. Guru disiapkan bukan saja untuk menjadi seorang
profesor atau pengajar, melainkan disiapkan juga khususnya
untuk menjadi seorang ahli pendidikan. Makanya, untuk
menjadi guru pada sekolah dasar atau TK saja, guru itu harus
memiliki tingkat pendidikan universitas.
Memang belum semua hal tersebut bisa diterapkan di
negara kita, karena semuanya merupakan sistem yang saling
memiliki keterkaitan. Namun sekecil apapun pasti ada upaya
untuk melakukan hal tersebut.
3.4 Teori Sistem dalam Pendidikan
Pengertian pendidikan sebagai sebuah sistem adalah pendidikan sebagai
suatu keseluruhan, baik teori mengenai sistem hingga sistem pendidikan nasional
dan sekolah (Suparlan: 2008).
Landasan Teori system
Menurut Banathy, teori sistem adalah suatu ekspresi yang terorganisir dari
rangkaian berbagai konsep dan prinsip yang saling terkait yang berlaku untuk
semua sistem.
Terdapat dua kelompok pendekatan dalam mendefinisikan sebuah sistem yaitu:
1. Pendekatan Prosedur
Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan
sistem sebagai suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan
atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.
2. Pendekatan Komponen atau Elemen
Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada komponen atau elemen
sehingga sistem sebagai sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi
dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan.
Sistem memiliki klasifikasi yang dapat membedakan sistem yang satu dengan
sistem yang lain, klasifikasi dari sistem sebagai berikut:
1. Sistem Abstrak dan Sistem Fisik.
Sistem abstrak (abstract system) adalah sistem yang berisi gagasan atau
konsep, misalnya sistem teologi yang berisi gagasan tentang hubungan
manusia dan tuhan. Sedangkan sistem fisik (physical system) adalah
sistem yang secara fisik dapat dilihat, misalnya sistem komputer, sistem
sekolah, sistem akuntansi dan sistem transportasi.
2. Sistem Deterministik dan Sistem Probabilistik
Sistem deterministik (deterministic system) adalah suatu sistem yang
operasinya dapat diprediksi secara tepat, misalnya sistem komputer.
Sedangkan sistem probabilistik (probabilistic system) adalah sistem yang
tak dapat diramal dengan pasti karena mengandung unsur probabilitas,
misalnya sistem arisan dan sistem sediaan, kebutuhan rata-rata dan waktu
untuk memulihkan jumlah sediaan dapat ditentukan tetapi nilai yang tepat
sesaat tidak dapat ditentukan dengan pasti.
3. Sistem Tertutup dan Sistem Terbuka
Sistem tertutup (closed system) adalah sistem yang tidak bertukar materi,
informasi, atau energi dengan lingkungan, dengan kata lain sistem ini
tidak berinteraksi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya reaksi
kimia dalam tabung yang terisolasi. Sedangkan sistem terbuka (open
system) adalah sistem yang berhubungan dengan lingkungan dan
dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya sistem perusahaan dagang.
4. Sistem Alamiah dan Sistem Buatan Manusia
Sistem Alamiah (natural system) adalah sistem yang terjadi karena alam,
misalnya sistem tata surya. Sedangkan sistem buatan manusia (human
made system) adalah sistem yang dibuat oleh manusia, misalnya sistem
komputer.
5. Sistem Sederhana dan Sistem Kompleks
Berdasarkan tingkat kerumitannya, sistem dibedakan menjadi sistem
sederhana (misalnya sepeda) dan sistem kompleks (misalnya otak
manusia).
Konsep dasar sistem secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Komponen-komponen sistem saling berhubungan satu sama.
2. Suatu keseluruhan tanpa memisahkan komponen pembentukannya.
3. Bersama-sama dalam mencapai tujuan.
4. Memiliki input dan output.
5. Terdapat proses yang merubah input menjadi output.
6. Terdapat aturan
7. Terdapat subsistem yang lebih kecil.
8. Terdapat deferensiasi antar subsistem.
9. Terdapat tujuan yang sama meskipun mulainya berbeda.
Model system
Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, maka perlu
membedakan unsur-unsur dari pembentukan sebuah sistem.
Berikut ini karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu sistem dengan
sistem yang lain.
1. Tujuan (goal): Setiap sistem memiliki tujuan (goal) apakah hanya satu
atau mungkin banyak dan tujuan antara satu sistem dengan sistem yang
lain berbeda. Tujuan inilah yang menjadi pendorong yang mengarahkan
sistem bekerja. Tanpa tujuan yang jelas, sistem menjadi tak terarah dan tak
terkendali.
2. Komponen (component): Kegiatan-kegiatan atau proses dalam suatu
sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk setengah jadi
(output). Komponen ini bisa merupakan subsistem dari sebuah sistem.
3. Penghubung (interface): Tempat dimana komponen atau sistem dan
lingkungannya bertemu atau berinteraksi.
4. Batasan (boundary): Penggambaran dari suatu elemen atau unsur yang
termasuk didalam sistem dan yang diluar sistem.
5. Lingkungan (environment): Segala sesuatu diluar sistem, lingkungan yang
menyediakan asumsi, kendala dan input terhadap suatu system.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia di nilai rendah karena kurangnya efektifitas serta
efisiensi dalam proses tersebut. Efektifitas pendidikan Indonesia yang rendah disebabkan
banyak dari peserta didik serta pendidiknya tidak mengerti tujuan pendidikan secara jelas,
sehingga tidak mengerti hasil akhir yang harus dicapai. Pendidikan di Indonesia pula
terlalu banyak untuk dipelajari secara menyeluruh dan menyebabkan setiap peserta didik
sulit dalam menentukan bakat serta minatnya
Tidak hanya itu saja, mahalnya biaya pendidikan, kurangnya mutu pendidik
dalam proses pengajaran, serta kurang memadahinya properti pelengkap kegiatan
pembelajaran, dan hambatan lainnya seperti transportasi terutama di daerah pedesaan,
namun satu hal yang tak kalah penting dalam pendidikan ialah sering bergantinya
kurikulum di Indonesia, sehingga menyebabkan para peserta didik dan pendidik sulit
untuk melakukan perubahan proses pembelajaran secara mendadak.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA