anatomi vertebra

26

Click here to load reader

Upload: chendy-endriansa

Post on 02-Aug-2015

102 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi Vertebra

TINJAUAN PUSTAKA

SPONDYLOSIS LUMBALIS

oleh :

A. A. Ayu Konsita Wardani (0102005018)

Pembimbing :

dr. Tjok Gde Bagus Mahadewa, Sp.BS, M.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LAB/SMF ILMU BEDAH

RS SANGLAH/FK UNUD DENPASAR

2007

Page 2: Anatomi Vertebra

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjuan pustaka berjudul “Spondylosis Lumbalis”

ini tepat pada waktunya.

Tinjauan pustaka ini kami susun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

Dalam penulisan tinjauan pustaka ini, penulis banyak memperoleh bimbingan

dan petunjuk-petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak guna

terselesainya penelitian ini. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. A. A. Asmarajaya,Sp.BP selaku Kepala Bagian / S.M.F. Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Bapak dr. W. Steven Christian, Sp.B(K)Onk, selaku Koordinator Pendidikan di

Bagian / S.M.F. Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Bapak dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, Sp.BS, M.Kes selaku dosen pembimbing.

4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas segala bantuan dan

dukungan yang diberikan, baik secara moral maupun material yang diberikan demi

terlaksananya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan pustaka ini masih banyak

terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi

kesempurnaan laporan penelitian ini.

Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah

kesehatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, Oktober 2007

penulis

2

Page 3: Anatomi Vertebra

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii

ANATOMI 1

PATOGENESIS DAN KLASIFIKASI 4

GAMBARAN KLINIS....................................................................................... 5

PEMERIKSAAN RADIOLOGI 8

PEMERIKSAAN LABORATORIUM............................................................... 8

PEMERIKSAAN LAINNYA............................................................................. 9

PENGOBATAN................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA 13

3

Page 4: Anatomi Vertebra

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Columna Vertebralis 3

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal........................................... 3

Gambar 3. Spinal canal stenosis-Sagittal MRI................................................ 7

Gambar 4. Lumbar Spondylosis...................................................................... 8

4

Page 5: Anatomi Vertebra

SPONDILOSIS LUMBALIS

PENDAHULUAN

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis

dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya

degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak,

atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak

di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior

vertebra centralis (corpus). 1,2

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis.Di

Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami

spondilosis lumbalis, meningkat dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia,

spondilosis lumbal dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan

mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74%

wanita mempunyai osteofit vertebralis, yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30%

pria dan 28% wanita berusia 55-64 tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20%

pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis.2

Rasio jenis kelamin pada keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara

bermakna. Spondilosis lumbalis ini sendiri muncul sebagai fenomena penuaan yang tidak

spesifik. Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

spondilosis dengan gaya hidup, berat badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik,

merokok dan konsumsi alkohol, atau riwayat reproduksi.2

Spondilosis lumbalis sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai dokter

sangat perlu untuk mengetahui patogenesis, gejala klinis yang sering tampak serta

pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosa

dan memberikan penanganan yang tepat.

5

Page 6: Anatomi Vertebra

ANATOMI

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk

bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12

columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4

columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-

coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran

untuk spinal cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting

karena menghubungkan otak dan sistem saraf perifer.3

Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau

corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di

posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang

terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.2

Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir

processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet

joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung

secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih

lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari

recessus lateralis dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus

verterbralis di bagian inferior. 2

Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh

processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari

lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis,

dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan

degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada

stenosis spinalis lumbalis. 2

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura

setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis

spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini

dapat terjadi penekanan. 2

6

Page 7: Anatomi Vertebra

Gambar 1. Columna Vertebralis 4

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal 3

7

Page 8: Anatomi Vertebra

PATOGENESIS DAN KLASIFIKASI

Spondilosis muncul sebagai akibat pembentukan tulang baru di tempat dimana ligament

anular mengalami ketegangan.1

Verbiest pada 1954, menganggap sebagai penyakit yang asalnya tidak diketahui,

dengan kelainan genetik, dimana efek patologis secara keseluruhan hanya muncul saat

pertumbuhan sudah lengkap dan vertebra sudah mencapai ukuran maksimal. 2

Kebanyakan ahli menerima teori yang menjelaskan stenosis spinalis lumbalis

terjadi melalui perubahan degeneratif yang menjadi instabilitas dan penekanan akar saraf

yang menimbulkan masalah jika anatomi canalis spinalis seseorang tidak baik. 2

Faktor perkembangan dan kongenital termasuk beberapa variasi anatomis yang

memberikan ruang lebih sempit untuk jalannya saraf, sehingga bahkan hanya dengan

perubahan osseus minor dapat berkembang menjadi penekanan akar saraf: canalis

spinalis yang dangkal, canalis dengan bentuk trefoil, atau anomali dari akar saraf. 2

Variasi anatomis facet joint dalam hal orientasi, bentuk, atau asimetrisitas

membuat degenerasi lebih mudah terjadi yang berkembang menjadi penekanan akar

saraf. Degenerasi lebih sering menyebabkan gejala penekanan akar saraf pada canalis

spinalis yang sempit, dibandingkan dengan yang lebar bahkan spondilosis atau

spondiloartrosis yang berat tidak memberikan tanda-tanda klinis. 2

Bentuk trefoil dari canalis spinalis adalah variasi anatomis dari canalis spinalis,

yang disebabkan oleh orientasi dari lamina dan facet joint. Paling sering ditemukan

setinggi L3 sampai L5. Kondisi ini dianggap sebagai faktor predisposisi berkembangnya

stenosis recessus lateralis melalui perubahan degeneratif dari facet joint. 2

Kelainan-kelainan akar saraf (akar yang berhimpit, akar yang ukurannya melebihi

normal, akar yang melintang) juga dapat berperan dalam berkembangnya gejala.

Disproporsi antara ukuran recessus lateralis dan diameter akar yang di luar normal dapat

menimbulkan gejala yang sesuai.1,2

Facet joint yang asimetris dapat mempercepat degenerasi discus, facet joint

dengan orentasi ke frontal memungkinkan ruang yang lebih lebar untuk membengkok ke

lateral dan oleh karena itu juga mempunyai akibat negatif terhadap integritas discus.

Pada saat yang sama, juga terdapat ruang yang lebih sempit di recessus lateralis.

Orientasi sendi ke sagital memungkinkan mudahnya pergeseran ke sagital dari vertebra-

yaitu berkembangnya spondilolistesis degeneratif. Faktor yang didapat yaitu termasuk

8

Page 9: Anatomi Vertebra

semua perubahan degeneratif yang berkembang menjadi penekanan akar saraf baik

osseus maupun non-osseus. 2

Secara morfologis, bentuk-bentuk perlekatan struktur saraf berikut ini dapat muncul

secara tunggal atau kombinasi dapat digolongkan sebagai stenosis spinalis lumbalis : 2

- stenosis spinalis centralis

- stenosis recessus lateralis

- penyempitan foramen intervertebralis

- penekanan akar saraf osseus

GAMBARAN KLINIS

Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala. Ketika terdapat keluhan nyeri

punggung atau nyeri skiatika, spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan yang

tidak ada hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali munculnya

suatu penyulit.1

Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan saat

berdiri atau berjalan. Gejala atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang menjadi

claudicatio neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah

pendek, kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Gejala yang

muncul biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut.2

Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan dengan postur tubuh

disebabkan oleh penekanan permanen pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, defisit

sensorik motorik, disfungsi sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan. 2

Gejala dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri

pinggang bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini

berhubungan dengan penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh

karena itu, gejala-gejala akan dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk

oleh lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan terutama menuruni tangga atau jalan

menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak tinggi. 2

Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu

yang lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan

keluhan spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan

akibat sensasi proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan,

termasuk juga nyeri alih (nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental

9

Page 10: Anatomi Vertebra

tulang belakang dan akan berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisi

lordosis lumbalis : condong ke depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring.

Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke daerah dermatom yang sebelumnya tidak

terkena atau ke tungkai yang lain, menandakan terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri

tungkai bawah dapat berkurang, yang merupakan fenomena yang tidak dapat dibedakan.

Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa pasien dapat mengendarai sepeda

tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami gejala intermiten hanya setelah berjalan

dengan jarak pendek. 2

Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada

beratnya penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal

tersebut adalah defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang

terdapat inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang

terfleksikan dapat mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan

claudicatio intermiten vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik disebabkan oleh

insufisiensi suplai vaskuler pada satu atau lebih akar saraf dari cauda equina yang terjadi

selama aktivitas motorik dan peningkatan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan

hal tersebut. Daerah fokal yang mengalami gangguan sirkulasi tersebt muncul pada titik

tempat terjadinya penekanan mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang

berkembang menjadi nyeri atau paresthesia Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam

jumlah besar akan berkembang menjadi kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari

penekanan mekanik adalah perlekatan arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf dan

menganggu sirkulasi CSF di sekitarnya dengan akibat negatif pada metabolismenya. 2

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

- X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.1

- Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan

[DEXA]) memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan

untuk pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit

menghasilkan gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil

uji densitas tulang tidak valid dan menutupi adanya osteoporosis.1

Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk

menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis

dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis,

10

Page 11: Anatomi Vertebra

dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat

ditentukan dengan metode ini.2

Mielografi (tidak dilakukan lagi) bermanfaat dalam menentukan derajat dan

kemiringan besarnya stenosis karena lebih dari sati titik penekanan tidak cukup. 2

CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat

yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran

dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi

discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat. 2

MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus

dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis.

Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image,

biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis.

Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang

merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan

bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional spinal

lumbalis akan sangat bermanfaat. 2

Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-

gejala, karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering

ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali

asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan.

Gambar 3. Spinal canal stenosis-Sagittal MRI

11

Page 12: Anatomi Vertebra

Gambar 4. Lumbar Spondylosis

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak ada indikasi pemeriksaan laboratorium.1

PEMERIKSAAN LAINNYA

Elektromiografi (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) hanya digunakan pada

keadaan dengan komplikasi). 1

PENGOBATAN

Pengobatan harus disesuaikan dengan pasien, usia dan tujuan. Pada kebanyakan pasien

dapa dicapai perbaikan yang nyata atau berkurangnya gejala-gejala. Gejala-gejala

radikuler dan claudicatio intermitten neurogenik lebih mudah berkurang dengan

pengobatan daripada nyeri punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.2

Pengobatan konservatif

Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang mana

dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak

saat berjalan. Pada beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup

memuaskan dan jarak saat berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari. 2

Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal

kecuali terdapat defisit motorik atau defisit neurologis yang progresif. Terapi konservatif

12

Page 13: Anatomi Vertebra

untuk stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang sekali berhasil

untuk waktu yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk herniasi diskus. 2

Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala nyeri

punggung dan nyeri skiatika.1

- Jangan menyimpulkan bahwa gejala pada pasien berhubungan dengan

osteofitosis. Carilah penyebab sebenarnya dari gejala pada pasien.

- Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest total

selama dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan

untuk bedah eksisi.

- Pengobatan tidak diindikasikan pada keadaan tanpa komplikasi.

Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-

gejala permanen khususnya defisit mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan pada

keadaan tanpa komplikasi.1

Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan

nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.1

- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin

terjadi hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.

- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen

sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang

diinduksi osteofit.

- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah

komplikasi yang mungkin terjadi.

- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat

menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit

muncul kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofit-

osteofit tersebut, sehingga tidak nampak lagi.

- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.

13

Page 14: Anatomi Vertebra

Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena

pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur

operasi yang dapat dilakukan anatara lain:2

Operasi dekompresi

Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil

Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil

Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis

spinalis dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi

selektif dari akar saraf.

Dekompresi kanalis spinalis2

Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian

tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka

kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah ¼ pasien

setelah 5 tahun. Terdapat angka komplikasi post operatif non spesifik dan jaringan parut

epidural yang relatif rendah.

Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina

lumbalis, selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula.

Pada spina yang degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan

facet joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya spodilolistesis post

operatif setelah laminektomi yang akan memberikan hasil yang buruk.

Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau

jika terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi

dari instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami

degenerasi, nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan inilah

maka discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana gejalanya

ditimbulkan oleh protrusio atau herniasi, kecuali diskus yang terherniasi menekan akar

saraf bahkan setelah dekompresi recessus lateralis.

Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi

di segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat

nyata, hal ini disebut dengan “membran post laminektomi”. Autotransplantasi lemak

dilakukan pada epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun

14

Page 15: Anatomi Vertebra

beberapa telah berhasil, pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan

penekanan akar saraf.

Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan

dengan hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati.

Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur standar stenosis

laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis spinalis, sehingga biasanya

digabungkan dengan beberapa bentuk facetectomy parsial. ”Unroofing” foramen

vertebralis dapat dikerjakan hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi diskus

foramina. Kemungkinan cara yang lain dikerjakan adalah prosedur laminoplasti dengan

memindahkan dan memasukkan kembali lengkung laminar dan processus spinosus.

Dekompresi selektif akar saraf 2

Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis, dekompresi selektif akar

saraf sudah cukup, khususnya jika pasien mempunyai gejala unilateral. Facetectomy

medial melalui laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint yang

membungkus akar saraf diangkat.

Komplikasi spesifik prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas

yang disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique dari

pars artikularis yang menipis.

Dekompesi dan stabilisasi2

Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode stabilisasi. Sistem terbaru

menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana pada sistem yang lebih lama seperti knodt

rods, harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer.

Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus

dengan atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya dapat

dilakukan penyatuan interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior.

Beberapa ahli mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal lebih baik daripada

laminektomi tunggal karena laminektomi tunggal berhubungan dengan insiden yang

tinggi dari spondilolistesis progresif.

Komplikasi prosedur stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi

osteosintetik, trauma neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel,

pseudoarthrosis, ileus paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi dan

15

Page 16: Anatomi Vertebra

stenosis post fusi dapat muncul pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami

fusi yang disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori

ini, efek klinis dari komplikasi ini masih belum dapat diketahui.

Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi

adalah prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan

pengobatan yang paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan

dalam rangkaian operasi yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun

demikian, setelah lebih dari 40 tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi,

etiologinya masih belum dapat dimengerti secara jelas dan juga, definisi dan klasifikasi

masih belum jelas karena derajat stenosis tdak selalu berhubungan dengan gejala-

gejalanya.

Protokol pembedahan yang dianjurkan antara lain:

Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau

menyebabkan claudicatio intermitten neurogenik dekompresi dan stabilisasi

Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten

yang jelas berhubungan dengan postur dilakukan prosedur stabilisasi, terutama

jika keluhan membaik dengan korset lumbal

Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan

otot-otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik

konservatif maupun pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Anatomi Vertebra

1. Bruce M. Lumbar spondylosis. 2007 In :

http://www.emedicine.com/neuro/jnl/index.htm. Accses : 10 October 2007.

2. Thamburaj V. Lumbar spondylosis. 2007. In: http://www.pubmedcentral.nih.gov.

Accses : 10 October 2007.

3. Anonim. Lumbar Spine Stenosis A Common - Medical Illustration_files. 1998. In :

http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd. Accses: 10 October 2007.

4. Anonim. Anatomy of the Vertebral Column with Typical Cervical and Lumbar

Vertebrae - Medical Illustration_files. 2004. In :

http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd. Access:10 October 2007.

17