anatomi dan fisiologi tulang

47
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Tulang 1. Anatomi Tulang Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara lain: a. Tulang panjang (Femur, Humerus) yang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongy bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi

Upload: chaterine-grace

Post on 25-Oct-2015

307 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Tulang

1. Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang

berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses

osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut

osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.

Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat diklasifikasikan

dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara lain:

a. Tulang panjang (Femur, Humerus) yang terdiri dari batang tebal panjang

yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah

proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis

terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis

atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi

tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel

tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang

dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongy

bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang

rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh.

Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan

tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi

 

Page 2: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

 

 

 

lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang

disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.

b. Tulang pendek (carpals) dengan bentuk yang tidak teratur, dan inti dari

cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat

dengan tulang concellous sebagai lapisan luarnya.

d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang

pendek.

e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang

yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan

jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya

terdiri atas tiga jenis dasar, yaitu; osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas

berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.

Adapun matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar

(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan. Matriks merupakan

kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.

Selanjutnya, osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan

fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Sementara

osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam

penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah

osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang

Page 3: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

10 

 

 

 

yang dinamakan lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit, yang

memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang

halus (menghubungkan pembuluh darah sejauh kurang dari 0,1 mili meter).

Tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang dinamakan

periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya

tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum

mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat

dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum

tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang

melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat

endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada permukaan tulang).

 

Gambar 2.1 : Anatomi Tulang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan 70%

endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90%

Page 4: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

11 

 

 

 

serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus sakarida).

Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium,

kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan

berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik

menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan

yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki

kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa

pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah

selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor

makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi

akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas

berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks

tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam

beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan

mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast

tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.

Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-

tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya

membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,

sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal

Page 5: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

12 

 

 

 

ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat

dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah.

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan

dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel

yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang

berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas

tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan

memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian

kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.

Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas.

0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru.

Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan

tulang baru yang lebih kuat.

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan

tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan

remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka

menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi

aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa

muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total

massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi

aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas

juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia

dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat

Page 6: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

13 

 

 

 

menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas

osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.

Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah

raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai

tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi

mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon

perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan

tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya

kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya

menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang

penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi

hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara

langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan

merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi

kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam

jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan

penguraian tulang. Maka, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi

kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.

Ada pun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama

dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar

paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon

Page 7: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

14 

 

 

 

paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium

serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang

pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan

kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan

pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi

efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Efek lain hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan

menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan

ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah.

Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid.

Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar

tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin

memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas.

Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar

kalsium serum.

2. Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan

jaringan lunak.

c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan).

Page 8: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

15 

 

 

 

d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang

(hema topoiesis).

e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

 B. Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya (Suddarth, 2002). Sedangkan menurut Linda Juall C.

dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan Fraktur

sebagai rusaknya kontinuitas tulang disebabkan tekanan eksternal yang datang

lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2001).

Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah fraktur bersih

(karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi. (Handerson, M.

A, 1992 dalam Suddarth, 2002)

2. Etiologi

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

Page 9: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

16 

 

 

 

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian

yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari

yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, bone

marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan

terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga

medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.

Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon

inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,

serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang.

Page 10: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

17 

 

 

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur adalah:

a. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

b. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya

tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,

elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

4. Klasifikasi Fraktur

Proses terjadinya fraktur dapat sangat bervariasi, tetapi untuk alasan yang

praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.

1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang.

2) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

Page 11: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

18 

 

 

 

a) Hair Line Fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga

tidak ada perubahan bentuk tulang).

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma, faktur terbagi menjadi:

1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan

atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

Gambar 2.2 : Jenis Fraktur

Page 12: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

19 

 

 

 

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang

yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran

searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

f. Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

Page 13: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

20 

 

 

 

h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis

tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan

jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartement.

5. Manifestasi Klinik

a. Deformitas

b. Bengkak/edema

c. Echimosis (Memar)

d. Spasme otot

e. Nyeri

f. Kurang/hilang sensasi

g. Krepitasi

i. Pergerakan abnormal

j. Rontgen abnormal

Page 14: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

21 

 

 

 

6. Test Diagnostik

a. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya

trauma.

b. Scan tulang, temogram, CT scan: memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal

setelah trauma.

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multiple, atau cedera hati.

7. Penatalaksanaan Medik

a. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden

period).

Saat kuman belum terlalu jauh meresap, dapat dilakukan langkah-

langkah:

1) Pembersihan luka

2) Eksisi

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

Page 15: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

22 

 

 

 

b. Seluruh Fraktur

1) Rekognisis/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan

tindakan selanjutnya.

2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Reduksi atau manipulasi adalah upaya untuk memanipulasi

fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun.

Selain itu, reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan

fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. (Brunner,

2001)

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan

untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat

fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya

dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah

jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema

dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi

semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.

Sebelum fraktur direduksi dan diimobilisasi, pasien harus

dipersiapkan untuk menjalani prosedur. Selain itu, harus diperoleh

izin untuk melakukan prosedur, serta dapat di berikan analgetik sesuai

ketentuan, mungkin perlu dilakukan anestesi. Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah

kerusakan lebih lanjut

Page 16: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

23 

 

 

 

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling

berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,

sementara gips, bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat

immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas

untuk penyembuhan tulang. Sinar x harus dilakukan untuk mengetahui

apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

Selain reduksi tertutup, ada pula traksi. Traksi dapat digunakan

untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi

disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan untuk

memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika

tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x. Ketika

kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan

imobilisasi.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan

pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam

bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan

untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai

penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi

tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga

aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

Page 17: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

24 

 

 

 

3) Retensi/Immobilisasi

Retensi atau immobilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk

menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimun.

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,

traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Sedangkan

untuk fiksasi interna dapat digunakan implan logam yang berperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4) Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan tindakan untuk menghindari atropi dan

kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi

harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (misalnya

pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau secara

berkala, jika ada tanda gangguan neurovasuler, segera dilaporkan pada

ahli bedah ortopedi. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan

dikontrol dengan berbagai pendekatan, misalnya meyakinkan pasien,

perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika. Latihan

isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi

disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas

Page 18: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

25 

 

 

 

hidup sehari hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi

dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula

diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang

memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan

dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, serta menentukan

tingkat aktivitas dan beban berat badan.

8. Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur

merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan

membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk

oleh aktivitas sel-sel tulang.

Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah

fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang

rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium

ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan diferensiasi sel menjadi fibro

kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang

telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus

masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast

Page 19: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

26 

 

 

 

beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari

terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang

patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,

tergantung frakturnya.

c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

aktivitas osteoblast dan osteoklast yang mulai berfungsi dengan

mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang

yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan

endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang)

menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada

4 minggu setelah fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang

lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

Page 20: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

27 

 

 

 

e. Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama

beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh

proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae

yang lebih tebal diletakan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,

dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan

akhirnya terbentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

9. Komplikasi

a. Komplikasi Awal

1) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, kreatinin menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi

splinting, perubahan posisi pada yang sakit, reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh perdarahan yang menekan otot,

saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti

gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

3) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang

sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena

Page 21: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

28 

 

 

 

sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran

darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang

ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,

tachypnea, demam.

4) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk

ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga

karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

5) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

6) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama

1) Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

Page 22: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

29 

 

 

 

2) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih

pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini

juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

3) Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

C. Mobilisasi Dini 

1. Definisi Mobilisasi Dini

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,

mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan

penting untuk kemandirian (Barbara, 2006). Sebaliknya keadaan imobilisasi

adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan

tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya

disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti

saat duduk atau berbaring. (Susan J. Garrison, 2004)

Sementara mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada

fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian

(Capernito, 2000). Carpenito juga membagikan tiga rentang gerak dalam

mobilisasi yaitu, rentang gerak pasif, rentang gerak aktif, dan rentang gerak

Page 23: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

30 

 

 

 

fungsional. Adapun rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan

otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif

misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sementara

rentang gerak aktif untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi

dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien

menggerakkan kakinya. Sedangkan rentang gerak fungsional berguna untuk

memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini

adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara

membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu

jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan

kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan

dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui.

Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan

berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi. (Rustam Muchtar, 1992 dalam

Barbara, 2006)

2. Tujuan Mobilisasi

Menurut Susan J. Garrison (2004), tujuan mobilisasi antara lain:

a. Mempertahankan fungsi tubuh

b. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan

luka

c. Membantu pernafasan menjadi lebih baik

Page 24: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

31 

 

 

 

d. Mempertahankan tonus otot

e. Memperlancar eliminasi alvi dan urin

f. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali

normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.

g. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau

berkomunikasi

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Barbara (2006),

antara lain :

a. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang

dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan

kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan

mobilisasi dengan cara yang sehat.

b. Proses penyakit dan injury

Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi

mobilitasnya, misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk

mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani

operasi, karena adanya rasa sakit atau nyeri yang menjadi alasan mereka

cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat

di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.

Page 25: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

32 

 

 

 

c. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan

aktifitas, misalnya pada pasien setelah operasi dilarang bergerak karena

kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi.

d. Tingkat energi

Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau

tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan

dengan orang dalam keadaan sehat.

e. Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya

dibandingkan dengan seorang remaja.

4. Jenis Mobilisasi

Jenis-jenis mobilisasi antara lain :

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik mampu

mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak

keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi pasien

untuk memenuhi kebutuhan dan kesehatan secara bebas, mempertahankan

interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari hari.

b. Mobilisasi sebagian

Pasien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai

gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi

sebagian dapat dibedakan menjadi:

Page 26: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

33 

 

 

 

1) Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversibel pada

sistim muskuloskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang.

2) Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistim

syaraf yang reversibel. (Susan J. Garrison, 2004)

5. Kontra Indikasi Mobilisasi

Pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode tidak

terlalu lama seperti pada pada kasus infark miokard akut, disritmia jantung

atau syok sepsis. Kontra indikasi lain dapat ditemukan pada kelemahan umum

dengan tingkat energi yang kurang. (Susan J. Garrisson, 2004)

6. Mobilisasi Pada Pasien Pasca Pembedahan.

Mobilisasi pasca pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan

pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan

pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke

luar kamar. (Brunner & Suddarth, 2002)

Selama 24 sampai 48 jam pertama, perhatian ditujukan pada pemberian

peredahan nyeri dan pencegahan komplikasi. Latihan menarik napas dalam,

batuk dan fleksi kaki atau tangan harus didorong untuk dilakukan setiap jam.

(Brunner & Suddarth, 2002)

Sementara, hal yang harus diperhatikan pada penanganan pasien pasca

operasi fraktur adalah pada pencegahan terjadinya masalah medis sekunder

(komplikasi pasca bedah), dan harus segera dilakukan mobilisasi agar fungsi

kemandirian dapat dipertahankan. (Brunner & Suddarth, 2002)

Page 27: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

34 

 

 

 

Latihan tersebut melalui tahap-tahap yaitu:

a. Setelah 12-24 jam pertama post operasi pasien berpindah posisi setiap 1-2

jam. Melakukan latihan kaki setiap jam jika pasien terjaga.

b. Jika pasien mampu beradaptasi untuk melakukan miring ke kiri dan ke

kanan, 6-12 jam berikutnya pasien dibantu untuk bergerak secara bertahap

dari posisi berbaring ke posisi duduk sampai semua tanda pusing hilang.

Posisi ini dapat dicapai dengan menaikan bagian kepala tempat tidur.

c. Apabila pasien dapat duduk di tempat tidur tanpa mengeluh pusing hari

ketiga post operasi anjurkan untuk menjuntai kaki di samping tempat tidur,

jika tanda-tanda vital normal dan pasien tidak mengeluh pusing bantu

pasien untuk berdiri disamping tempat tidur dan bantu pasien untuk

berjalan perlahan dalam jarak pendek ± 2-3 meter.

d. Hari keempat pasien dibantu untuk berjalan kekamar mandi dan jika luka

operasi kering, pemenuhan nutrisi baik, hasil pemeriksaan penunjang baik,

tidak ada komplikasi lainnya, perawat dapat memberitahukan kepada

dokter agar pasien boleh dipulangkan. (Perry dan Poter, 2005)

Menurut Potter & Perry (2005), mobilisasi dapat di lakukan dengan range

of motion (ROM) aktif. Adapun gerakan ROM yang dilakukan yaitu:

a. Leher, spina, serfikal

Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°

Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°

Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang

40-45°

Page 28: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

35 

 

 

 

Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin

kearah setiap bahu, rentang 40-45°

Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler,

rentang 180°

Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

 Gamber 2.3: Gerakan ROM pada Leher

b. Bahu

Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan

ke posisi di atas kepala, rentang 180°

Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh,

rentang 180°

Hiperektensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus,

rentang 45-60°

Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan

telapak tangan jauh dari kepala, rentang 180°

Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh

sejauh mungkin, rentang 320o

Page 29: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

36 

 

 

 

Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan

lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke

belakang, rentang 90°

Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari

ke atas dan samping kepala, rentang 90°

Sirkumduksi : Menggerakan lengan lingkaran penuh, rentang 360°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

 Gamber 2.4: Gerakan ROM pada Bahu

c. Siku

Fleksi : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke

depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°

Ektensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang

150°

Gamber 2.5: Gerakan ROM pada siku

Page 30: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

37 

 

 

 

d. Lengan bawah

Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak

tangan menghadap ke atas, rentang 70-90°

Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan

menghadap ke bawah, rentang 70-90°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

Gamber 2.6: Gerakan ROM pada lengan bawah

e. Pergelangan tangan

Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan

bawah, rentang 80-90°

Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan,

lengan bawah berada di arah yang sama, rentang 80-90°

Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh

mungkin, rentang 89-90°

Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari,dengan

rentang 30°

Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari,

rentang 30-50°

Page 31: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

38 

 

 

 

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

Gamber 2.7: Gerakan ROM pada pergelangan tangan

f. Jari- jari tangan

Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°

Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°

Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh

mungkin, rentang 30-60°

Abduksi : Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang

lain, rentang 30°

Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

Gamber 2.8: Gerakan ROM pada jari

Page 32: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

39 

 

 

 

g. Ibu jari

Fleksi : Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak

tangan, rentang 90°

Ekstensi : Menggerakan ibu jari lurus menjauhi tangan, rentang 90°

Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°

Adduksi : Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°

Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada

tangan yang sama

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

Gamber 2.9: Gerakan ROM pada ibu jari

h. Pinggul

Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°

Ekstensi : Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain,

rentang 90-120°

Hiperekstensi : Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°

Abduksi : Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh,

rentang 30-50°

Page 33: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

40 

 

 

 

Adduksi : Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan

melebihi jika mungkin, rentang 30-50°

Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke tungkai lain, rentang 90°

Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai jauhi tungkai lain, rentang 90°

Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

 Gamber 2.10: Gerakan ROM pada pinggul

i. Lutut

Fleksi : Mengerakan tumit ke belakang paha, rentang 120-130°

Ekstensi : Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

Gamber 2.11: Gerakan ROM pada lutut

Page 34: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

41 

 

 

 

j. Mata kaki

Dorsifleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke

atas, rentang 20-30°

Flantarfleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke

bawah, rentang 45-50°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

 Gamber 2.12: Gerakan ROM pada mata kaki

k. Kaki

Inversi : Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°

Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

Gamber 2.13: Gerakan ROM pada kaki

l. Jari-Jari Kaki

Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°

Page 35: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

42 

 

 

 

Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°

Abduksi : Menggerakan jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15°

Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

 Gamber 2.14: Gerakan ROM pada jari kaki

7. Dampak Mobilisasi Post Operasi

a. Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan

1) Mencegah atelektasis dan pnemonia hipostasis .

2) Peningkatan kesadaran mental dampak dari peningkatan oksigen

ke otak.

b. Peningkatan sirkulasi

1) Nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah luka

2) Mencegah trombophlebitis

3) Peningkatan kelancaran fungsi ginjal

4) Pengurangan rasa nyeri

c. Peningkatan berkemih

Mencegah retensi urine

d. Peningkatan metabolisme

Page 36: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

43 

 

 

 

1) Mencegah berkurangnya tonus otot

2) Mengembalikan keseimbangan nitrogen

e. Peningkatan peristaltik

1) Memudahkan terjadinya flatus

2) Mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas

3) Mencegah konstipasi

4) Mencegah illeus paralitik

D. Kontraktur

Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi

secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong,

otot dan kulit. Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya

mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain ketidakseimbangan kekuatan

otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka trauma yang luas,

inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri. (Halar EM, 1993 dalam Ester,

2001)

Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan

kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi.

Selain itu juga kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi

pencegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, posisi yang tepat dan

mencegah immobilisasi yang lama.

Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan

mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari (Kottke FJ-WB Saunders

Page 37: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

44 

 

 

 

Co. 1982 dalam Ester, 2001). Kontraktur dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 7

hari setelah operasi. (Maas, 2001)

1. Klasifikasi Kontraktur

Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan,

kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian. (Sjamsuhidajat R,1997

dalam Ester, 2001)

a. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen

Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal

tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya

pada luka bakar yang dalam dan luas, kecelakaan dan infeksi.

b. Kontraktur Tendogen atau Myogen

Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon.

Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan

atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas,

trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.

c. Kontraktur Arthrogen

Kontraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini

bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat

immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan

pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis,

penyakit kongenital dan nyeri.

Page 38: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

45 

 

 

 

2. Patofisiologi

Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek

dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan

menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang

dipertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut

otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan

sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan

ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.  

3. Pencegahan Kontraktur

Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan.

Program pencegahan kontraktur meliputi: (Sjamsuhidajat R,1997 dalam Potter

& Perry, 2005)

a. Mencegah infeksi

Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera

perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan

granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur.

b. Skin graft atau Skin flap

Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup

sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.

c. Fisioterapi

Tindakan fisioterapi harus dilakukann segera mungkin yang meliputi;

1) Proper positioning (posisi penderita)

2) Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)

Page 39: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

46 

 

 

 

3) Stretching

4) Splinting / bracing

5) Mobilisasi / ambulasi awal

4. Penanganan Kontraktur

Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah

pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan

untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik

dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan

dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah

kontraktur sendi yang rekuren. (Halar EM, 1993 dalam Barbara, 2006)

Penanganan kontraktur dapat dliakukan dalam dua cara, yakni secara

konservatif dan operatif.

a. Konservatif

Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini

lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita yang

meliputi:

1) Proper positioning

Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya

kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu

selama penderita dirawat di tempat tidur (Irain K. Burns, 1995 dalam

Barbara, 2006). Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur.

Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat

Page 40: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

47 

 

 

 

mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.

(Joynt RL,1993 dalam Potter & Perry, 2005)

2) Stretching

Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan

kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih

dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang

paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan

lutut bagian belakang. (Joynt RL,1993 dalam Armis, 2002)

3) Splinting / bracing

Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning

merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk

mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan

kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan

kebingungan.

4) Pemanasan

Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh

luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik,

pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan

modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik

sendi kecil maupun sendi besar.

b. Operatif

Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan

kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan,

Page 41: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

48 

 

 

 

tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara : (ConveRSe JM,

1977 dalam Barbara, 2006)

1) Z - plasty atau S - plasty

Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya

sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat

panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.

2) Skin graft

Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar.

Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan

parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya.

Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full

thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan

akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian

dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan

dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.

3) Flap

Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan

parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi

parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan

saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan

transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian

flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk

Page 42: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

49 

 

 

 

koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan

yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.

 UJI KEKUATAN OTOT

Menurut Robert Priharjo (2002), tingkatan gradasi kekuatan otot dapat dibagi menjadi :

Tabel 2.1 : Uji Kekuatan Otot

Grade Rating Percentage Finding5

Normal 100

ROM penuh dengan melawan gravitasi dan tahanan, kekuatan utuh

4 Good 75 Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain 3 Fair 50 Mampu menahan tegak walaupun sedikit

didorong tetapi tidak mampumelawan tekanan/dorongan dari pemeriksa

2

Poor 25

Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi saja, tapi dengan sentuhan akan jatuh

1

Trace 10

Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh

0 Zero 0 Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi, bila lengan/tungkai di lepaskan, akan jatuh 100% pasif

  E. ORIF

Open Reduction Internal Fixatie (ORIF) adalah suatu jenis operasi dengan

pemasangan internal fixasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat

direduksi secara cukup dengan close reduction, atau ketika plaster gagal untuk

mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur (John C. Adams, 1992

dalam Potter & Perry, 2005). Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen

tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini

berupa intra medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang

dengan tipe fraktur tranvers.

Page 43: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

50 

 

 

 

Ada dua komponen terpisah untuk suatu prosedur ORIF. Yang pertama

adalah reduksi terbuka, yang mengacu pada proses operasi terbuka untuk

mengatur tulang. Operasi terbuka mungkin diperlukan bila patah tulang kompleks

atau ada banyak potongan tulang. Dokter bedah membuat insisi di wilayah

istirahat untuk mengakses tulang, dan memanipulasi mereka kembali ke

tempatnya, memeriksa dengan mesin x-ray untuk mengkonfirmasi bahwa fraktur

telah sepenuhnya ditangani.

Fiksasi internal melibatkan penggunaan pin, piring, dan sekrup untuk

memegang tulang di tempat. Hal ini dilakukan karena tulang tidak dapat

disembuhkan dengan casting atau belat saja. Fiksasi internal dilakukann secara

bersama hingga sembuh. Penyembuhan dimonitor oleh bantuan pencitraan medis

untuk mengkonfirmasi bahwa tulang disatukan, penyembuhan secara merata, dan

penyembuhan dengan benar.

Ketika sebuah ORIF dianjurkan, pasien perlu mempersiapkan untuk

operasi. Hal ini melibatkan pertemuan dengan anestesi dan ahli bedah untuk

mendiskusikan risiko dan kekhawatiran, mengikuti petunjuk seperti menahan diri

dari makan atau minum sebelum prosedur, dan muncul di rumah sakit pada waktu

yang ditentukan. Pasien akan sepenuhnya dibius selama prosedur untuk

kenyamanan dan akan ditawarkan manajemen rasa sakit setelah operasi ORIF

sampai pulih.

Setelah tulang diatur dengan ORIF, pasien memiliki kesempatan untuk

terlibat dalam terapi fisik. Namun, ada pula masalah yang muncul segera setelah

operasi ORIF, seperti oedem atau bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak

Page 44: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

51 

 

 

 

sendi (kontraktur), penurunan kekuatan otot, serta penurunan kemampuan

fungsionalnya yaitu berjalan dikarenakan luka bekas operasi dan luka bekas

trauma. Beberapa komplikasi lain yang dapat timbul pasca operasi fraktur adalah :

1. Infeksi

Infeksi terjadi karena masuknya mikroorganisme patogen ke dalam daerah

fraktur dan karena fiksasi internal yang dipasang di dalam tubuh pasien

mungkin tidak steril atau karena teknik, perlengkapan dan keadaan operasi

yang buruk. (Adam, 1992 dalam Potter & Perry, 2005)

2. Deep Venous Trombosis (DVT)

DVT merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pasca operasi.

Penyebab utama DVT pada pasien pembedahan adalah hiperkoagulabilitas

darah, terutama akibat aktivasi faktor X oleh tromboplastin yang dilepas oleh

jaringan yang rusak. Faktor-faktor sekunder yang penting, seperti imobilisasi

yang lama, kerusakan endotel dan peningkatan jumlah dan kelengketan

trombosit dapat diakibatkan oleh cedera atau operasi. (Appley,1995 dalam

Potter & Perry, 2005)

F. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti (2002) dengan judul “Tingkat

ketergantungan aktivitas dasar sehari-hari (ADS) pada pasien fraktur

femur di bangsal rawat inap RSO Prof Dr.Soeharso Surakarta”.

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan rancangan cross

sectional. Subjek penelitian adalah pasien dengan fraktur femur yang

sedang atau mulai mondok di RSO Prof DR. R Soeharso Surakarta.

Page 45: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

52 

 

 

 

Analisis data menggunakan analisis kuantitatif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa secara umum tingkat ketergantungan pasien terhadap

orang lain dalam aktivitas sehari-hari yang diteliti pada hari kedua dan hari

kelima mengalami penurunan. Pasien mengalami kemajuan dalam hal

kemandirian melaksanakan aktivitas dasar sehari-hari. Perbedaan dengan

penelitian ini yaitu pada variabel penelitian, tempat penelitian dan metode

yang digunakan.

2. Penelitian kualitatif yang dilakukan Sulastri, S.Kep dan M. Judha, S.Kep.,

Ners dengan judul “Implementasikan ROM oleh Perawat Pada Pasien Post

Operasi Fraktur Femur Di Ruang Ortopedi Wanita Rumah Sakit Dr.

Mohammad Hoesin Palembang, 2009.

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan rancangan cross

sectional. Subjek penelitian adalah perawat dan pasien serta orang tua

pasien Post Operasi Fraktur Femur Di Ruang Ortopedi Wanita Rumah

Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Analisis data menggunakan

analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, belum ada

perawat yang sepenuhnya mengimplementasikan ROM aktif dan pasif

pada pasien post operasi fraktur femur serta belum ada komunikasi

teraputik tentang ROM aktif pada pasien dan keluarga. Meskipun

demikian perawat sudah mempunyai pengetahuan yang cukup baik dan

sudah terjalinya kepercayaan yang cukup baik antara perawat dengan klien

yang mempermudah untuk diimplementasikan ROM aktif pada pasien post

operasi fraktur femur.

Page 46: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

53 

 

 

 

 G. Kerangka Teori

Berdasarkan yang telah di uraikan pada studi kepustakaan, maka peneliti

membuat kerangka teori sebagai berikut:

Skema 2.1 : Kerangka Teori

Dari kerangka teori dapat dijelaskan bahwa, sebagai tindakan pembedahan

pada pasien fraktur, Operasi ORIF tulang panjang tidak secara langsung

memberikan dampak penyembuhan pada pasien. Karena beberapa pasien post

operasi ORIF tulang panjang berpotensi mengalami kesembuhan dengan cepat,

sementara sebagian pasien mengalami proses penyembuhan yang sangat lama.

Mobilisasi Dini

Mobilisasi Pasif : Latihan pergerakkan otot dan sendi pasien secara pasif (dibantu oleh perawat atau

Mobilisasi Aktif : Latihan pergerakan otot serta sendi secara aktif oleh pasien sendiri (mandiri)

Pasien Post ORIF Tulang Panjang

Tidak Sembuh (Ada Komplikasi) : - Edem atau bengkak - Nyeri - Kontraktur - Penurunan kekuatan otot - Penurunan kemampuan

fungsional - Infeksi - Deep Venous Trombosis

Sembuh

Page 47: Anatomi Dan Fisiologi Tulang

54 

 

 

 

Hal ini dikarenakan adanya komplikasi yang menyertai seperti oedem atau

bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi (kontraktur), penurunan

kekuatan otot, penurunan kemampuan fungsionalnya yaitu berjalan dikarenakan

luka bekas operasi dan luka bekas trauma, infeksi serta Deep Venous

Trombosis(DVT).

Salah satu tindakan untuk mengatasi komplikasi tersebut yaitu dengan

melakukan mobilisasi. Mobilisasi itu sendiri terdiri atas dua bagian yakni

mobilisasi aktif dan mobilisasi pasif. Mobilisasi aktif adalah latihan pergerakan

otot serta sendi secara aktif oleh pasien sendiri (mandiri). Sedangkan mobilisasi

pasif adalah latihan pergerakkan otot dan sendi pasien secara pasif (dibantu oleh

perawat atau keluarga).

Dengan dilakukan mobilisasi maka diharapkan pasien post operasi ORIF

dapat mengalami kesembuhan dengan cepat, serta dapat melakukan aktifitas

sehari-hari.