analisis framing berita islam wasathiyahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...20. tim...
TRANSCRIPT
ANALISIS FRAMING BERITA ISLAM WASATHIYAH
DI HARIAN REPUBLIKA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ratu Aisyah
NIM : 11140510000112
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
iv
ABSTRAK
Ratu Aisyah. Analisis Framing dalam Pemeberitaan Islam
Wasathiyah di Harian Republika
Di tengah tarik-menarik antara kelompok yang ingin Islam menjadi ideologi, seperti khilafah, dengan kelompok nasionalis, Harian Republika tampil sebagai media yang dengan sengaja menawarkan konsep Islam wasathiyah. Konsep Islam wasathiyah adalah konsep yang pemahaman Islamnya selalu berada di tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri, bahkan tidak melakukan kekerasan atas nama agama. Harian Republika dengan percaya dirinya menjadikan konsep Islam wasathiyah sebagai tema dalam pemberitaannya. Pemberitaan tersebut dimuat dalam edisi 2 – 4 Mei 2018 di berbagai halaman.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana
Harian Republika membingkai pemberitaan Islam wasathiyah,
serta apa tujuan Harian Republika memberitakan dan
membingkai pemberitaan Islam wasathiyah.
Peneliti berhasil menemukan temuan itu dengan
menggunakan paradigma penelitian fenomenologi dengan
analisis data kualitatif. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald
M. Kosicki. Perangkat penelitian dalam framing Pan dan Kosicki
menjadi pisau untuk meneliti pemberitaan Islam wasathiyah ini.
Pisau tersebut membedah pemberitaan Islam wasathiyah dari
berbagai unsur, seperti, headline, lead, kata, narasumber, foto,
dan sebagainya.
Dengan metode analisis di atas, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara garis besar Harian Republika
mendukung penuh segala bentuk isu-isu agama di Indonesia.
Dukungan penuh itu terlihat pada pemberitaan Islam wasathiyah
yang diberitakan secara tiga hari berturut-turut di berbagai
halaman. Dengan dukungan tersebut, harian ini secara sadar
menjadi media yang senantiasa berkomitmen menyosialisasi
nilai-nilai paradigma Islam wasathiyah di Indonesia. Tujuannya
agar para pembaca menambah wawasan dan memahami makna
Islam wasathiyah yang nantinya harus diapliaksikan dalam
kehidupan sosial. Serta agar para pembaca selalu menjaga
persatuan, toleransi antarumat, tenggang rasa, dan sebagainya.
Kata kunci: Analisis Framing, Islam wasathiyah, Harian
Republika
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur marilah kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Islam Wasathiyah
di Harian Republika” sebagai syarat mencapai gelar Sarjana
Sosial (S.Sos). Shalawat serta salam tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
parasahabatnya, juga kepada kita sebagai pengikutnya
sampai akhir zaman.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun demi
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata 1
(S1) pada Jurusan Jurnalistik di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan
kerendahan hati, peneliti ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Dr. Amany Umar Burhanuddin Lubis,
MA.
2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Suparto, M.Ed Ph.D.,
Wakil Dekan I Bidang Akademik Dr. Siti Napsiyah,
vi
MSW., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dr.
Rulli Nasrullah, M.Si., serta Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Drs. Cecep Sastrawijaya, MA.
3. Ketua Jurusan Jurnalistik, Kholis Ridho M.Si dan
Sekretaris Jurusan Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah
Nurlaily M.A, yang telah membantu peneliti selama
masa perkuliahan.
4. Dosen Pembimbing Skripsi, Drs. Helmi Hidayat, M.A.
yang telah memberikan arahan dan mengajarkan dengan
tulus apa yang peneliti tidak tahu sampai menjadi tahu
dan mengerti sehingga skripsi ini selesai dengan baik
dan bermanfaat.
5. Dosen Penasehat Akademik, Dr. Rubiyanah, MA. Yang
telah memberikan masukan awal kepada peneliti
mengenai skripsi.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang berharga
kepada peneliti selama masa perkuliahan.
7. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan
fasilitas untuk menunjang penelitian skripsi sehingga
memudahkan peneliti untuk mencari bahan referensi
dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kedua orangtua tercinta, Babah Tubagus A. Idrisi
Syihabuddin dan Mamah Chabibah, terimakasih telah
mengizinkan peneliti untuk kuliah dan segala pengertian
vii
serta perhatiannya. Terima kasih untuk kekuatan doa-doa
yang selalu dipanjatkan dan kasih sayang yang tak
pernah usai. Terima kasih juga untuk kakak-kakak
tersayang, Tetah Ageng, Sidi Ageng, Tetah Alit, Sidi Alit,
Sidi Hamid, dan Sidi Aang, serta para kakak-kakak ipar,
Kak Munif, Teh Enjah, alm. Mas Pujo, Teh Enti, dan
Teh Novi yang selalu memberikan semangat, baik moril
maupun materil, dalam keberlangsungan selama peneliti
kuliah.
9. Narasumber penelitian, Wakil Redaktur Pelaksana
Harian Republika, Hery Ruslan dan Wakil Sekretaris
Bahtsul Masail PBNU, Mahbub Ma’afi, yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh
peneliti.
10. Sahabat peneliti, Minions, Elmy Tasya Khairally, Fitri
Noviyanti, Neneng Heryani, Ria Umala, dan Siti
Lailatus Sa’idah yang telah menemani dan mewarnai
hari-hari peneliti selama perkuliahan. Kalian keren!
11. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2014 kelas A dan B
yang telah berbagi ilmu dan semangat untuk kuliah
kepada peneliti.
12. Tim Badan Pengurus Harian (BPH) Himpunan
Mahasiswa Jurusan periode 2016, Rheza Khobil, Aryo
Prasojo, Nurma Aulia, Nikmatul Fikriyah, dan teman-
teman pengurus lainnya yang telah berjuang untuk dana
kegiatan Jurusan Jurnalistik agar dinaikkan oleh bagian
keuangan fakultas.
viii
13. Teman-teman pengurus Senat Mahasiswa Fakultas
(Sema-F) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Tira, Fauzi, Maudy, Acil Rezha, dan lainnya yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman mengenai
kelegislatoran.
14. Teman-teman pengurus Senat Mahasiswa Universitas
(Sema-U) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zahra, Biko,
Sirly, dan pengurus lainnya yang telah memberikan
tambahan ilmu dan pengalaman mengenai
kelegislatoran.
15. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Komisariat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Cabang Ciputat yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman organisasi yang
bermanfaat untuk peneliti.
16. Sahabat peneliti, Cabe Lapmi Junior, Ika Wahyuni dan
Siti Nurhasanah, yang telah memberikan motivasi bahwa
hidup harus terus berjuang. Kalian hebat!
17. Teman-teman Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi)
HMI Cabang Ciputat, Ilka, Indah, Agung, dan angkatan
2014, serta Kak Rahma, Kak Ajeng, Kak Agita, Kak
Tiffany, Kak Putri, Kak Ma’ruf, Kak Syauqi, Kak
Daniel, Fufu, Hakim, dan lainnya yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman dalam
kejurnalistikan.
18. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) 59 PEACE,
Anggi, Heni, Lina, Lutfi, Dinda, Shinta, dan lainnya
ix
yang telah memberikan semangat dan hiburan kepada
peneliti.
19. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Banten (HMB)
angkatan 2014 yang telah memberikan ilmu pengetahuan
mengenai keprimordialan.
20. Tim BPH Forum Silaturrahmi Alumni Madrasah
Masyariqul Anwar (FORSAMMA) Teh Feny, Wildan,
Kak Sidiq, Arif, dan Evi, serta pengurus lainnya yang
telah memberikan motivasi dan pengalaman organisasi
kepada peneliti.
21. Sahabat-sahabat peneliti sejak Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Imas, Isti, Dinar, dan lainnya yang telah
memberikan semangat dan berbagi pengalaman kepada
peneliti.
22. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap
penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa
hormat dan ucapan terima kasih.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................... 1
B. Batasan Masalah ............................................... 4
C. Rumusan Masalah ............................................. 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................... 5
E. Metodologi Penelitian ....................................... 6
1. Paradigma Penelitian .................................. 6
2. Pendekatan Penelitian ................................. 7
3. Metode Penelitian ....................................... 7
4. Subjek dan Objek Penelitian ....................... 9
5. Waktu dan Tempat Penelitian ..................... 9
6. Teknik Pengumpulan Data .......................... 9
7. Teknik Analisis Data .................................. 10
F. Sistematika Penelitian ....................................... 10
BAB II KAJIAN TEORI .................................................... 12
A. Landasan Teori ................................................. 12
B. Kajian Teori ...................................................... 18
xi
1. Analisis Framing Zongdang Pan dan Gerald M.
Kosikci ........................................................ 18
2. Pengertian Berita ......................................... 30
3. Pengertian Islam Wasathiyah ...................... 33
C. Teori Universalisme Islam ................................ 41
D. Kerangka Berpikir ............................................. 58
BAB III GAMBARAN UMUM ......................................... 61
A. Konteks Pemahaman Islam Moderat di
Indonesia ........................................................... 61
1. Sosial dan Budaya ....................................... 61
2. Teologi ........................................................ 72
3. Mazhab ........................................................ 85
4. Politik .......................................................... 97
B. Profil Harian Republika .................................... 105
1. Sejarah Harian Republika ........................... 105
2. Visi dan Misi Republika ............................. 106
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ............. 110
A. Edisi2 Mei 2018 ................................................ 111
B. Edisi 3 Mei 2018 ............................................... 124
C. Edisi 4 Mei 2018 ............................................... 134
D. Transkrip Wawancara Harian Republika .......... 146
E. Transkrip Wawancara PBNU ........................... 154
F. Transkrip Wawancara PP MD .......................... 159
BAB V PEMBAHASAN ..................................................... 162
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .... 183
A. Kesimpulan ....................................................... 183
B. Implikasi ........................................................... 184
xii
C. Saran ................................................................. 186
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 189
LAMPIRAN .......................................................................... 194
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skema Framing Model Pan dan Kosicki........ 22
Tabel 2.2 Simpulan Kerangka Berpikir .......................... 60
Tabel 5.1 Simpulan Beritaedisi 2 - 4 Mei 2018 .............. 164
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Letak Esoterisme dan Eksoterisme ................. 54
Gambar 4.1 Halaman Pertama Edisi 2 Mei 2018 ............... 111
Gambar 4.2 Halaman Pertama Edisi 2 Mei 2018 ............... 112
Gambar 4.3 Halaman Keenam Edisi 2 Mei 2018 ............... 117
Gambar 4.4 Halaman Keenam Edisi 2 Mei 2018 ............... 118
Gambar 4.5 Halaman Kesembilan Edisi 2 Mei 2018 ......... 120
Gambar 4.6 Halaman Ke-12 Edisi 2 Mei 2018 .................. 122
Gambar 4.7 Halaman Pertama Edisi 3 Mei 2018 ............... 124
Gambar 4.8 Halaman kesembilan Edisi 3 Mei 2018 .......... 130
Gambar 4.9 Halaman Ke-12 Edisi 3 Mei 2018 .................. 132
Gambar 4.10 Halaman Pertama Edisi 4 Mei 2018 ............... 134
Gambar 4.11 Halaman Pertama Edisi 4 Mei 2018 ............... 135
Gambar 4.12 Halaman kedelapan Edisi 4 Mei 2018 ............ 140
Gambar 4.13 Halaman kedelapan Edisi 4 Mei 2018 ............ 141
Gambar 4.14 Halaman kedelapan Edisi 4 Mei 2018 ............ 141
Gambar 4.15 Foto Bersama Narasumber Harian Republika 144
Gambar 4.16 Foto Bersama Narasumber PBNU .................. 152
Gambar 4.17 Foto Bersama Narasumber PP Muhammadiyah 157
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kancah politik, Indonesia kini tengah berada di
tengah tarik-menarik antara kelompok Islam formal dengan
kelompok nasionalis. Kelompok Islam formal adalah
kelompok yang menginginkan Islam menjadi ideologi
negara, Indonesia bersyariah, dan mengedepankan Islam
tekstual pada pemahaman Islam, seperti Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI). Sedangkan
kelompok nasionalis adalah kelompok anak bangsa, baik
Muslim maupun Non-Muslim, yang menginginkan agar
Indonesia tetap berideologkan Pancasila. Nilai-nilai Islam
ada dalam Pancasila, tetap bisa diejawantahkan dalam
kehidupan sehari-harinya mayarakat Indonesia, tanpa negara
ini menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Kedua
kelompok tersebut terus-menerus merebut hati masyarakat
yang dijadikan sasaran dan tujuan mereka. Untuk
mempertahankan gagasan masing-masing, kedua belah pihak
menyalurkan aspirasi mereka dengan banyak cara, antara lain
melalui media massa, baik cetak, online, radio, ataupun
televisi sepanjang semua media itu mudah dijangkau
masyarakat Indonesia.
Di tengah hiruk-pikuk itu, media memang sudah
seharusnya berperan menghubungkan kedua kubu tersebut.
Di sinilah Harian Republika terlihat hadir dengan baik,
2
menjadi medium yang menawarkan konsep Islam moderat
dan moderasi beragama. Harian ini meyakini dengan
digunakannya konsep tersebut masyarakat Indonesia dapat
memahami Islam dengan jalan tengah dan tidak saling
menyalahkan
Harian Republika, pada 2 – 4 Mei 2018, menerbitkan
berita dengan tema mengenai Islam wasathiyah (Islam
moderat) dalam kegiatan Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT)
Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia. Berita itu ditulis
selama tiga hari berturut-turut yang dilaksanakan di Bogor
pada 1 - 3 Mei 2018. Pemberitaan tersebut menjadi menarik
untuk dibahas. Itu dikarenakan Harian Republika
memberitakan Islam wasathiyah pada halaman pertama,
keenam, kedelapan, kesembilan, dan halaman ke-12 dalam
tiga edisi.
Pada edisi 2 Mei 2018, di halaman pertama, Harian
Republika memberi judul Islam Wasathiyah Solusi
Tantangan Dunia. Berita ini berisi sambutan Presiden
Jokowi yang meyakini paradigma Islam wasathiyah menjadi
arus utama dunia. Pada halaman keenam, dalam kolom opini,
Harian Republika menurunkan tulisan berjudul Islam
Wasathiyah. Isinya mengenai relevansi Islam wasathiyah
berkemajuan sebagai gerakan Islam transformatif yang
menghadirkan peran Islam berkemajuan dalam memasuki
abad 21. Kemudian pada halaman kesembilan, harian ini
melansir berita dengan judul Bawa Islam ke Makna Awal.
3
Isinya mengenai pemaknaan Islam wasathiyah yang harus
dimaknai kepada seluruh aspek, termasuk dalam konteks
politik agar tidak salah mengartikan Islam. Terakhir pada
halaman ke-12, halaman khazanah, Harian Republika
memberi judul Moderasi Islam Semakin Diperlukan. Isi
pemberitaan tersebut mengenai konsep moderasi Islam yang
semakin diperlukan untuk lebih proaktif ikut menata
peradaban dunia di tengah tantangan global saat ini.
Selain itu, pada edisi 3 Mei 2018 di halaman
pertama Harian Republika menurunkan berita yang sama
mengenai Islam wasathiyah. Harian ini pada tema
wasathiyah memberikan judul dengan Ulama Dunia
Serukan Persatuan. Kontennya mengenai seruan ulama
dunia kepada umat Islam untuk menampilkan keteladanan
sebagai bangsa yang bersatu dan damai. Pada halaman
kesembilan, Harian ini memberitakan tema wasathiyah
dengan judul Islam Wasathiyah Dibawa ke Eropa. Isinya
mengenai tindak lanjut hasil KTT yang nantinya akan
disebarluaskan ke berbagai benua dan negara termasuk
Eropa dengan menggunakan metodologi konsultasi
sehingga tidak terkesan menggurui ulama negara lain.
Pada halaman ke-12, khazanah, Harian Republika
melansir berita dengan judul Imam Besar Ajak RI
Terapkan Prinsip al-Azhar. Kontennya mengenai kiprah
al-Azhar kian dibutuhkan dalam menggaungkan Islam
wasathiyah di Indonesia. Misal, al-Azhar memberikan
4
kebebasan kepada mahasiswanya untuk memilih mazhab
yang dianut. Tujuannya agar mahasiswa tersebut
senantiasa saling menghargai dan menghormati dalam
mazhab, selama ia masih salat dan ibadah lainnya jangan
mengafirkan antarsesama.
Terakhir edisi 4 Mei 2018 di halaman headline, Harian
Republika masih menerbitkan berita dengan tema Islam
wasathiyah. Harian ini memberikan judul pada tema ini
dengan Pesan Bogor untuk Dunia Islam. Isinya mengenai
kesepakatan tujuh poin utama Islam wasathiyah yang
merupakan hasil akhir dari KTT di Bogor. Kedua, Harian
Republika memberikan halaman khusus untuk kegiatan
KTT ini dengan memberikan satu halaman penuh untuk
menjelaskan mengenai Islam wasathiyah yang digagas.
Harian ini memberikan judul pada halaman kedelapan ini
dengan JK: Islam Bawa Kedamaian. Isinya mengenai
penyebarluasan konsep Islam wasathiyah oleh masing-
masing delegasi di berbagai negara yang dapat diterapkan
dengan jalan damai dan tidak memaksakan pemahaman
yang berbeda. Pada halaman ini, Harian Republika
menyuguhkan wawancara khusus dari Abdul Mu’ti
sebagai Sekretaris Jendral Pengurus Pusat
Muhammadiyah dan KH Said Aqil Siradj sebagai Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Selain itu, harian ini juga menjelaskan Bogor Message
secara rinci, yaitu sebuah pesan dari Bogor untuk dunia.
5
Pesan itu antara lain, pertama tawasut, yaitu berada pada
posisi jalur tengah dan lurus. Kedua, i’tidal, yaitu berperilaku
proporsional dan adil serta bertanggung jawab. Ketiga,
tasamuh, yaitu mengakui dan menghormati perbedaan dalam
semua aspek kehidupan. Keempat, syura, yaitu bersandar
pada konsultasi dan menyelesaikan masalah melalui
musyawarah untuk mencapai konsensus. Kelima, islah, yaitu
terlibat dalam tindakan yang reformatif dan konstruktif untuk
kebaikan bersama. Selanjutnya, qudwah, yaitu melahirkan
inisiatif yang mulia dan memimpin untuk kesejahteraan
manusia. Terakhir, muwatonah, yaitu mengakui negara
bangsa dan menghormati kewarganegaraan.
Pesan tersebut juga mengandung empat poin lainnya.
Pertama, komitmen mengaktifkan kembali paradigma Islam
wasathiyah sebagai ajaran Islam yang meliputi tujuh nilai
utama. Kedua, berkomitmen untuk menjunjung tinggi nilai-
nilai paradigma Islam wasathiyah sebagai budaya hidup
secara individual dan kolektif dengan melambangkan
semangat dan persatuan dari sejarah peradaban Islam.
Ketiga, memperkuat tekad untuk membuktikan kepada
dunia mengenai nilai-nilai Islam wasathiyah. Poin terkahir,
mendorong negara-negara muslim dan komunitas untuk
mengambil inisiatif guna mempromosikan paradigma Islam
wasathiyah melalui suatu badan yang akan dibentuk
bersama. Promosi tesebut dalam rangka membangun
ummatan wasathan, yaitu sebuah masyarakat yang adil,
6
makmur, damai, inklusif, harmonis, berdasarkan pada ajaran
Islam dan moralitas.
Dengan berita seperti itu, peneliti melihat bahwa
Harian Republika mengapresiasi dan mendukung penuh
Islam moderat. Apresiasi tersebut dikarenakan Harian
Republika memiliki visi modern, moderat, muslim,
nasionalis, dan kerakyatan. Visi itu menjadi dasar para insan
pers Republika dalam kegiatan jurnalistik. Inilah yang
membuat Republika berbeda dari media-media lain.1
Selain itu, ada beberapa ciri umat dalam menjalankan
Islam Wasathiyah yang menjadi landasan bagi Harian
Republika yaitu, pertama, adanya kebebasan yang harus
selalu diimbangi dengan kewajiban. Kedua, adanya
keseimbangan antara dunia dan akhirat serta material dan
spiritual. Ketiga, keseimbangan yang terwujud pada
pentingnya kemampuan akal dan moral.2 Ketiga ciri tersebut
menjelaskan bahwa Harian Republika menjaga
kemoderatannya dalam menyiarkan berita-beritanya,
termasuk berita keislaman.
Terminologi umat yang menjalankan Islam wasathiyah
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 143:
ة وسطا لتكىنىا شهداء على الناس ويكىن سىل وكذلك جعلناكم أم الر
عليكم شهيدا
“Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan
kalian (umat Islam) sebagai umatawasatha (umat
1 Janet Steele, Mediating Islam Jurnalisme Kosmopolitan Di Negara-
negara Muslim Asia Tenggara, (Yogyakarta; PT. Bentang Pustaka, 2018),
hlm. 88. 2 KH. Dr. dr. Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat, (Jakarta
Selatan; Grafindo Khazanah Ilmu, 2007), hlm. 144
7
pertengahan) agar kalian menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas perbuatan kalian,…”
Penggunaan terminologi wasathiyah ditujukan kepada
umat Islam yang berada pada garis tengah (seimbang) atau
tidak ekstrim dalam pemahaman dan pengamalan Islam.
Konsep wasathiyah menjadi garis pemisah dua hal yang
berseberangan. Penengah ini diklaim tidak membenarkan
adanya pemikiran radikal dalam agama. Sebaliknya, tidak
membenarkan juga upaya mengabaikan kandungan al-Quran
sebagai dasar hukum utama. Oleh karena itu, wasathiyah ini
cenderung toleran serta tidak renggang dalam memaknai al-
Quran.3
Dengan adanya dalil al-Quran dan kegiatan KTT
tersebut, peneliti meyakini bahwa Harian Republika
memiliki potensi besar menjadi media moderat. Karena itu,
peniliti mengambil kesimpulan untuk meneliti dan
mengambil judul dengan “Analisis Framing Pemberitaan
Islam Wasathiyah pada Harian Republika”.
Peneliti akan menganalisis untuk membuktikan bahwa
Harian Republika itu moderat dengan menggunakan
framing. Analisis framing dapat digambarkan sebagai
analisis untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh
media. Pembingkian tersebut tentu saja melalui proses
kontruksi media.
Analisis framing yang digunakan adalah teori
Zongdang Pan dan Gerald M. Kosikci. Analisis itu dapat
3 UIN Malik Ibrahim Malang, Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi,
dan Aksi, (Malang; UIN Maliki Press, 2016), hlm. 64.
8
mengamati sebuah media massa, kata yang dipakai, kalimat
yang disusun, foto yang diambil, dan sebagainya.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan judul tersebut, penulis membatasi
penelitian ini dengan menganalisis bingkai pemberitaan
Islam wasathiyah pada headline edisi 2 - 4 Mei 2018.
Penelitian dilakukan karena berita Islam wasathiyah dimuat
selama tiga hari berturut-turut di Harian Republika.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Harian Republika membingkai pemberitaan
Islam wasathiyah?
2. Apa tujuan Harian Republika membingkai pemberitaan
Islam wasathiyah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian adalah:
a. Mengetahui dan menganalisis bagaimana Harian
Republika membingkai pemberitaan Islam
wasathiyah dengan analisis framing Zhongdang Pan
dan Gerald M. Kosikci.
b. Mengetahui dan menganalisis tujuan Harian
Republika membingkai pemberitaan Islam
wasathiyah.
9
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai bagaimana Harian
Republika membingkai pemberitaan Islam
wasathiyah dan menjadi rujukan penelitian,
khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi jurnalistik di
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan bagi pembaca bahwa semua media
memiliki cara tersendiri untuk membingkai berita
agar dapat menarik minat masyarakat serta
memberikan gambaran bahwa Harian Republika
merupakan media moderat dan mendukung penuh
moderasi di Indonesia.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
paradigma fenomenologi, yaitu ilmu mengenai
memahami atau mempelajari pengalaman hidup
manusia. Pendekatan ini berevolusi sebuah metode
penelitian kualitatif yang matang dan dewasa selama
beberapa dekade pada abad ke-20. Fokus umum
10
penelitian ini untuk memeriksa/meneliti esensi atau
struktur pengalaman ke dalam kesadaran manusia.4
Premis utama dalam paradigma fenomenologi ini
yaitu peneliti harus peduli untuk memahami fenomena
secara mendalam. Pemahaman ini harus dapat
menemukan jawaban tentatif atas pertanyaan-pertanyaan
seperti what, why, dan how. Fenomenologi
mengasumsikan bahwa pengetahuan dapat diperoleh
dengan berkonsentrasi pada fenomena yang dialami oleh
orang-orang.5
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif
memiliki relasi dengan analisis data visual dan verbal
yang merefleksikan pengalaman sehari-hari. Data akan
dideskripsikan secara sistematis dan akurat dalam objek
penelitian. Analisis data ini merupakan upaya yang
dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
kemudian memilah-milah menjadi satuan data yang bisa
dikelola, menemukan apa yang penting dan harus
dianalisis sampai tujuannya tercapai.6
3. Metode Penelitian
4https://www.researchgate.net/publication/323600431_Mengenal_Leb
ih_Dekat_dengan_Pendekatan_Fenomenologi_Sebuah_Penelitian_Kualitatif 5Drs. Ales Sobur, Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode
Fenomenologi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal. x-xi. 6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007), h. 248.
11
Dalam pemberitaan mengenai Islam Wasathiyah,
peneliti menggunakan teknis analisis framing. Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana cara
pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi
isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut
menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang
ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak di bawa ke
mana berita tersebut.7
Model analisis yang digunakan adalah framing
milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
Menurutnya, perangkat framing dapat dibagi menjadi
empat struktur besar, yaitu sebagai berikut:
a. Sintaksis
Struktur yang pertama ini berhubungan dengan
bagaimana wartawan menyusun pernyataan, opini,
kutipan, dan pengamatan atas peristiwa sebagai
fakta ke dalam bentuk susunan umum berita. Bentuk
yang dapat diamati dari bagian berita berupa lead
yang dipakai, latar, headline, dan lain sebagainya.
b. Skrip
Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan
menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita.
Struktur ini melihat bagaimana strategi cara
bercerita yang dipakai oleh wartawan.
c. Tematik
7 Eryanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media
(Yogyakarta: PT. LKis Printing Cemerlang, 2011), h. 294.
12
Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke
dalam proposisi, kalimat atau hubungan
antarkalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan.
d. Retoris
Struktur terakhir ini berhubungan dengan bagaimana
wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.
Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan
memakai pilihan kata, grafik, gambar, dan
sebagainya yang dipakai. Pemilihan tersebut bukan
hanya sebagai pendukung tulisan, melainkan juga
menekankan arti tertentu kepada pembaca.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Republika Group,
kemudian yang menjadi objek penelitiannya adalah
berita Islam wasathiyah edisi 2 - 4 Mei 2018.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan
Agustus – Oktober 2019. Penelitian ini pun dilakukan di
gedung Republika Jalan Warung Buncit Raya Nomor 37
Jakarta Selatan 12510.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti melakukan teknik
pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
13
a. Observasi adalah metode pertama yang digunakan
dalam penelitian ini. Penelitiannya melakukan
pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-
fenomena yang diselidiki. Observasi pada penelitian
ini diartikan sebagai mengamati kebijakan tim agar
Islam wasathiyah menjadi berita utama.
b. Wawancara adalah cara mengumpulkan data dengan
tatap muka langsung denga informan.8 Peneliti
melalukan wawancara indepht interview dengan
mengajukan beberapa pertanyaan pada pimpinan
redaksi yang terkait.
c. Studi Pustaka, penulis juga melakukan pencarian ke
berbagai sumber-sumber referensi yang terkait
dengan studi kasus penelitian ini, baik berupa buku,
penelitian ilmiah maupun data dari internet. Dalam
penelitian ini subjek yang dipilih adalah Harian
Republika. Metode penelitian secara singkat
sesungguhnya adalah kegiatan dilakukan dengan
mengumpulkan data dari berbagai literatur, baik dari
perpustakaan maupun tempat lain.
7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknis
analisis data deskriptif. Seluruh data yang diperoleh baik
dari wawancara, observasi, dan dokumentasi
8Rachmat Kiyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh
Praktis Riset Media, Public Relation, Advertaising, Komunikais Organisasi,
Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 98.
14
dikumpulkan kemudian dianalisis hingga menemukan
jawaban dari pertanyaan penelitian.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas latar belakang, rumusan dan batasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Membahas mengenai pengertian analisis framing, berita, dan
Islam wasathiyah.
BAB III GAMBARAN UMUM
Menjelaskan mengenai konteks Islam moderat yang terjadi di
Indonesia seperti sosial budaya, teologi, mazhab, dan politik.
BAB IV DATA DAN TEMUA PENELITIAN
Bab ini berisi uraian penyajian data dan temuan penelitian
dalamberita Islam wasathiyah pada edisi 2 - 4 Mei 2018.
BAB V PEMBAHASAN
Bagian ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang dan
teori dari penelitian
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan mengenai kesimpulan, implikasi, dan saran
penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Menguraikan judul-judul sumber bacaan selama penelitian
ini, baik dari buku, jurnal, skripsi, dan lain sebagainya.
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
Penelitian kualitatif dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis. Menurut Helaluddin dalam jurnalnya, metode
penelitian kualitatif terbagi atas pendekatan biografi,
fenomenologi, studi kasus, grounded theory, dan
etnografi.1 Salah satu pendekatan yang dibahas lebih lanjut
dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi.
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phaenesthai,
berarti menunjukkan dirinya sendiri atau menampilkan.
Fenomenologi juga berasal dari kata pahainomenon yang
berarti “gejala” atau “apa yang telah menampakkan diri”
sehingga nyata bagi pengamat.2
Fenomenologi adalah pendekatan yang dimulai oleh
Edmund Husserl dan dikembangkan oleh Martin Heidegger
untuk memahami atau mempelajari pengalaman hidup
manusia. Pendekatan ini berevolusi sebuah metode penelitian
kualitatif yang matang dan dewasa selama beberapa dekade
pada abad ke dua puluh. Fokus umum penelitian ini untuk
memeriksa/meneliti esensi atau struktur pengalaman ke
dalam kesadaran manusia.3
Sebuah penelitian fenomenologis, dalam buku Filsafat
Komunikasi karya Alex Sobur, adalah penelitian yang
1https://www.researchgate.net/publication/323600431_Mengenal_Lebih
_Dekat_dengan_Pendekatan_Fenomenologi_Sebuah_Penelitian_Kualitatif 2https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/1146/714
3https://www.researchgate.net/publication/323600431_Mengenal_Lebih
_Dekat_dengan_Pendekatan_Fenomenologi_Sebuah_Penelitian_Kualitatif
16
mencoba memahami persepsi masyarakat, perspektif, dan
pemahaman dari situasi tertentu (atau fenonema). Dengan
kata lain, sebuah penelitian fenomenologis mencoba untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana rasanya mengalami hal
ini dan itu?” Dengan melihat berbagai perspektif dari situasi
yang sama, peneliti dapat memulai membuat beberapa
generalisasi atas sebuah pengalaman dari perspektif insider,
seperti, pertama, feneomenologi sebagai metode penelitian
kualitatif. Eugene Taylor mengemukakan bahwa dari
fenomenologi kita dapat berurusan dengan proses pembuatan
atau penyusunan ilmu pengetahuan di mana kita bergerak
dari pengamatan self ke titik eksistensial tentang pengalaman
metafisis yang dalam situasi seperti ini hampir selalu terjadi
momen transformasi. Taylor menegaskan bahwa pilihan ini
bukan sekadar sebuah metode, tetapi “strategi penelitian”
yang dapat mengarahkan kita memahami keseluruhan
penelitian. Dari strategi penelitian ini, kita dapat menentukan
pilihan antara, 1) penelitian teoretis, yang memerlukan
penyelidikan tekstual intensif – secara intelektual menuntut
kita untuk berhadapan resiko kegagalan yang lebih besar –
versus, 2) penelitian empiris, yang memerlukan
pengumpulan data primer dan penggunaan data sekunder
yang mengarah pada dua orientasi, yaitu orientasi
fungsitivistik dan orientasi fenomenologis.
Kedua, penjelasan melalui fenomenologi.
Fenomenologi adalah salah satu dari banyak jenis metode
penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti
17
pengalaman hidup manusia. Peneliti fenomenologi berharap
untuk memperoleh pemahaman tentang “kebenaran” yang
esensial dari pengalaman hidup. Premis utamanya bahwa
peneliti harus peduli untuk memahami fenomena secara
mendalam. Pemahaman ini harus dapat menemukan jawaban
tentatif atas pertanyaan-pertanyaan seperti what, why, dan
how. Fenomenologi mengasumsikan bahwa pengetahuan
dapat diperoleh dengan berkonsentrasi pada fenomena yang
dialamioleh orang-orang. Menurut pandangan fenomenologi,
pemahaman semacam ini sangat penting karena kita sebagai
peneliti tidak akan memperoleh jawaban dari pertanyaan
“berapa banyak?” atau “berapa besar?”
Ketiga, fenomenologi sebagai perspektif penelitian.
Fenomenologi sebagai perspektif penelitian dapat dipelajari
dalam beberapa term domains of inquiry dengan mengatakan
bahwa: 1) peneliti harus dapat membedakan penggunaan
tradisi atau orientasi fenomenologi seperti fenomenologi
transendental, eksistensial, hermeneutik, sejarah, etika, dan
fenomenologi bahasa; 2) penelitian fenomenologis lebih
tertarik pada makna yang berasal dari sumber-sumber yang
berbeda; 3) penelitian fenomenologis hanya dapat dipahami
dari segi filosofis atau sikap metodologis jika dihubungkan
dalam proses reduksi terhadap subjek yang diteliti; 4)
penelitian fenomenologis lebih menguntungkan karena
peneliti lebih leluasa melakukan eksplorasi atas metode
empiris dan metode reflektif; 5) penelitian fenomenologis
tidak dapat dipisahkan dari praktif penulisan; dan 6)
18
penelitian fenomenologis membantu peneliti untuk dapat
mempelajari konsekuensi praktis sebuah penelitian bagi
kehidupan manusia.
Keempat, fenomenologi sebagai metode penelitian.Jika
fenomenologi dijadikan sebagai “metode penelitian”, maka
dapat dipandang sebagi studi tentang fenomena, studi tentang
sifat dan makna. Penelitian semacam ini terfokus pada cara
bagaimana kita mempersepsi realitas yang tampak melalui
pengalaman atau kesadaran. Jadi, tugas peneliti
fenomenologis bertujuan menggambarkan tekstur
pengalaman sehingga pengalaman itu sendiri makin kaya.
Patut dicatat bahwa penelitian fenomenologis murni lebih
menekankan pada penggambaran daripada penjelasan atas
semua hal, tetapi tetap memerhatikan sudut pandang yang
bebas dari hipotesis atau praduga.4
Tambah Alex, ada empat tahap untuk melakukan
penelitian fenomenologi, yaitu, pertama, bracketing adalah
proses mengidentifikasi dengan “menunda” setiap keyakinan
dan opini yang sudah terbentuk sebelumnya tentang
fenomena yang sedang diteliti. Dengan demikian, seorang
peneliti akan diberi peluang untuk berusaha kembali
seobjektif mungkin dalam menghadapi data tertentu.
Bracketing sering disebut sebagai “reduksi fenomenologi”, di
mana seorang peneliti mengisolasi berbagai fenomena, lalu
membandingkan dengan fenomena lain yang sudah diketahui
sebelumnya.
4
Drs. Ales Sobur, Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode
Fenomenologi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal. x-xi.
19
Kedua, intuition, terjadi ketika seorang peneliti tetap
terbuka untuk mengaitkan makna-makna fenomena tertentu
dengan orang-orang yang telah mengalaminya. Intuisi
mengharuskan peneliti kreatif berhadapan dengan data yang
sangat bervariasi, sampai pada tingkat tertentu memahami
pengalaman baru yang muncul. Bahkan, intuisi
mengharuskan peneliti menjadi seseorang yang benar-benar
tenggelam dalam fenomena tersebut.
Tahap ketiga adalah analyzing. Analisis melibatkan
proses seperti coding (terbuka, axial, dan selektif),
kategorisasi sehingga membuat sebuah pengalaman
mempunyai makna yang penting. Setiap peneliti diharapkan
mengalami “kehidupan” dengan data akan dia deskripsikan
demi memperkaya esensi pengalaman tertentu yang
bermunculan.
Langkah penelitian terakhir adalah describing, yakni
menggambarkan. Pada tahap ini, peneliti mulai memahami
dan dapat mendefinisikan fenomena menjadi “fenomenon”
(fenomena yang menjadi). Langkah ini bertujuan untuk
mengomunikasikan secara tertulis maupun lisan dengan
menawarkan suatu solusi yang berbeda.5
Menurut Alex, ada beberapa keuntungan bila penelitian
menggunakan metode fenomenologi, antara lain:6
5
Drs. Ales Sobur, Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode
Fenomenologi, hal. ix.
6 Drs. Ales Sobur, Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode
Fenomenologi, hal. xii.
20
1. Penggunaan fenomenologi sebagai metode dapat
dikatakan sangat efisien dan ekonomis karena seorang
peneliti akan berurusan dengan data tertentu yang
hendak digeneralisasi.
2. Peneliti dapat berinteraksi langsung dengan partisipan.
3. Metode fenomenologi membiarkan peneliti bertanya
untuk mengklarifikasi agar mendapatkan follow-
up/probing questions.
4. Juga membuat peneliti lebih mudah mengamati respon
nonverbal yang seharusnya dapat dijadikan sebagai
informasi pendukung pernyataan-pernyataan kontradiktif
dari respon verbal berupa kata-kata dari para partisipan.
5. Metode penelitian fenomenologi membantu peneliti
membangun sinergi yang terjadi antara reaksi peneliti
dengan partisipasipan dan rekasi di kalangan para
partisipan sendiri ketika membangun respon bersama
karena dikatakan bahwa metode ini sangat luwes.
6. Hasil penelitian fenomenologis dapat diaplikasikan
dalam setting yang luas dari sekadar individu karena
peneliti memperoleh pendapat dan pernyataan langsung
dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian.
21
B. Kajian Teori
1. Analisis Framing Zongdang Pan dan Gerald M.
Kosikci
a. Pengertian Analisis Framing
Analisis framing secara sederhana dapat
digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui
bagaimana realitas dibingkai oleh media.
Pembingkaian itu tentu saja melalui proses
kontruksi. Analisis framing adalah proses atau
mekanisme mengenai bagaimana berita
membangun, mempertahankan, mereproduksi,
mengubah, dan meruntuhkan ideologi. Proses
analisis tersebut digunakan untuk melihat konteks
sosial budaya suatu wacana dalam hubungan antara
berita dan ideologi. Misalnya, digunakan untuk
melihat siapa mengendalikan siapa dalam suatu
struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan
dan dirugikan, siapa si penindas dan si tertindas,
tindakan politik mana yang konstitusional,
kebijakan publik mana yang harus didukung dan
tidak boleh didukung, dan sebagainya. Pendek kata
framing adalah pendekatan untuk mengetahui
bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Perspektif itu akan menentukan fakta
apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan
22
dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita
tersebut.7
Dalam analisis framing, apa yang dilihat
adalah bagaimana cara media memaknai,
memahami, dan membingkai kasus/peristiwa yang
diberitakan. Metode itu berusaha mengerti dan
menafsirkan makna dari suatu teks dengan jalan
menguraikan bagaimana media membingkai isu.
Peristiwa yang sama bisa jadi dibingkai secara
berbeda oleh media.
Pada dasarnya,framing adalah metode untuk
melihat cara bercerita media atas peristiwa. Cara
bercerita itu tergambar pada bagaimana sebuah
media “cara melihat” terhadap realitas yang
dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh
pada hasil akhir dari konstruksi realitas.
Dengan begitu, analisis framing adalah
analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana
media mengonstruksi realitas. Analisis ini juga
dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa
dipahami dan dibingkai oleh media dan wartawan.
Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis
framing mempunyai karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam
analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi
7 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,
(Yogyakarta: LkiS Group, 2011), hal. 79.
23
dari suatu pesan komunikasi. Sementara dalam
analisis framing, yang ditekankan adalah
pembentukan pesan dari teks.8
b. Konsep Analisis Framing Zongdang Pan dan
Gerald M. Kosikci
Analisis framing dilihat sebagai wacana
publik tentang suatu isu atau kebijakan
dikonstruksikan dan dinegosiasikan. Analisis ini
juga didefinisikan sebagai proses membuat suatu
pesan lebih menonjol dan menempatkan informasi
lebih daripada yang lain. Menurut Pan dan Kosicki,
ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan.
Pertama, konsepsi psikologi. Konsep ini
berkaitan dengan struktur dan proses kognitif,
bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi
dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing
dengan konsep pertama dilihat sebagai penempatan
informasi dalam suatu konteks yang khusus dan
diletakkan lebih menonjol dari suatu elemen. Kedua,
konsepsi sosiologis. Bila pandangan psikologis lebih
melihat pada proses internal seseorang secara
kognitif dalam menafsirkan suatu peristiwa, maka
sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi
sosial atas realitas. Framing konsep kedua dipahami
sebagai proses bagaimana seseorang
8Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,
hal. 11.
24
mengklasifikasikan,mengorganisasikan, dan
menafsirkan pengalaman sosial untuk dimengerti
sendiri dan orang lain. Fungsinya membuat suatu
realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat
dimengerti.
Bagi Pan dan Kosicki, framing pada dasarnya
melibatkan kedua konsepsi tersebut. Dalam media,
framing dipahami sebagai perangkat kognisi yang
digunakan dalam informasi untuk membuat kode,
menafsirkan, dan menyimpannya. Semua itu untuk
dikomunikasikan kepada khalayak yang
dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktik
kerja profesional wartawan. Maka framing dimaknai
sebagai suatu strategi wartawan dalam
mengonstruksi dan memroses peristiwa untuk
disajikan kepada masyarakat.
Wartawan bukanlah pihak tunggal yang
menafsirkan peristiwa, tapi ada tiga pihak lain, yaitu
wartawan, sumber, dan khalayak. Setiap pihak
menafsirkan dan mengonstruksi realitas agar
penafsirannya tersebut paling dominan. Dalam
mengonstruksi realitas, wartawan tidak hanya
menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya
semata. Tapi, ada tiga tahap yang biasa dilakukan
oleh wartawan.
Pertama, proses konstruksi juga melibatkan
nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilai
25
tersebut memengaruhi bagaimana suatu realitas
dipahami, sehingga wartawan dapat menerima
kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Kedua,
ketika menulis dan mengonstruksi berita, wartawan
mempertimbangkan ketika dihadapkan dengan
khalayaknya. Ini karena, tulisan tersebut untuk
dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Melalui
proses itulah, nilai sosial yang dominan yang ada
dalam masyarakat akan memengaruhi pemaknaan.
Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh
proses produksi yang selalu melibatkan standar
kerja, profesi jurnalistik, dan standar profesional
dari wartawan.
Wartawan atau media menafsirkan pemaknaan
dengan memakai perangkat framing karena dapat
dikenal, dialami, dan dikonseptualisasikan ke dalam
elemen yang konkret dalam suatu wacana.
Perangkat framing tersebut terbagi menjadi empat
struktur besar.
Tabel 2.1Skema Framing Model Pan dan Kosicki
Struktur Perangkat Framing Unit yang Diamati
SINTAKSIS
Cara
wartawan
menyusun
fakta
1. Skema berita Headline, lead,
latar informasi,
kutipan, sumber
(pernyataan), dan
penutup.
26
SKRIP
Cara
wartawan
menceritakan
fakta
2. Kelengkapan
berita
5W + 1H
TEMATIK
Cara
wartawan
menulis fakta
3. Detail
4. Koherensi
5. Bentuk kalimat
6. Kata ganti
Paragrap,
proposisi, kalimat,
hubungan
antarkalimat.
RETORIS
Cara
wartawan
menekankan
fakta
7. Leksikon
8. Grafis
9. Metafora
Kata, idiom,
gambar/foto,
grafik.
Keempat struktur tersebut merupakan suatu
rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari
suatu media. Kecenderungan wartawan dalam
memahami suatu peristiwa dapat diamati dengan
empat struktur itu. Pengamatan tersebut dilihat
bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam
berita hingga menekankan makna terhadap suatu
fakta. Penyusunan dengan empat struktur tersebut
sebagai berikut:9
9
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik
Media,hal. 295.
27
1) Sintaksis
Secara umum siktaksis adalah susunan kata
atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita,
sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dan
bagian berita dalam satu kesatuan teks berita.
Bagian berita itu headline, lead, latar informasi,
kutipan, sumber, pernyataan, dan penutup.
Headline merupakan aspek sintaksis dan
wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang
tinggi sebagai petunjuk kecenderungan berita.
Dengan begitu, pembaca cenderung lebih mengingat
headline yang dipakai dibandingkan bagian berita.
Headline mempunyai fungsi yang kuat dengan
memengaruhi bagaimana fakta dimengerti.
Kemudian fakta tersebut digunakan dalam membuat
pengertian isu dan peristiwa sebagaimana pembaca
beberkan.
Headline digunakan untuk menujukkan
bagaimana wartawan atau media mengonstruksi
suatu isu dengan menekankan makna tertentu.
Penekanan tersebut menggunakan tanda tanya untuk
menunjukkan sebuah perubahan dan tanda kutip
untuk menunjukkan adanya jarak perbedaan. Selain
itu, lead juga perangkat sintaksis yang kedua. Lead
pada umumnya memberikan sudut pandang dari
berita serta penunjukkan perspektif tertentu dari
peristiwa tersebut.
28
Latar merupakan bagian berita yang dapat
memengaruhi makna yang ingin ditampilkan
wartawan. Latar yang dipilih menentukkan ke arah
mana pandangan khalayak akan dibawa. Umumnya,
latar ditampilkan di awal sebelum pendapat
wartawan yang sebenarnya muncul. Tujuannya
memengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat
wartawan sangat beralasan. Karena itu, latar
membantu menyelidiki bagaimana seseorang
memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.
Bagian pengutipan sumber dalam berita
dimaksudkan untuk membangun objektivitas dengan
prinsip keseimbangan dan tidak memihak.
Pengutipan ini merupakan bagian berita yang
menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan
bukan pendapatnya, melainkan pendapat orang yang
mempunyai otoritas tertentu. Pengutipan sumber ini
menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama,
menglaim validitas atau kebenaran dari pernyataan
yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim
otoritas akademik. Pengutipan itu digunakan hanya
untuk memberi bobot atas pendapat yang dibuat dan
didukung oleh ahli yang berkompeten. Kedua,
menghubungkan poin tertentu dari pandangan
wartawan kepada jabatan yang berwenang. Ketiga,
mengecilkan pendapat tertentu yang dihubungkan
29
dengan kutipan mayoritas sehingga pendapat
tersebut tampak seperti menyimpang.
2) Skrip
Laporan berita sering disusun sebagai suatu
cerita yang disebabkan oleh dua hal. Pertama,
banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan
hubungan, seperti peristiwa yang ditulis merupakan
kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua, berita
umumnya mempunyai orientasi menghubungkan
teks yang ditulis dengan lingkungan komunal
pembaca.
Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola
5W + 1H (who, what, when, where, why, dan how).
Meskipun pola tersebut tidak selalu diterapkan
dalam setiap berita, tapi umumnya dipakai oleh
wartawan untuk dilaporkan.10
3) Tematik
Bagi Pan dan Kosicki, berita mirip dengan
sebuah pengujian hipotesa. Kemiripan tersebut
dilihat dari peristiwa yang diliput, sumber yang
dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan. Semua
perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan
yang logis bagi hipotesis yang dibuat.
Struktur tematik berhubungan dengan cara
wartawan mengungkapkan pandangannya atas
peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan
10
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik
Media,hal. 299-301.
30
antarkalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana
pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang
lebih kecil.11
Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari
perangkat tematik ini, diantaranya adalah detail,
koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti. Pertama,
elemen detail berhubungan dengan kontrol
informasi yang ditampilkan wartawan. Elemen ini
digunakan wartawan untuk mengekspresikan
sikapnya dengan secara implisit. Wartawan
menjelaskan suatu peristiwa menggunakan detail
yang lengkap dan panjang lebar merupakan
penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk
menciptakan citra tertentu kepada khalayak.12
Kedua, koherensi adalah pertalian atau jalinan
antarkata, proposisi atau kalimat. Ada tiga macam
koherensi di antaranya koherensi sebab-akibat
adalah proposisi atau kalimat dipandang akibat atau
sebab dari proposisi lain. Kemudian, koherensi
penjelas adalah proposisi atau kalimat satu dilihat
sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain.
Selanjutnya, koherensi pembeda adalah proposisi
11
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), hal. 176. 12
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media,
(Yogyakarta: LKiS, 2011), hal. 238.
31
atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan
dari proposisi atau kalimat lain.13
Ketiga, elemen bentuk kalimat bukan hanya
persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi
menentukan makna yang dibentuk oleh susunan
kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif,
seseorang menjadi subjek dari pernyataannya,
sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi
objek dari pernyataannya. Termasuk ke dalam
bentuk kalimat ini adalah apakah berita itu memakai
bentuk deduktif atau induktif. Deduktif adalah
bentuk penulisan kalimat di mana inti kalimat
(umum) ditempatkan di bagian muka, kemudian
disusul dengan keterangan tambahan (khusus)
ditempatkan kemudian. Sebaliknya bentuk induktif
adalah bentuk penulisan inti kalimat ditempatkan di
akhir setelah keterangan tambahan. Dalam bentuk
kalimat deduktif, aspek penonjolannya lebih
kentara, sementara dalam bentuk induktif inti dari
kalimat ditempatkan tersamar atau tersembunyi.14
Keempat, kata ganti merupakan alat yang
dipakai oleh wartawan untuk menunjukkan di mana
posisinya dalam berita. Dalam mengungkapkan
sikapnya, wartawan dapat menggunakan kata ganti
13
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,
hal. 303. 14
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, hal.251.
32
“saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa
sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator
semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata
ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai
representasi dari sikap bersama dalam suatu
komunitas tertentu.15
4) Retoris
Wartawan menggunakan perangkat retoris
untuk membuat citra, meningkatkan kecenderungan
pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang
diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris melihat
pemilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang juga
dipakai guna memberi penekanan pada arti
tertentu.16
Leksikon menandakan bagaimana wartawan
melakukan pemilihan kata atas berbagai
kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata-kata
yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi
tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan
pilihan kata yang berbeda-beda.17
Selain lewat kata, penekanan pesan dalam
berita itu juga dapat dilakukan dengan
menggunakan unsur grafis. Dalam wacana berita,
grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang
15
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, hal.. 253. 16
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,
hal. 304. 17
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, hal. 255.
33
dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian
huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah,
huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar.
Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption,
raster, grafik, gambar, foto, tabel untuk mendukung
arti suatu pesan.18
Unsur terakhir pada retoris adalah metafora.
Penggunaan metafora dapat menjadi petunjuk dalam
mengungkap makna suatu berita yang ingin
disampaikan oleh media. Dalam suatu wacana,
seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan
pokok lewat teks, tetapi dapat menggunakan kiasan
atau ungkapan. Metafora dipakai oleh wartawan
sebagai strategi untuk menjadi landasan pembenar
atas pendapat kepada khalayak. Wartawan akan
menggunakan sebuah kata kepercayaan masyarakat,
ungkapaan sehari-hari, pribahasa, pepatah, petuah
leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan
yang diambil dari ayat-ayat suci yang semuanya
dipakai untuk memperkuat pesan utama.19
2. Pengertian Berita
Berita berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Vrit
yang artinya „ada‟ atau „terjadi‟. Sebagian ada yang
menyebutnya dengan Vritta, artinya „kejadian‟ atau
18
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, hal.306. 19
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, hal.
258.
34
„peristiwa yang telah terjadi‟. Vritta dalam Bahasa
Indonesia berarti „berita atau warta‟. Menurut Willard C.
Bleyer, berita adalah sesuatu yang termassa (baru) yang
dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar.
Pemilihan tersebut karena memiliki makna dan dapat
menarik minat bagi pembaca. Adapun menurut J.B.
Wahyudi berita adalah laporan tentang peristiwa atau
pendapat memiliki nilai penting dan menarik bagi
sebagian khalayak, masih baru, dan dipublikasi secara
luas melalui media massa. Peristiwa atau pendapat tidak
dapat menjadi berita bila tidak dipublikasikan media
massa secara periodik.20
Dalam kamus jurnalistik, berita merupakan
laporan peristiwa yang dimuat atau disiarkan di media
massa berupa fakta atau gagasan. Laporan tersebut
terdiri atas unsur 5W + 1H (what, who, when, where,
why + how) dan mengandung nilai-nilai berita atau
jurnalistik. Struktur penulisan laporan itu terdiri atas
empat bagian, yaitu headline (judul atau kepala berita),
lead (teras berita), dan news body (tubuh atau isi berita).
Tapi, terkadang ada satu bagian struktur yang ditulis di
bawah judul, yaitu eye catcher atau eye catching.
Struktur ini sebagai penarik minat mata pembaca yang
20
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktek,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), hal. 67.
35
biasanya berupa kutipan dari isi berita atau
narasumber.21
William S. Maulsby, dalam Getting The News,
menegaskan bahwa berita bisa didefinisikan sebagai
suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari
fakta-fakta yang mempunyai arti penting. Fakta-fakta
tersebut baru terjadi dan dapat menarik perhatian para
pembaca.22
Berita diklasifikasikan ke dalam dua kategori,
hard news (straight news) dan soft news (feature news).
Straight news adalah berita yang ditulis secara lugas dan
apa adanya. Pembuatan berita jenis ini dengan gaya
memaparkan peristiwa tanpa ditambah interpretasi.23
Dalam referensi lain, straight news adalah laporan
langsung mengenai suatu peristiwa. Misalnya, sebuah
pidato biasanya merupakan berita-berita langsung yang
hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat.
Berita memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-
fakta yang dapat dibuktikan. Biasanya berita jenis ini
ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari 5W + 1H.
Sedangkan feature news adalah cerita khas kreatif
yang berpijak pada jurnalistik sastra tentang suatu
21
Asep Syamsul M. Romli, Kamus Jurnalistik Daftar Istilah Penting
Jurnalistik Cetak, Radio, dan Televisi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2008), hal. 19. 22
Drs. AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan
Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2006), hal. 64. 23
Asep Syamsul M. Romli, Kamus Jurnalistik Daftar Istilah Penting
Jurnalistik Cetak, Radio, dan Televisi, hal. 20.
36
situasi, keadaan atau aspek kehidupan dengan tujuan
untuk memberi informasi dan sekaligus menghibur
khalayak media massa. Menurut Daniel R. Williamson,
feature news adalah artikel kreatif yang terkadang
subjektif dengan tujuan utama untuk menghibur dan
memberitahu pembaca tentang peristiwa, situasi, atau
aspek kehidupan.24
Cerita khas tersebut menuturkan fakta, penjelasan
riwayat terjadinya, duduk perkaranya, dan proses
pembentukannya. Dari penjelasan di atas, sebuah feature
umumnya mengedepankan unsur why dan how sebagai
peristiwa.25
3. Pengertian Islam Wasathiyah
Islam berasal dari kata dasar salama, yang berarti
selamat atau damai. Kata Islam juga bisa dari kata
sulama yang berarti tangga. Jadi, agama Islam adalah
agama yang mengajak umatnya untuk menaiki tangga
kesejahteraann, baik di dunia maupun akhirat. Selain itu,
Islam juga dari kata aslama yang berarti menyerahkan
diri. Artinya Islam mengajarkan kepada pemeluknya
untuk tunduk dan berserah diri pada kebenaran yang
datang dari Allah SWT.26
Adapun menurut Syaikh Al-
Azhar Cairo Mahmud Syaltut, Islam dalam arti istilah
24
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalistik Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2005), hal. 152. 25
Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal.22. 26
Abu Su‟ud, Islamologi; Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam
Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hal. 137.
37
adalah agama Allah yang diperintahkan tentang pokok-
pokok serta peraturan-peraturan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh
manusia agar memeluk agama tersebut.27
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, Islam adalah agama yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW berpedoman pada
kitab suci al-Quran yang diturunkan ke dunia melalui
wahyu Allah SWT.
Kata wasathiyah berasal dari kata وسط, yang
berarti
”النهاية.طىر بيه البداية و ٬دل مه كل شيءالمعت ٬فيهما بيه طر“
“Di antara dua sisi, lurus dari segalanya, batas
antara permulaan dan akhiran.”
Dari definisi itu, al-Islam al-Wasthy adalah Islam
yang berada di tengah -tengah; tidak ekstrem kanan dan
kiri; dan menjunjung tinggi keadilan.
Kata wasth memiliki kesamaan makna dengan
moderate dalam Bahasa Inggris. Sebagai kata sifat yang
berarti average in amount; not radikal or excessively
rightor left wing. Secara etimologis kata moderate
bermakna „berada di tengah; tidak berada pada posisi
ekstrem kiri atau kanan; tidak berlebih-lebihan; tidak
27
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam: Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali, 1989), hal. 74.
38
ekstrem; tidak berkecenderungan melakukan
kekerasan‟.28
Ajaran wasathiyah adalah salah satu ciri dan
esensi ajaran agama. Kata wasath juga biasa digunakan
oleh orang-orang Arab untuk menunjukkan arti khiyar
(pilihan atau terpilih). Jika dikatakan “ia adalah orang
yang wasath”, maka berarti ia adalah orang yang terpilih
di antara kaumnya. Jadi, sebutan umat Islam sebagai
ummatan wasathan itu adalah sebuah harapan agar
mereka bisa tampil menjadi umat pilihan yang selalu
bersikap menengahi atau adil, baik dalam beribadah
sebagai individu maupun dalam berinteraksi sosial
sebagai anggota masyarakat.Islam mengajarkan untuk
selalu bersikap moderat yang bersumber utama pada
ajaran Islam, al-Quran dan hadis Nabi.29
Ada tiga kata kunci utama ketika memahami
makna etimologi wasth, yaitu kata “tengah, adil, dan
tidak bersifat radikal atau ekstrem”. Kata kunci yang
pertama adalah kata „tengah; berada di tengah; atau jalan
tengah‟. Artinya, seseorang yang memahami Islam yang
berdiri diatas keutamaan moral yang menghindari sikap
ekstremitas. Keutamaan moral, menurut Ariestoteles,
merupakan suatu sikap yang memungkinkan manusia
28
UIN Malik Ibrahim Malang, Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi,
dan Aksi,hal. 109. 29
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, 2019) hal.
25-26
39
untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrem yang
berlawanan. Contohnya, keberanian dan kemurahan hati
merupakan pilihan yang dilaksanakan oleh rasio antara
dua ekstrem yang berlawanan. Keberanian merupakan
jalan tengah antara sikap gegabah dan pengecut,
sedangkan dermawan merupakan jalan tengah antara
sikap boros dan kikir.
Keutamaan moral tidak terhenti pada kemampan
untuk menentukan jalan tengah, tetapi harus
diaktualisasikan secara konsisten melalui kebiasaan.
Kebiasaan baiklah yang akan menentukan sikap jalan
tengah. Tentu harus dilaksanakan secara terus menerus.
Persoalan jalan tengah menjadi hal yang penting
dalam rangka mencapai keutamaan moral. Pilihan untuk
memilih jalan tengah agar terhindar dari ekstrimitas nilai
dan tindakan menjadi hal yang mencirikan keutamaan
moral seseorang atau sekelompok masyarakat.
Kata kunci yang kedua adalah kata adil. Adil
menjadi hal yang penting dalam kehidupan. Kepentingan
tersebut terlihat ketika keadilan menjadi pondasi bagi
terbentuknya sebuah masyarakat yang berperadaban.
Selain itu, keadilan juga menjadi pilar dan nilai universal
yang dipercaya dapat memandu kehidupan berbangsadan
bernegara di Indonesia.
Dalam Pancasila, term adil muncul sebanyak dua
kali yaitu, dalam sila kedua kemanusiaan yang adil dan
beradab, dan sila kelima yaitu, keadilan sosial bagi
40
seluruh rakyat Indonesia. Artinya, keadilan menjadi pilar
penting setelah kepercayaan kepada Tuhan dan pilar
dalam membangun peradaban.
Islam moderat, dengan demikian, menghendaki
keadilan menjadi pilar dalam membangun peradaban
Islam. Keadilan harus menjadi soko guru dalam
mengembangkan peradaban umat Islam.
Kata kunci yang ketiga adalah tidak radikal dan
ekstrem. Pada masa ini, istilah radikal telah memiliki
makna sosiologis yaitu sebagai model berpikir dan
bertindak yang cenderung melakukan kekerasan.
Padahal kata radikal berasal dari kata radix yang artinya
akar. Kata ini biasa digunakan dalam tradisi filsafat yang
mencirikan berfikir filosofis. Namun demikian, makna
dasar ini mengalami pengayaan arti secara sosial. Kata
radikal dipahami sebagai model berpikir dan bertindak
yang diasaskan pada pemikiran mendasar dan sering
menggunakan kekerasan. Karena itu, paham yang seperti
itu dikenal dengan istilah radikalisme.30
Radikalisme dalam konteks agama dipahami
sebagai suatu ideologi dan paham yang ingin melakukan
perubahan pada sistem sosial dan politik dengan
menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrem atas nama
agama, baik kekerasan verbal, fisik, maupun pikiran.
Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan
30
UIN Malik Ibrahim Malang, Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi,
dan Aksi,hal. 112.
41
tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis serta
bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.
Radikalisme sering dikaitkan denga terorisme karena
kelompok radikal dapat melakukan cara apapun agar
keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang
tidak sepaham dengan mereka. Walaupun banyak yang
mengaitkan radikalisme dengan agama tertentu. Namun,
pada dasarnya radikalisme tidak hanya terkait dengan
agama tertentu, tetapi bisa melekat pada semua agama.31
Radikalisme bisa muncul karena persepsi
ketidakadilan dan keterancaman yang dialami seseorang
atau sekelompok orang. Persepsi tersebut memang tidak
sreta merta melahirkan radikalisme. Namun ia akan lahir
jika dikelola kelompok yang dianggap sebagai pembuat
ketidakadilan dan pihak-pihak yang mengancam
identitasnya.
Syaikh Yusuf Qardhawi telah menyeru kepada
dakwah Islam yang moderat yang menentang segala
bentuk pemikiran radikal. Radikal dalam arti memaknai
Islam dalam tataran tekstual yang menghilangkan
fleksibilitas ajarannya sehingga terkesan kaku dan tidak
mampu membaca realitas hidup.32
Dalam berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi
seperti pengeboman beberapa tempat, terdapat hubungan
31
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, Moderasi Beragama, hal. 45. 32
UIN Malik Ibrahim Malang, Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi,
dan Aksi,hal. 64.
42
yang sangat dekat dengan pemahaman Islam yang dianut
oleh para pelaku. Islam fundamentalis dan Islam radikal
menjadi dua kosa kata yang lekat dengan beberapa
peristiwa kekerasan yang terjadi sehingga pelaku
kekerasan itu diidentikan dengan Islam fundamentalis
dan radikal. Suka atau tidak suka, itulah fenomena yang
terjadi di kalangan umat Islam saat ini. Meskipun harus
diakui juga bahwa fenomena fundamentalisme dan
radikalisme semacam itu bukan monopoli agama
tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
fenomena fundamentalisme juga ada di dalam agama-
agama besar di dunia.
Seiring dengan menguatnya fenomena
fundamentalisme dan radikalisme, saat ini umat Islam
diharuskan untuk mengedepankan Islam yang ramah dan
rahmatna lil alamin. Inilah yang kemudian mendorong
gagasan munculnya Islam moderat.
Sikap Islam wasathiyah adalah satu sikap
penolakan terhadap ekstremitas dalam bentuk kezaliman
dan kebathilan. Ia tidak lain merupakan cerminan fitrah
asli manusia yang suci, yang belum tercemar pengaruh-
pengaruh negatif. Gambaran moderat juga terdapat pada
diri Rasulullah SAW, yang tidak pernah mengusik
penganut ajaran lain, berbuat zalim maupun sikap yang
lainnya. Bahkan lebih dari itu, beliau selalu mengajak
para sahabat untuk selalu bersikap lemah lembut dan
43
hidup rukun serta menjauhi bersikap kasar kepada orang
lain.
Menurut Muhammad Imarah, istilah Wasathiyah
termasuk yang sering disalahartikan. Ia menjelaskan
istilah itu dalam pengertian Islam mencerminkan
karakter dan jati diri yang khusus dimiliki oleh manhaj
Islam dalam pemikiran dan kehidupan, pandangan,
pelaksanaan, dan penerapannya.
Jati diri manhaj Islam memang lebih cocok
tertuang dalam ajaran wasathiyah karena diantara
doktrin yang ada, hanya moderat yang mampu
memraktikan konsep rahmatan lil alamin. Citra Islam
dan umatnya akan terwujud lebih tepat jika dilihat pada
konsep tersebut agar memadukan ajaran qurani dengan
entitas sosial.33
Pada dasarnya Islam moderat akan banyak
mengundang simpati di hati masyarakat, karena mereka
merindukan ajaran Islam yang damai, hidup rukun,
memahami perbedaan, sertaajaran alquran dijalankan
dengan benar. Ideologi yang dibawa oleh Islam moderat
berupa ajaran yang berada di titik tengah yang terlepas
dari berbagai pemahaman yang sangat tekstual dan keras
dalam memahami ajaran tersebut. Sikap dinamis kaum
moderat berakar dari pemahaman mereka dalam
memahami Islam secara utuh baik penafsiran al-Quran
maupun hidup bersosial di tengah-tengah masyarakat.
33
UIN Malik Ibrahim Malang, Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi,
dan Aksi,hal. 66.
44
Dalam hal pemaknaan moderasi suatu ajara Islam
memang tidak mudah, mengingat pada zaman Rasulullah
SAW, semua tertumpu pada beliau sebagai sosok yang
cerdas yang menjadi satu-satunya panutan para sahabat.
Namun, seiring perkembangan zaman di mana persoalan
manusia semakin berkembang, tidak ada yang menjadi
pemersatu dalam memaknai agama. Lalu muncullah para
tokoh yang dijadikan pegangan persoalan umat muslim.
Di tengah masa tersebut, terjadilah banyak tafsir yang
terkadang mereka pahami secara kaku, demikian juga
sebaliknya ada yang memaknai secara beebada dengan
mengedepankan logika.Untuk menjembatani dua kutub
ini serta mempertemukan antara ajaran al-Quran dan
realitas sosial, maka muncullah moderasi Islam.34
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam wasathiyah
adalah sebuah konsep yang mengajarkan cara pandang
Islam berada di jalan tengah, tidak ekstrem kanan dan
kiri bahkan tidak melakukan kekerasan atas nama agama
sehingga terciptanya Islam damai, toleran, tenggang
rasa, persatuan, tidak mengganggu dan tidak memaksa
pemahaman atau keyakinan sendiri kepada orang lain.
C. Teori Universalisme Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
universalisme berarti aliran yang meliputi segala-galanya;
penerapan nilai dan norma secara umum.35
Sedangkan Islam,
34
UIN Malik Ibrahim Malang, Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi,
dan Aksi,hal. 63. 35
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), hal. 1530.
45
sesuai penjelasan sebelum ini, berasal dari kata aslama yang
berarti berserah diri. Artinya Islam mengajarkan kepada
pemeluknya untuk tunduk dan berserah diri pada kebenaran
yang datang dari Allah SWT.36
Dalam konteks aslama ini,
bahkan langit dan bumi berserah diri kepada Allah, mereka
tunduk pada hukum alam dan berada pada titik gravitasi
termasuk manusia di dalamnya. Inilah yang dimaksud firman
Allah SWT dalam al-Quran surat Ali Imran 83:37
ز ده ٱلل أفغ إن ا كز عا ٱلرض ط ت م نۥ أصهم مه فى ٱنض بغن
زجعن
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari
agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri
segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka
maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka
dikembalikan.”
Kata berserah diri ini menunjukkan bahwa betapa
langit dan bumi berserah diri dengan suka rela dan tanpa
paksaan.Karena itu, ketaatan langit dan bumi tersebut adalah
bentuk kepasrahan dan keislamannya. Inilah yang menjadi
dasar adanya keteraturan dan “predictability” pada “hukum
alam” sampai batas yang amat jauh sehingga dapat dijadikan
pedoman (kemudian digunakan) oleh manusia melalui
pemahamannya akan hukum-hukum itu (ilmu pengetahuan).
36
Abu Su‟ud, Islamologi; Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam
Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hal. 137. 37
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 14.00 WIB.
46
Alam pun teratur karena mereka berserah diri, termasuk
penciptaan Nabi Adam AS.38
Dalam buku Nurcholish Madjid yang berjudul Islam
Agama Peradaban, menjelaskan bahwa Nabi Adam AS
mampu meraih ilmu pengetahuan yang diterima oleh Allah
SWT untuk mengidentifikasi segala yang ada. Namun secara
moral, ia masih dapat jatuh dengan melanggar batas
ketentuan Tuhan. Jadi, ilmu yang dimiliki Nabi Adam bukan
sebagai jaminan untuk keselamatan manusia, melainkan
“ketakwaan” sebagai hamba kepada Tuhan. Bentuk
ketakwaan itulah menjadi dasar sikap berserah diri kepada
Allah SWT.
Perkataan Nurcholish Madjid tersebut merujuk firman
Allah SWT dalam al-Quran yang memberi tahu para
malaikat tentang telah ditunjuknya seorang manusia, yaitu
Nabi Adam AS sebagai khalifah di muka bumi. Para
malaikat mempertanyakan mengapa manusia yang ditunjuk
sebagai khalifah, padahal ia akan membuat kerusakan di
muka bumi dan banyak menumpahkan darah, sementara
mereka selalu bertasbih memuji Allah. Allah menjawab,
bahwa ia mengetahui hal-hal yang para malaikat ini tidak
tahu.
38
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://nur
cholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-Universalisme-Islam-dan-
Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED1sQFjAAegQIBhA
B&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_NwD8IYx diunduh pada Rabu, 2 April
2019 pukul 13.17 WIB.
47
Kemudian Allah mengajari Nabi Adam AS semua
nama dari objek-objek yang ada. Allah memerintahkan para
malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam AS atas pembuktian
keunggulan yang dimilikinya. Para malaikat pun bersujud,
kecuali Iblis. Ia bersikap menentang dan menjadi sombong,
sehingga ia tergolong kelompok yang ingkar. Nabi Adam AS
dan Hawa pun Allah perintahkan untuk tinggal di surga,
menikmati ciptaan-Nya yang ada. Allah berpesan kepada
keduanya untuk tidak mendekati sebuah pohon tertentu.
Tapi, setan menggoda mereka berdua untuk mendekati pohon
itu dan membuat mereka, Nabi Adam AS, Hawa, dan juga
setan, diturunkan ke bumi dari surga oleh Allah. Nabi Adam
AS pun berusaha mengambil pelajaran dari Allah dengan
berserah diri dan meminta ampun kepada Allah, sungguh
Allah mengampuni Adam.39
Dalil lain yang menguatkan pandangan itu adalah surat
an-Naml ayat 44, menjelaskan bahwa Ratu Balqis berislam
(berserah diri) bersama Nabi Sulaiman AS, yaitu:40
ا قال كشفث عه صاق ة ا رأج حضبح نج زح فهم ا ادخه انص قم ن
أصهمث مع ارز قانحزب إو ظهمث وفض د مه ق صزح ممز إو
رب انعان مان لل مه صه
“Dikatakan kepadanya (Balqis): "Masuklah ke
dalam istana". Maka tatkala dia melihat lantai istana itu,
dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya
kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia
39
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban (Jakarta: Paramadina,
1995), hal. 6-7. 40
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 14.40 WIB.
48
adalah istana licin terbuat dari kaca". Berkatalah Balqis:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim
terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam".
Ketika Nabi Sulaiman AS diberitahu oleh Allah SWT
akan kedatangan Ratu Balqis ke negerinya, ia
memerintahkan kaumnya membuat suatu istana yang besar
dan indah. Lantai yang terbuat dari kaca yang mengkilap
yang mudah memantulkan cahaya. Di bawah lantai kaca itu
terdapat kolam yang berisikan ikan, dan air kolam itu seakan-
akan mengalir seperti sungai. Ketika Ratu Balqis datang,
Nabi Sulaiman AS menerimanya di istana yang baru itu dan
mempersilakannya masuk.Ratu Balqis terheran dan terkejut
ketika memasuki istana tersebut. Menurut penglihatannya
ada sungai yang terbentang yang harus dilaluinya untuk
menemui Nabi Sulaiman AS. Karena itu, ia menyingkapkan
kainnya sehingga sampai ke kedua betisnya. Melihat yang
demikian itu, Nabi Sulaiman AS berkata apa yang kau lihat
itu bukanlah air sungai, melainkan lantai kaca yang
dibawahnya ada air mengalir. Mendengar ucapan Nabi
Sulaiman AS itu, Ratu Balqis segera menurunkan kainnya
dan mengakui dalam hati bahwa istana Nabi Sulaiman AS
lebih besar dan lebih bagus dari istananya. Kemudian Nabi
Sulaiman AS mengajak Ratu Balqis agar menganut agama
Islam dan menerangkan kesesatan menyembah matahari.
Seruan itu diterima dengan baik oleh Ratu Balqis. Ia
menyesali kekafirannya selama ini karena dengan demikian
berarti dia berbuat aniaya kepada dirinya sendiri. Ratu Balqis
juga menyatakan bahwa dia bersedia berserah diri bersama
49
Nabi Sulaiman kepada Allah SWT, Tuhan seluruh alam.
Kepada Allah SWT-lah dia beribadah seikhlas-seikhlasnya.41
Demikian juga dengan QS. Ali Imran ayat 52,
dijelaskan dalam aplikasi Tafsir al-Quran Kementerian
Keagamaan, para pengikut Nabi Isa AS menamakan dirinya
sebagai orang muslim yang akan menolong Nabi Isa AS
untuk menegakkan agama Allah. Para pengikut yang
berjumlah 12 orang tersebut, dinamakan dengan الحىاريىن (al-
hawariyyun), yang berasal dari kata „hur‟ artinya putih
bersih. Ayatnya sebagai berikut:42
ن فه ار قال انح م انكفز قال مه أوصاري إنى للا ا أحش عضى مى م
د بأوا مضهمن اش آمىا بالل وحه أوصار للا
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka
(Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?"
Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab:
"Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami
beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah
diri.”
Dalam tafsir Kemenag, ketika Nabi Isa AS merasakan
keingkaran mereka, Bani Israil, dia berkata, siapakah yang
akan menjadi penolongku untuk menegakkan agama Allah?
Para hawariyun, sahabat-sahabat setianya, menjawab,
kamilah penolong agama Allah, kami beriman kepada Allah
dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim
yaitu orang-orang yang benar-benar berserah diri kepada
41
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 15.10 WIB. 42
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 17.00 WIB.
50
Allah. Kemudian para penolong agama Allah tersebut berdoa
“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang
Engkau turunkan kepada Rasul-Mu, Isa, berupa kitab injil,
dan kami telah mengikuti ajaran Rasul-Mu, karena itu
tetapkanlah kami bersama golongan orang yang memberikan
kesaksian bahwa Nabi Isa AS telah melasanakan tugas
kerasulannya.”43
Selain itu, masih dalam surat yang sama, pada ayat 67,
Allah menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS bukanlah
seorang Yahudi dan Nasrani, melainkan seorang yang hanif
dan Muslim. Hal itu, dipaparkan dalam buku Tafsir Yusuf
Ali yang diterjemahkan oleh Ali Audah, ia berarti seorang
yang kecenderungan pada keyakinan yang benar dan murni,
teguh dalam keimanan, dan sebagainya. Ayatnya sebagai
berikut:44
م ما كان مه ٱنمشزكه ما كان إبز ضهما كه كان حىفا م ن ل وصزاوا دا
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula)
seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang
lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”
Dalam Tafsir Kemenag, menjelaskan bahwa Nabi
Ibrahim AS bukanlah seorang Yahudi dan Nasrani, tetapi dia
adalah seorang yang lurus yaitu jauh dari syirik atau
43
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 17.18 WIB. 44
Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Qur’an 30 Juz: Teks, Terjemahan, dan
Tafsir Diterjemahkan Oleh Ali Audah (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2009), hal. 146.
51
mempersekutukan Allah SWT.45
Juga seorang Muslim yang
berserah diri kepada Allah semata. Kata Muslim di sini, tidak
ada yang memaksa Nabi Ibrahim untuk berserah diri, dia
berserah diri karena kagum kepada Allah. Menurut Rasyid
Ridha, “agama sejati” adalah Islam atau kepasrahan kepada
Tuhan. Bahkan Nabi Ibrahim AS pun menyatakan dirinya
sebagai seorang Muslim, hamba yang tunduk dan berserah
diri kepada Tuhan.46
Dalam buku Islam Agama Peradaban karya
Nurcholish Madjid, dijelaskan bahwa Bani Israil yang
mengingkari Allah dan tidak mengikuti Nabi Ibrahim
bermula pada saat Sarah, istri Nabi Ibrahim, memersilahkan
Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar, seorang budak
perempuan yang telah merdeka, karena melihat Sarah
seorang yang sudah lanjut usia. Dari Hajar lahirlah seorang
putra yang ditunggu-tunggu dan dinamainya Ismail “Allah
telah mendengar”. Nabi Ibrahim berpendapat bahwa lahirnya
Ismail adalah sebuah jawaban atas doa dan atas keluh kesah
Hajar yang tidak diterima sepenuhnya oleh Sarah. Karena itu,
Sarah meminta kepada Ibrahim agar Hajar dan Ismail
dikeluarkan dari rumah tangga mereka. Nabi Ibrahim pun
mengikuti permintaan Sarah, namun Allah memberikan
petunjuk agar Hajar dan Ismail pergi ke arah selatan dari
Kana‟an yaitu Makkah. Selang beberapa belas tahun setelah
45
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 16.20 WIB. 46
Mohammad Hassan Khalil, Islam dan Keselamatan Pemeluk Agama
Lain (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2016), hal. 201.
52
Nabi Ibrahim kembali ke Sarah, Allah memberikan kabar
gembira bahwa mereka akan memiliki anak. Walaupun Sarah
sempat tidak memercayai hal itu, tapi kuasa Allah nyata, dan
lahirlah seorang putra dengan dinamakan Ishaq. Tapi melalui
Nabi Ishaq itulah Allah menjanjikan kepada Nabi Ibrahim
akan banyak lahir nabi dan rasul. Sedangkan melalui Nabi
Ismail Allah menjanjikan akan ada seorang nabi yang
mengajari mereka kitab suci dan hikmah yang tampil sebagai
bangsa yang besar, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Nabi Ishaq memunyai putra bernama Yaqub yang
bergelar Israil (hamba Allah). Israil tersebut memiliki anak
12, 10 dari istri pertama dan dua dari istri kedua. Salah
seorang anaknya itu ialah Yusuf yang menjadi sasaran
kecemburuan dan pengkhianatan saudara-saudaranya. Karena
ulah saudaranya itu, Yusuf terdampar di Mesir dan menjadi
menteri atas kerja kerasnya. Dengan pencapaian tersebut,
Yusuf mencari dan membawa Yaqub dan para saudaranya itu
untuk menetap di Mesir dan mereka pun beranak pinak yang
dikenal dengan Bani Israil (keturunan Israil, yakni Yaqub).47
Agama yang benar dengan inti ajaran pasrah atau berserah
diri kepada Tuhan itu diwasiatkan Ibrahim kepada
keturunannya, Nabi Yakub, dan menjadi dasar agama-agama
Israel, yaitu (yang sekarang bertahan) Agama Yahudi dan
Agama Kristen.
47
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban (Jakarta: Paramadina,
1995), hal. 5-6.
53
Jadi, agama-agama Yahudi dan Nasrani berpangkal
kepada “al-islām”, karena merupakan kelanjutan agama Nabi
Ibrahim. Tapi tidaklah berarti Nabi Ibrahim seorang Yahudi
atau Nasrani, melainkan seorang yang pasrah kepada Tuhan
(Muslim). Mengatakan Nabi Ibrahim seorang Yahudi atau
Nasrani akan merupakan suatu anakronisme karena Nabi
Ibrahim muncul jauh sebelum agama-agama itu turun ke
muka bumi.48
Penjelasan dalam surat lain mengenai bukti bahwa
Allah SWT menjadi Tuhan seluruh makhluk dengan adanya
nama-nama Allah dalam tempat ibadah umat Yahudi dan
Nasrani tercantum pada QS al-Hajj ayat 40:49
ز حق إل أن قنا م بغ انذه أخزجا مه دار ل دفع للا ن ربىا للا
ا اصم مضاجد ذكز ف ات صه بع امع مث ص د م ببعط ن انىاس بعض
ي عزز نق مه ىصزي إن للا نىصزن للا كثزا للا
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung
halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena
mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan
sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-
rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
48
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://nur
cholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-Universalisme-Islam-dan-
Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED1sQFjAAegQIBhA
B&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_NwD8IYx diunduh pada Rabu, 2 April
2019 pukul 13.10 WIB. 49
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh pada
Selasa, 1 April 2019 pukul 17.00 WIB.
54
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa.”
Pada hakikatnya, inti dari semua risalah dan agama itu
satu, yaitu Tauhid.Tetapi, mengapa orang-orang musyrik
berpaling dari agama Tauhid yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW dengan mencari agama selain agama
Allah? Padahal, semua makhluk di langit dan bumi berserah
diri dengan senantiasa tunduk dan patuh kepada hukum dan
kehendak-Nya, baik dengan suka yaitu dengan tulus dan
ikhlas karena melihat bukti-bukti kebenaran maupun terpaksa
setelah melihat azab. Keikhlasan terhadap berserah diri
kepada Allah, terlihat pada Nabi Adam yang berserah diri
atas kejatuhannya ke bumi dan selalu mengikuti perintah-
Nya. Nabi Sulaiman yang mencoba melakukan cara agar
mengajak Ratu Balqis untuk berserah diri dan menyembah
Tuhan Yang Esa. Nabi Isa dan para sahabatnya, hawariyun,
yang senantiasa setia dan menjadi penolong Nabi Isa untuk
menegakkan agama Allah ketika Nabi Isa mendapat
keingkaran dari Bani Israil. Nabi Ibrahim dan para anak
cucunya, Nabi Ismail, Nabi Ishak, Nabi Yakub, dan Nabi
Yusuf, yang juga berserah diri kepada Tuhan.
Sikap berserah diri atau pasrah kepada Tuhan Yang
Maha Esa itu merupakan tuntutan alami manusia. Karena itu,
agama (al-dīn, secara harfiah antara lain berarti
“ketundukan”, “kepatuhan”, atau “ketaatan”) adalah sikap
pasrah kepada Tuhan (al-islām). Tidak ada agama tanpa
55
sikap itu, yakni keagamaan tanpa kepasrahan kepada Tuhan
adalah tidak sejati.50
Seperti dikutip oleh Nurcholish Madjid, Abdullah
Yusuf Ali, seorang penerjemah dan penafsir al-Quran ke
dalam Bahasa Inggris, menjelaskan bahwa dalam Islam
semua agama adalah satu karena Islam agama yang diajarkan
oleh semua nabi terdahulu. Nabi terdahulu itu memberikan
penjelasan tentang adanya kebenaran dalam Kehendak dan
Rencana Tuhan dengan sikap pasrah dan berserah diri kepada
Tuhan. Bila seseorang tidak memiliki sikap tersebut, maka ia
termasuk orang yang tidak percaya dan menolak terhadap
kebenaran dalam Kehendak dan Rencana Tuhan itu.
Lengkapnya Yusuf Ali berkata:51
“In Islamic view, religion is one, for the Truth is
one. It was the religionpreached by all the earlier
Prophets. It was the truth taught by allthe inspired
Books. In essence it amounts to a conciousness of
theWill and Plan of God and a joyful submission to
that Will andPlan. If anyone wants a religion other than
that, he is false to hisown nature, as he is false to God‟s
Will and Plan. Such a one cannotexpect guidance, for
he has deliberately renounced guidance.”
50
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://nur
cholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-Universalisme-Islam-dan-
Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED1sQFjAAegQIBhA
B&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_NwD8IYx diunduh pada Rabu, 2 April
2019 pukul 13.10 WIB. 51
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://nur
cholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-Universalisme-Islam-dan-
Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED1sQFjAAegQIBhA
B&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_NwD8IYx diunduh pada Rabu, 2 April
2019 pukul 13.15 WIB.
56
Sejalan dengan penjelasan di atas, Huston Smith,
dalam pengantar buku Mencari Titik Temu Agama-agama
karya Frithjof Schuon, menjelaskan bahwa di antara agama-
agama memunyai perbedaan dan persamaan masing-masing.
Bila tidak ada persamaan pada agama-agama, tidak akan
disebut dengan nama yang sama sebagai “agama”.
Sebaliknya, bila tidak ada perbedaan, maka tidak akan
disebut dengan kata majemuk “agama-agama”. Huston Smith
menjelaskan bahwa menurut Schuon, ada esoterisme dan
eksoterisme dalam agama. Esoterisme adalah hal-hal yang
hanya boleh diketahui dan dilakukan beberapa orang saja
dari suatu kelompok penganut paham tertentu. Sedangkan
eksoterisme adalah hal-hal yang boleh diketahui dan
dilakukan oleh semua anggota kelompok penganut suatu
paham tertentu.52
Dengan demikian, eksoterisme meliputi
aspek eksternal, formal, hukum, dogmatis, ritual, etika dan
moral pada sebuah agama. Sedangkan esoterisme adalah
aspek metafisik dan dimensi internal agama.53
Pada aspek esoterisme inilah agama-agama bertemu.
Schuon menarik garis pemisah antara esoterisme dan
eksoterisme tersebut yang bersifat horizontal. Namun, garis
tersebut bukan membagi perwujudan historis yang besar dari
agama-agama secara vertikal; Hindu dari agama Buddha dari
52
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), Cet. ke-2, hal. ix.
53http://teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/76/70 diakses
pada Senin, 10 Maret 2019 pukul 15.43 WIB.
57
agama Kristen dari agama Islam, dan seterusnya melainkan
bersifat horisontal dan hanya ditarik satu kali membelah
berbagai agama dalam sejarah. Untuk memudahkan
pemahaman tentang pemikiran Schuon tersebut, berikut
dibuat ilustrasi:54
Kesatuan Absolut
Esotersisme
Eksoterisme
Gambar 2.1 letak esoterisme dan eksoterisme menurut Huston
Smith dengan rujukan Schuon.
Bagi Schuon, semua manusia memiliki tingkat
kesadaran, termasuk dari segi metafisik. Dari segi tersebut
hanya pada Tuhanlah yang berada pada tingkat tertinggi dan
itu menjadi titik temu dalam berbagai agama untuk berserah
diri, sedangkan tingkat bawahnya agama saling berbeda
54
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar, hal. ix-x.
Agama
Kristen
Agama
Hindu
Agama
Buddha
Agama
Konghucu
Agama
Yahudi
Agama
Islam
58
dalam hal cara dan bentuk penyerahan diri tersebut. Dari segi
epistemologis dapat pula dikatakan bahwa perbedaan antar
agama juga mengecil dan bersatu di tingkat tertinggi,
sedangkan di tingkat bawahnya berbagai agama tersebut
terpecah-pecah sesuai apa yang dianut.
Agama adalah suatu keseluruhan integral yang dapat
dibandingkan dengan suatu makhluk hidup yang berkembang
menurut hukum-hukum yang seharusnya dan pasti sifatnya.
Karena itu agama dapat dinamakan suatu organisme rohani
atau organisme sosial dalam aspeknya yang paling lahiriah.
Dalam arti tertentu, agama adalah organisme dan bukan
bangunan kaidah yang berubah-ubah. Karena itu, kita tidak
dapat menilai unsur-unsur yang mrupakan bagian suatu
agama, termasuk agama Islam.55
Islam lahir karena upaya langsung dari Kehendak Ilahi
yang menjadi sumber monoteisme. Sama halnya dengan
Nabi Muhammad harus mencerminkan kebenaran
monoteisme Messianis atau monoteisme Abraham yang asli.
Dalam kata lain Islam dapat dianggap sebagai reaksi Ibrahim
melawan penggabungan monoteisme oleh Israel dan
Messias. Walaupun secara metafisik dua pandangan ini tidak
terpisah satu sama lain tetapi pada tingkat eksitoris
keduannya tidak dapat diwujudkan secara serempak. Ia
hanya dapat dikukuhkan melalui dogma yang saling
55
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar, hal. 116.
59
bertentangan yang memecah belah aspek lahiriah dari
monoteisme yang utuh.56
Keseimbangan antara dua aspek Ilahi, yaitu keadilan
dan rahmat Allah, merupakan hakikat wahyu yang diberikan
kepada Nabi Muhammad, yang dalam hal ini sama dengan
wahyu yang diberikan kepada Nabi Ibrahim. Jika wahyu
agama Kristen menyebut dirinya lebih unggul dari wahyu
yang diturunkan kepada Musa, itu karena rahmat Allah pada
dasarnya, dan secara ontologis “lebih dulu ada” dari keadilan
Allah. Ini terbukti oleh tulisan yang tertera pada tahta Allah:
“Sesungguhnya, rahmatku mendahului kemurkaanku”.
Monoteisme yang diwahyukan kepada Abraham mempunyai
keseimbangan sempurna antara esoterisme dan eksoterisme,
dan sampai taraf tertentu memunyai kesamaan primordial,
walaupun masalahnya di sini hanya menyangkut
primordialitas dalam hubungan dengan sejumlah agama
bangsa Semit. Dapat dikatakan, pada Nabi Musa eksoterisme
menjadi agama dalam arti bahwa eksoterisme itu memberi
bentuk kepada agama tanpa memengaruhi hakikatnya. Pada
Kristus sebaliknya, dan esoterismelah yang pada gilirannya
menurut cara tertentu menjadi agama. Pada Muhammad,
akhirnya, keseimbangan semula dipulihkan kembali dan
siklus perkembangan agama monoteistis pun berakhir.
Seharusya setiap agama menjadi suatu adaptasi yang
mengandung pengertian adanya pembatasan. Jika berbagai
56
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar, hal. 110.
60
agama metafisik murni merupakan suatu adaptasi, demikian
pula halnya beragam agama eksoteris, yang merupakan
serangkaian adaptasi demi kepentingan mentalitas yang lebih
terbatas. Pembatasan perlu ada pada bentuk-bentuk agama
asli. Tidak dapat dielakkan, berbagai pembatasan itu tampak
dalam proses perkembangan bentuk-bentuk tersebut sehingga
menjadi semakin nyata pada akhir perkembangannya yang
ikut ditentukan oleh pembatasan bentuk agama itu sendiri.
Jika beragam pembatasan tadi diperlukan demi kehidupan
agama tersebut, konsekuensinya, agama-agama itu
bagaimanapun juga akan tetap terbatas. Ajaran heterodoks ini
sendiri adalah konsekuensi tidak langsung dari kebutuhan
akan pembatasan bentuk agama dan untuk memberinya batas
yang sesuai dengan taraf kemajuan yang dicapai abad gelap.
Bahkan simbol-simbol suci pun demikian halnya. Karena itu,
hanya hakikat yang tak berhingga, abadi, dan tanpa
bentuklah yang secara absolut bersifat murni dan tidak dapat
diubah, dan karena sifatnya yang adikodrati harus
dinyatakan, baik melalui diluluhkannya bentuk-bentuk yang
ada maupun melalui sinarnya yang dipancarkan melalui
beragam bentuk tadi.57
Islam didasarkan pada pengakuan akan Keesaan Ilahi.
Hal itu bukan dicapai karena pengabdian pribadi
Muhammad, melainkan karena penyesuaian manusia kepada
al-Quran, baik dalam bentuk ibadah maupun dalam bentuk
57
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar, hal. 111-113.
61
hukum. Karena itu pengakuan akan Keesaan Ilahi dalam
agama Islam tercapai dalam penyesuaian manusia kepada
Keesaan itu sendiri. Dalam Islam, sebuah ide yang menjadi
landasan agama dan menjadi peranan penting dalam
beragama. Bagi Muslim semua berpusat pada Allah, Asas
Ilahi yang termasuk dalam aspek Keesaan dan Adikodrati,
dan dalam keadaan menyesuaikan diri atau menyerahkan diri
kepada-Nya.58
Kemampuan hidup agama Islam sama sekali bukan
berasal dari hal luarnya dan keaslian intelektual umat Islam
hanya dapat bersumber pada Wahyu Ilahi. Dalam Islam,
paham Keesaan adalah dasar semua kehidupan rohani dan
sampai tingkat tertentu dapat diterapkan dalam kehidupan
sosial. Menurut ajaran Islam, Tuhan mengukuhkan dirinya
sendiri dengan Keesaan-Nya. Tuhan tidak menjelma menjadi
manusia berdasarkan perbedaan ronahiah.Tuhan juga tidak
menembus dunia, melainkan menyerap segalanya melalui
Islam. Tuhan tidak turun dalam suatu perwujudan, melainkan
memancarkan diri-Nya pada wujud itu.59
58
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar,hal. 117. 59
Frithjof Schoun, Mencari Titik Temu Agama-agama Penerjemah
Saafroedin Bahar, hal 118-119.
62
D. Kerangka Berpikir
Tabel 2.2 Simpulan kerangka berpikir
Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Kelompok Islam Formal
Kelompok Nasionalis
Harian Republika Islam Wasathiyah
Moderas
i
Beragam
a
Bogor Message
Tawasut
I’tidal
Tasamuh
Syura
Islah
Qudwah
Muwatona
h
Komitmen mengaktifkan kembali
paradigma Islam wasathiyah sebagai
ajaran Islam yang meliputi tujuh nilai
utama
Berkomitmen untuk menjunjung
tinggi nilai-nilai paradigma Islam
wasathiyah sebagai budaya hidup
secara individual dan kolektif dengan
melambangkan semangat dan
persatuan dari sejarah peradaban
Islam
Memperkuat tekad untuk
membuktikan kepada dunia mengenai
nilai-nilai Islam wasathiyah
Mendorong negara-negara Muslim
dan komunitas untuk mengambil
inisiatif guna mempromosikan
paradigma Islam wasathiyah melalui
suatu badan yang akan dibentuk
bersama
63
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Konteks Pemahaman Islam Moderat di Indonesia
Sikap moderat menghendaki sikap tidak berlebihan
dalam suatu aspek tertentu. Misalnya, dalam pemikiran Islam
saat ini terdiri dari berbagai kubu kelompok tekstualis yang
menyucikan teks seakan-akan teks merupakan harga mati,
sehingga terkesan kaku dalam memahami teks Islam dan
kelompok yang kedua terlalu liberal dalam memahami Islam.
Dengan demikian, sikap moderat menjadi sikap beragama
alternatif yang menengahi kedua arus pemikiran tersebut.
Keberadaan Islam moderat juga, menjadi penjaga dan
pengawal konsistensi Islam yang telah dibawa oleh
Rasulullah SAW.
Namun, untuk melihat kemoderatan tersebut, ada
empat aspek yang menjadi konteks sebuah pemahaman Islam
moderat di Indonesia, yaitu: sosial dan budaya, teologi,
mazhab, dan politik. Keempat aspek itu, bertujuan untuk
menambah wawasan kemoderatan di Indonesia bagi
penulisan dan pembaca.
1. Sosial dan Budaya
Islam merupakan pandangan hidup yang
menerangi jalan hidup para pemeluknya yang mengatur
semua urusan kehidupan manusia, mulai dari masalah
peribadatan, ritual sampai masalah keduniaan. Islam
mengajarkan umatnya agar berkualitas, unggul, dan
64
mampu berkontribusi positif untuk kelangsungan hidup
manusia di dunia. Untuk menerjemahkan Islam ke dalam
lingkungan tatanan kehidupan sosial, perlu sebuah
pandangan yang lurus dan mendalam. Dalam hal ini,
Nurcholis Madjid pernah menawarkan gagasan tentang
pentingnya al-hanaifiat al-samhah. Ini adalah suatu
pandangan yang tidak lagi terkotak dalamwujud
komunalisme atau bentuk yang cenderung mengurung
diri pada struktur tertentu. Pemahaman seperti ini
mendorong seseorang agar terpanggil untuk
berpartisipasi pada kegiatan yang bermanfaat bagi
semuanya. Islam memuat kegiatan dan cita-cita universal
yang berupa mewujudkan keselamatan, keadilan,
kedamaian, yang bersendikan pada nilai-nilai tauhid dan
sifat dasar kemanusiaan. Intinya adalah munculnya sikap
yang moderat dan inklusif dalam memperjuangkan
agenda-agenda universal untuk kemajuan peradaban
umat manusia.1
Di Indonesia, penggunaan term ummatan
wasathan telah muncul sejak akhir abad ke-12 dan ke-
13. Kemunculan itu ditandai dengan islamisasi yang
damai, toleran, dan jauh dari perlawanan. Islam
diajarkan oleh para pendakwah kepada masyarakat
melalui perdagangan di pasar, pertanian di sawah, dan
nelayan di pesisir dengan rasa santun dan toleran. Proses
1 Tim UIN Maliki, Islam Moderat; Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi,
(Malang: UIN Maliki Press, 2016), hal. 74.
65
pengajaran itu butuh waktu berabad-abad karena Islam
mengedepankan jalur damai dan etika, tanpa konfrontasi
yang menimbulkan gejolak sosial, apalagi sampai
menimbulkan kekerasan. Ada tiga hal yang
menyukseskan dakwah Islam di Indonesia, juga
merupakan sebagai perwujudan kekuatan Islam
wasathan.2
Pertama, Islam mengajarkan tauhid yang
merupakan pembebasan dari segala bentuk selain Allah
SWT. Prinsip tauhid mengajarkan asas keadilan dan
kesamaan dalam sistem tatanan kehidupan sosial.
Dengan ajaran seperti itu, Islam dengan mudah diterima
oleh khalayak. Ajaran Islam juga menempatkan
pemeluknya dalam posisi terhormatdan mulia daripada
ajaran dan kepercayaan yang mereka yakini.
Kedua, ajaran Islam relevan dengan roda
perubahan zaman. Hal tersebut dikarenakan ajaran Islam
sangat lentur dan fleksibel yang menyesuaikan dengan
dimensi ruang dan waktu. Melalui pendekatan maruf,
Islam mudah beradaptasi dengan budaya dan tata
kehidupan masyarakat. Hal-hal yang sudah menjadi
kebiasaan masyarakat saat itu, bila tidak bertentangan
dengan Islam, tidak perlu ditolak atau dibubarkan, tapi
cukup diluruskan dan ditambah dengan nilai-nilai Islam.
Juga sebaliknya, bila suatu ajaran tidak sesuai dengan
2Tim UIN Maliki, Islam Moderat; Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi,hal.
76.
66
ajaran Islam, maka para pendakwah akan mengajak
masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan tersebut.
Ketiga, Islam mengajarkan prinsip tasamuh dan
fastabiqul khairat, juga mengajarkan sikap toleransi dan
apresiasi terhadap sesuatu kebenaran dari manapun
asalnya. Kebenaran tersebut baik dari aspek mazhab,
tasawuf, maupun aliran teologi yang umat Islam
Indonesia juga sudah terbiasa dan terbuka dalam hal
perbedaan. Begitu pula dengan penyebaran Islam yang
selalu berdaya saing tinggi dan berlomba-lomba dan
kebaikan. Peran para tokoh Islam dan pendakwah sangat
penting bagi mewujudkan sarana dakwah, seperti
lembaga pendidikan, rumah sakit, dan lainnya.
Menurut Azyumardi Azra, Islam wasathan di
Indonesia sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam
Pancasila karena kedua aspek tersebut merekatkan
kemajemukan dan kebhinekaan anak bangsa. Dengan begitu,
masyarakat Indonesia mampu hidup beriringan sesuai
pedoman.Antara Islam dan kehidupan manusia tidaklah
dipisahkan. Itu dikarenakan Islam merupakan sumber nilai-
nilai kebenaran hakiki yang mengajarkan tentang tatakrama
dalam membangun relasi humanitis dalam konteks
pergumulan antarsesama. Islam juga harus mewarnai segala
tindakan dan ucapan pemeluknya, sehingga terwujud
keadaban dan kemuliaan.3
3Tim UIN Maliki, Islam Moderat; Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi, hal.
78.
67
Menurut M. Nastir, Islam meliputi semua aspek
masyarakat dan kebudayaan, serta menolak pengertian agama
yang sempit. Begitu juga dengan pendapat Ernest Gellner,
bahwa dalam tradisi Islam terdapat jalinan kuat antara spirit
dan hukum keagamaan dengan wilayah sosial. Islam tidak
pernah padam dari satu ideologi. Bahkan Islam tidak pernah
terpisah dari persoalan-persoalan sosial budaya yang ada.4
Tapi, tidak ada agama dan umatnya terbebas dari
gerakan radikal dalam sejarah dunia dan sejarah
kemanusiaan. Hal itu dikarenakan, agama dan umatnya tidak
bisa terlepas dari lingkungan sekitarnya. Munculnya gerakan
keagamaan yang bersifat radikal merupakan fenomena
penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer.
Masyarakat dunia belum bisa melupakan peristiwa revolusi
Islam Iran 1979 yang berhasil menampilkan kalangan mullah
ke atas panggung kekuasaan. Dengan kekuasaannya itu,
semua hegemoni politik dan kultur Barat diganti dengan
tatanan baru oleh kaum mullah. Mereka juga diam-diam
mensponsori gerakan keagamaan di Libanon dan Palestina,
serta mendukung gerakan serupa di Eropa. Sikap mereka
yang seperti itu menimbulkan banyak kekhawatiran dan
kecurigaan dari negara-negara lain, termasuk negara dengan
mayoritas Muslim. Di Indonesia, citra Iran lebih banyak
dikaitkan dengan radikalisme agama, sehingga Syiahisme
belum bisa diterima secara terbuka.5
4Tim UIN Maliki, Islam Moderat; Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi, hal.
80. 5Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat, (Jakarta: Grafindo Khazanah
Ilmu, 2007), hal. 155-158
68
Maraknya gerakan radikalisme dalam masyarakat
Muslim secara langsung memperteguh citra lama tentang
Islam bahwa pada dasarnya agama ini bersifat radikal dan
intoleran. Kesan ini sulit dibantah, karena gelombang
radikalisme Islam telah menjadi bagian penting dari rentetan
kekisruhan politik sejak pertengahan abad ini. Bahkan pada
abad-abad sebelumnya patro-radikalisme Islam telah muncul
sebagai mana yang ditunjukan oleh gerakan politik
keagamaan.
Misalnya, pada sebelum reformasi, di bawah
kepemimpinan Soeharto, gerakan ini hanya bertindak di
bawah tanah. Namun, di era kebebasan, Islam radikal dengan
gagah muncul ke permukaan. Sebagian dari mereka ikut
perang Ambon dan Poso. Sebagian ikut menghancurkan
tempat hiburan secara terang-terangan. Sebagian lagi ingin
memonopoli ruang publik dengan cara mensomasi kelompok
yang ingin menampilkan Islam dengan wajah lain.
Reformasi menjadi awal kelahiran Islam radikal,
namun nilai-nilai yang mereka perjuangkan bertentangan
secara diametral dengan cita-cita demokrasi yang sekuler.
Tetapi jumlah pengikut dan elit pemimpin Islam radikal terus
bertambah. Denny J.A. menjelaskan lima alasan mengapa
Islam radikal terus hadir: masing-masing:
Pertama,kelompok ini hidup dalam sebuah utopia.
Mereka diinspirasi oleh datangnya sebuah zaman yang
sangat ideal. Islam radikal secara formal legalistik ingin
menerapkan syariat Islam di dunia publik, tentu utopianya
69
tampil dalam bentuk agama pula. Bisa jadi utopia itu adalah
terbentuknya negara Islam raya. Atau bisa jadi utopia itu
lebih terfokus lagi seperti akan diterapkannya syariat Islam di
berbagai kabupaten Indonesia.
Kedua,tambah Denny, kelompok radikal di mana saja
dan datang dari agama apa saja, sudah cenderung
mempunyai gambaran dunia yang sederhana. Dunia hanya
terdiri atas hitam dan putih. Bagi mereka, tidak ada wilayah
abu-abu. Mereka mewakili suara Tuhan. Sementara pihak
yang berbeda dianggap mewakili kekuatan setan. Mereka
selalu merasa musuh besar itu terus mengintai dan ingin
menyingkirkan mereka. Justru dengan world view semacam
ini, komunitas radikal akan terus tumbuh pula. Selama
musuh besar itu ada, selama itu pula mereka bersedia
berkorban nyawa. Mereka akan terus loyal kepada doktrin
agama yang radikal, walau pemerintah sedang memburu dan
ingin memusnahkan mereka.
Ketiga,elit yang berpengaruh di komunitas ini terus
menerus memproduksi pengikut Islam garis keras.
Interpretasi secara keras terhadap agama sangat mereka
hayati. Mereka yang mendapatkan penghargaan dan pujian
adalah mereka yang berhasil melakukan purifikasi ajaran.
Semakin murni doktrin yang mereka praktekkan, semakin
cemerlang pula posisi anggota itu dalam struktur elit
komunitas. Hal itu dikarenakan kontrol dari peer group,
penganut Islam radikal akan terus bermunculan terlepas
bagaimanapun kondisi lingkungan politik menekannya.
70
Keempat,mereka juga memiliki daya tahan yang luar
biasa. Jika terjadi malapetaka ataupun penangkapan atas
tokoh penting organisasi itu, selalu ada tafsir yang
membesarkan hati mereka sendiri. Segala penderitaan ditafsir
dengan cobaan bagi yang beriman. Semakin tinggi imannya,
akan semakin besar cobaannya. Upaya penangkapan tokoh
Islam radikal, dengan mudah mereka anggap sebuah ujian
dan cobaan duniawi saja, tanpa mengurangi militansi
terhadap doktrin agama. Karena itu mereka menolak untuk
menyingkir dari dunia publik kecuali jika itu hanya untuk
taktik politik sementara di lapangan.
Kelima, kata Denny, walau jumlah mereka sedikit,
mereka “bersuara” nyaring sehingga kehadiran mereka
terasa. Tidak heran jika gerakan Islam radikal itu seperti
mempunyai seribu nyawa yang tidak kunjung mati. Hal yang
membuat mereka nyaring adalah pilihan politik kekerasan.
Tutup Denny, tidak jarang, kekerasan menjadi bagian doktrin
dari keyakinan mereka.Tetapi, tidak perlu merasa heran, jika
mereka dapat terlibat dalam pembunuhan massal dengan
sikap yang rileks dan santai. Bahkan hukuman mati tidak
mereka takuti. Itu dikarenakan mereka meyakini bahwa
seandainya mati, itu adalah cara mati terhormat, mati syahid.6
Contoh lain,menurut Tariq Ali dalam bukunya
Benturan Antarfundamentalis adalah munculnya gerakan
kaum Wahabi.Gerakan tersebut bermula sejak abad ke-16di
semenanjung Jazirah Arabia telah berada di bawah kerajaan
Utsmani. Kerajaan itu mereduksi daya tarik ekonomis dan
6Denny J.A.,Melewati Perubahan: Sebuah Catatan Atas Transisi
Demokrasi Indonesia, (Yogyakarta:LkiS, 2006), hal. 180-184.
71
strategisnya melalui pergantian rute-rute perdagangan darat
dengan armada-armada niagawan. Masyarakat dengan rute
perdagangan darat itu merasa marah karena diabaikan dan
tidak pernah dimasukkan dalam bagian kerajaan tersebut.
Tapi, mereka tetap bergantung pada perdagangan dan
penyediaan penginapan untuk para peziarah ke kota-kota
suci. Ketergantungan itu hanya mampu menopang sedikit
roda perekonomian mereka. Mereka berpikir harus ada satu
orang untuk memecahkan segala permasalahan yang ada.
Lanjutnya, dengan demikian, lahirlah sebuah sekte
revivalis baru yang menggembor-gemborkan perubahan di
daerah itu. Dia adalah Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-
1792 M). Anak seorang mutakalim lokal yang lahir di sebuah
kota oasis kecil dan relatif makmur di Uyaynah. Abdul
Wahab membela penafsiran hukum Muslim ultra-ortodoks
abad kedelapan. Lelah memelihara kebun kurma dan
menggembala ternak, anaknya mulai berdakwah secara lokal
dengan mengajak kembali pada “keyakinan-keyakinan
murni” masa lalu. Dia melawan pemujaan Nabi Muhammad
SAW, mencela umat Islam yang berdoa di tempat suci,
mengkritik kebiasaan menandai kuburan, menekankan
“ketunggalan Tuhan”, serta memaki semua orang non-
Sunnidan bahkan beberapa kelompok Sunni sebagai pelaku
bidah dan munafik. Semua ini menyediakan alasan politik
keagamaan bagi jihad ultra-sekterian melawan umat Islam
72
yang lain, khususnya para “pelaku bidah” penganut Syiah
dan termasuk kerajaan Utsmani.7
Pada masa penyebaran paham-paham tersebut, kaum
Wahabi mendapat kesempatan untuk mengajak orang-orang
yang datang berhaji dan bermukim di Makkah. Diantara
orang yang bermukim itu, ada tiga warga negara Indonesia
(WNI) yang berasal dari Minangkabau, yaitu Haji Miskin
dari Padangpanjang, Haji Piobang dari Payakumbuh, dan
Haji Sumanik dari Batusangkar
Ketiga orang tersebut telah berjanji dan
mengembangkan paham Wahabi setelah mereka sampai dan
pulang ke Indonesia. Di antara ulama kaum Wahabi ada yang
menyatakan bahwa mereka menganut mazhab Hambali.
Tetapi, dalam fatwa-fatwa dan pekerjaan mereka, banyak
yang tidak sesuai dengan mazhab Hambali yang difatwakan
oleh Imam Hambal. Siradjuddin Abbas memaparkan ada
beberapa fatwa-fatwa yang dianut oleh kaum Wahabi sebagai
berikut:8
1) Tuhan Allah itu duduk di atas ‘Arsy (langit). Walaupun
diakuinya bahwa Tuhan tidak serupa dengan makhluk,
namun duduknya di jihad atas diakuinya.
2) Tidak boleh mengaji (mempelajari) sifat 20 sebagai yang
lazim dikerjakan oleh ulama-ulama Ahlussunnah wal
Jama’ah.
7Tariq Ali, Benturan Antarfundamentalis, (Jakarta: Paramadina, 2009),
hal. 86. 8Siradjuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i,(Jakarta:
Radar Jaya, 1995), hal. 280-283.
73
3) Tuhan Allah bermuka dan bertangan, sesuai dengan lahir
ayat-ayat tersebut dalam al-Quran.
4) Tidak boleh bepergian ziarah ke makam Nabi di
Madinah juga ziarah ke makam-makam orang saleh.
Siapa yang berniat ziarah, maka pekerjaan itu maksiat.
5) Di atas makam-makam tidak boleh ada kubah, semuanya
harus diratakan dengan tanah. Kaum Wahabi yang
masuk ke Makkah pada pertama kali tahun 1902 M dan
yang kedua kali tahun 1925 M telah meruntuhkan semua
makam-makam di pekuburan Mu‟ala dan di pekuburan
Baqi‟ di Madinah. Juga Kubbah Maulud Nabi diratakan
juga dengan tanah.
6) Meninggalkan sembahyang walaupun sekali hukumnya
kafir.
7) Meroko dan makan sirih adalah syariat maksiat.
8) Barangsiapa yang tidak menjalankan syariat Islam
adalah kafir dan boleh dihukum mati.
9) Agama Islam harus ditegakkan dengan pedang, dengan
kekerasan, dll.
Selain itu, Denny menegaskan ada tiga semboyan yang
dimiliki kaum Wahabi, yaitu:
1) Mengembalikan kemurnian agama Islam
2) Memerangi bidah dan kafarat.
3) Melarang taklid kepada imam-imam mujtahid
Ketiga warga Minangkabau tadi, terus menjalankan
dan mengajarkan pengajian Wahabi di kampungnya. Mereka
juga memberikan fatwa-fatwa agama yang dianut kaum
74
Wahabi. Walaupun mereka mendapatkan tantangan dari
ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah.
2. Teologi
Sumber utama teologi Islam, menurut Ahmad
Hanafi ialah Quran dan hadis-hadis yang berisi berbagai
penjelasan tentang wujud Tuhan, keesaan-Nya, sifat-
sifat-Nya, dan persoalan lainnya. Kaum Muslimin
dengan ketekunan memahami al-Quran dan hadis,
mencoba menganalisis dan menguraikan berbagai
persoalan teologi Islam. Mereka berusaha memperkuat
pendapatnya dengan merujuk ayat-ayat al-Quran dan
hadis. Tujuan teologi Islam adalah mengukuhkan
kepercayaan-kepercayaan agama dengan jalan akal
pikiran dan membela kepercayaan tersebut dengan
menghilangkan berbagai keraguan. Dari tujuan tersebut
teologi Islam bisa disebut “induk ilmu-ilmu agama”.
Dengan kata lain, tujuan teologi Islam ialah mengangkat
kepercayaan seseorang dari lembah taklid kepada
puncak keyakinan.
Tambahnya, teologi Islam semata-mata
mengarahkan pembicaraan kepada akal pikiran dan
dirasionalkan. Dalam mengemukakan alasan-alasan,
digunakan urutan-urutan pikiran yang terkenal dalam
ilmu logika dengan nama qiyas (syllogisme-analogy),
yang terdiri atas pendahuluan kecil (minor premise),
75
pendahuluan besar (mayor premise), dan kesimpulan
(conclusion).9
Dalam buku Studi Ilmu Kalam yang ditulis oleh
Suryan A. Jamrah, hanya ada tiga yang dapat dipandang
sebagai aliran teologi yang konkret,lengkap dengan
sistem, materi, dan metode, yakni, Muktazilah,
Asy‟ariah, dan Maturidiah. Khawarij dan Murji‟ah tidak
dapat dipandang sebagai aliran yang utuh karena
pendapatnya terbatas pada beberapa tema sampingan dan
belum menyentuh masalah pokok akidah. Pembicaraan
mereka terbatas mengenai masalah status pelaku dosa
besar dan lainnya. Terutama Khawarij, lebih menonjol
sebagai aliran politik daripada aliran kalam. Sama
dengan Qadariah dan Jabariah, tak layak disebut sebagai
aliran yang konkret karena pemikiran mereka terbatas
pada masalah status perbuatan manusia.
Dosen UINSultan Syarif Kasim Riau itu
menambahkan, bahwa Asy‟ariah dan Maturidiah ini
lazim digabung dalam satu nama yaitu Ahlus sunnah wal
Jama’ah. Kalau al-Asy‟ariah dianut oleh mayoritas
bermazhab fikih Syafi‟iah, sedangkan Maturidiah dianut
oleh masyarakat bermazhab fikih Hanafiah. Namun,
kedua aliran ini lebih memperlihatkan persamaannya
daripada perbedaannya. Tapi, mayoritas umat Muslim
9A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna
Baru, 2003), hal. 20.
76
lebih mengenal Ahlussunnah wal Jama’ah yang
menunjuk al-Asy‟ariah.10
a) Muktazilah
Kata muktazilah berasal dari kata i’tazala
yang bermakna memisahkan diri. Kata ini berasal
dari ucapan Hasan al-Basri i’tazala ‘anna yang
dialamatkan kepada Wasil bin Atha. Dari ucapan itu
bermulalah nama Muktazilah bagi suatu aliran
dalam pemikiran Islam. Wasil lahir di Madinah pada
tahun 80H/699M dan dibesarkan di Basrah serta
menjadi murid dari Hasan al-Basri. Wasil wafat
pada tahun 131H/748M.11
Pokok-pokok ajaran
Muktazilah menurut Prof. Yunan Yusuf disebut
dengan al-ushul al-khamsah atau lima prinsip dasar
muktazilah, masing-masing:12
Pertama,at-tauhid, yakni Allah itu Esa, tidak
ada sesuatu pun yang menyamai-Nya, bukan jisim
(materi), tidak bertubuh, tidak berdarah, bukan
person (syakhsun), juga bukan jauhar (substansi).
Allah ada sebelum ciptaan-Nya, tiada yang
menyerupai-Nya, tidak ada yang menolong-Nya
untuk menumbuhkan sesuatu yangditumbuhkan-
Nya, dan tidak menciptakan ciptaan-Nya atas contoh
10
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta: Kencana, 2015), hal.
167-168. 11
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari Khawarij ke
Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 72-76.
77
yang mendahului-Nya.Satu-satunya sifat yang
dimiliki oleh Tuhan hanyalah sifat qadim dalam arti
tidak mempunyai permulaan. Ini tidak berarti bahwa
Tuhan tidak diberi sifat-sifat oleh kaum muktazilah.
Kedua, al’adl, adalah keadilan Tuhan yang
pembicaraannya dihubungkan dengan perbuatan-
perbuatan Tuhan. Tuhan dikatakan adil jika
perbuatan-perbuatan Tuhan itu bersifat baik. Tuhan
tidak akan berbuat buruk dan tidak melupakan apa
yang wajib dikerjakan-Nya. Keadilan Tuhan juga
dibicarakan dalam kaitan dengan perbuatan manusia
yang bebas dan merdeka tanpa paksaan. Jika
manusia dituntut melakukan perbuatan baik dan
menjauhi perbuatan jahat, maka manusia harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan
perbuatannya bukan perbuatan yang ditentukan oleh
Allah sebelumnya. Namun bagi Muktazilah
mengatakan Tuhan bersifat baik dengan perbuatan-
Nya, belumlah cukup untuk menyatakan
Kemahabaikan Tuhan. Bila datangnya seorang
Rasul sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia,
maka menurut Muktazilah mengirimkan Rasul
kepada umat manusia agar manusia mendapat yang
baik dan terbaik juga merupakan kewajiban bagi
Tuhan.
Ketiga, al-wa’ad wa al-wa’id, bahwa janji dan
ancaman Tuhan pasti terjadi. Allah berjanji dalam
78
kitab suci untuk memasukkan orang berpahala ke
dalam surga dan orang berdosa ke dalam neraka.
Karena itu, menurut Muktazilah Tuhan tidak akan
melakukan yang sebaliknya.
Keempat,posisi bagi pelaku berbuat dosa
besar.Pembuat dosa besar bukanlah kafir karena ia
masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad;
tetapi bukan mukmin karena imannya tidak lagi
sempurna. Juga bukan mukmin ia tidak dapat masuk
surga dan karena bukan kafir yang tak harus masuk
neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan
di luar neraka. Karena itu adalah bentuk adil. Tetapi
karena di akhirat tidak ada tempat selain surga dan
neraka, jadi pembuat dosa tersebut harus
dimasukkan ke dalam salah satu tempat tadi.
Dengan memasukkan ke dalam salah satu itu,
menurut muktazilah tidak adil bilaia mendapat
siksaan yang sama berat dengan kafir.13
Kelima, al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an
al-munkar. Kaum muktazilah berpendirian bahwa
amar maruf nahi munkar merupakan kewajiban
yang harusdilakukan oleh setiap umat mukmin.
Hanya saja dalam pelaksanaan ajaran ini,
muktazilah menggunakan kekerasan. Menurut
muktazilah, maruf adalah hal-hal mereka anggap
benar dan baik menurut ajaran Islam dan apa-apa
13
Harun Nasution, Teologi Islam, (UI-Press: Jakarta, 2016) hal. 57.
79
yang sejalan dengan pendapat mereka itu,
sedangkan hal yang menyalahinya adalah dipandang
munkar yangharus diberantas. Dalam melaksanakan
prinsip kelima ini muktazilah berpendapat bahwa
bila cukup dilaksanakan dengan seruan dan ajakan
yang lunak saja berarti kewajiban sudah terpenuhi.
Tetapi bila seruan dan ajakan yang lunak itu tidak
berhasil maka perlu dilaksanakan dengan penuh
kekerasan.14
Menurut Harun Nasution, aliran ini masih
dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari
Islam, terutama di Indonesia. Pandangan demikian
timbul karena mereka dianggap tidak percaya
kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang
diperoleh dengan perantara rasio. Setelah rasio,
mereka memakai ayat al-Quran dan hadis untuk
memperkuat argumen mereka.15
Sahilun A. Nasir
juga menambahkan bahwa ciri-ciri pengikut
Muktazilah adalah suka berdebat, terutama di
hadapan umum. Mereka yakin akan kekuatan akal
pikiran karena itulah suka berdebat dengan siapa
saja yang berbeda pendapat.16
14
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari Khawarij ke
Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi, hal 82-88. 15
Harun Nasution, Teologi Islam, hal. 58. 16
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam); Sejarah, Ajaran,
dan Perkembangannya, (Jakarta, Rajawali Pers, 2012), hal. 174.
80
b) Aliran Asy’ariyah
Nama Asy‟ariyah berasal dari nama tokoh
Imam Abu Hasan al-Asy‟ari dengan nama
lengkapnya Abu al-Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy‟ari.
Ia lahir di kota Basrah pada tahun 260 H/873 M dan
wafat tahun 324 H/935 M. Saat itu ketika umat
Islam tidak mempunyai pegangan teologi sebagai
ganti Muktazilah yang tidak diterima oleh mayoritas
umat Islam, al-Asy‟ari maju untuk membangun
ideologi barunya dengan keluar dari Muktazilah.
Menurut Asy‟ari, bahwa Muktazilah dan Qadariyah
hanyalah orang-orang yang menuruti hawa nafsu
dan menuruti tradisi nenek moyang mereka
terdahulu. Akibat dari itu telah menimbulkan
kelancangan menakwilkan al-Quran dengan
kehendak sendiri tanpa alasan-alasan yang
berlandaskan kitabullah dan sunah Rasul.17
Salah satu sebab al-Asyari keluar dari
Muktazilah, menurut Suryan A. Jamrah adalah
ketika golongan Muktazilah berada dalam fase
kemunduran dan kelemahan. Setelah al-Mutawakkil
mencabut keputusan khalifah pendahulunya al-
Makmun, yang menetapkan Muktazilah sebagai
aliran resmi negara, kedudukan Muktazilah
melemah. Apalagi setelah al-Mutawakkil
17
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari Khawarij ke
Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi, hal. 88-93.
81
memperlihatkan kecenderungan dan dukungannya
terhadap pemikiran Ahmad Ibn Hambal, yang saat
itu menjadi lawan berat Muktazilah. Muktazilah pun
terjadi perpecahan. Dengan kondisi itu, keluarnya
al-Asy‟ari dari Muktazilah adalah mungkin karena
ia melihat Muktazilah tidak dapat diterima oleh
mayoritas umat Islam. menurut al-Asy‟ari, bertahan
di dalam Muktazilah, baik secara politik maupun
sosiologis jelas tidak akan menguntungkan. Juga
membiarkan umat tanpa sistem pemikiran kalam
yang konkret lebih tidak menguntungkan lagi.
Dengan demikian, al-Asy‟ari telah berjasa
memberikan sistem pemikiran yang dapat diterima
oleh mayoritas umat Islam. Ia pun membuat ilmu
kalam menjadi halal karena sebelumnya sangat
dicurigai bahkan dipandang bid‟ah dan sesat serta
mengharamkan. Karena itu, aliran ini segera
berkembang dan yang terbesar di dunia Islam. aliran
al-Asy‟ari kemudian lebih dikenal dengan julukan
ahl al-sunnah wa al-jamaaah.
Tambahnya, al-Asy‟ari hadir dengan metode
keseimbangan antara penggunaan dalil naqli dan
dalil aqli, argumen tekstual dan argumen rasional.
Metode ini sering dinilai sebagai “jalan tengah”
antara metode Muktazilah yang mengutamakan
rasional dan metode ahla-hadits yang lebih
mengutamakan argumen tekstual.Sejarah pemikiran
82
telah membuktikan bahwa metode “jalan tengah”
selalu bertahan lama karena aliran tersebut diterima
dengan baik dari masa ke masa. Sebaliknya, setiap
pemikiran yang ekstrem tidak akan diterima di
masyarakat dan tentu tidak akan bertahan lama. Hal
itu karena sebelumnya sudah terlihat ketika
dinamika mazhab fikih, bahwa mazhab Syafi‟i lebih
bertahan dan dapat diterima oleh mayoritas
masyarakat. Mazhab Syafi‟i mengambil metode
“jalan tengah” antara mazhab Hanafi yang
mengutamakan dalil aqli dan mazhab Maliki yang
lebih menekan sisi naqli. Artinya, kemungkinan, al-
Asyari bukan meniru Imam Syafi‟i, tapi belajar dari
pengalaman Imam Syafi‟i sebagai imam mazhab
yang dianutnya.
Faktor lain adalah politik dan kekuasaan.
Ketika Dinasti Buwaihi di Bagdad mengalami
kemunduran dan kehancuran, penguasa dan
pemerintahan Sunni bangkit. Kaum Sunni tersebut
menganut mazhab kalam Asy‟ariah. Kurang lebih
14 abad dunia Islam dipimpin oleh kekuasaan
Sunni, selama itu pula Asy‟ariyah dilindungi dan
didukung menjadi satu-satunya mazhab di dunia
Islam. Seperti ungkapan Ibn Khaldun, “manusia itu
selalu mengikuti jejak pemimpinnya”.18
18
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, hal. 151-158.
83
Adapun menurutSahilun A. Nasir dalam
bukunya Pemikiran Kalam (Teologi Islam);
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, sebab
terpenting mengapa al-Asyari meninggalkan
Muktazilahialah karena adanya perpecahan yang
dialami kaum Muslimin yang bisa menghancurkan
mereka sendiri, kalau seandainya tidak segera
diakhiri. Sebagai seorang Muslim yang
mendambakan atas persatuan umat, dia sangat
khawatir kalau al-Quran dan hadis menjadi korban
dari paham-paham Muktazilah yang dianggapnya
semakin jauh dari kebenaran, menyesatkan, dan
meresahkan masyarakat. Hal itu karena mereka
terlalu menonjolkan akal pikiran. Dengan demikian,
terlihat jelas kedudukan al-Asy‟ari sebagai seorang
Muslim yang ikhlas membela kepercayaan,
berpegang teguh kepada al-Quran dan hadis sebagai
dasar agama, di samping menggunakan akal pikiran
yang tugasnya tidak lebih daripada memperkuat dan
memperjelas pemahaman nash-nash agama.19
Pernyataan bandingan al-Asy‟ari terhadap
ajaran Tauhid dengan nafy al-sifat Muktazilah
dalam bukuAlam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari
Khawarij ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafioleh
Prof.Yunan Yusuf, bahwa mustahil Tuhan
19
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam); Sejarah, Ajaran,
dan Perkembangannya, hal. 202-211.
84
mengetahui dengan dzat-Nya. Bila Tuhan
mengetahui dengan dzat-Nya, itu berarti dzat-Nya
adalah pengetahuan dan pada giliran berikutnya
berarti pula Tuhan adalah pengetahuan. Padahal
Tuhan bukanlah pengetahuan, akan tetapi Yang
Mengetahui. Karena itu, Tuhan mengetahui dengan
pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukanlah dzat-
Nya.
Pernyataan selanjutnyatentang keadilan Tuhan
dibantah juga oleh al-Asy‟ari dengan mengatakan
bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada sesuatu
yang wajib bagi Tuhan. Manusia baru dikatakan adil
terhadap Tuhan, bila Tuhan memang berkuasa
mutlak itu, tanpa ada sesuatu alasanpun yang dapat
membendung kemutlakannya itu. Dengan demikian
haruslah dipahami bahwa Tuhan dikatakan adil bila
ia memasukkan semua manusia ke dalam surga dan
juga Tuhan dikatakan tidak zalim bila ia
memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka, bila
memang itulah yang Ia kehendaki.
Al-Asy‟ari mengatakan bahwa umat mukmin
yang melakukan dosa besar tetap mukmin dan
disebabkan dosa besar yang dilakukannya maka ia
menjadi fasiq. Andaikata orang pembuat dosa besar
bukan mukmin dan bukan pula kafir, tentulah di
dalam diri orang sepertiitu tidak dijumpaikufur atau
iman. Kalau di dalam diri orang seperti itu tidak ada
85
kekufuran atau tidak pula adaiman, dengan
demikian ia bukan pula mulhid ataupun musyrik,
tidak teman dan tidak pula musuh.20
c) Aliran Maturidiyah
Nama lengkapnya adalah Abu Mansur
Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi. Ia lahir di
Samarkhand pada pertengahan kedua abad
kesembilan Masehi dan wafat tahun 944 M. Sebagai
pengikut Abu Hanifah, yang banyak memakai rasio
dalam pandangan keagamaan, membuat al-Maturidi
banyak menggunakan akal dalam pemikiran
teologinya.21
Secara metodologis, al-Maturidi lebih banyak
memfungsikan akal dibanding al-Asy‟ari, sehingga
sebagian para ahli, lazim memandang al-Asy‟ariah
sebagai aliran yang mengambil jalan tengah antara
Muktazilah dan ahl al-hadits, sedangkan Maturidiah
mengambil jalan tengah antara Asy‟ariah dan
Muktazilah.22
Aliran ini dikatakan muncul sebagai reaksi
terhadap pemikiran-pemikiran Muktazilah yang
rasional itu, tidaklah juga seluruhnya sejalan dengan
pemikiran yang diberikan oleh al-Asy‟ari. Berbeda
20
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari Khawarij ke
Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi, hal. 94-96. 21
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari Khawarij ke
Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi, hal. 99. 22
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, hal. 165.
86
dengan Muktazilah yang mengatakan bahwa Tuhan
tidak bersifat dalam arti sifat yang berdiri di luar
dzat-Nya, al-Maturidi yang sejalan dengan al-
Asy‟ari mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-
sifat. Karena itu, Tuhan menurut al-Maturidi,
mengetahui bukan dengan dzat-Nya, tapi
mengetahui dengan pengetahuan-Nya, juga berkuasa
dengan sifat-Nya.
Sementara itu menurut al-Maturidi, Tuhan
tidaklah mempunyai kewajiban-kewajiban seperti
yang dikatakan Muktazilah. Perbuatan Tuhan pada
hakikatnya hanyalah mengandung hikmah, baik itu
dalam ciptaan maupun dalam perintah dan larangan-
Nya.Ini berarati perbuatan Tuhan terlaksana bukan
karena terpaksa. Karena itu tidak bisadikatakan
wajib. Hal ini jelas bertentangan dengan paham al-
salah wa al-ashlah yang mengatakan bahwa Tuhan
mempunyai kewajiban memberikan yang terbaik
untuk manusia.
Al-Maturidi juga menolak pandangan al-
manzilah bayn al-manzilatain Muktazilah.
Menurutnya orang mukmin yang melakukan dosa
besar akan ditentukan kelak oleh Tuhan di akhirat.
Namun, dalam beberapa hal al-Maturidi sejalan
dengan Muktazilah, seperti paham al-wa’ad wa al-
wa’id. Menurut al-Maturidi janji dan ancaman
Tuhan tidak boleh tidak, harus berlaku kelak. Apa
yang telah dijanjikan Tuhan tidak boleh tidak
87
berlaku. Demikian pula tentang pandangan terhadap
ayat-ayat mutasyabihat yang menggambarkan
Tuhan mempunyai bentuk jasmani. Ayat-ayat
tersebut haruslah diberi takwil. Pengertian tentang
wajah, tangan, dan sebagainya haruslah diberi
makna majazi agar sesuai dengan kebesaran dan
keagungan Tuhan.23
3. Mazhab
Perbedaan pendapat biasa terjadi sejak dahulu
hingga saat ini, termasuk perbedaan di kalangan para
ulama. Perbedaann tersebut bertujuan untuk
memecahkan masalah dalam setiap hukum Islam. Hal itu
disebut dengan mazhab yang berasal dari pokok pikiran
atau dasar para imam mujtahid. Imam mazhab dan
mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi
kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath
imam mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat imam
mujtahid tentang masalah hukum Islam.Mazhab yang
masih berkembang sampai sekarang serta banyak diikuti
oleh umat Muslim seluruh dunia, termasuk Indonesia
ada empat. Keempat mazhab itu, Mazhab Hanafi
(pendirinya Imam Abu Hanifah), Mazhab Maliki
(pendirinya Imam Malik), Mazhab Syafi‟i (pendirinya
Imam Syafi‟i), Mazhab Hambali (pendirinya Imam
Hambali).24
23
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari Khawarij ke
Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi, hal. 101-102. 24
A. Dzajuli, Ilmu Fiqh; Penggalian,Perkembangan, dan Penerapan
Hukum Islam (Jakarta: Kencana, 2015), hal. 127.
88
a. Imam Abu Hanifah (80-150 H/696-767M)
Ia lahir di Kuffah tahun 80 H dengan nama
aslinya Numan bin Tsabit. Ia bukan orang Arab
tetapi keturunan Persia yang menetap di Kuffah.
Ciri khas dari Abu Hanifah dalam ijtihadnya adalah
menggali ketentuan-ketentuan hukum fikih yang
berpedoman pada al-Quran dan hadis. Dalammetode
qiyas ia tak berbeda jauh dari imamfikih lainnya
yangtidak mengabaikan ketentuan-ketentuanhukum
yang pernah berlaku sebelumnya, terutama kasus-
kasus yang tidak terdapat atau tidak jelas ketetapan
hukumnya dalam al-Quran dan hadis. Metode yang
ditempuh disebut ar-ra’y (pendapat,pandangan)
dalam menakwilkan atau menafsirkan nash-nash
hukum syariat yang tidak jelas atau samar. Karena
itulah ia disebut sebagai imam ahlur ra’y.25
Metodologi yang ditempuh Abu Hanifah
didasarkan pada tujuh sumber, yaitu:26
- Kitabullah,berisi keseluruhan syariah, sumber
bagi semua hukum Islam
- Sunah, sebagai penjelas kitabullah dan perinci
globalitas al-Quran
25
Abdurrahman Asy-Syarqawi diterjemah dan diperkaya oleh al-Hamid
al-Husaini, Riwayat Sembilan Imam Fiqih (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1999),
hal. 231. 26
Muhammad Abu Zahrah, Fiqh Islam; Mazhab dan Aliran, (Tangerang
Selatan: Gaya Media Pratama, 2014) hal, 125.
89
- Ucapan sahabat, pembawa ilmu Rasul ke
generasi setelahnya,
- Qiyas (analogi), digunakan ketika tidak ada
nash al-Quran, sunah, atau ucapan sahabat.
Qiyas ialah menyamakan hukum suatu perkara
yang tidak ada nash-nya dengan perkara yang
ada nash-nya karena adanya persamaan illat
(sebab).
- Istihsan, yaitu keluar dair tuntutan qiyas zahir
(qiyas yang nampak) untuk pindah ke hukum
lain yang menyelisihi
- Ijma’, menjadi hujjah (dasar hukum),
kesepakatan para mujtahid tentang suatu kasus
hukum pada suatu masa tertentu27
- ‘Urf, kebiasaan kaum muslimin yang tidak ada
pada nash al-Quran, sunah, dan ucapan sahabat.
Hal ini bisa dipahami karena cara beristinbat
Abu Hanifah selalu memikirkan dan memerhatikan
apa yang ada di belakang nash yang tersurat yaitu
illat dan maksud-maksud hukum. Sedang untuk
masalah-masalah yang tidak ada nash-nya beliau
menggunakan qiyas, istihsan, dan ‘urf. Adapun fikih
Imam Hanifah yang paling dominan adalah:28
27
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr Hingga Nasr
dan Qardhawi, (Jakarta: Hikmah, 2003), hal. 64 28
A. Dzajuli, Ilmu Fiqh; Penggalian,Perkembangan, dan Penerapan
Hukum Islam, hal. 128.
90
- Sangat rasional, mementingkan maslahatdan
manfaat
- Lebih mudah dipahami daripada mazhab lain
- Lebih liberal sikapnya terhadap dzimis (warga
negara nonmuslim)
b. Imam Malik (93-179 H/711-795 M)
Imam Malik lahir di Madinah yang bernama
lengkap Malik bin Anas bin „Amar. Imam Malik
sangat konsisten memegang teguh hadis, sehingga
beliau dikelompokkan kepada ahlu al-hadis,
tetapitidak berarti ia hanya menetapkan hadis saja
dalam menetapkan hukum. Ia menggunakan
mahfum mukhalafah, dzari’ah, dan al-maslahah.
Secara berurutan sumber hukum yang dikembangan
dalam mazhab maliki adalah al-Quran, sunah,
perkataan sahabat, tradisi masyarakat madinah,
qiyas, dan almaslahah almursalah (kemaslahatan
yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil
tertentu).29
c. Imam Syafi’i
Bernama asli Muhammad bin Idris bin Abbas
bin Usman bin Syafi‟i bin as-Sa‟ib bin Ubaid bin
Abdu Yaziz bin Hasyim bin Murhalib bin Abdul
Manaf. Dari riwayat hidupnya bahwa beliau mampu
mendalami serta menggabungkan metode ijtihad
29
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr Hingga Nasr
dan Qardhawi, hal. 122.
91
Imam Malik dan metode Imam Abu Hanifah,
sehingga ia menemukan hasil ijtihad sendiri. Ia
sangat berhati-hati ketika mengeluarkan fatwa
karena dalam fatwanya itu terdapat keseimbangan
antara rasio dan rasa. Dengan demikian,konsep
ikhtiyat (prinsip kehati-hatian) mewarnai dalam
setiap pemikirannya.30
Mazhab Syafi‟i merupakan salah satu dari
empat mazhab lainnya, seperti mazhab Imam
Hanafi, Mazhab Imam Malik, dan Mazhab Imam
Hambali di golongan Ahlussunnah wal Jamaah.
Imam Syafi‟i mengurutkan lima sumber ijtihad atau
dalil-dalil hukum, masing-masing:31
- Al-Quran dan sunah. Al-Quran adalah sebagai
pedoman utamanya, sedangkan sunah sebagai
penjelas dan perinci ayat-ayat bagi al-Quran
yang bersifat umum. Hadis yang sejajar dengan
al-Quran adalah hadis shahih. Adapun sunah
yang memiliki derajat ahad tidak dapat
menyamai kekuatan al-Quran dari kualitasnya
sebagai nash yang mutawatir.
Dalam pandangan Imam Syafi‟i, sunah Nabi
mempunyai kedudukan yang begitu tinggi. Malah
30
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr Hingga Nasr
dan Qardhawi, hal 129. 31
https://www.academia.edu/9252482/SEJARAH_SINGKAT_IMAM_A
SY-SYAFI_I_DAN_MADZHABNYA, diakses pada Jumat, 15 Februari 2019
pukul 09.41 WIB.
92
beberapa kalangan menyebut Imam Syafi‟i sebagai
imam yang menyetarakan kedudukan sunah dengan
al-Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum
Islam. Karena itu di mata Imam Syafi‟i setiap
hukum yang ditetapkan Rasulullah pada hakikatnya
merupakan hasil pemahaman yang diperoleh dari al-
Quran.32
- Ijma’ ulama terhadap hukum-hukum yang tidak
terdapat penjelasannya di dalam al-Quran atau
hadis. Ijma’adalah kumpulan para ahli fikih
yang menguasai ilmu khusus fikih dan beberapa
ilmu umum. Menurut Jumhur ulama ijma’ itu
kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat
Nabi Muhammad setelah wafat Nabi dan pada
masa tertentu terhadap sebuah hukum syariat
- Pendapat para sahabat Nabi dengan syarat tidak
ada yang menentang pendapat tersebut dan juga
tidak melanggarucapan sahabat lain
- Pendapat para sahabat yang paling mendekati
ketetapan al-Quran, hadis, atau qiyas ketika
terjadi perbedaan pendapat di antara mereka
- Qiyas terhadapsebuah perkara yang
berketetapan hukum dalam al-Quran, hadis,atau
ijma’. Qiyas adalah menganalogikan sesuatu
yang tidak terdapat dalam nash untuk
32
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr Hingga Nasr
dan Qardhawi, hal. 139
93
menghasilkan hukum syariat dengan sesuatu
yang hukumnya sudah terdapat dalam nash
disebabkan adanya persamaan antara kedua hal
tersebut dari segi illat (sebab) hukum.
Imam Syafi‟i menolak penggunaan istihsan,
maslahah mursalah, sad adz-dzara’i, dan syariat
kaum terdahulu untuk dijadikan rujukan dalam
pengambilan keputusan hukum syariat Islam.Dalam
mengambil keputusan dan ketetapan suatu hukum,
Imam Syafi‟i juga mengakui dan memakai istidlal
(penalaran) sebagai dasar hukum Islam. Dalam
kaitannya dengan sunah, Imam Syafi‟i juga
memakai hadis ahad (perawi saru orang) dan hadis
mutawatir (perawi banyak orang). Menurutnya bila
dalam sunah pun tidak didapati nash-nya dia
mengambil ijmak sahabat. Namun jika tetaptidak
ditemukan juga, Imam Syafi‟i memakai qiyas
sebagai jalan ketetapan hukum. Demikian pula jika
tidak ada dalil dalam qiyas dan ijma’, maka istidlal
sebagai jalan terakhir memutuskan suatu hukum.
Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith
menjelaskan bahwa keutamaan mazhab Syafi‟i
adalah:33
33
https://www.academia.edu/9252482/SEJARAH_SINGKAT_IMAM_A
SY-SYAFI_I_DAN_MADZHABNYA, diakses pada Jumat, 15 Februari 2019
pukul 09.41 WIB.
94
- Pendiri mazhab memerhatikan dalil atau
argumen mazhabnya berdasarkan al-Quran,
hadis, dan pendapat sahabat dengan berguru
kepada Imam Malik
- Pendiri mazhab memerhatikan jenis-jenis qiyas
dan asas-asas pengambilan dalil seperti yang
dikuasai oleh Abu Hanifah
- Mazhab penengah antara golongan tekstual
(Imam Malik) dan golongan rasio (Imam
Hanafi)
- Banyaknya mujtahid dari para ulama yang
berkhidmah kepada mazhab ini dengan
menyebarkannya ke setiap penjuru dunia
- Banyaknya literatur yang telah disusun oleh
ulama dalam penelitian mazhab dan penggalian
dalilnya, serta melakukan penyederhanaan agar
mudah dipahami oleh murid-muridnya pada tiap
masa
- Banyaknya penganut mazhab Syafi‟i di setiap
negara
- Pembaharuan Islam pada setiap masa
merupakan penganut mazhab Syafi‟i
Dalam hal taklid,ia selalu memberikan
perhatian kepadamuridnya agar tidak mudah
menerima pendapat-pendapat dan hasil ijtihadnya.
Dia tidak senang murid-muridnya bertaklid buta
kepada pendapatnya. Ia juga selalu menyuruh
95
murid-muridnya untuk bersikap kritis dan berhati-
hati dalam menerima suatu pendapat. Dalam kaitan
ini pula, ia dikenal dengan ungkapan “Inilah
ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain
yang lebih baik dariku, maka ikutilah ijtihad
tersebut.34
d. Imam Ahmad Ibn Hambali (164-241 H)
Imam Hambali dilahirkan pada bulan Rabi‟ul
Awal tahun 164 H di Baghdad. Walaupun dia murid
dari Imam Malik dan Imam Syafi‟i, ia tetap
memiliki jalan pemikiran sendiri dalam berijtihad.
Seperti, sesudah al-Quran dan sunah, ia
menggunakan perkataan sahabat. Selain itu, ia juga
merupakan ulama yang tidak percaya adanya ijma’.
Ijma’ yang dimaksud adalah ijma’ sesudah sahabat,
adapun masa sahabat tetap diakui keberadaannya.35
Menurut Ibnu Qayyim salah seorang pengikut
mazhab Hambali, ada lima landasan pokok yang
dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa mazhab
Hambali:36
- Nash (al-Quran dan sunah)
- Fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang
menentangnya. Jika para sahabat berbeda
34
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr Hingga Nasr
dan Qardhawi, hal. 139.
35
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr Hingga Nasr
dan Qardhawi, hal. 132. 36
Ensiklopedi hal 102
96
pendapat, maka ia akan memilih pendapat yang
dinilainya lebih sesuai dengan al-Quran dan
hadis. Tapi, ternyata pendapat yang ada tidak
jelas penyesuaiannya dengan nash, ia tidak akan
menetapkan salah satunya tetapi ambil sikap
diam atau meriwayatkan keduanya
- Mengambil hadis mursal (hadis yang dalam
sanadnya tidak disebutkan nama perawinya)
dan hadis daif (hadis lemah) dalam hal ini hadis
daif didahulukan daripada qiyas
- Qiyas atau analogi, digunakan bila tidak
ditemukan dasar hukum dari keempat sumber
tersebut.
Menurut Pradana Boy ZTF, dalam buku Fikih
Jalan Tengah, salah satu adagium yang paling
terkenal dalam hukum Islam adalah al-Islamu
shalihun li kulli zaman wa makan (Islam senantiasa
sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat).
Ini adalah salah satu bukti yang sering ditampilkan
untuk menjelaskan tentang fleksibilitas hukum
Islam. Fleksibilitas itu bisa dimaknai dalam dua
konteks: pertama, bahwa hukum Islam senantiasa
relevan pada setiap zaman dan setiap tempat, kedua,
bahwa dalam satu perbuatan, Islam bisa menentukan
tiga atau empat hukum sekaligus. Tidak ada
perselisihan di antara umat Islam dalam menerima
fleksibilitas hukum Islam ini; namun terdapat
97
perbedaan dan tidakjarang perbedaan itu sangat
tajam, berkaitan dengan bagaimana fleksibilitas itu
harus diwujudkan. Pertentangan itu misalnya
mengenai teks dan konteks.
Fleksibilitas hukum Islam berkaitan erat
dengan tujuan diturunkannya hukum itu. Said
Ramadhan al-Buti seorang yang mendalami ilmu
Islam menyebutkan tujuan disyariahkannya hukum
Islam untuk kepentingan masyarakat umum. Prinsip
inilah yang sering diistilahkan dengan maqashid al-
syariah. Konsep itu juga dikembangkan oleh al-
Ghazali, Fakhruddin al-Razi, dan al-Qarafi. Para
ahli fikih menegaskan salah satu tujuan yang hendak
dicapai melalui maqashid al-syariah adalah
maslahah. Dalam pandangan sebagian orang,
konsep maslahah ini bisa difungsikan sebagai
sarana perubahan hukum. Hal itu memberikan
seperangkat kerangka teoritik yang bisa dirujuk
ketika berhadapan dengan persoalan yang inheren
dalam sistem hukum berdasarkan teks yang pasti,
bagaimana membawa landasan materi hukum yang
terbatas dalam situasi sosial yang senantiasa
berubah-ubah.
Tegasnya, sangat tidak mungkin akan muncul
hukum-hukum baru ketika maksud di balik
diundangkannya hukum tidak tercapai. Kelenturan
hukum Islam juga bisa dibuktikan dengan melihat
98
beragam hukum Islam yang berkembang di berbagai
negara, seperti Indonesia dan Malaysia yang
memiliki ketentuan hukum yang berbeda. Di
samping perubahan tempat dan situasi,dalam
kacamata masyarakat modern harus pula
dipertimbangkan bahwa perubahan hukum juga
berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.37
Di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah telah mengimplementasikan Islam
yang moderat. Kedua golongan itu mencerminkan
ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang mengakui
toleransi serta kedamaian dalam berdakwah. Watak
moderat yang dianut Ahlussunnah wal Jamaah,
yaitu i’tidal (adil), tawazun (seimbang), dan
tasamuh (toleran). Beberapa sikap tersebut dapat
menolak segala bentuk tindakan dan pemikiran
ekstrim yang dapat melahirkan penyimpangan dan
penyelewengan dari ajaran Islam.
Dalam pemikiran keagamaan, juga
dikembangkan keseimbangan (jalan tengah) antara
penggunaan wahyu (naqliyah) dan rasio (aqliyah),
sehingga dimungkinkan dapat terjadi akomodatif
terhadap perubahan-perubahandi masyarakat
sepanjang tidak melawan doktrin-doktrin yang
37
Pradana Boy ZTF, Fikih Jalan Tengah, (Jakarta Timur: Grafindo,
2008), hal. 8-13.
99
dogmatis. Ahlussunnah wal Jamaah memiliki sikap-
sikap yang toleran terhadap tradisi dibandingkan
dengan paham kelompok-kelompok Islam lainnya.
Bagi Ahlussunnah wal Jamaah, mempertahankan
tradisi memiliki makna penting dalam kehidupan
keagamaan. Suatu tradisi tidak langsung dihapus
seluruhnya, juga tidak diterima semuanya, tapi
berusaha secara bertahap di-Islamisasi.
Sikap moderasi NU, dapat dilihat dengan
menganut Imam Abu Hasan al-Asyari dan Imam
Abu Mansyur al-Maturidi yang selalu menjadi
penengah atas berbagai faham yang ekstrim dan
liberal. NU menjalankan dakwah yang lembut, ikut
terlibat dalam aktivitas sosial serta merasuk ke
berbagai struktur sosial.
Di kalangan NU ada beberapa tokoh yang
dikenal memiliki pemikiran moderat, yaitu, KH.
Sahal Mahfudz, KH. Hasyim Muzadi, Nurcholis
Madjid, dan sebagainya. Sementara di kalangan
Muhammadiyah ada Buya Hamka, Buya Syafi‟i
Maarif, Amin Rais, dan lain-lain.38
4. Politik
Sebuah fenomena yang belakangan ini mewarnai
gerakan Islam di Indonesia adalah tumbuh suburnya
gerakan Islam yang bersumber bukan dari pergulatan
38
Tim UIN Maliki, Islam Moderat; Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi, hal.
82.
100
negara itu sendiri. Gerakan Islam dari luar itu lazim
dikenal sebagai Islam transnasional. Disebut demikian
karena gerakan-gerakan seperti itu berkembang tidak
hanya di satu negara, tapi merambah ke negara lain
dengan sangat agresif. Tidaklah mengherankan saat ini
di Indonesiaterdapat sejumlah gerakan Islamyang
merupakan transmisi dari gerakan Islam di berbagai
negara. Kehadiran gerakan itu di Indonesia memberikan
tantangan dan peluang bagi gerakan yang telah terdahulu
ada. Efek transnasionalisme gerakan Islam pada
Indonesia juga bisa dirasakan melaluiaksi kekerasan atas
nama agama yang sementara ini sering dikaitkan dengan
kelompok teroris Muslim.39
Di Indonesia, muncul gerakan yang mengarahkan
menjadi negara Islam, seperti Hizbuttahrir Indonesia
(HTI), Front Pembela Islam (FPI), Ikhwanul Muslimin
Indonesia, Jamaah Islamiyah (JI), dan Majelis
Mujahiddin Indonesia (MMI) pimpinan Abu Bakar
Baasyir. Oleh sebagian kalangan, khususnya Barat,
gerakan itu dianggap sebagai Islam dengan gerakan
radikal. Semua ormas tersebut nyaris sepaham dalam hal
ideologi, yakni menegakkan Syariat Islamiyah atau
negara Islam.
Bentuk-bentuk gerakan di atas nantinya akan
menjadi gerakan massif lintas elemen masyarakat dalam
39
Pradana Boy ZTF, Fikih Jalan Tengah, (Jakarta Timur: Grafindo,
2008), hal. 170.
101
melawan ketidakadilan. Karena itu, gerakan tersebut
bersifat kritikal, konfrotatif, antikemapaman yang
kemudian dianggap radikal. Radikalisme biasanya
berpihak pada kelompok lemah yang berkembang luas di
deretan negara-negara berpenduduk Muslim, bahkan
cenderung mendapatkan panggung politik.40
Seperti salah satu kelompok radikal Ikhwanul
Muslimin (IM). Gerakan ini didirikan pada Maret 1928
di Ismailia, Mesir, oleh Hasan al-Banna dan enam
pekerja buruh. Gerakan tersebut menyerukan kembali
kepada al-Quran dan hadis sebagai dasar membangun
masyarakat modern yang sehat. Untuk mewujudkan cita-
cita tersebut, IM bergerak di bidang pendidikan dan
kesehatan. Organisasi ini banyak terlihat dalam
perberdayaan masyarakat. Mereka membantu
masyarakat miskin dan terpinggirkan. IM juga
memberantas buta huruf, membangun sekolah, rumah
sakit, dan meluncurkan program usaha dagang. Berkat
bantuan mereka, gerakan ini cepat menyebar ke seluruh
penjuru Mesir, bahkan keluar negeri, seperti Sudan,
Suriah, Palestina, dll. Hassan al-Banna bercita-cita
mendirikan kekhalifahan, yaitu membangun imperium
Islam yang membentang dari Spanyol hingga ke
Indonesia.
Lima slogan organisasi IM adalah “Allah adalah
tujuan kami, al-Quran adalah konstitusi kami, Rasulullah
40
Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat, hal. 177.
102
adalah pimpinan kami, jihad adalah jalan kami, dan
syahid adalah cita-cita kami”. Karena itu, semua gerakan
dan sikap mereka dianggap sebagai bagian dari
pengejawantahan dan sebagai ruh dari kelima prinsip
tersebut. IM dituduh sebagai organisasi teroris dan
jihadis, sebab telibat dalam serangkaian kekerasan
politik. Tetapi, slogan jihad dan syahid berbeda pada
setiap waktu dalam perjalanan organisasi tersebut.
Pada awalnya, IM juga menjadi gerakan
perlawanan terhadap penjajahan Inggris pada 1930-an.
Prinsip jihad dan syahid pada IM saat itu terkait dengan
membela tanah air dan melawan penjajahan. Beberapa
tindak kekerasan yang dilakukan IM dalam pergolakan
melawan Inggris masih banyak didukung banyak pihak.
IM juga mendukung revolusi 1952 yang menggulingkan
raja terakhir Mesir, Raja Faruk yang dianggap sebagai
raja zalim dan boneka Inggris. Tapi, saat IM
bersebrangan dengan pemerintahan Mesir, mereka
terlibat dalam serangkaian kekerasan politik. IM
dianggap pelaku pembunuhan Perdana Menteri Mahmud
al-Nukrasyi Pasya pada 1948 dan rencana pembunuhan
Presiden Gamal Abdul Nasir. Akibat peristiwa itu, IM
dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Pada 1960-an, salah satu tokoh IM, Sayyid Qutb,
menjadikan IM lebih militan dan radikal pada cita-cita
dan tujuannya. Pada masa itu, IM menggelorakan anti-
Barat, karena dianggap sebagai sumber kebobrokan
103
moral, menjajah dan berlaku licik terhadap negeri-negeri
Muslim dengan meraup kekayaan sumber daya alam
yang dimiliki. Dalam perjalanannya, tokoh-tokoh dan
anggota IM banyak yang dihukum mati oleh pemerintah
Mesir. Kendati demikian, hal itu tidak menyurutkan
perjuangan mereka, karena mereka menganggap sebagai
syahid melawan pemerintah yang zalim.41
Sistem kekhilafahan yang diinginkan oleh para
kelompok radikal mempunyai prinsip-prinsip yang harus
dilaksanakan,yaitu:42
i. Sistem kekhilafahan Islamiyah atau Negara Islam
merupakan sebuah sistem politik di atas negara. Para
penganut khilafah memperjuangkan sistem itu yang
akan menyatukan umat Islam di berbagai negara-
negara yang berpendudukan mayoritas Islam.
ii. Kekhilafahan akan menerapkan Syariah Islam yang
membawa dakwah Islam ke seluruh dunia.
Kekhilafahan akan didampingi oleh seorang khalifah
yang diangkat dan dibaiat oleh umat Islam. Prinsip ini
ditegaskan oleh Taqiyyudin an-Nabhani, dalam buku
Daulah Islam, yaitu,
“Karena itu, wajib atas kaum Muslim menegakkan
Daulah Islam, sebab Islam tidak akan terwujud
41
Ayang Utriza Yakin, Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer;
Demokrasi, Pluralisme, Kebebasan Beragama, Non-muslim, Poligami, dan
Jihad, (Jakarta: Kencana, 2016), hal. 228. 42
Sri Yunanto, Negara Khilafah Versus Negara Kesatuan Republik
Indonesia; Studi Tentang Ideologi dan Gerakan Politik HTI dalam Perspektif
Empat Konsensus Bangsa Indonesia, hal. 75.
104
dengan bentuk yang berpengaruh kecuali dengan
adanya negara. Demikian juga, negeri-negeri mereka
tidak dapat dianggap sebagai Negara Islam kecuali
jika Daulah Islam yang menjalankan roda
pemerintahannya. Mengangkat seorang khalifah
adalah kewajiban seluruh kaum Muslim dan tidak
bagi mereka hidup selama tiga hari tanpa adanya
baiat. Jika kaum Muslim tidak memiliki khalifah
selama tiga hari, maka seluruhnya berdosa hingga
mereka berhasil mengangkat seorang khalifah. Dosa
tersebut tidak akan gugur, hingga mereka
mencurahkan segenap daya dan upaya untuk
mengangkat seorang khalifah dan memfokuskan
aktivitasnya sampai berhasil mengangkatnya.”
iii. Undang-undang Dasar dalam Sistem Daulah Khilafah
Islamiyah adalah akidah Islamiyah. Hal ini
disebutkan dalam buku Daulah Islam, yaitu,
“Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu
yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta
pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus
dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam
menjadi asas undang-undang dasar dan perundang-
undangan Syar’i. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan undang-undang dasar dan perundang-
undangan, harus terpancar dari akidah Islam.”
iv. Negara yang tidak mendirikan sistem khilafah sebagai
negara kafir (Darul Kufr) atau negara yang harus
diperangi (Darul Harb).
v. Seorang Khalifah yang dipilih akan melegalisasikan
hukum-hukum yang berlaku di dalam kekhalifahan
itu. Sistem pemerintahan ditegakkan atas empat
fondasi:
105
Kedaulatan adalah milik syara’, bukan milik
rakyat,
Kekuasaan berada di tangan umat,
Pengangkatan seorang khalifah adalah fardu atas
seluruh kaum Muslim
Khalifah mempunyai hak untuk melegalisasi
hukum-hukum syara‟ dan menyusun undang-
undang dasar dan perundang-undangan.
vi. Syarat-syarat seorang yang diangkat sebagai khalifah:
laki-laki, Muslim, merdeka, balig, berakal, dan
kompeten. Prinsip tersebut bertentangan dengan
HAM dan UUD NKRI 1945 karena mengandung
diskriminatif.
vii. Penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa satu-
satunya dalam sistem Khilafah.
viii. Menerapkan Islam secara total, revolusioner dan
menyeluruh, serta siap mengemban dakwah Islam.
Menurut Pradana Boy, dalam bukunya Fikih Jalan
Tengah, simplifikasi Khilafah sebagai sistem
pemerintahan yang terbaik menjadi sangat ahistoris.
Dengan melihat struktur dan sejarah pada zaman itu
khilafah sama sekali bukan sistem Islam. Tapi ia adalah
produk zaman yang sistem kenegaraan didasarkan tribe
atau golongan sangat mendominasi. Lahirnya sistem
khilafah adalah evolusi dari sistem dan mekanisme yang
berkembang dalam tradisi masyarakat Arab pra-Islam.
Karena itu, ia mengandung unsur-unsur partikularistik
106
yang tidak bisa diadopsi begitu saja dalam konteks
masyarakat yang memiliki sistem sosial yang berbeda.
Jika khilafah diklaim sebagai sistem pemerintahan
Islam yang universal, maka akan mudah bagi umat
Muslim untuk memraktikan di seantero Arab yang
memiliki hubunngan genealogis erat dengan sejarah
kelahiran khilafah. Tapi yang terjadi adalah, hampir
tidak ada negara-negara Timur Tengah yang mengadopsi
sistem khilafah sebagai sistem negara modern. Tidak
sedikit yang beralih ke sistem republik atau republik
demokrasi. Ini menunjukkan sistem bernegara adalah
sesuatu yang bersifat evolutif dan merupakan human
construction yang tidak terlalu jauh melibatkan Tuhan.
Tambahnya, demokrasi tidak sepenuhnya baik,
tapi sampai saat ini demokrasi selalu dilirik sebagai
sistem pemerintahan terbaik. Sementara kelompok yang
menolak demokrasi itu berdasarkan atas keyakinan
bahwa hukum Tuhan adalah hukum terbaik. Gagasan ini
sangat utopis dan terlampau abstrak. Bagaimana hukum
Tuhan yang abstrak itu akan diberlakukan untuk
menangani persoalan-persoalan kemanusiaan, kalau
tidak ada campur tangan dengan manusia. Sementara
pada awal pewahyuan, hukum tersebut masih
memerlukan penjelasan teoritik dan praktis dari Nabi,
lebih-lebih di masa saat ini yang jauh dari Nabi.
Penafsiran hukum-hukum Tuhan tidak bisa dielakkan.
Dalam konteks itu, demokrasi juga dapat disebut sebagai
107
kreasi manusia untuk mengaktualisasikan hukum Tuhan
dalam konteks profanitas kehidupan manusia.
Nilai-nilai demokrasi membuktikan bahwa selalu
kompatibel dengan Islam. Karena itu, yang diperlukan
bukan semata-mata mengadopsi demokrasi ala Barat itu,
melainkan melakukan “ekstraksi” sehingga nilai-nilai
demokrasi yang sudah universal pada dasarnya itu bisa
bertemu dengan gagasan Islam yang rahmatan lil
alamin.43
B. Profil Harian Republika
1. Sejarah Harian Republika
Sejarah awal Harian Umum Republika dibentuk
oleh Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
pada 28 November 1992 Jakarta dibawah Yayasan Abdi
Bangsa. Surat kabar Republika digagas sebagai bentuk
usaha untuk mendorong bangsa Indonesia agar menjadi
lebih kritis dan berkualitas. Asal nama Republika sendiri
tidak lepas dari sumbangsih ide Presiden Soeharto yang
disampaikan saat beberapa pengurus ICMI pusat
menghadap untuk menyampaikan rencana peluncuran
harian umum tersebut. Sebelumnya, koran ini akan
dinamakan Republik.
Republika lahir ditengah-tengah Indonesia yang
masih belum stabil. Ketidakstabilan bangsa saat itu
hampir melanda semua aspek kehidupan baik dibidang
43
Pradana Boy ZTF, Fikih Jalan Tengah, hal. 212.
108
politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial
serta budaya. Kemunculan Republika juga sebagai upaya
mewujudkan tujuan, cita-cita, dan program ICMI yang
dibentuk 5 Desember 1990 untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui peningkatan 5K, yaitu:
kualitas iman, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas
karya, dan kualitas pikir. Sehingga pada tanggal 17
Agustus 1992 ICMI membentuk Yayasan Abdi Bangsa.
Sebanyak 48 tokoh yang terdiri atas beberapa
menteri, pejabat tinggi negara, cendikiawan, tokoh
masyarakat, serta pengusaha mendirikan Yayasan Abdi
Bangsa. Mereka, antara lain: Ir. Drs. Ginanjar
Kartasasmita, Haji Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad
Hasan, Ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal
Bakrie, dan lain-lain. Sedangkan Haji Muhammad
Soeharto, Presiden RI, berperan sebagai pelindung
yayasan. Sementara Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang
juga menjabat Ketua Umum ICMI dipercaya sebagai
Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa. Yayasan
ini kemudian menyusun tiga program utama,
diantaranya; pertama, pengembangan Islamic Center.
Kedua, pengembangan CIDES (Center for Information
and Development Studies). Ketiga, penerbitan Harian
Umum Republika.
2. Visi dan Misi Republika
Motto Republika “Mencerdaskan Kehidupan
Bangsa” menunjukkan semangat mempersiapkan
109
masyarakat memasuki era baru. Era dimana keterbukaan
dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah
kembali. Meski demikian, mengupayakan perubahan
yang juga berarti pembaharuan tidak mesti harus
mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun.
Keberpihakan Republika terarah kepada sebesar-besar
penduduk negeri ini, yang mempersiapkan diri bagi
sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Media massa,
dengan Republika sebagai salah satu darinya hanya jadi
penopang agar langkah itu bermanfaat bagi
kesejahteraan bersama.
Visi
1. Menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar
2. Membela, melindungi, dan melayani kepentingan
umat
3. Mengkritisi tanpa menyakiti
4. Mencerdaskan, mendidik, dan mencerahkan
5. Berwawasan kebangsaan
Misi
a. Politik
Dalam bidang politik, Republika
mengembangkan demokrasi, optimalisasi peran
lembaga-lembaga negara, mendorong partisipasi
politik semua lapisan masyarakat, mengutamakan
kejujuran dan moralitas dalam politik, penghargaan
terhadap hak-hak sipil, dan mendorong terbentuknya
pemerintahan yang bersih.
110
b. Ekonomi
Mendukung keterbukaan dan demokrasi
ekonomi menjadi kepedulian Republika,
mempromosikan profesionalisme, berpihak pada
kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh
globalisasi, pemerataan sumber-sumber daya
ekonomi, mempromosikan etika dan moral dalam
berbisnis, mengembangkan ekonomi syariah, dan
berpihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan
koperasi (UMKMK).
c. Budaya
Republika mendukung sikap kritis-apresiatif
terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya
yang berkembang di masyarakat, mengembangkan
bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat,
mencerdaskan, menghaluskan perasaan, dan
mempertajam kepekaan nurani, menolak bentuk-
bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral,
akidah, dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan, dan
menolak pornografi dan pornoaksi
d. Agama
Dalam bidang ini Republika ingin menyiarkan
Islam, mempromosikan semangat toleransi,
mewujudkan “Islam rahmatan lil alamin” dalam
segala bidang kehidupan, dan membela, melindungi,
dan melayani kepentingan umat.
111
e. Hukum
Dalam bidang hukum, Republika mendorong
terwujudnya masyarakat sadar hukum, menjunjung
tinggi supremasi hukum, mengembangkan
mekanisme check and balances pemerintah-
masyarakat, menjunjung tinggi HAM, dan
mendorong pemberantasan KKN secara tuntas.
112
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab IV ini, peneliti akan menggambarkan sumber
data dan temuan penelitian. Sumber data dan temuan tersebut
merupakan pemberitaan Harian Republika edisi 2 – 4 Mei 2018
dengan tema Islam wasathiyah. Selain itu, sumber data lainnya
adalah hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak terkait
liputan tersebut.
Dari pihak Harian Republika, peneliti mewawancarai
Hery Ruslan sebagai Wakil Pimpinan Redaksi. Dari pihak kedua,
peneliti melakukan wawancara dengan Mahbub Ma’afi sebagai
salah satu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ia menjabat sebagai
wakil sekretaris lemabaga Bahtsul Masail. Lembaga tersebut
fokus membahas permasalahan-permasalahan keagamaan,
termasuk membahas pemikiran Islam wasathiyah versi NU. Dan
pihak ketiga, peneliti mewawancarai salah satu pengurus
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Ziyad, ketua
Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah. Mengapa PBNU
dan PP Muhammadiyah dipilih untuk dijadikan sumber data
sekunder? Itu dikarenakan kedua ormas tersebut merupakan
organisasi terbesar di Indonesia dan berpengaruh dalam proses
penyebarluasan konsep Islam wasathiyah. Selain itu, Imam Besar
al-Azhar mengunjungi kantor PBNU sebagai bentuk
113
kepercayaannya terhadap NU yang dapat menjadi duta persatuan
dan dapat menyebarluaskan Islam moderat secara menyeluruh.
A. Edisi 2 Mei 2018
Halaman pertama:
Gambar 4.1
Edisi 2 Mei 2018
114
Gambar 4.2
Edisi 2 Mei 2018
115
Teks pemberitaan halaman pertama:
Harian Republika, Bogor – Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo secara resmi membuka High Level
Consultation of World Muslim Scholars On Wasathiyah
Islam (HLC-WMS) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa
Barat, kemarin.
Saat memberikan sambutan, Presiden mengatakan,
dunia Islam menghadapi berbagai tantangan yang semakin
berat. Dia mengakui, banyak kemajuan yang dicapai negara-
negara Muslim dalam bidang ekonomi, politik, dan ilmu
pengetahuan serta teknologi.
Namun, perkembangan itu juga menimbulkan dampak
negatif. Presiden menyontohkan penggunaan media sosial
(medsos) seiring dengan perkembangan teknologi. Menurut
dia, meskipun dapat meningkatkan interaksi
antarmasyarakat, medsos juga dapat menjadi wadah
penyebarluasan ujaran kebencian ataupun radikalisme.
“Ini berarti tantangan yang lebih berat untuk
menyebarkan Islam wasathiyah. Oleh karena itu, saya
menyambut gembira diselenggarakannya High Level
Consultation of World Muslim Scholars On Wasathiyah
(HLC-WMS),” ujar Presiden.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga menyampaikan
Indonesia merupakan negara demokrasi dengan penduduk
yang beragam dan mayoritas beragama Islam. Meskipun
hidup dalam keberagaman, Indonesia mampu menjaga
116
persaudaraan, toleransi, dan juga perdamaian serta
persatuan.
Pancasila yang menjadi dasar negara serta Bhinneka
Tunggal Ika yang menjadi semboyan negara membuat
Indonesia menjadi negara yang kuat. Menurut Presiden,
Indonesia akan terus memupuk ajaran perdamaian dan
persatuan serta mengutamakan musyawarah.
Menurut Presiden, umat Islam harus mampu menjadi
teladan dalam mengembangkan perdamaian dan persatuan.
Umat Islam juga harus menjadi pemimpin dalam
perdamaian dunia sekaligus menjadi motor penggerak
kemajuan dunia.
“Saya optimis poros Islam wasathiyah dunia akan
menjadi arus utama, akan memberikan harapan bagi
lahirnya dunia yang damai, yang aman, yang sejahtera, yang
berkeadilan, dan menjadi gerakan Islam untuk mewujudkan
keadilan sosial,” kata Presiden.
Imam Besar al-AzharAhmad Muhammad ath-Thoyyib
yang menjadi pembicara kunci menyampaikan Islam
wasathiyah merupakan topik yang sangat penting dan telah
banyak dibahas, “Topik yang kama selalu diperbaharui
merupakan konsep dari wasathiyah atau konsep yang
merupakan dasar Islam,” ujarnya.
Menurut ath-Thoyyib, Allah SWT telah mengatakan
umat Islam adalah umat yang adil. Dengan demikian, dalam
kehidupan pun umat Islam harus adil terhadap sesama.
117
“Sudah banyak literatur mengenai wasath dengan
keadilan,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa dengan Islam wasathiyah,
umat Islam tidak boleh terlalu ekstrem dalam melakukan
sesuatu, tapi harus berada di jalan tengah. Walaupun, kata
ath-Thoyyib, saat ini ada interpretasi baru dari beberapa
kelompok Islam mengenai wasathiyah. “Perbedaan
mengenai konspe dasar telah menyebabkan lemahnya umat
Islam juga perpecahan konflik berdarah antarsesama
Muslim.”
Acara HLC-WMS digagas oleh Kantor Utusan Khusus
Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan
Peradaban (UKP-DKAAP). Dalam upacara pembukaan,
hadir 100 orang peserta yang terdiri atas ulama dan
cendekiawan dalam negeri dan luar negeri. Acara akan
berlangsung hingga Kamis (3/5).
Tampak beberapa ulama dan cendekiawan delegasi
Indonesia, seperti Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang
Luar Negeri KH Muhammad Junaidi, Sekretaris Jenderal
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini, dan
Ketua Ikatan Dai Indonesia KH Ahmad Satori Ismail. Hadir
pula ulama Afrika Selatan Syekh Irfaan Abrahamas.
UKP-DKAAP Din Syamsuddin saat sambutan dalam
acara pembukaan HLC-WMS mengatakan, para ulama dan
cendekiawan akan merevitalisasi pandangan dunia Islam
tentang agama Islam wasathiyah. Menurut Din, pertemuan
semacam ini bukan pertama kali digelar untuk membahas
118
Islam wasathiyah. Karena, banyak negara Muslim yang
sudah berinisiatif memromosikan Islam wasathiyah.
Namun, konsep itu semakin penting menghadapi
realitas masyarakat di negara-negara Muslim saat ini. “Kita
harus mengakui kenyataan di negara-negara Muslim bahwa
sebagian dari kita, sebagian dari kelompok Muslim,
memertahankan pemahaman lain Islam yang memang
menyimpang dari ide sentral dari Islam wasathiyah,” kata
Din.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu
menuturkan, HLC-WMS juga menemukan relevansi karena
umat Islam sedang menghadapi realitas peradaban dunia
yang penuh dengan ketidakpastian dan ketidakteraturan.
Semua itu ditandai bentuk kekerasan berdasar agama.
Karena itu, menurut Din, Indonesia sebagai tuan
rumah membutuhkan ide dan saran dari ulama serta
cendekiawan dari berbagai negara Muslim tentang Islam
wasathiyah. Dengan begitu, Indonesia bisa berkontribusi
untuk peradaban dunia.
Pemberitaan tersebut berisi sambutan-sambutan
dari berbagai petinggi. Pertama, sambutan dari Presiden
Jokowi yang meyakini paradigma Islam wasathiyah
menjadi arus utama dunia. Kedua, dari Imam Besar al-
Azhar sebagai pembicara kunci pada pembukaan acara
KTT itu. Ia mengatakan dengan adanya konsep Islam
wasathiyah, umat Islam tidak boleh terlalu ekstrem dalam
119
menjalankan sesuatu, tapi harus berada di jalan tengah.
Ketiga, Din Syamsuddin memberikan sambutan tentang
para ulama dan cendekiawan akan merevitalisasi
pandangan dunia Islam mengenai agama Islam
wasathiyah.
Halaman keenam:
Gambar 4.3
Edisi 2 Mei 2018
120
Gambar 4.4
Edisi 2 Mei 2018
121
Pada halaman keenam ini, Harian Republika
menurunkan opini dari Haedar Nashir sebagai Ketua
Umum PP Muhammadiyah. Dalam opininya, Haedar
membagi subbab tulisannya menjadi dua bagian, Islam
wasathiyah dan Islam berkemajuan. Dalam subbab
pertama, ia memaparkan bahwa Islam tengahan adalah
Islam yang dalam beragama tidak menampilkan sikap
ekstrem. Umat Islam tengahan sering dikenal dengan
“kuat dalam prinsip, luwes dalam cara”, lebih-lebih
bermuamalah pada urusan dunia antarmasyarakat luas.
Islam dan umat Islam yang tengahan itu beragam
bentuknya dan tidak memonopoli kelompok lain.
Tambahnya, kehadiran Islam Indonesia yang berkemajuan
dalam konteks kehidupan saat ini sungguh penting dan
relevan. Itu dikarenakan umat Islam Indonesia maupun di
dunia harus menjadi golongan yang unggul dan berwatak
moderat terhadap agama lain.
Subbab kedua mengenai Islam berkemajuan.Ia
menjelaskan Islam wasathiyah pada era ini dan ke
depannya akan menghadapi berbagai macam paham dan
realitas kehidupan yang kompleks. Proses tersebut seperti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, bahkan
sampai berpengaruh terhadap perubahan karakter umat
beragama, termasuk umat Islam. Dengan demikian, wajah
Islam Indonesia berkemajuan yang moderat menjadi
jawaban dari berbagai permasalahan tersebut. Wajah
122
Islam Indonesia dan dunia hari ini maupun ke depannya
memerlukan kesinambungan antara karakter yang
moderat dengan pola pikir berkemajuan agar mampu
bersaing dengan umat dan bangsa lain. Tujuannya agar
unggul dalam dalam segala bidang kehidupan sehingga
kehadirannya sebagai pembawa misi rahmatan lil alamin
yang terwujud dalam kehidupan nyata.
Halaman kesembilan:
Gambar 4.5
Edisi 2 Mei 2018
123
Pada halaman ini, Harian Republika meneruskan
tulisan indepht wasathiyah dari halaman pertama. Isinya
mengenai penjelasan Kiai Cholil sebagai Ketua Komisi
Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI. Yaitu
tujuan diadakannya KTT adalah untuk merevitaliasi
makna Islam wasathiyah. Ia mengharapkan Islam kembali
kepada makna awal yang asli sebagai agama yang
membawa perdamaian dan rahmat bagi seluruh alam.
Pemaknaan Islam wasathiyah harus dimaksudkan kepada
seluruh aspek, termasuk dalam konteks politik agar tidak
mengatasnamakan Islam.
Harian ini juga menyuguhkan sambutan Kiai Said
ketika pembukaan KTT di Istana Kepresidenan Bogor. Ia
mengatakan, dalam kegaitan ini yang akan dibahas
adalah agama Islam sebagai pembawa misi peradaban dan
budaya. Kegiatan ini juga akan menghasilkan kerja sama
antarulama dari berbagai negara.
124
Halaman ke-12:
Gambar 4.6
Edisi 2 Mei 2018
125
Pada halaman khazanah, Harian ini memberitakan
kedatangan Imam Besar al-Azhar untuk bersilturahmi
dengan ulama dan para alumni al-Azhar Indonesia di
Surakarta. Menag Lukman Hakim menilai kedatangan
Imam Besar itu merupakan awal pembahasan konsep
moderasi Islam. Konsep tersebut, menurut Lukman,
semakin diperlukan untuk lebih proaktif ikut serta menata
peradaban dunia di tengah tantangan global saat ini.
Tuan Guru Bajang (TGB) yang juga menjadi
Ketua Organisasi Alumni al-Azhar Cabang Indonesia
mengungkapkan, al-Azhar selalu mengajarkan konsep
moderasi Islam. Tambahnya, alumni al-Azhar memiliki
amanah dan tanggung jawab dalam mengatasi berbagai
macam permasalahan di Indoensia. Seperti adanya
polariasi, rasa tidak percaya antarbangsa, dan lainnya. Ia
meminta agar para alumni bisa menghadirkan semangat
rekonsiliasi, tidak terkena arus polarisasi, tapi berada di
titik temu dan jalur tengah.
126
B. Edisi 3 Mei 2018
Halaman pertama:
Gambar 4.7
Edisi 3 Mei 2018
127
HARIAN REPUBLIKA, JAKARTA – Imam Besar al-Azhar
Ahmad Muhammad ath-Thoyyib mengajak umat Islam
Indonesia menempuh jalan persatuan dan menghindari
fanatisme antarmazhab. Hal itu ia sampaikan kala
berkunjung ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) di Jakarta pada Rabu (2/5).
“Oleh karena itu, walau mazhab kita berbeda-
beda, harus kembali ke jalan yang benar dan jalan
persatuan,” kata Imam Besar ath-Thoyyib di gedung
PBNU, Rabu malam. Ia menekankan, persatuan umat
kian diperlukan saat ini karena umat Islam juga
berhadapan dengan informasi di media sosial yang
berpotensi memecah belah dan mengadu domba.
Ath-Thoyyib mengimbau umat Islam agar tidak
mengklaim diri sebagai pihak paling benar sambil
menganggap salah kelompok-kelompok di luar
kelompoknya. Menurut dia, monopoli kebenaran bukan
tindakan yang tepat.
Ia menerangkan, Islam melarang penganutnya
memvonis kafir sesama ahli kiblat (sesama umat Islam).
“Tidak boleh mengatakan hanya saya paling benar,
sementara yang lain tidak,” kata ath-Thoyyib.
Menurut dia, kelompok sufi, salafi, Ahlussunah,
Syiah, dan yang lainnya disarankan berfokus pada titik
persamaan alih-alih mencari perbedaan.
128
“Kita harus mengajarkan kepada anak-anak kita
agar harus seperti kita, harus betul-betul memahami
akidah Ahlussunah wal Jamaah,” ujarnya.
Di PBNU dia juga berpesan agar umat Islam
mencintai dunia Arab karena Nabi Muhammad SAW
berasal dari Arab. Ath-Thayyib kemudian berpesan
kepada NU agar mampu mempersatukan umat Islam dan
menjadi duta persatuan.
Dalam kunjungan Imam Besar tersebut, Ketua
Umum PBNU Prof KH Aqil Siroj menyampaikan, Islam
merupakan agama wasathiyah (moderat) dan i’tidal (adil
atau proporsional). Oleh karena itu, Islam tidak
mengenal ekstremisme, termasuk untuk tujuan-tujuan
yang mengatasnamakan agama.
“Bagi Islam, perbedaan pendapat, kebhinnekaan
budaya, keragaman ras dan suku merupakan sesuatu
yang niscaya,” kata Kiai Said dalam keterangannya
terkait kunjungan Imam Besar.
Ath-Thayyib berkunjung ke Indonesia untuk
mengikuti Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan
Cendekiawan Muslim Dunia tentang Islam wasathiyah di
Hotel Novotel, Bogor. ia optimis, KTT itu merupakan
langkah awal untuk perdamaian dunia secara umum.
Ulama dari Italia, Yahya Sergio Yahe Pallavicini,
juga mengapresiasi pertemuan itu. Ia mengatakan, ora
ulama dan cendekiawan dunia dalam forum tersebut
129
dapat berdialog lebih dekat tanpa terkesan menggurui
satu sama lain.
“Saya sangat terkesan dengan acara ini karena
menempuh metodologi konsultasi, dialog lebih dekat lagi
untuk berbagi tentang Islam wasathiyah dan saya
berharap ini dilanjutkan dalam bentuk jaringan. Karena
itu, ini harus ada tindakan,” ujarnya saat konferensi pers
bersama Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja
Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din
Syamsuddin di Bogor, Rabu (2/5).
Menurut Presiden Komunitas Agama Islam di
Italia ini, pertemuan ulama dan cendekiawan tersebut
harus diselenggarakan lagi untuk menguatkan Islam
wasathiyah di dunia.
Hal senada juga disampaikan ulama dari Bosnia,
Musthofa Ceric. Musthofa mengungkapkan, pertemuan
yang membahas tentang Islam wasathiyah ini sangat
penting di tengah arus modernisme. Karena itu, Indonesia
sebagai penggagas harus tetap menunjukkan diri sebagai
bangsa yang damai dan rukun.
“Umat Islam harus menampilkan keteladanan dan
membuktikan sebagai bangsa yang damai, rukun, dan
bisa bersatu,” ucapnya.
Cendekiawan dari Universitas Islam Internasional
Islamabad, Pakistan, Prof Muhammad Al Ghazali,
melihat prakarsa Indonesia terkait kegiatan KTT ini
sangat alamiah dan wajar. Menurut dia, Indonesia
130
merupakan negara Islam terbesar dan memunyai
kapasitas menyelenggarakannya.
“Indonesia juga memiliki kemampuan untuk
mengadopsi nilai-nilai baik dari luar sekalipun untuk
dikristalkan menjadi identitas nasional. Walaupun
beraneka ragam, (Indonesia) bisa menyatukannya,”
katanya.
Ulama dari Rusia, Rashid Bultacheep,
menyampaikan, umat Islam di Indonesia banyak memiliki
kesamaan dengan Islam atau umat Islam di Rusia. Sebab,
kata dia, meski berbeda-beda, umat Islam Indonesia bisa
tetap bersatu. “Meskipun majemuk, tetap bisa bersatu.
Memang, wawasan Islam wasathiyah ini penting untuk
diutamakan dalam kehidupan modern ini,” kata dia.
Pemberitaan pada edisi ini mengenai ajakan para
ulama dunia untuk selalu mengambil jalan persatuan.
Pertama, Harian Republika menuliskan berita mengenai
ajakan Imam Besar al-Azhar untuk menempuh jalan
persatuan dan fanatisme antarmazhab. Jalan persatuan,
tambahnya, diperlukan pada masa ini sebab umat Muslim
sedang berhadapan dengan informasi di media sosial yang
ingin mengadu domba antarumat. Selain itu, ath-Thoyyib
juga berpesan agar umat Islam tidak merasa dirinya paling
benar dan menganggap pemahaman orang lain salah.
Kedua, harian ini juga mengutip pernyataan Kiai
Said mengenai Islam adalah agama yang moderat dan
adil. Islam juga tidak mengenal kelompok-kelompok
131
ekstrem yang ingin membuat keributan atas namaagama.
Ketiga, ulama dari Italia pun mengapresiasi terlaksananya
kegiatan KTT ini. Menurutnya, pertemuan semacam ini
harus terus berlanjut dalam bentuk jaringan karena akan
memperkuat pradigma Islam wasathiyah di dunia.
Keempat, ulama dari Bosnia menyampaikan
bahwa pertemuan ini sangat brepengaruh di era
modernisme. Karena itu umat Islam harus selalu
menampilkan sifat-sifat yang terkandung dalam Islam
wasathiyah, seperti, toleransi, adil, bermusyawarah, dan
sebagainya. Kelima, cendekiawan dari Pakistan
menyebutkan bahwa Indonesia mampu dan memiliki
kapasitas dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Itu
dikarenakan Indonesia menjadi negara dengan jumlah
umat Islam terbesar di dunia. Lanjutnya, Indonesia juga
bisa mengambil contoh nilai-nilai kebaikan dari luar
sekalipun untuk dijadikan sebagai identitas baru bangsa.
Terakhir, harian ini menutup tulisan ajakan para
ulama ini dari Rusia, Rashid Bultacheep. Rashid
menyampaikan meskipun Rusia dan Indonesia sama-sama
negara majemuk, tapi persatuan harus tetap dijaga. Itu
dikarenakan persatuan merupakan salah satu poin dalam
Islam wasathiyah dan dibutuhkan dalam era modern ini.
132
Halaman kesembilan:
Gambar 4.8
Edisi 3 Mei 2018
133
Pemberitaan ini menjelaskan mengenai tindak
lanjut acara KTT di Bogor. Harian Republika menuliskan
penjelasan oleh Ketua KTT, Azyumardi Azra bagaimana
cara untuk membawa Islam wasathiyah ke Eropa,
Amerika, Asia Selatan, dan sebagainya. Azra
mengungkapkan, metode yang digunakan nantinya adalah
dialog atau konsultasi sehingga tidak terkesan menggurui.
Roadshow ini akan diwakilkan oleh Din Syamsuddin
dengan berbagi pengalaman mengenai Islam wasathiyah
di Indonesia.
Di tengah-tengah kegiatan KTT, Ustad Bahtiar
Nasir mengimbau agar para penganut Sunni dan Syiah
agar tetap bersatu dan menghormati satu sama lain.
Lanjutnya, konsep Islam wasathiyah dimiliki oleh semua
golongan dalam Islam. Akan tetapi, walaupun berbeda
dalam pemahaman Islam dari unsur cabang bukan alasan
untuk tidak berjalan beriringan. Terakhir, menurut
Muhammad Cholil Nafis, Ketua Dakwah dan
Pengembangan Islam MUI mengungkapkan pertemuan
ulama dalam kesempatan ini untuk merevitalisasi konsep
Islam wasathiyah. Ia juga berharap, Islam dapat kembali
pada makna awal sebagai agama dengan misi membawa
kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam.
134
Halaman ke-12:
Gambar 4.9
Edisi 3 Mei 2018
Gambar 4.9
135
Pada pemberitaan ini, Harian Republika melansir
mengenai kegiatan Imam Besar al-Azhar di UMS untuk
mengisi kuliah umum pada para mahasiswa. Ath-Thoyyib
mengajak kepada umat Islam Indonesai agar menerapkan
prinsip-prinsip yang dipakai oleh al-Azhar. Prinsip
tersebut seperti hidup berdamai dalam berbagai
perbedaan. Perbedaan itu terlihat ketika di al-Azhar
tampak berbagai keberagaman ideologi dan keyakinan,
serta tidak memaksa untuk memilih ideologi dan
keyakinan yang sama. Juga pada hal akidah dan mazhab
fikih, para mahasiswa al-Azhar tidak dipaksa untuk
mendalami satu mazhab. Itu dikarenakan selama
mahasiswa tersebut meyakini Allah sebagai Tuhan dan
masih melaksanakan salat, ia masih berstatus Muslim.
Menteri Agama (Menag) Lukam Hakim dalam
kesempatan mendampingi ath-Thoyyib meminta kepada
Umat Muslim Indonesia agar fokus terhadap aktivitas
keilmuan dari hal lain. Menag juga mengatakan, peran al-
Azhar sangat berpengaruh dalam menggemakan poin-poin
Islam wasathiyah di Indonesia dan dunia. Itu dikarenakan,
jalur pendidikan menjadi bagian termudah dalam
menyebarluaskan paradigma tersebut.
136
C. Edisi 4 Mei 2018
Halaman pertama:
Gambar 4.10
Edisi 4 Mei 2018
137
Gambar 4.11
Edisi 4 Mei 2018
HARIAN REPUBLIKA, JAKARTA – Para ulama dan
cendekiawan dari berbagai dunia selesai membahas
tentang Islam wasathiyah dalam kegiatan Konsultasi
Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendekiawan Muslim
Dunia di Hotel Novotel, Bogor, Kamis (3/5). Kegaitan
yang digelar selama tiga hari ini melahirkan Bogor
Message, sebuah pesan dari Bogor untuk dunia.
“Kita berupaya untuk menyampaikan sebuah
pesan, kita hanya ingin menyatakan komitmen kita untuk
138
merevitalisasi atau memperkuat kembali paradigma Islam
wasathiyah,” ujar Utusan Khusus Presiden RI untuk
Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban
(UKP-DKAAP) Prof Din Syamsuddin saat menyampaikan
Bogor Message di hadapan para ulama dan cendekiawan
dunia di Hotel Novotel, Bogor, Kamis (3/5).
Din menuturkan, sebelumnya ada sekitar 12 nilai
yang diusulkan untuk menajdi prinsip nilai paradigma
Islam wasathiyah, tapi akhirnya disepakati tujuh nilai.
Menurut Din, tujuh prinsip nilai tersebut nantinya akan
menjadi acuan bersama untuk menyebarkan Islam
wasathiyah ke dunia.
Nilai pertama tawasut, yaitu berada pada posisi di
jalur tengah dan lurus. Kedua, i’tidal, yaitu berperilaku
proporsional dan adil serta bertanggung jawab. Nilai
ketiga tasamuh, yaitu mengakui dan menghormati
perbedaan dalam semua aspek kehidupan.
Keempat, syura, yaitu bersandar pada konstitusi
dan menyelesaikan masalah melalui musyawarah untuk
mencapai konsensus. Kelima, islah, yaitu terlibat dalam
tindakan yang reformatif dan konstruktif untuk kebaikan
bersama.
Keenam qudwah, yaitu melahirkan inisiatif yang
mulia dan memimpin untuk kesejahtreraan manusia. Dan,
nilai ketujuh muwatonah, yaitu mengakui negara bangsa
dan menghormati kewarganegaraan.
139
Pesan Bogor tersebut lahir dari hasil dialog
ulama dan cendekiawan tentang Islam wasathiyah selama
1 – 3 Mei di Bogor. Selain tujuh poin nilai utama itu,
Pesan Bogor juga mengandung empat poin lainnya. Di
antaranya adalah komitmen mengaktifkan kembali
paradigma Islam wasathiyah sebagai ajaran Islam yang
meliputi tujuh nilai utama.
Selanjutnya, ulama dan cendekiawan juga
berkomitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
paradigma Islam wasathiyah sebagai budaya hidup
secara individual dan kolektif dengan melambangkan
semangat dan persatuan dari sejarah peradaban Islam.
Poin ketiga, lanjut Din, ulama dan cendekiawan juga
berkomitmen untuk memperkuat tekad untuk membuktikan
kepada dunia soal nilai-nilai Islam wasathiyah.
Poin keempat mendorong negara-negara Muslim
dan komunitas untuk mengambil inisiatif untuk
memromosikan paradigma Islam wasathiyah melalui
suatu badan yang akan dibentuk bersama. Promosi
tersebut dalam rangka membangun ummatan wasathan,
yaitu sebuah masyarakat yang adil, makmur, damai,
inklusif, harmonis, berdasarkan pada ajaran Islam dan
moralitas.
Ulama dari Bosnia, Musthofa Ceric, mengatakan,
dia mendukung pesan yang disepakati kemarin. “Saya
mendukung Pesan Bogor ini dan saya ingin meminta
Anda untuk menerima rancangan ini secara konsensus.
140
Pesan ini sangat singkat dan to the point,” ujar Musthofa
dalam sesi akhir kegiatan KTT di Hotel Novotel, Bogor,
Kamis (3/5).
Menurut dia, berdasarkan pengalamannya selama
ini, saat kegiatan pertemuan selesai digelar para peserta
pasti akan lupa. Namun, kata dia, Bogor Message ini
sangat singkat sehingga akan mudah untuk diingat.
Hal senada juga disampaikan ulama dari Amerika
Serikat, Muzammil Assidiqi. Ketua Dewan Fikih Amerika
Utara yang bermarkas di Indiana ini mengatakan bahwa
ke depannya perlu ada tindak lanjut dari prinsip nilai
yang terdapat di dalam Bogor Message. “Saya juga
menyepakati apa yang sudah tertulis dan saya juga
mendukung draf Bogor Message,” ucapnya.
Dia menuturkan, saat ini banyak konflik yang
terjadi di negara-negara Muslim, sehingga ke depannya
harus dibentuk organisasi bersama untuk menyelesaikan
berbagai konflik keagamaan.
“Memang sebaiknya kita harus membuat komite
untuk menyelesaikan. Ini perintah dari Allah SWT. Ketika
ada dua orang beriman berperang, harus ada
rekonsiliasi,” katanya.
Di forum yang sama, Asisten Sekretaris Jenderal
Liga Muslim Dunia Abdul Rahman bin Abdullah al-Zaid
juga menyampaikan apresiasi terhadap Bogor Message.
Namun, menurut dia, pesan dari Bogor ini ke depannya
141
tidak hanya disampaikan pada kalangan Muslim, tapijuga
non-Muslim.
“Bogor Message sangat bagus, komprehensif, dan
to the point. Tapi, yang terpenting adalah di akhir
pertemuan ini jangan hanya buat umat Islam. Tapi, juga
perlu dijelaskan kepada non-Muslim untuk menunjukkan
citra umat Islam,” kata dia.
Pada edisi 4 Mei 2018, Harian Republika
memberitakan hasil akhir dari pertemuan ulama dan
cendekiawan dunia itu. Harian ini menjelaskan secara
rinci bagaimana isi dari tujuh Pesan Bogor dan empat
poin tambahan yang digagas oleh para delegasi tersebut.
Di antaranya, tawasut, i’tidal, tasamuh, syura, islah,
qudwah, dan muwatonah. Empat poin tambahan tersebut
yaitu, pertama, para delegasi itu berkomitmen
merevitalisasi paradigma Islam wasathiyah. Kedua,para
ulama dan cendekiawan berkomitmen menjunjung tinggi
nilai Islam wasathiyah secara individual dan kelompok
untuk melambangkan persatuan. Ketiga, para perwakilan
tersebut berkomitmen untuk mempersiapkan tekad yang
kuat untuk meyakinkan prinsip-prinsipIslam wasathiyah.
Dan, keempat, mengambil inisiatif untuk membumikan
paradigma Islam melalui suatu forum.
Harian ini juga menulis pernyataan ulama dari
Bosnia, Musthofa Ceric, sebagai bentuk dukungan atas
disepakatinya Pesan Bogor itu. Musthofa meminta kepada
umat Muslim agar menerima rancangan ini secara
142
mufakat. Menurut ia, Pesan Bogor ini singkat dan tepat
sasaran sehingga mudah diingat oleh semua kalangan.
Ulama dari Amerika Serikat juga mendukung hasil akhir
dari KTT ini. Ia menyarankan agar dibentuk suatu badan
untuk menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di
beberapa negara Muslim. Terakhir, Harian ini menutup
berita halaman pertama dengan menurunkan pernyataan
dari Abdul Rahman bin Abdullah al-Zaid. Asisten
Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia itu menyampaikan
bahwa pesan ini tidak hanya dipublikasikan kepada umat
Islam. Akan tetapi, Pesan Bogor tersebut harus dijelaskan
kepada non-Muslim dengan tujuan untuk menunjukkan
kesan baik umat Islam.
Halaman kedelapan:
Gambar 4.12
Edisi 4 Mei 2018
143
Gambar 4.13
Edisi 4 Mei 2018
Gambar 4.14
Edisi 4 Mei 2018
144
Pada edisi ini, Harian Republika menurunkan
berita sambutan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam
penutupan KTT. JK mengatakan, para delegasi ini
nantinya akan menyebarluaskan paradigma Islam
wasathiyah di masing-masing negara setelah acara ini
selesai. Para delegasi itu dapat menggambarkan kepada
umat Muslim dan umat lainnya bahwa Islam adalah
agama yang mengajarkan perdamaian. Bahwa terjadinya
konflik yang terjadi di berbagai negara Muslim karena
adanya intervensi dari negara-negara besar dan
berkembangnya pemahaman radikal. JK berharap, setelah
acara ini selesai, para delegasi dapat mengatasi dua inti
permasalahan yang kian tumbuh di berbagai negara
Muslim.
Selain itu, Salisu Shehu, deputi sekjen Dewan
Tinggi Kerja Sama Islam Nigeria, mengharapkan agar
para ulama dapat menyebarkan hasil KTT ini dengan
mengenalkan makna moderasi Islam yang ideal. Ketua
NU Afghanistan, Sayid Salahuddin Hashimi pun
mengatakan hal yang sama. Para delegasi tersebut ketika
kembali ke masing-masing negara dapat
mengimplementasikan pemikiran Islam moderat sesuai
apa yang telah disepakati. Sementara, Din Syamsuddin
menyebutkan sekitar 100 ulama dan cendekiawan Muslim
yang datang dan berdiskusi pada KTT ini. Ia
menambahkan, paradigma Islam moderat ini nantinya
dapat menjadi bagian dari peradaban dunia.
145
Kemudian harian ini juga memberi kolam khusus
wawancara dengan Sekjen PP Muhammadiyah dan Ketum
PBNU. Harian Republika mewawancarai Abdul Mu’ti
mengenai konsep Islam wasathiyah hingga peran dan
usaha Muhammadiyah dalam mengembangkan Islam
moderat di Indonesia. Sementara itu, harian ini
mewawancarai Kiai Said Aqil dengan pertanyaan
mengenai kegiatan KTT hingga cara bertoleransi dalam
konsep Islam moderat.
146
Transkrip Wawancara
Harian Republika
Gambar 4.15
FotoBersamanarasumberHarianRepublika
Narasumber Hery Ruslan
Jabatan Wakil Pimpinan Redaksi Harian
Republika
Tanggal 24 September 2019
Tempat Ruang rapat redaksi Harian Republika
1. Mengapa berita Islam wasathiyah dijadikan headline
di Harian Republika?
Republika lahir sebagai media komunitas muslim dari
mulai 1993. Republika juga dibentuk oleh Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai media
penyuara umat Islam di Indonesia. Berdirinya Republika
147
karena ada sebuah keprihatinan di kalangan Muslim
Indonesia yang mayoritas secara jumlah, tapi minoritas
secara penguasaan informasi. Jadi, Republika sejak awal
adalah media yang menjadi rumah besar seluruh umat
Islam di Indonesia, termasuk ormas-ormas Islam
Indonesia.
2. Apakah hanya karena berdasarkan fakta historis itu
Harian Republika berpihak pada moderasi beragama
Islam wasathiyah?
Harian ini adalah koran yang menerapkan prinsip sebagai
media yang menyebarkan informasi berdasarkan
rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Republika
merupakan media yang moderat, tidak pro kepada Islam
liberal dan radikal, tapi media yang mendukung NU,
Muhammadiyyah, Persis, Hidayatullah, dan ormas-ormas
lainnya. Ormas-ormas tersebut diberikan ruang bersuara
oleh Republika agar disebarluaskan kepada khalayak umat
Islam. Kami juga secara khusus memberikan identitas
keislamannya secara kuat, misal, pertama setiap hari ada
halaman hikmah, kedua, setiap hari mempunyai halaman
khazanah, ketiga, Republika memiliki dialog jumat, dan
terakhir Islam digest. Identitas itu yang menjadi pembeda
bagi Harian Republika dengan koran-koran lainnya. Hal
itu terlihat pada isu-isu agama menjadi perhatian
Republika untuk diberitakan, seperti acara KTT, acara ini
koran-koran lain tidak dijadikan headline selama tiga hari
148
berturut-turut dan tidak memberikan perhatian yang besar.
Selain itu, dalam teori jurnalistik ada namanya news value
yang didasarkan pada peristiwa besar dan berpengaruh
besar untuk menarik minat pembaca Republika yang
mayoritas orang Islam.
3. Seperti apa kebijakan Harian Republika dalam
memilih headline?
Dalam pemilihan headline, teori jurnalistik yang dipakai,
apakah berita ini penting, aktual, luar biasa atau bahkan
berdampak pada umat.
4. Mengapa berita Islam wasathiyah dijadikan headline
padahal itu bertepatan pada hari pendidikan
nasional?
Kalau hari pendidikan nasional (hardiknas) tingkat
keaktualannya lain yang selalu berputar setiap tahun.
Akan tetapi, kegiatan KTT ini tidak mungkin terjadi tahun
depan, tahun berikutnya atau yang akan datang. Bagi
Republika ini merupakan peristiwa besar dan spesial yang
mungkin tidak akan terulang lagi. Harian Republika tetap
menampilkan berita pendidikan di bagian foto yang
ditunjukkan sebagai berita aktualitas hardiknas. Kami juga
memberitakan hardiknas di berita keduasetelah headline
dan memberikan porsi satu halaman di halaman pro
kontra. Jadi, bagi Harian Republika, keislaman,
pendidikan,dan keindonesiaan itu sangat penting. Kami
pun tetap memilah-milah pemberitaan, mungkin kalau
149
tidak ada peristiwa KTT, hardiknas bisa menjadi headline.
Pertimbangan KTT menjadi headline adalah kegiatan ini
peristiwa luar biasa serta tidak mudah bagi Indonesia
untuk mengumpulkan ulama-ulama sedunia untuk hadir.
Acara ini menjadi momentum bagi kami untuk
menyampaikan suara-suara ulama kepada masyarakat
Indonesia.
5. Bagaimana kriteria Harian Republika dalam memilih
judul headline?
Kalau judul itu tergantung space, misal untuk satu judul
hanya tiga kata atau lima kata, dan itu tergantung pada
desain. Kami menampilkan judul pada kegiatan ini dengan
judul-judul yang menyeru, mengajak, menentramkan
sehingga pembaca itu bisa tertarik untuk membaca berita
ini. Jadi, kami tidak memberikan judul provokatif
bombastis tapi tidak ada isinya. Memang betul, fungsi
judul itu harus provokatif, artinya mampu menarik
perhatian pembaca. Akan tetapi, Harian Republika itu
selalu menampilkan judul-judul tentang ajakan, seruan,
peringatan agar pembaca tersebut tertarik dengan apa
yang ingin kami sampaikan.
6. Apa yang menjadi kriteria Harian Republika dalam
memilih narasumber?
Dalam teori jurnalistik ada name make news, nama
membuat berita, itu yang menjadi dasar kami memilih
narasumber yang kredibel. Selain itu, narasumber-
150
narausumber pun harus orang-orang yang terkenal,
relevan dengan otoritasnya, kompeten, dan tokoh besar.
Sebelum itu, para wartawan harus mengenal dan
mengetahui calon narasumber yang akan diwawancara.
Seperti mencari tahu mengenai bidang apa yang dia kuasai
dan jangan sampai wartawan membahas Islam wasathiyah
tapi narasumber tidak menguasai pembahasan itu.
7. Apa yang menjadi pertimbangan dalam memilih kata?
Kami menyampaikan semua yang disampaikan
narasumber, tidak menambah tapi hanya mengarahkan
dan memberikan perspektif. Framing-nya hanya kami
ingin masyarakat dunia mengikuti dan memahami hal-hal
yang disampaikan oleh ulama-ulama di Bogor. Seperti,
menyerukan persatuan serta umat Islam ini banyak tetapi
belum bersatu. Kita lihat di Indonesia masih terkotak-
kotak oleh kepentingan mazhab dan kepentingan ormas
lainnya.
8. Apa saja yang menjadi pertimbangan dalam
pemilihan foto headline?
Harian Republika ingin memberitakan dan
menyinkronkan foto dengan berita yang dimuat. Seperti,
pada 2 Mei 2018, pembukaan acara KTT, kami pilih foto
Imam Besar al-Azhar sedang memberikan sambutan di
istana, serta ada presiden dan Din Syamsuddin sebagai
utusan presiden. Hal itu menjadi momen spesial dan
langka bagi Harian Republika. Pada 4 Mei 2018, ulama-
151
ulama dan cendekiawan Muslim foto bersama dengan
wakil presiden.
9. Pandangan Harian Republika mengenai Islam
wasathiyah di Indonesia?
Di semua agama paham ekstrem itu selalu ada, ekstrem
kanan dan kiri. Ekstrem kanan kelompok-kelompok yang
takfiri, kerap memudahkan orang dengan sebutan kafir.
Sedangkan paham ekstrem kiri itu disebut kelompok
liberal, sekuler, dan plural. Bila umat Islam terlalu
mengikuti ke kanan dan kiri tidak akan bagus dalam
beragama. Rasulullah SAW pun menganjurkan dalam
beragama itu harus berada di tengah-tengah. Di berbagai
negara, kelompok-kelompok Islam ekstrem itu ada,
contohnya gerakan ISIS. Akan tetapi, di Indonesia hanya
ada sebagian kecil orang-orang yang masuk ke dalam
ekstremisme kanan. Misalnya, ada ulama yang mudah
mengafir-ngafirkan orang yang pemahamannya berbeda di
media sosial youtube. Ulama yang seperti itu sudah jelas
tidak memiliki sikap wasathiyah dan tidak akan
diberitakan oleh Harian Republika. Atau misalkan tokoh
Islam yang liberal, meskipun disebut cendekiawan belum
tentu masuk di pemberitaan kami. Jadi, prinsip Harian
Republika hanya mengomodir suara-suara ulama yang
wasathiyah, dari NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, dan
kelompok-kelompok umat Islam yang mainstream
lainnya. Akan tetapi, bila ulama-ulama dari salah satu
152
kelompok tadi mengafir-ngafirkan paham lain di media
sosial, itu sama, tidak akan diberitakan oleh kami.
Keputusan tersebut sebagai bentuk bahwa Harian
Republika merupakan media moderat bagi umat Muslim
yang moderat.
10. Apa upaya Harian Republika dalam mencermati Islam
wasathiyah di Indonesia?
Kehadiran Harian Republika merupakan media yang
menjadi penengah dari berbagai sudut pemahaman umat
Islam. Misalkan, ada persoalan-persoalan keagamaan di
Indonesia seperti RUU Pesantren. Bagaimana sikap
Harian Republika dalam RUU ini? Tentu sikap kami
adalah tidak membela ormas manapun tapi kami
menampung seluruh kepentingan ormas Islam seluruh
Indonesia. Judul pemberitaan TUU Pesantren di Harian
Republika adalah “Sejumlah Ormas Islam Minta RUU
Pesantren Ditunda”. Setelah kami memberitakan itu,
terjadi negosiasi-negosiasi dari berbagai ulama dan ormas
untuk membahas RUU tersebut. Contoh lain, dahulu ada
film Wanita Berkerudung Sorban, Harian Republika
mengritik keras film tersebut. Itu dikarenakan ada yang
keliru dalam film tersebut, tidak mencerminkan nilai
pesantren, dan nilai Islam yang sebenarnya. Jadi, kalau
ada satu hal yang merugikan umat Islam, kami akan bela.
Hal itu merupakan sebagai identitas Harian Republika,
membela kepentingan umat Islam,.
153
11. Pesan dan harapan Harian Republika dalam
pemberitaan ini untuk umat Islam?
Pesan Harian Republika dalam pemberitaan ini adalah
Islam ini tidak akan menjadi peradaban yang unggul
apabila umatnya tidak bersatu dan terpecah-pecah.
Misal, di negara-negara Timur Tengah yang satu sama
lain saling bersaing padahal mereka bersaudara. Bahkan
kita juga melihat di Timur Tengah kerap muncul aliran
ekstremis sehingga melenceng dari ajaran Islam.
Contohnya, ISIS dan Taliban. Hal tersebut merupakan
kekhawatiran ulama-ulama di dunia yang menjadikan
umat Islam terpecah. Oleh karena itu, kami sampaikan
pesan dan kunci dalam pemberitaan itu adalah bahwa
umat Islam kalau ingin menjadi sebuah peradaban yang
unggul harus bersatu. Selain itu, umat Islam pun itu
harus moderat, berada di tengah, tidak ekstrem kiri dan
ekstrem kanan.
154
Transkrip Wawancara
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Gambar 4.16
FotoBersamaNarasumber PBNU
Narasumber Mahbub Ma’afi
Jabatan Wakil Sekretaris Bahtsul Masail
Tanggal 29 September 2019
Tempat Kantor PBNU
155
1. Bagaimana pendapat NU mengenai konsep
kemoderatan di Republika dalam pemberitaan Islam
wasathiyah?
NU selalu mendukung media atau kelompok manapun
yang memiliki konsep wasathiyah karena NU menyontoh
Islam yang bersifat wasathiyah. Akan tetapi, menjadi
umat wasathiyah itu yang susah untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Tidak semudah yang telah
dikonsepkan dan yang penting dalam hal kecil kita bisa
menghargai cara pandang dan keyakinan orang lain.
2. Bagaimana konsep Islam wasathiyah dalam NU?
Keberagaman di dalam NU itu memiliki beberapa prinsip
dalam Islam wasathiyah yaitu tawasuth, is’tidal, dan
sebagainya. Prinsip ini lahir dari pola berpikir mazhab
dalam tubuh NU. Bagi NU, wasathiyah itu secara garis
besar bisa toleran kepada mazhab lain karena dari fikih
kita mengikuti mazhab Imam Syafi’i. Dari segi teologi
akidah kami memakai Asy’ariyah dan Maturidiyah dan
dari segi tawasuf kami mengikuti Imam Junaidi al-
Baghdadi dan Imam Abdul Hamid al-Ghazali. Karena itu,
bagi NU konfigurasi tersebut akan melahirkan sifat-sifat
wasathiyah yang Nabi Muhammad SAW ajarkan. Banyak
masyarakat yang bertanya mengapa NU memilih salah
satu mazhab fikih dari keempat mazhab itu? Karena bagi
NU, Rasulullah SAW bersabda “ittabi’u assawadul
a’dzom”, ikutilah kelompok mayoritas, itu yang menjadi
156
tolok ukur NU. Kemudian dalam tasawuf, Imam Junaidi
al-Baghdadi dan Imam Abdul Hamid al-Ghazali,
pemahaman keduanya berada dalam jalan tengah,
menengahi antara tekstualis dan kontekstualis serta yang
tidak ekstrem. Dalam teologi Imam Asy’ari dan Imam
Maturidi sama dianggap sebagai kelompok tengah.Juga
dalam bernegara, NU mengakui pancasila sebagai dasar
negara karena dianggap sebagai jalan tengah.Itu
disebabkan Indonesia negara yang plural, ada berbagai
umat serta agama, dan disatukan dalam pancasila sebagai
jalan tengah. Dasar negara tersebut juga mampu
menyatukan berbagai elemen dalam satu bangsa. Hal itu
merupakan pendekatan NU dalam ber-wasathiyah di
Indonesia secara kontekstual.
3. Bagaimana upaya dan peran serta NU dalam
menyebarluaskan konsep Islam wasathiyah di
Indonesia?
Selama ini kami menyebarkan perdamaian di mana pun.
Terlihat ketika NU menerima Pancasila sebagai asas
tunggal. Hal itu merupakan sikap, upaya, dan peran serta
NU dalam menyebarluaskan Islam wasathiyah sebab
Pancasila dianggap sebagai jalan tengah. Kalau kita masih
merujuk pada fikih, pembagian orang kafir atau
nonmuslim itu ada empat, kafir harbi, dzimmi,
musta’man, dan mu’ahad. Kafir harbi, orang kafir yang
memerangi kaum muslim, kafir dzimmi, orang kafir yang
tinggal di negara Muslim dan memiliki perjanjian damai,
157
kafir musta’man, orang yang datang dari negara kafir
(turis), dan terakhir kafir mu’ahad, yakni orang yang
memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin yang berada
di negara Muslim. Bagaimana seperti orang kafir yang
disebutkan masyarakat itu di Negara Indonesia? Apakah
kafir harbi, dzimmi, atau lainnya? Tentu tidak, NU
menyatakan bahwa mereka merupakan warga negara
Indonesia, yang memiliki hak dan kewajiban sama dalam
bernegara. Hal itu merupakan konsep dalam konteks
bernegara tapi dalam konteks akidah mereka kafir.
Dengan demikian, tidak bisa kita hidup hanya dalam
berakidah saja, ada elemen-elemen lainnya dalam
kehidupan bernegara. Kita harus bisa membedakan dalam
konteks akidah dan negara. Kita boleh mengafirkan orang-
orang itu tapi dalam bernegara tidak boleh dan tidak ada
kata mengafir-ngafirkan.
4. Upaya NU dalam mencegah kelompok-kelompok yang
ekstem dan radikal itu?
Itu susah, NU sudah melakukan berbagai cara karena
setiap hari semakin banyak kelompok-kelompok radikal.
Akan tetapi, NU akan terus berupaya dan melawan
melalui ceramah-ceramah, dakwah-dakwah di berbagai
tempat termasuk sosial media. Tentu NU juga
memberikan pemahaman Islam kepada kelompok radikal,
seperti HTI. NU selalu konsisten dalam menjalankan misi
dakwah untuk mencegah maraknya radikalisme. Selain
158
itu, masyarakat dan ulama terkadang belajar agama
dengan mudah, padahal belajar agama tidak semudah
yang dibicarakan.
5. Pesan NU kepada masyarakat Indonesia?
Islam itu dari dahulu sampai saat ini baik-baik saja, akan
tetapi umat Islam yang tidak baik dalam beragama. Kita
harus merawat bersama dan menumbuhkantoleransi yang
tinggi antarbangsa Indonesia. Pandangan dan agama, kita
boleh berbeda tapi jangan pernah sampai perbedaan itu
menjadi pemecah belah antarmasyarakat. Karena itu,
perbedaan adalah sebuah keniscayaan dalam hidup.
Dalam kalimat basmallah pun secara tafsir mengandung
arti perdamaian tinggi karena Allah SWT memberikan
rahmat melalui kalimat itu. Bagi NU apapun agamanya,
kita harus senantiasa berkasih sayang, hidup
berdampingan, dan merawat keberagaman. Jangan sampai
umat Islam terkesan tidak toleran, tidak wasathiyah, tidak
menghargai orang, dan tidak bisa berbuat adil gara-gara
berbeda dalam beragama. Sepanjang nonmuslim tidak
memusuhi kita, jangan sampai konsep-konsep wasathiyah
tidak kita terapkan dalam kehidupan di Indonesia.
159
Transkrip Wawancara
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Gambar 4.17
Foto Bersama Narasumber PP Muhammadiyah
Nama Muhammad Ziyad at-Tamimi
Jabatan Ketua Lembaga Dakwah Khusus PP
Muhammadiyah
Tanggal 04 November 2019
Tempat Sekretariat PP Muhammadiyah
1. Bagaimana tanggapan PP Muhammadiyah mengenai
Harian Republika yang memberitakan Islam
wasathiyah?
PP Muhammadiyah menyambut baik dengan terbitnya
pemberitaan Islam wasathiyah karena itu Harian
Republika ikut menyebarkan nilai-nilai moderasi dalam
Islam di Indonesia. Di Indonesia banyak sekali segmen
160
umat Islam, ada yang memahami Islam sangat tekstual
sehingga melahirkan pemahaman yang sangat keras atau
tegas, ada juga yang dengan wawasan yang sangat luas
maka kemudian orang melihat Islam ini dengan wajah
yang berbeda, ada juga yang melihat Islam dari jauh
sehingga pemikirannya sangat liberal. Kalau Harian
Republika mengambil peran penting dalam konteks ini
maka sudah betul bahwa berarti Harian Republika turut
serta bagaimana menyosialiasikan nilai-nilai dari Islam
wasathiyah. Jadi, bila Harian Republika menyiarkan
berita ini sudah seharusnya dan bahkan tidak hanya
Harian Republika mestinya semua media-media lain juga.
2. Bagaimana pandangan PP Muhammadiyah mengenai
Islam wasathiyah di Indonesia dan dunia?
Kalau kita lihat konteks Islam Muhammadiyah terdapat
slogan tentang Islam berkemajuan. Konteks tersebut
sebenarnya mengembangkan nilai-nilai bagaimana Islam
wasathiyah itu. Al-Quran menjelaskan “ummatan
wasatha” umat tengahan, bagaimana kita menjadi umat
yang di tengah yang bisa mengayomi, bisa memagari, dan
menjadi tenda besar bagi seluruh umat Islam. Jadi apa
yang dikembangkan tentang Islam berkemajuan di
Muhammadiyah juga merupakan pengejawantahan
daripada spirit bagaimana nilai-nilai Islam wasathiyah
dibumikan di Indonesia.
161
3. Bagaimana upaya PP Muhammadiyah dalam
menyebarluaskan Islam wasathiyah di Indonesia?
Upaya yang kami lakukan misalkan, pertama, melalui
lembaga pendidikan. Maka dari itu, Muhammadiyah
memiliki lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai
perguruan tinggi. Kedua, melaui dakwah. Kami
menyebarluaskan Islam wasathiyah diberbagai majelis
dengan menjelaskan poin-poin dalam Islam wasathiyah.
Dan ketiga, lembaga kesehatan.
4. Apakah ada kendala dalam penyebarluasan itu?
Kendala pasti ada, seperti media yang digunakan untuk
sosialisasi, salah satunya melalui TvMu. Itu dikarenakan
tidak semua orang menonton TvMu, ada wilayah-wilayah
yang mungkin tidak bisa menyetel jaringan ini karena
belum manual seperti tv lainnya. Belum meratanya
sosialisasi nilai-nilai Islam wasathiyah pada seluruh
Indonesia. Namun, Muhammadiyah sudah
memaksimalkan seluruh jaringan lembaga pendidikan,
lembaga sosial, dan kesehatan. Semua digunakan dengan
tujuan bagaimana warga Indonesia bisa memiliki
pengetahuan tentang nilai-nilai konteks Islam yang
moderat itu.
5. Bagaimana PP Muhammadiyah menaggapi adanya
paham-paham ekstremis?
PP Muhammadiyah tidak mendukung adanya paham-
paham tersebut karena paham itu sangat berbahaya bagi
Negara Indonesia. Misal, si Fulan punya keyakinan, lantas
162
kemudian memaksa orang lain supaya memiliki
keyakinan yang sama, hal tersebut tidak dibolehkan, itu
namanya ekstrimis. Tapi, kalau si Fulan punya
pemahaman memeliraha jenggot, terus ada orang muslim
tidak pakai jenggot, ya sudah itu pemahaman dia yang
tidak pakai jenggot, kita harus memahami, dan itu
merupakan bagian dari toleransi bermazhab.
Muhammadiyah dalam keputusan tarjihnya di bagian
konteks wasathiyah itu menjelaskan keragaman dalam
beribadah, sepanjang ada dalilnya, tidak boleh
memaksakan orang lain seperti dirinya.
6. Bagaimana upaya dalam mencegah paham-paham
tersebut?
Upaya yang kami lakukan melalui gerakan pencerahan.
Gerakan tersebut menjadi ikon Muhammadiyah, misalnya
tadi, melalui lembaga pendidikan. Apa yang dicerahkan?
Wawasan dan pemahaman mengenai agamanya. Mungkin
dia dalam memahami agama mengambil satu rujukan.
Dengan demikian Muhammadiyah memberitahu bahwa
rujukannya harus dari berbagai sumber sehingga orang
tersebut memiliki keluasan pemahaman dan wawasan.
Kemudian orang tersebut memiliki kedewasaan berfikir
dan berintelektual bukan menghakimi keyakinan dan
pemahaman orang. Akan tetapi,orang itu akan melahirkan
sebuah sikap menghargai perbedaan dan memunculkan
toleransi. Jadi, sikap-sikap seperti itu yang diajarkan
Muhammadiyah melalui berbagai cara. Karena itu, di
163
Muhammadiyah tidak ada orang menghakimi orang lain
yang ada orang tersebut diberi kebebasan menilai
sepanjang masih ada koridor dalilnya maka orang diberi
ruang untuk memakai pemahaman seperti apa.
Muhammadiyah juga melarang keras bila ada seseorang
atau sekelompok orang dengan keyakinan masing-masing
kemudian memaksakan keyakinan, mengafir-ngafirkan,
menghakimi, dan bahkan timbul konflik. Kami terus
menjaga agar jamaah Muhammadiyah tidak boleh
memahami agama dengan pemahaman seperti itu.
7. Seperti apa pesan PP Muhammadiyah kepada Umat
Islam Indonesia mengenai Islam wasathiyah?
Mari kita pahami agama dengan kembali kepada dasar
agama, yaitu al-Quran dan sunnah. Kedua sumber rujukan
tersebut ketika kita pahami tentu beraneka ragam, itu
yang dinamakan fiqih. Maka dari itu, kita harus
menghargai dan menghormati adanya perbedaan
pemahaman dalam fiqih dan hal lainnya. Juga yang
dibutuhkan sekarang adalah kedewasaan dalam melihat
permasalahan agama, toleransi, dan penghargaan. Kalau
ada perbedaan dalam hidup, kita kembalikan kepada
negara yang memiliki otoritas sehingga semua koridor
hukum yang harus ditaati dan bukan main hukum sendiri.
164
BAB V
PEMBAHASAN
Pemberitaan Islam wasathiyah selama tiga hari berturut-
turut pada 2 - 4 Mei 2018 menjadi menarik untuk dibahas karena
Harian Republika memberitakan Islam wasathiyah di empat
halaman sekaligus. Pada edisi 2 Mei 2018, di halaman pertama,
Harian Republika memberi judul Islam Wasathiyah Solusi
Tantangan Dunia. Berita ini berisi sambutan Presiden Jokowi
yang meyakini paradigma Islam wasathiyah menjadi arus utama
dunia. Pada halaman keenam, dalam kolom opini, Harian
Republika menurunkan tulisan berjudul Islam Wasathiyah. Isinya
mengenai relevansi Islam wasathiyah berkemajuan sebagai
gerakan Islam transformatif yang menghadirkan peran Islam
berkemajuan dalam memasuki abad 21. Kemudian pada halaman
kesembilan, harian ini melansir berita dengan judul Bawa Islam
ke Makna Awal. Isinya mengenai pemaknaan Islam wasathiyah
yang harus dimaknai kepada seluruh aspek, termasuk dalam
konteks politik agar tidak salah mengartikan Islam. Terakhir pada
halaman ke-12, halaman khazanah, Harian Republika memberi
judul Moderasi Islam Semakin Diperlukan. Isi pemberitaan
tersebut mengenai konsep moderasi Islam yang semakin
diperlukan untuk lebih proaktif ikut menata peradaban dunia di
tengah tantangan global saat ini.
Selain itu, pada edisi 3 Mei 2018 di halaman pertama
Harian Republika menurunkan berita yang sama mengenai Islam
wasathiyah. Harian ini pada tema wasathiyah memberikan judul
165
dengan Ulama Dunia Serukan Persatuan. Kontennya mengenai
seruan ulama dunia kepada umat Islam untuk menampilkan
keteladanan sebagai bangsa yang bersatu dan damai. Pada
halaman kesembilan, Harian ini memberitakan tema wasathiyah
dengan judul Islam Wasathiyah Dibawa ke Eropa. Isinya
mengenai tindak lanjut hasil KTT yang nantinya akan
disebarluaskan ke berbagai benua dan negara termasuk Eropa
dengan menggunakan metodologi konsultasi sehingga tidak
terkesan menggurui ulama negara lain. Pada halaman ke-12,
khazanah, Harian Republika melansir berita dengan judul Imam
Besar Ajak RI Terapkan Prinsip al-Azhar. Kontennya mengenai
kiprah al-Azhar kian dibutuhkan dalam menggaungkan Islam
wasathiyah di Indonesia. Misal, al-Azhar memberikan kebebasan
kepada mahasiswanya untuk memilih mazhab yang dianut.
Tujuannya agar mahasiswa tersebut senantiasa saling menghargai
dan menghormati dalam mazhab, selama ia masih salat dan
ibadah lainnya jangan mengafirkan antarsesama.
Teakhir edisi 4 Mei 2018 di halaman headline, Harian
Republika masih menerbitkan berita dengan tema Islam
wasathiyah. Harian ini memberikan judul pada tema ini dengan
Pesan Bogor untuk Dunia Islam. Isinya mengenai kesepakatan
tujuh poin utama Islam wasathiyah yang merupakan hasil akhir
dari KTT di Bogor. Kedua, Harian Republika memberikan
halaman khusus untuk kegiatan KTT ini dengan memberikan satu
halaman penuh untuk menjelaskan mengenai Islam wasathiyah
yang digagas. Harian ini memberikan judul pada halaman
kedelapan ini dengan JK: Islam Bawa Kedamaian. Isinya
166
mengenai penyebarluasan konsep Islam wasathiyah oleh masing-
masing delegasi di berbagai negara yang dapat diterapkan dengan
jalan damai dan tidak memaksakan pemahaman yang berbeda.
Pada halaman ini, Harian Republika menyuguhkan wawancara
khusus dari Abdul Mu’ti sebagai Sekretaris Jendral Pengurus
Pusat Muhammadiyah dan KH Said Aqil Siradj sebagai Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Kendati Harian Republika menulis banyak sekali tema
Islam wasathiyah, peneliti hanya menulis pada bagian headline
berita. Berikut simpulan berita tersebut agar mempermudah
pembaca memahami headline yang akan diteliti:
Tabel 5.1 Simpulan berita headline pada edisi 2 – 4 Mei 2018
Edisi Hal Judul Berita Konten
2 Mei 2018 1 Islam Wasathiyah
Solusi Tantangan Dunia
Sambutan Presiden Jokowi
meyakini paradigma Islam
wasathiyah menjadi arus utama
dunia
3 Mei 2018 1 Ulama Dunia Serukan
Persatuan
Seruan ulama dunia kepada umat
Islam untuk menampilkan
keteladanan sebagai bangsa yang
bersatu dan damai
4 Mei 2018 1 Pesan Bogor untuk
Dunia Islam
Kesepakatan tujuh poin utama
Islam wasathiyah yang merupakan
hasil akhir dari KTT di Bogor
167
Berdasarkan data di atas, terdapat tujuh berita tentang
Islam wasathiyah yang dipublikasi oleh Harian Republika.
Pemberitaan itu menjelaskan mengenai akan diadakannya
kegiatan Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan
Cendekiawan Muslim Dunia di Bogor. Tiga di antara tujuh berita
tersebut dijadikan headline selama tiga hari berturut-turut.
Padahal pada 2 Mei 2018, seluruh media, baik cetak, elektronik,
maupun online, memberitakan mengenai Hari Pendidikan. Akan
tetapi, Harian Republika dengan tegas memberikan judul
headline dengan “Islam Wasathiyah Solusi Tantangan Dunia”.
Hal itu menandakan bahwa Harian Republika mendukung penuh
tersebarnya gagasan Islam wasathiyah di Indonesia dengan
memberitakan acara tersebut daripada memberitakan peringatan
Hari Pendidikan. Berikut pembahasan dari data dan temuan
peneliti:
Pada headline edisi 2 Mei 2018 terlihat bahwa Harian
Republika mendukung adanya Islam wasathiyah dalam kegiatan
High Level Consultation of World Muslim Scholars On
Wasathiyah (HLC-WMS) sebagai solusi tantangan dunia saat ini.
Selain itu, Harian Republika mengutip isi dari sambutan presiden
menjadi judul headline pada edisi ini. Hal itu berarti
kecenderungan harian ini menjadi tanda hanya Islam wasathiyah
saja yang mampu menjadi solusi untuk menghadapi realitas
peradaban dunia. Harian Republika juga menggunakan judul
headline tersebut untuk mengonstruksi suatu isu dengan
menekankan makna tertentu. Itu dikarenakan headline merupakan
komponen pertama pada struktur sintaksis di penelitian analisis
168
framing dari Pan dan Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki headline
adalah aspek wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang
tinggi sebagai petunjuk kecenderungan berita.
Dari dimuatnya berita KTT itu, pada headline, sudah
menunjukkan keberpihakan Republika terhadap isu-isu agama,
seperti tema Islam wasathiyah tersebut. Ini diperkuat oleh ucapan
Hery Ruslan, narasumber Harian Republika, bahwa ia
memberikan perhatian yang berbeda terhadap isu-isu agama,
seperti kegiatan KTT ini. Selain itu, secara kuat, harian ini secara
khusus memberikan identitas keislamannya dalam setiap
halamannya, misal, halaman hikmah, hazanah, dialog jumat, dan
Islam digest. Bahkan ketika harian ini mengangkat berita
mengenai KTT, Harian Republika, seperti diakui oleh Hery
Ruslan, sadar betul bahwa dalam acara tersebut terdapat
perwakilan ulama-ulama dari berbagai dunia. Delegasi para
ulama itu menjadi momentum bagi Harian Republika untuk
menyampaikan suara-suara dunia untuk masyarakat Indonesia.
Pada buku Islam Moderat Konsepsi, Interpretasi, dan
Aksi, yang telah peneliti tulis di bab II, terlihat bahwa pada
dasarnya Islam moderat akan banyak mengundang simpati di hati
masyarakat luas. Itu dikarenakan masyarakat merindukan ajaran
Islam yang damai, hidup rukun, memahami perbedaan sesuai
ajaran al-Quran dan sunnah yang diajarkan dengan benar.
Ideologi yang dibawa oleh Islam moderat berupa ajaran yang
berada di titik tengah serta terlepas dari berbagai pemahaman
yang sangat tekstual dan keras dalam memahami ajaran tersebut
sangat dinamis. Sikap dinamis kaum moderat itu berakar dari
169
pemahaman mereka dalam memahami Islam secara utuh, baik
penafsiran al-Quran maupun hidup bersosial di tengah-tengah
masyarakat.
Setelah headline, objek penelitian kedua dalam terori
analisis framing Pan dan Kosicki adalah lead. Lead pada
umumnya memberikan sudut pandang dari berita serta
penunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa tersebut. Lead
kedua pada Harian Republika edisi 3 Mei 2018, diawali dengan
inti dari sambutan imam besar al-Azhar. Sambutan tersebut berisi
ajakan umat Islam Indonesia untuk menjunjung tinggi persatuan
dan menghindari fanatisme antarmazhab. Hal itu memberikan
makna bahwa Harian Republika memberitahu pembaca bahwa
imam besar al-Azhar pun mengetahui permasalahan tahunan di
Indonesia, yaitu lemahnya persatuan Indonesia dan gesekan
antarmazhab. Dengan demikan, harian ini juga menyepakati
perkataan imam besar al-Azhar itu dengan memberitakannya di
lead. Bahkan PP Muhammadiyah pun mendukung pernyatan
imam besar, terlihat dari ungkapan perwakilannya, Muhammad
Ziyad at-Tamimi, bahwa umat Islam seharusnya menghargai dan
menghormati adanya perbedaan pemahaman dalam pandangan
fikih. Karena itu, apa yang dibutuhkan saat ini dan seterusnya
adalah sikap kedewasaan dalam melihat permasalahan agama dan
toleransi.
Teori Schuon, yang telah peneliti tulis, menjelaskan
bahwa segala perbedaan dalam beribadah, baik antarmazhab
maupun antaragama, merupakan cara seseorang untuk berserah
diri kepada Tuhannya. Yang terpenting adalah bagaimana
170
antarumat di Indonesia mampu berdampingan dan bertoleransi
dengan konsep eksoterisme. Juga hendaknya antarumat tidak
saling menyalahkan keyakinan seseorang yang dianggap tidak
sesuai dengan apa yang dianut. Selama berserah diri kepada
Tuhan Yang Esa, ia telah menjalankan konsep esoterisme dalam
beribadah. Kata Schoun, bagi Muslim semua berpusat pada
Allah, Asas Ilahi yang termasuk dalam aspek Keesaan dan
Adikodrati serta dalam keadaan menyesuaikan diri atau
menyerahkan diri kepada-Nya.
Lead Republika di edisi 4 Mei 2018 memberitakan
mengenai hasil akhir dari Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT)
Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia di Hotel Novotel. KTT
yang digelar selama tiga hari tersebut menghasilkan lahirnya
Bogor Message, sebuah pesan dari Bogor untuk dunia. Harian ini
menuliskan kata “sebuah pesan” dan “untuk dunia” dalam lead
memberikan makna bahwa ada satu pesan khusus dan harus
disampaikan kepada umat Islam dunia. Tujuannya agar umat
Islam di berbagai negara segera mengaplikasikan hasil akhir dari
Pesan Bogor tersebut.
Pada analisis framing Pan dan Kosicki, selain headline
dan lead, ada unsur latar informasi. Latar informasi yang dipilih
oleh wartawan atau media, menurut Pan dan Kosicki,
menentukkan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa.
Latar informasi yang peneliti temukan ada pada edisi 2 - 4 Mei
2018. Ketiga edisi tersebut saling berkaitan bahwa adanya
perkembangan teknologi dan informasi di media sosial menjadi
wadah penyebarluasan radikalisme. Hal tersebut diakibatkan
171
melemahnya paradigma Islam wasathiyah di Indonesia dan dunia.
Dengan begitu, adanya latar informasi ini ingin memberitakan
mengenai penyebab terjadinya hal tersebut.
Terlihat pada edisi 2 Mei 2018, Harian Republika
memberikan latar informasi dari pernyataan Presiden Joko
Widodo bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
lainnya menimbulkan negatif. Itu dikarenakan penggunaan media
sosial akan menjadi wadah penyebarluasan aliran sesat dan hal-
hal negatif lainnya. Ini menandakan bahwa Harian Republika
menyepakati lahirnya radikalisme dan ujaran kebencian yang
dimaksud presiden adalah salah satu dampak dari perkembangan
saat ini.
Tidak cukup di situ, Harian Republika secara tersirat
memberitahu kepada pembaca dengan memakai kata
“menekankan” pada edisi 3 Mei 2018 bahwa sebenarnya yang
menekankan itu dari wartawan atau harian tersebut bukan dari
ath-Thayyib. Penggunaan tersebut juga mendukung latar pada
edisi 2 Mei 2018 untuk memperkuat persetujuan dalam edisi ini.
Bahwa segala bentuk informasi di media sosial itu dapat
mengakibatkan berbagai perpecahan antarumat di Indonesia dan
dunia. Karena itu, persatuan adalah jawaban dari setiap persoalan
agar terciptanya masyarakat damai dan saling bertoleransi.
Bahkan di edisi 4 Mei 2018 seakan menjadi jawaban dari
sebuah latar yang digunakan pada 2 edisi sebelumnya. Yaitu
dengan menggunakan kata “merevitalisasi atau memperkuat
kembali Islam wasathiyah” akan menjadi acuan bergeraknya
sebuah komitmen tersebut. Juga penggunaan kata “kita berupaya”
172
memberikan arti bahwa harian ini juga sama sama berupaya
menyampaikan komitmen dengan cara lain, yaitu dengan cara
menyampaikan berita.
Selain tiga objek penelitian di atas, objek kutipan sumber
juga menjadi poin dalam analisis framing Pan dan Kosicki.
Kutipan sumber menurut Pan dan Kosicki digunakan hanya untuk
memberi bobot atas pendapat yang dibuat dan didukung oleh ahli
yang berkompeten. Juga pengutipan ini menghubungkan poin dan
makna tertentu dari pandangan wartawan kepada jabatan yang
berwenang. Hal tersebut merupakan representatif wartawan atau
media terhadap fakta yang terjadi saat ini.
Terlihat ketika Harian Republika pada edisi 3 Mei 2018
menjelaskan, bahwa umat Islam yang berada dalam perbedaan
mazhab saat ini harus kembali ke arah persatuan dan moderasi.
Itu karena akan adanya perpecahan antarumat bila umat Muslim
tidak berada di jalan kebenaran (tengah) dan berdamai dalam
persatuan. Inilah yang diungkapkan narasumber Harian
Republika, Hery Ruslan, dalam kalimatnya: “Islam tidak akan
menjadi peradaban yang unggul apabila umatnya tidak bersatu
dan terpecah-pecah.”
Pernyataan Hery Ruslan itu disambut positif oleh Mahbub
Ma’afi, narasumber PBNU, “Bagi NU, wasathiyah itu secara
garis besar bisa toleran kepada mazhab lain”, katanya.
Narasumber PP Muhammadiyah, Muhammad Ziyad at-
Tamimi pun mendukung keduanya, kata dia:
“Kalau ada perbedaan dalam hidup, kita kembalikan
kepada negara yang memiliki otoritas sehingga semua
173
koridor hukum yang mesti ditaati meski bukan main
hukum sendiri.”
“Kalau si Fulan punya pemahaman memelihara jenggot,
terus ada orang muslim yang tidak pakai jenggot, ya sudah
itu pemahaman dia yang tidak pakai jenggot. Kita harus
memahami dan itu merupakan bagian dari toleransi
bermazhab. Muhammadiyah dalam keputusan tarjihnya
bagian konteks wasathiyah menjelaskan keragaman dalam
beribadah, sepanjang ada dalilnya, tidak boleh
memaksakan orang lain seperti dirinya.”
Seperti dikutip oleh Nurcholish Madjid, yang telah
peneliti sampaikan pada bab II, Abdullah Yusuf Ali menjelaskan
bahwa dalam Islam semua agama adalah satu karena Islam agama
yang diajarkan oleh semua nabi terdahulu. Nabi terdahulu itu
memberikan penjelasan tentang adanya kebenaran dalam
Kehendak dan Rencana Tuhan dengan sikap pasrah dan berserah
diri kepada Tuhan. Bila seseorang tidak memiliki sikap tersebut,
maka ia termasuk orang yang tidak percaya dan menolak
terhadap kebenaran dalam Kehendak dan Rencana Tuhan itu.
Komponen kalimat penutup ini merupakan satu dari
rangkaian unit yang diamati dari struktur sintaksis Pan dan
Kosicki, yaitu headline, lead, latar informasi, kutipan sumber,
dan terakhir kalimat penutup ini yang akan peneliti analisis.
Kalimat penutup ini, menurut Pan dan Kosicki, digunakan
wartawan atau media untuk menyusun fakta pada sebuah berita.
Pada edisi 2 Mei 2018, harian ini menginformasikan kepada
pembaca pada bagian penutup bahwa salah satu cara Indonesia
berkontribusi untuk peradaban dunia adalah dibutuhkannya
gagasan atau masukan dari ulama di berbagai negara Muslim
174
mengenai Islam moderat. Hal itu dikarenakan butuhnya wawasan
luas tentang Islam wasathiyah yang akan membawa umat Muslim
khususnya Indonesia menjadi masyarakat yang bersatu.
Narasumber PP Muhammadiyah, Muhammad Ziyad at-Tamimi,
pun menanggapi penutup pada pemberitaan ini, bahwa nilai-nilai
Islam wasathiyah yang dikembangkan di Indonesia merupakan
aktualisasi dari Islam berkemajuan versi Muhammadiyah.
Selain itu juga, umat Muslim Indonesia memiliki sikap
toleransi tinggi yang mencerminkan konsep Islam yang sesuai
ajaran Nabi. Seperti yang dikatakan Mahbub Ma’afi sebagai
narasumber PBNU bahwa sifat-sifat wasathiyah yang telah Nabi
Muhammad SAW ajarkan, seperti tawasuth, isti’dal, dan
sebagainya merupakan konfigurasi konsep dan pola bermazhab
dalam NU untuk warga nahdiyin dan Indonesia.
Dalam buku yang disusun oleh Tim UIN Malang, yang
telah peneliti tulis, menjelaskan gambaran moderat juga terdapat
pada diri Rasulullah SAW. Rasulullah SAW itu seseorang yang
tidak pernah mengusik penganut ajaran lain, berbuat zalim
maupun sikap lainnya. Bahkan lebih dari itu, ia selalu mengajak
para sahabat untuk selalu bersikap lemah lembut, hidup rukun
serta menjauhi bersikap kasar kepada orang lain.
Selain sintaksis, dalam struktur analisis framing Pan dan
Kosicki, ada unsur skrip. Skrip adalah cara wartawan
menceritakan fakta dengan kelengkapan berita yang berupa 5W +
1H. Kelengkapan unsur 5W + 1H ini menandakan bahwa Harian
Republika ingin memberitahu secara sempurna bagaimana
kegiatan KTT ini berlangsung dengan tema Islam wasathiyah.
175
Mari simak analisis ini pada edisi 2 Mei 2018, merupakan awal
rangkaian peristiwa yang akan dijadikan berita untuk 3 dan 4 Mei
2018. Rangkaian pemberitaan tersebut ditulis dengan tujuan agar
pembaca Harian Republika, yang mayoritas Muslim, mengetahui
dan memahami adanya kegiatan KTT ini. Karena itu, pada edisi
ini wartawan menulis unsur 5W + 1H secara rinci dandipaparkan
dengan berimbang serta sesuai fakta. Dalam edisi ini lebih
menekankan unsur how dan why. Kedua unsur itu menjelaskan
secara tersusun mengenai berbagai tantangan umat Islam di
Indonesia dan dunia yang disampaikan oleh presiden. Presiden
meyakini bahwa umat Islam akan menghadapi berbagai tantangan
tersebut dengan menyebarkan Islam wasathiyah di dunia. Selain
presiden, harian ini menuliskan pernyataan Imam Besar al-Azhar
ath-Thoyyib. Ath-Thoyyib mengatakan segala persoalan agama
dalam umat Islam solusinya adalah menerapkannya konsep Islam
wasathiyah. Dengan tujuan agar terciptanya kehidupan adil
sesama manusia. Bahkan harian ini juga mengutip sambutan dari
Din Syamsuddin untuk meyakinkan pembaca mengenai
keseriusan konsep Islam wasathiyah. Sambutan tersebut berisi
mengenai para ulama dunia yang menjadi delegasi akan
merevitalisasi pandangan dunia Islam tentang Islam wasathiyah.
Tentunya para delegasi ulama dan cendekiawan Muslim dunia ini
akan menyebarluaskan Islam wasathiyahdi masing-masing
negara.
Adanya kegiatan KTT ini merupakan momen langka bagi
Harian Republika. Itu dikarenakan adanya satu forum para ulama
dunia yang bertujuan menyampaikan gagasan mereka untuk umat
176
Islam Indonesia dan dunia. Inilah yang dikatakan narasumber
Harian Republika, Hery Ruslan,: “Acara ini menjadi momentum
bagi kami (Harian Republika) untuk menyampaikan suara-suara
ulama kepada masyarakat Indonesia.”
Menurut Pan dan Kosicki, cara wartawan atau media
untuk mengungkapkan pandangannya itu dengan menggunakan
struktur tematik. Dengan struktur ini, peneliti akan menganalisis
dari unsur proposisi, kalimat, atau bahkan hubungan antarkalimat.
Struktur tematik ini terdapat empat elemen. Pertama, elemen
detail. wartawan atau media menjelaskan suatu peristiwa
menggunakan detail yang lengkap dan panjang lebar merupakan
penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan
citra tertentu kepada khalayak. Penciptaan citra tersebut dibuat
agar pembaca melihat bahwa Harian Republika mendukung
penuh adanya kegiatan KTT Bogor dan penyebarluasan Islam
wasathiyah itu.
Lebih jauh Harian Republika pada edisi 4 Mei 2018
menulis pemberitaan Islam wasathiyah secara jelas dan rinci.
Dalam pemberitaan tersebut ada tujuh prinsip paradigma Islam
wasathiyah yang dinamakan sebagai Pesan Bogor. Pesan tersebut
antara lain, pertama tawasut, yaitu berada pada posisi jalur tengah
dan lurus. Kedua, i’tidal, yaitu berperilaku proporsional dan adil
serta bertanggung jawab. Ketiga, tasamuh, yaitu mengakui dan
menghormati perbedaan dalam semua aspek kehidupan.
Keempat, syura, yaitu bersandar pada konsultasi dan
menyelesaikan masalah melalui musyawarah untuk mencapai
konsensus. Kelima, islah, yaitu terlibat dalam tindakan yang
177
reformatif dan konstruktif untuk kebaikan bersama. Keenam,
qudwah, yaitu melahirkan inisiatif yang mulia dan memimpin
untuk kesejahteraan manusia. Terakhir, muwatonah, yaitu
mengakui negara bangsa dan menghormati kewarganegaraan.
Pesan itu disepakati oleh para ulama dan cendekiawan dunia
dalam kegiatan KTT tersebut. Pedoman itu akan menjadi dasar
bersama untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai Islam
moderat kepada dunia. Selain itu, Pesan Bogor tersebut
mengandung empat penjelasan lainnya dengan tujuan
membangun umat moderat yang adil, makmur, dan harmonis
berdasarkan ajaran Islam. Hal tersebut disepakati oleh
narasumber PP Muhammadiyah, Muhammad Ziyad at-Tamimi,
bahwa langkah Harian Republika untuk memublikasikan berita
ini merupakan cara harian ini menyosialisasikan nilai-nilai dari
Islam wasathiyah.
Dalam struktur tematik yang kedua, menurut teori Pan dan
Kosicki, adalah koherensi. Menurut teorinya bahwa salah satu
macam koherensi adalah koherensi sebab-akibat. Koherensi
sebab-akibat tersebut merupakan proposisi atau kalimat
dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Terlihat pada
edisi 2 Mei 2018, Din menjelaskan kata “karena” bahwa
diadakannya kegiatan KTT ini berkaitan dengan kenyataan yang
terjadi. Keterkaitan itu terlihat ketika umat Muslim pada saat ini
menghadapi berbagai peradaban dunia yang penuh dengan
kesemrawutan. Mari lihat penggalan beritanya:
“Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu
menuturkan, HLC-WMS juga menemukan relevansi
178
karena umat Islam sedang menghadapi realitas peradaban
dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan
ketidakteraturan.”
Elemen bentuk kalimat adalah poin ketiga dalam struktur
tematik. Menurut Pan dan Kosicki bentuk kalimat merupakan
persoalan teknis tata bahasa dan makna yang dibentuk oleh
susunan kalimat. Bentuk kalimat dalam suatu berita biasanya
menggunakan dua bentuk, deduktif dan induktif. Peneliti
menemukan di harian ini pada edisi 2 Mei 2018 menggunakan
kalimat deduktif. Kalimat deduktif adalah bentuk penulisan
kalimat umum ditempatkan di bagian muka, kemudian disusul
dengan keterangan tambahan khusus. Harian ini menggunakan
bentuk kalimat deduktif itu dikarenakan aspek penonjolannya
terlihat jelas. Seperti di edisi 2 Mei 2108 pada temuan pertama
(paragraf kedua), presiden memaparkan berbagai tantangan yang
dihadapi dunia Islam. Dan harian ini menjelaskan tantangan
tersebut secara rinci pada kalimat selanjutnya. Juga pada temuan
kedua kalimat pertama (paragraf ketiga), presiden mengatakan
beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari sebuah
perkembangan teknologi. Dan Republika kembali menjelaskan
dampak tersebut pada kalimat setelahnya.
Selama ini perkembangan teknologi pada media digital
bersifat membangun jaringan, tidak memihak, interaktif
melibatkan peran aktif manusia, dan bahkan seringkali dapat
dimanipulasi. Kemudian akses internet yang tidak memiliki
aturan baku ini layaknya pasar bebas, siapa aja dapat menuliskan
179
informasi apa pun bahkan catatan pribadi pun bisa dipublikasikan
dan menjadi konsumsi secara luas.
Selain itu, revolusi digital juga memengaruhi masyarakat
yang langsung memercayai isi konten yang terdapat pada berita
tanpa melakukan verifikasi. Hal inilah yang menyebabkan
banyaknya berita hoaks yang beredar di media sosial. Hoaks
sangat berbahaya jika menggunakan topeng agama karena dapat
menciptakan konflik yang terus menerus. Itu dikarenakan watak
agama yang sangat menyentuh emosional setiap manusia.
Suka atau tidak, era disrupsi digital ini memang
mendorong lahirnya kompleksitas masyarakat dalam beragama.
Akibat dangkalnya sumber pengetahuan agama, ada yang terlalu
tekstual dalam memahami ayat-ayat suci disertai fanatisme
berlebihan sehingga mengarah pada ekslusivisme, ekstremisme,
bahkan terorisme. Semua persimpangan itu rentan menciptakan
konflik yang dapat mengoyak keharmonisan kehidupan bersama.
Pada posisi ini, moderasi beragama tak lagi sekadar wajib tapi
sudah menjadi kebutuhan untuk diimplementasikan demi
kehidupan beragama yang lebih baik. Oleh karena itu, presiden
menjadikan pembahasan teknologi sebagai tantangan bagi para
ulama di dunia, khususnya Indonesia.
Elemen keempat juga elemen terakhir dalam struktur
tematik adalah kata ganti. Menurut Pan dan Kosicki dalam
mengungkapkan sikapnya, wartawan atau media dapat
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang
menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi
komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata
180
ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari
sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Hal ini dibuktikan
dengan Harian Republika menggunakan kata ganti “ia”, “dia”,
dan “kita”.
Pada edisi 3 Mei 2018, ada dua kutipan yang
menggunakan kata ganti “kita”. Hal itu berarti Harian Republika
mengaminkan pendapat yang dikatakan oleh narasumber.
Pendapat itu di antaranya adalah ajakan ath-Thayyib kepada umat
Islam untuk menempuh jalan persatuan sebagai tujuan akhir dari
perbedaan mazhab antarumat. Ia juga menyeru agar anak-anak
sebagai kader umat memahami akidah Ahlussunah wal Jamaah.
Itu dikarenakan Ahlussunnah wal Jamaah memiliki watak
moderat, seperti, i’tidal (adil), tawazun (seimbang), dan tasamuh
(toleran). Beberapa sikap tersebut dapat menolak segala bentuk
tindakan dan pemikiran ekstrim yang dapat melahirkan
penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran Islam.
Selain itu, untuk menganalisis bagaimana dan dari sisi
mana keberpihakan serta dukungan penuh Harian Republika
terhadap kegaitan bisa dilihat dari unsur leksikon. Dalam teori
analisis framing Pan dan Kosicki wartawan atau media
menggunakan leksikon untuk menandakan adanya sikap dan
ideologi tertentu pada sebuah media. Penandaan tersebut terlihat
ketika media itu melakukan pemilihan kata untuk setiap
maknanya. Seperti, pada edisi 2 Mei 2018, Harian Republika
menggunakan kata “wasathiyah” yang dalam KBBI tidak
tercantum artinya. Kata tersebut diulang pada edisi ini sebanyak
14 kali. Hal itu menandakan bahwa Republika sudah menjadikan
181
kata “wasathiyah” merupakan satu kata serapan bagi harian
tersebut. Kata itu sudah diadopsi oleh Harian Republika untuk
menampilkan keberpihakannya terhadap paradigma jalan tengah.
Bahkan PP Muhammadiyah melalui perwakilannya untuk
diwawancarai mendukung adanya pemberitaan ini, ia
mengatakan:
“Kalau Republika mengambil peran penting dalam
konteks ini (kegiatan KTT) sudah betul bahwa berarti
Republika turut serta bagaimana menyosialisasikan nilai-
nilai dari Islam wasathiyah.”
Leksikon selanjutnya menggunakan kata “ekstrem” yang
artinya sangat keras dan teguh; fanatik. Penggunaan kata
“ekstrem” seakan memberikan sebuah peringatan bahwa umat
Islam dilarang berlebihan dalam melakukan hal, tetap harus
berada dalam kemoderatan. Yaitu umat yang selalu memahami
agama dengan rujukan sesuai al-Quran dan Hadis. Muhammad
Ziyad at-Tamimi, narasumber PP Muhammdiyah, menanggapi
adanya pemahaman esktrem itu di Muhammadiyah dan
memberikan solusi. Solusi tersebut melalui gerakan-gerakan
pencerahan dalam wawasan dan pemahaman agama. Seperti,
Muhammadiyah mengarahkan warga Indonesia untuk merujuk
bahan bacaan tidak hanya satu, tapi harus bervariasi. Dengan
begitu, warga Indonesia akan memiliki keluasan pemahaman dan
wawasan, kedewasaan berfikir, serta intelektual tinggi sehingga
ia tidak menghakimi keyakinan dan pandangan orang lain. Yang
nantinya, ia juga akan memiliki sikap menghargai perbedaan
pemahaman dan munculnya sikap toleransi.
182
Bahkan di edisi 3 Mei 2018, harian ini menggunakan kata
“mengadu domba” yang berarti menjadikan berselisih (bertikai)
di antara pihak yang sepaham. Sebelum kata “mengadu domba”,
terdapat kata “memecah belah”, dua kata tersebut mengandung
makna yang sama. Dapat disimpulkan, bahwa harian ini ingin
memberi pesan mengenai umat Islam yang selalu berselisih
paham di dunia maya dan nyata sehingga persatuan itu sangat
diperlukan saat ini. Mahbub Ma’afi, narasumber PBNU,
mendukung hal tersebut dengan pernyataan bahwa warga
Indonesia harus menumbuhkan dan merawat sikap toleransi yang
tinggi antarumat. Perbedaan dalam pandangan beragama bukan
menjadi alasan timbulnya perpecahan antarmasyarakat. Itu
dikarenakan adanya perbedaan merupakan sebuah keniscayaan
dalam hidup.
Lebih jauh, harian ini memakai kata “monopoli” dan
“memvonis”. Sinonim “monopoli” adalah dominasi atau
penguasaan, itu berarti terdapat satu kelompok yang
mendominasi dirinya benar dan kelompok lain salah. Republika
memakai kata ini dikarenakan ingin menekankan bahwa
mengklaim diri sebagai pihak yang paling benar merupakan
bukan tindakan tepat. Kata “memvonis”, pada paragraf keempat,
berarti menuduh melakukan perbuatan melanggar hukum. Harian
ini menekankan informasi kepada pembaca bahwa menuduh kafir
sesama Muslim adalah perbuatan yang dilarang oleh Islam.
Seperti yang diakui narasumber PP Muhammadiyah, Muhammad
Ziyad at-Tamimi, bahwa dalam Muhammadiyah tidak ada orang
yang saling menghakimi. Yang ada Muhammadiyah memberi
183
kebebasan kepada orang tersebut untuk menilai seseorang
sepanjang masih ada dalil yang sahih. Selain itu, Muhammadiyah
melarang keras bila ada umatnya dengan keyakinan masing-
masing memaksakan keyakinan orang lain, kemudian mengafir-
ngafirkan, menghakimi, dan bahkan membuat konflik.
Seperti yang telah peneliti tulis pada bab II bahwa pada
hakikatnya, agama itu satu dan inti dari semua risalah juga sama
yaitu Tauhid. Tetapi, mengapa mereka berpaling dari agama yang
benar yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan mencari
agama yang lain selain agama Allah? Padahal, semua makhluk di
langit dan bumi berserah diri dengan senantiasa tunduk dan patuh
kepada hukum dan kehendak-Nya, baik dengan suka yaitu
dengan tulus dan ikhlas karena melihat bukti-bukti kebenaran
maupun terpaksa setelah melihat azab. Keikhlasan terhadap
berserah diri kepada Allah, terlihat pada Nabi Adam yang
berserah diri atas kejatuhannya ke bumi dan selalu mengikuti
perintah-Nya. Nabi Sulaiman yang mencoba melakukan cara agar
mengajak Ratu Balqis untuk berserah diri dan menyembah Tuhan
Yang Esa. Nabi Isa dan para sahabatnya, hawariyun, yang
senantiasa setia dan menjadi penolong Nabi Isa untuk
menegakkan agama Allah ketika Nabi Isa mendapat keingkaran
dari Bani Israil. Nabi Ibrahim dan para anak cucunya, Nabi
Ismail, Nabi Ishak, Nabi Yakub, dan Nabi Yusuf, yang juga
berserah diri kepada Tuhan.
Sama seperti yang dikatakan oleh Hery Ruslan,
narasumber Harian Republika,: "Kami ingin masyarakat dunia
mengikuti dan memahami hal-hal yang disampaikan oleh ulama-
184
ulama di Bogor. Seperti, menyerukan persatuan serta umat Islam
ini banyak tetapi belum bersatu. Kita lihat di Indonesia masih
terkotak-kotak oleh kepentingan mazhab dan kepentingan ormas
lainnya,”.
Terakhir, dalam unsur analisis framing Pan dan Kosicki
adalah grafis. Menurutnya, grafis ini biasanya muncul lewat
bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Seperti,
pemakaian huruf tebal, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih
besar, caption, foto, dan bahkan tabel untuk mendukung makna
yang akan disampaikan dalam pemberitaan tersebut.
Silahkan lihat temuan berita di bab IV, pada ketiga edisi
ini mempunyai kesamaan mencetak judul dengan ukuran besar
serta diberi ketebalan dan posisi ketiga berita berada di tengah
headline. Hal itu sengaja dilakukan oleh media tersebut untuk
menonjolkan judul yang lebih penting sehingga khalayak tertarik.
Tata bahasa pada headline pun lengkap, terdapat subjek dan
predikat, bahkan objek. Pemilihan kata juga spesifik, akurat,
jelas, dan ringkas.
Foto yang digunakan Harian Republika menjadi
pelengkap berita yang dimuat di headline. Foto tersebut juga
sebagai penjelas pemberitaan Islam wasathiyah. Harian
Republika pada foto pertama menjelaskan bahwa Imam Besar al-
Azhar memberikan sambutan pada KTT dan dihadiri oleh
presiden dan Din Syamsuddin sebagai utusan khusus Presiden RI.
Pada foto edisi 4 Mei 2018, Harian ini memakai foto bersama
wakil presiden RI dengan para ulama dan cendekiawan Muslim
185
di berbagai negara sebagai kolega setelah KTT berakhir. Hal
tersebut diakui oleh Hery Ruslan, narasumber Harian Republika,:
“Harian Republika ingin memberitakan dan
menyinkronkan foto dengan berita yang dimuat. Seperti,
pada 2 Mei 2018, pembukaan acara KTT, kami pilih foto
Imam Besar al-Azhar sedang memberikan sambutan di
istana, serta ada presiden dan Din Syamsuddin sebagai
utusan presiden. Hal itu menjadi momen spesial dan
langka bagi Harian Republika. Pada 4 Mei 2018, ulama-
ulama dan cendekiawan Muslim foto bersama dengan
wakil presiden.”
186
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah melakukan analisis framing dan universalisme
Islam terhadap pemberitaan Islam wasathiyah di Harian
Republika, peneliti bisa menarik kesimpulan sesuai rumusan
masalah seperti yang diuraikan pada Bab I. Rumusan
masalah tersebut adalah bagaimana Harian Republika
membingkai berita Islam wasathiyah dan apa tujuannya.
Harian Republika, sudah menjalankan peran media Islam
dan moderat, seperti simpulan berikut:
1. Harian Republika membingkai pemberitaan Islam
wasathiyah dengan kemasan khusus untuk pembaca.
Kemasan khusus tersebut dibuktikan dengan hasil
analisis dan wawancara bahwa Harian Republika akan
terus memrioritaskan isu-isu agama, seperti pemberitaan
Islam wasathiyah. Harian Republika memberikan
ruangan khusus kepada Islam wasathiyah untuk
diberitakan dalam headline selama tiga hari berturut-
turut. Ruangan khusus itu dikarenakan Harian Republika
memberitakan Islam wasathiyah pada halaman pertama,
keenam, kedelapan, kesembilan, dan halaman ke-12
dalam tiga edisi pada tiga edisi berturut-turut.
Pertimbangannya adalah kegiatan ini merupakan
peristiwa luar biasa serta tidak mudah bagi Indonesia
untuk mengumpulkan ulama-ulama sedunia untuk hadir.
187
Acara ini menjadi momentum bagi Harian Republika
untuk menyampaikan suara-suara ulama kepada
masyarakat Indonesia. Suara-suara tersebut nantinya
akan diinformasikan kepada umat Islam Indonesia
sebagai pembaca. Selain itu, Ketua Umum PBNU dan
Mantan Ketua Umum Muhammadiyah dipilih sebagai
narasumber adalah menjadi tanda bahwa kedua
organisasi masyarakat tersebut merupakan organisasi
yang menjadi jalan tengah untuk pemikiran Islam di
Indonesia. Penetapan kata dan foto ditentukan dengan
news value yang didasarkan pada peristiwa besar dan
pengaruhnya untuk menarik minat pembaca Harian
Republika yang mayoritas orang Islam. Dengan begitu,
Harian Republika memperlihatkan identitasnya sebagai
media Islam yang moderat serta mendukung segala
bentuk kemaslahatan untuk umat Islam.
2. Tujuan Harian Republika membingkai pemberitaan
Islam wasathiyah agar masyarakat Islam dunia,
khususnya Indonesia memahami isi dan makna
pemberitaan Islam wasathiyah. Isi dan makna tersebut
menyerukan persatuan, toleransi, adil, dan
mengaplikasikan pokok-pokok prinsip kemoderatan
lainnya. Serta tidak adanya ucapan mencela dengan kata
kafir kepada sesama umat Islam bahkan kepada
nonmuslim. Selama nonmuslim tersebut tidak
menganggu umat Islam dalam peribadatannya dan
bernegara.
188
B. Implikasi
Dari hasil penelitian, Harian Republika telah menjadi
media yang menyebarluaskan isu-isu agama untuk
pembacanya, seperti pemberitaan Islam wasathiyah ini.
Harian ini juga menjadi penengah antara masyarakat dan
pemerintah dari sisi media yang mendukung diterapkannya
konsep moderasi Islam. Tujuannya agar para pembaca dan
masyarakat bisa hidup damai, bersatu, dan terhindar dari
fitnah agama. Itu dikarenakan pengetahuan dan pemahaman
yang luas juga menjadi dasar pokok untuk menghargai
sesama manusia dalam berbagai perbedaan, baik suku,
bahasa, bahkan keyakinan. Pada saat ini, pemahaman
masyarakat masih terkotak-kotak dan bahkan mudah untuk
mengafirkan-kafirkan sesamanya. Padahal selama dia masih
berserah diri dan percaya kepada Tuhan Yang Esa,
sebagaimana Pancasila, dia berarti memiliki keyakinan
tersendiri. Efeknya bila masyarakat memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang mendalam, pikiran masyarakat
terhindar dari persepsi radikal dan ekstrem yang saat ini
sedang booming.
Selain itu, moderasi beragama memiliki misi untuk
menciptakan perdamaian bagi semua umat manusia. Karena
itu munculnya sikap liberal dalam beragama tidak jarang
memicu reaksi konservatif, sering mengakibatkan lahirnya
ujaran kebencian, intoleransi, esktremisme, dan bahkan
terorisme atas nama agama. Moderasi beragama diharapkan
189
menjadi solusi atas problem keagamaan yang ekstrem saat
ini.
Penguatan wawasan dan pemahaman moderasi
beragama tidak cukup dilakukan secara personal oleh
individu melainkan harus dilakukan secara sistematis dan
terencana secara kelembagaan bahkan oleh negara. Negara
harus hadir memfasilitasi terciptanya ruang-ruang publik
yang sehat untuk menciptakan interaksi masyarakat lintas
agama dan kepercayaan. Jangan sebaliknya, melahirkan
regulasi dan peraturan dengan sentimen agama tertentu yang
diterapkan dan diberlakukan di ruang publik.
C. Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka
penulis ingin memberikan beberapa saran kepada Harian
Republika, segenap akademisi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, khususnya Program Studi Jurnalistik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, pihak pemerintah, dan para
pembaca Harian Republika, sebagai berikut:
1. Peneliti berharap agar Harian Republika terus
berkontribusi terhadap penyebaran konsep Islam
wasathiyah melalui media. Juga mendukung penuh
kepada pemeirntah dalam upaya menyosialisasikan
makna Islam wasathiyah. Serta berkomitmen untuk tetap
menjadi media moderat yang mengedepankan
kepentingan umat Islam di Indonesia.
2. Peneliti berharap agar para pihak dekanat ikut serta
menyiarkan nilai-nilai moderasi beragama di kalangan
190
kampus. Tujuannya agar para mahasiswa memahami
penuh makna Islam wasathiyah yang memang
seharusnya diamalkan dalam kehidupan sosial.
3. Kepada pemerintah peneliti berharap agar terus menjadi
fasilitator dalam menyosialisasikan makna Islam
wasathiyah kepada warga Indonesia. Juga menjadi
penggerak tersebarnya pemahaman dan wawasan konsep
Islam moderat di Indonesia.
4. Para pembaca Harian Republika diharapkan agar terus
mendukung segala bentuk pemberitaan yang diterbitkan
Harian Republika. Dukungan tersebut merupakan suatu
bentuk upaya kita sebagai pembaca untuk ikut
menyebarluaskan Islam wasathiyah lewat media. Juga
peneliti berharap kepada masyarakat luas agar dapat
memahami makna Islam wasathiyah. Pemahaman
tersebut nantinya akan menjadi paradigma yang melekat
dalam diri untuk selalu bersikap dan menyebarluaskan
Islam wasathiyah. Hal tersebut disebabkan adanya
pemahaman radikal dan ekstrem yang akan terus ada
dalam kehidupan rakyat Indonesia.
5. Di masa depan kata kafir, tuduhan kafir, kata munafik,
serta kata-kata yang bersifat judgement hendaknya
dikurangi kalau tidak bisa dihapus sama sekali. Sebagai
gantinya gagasan Islam wasathiyah harus dikedepankan.
Itu karena gagasan tersebut menampilkan sifat saling
mengayomi, mendamaikan, menumbuhkan sikap
191
toleransi dan tenggang rasa, menjaga persatuan, dan
tidak saling melakukan kekerasan atas nama agama.
192
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
A. Jamrah, Suryan. 2015. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Kencana.
A. Nasir, Sahilun. 2012. Pemikiran Kalam (Teologi Islam);
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali
Pers.
Abbas, Siradjuddin. 1995. Sejarah dan Keagungan Madzhab
Syafi’. Jakarta: Radar Jaya.
Abu Zahrah, Muhammad. 2014. Fiqh Islam; Mazhab dan Aliran.
Tangerang Selatan: Gaya Media Pratama.
Ali, Tariq. 2009. Benturan Antarfundamentalis. Jakarta:
Paramadina.
Asy-Syarqawi, Abdurrahman. 1999. Riwayat Sembilan Imam
Fiqih (diterjemah dan diperkaya oleh al-Hamid al-Husaini).
Jakarta: Pustaka Hidayah.
Boy ZTF, Pradana. 2008. Fikih Jalan Tengah. Jakarta Timur:
Grafindo.
Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:
PT Raja Grafindo.
Denzin dan Yvanna S. Lincoln, Norman K. 1994. Handbook of
Qualitatif Research. California: Sage Publication.
Dzajuli, A. 2015. Ilmu Fiqh; Penggalian,Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta: LKiS.
Eryanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: PT. LKis Printing Cemerlang, 2011),
h. 294.
193
Hanafi, A. 2003. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: PT. Pustaka
Al-Husna Baru.
Hassan Khalil, Mohammad. 2016. Islam dan Keselamatan
Pemeluk Agama Lain. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
J.A., Denny. 2006. Melewati Perubahan: Sebuah Catatan Atas
Transisi Demokrasi Indonesia. Yogyakarta: LkiS.
Junroni dan Suhaemi. 2006. Metode-metode Penelitian
Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Kiyanto, Rachmat. 2007. Teknis Praktis Riset Komunikasi:
Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation,
Advertaising, Komunikais Organisasi, Komunikasi
Pemasaran. Jakarta: Kencana.
Madjid, Nurcholish. 1995. Islam Agama Peradaban. Jakarta:
Paramadina.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, Harun. 2016. Teologi Islam. UI-Press: Jakarta.
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), hal 1530.
Saifuddin Anshari, Endang. 1989. Kuliah Al-Islam: Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali.
Schoun, Frithjof. 1994. Mencari Titik Temu Agama-agama
Penerjemah Saafroedin Bahar. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Sobur, Ales. 2013. Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode
Fenomenologi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Steele, Janet. 2018. Mediating Islam Jurnalisme Kosmopolitan Di
Negara-negara Muslim Asia Tenggara. Yogyakarta; PT.
Bentang Pustaka.
194
Su’ud, Abu. 2003. Islamologi; Sejarah, Ajaran, dan Peranannya
dalam Peradaban Umat Manusia. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sucipto, Hery. 2003. Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr
Hingga Nasr dan Qardhawi. Jakarta: Hikmah.
Sumadiria, AS. Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita
dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Suryawati, Indah. 2015. Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan
Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia.
Syamsul M. Romli, Asep. 2008. Kamus Jurnalistik Daftar Istilah
Penting Jurnalistik Cetak, Radio, dan Televisi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Taher, Tarmizi. 2007. Berislam Secara Moderat. Jakarta Selatan:
Grafindo Khazanah Ilmu.
Tim Penyusun Kementrian Agama RI. 2019. Moderasi
Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama Republik Indonesia.
Tim UIN Malik Ibrahim Malang. 2016. Islam Moderat Konsepsi,
Interpretasi, dan Aksi. Malang: UIN Maliki Press.
Utriza Yakin, Ayang. 2016. Islam Moderat dan Isu-isu
Kontemporer; Demokrasi, Pluralisme, Kebebasan
Beragama, Non-muslim, Poligami, dan Jihad. Jakarta:
Kencana.
Yunanto, Sri. 2017. Negara Khilafah Versus Negara Kesatuan
Republik Indonesia; Studi Tentang Ideologi dan Gerakan
Politik HTI dalam Perspektif Empat Konsensus Bangsa
Indonesia. Jakarta: IPSS.
Yusuf Ali, Abdullah. 2009. Tafsir Qur’an 30 Juz: Teks,
Terjemahan, dan Tafsir Diterjemahkan Oleh Ali Audah.
Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.
195
Yusuf, Yunan. 2014. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam; dari
Khawarij ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi. Jakarta:
Kencana.
Internet
Aplikasi Tafsir Kementrian Agama pada smartphone diunduh
pada Selasa, 1 April 2019 pukul 14.00 WIB.
https://www.academia.edu/9252482/SEJARAH_SINGKAT_IMA
M_ASY-SYAFI_I_DAN_MADZHABNYA, diakses pada
Jumat, 15 Februari 2019 pukul 09.41 WIB.
https://www.academia.edu/9252482/SEJARAH_SINGKAT_IMA
M_ASY-SYAFI_I_DAN_MADZHABNYA, diakses pada
Jumat, 15 Februari 2019 pukul 09.41 WIB.
http://teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/76/70
diakses pada Senin, 10 Maret 2019 pukul 15.43 WIB.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http:/
/nurcholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-
Universalisme-Islam-dan-Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED
1sQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_Nw
D8IYx diunduh pada Rabu, 2 April 2019 pukul 13.10 WIB.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http:/
/nurcholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-
Universalisme-Islam-dan-Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED
1sQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_Nw
D8IYx diunduh pada Rabu, 2 April 2019 pukul 13.10 WIB.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http:/
/nurcholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-
Universalisme-Islam-dan-Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED
1sQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_Nw
D8IYx diunduh pada Rabu, 2 April 2019 pukul 13.15 WIB.
196
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http:/
/nurcholishmadjid.org/assets/pdf/buku/1992_25-
Universalisme-Islam-dan-Kosmopolitanisme-Kebudayaan-
Islam.pdf&ved=2ahUKEwjt__b68cLhAhVW62EKHRgED
1sQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw0148HaWjQf1Dz_Nw
D8IYx diunduh pada Rabu, 2 April 2019 pukul 13.17 WIB.
https://www.researchgate.net/publication/323600431_Mengenal_
Lebih_Dekat_dengan_Pendekatan_Fenomenologi_Sebuah_
Penelitian_Kualitatif
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/1146
/714
https://www.researchgate.net/publication/323600431_Mengenal_
Lebih_Dekat_dengan_Pendekatan_Fenomenologi_Sebuah_
Penelitian_Kualitatif